BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dengan judul Kajian Nilai-Nilai Moral pada Tokoh Utama Novel Cagito

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dengan judul Kajian Nilai-Nilai Moral pada Tokoh Utama Novel Cagito"

Transkripsi

1 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Indah Puspita Sari, dengan judul Kajian Nilai-Nilai Moral pada Tokoh Utama Novel Cagito Allah Sum Karya Lalu Mohammad Zaenudin dan Implikasinya sebagai Bahan Pengajaran Sastra di SMA. Hasilnya ditemukan empat nilai moral yaitu: (1) aspek moral tentang hubungan manusia dengan Allah yang meliputi: kebersihan dan kesucian, ikhlas dalam beribadah, memohon pertolongan hanya kepada Allah, shalat sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah, (2) aspek moral tentang hubungan dengan diri sendiri meliputi : syaja ah (mengembangkan kepribadian), mengembangkan kebijakan, sabar, syukur, (3) aspek moral tentang hubungan manusia dengan sesama manusia meliputi : menepati janji, dan (4) aspek moral tentang hubungan manusia dengan lingkungan hidup meliputi menjaga kelestarian alam. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada sumber data dan metode penelitian yang digunakan. Sumber data dalam penelitian Indah Puspita Sari adalah novel Cagito Allah Sum Karya Lalu Mohammad Zaenudin, sedangkan pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah novel Athirah karya Alberthiene Endah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Indah Puspita Sari menggunakan metode deskriptif. Selain Indah Puspita Sari, penelitian tentang nilai-nilai moral juga pernah dilakukan oleh Wahyu Handoko dengan judul Kajian Nilai-Nilai Moral dalam Novel 7

2 8 Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburahman El Shirazy. Hasilnya ditemukan sembilan nilai moral yaitu: (1) keimanan kepada Allah SWT, (2) ketaatan kepada segala perintah dan larangan Allah SWT, (3) keiklasan dalam menghadapi cobaan hidup atau ujian dari Allah SWT, (4) sikap tadlarru dan khusyuk, (5) sikap ar-raja dan ad du a, (6) tawakal atau kepasrahan terhadap kekuasaan dan keputusan Allah SWT dengan tanpa mengabaikan ikhtiar yang sebaik-baiknya, (7) tasyakur dan qonaah terhadap segala pemberian dari Allah SWT, (8) malu apabila dalam berkata dan bertindak tidak didasari oleh agama, (9) taubat dan istighfar terhadap kesalahan yang dilakukan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada sumber data dan metode penelitian yang digunakan. Sumber data pada penelitian Wahyu Handoko adalah Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburahman El Shirazy, sedangkan pada penelitian ini adalah novel Athirah karya Alberthiene Endah. Metode penelitian yang digunakan oleh Wahyu Handoko adalah metode deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Dari kedua penelitian terdahulu membuktikan bahwa penelitian ini benar-benar berbeda. Dengan demikian, peneliti berpendapat bahwa penelitian ini perlu dilakukan. B. Pengertian Moral Darmadi (2007: 50) mengatakan bahwa dari segi etimologis moral berasal dari bahasa Latin yaitu Mores yang berasal dari suku kata Mos. Mores berarti adat-istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan bertingkah laku yang baik, susila. Seseorang yang memiliki kebiasaan bertingkah laku baik kepada sesama manusia akan menciptakan ketenangan dalam kehidupan. Dalam kehidupan nilai moral sangat diperlukan agar setiap manusia

3 9 berbuat kebaikan. Dengan demikian, orang yang memiliki kebiasaan untuk bertingkah laku baik atau orang yang baik budi bahasanya adalah orang yang bermoral. Menurut Bertens (2007: 7) moral merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Pada prinsipnya moral sangat berguna bagi kehidupan manusia karena dapat menjadi pegangan atau pedoman sehingga dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk. Dengan memiliki moral, maka seseorang dapat hidup teratur dalam menjalani kehidupan. Selain itu, seseorang dapat mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan yang dapat memberikan manfaat dalam mengatur tingkah lakunya supaya dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Moral merupakan ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila (Depdiknas, 2007: 754). Maksud dari pernyataan di atas bahwa moral berarti sesuatu yang memuat ajaran tentang baik dan buruk yang dapat diterima oleh semua orang. Hal itu bisa tercermin dalam perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, akhlak dan susila. Moral mengajarkan pada manusia agar dapat menjalani hidup dengan baik. Seseorang yang memiliki moral, maka dalam bertingkah laku dan bersikap sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan demikian, seseorang yang memiliki moral akan bersikap baik kepada sesama manusia. Dari beberapa definisi para ahli, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa moral adalah suatu nilai yang terdapat di dalam masyarakat berupa nilai kebenaran yang dapat diterima secara umum yang tercermin dalam sikap, perbuatan, akhlak, tingkah laku seseorang kepada sesama manusia. Seseorang yang memiliki moral akan terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan

4 10 demikian, maka seseorang bisa bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan aturan yang berlaku. Nilai moral memiliki hubungan dengan nilai budi pekerti. Tetapi, hal itu seringkali membingungkan satu sama lain. Budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa Inggris, yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain: (a) adat istiadat, (b) sopan santun, dan (c) perilaku. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian seseorang. Budi pekerti berinduk pada etika atau filsafat moral. Secara etimologis kata etika sangat dekat dengan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (jamak: ta etha ) yang berarti adat kebiasaan. Adapun moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak : mores) yang mengandung arti adat kebiasaan (Zuriah, 2008:7). Adapun pendapat yang dikemukan Cahyoto dalam Zuriah (2008: 67) menyatakan bahwa ruang lingkup atau scope pembahasan budi pekerti bersumber pada etika atau filsafat moral yang menekankan unsur utama kepribadian, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani dan kebijakan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum nilai-nilai moral masyarakat. Hati nurani (ada yang menyebutkannya kata hati, suara hati, dan suara batin) adalah kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari tindakan yang buruk. Dengan demikian, terdapat hubungan antara budi pekerti dengan nilai-nilai moral dan norma hidup yang unsur-unsurnya merupakan ruang lingkup budi pekerti. Budi pekerti memiliki unsur-unsur berupa hati nurani, kebijakan, kejujuran, dapat

5 11 dipercaya, disiplin, kesopanan, kerapian, keiklasan, pengendalian diri, keberanian, bersahabat, kesetiaan, kehormatan, keadilan. Mengingat budi pekerti merupakan etika praktis atau terapan yang bersumber kepada masyarakat (kesusilaan atau moralitas, agama, hukum, dan adat istiadat setempat) maka dapat disimpulkan bahwa budi pekerti berkaitan dengan moral, maka konsep budi pekerti menjadi lebih luas lagi dengan menyerap aspek budi pekerti dari lingkungan yang makin meluas (environmental development approach). Dari lingkungan yang makin meluas inilah budi pekerti mengandung nilai moral lokal (aturan keluarga, kerabat, dan tatanan lingkungan setempat), nasional ( tatanan demokrasi, loyalitas, nasionalisme, undangundang, hukum, hak asasi manusia, dan lain-lain), dan internasional (hukum internasional, hubungan dan kerja sama antar bangsa, perdamaian, keamanan) dan masih banyak konsep lain yang menjadi norma dan berlaku bagi kesejahteraan lingkungan. C. Jenis jenis Nilai Moral Nilai budi pekerti berkaitan dengan nilai moral karena ruang lingkup pembahasan nilai budi pekerti bersumber pada etika atau filsafat moral menekankan pada unsur utama kepribadian. Nilai moral yang terkandung di dalam budi pekerti sangat bermanfaat bagi siswa, khususnya unsur karakter atau watak yang mengandung hati nurani sebagai kesadaran diri untuk berbuat kebajikan. Nilai moral tersebut diharapkan dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Berikut ini adalah nilai moral yang terkandung di dalam nilai budi pekerti (Zuriah, 2008:67). 1. Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa

6 12 Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang yang yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa biasanya memiliki sikap yang meyakini, dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai umat beragama kita harus beriman dan bertaqwa kepada-nya serta percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan kita untuk hidup di dunia. Dengan demikian, seseorang akan selalu bersyukur jika mendapatkan sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mentaati ajaran agama Mentaati ajaran agama adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kepatuhan, tidak ingkar, dan taat menjalankan perintah serta menjauhi larangan agama. Mentaati ajaran agama harus dilakukan dengan ikhlas dengan wujud adanya kepatuhan seseorang terhadap ajaran agama yang dianut yaitu dengan menjalankan perintah agamanya dan menjauhi larangan agamanya serta bila berjanji tidak mengingkari. Dengan demikian, mentaati ajaran agama maka kita dapat hidup teratur sesuai dengan ajaran agama yang kita anut. 3. Memiliki dan mengembangkan sikap toleransi Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan sebagainya) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendirianya. Sikap toleransi merupakan sikap saling

7 13 menghargai atau mau menerima kenyataan bahwa kita itu berbeda dengan orang lain, tetapi kita harus merasa bahwa kita satu keluarga memiliki tali persaudaraan. Sikap toleransi sangat penting untuk dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan memiliki sikap toleransi, maka kita dapat menghargai segala perbedaan dengan orang lain. 4. Memiliki rasa menghargai diri sendiri Memiliki rasa menghargai diri sendiri adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri dengan menilai kelebihan dan kekurangannya pada dirinya sendiri. Seseorang memiliki rasa menghargai diri sendiri biasanya mampu menutupi kekurangannya dengan kelebihan yang dimiliki oleh dirinya sendiri dengan baik sehingga akan membuat bangga terhadap dirinya sendiri. 5. Tumbuhnya disiplin diri Tumbuhnya disiplin diri adalah sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku. Biasanya orang yang dikatakan disiplin apabila orang tersebut dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan kesadaran yang muncul dari hatinya tanpa adanya paksaan dari orang lain. Sikap disiplin dapat membuat hidup teratur dan mengantarkan kita kepada kesuksesan. Dengan demikian, sikap disiplin dapat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 6. Mengembangkan etos kerja dan belajar

8 14 Mengembangkan etos kerja adalah sikap dan perilaku sebagai cerminan dari semangat kecintaan, kedisiplinan, kepatuhan dan penerimaan terhadap kemajuan hasil kerja atau belajar. Seseorang yang memiliki etos kerja dan belajar yang baik biasanya dapat dilihat dari semangat, kecintaan, kedisiplinan dan loyalitas yang ia berikan terhadap pekerjaan. Sikap mengembangan etos kerja dan belajar sangat penting untuk dimikili setiap individu untuk menuju kesuksesan. Mengembangkan etos kerja dan belajar akan membuat seseorang semangat dalam melakukan pekerjaannya agar dapat tercapai semua cita-cita dan keinginannya. 7. Memiliki rasa tanggung jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibanya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang yang memiliki tanggung jawab apabila mendapatkan sebuah kewajiban atau tugas, maka ia berkewajiban menanggung segala sesuatu atau akibatnya. Sikap tanggung jawab harus dimiliki oleh setiap orang dalam menjalani kehidupan. Dengan memiliki sikap tanggung jawab, maka masalah yang kita hadapi dapat terselesaikan dengan baik. 8. Memiliki rasa keterbukaan Memiliki rasa keterbukaan adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya keterusterangan antara apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui, dan kesediaan menerima saran serta kritik dari orang lain. Seseorang yang memiliki rasa keterbukaan biasanya memiliki rasa keterusterangan yang tinggi mengenai apa yang dipikirkan, diinginkan hal itu dapat menciptakan keharmonisan

9 15 dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan memiliki rasa keterbukaan, maka seseorang akan mau menerima segala sesuatu kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Selain itu, juga akan dipercaya oleh orang lain dan tidak akan terjadi kesalahpahaman dengan orang lain. Sikap keterbukaan dapat menciptakan kerukunan antarindividu dan kelompok. 9. Mampu mengendalikan diri Mampu mengendalikan diri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dirinya sendiri berkenaan dengan kemampuan, emosi, nafsu, ambisi, keinginan, dalam memenuhi rasa kepuasan dan kebutuhan hidupnya. Seseorang yang dapat mengendalikan dirinya adalah orang yang mampu mengatur antara kemauan, emosi, nafsu, ambisi, keinginan secara bersama-sama dalam memenuhi rasa kepuasan dan kebutuhan hidup. Dengan mengendalikan diri, maka kita dapat hidup tenang karena tidak memiliki musuh. 10. Mampu berpikir positif Mampu berfikir positif merupakan sikap mental yang melibatkan proses memasukkan pikiran-pikiran, kata-kata, dan gambaran-gambaran yang membangun bagi perkembangan pikiran. Pikiran positif menghadirkan kebahagiaan, sukacita, kesehatan, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Dengan berfikir positif seseorang dapat berfikir jernih, tidak berburuk sangka, mendahulukan sisi positif dari suatu masalah. Hal itu akan membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan dan kesehatan kita.

10 Mengembangkan potensi diri Mengembangkan potensi diri adalah sikap dan perilaku seseorang untuk dapat membuat keputusan sesuai dengan kemampuannya mengenal bakat, minat dan prestasi serta sadar akan keunikan dirinya sehingga dapat mewujudkan potensi diri yang sebenarnya. Mengembangkan potensi diri sangat penting dan bermanfaat untuk dimiliki oleh setiap masing-masing individu karena dapat mengetahui kemampuan atau bakat yang dimilikinya. Apabila kita dapat mengembangkan potensi diri kita, maka kita akan mencapai kesuksesan dan meningkatkan potensi diri lebih maju. 12. Menumbuhkan cinta dan kasih sayang Menumbuhkan cinta dan kasih sayang adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya unsur memberi perhatian, perlindungan, penghormatan dan pengorbanan terhadap orang yang dicintai dan dikasihi. Seseorang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang akan menunjukkan perhatian, perlindungan, dan penghormatan kepada orang yang dicintai. Cinta dan kasih sayang harus dimiliki oleh setiap orang agar tercipta suasana yang harmonis. Cinta dan kasih sayang harus ditumbuhkan sejak dini di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah agar kehidupan menjadi rukun antarindividu dan kelompok. 13. Memiliki kebersamaan dan gotong royong Memiliki rasa kebersamaan dan gotong royong adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling membantu saling memberi tanpa pamrih. Gotong royong juga dapat berarti melakukan pekerjaan atau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan agar hasilnya

11 17 sesuai dengan apa yang diinginkan. Segala sesuatu bila dilakukan bersama-sama atau gotong royong akan mempercepat pekerjaan serta pekerjaan menjadi lebih ringan. 14. Memiliki rasa kesetiakawanan Memiliki rasa kesetiakawanan adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kepedulian kepada orang lain, keteguhan hati, dan rasa cinta terhadap orang lain dan kelompoknya. Seseorang yang memiliki rasa kesetiakawanan akan menumbuhkan sikap kepedulian terhadap orang lain. Hal tersebuat menunjukkan bahwa kita hidup sangat memerlukan bantuan dari orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial dimana hidup tidak bisa sendiri. Dengan memiliki rasa kesetiakawanan, maka kita bisa saling membantu orang yang membutuhkan bantuan kita. 15. Saling menghormati Saling menghormati adalah sikap dan perilaku untuk menghargai dalam hubungan antarindividu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang berlaku. Sikap saling menghormati sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Apabila kita menanamkan sikap saling menghormati, maka akan tercipta kerukunan antarindividu dan kelompok. Sikap saling menghormati sangat penting untuk diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. 16. Memiliki sopan santun dan tata krama Memiliki tata krama dan sopan santun adalah sikap dan perilaku sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang yang lebih tua atau muda tanpa menyinggung dan menyakiti hatinya serta menghargai tata cara yang berlaku sesuai

12 18 dengan norma, budaya dan adat istiadat. Tata krama dan sopan santun diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang tanpa menyinggung perasaannya. Seseorang yang memiliki tata krama dan sopan santun, maka akan dihormati orang lain. 17. Memiliki rasa malu Memiliki rasa malu adalah sikap dan perilaku yang menunjukan tidak enak hati, hina, rendah karena berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani, norma dan aturan. Rasa malu harus dimiliki oleh setiap individu. Seseorang yang memiliki rasa malu, maka orang tersebut akan menjaga sikap dan perilaku supaya tidak berbuat hal yang memalukan. Dengan demikian, orang yang memiliki rasa malu merasa rendah hati untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatinya. 18. Menumbuhkan kejujuran Menumbuhkan kejujuran adalah sikap dan perilaku untuk bertindak dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak berbohong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah dan tidak dikurangi, serta tidak menyembunyikan kejujuran. Selain itu, sikap jujur dapat menciptakan suasana kehidupan yang damai dan tenteram karena tidak ada kebohongan. D. Moral dalam Karya Sastra Moral merupakan suatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Moral, kadang-kadang diidentikkan pengertiannya dengan

13 19 tema walaupun makna sebenarnya tidak selalu menyaran pada maksud yang sama. Moral dan tema, keduanya merupakan sesuatu yang terkandung, dapat ditafsirkan, diambil dari cerita, dapat dipandang sebagai memiliki kemiripan. Namun tema, bersifat kompleks daripada moral. Moral, dengan demikian, dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral. Menurut Nurgiyantoro (2010: 321) moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam karya sastra dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan melalui cerita oleh pembaca. Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral dalam karya sastra dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagai model yang ditampilkan dalam cerita lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Setiap karya sastra yang ditulis pengarang bertujuan untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkan. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, dan pesan yang mendasari penulisan karya itu. Di sisi lain, karya sastra juga menawarkan pesan moral yang berkaitan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Hal itu didasarkan

14 20 pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa moral berkaitan dengan karya sastra, maka moral yang ada di dalam karya sastra merupakan sekumpulan nilai kebenaran yang dilukiskan melalui sikap dan tingkah laku tokohtokoh yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Dengan demikian, pembaca dapat membedakan tentang hal baik dan buruk yang dimiliki tokoh melalui karakter masing-masing yang ada di dalam cerita. Karya sastra dapat dijadikan sebagai hiburan sekaligus mengandung nilai moral yang bermanfaat bagi pembaca. Melalui kegiatan membaca karya sastra berupa novel, maka pembaca dapat mengetahui dan menemukan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut sangat bermanfaat untuk pedoman hidup bagaimana caranya untuk membedakan antara hal yang baik dan buruk serta dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. E. Pembelajaran Sastra di SMA Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah yaitu mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dan mengembangkan diri dilakukan peserta didik. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas dan bakat berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, serta dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran. Mengajar berarti proses bimbingan kegiatan belajar. Pembelajaran merupakan aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan

15 21 evaluasi. Suatu pembelajaran dapat berjalan dan berhasil secara baik jika mampu mengubah peserta didik mampu menumbuhkembangkan kesadaran untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajaran dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya (Rohani, 2004: 4-68). Dari penjelasan di atas pembelajaran meliputi perencanaan yang harus dibuat oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mengubah peserta didik yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu melalui evaluasi. Menurut Rahmanto (2000: 16-25) pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu: 1. Membantu keterampilan berbahasa Pembelajaran sastra dapat membantu keterampilan berbahasa bahwa pembelajaran sastra dalam kurikulum berarti akan melatih dan membantu siswa dalam keterampilan membaca, menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya. 2. Meningkatkan pengetahuan budaya Pembelajaran sastra di sekolah dapat meningkatkan pengetahuan budaya karena setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. Pengetahuan tentang budaya dan sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Pemahaman budaya dapat menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri, dan rasa ikut memiliki.

16 22 3. Mengembangkan cipta, rasa Pembelajaran sastra dapat mengembangkan cipta dan rasa bahwa dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indera; yang bersifat penalaran; yang bersifat afektif; dan bersifat sosial; serta dapat ditambah lagi yang bersifat religius. 4. Menunjang pembentukan watak Melalui pembelajaran sastra dapat memiliki keterampilan melewati seluruh rangkaian perkembangan pribadi, berbagai pengetahuan dan perasaan yang lebih tajam. Pembelajaran sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti misalnya: kebahagiaan, kebebasan, kekalahan, kemenangan, kesetiaan, keputusan, kebencian, perceraian, kematian, dan kelemahan. Pembelajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian peserta didik yang meliputi : ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Dalam pembelajaran, bahan ajar yang disajikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kemampuan peserta didiknya. Oleh karena itu, karya sastra yang akan disajikan hendaknya diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukarannya dan kriteriakriteria tertentu lainnya. Tanpa adanya kesesuaian antara siswa dengan bahan yang diajarkan, pembelajaran yang disampaikan akan gagal. Dalam kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi, antara lain mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi ke pendidikan sebagai proses, melalui pendekatan tematik integrasi dengan contextual teaching learning (CTL). Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan peserta didik agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan

17 23 menggali berbagai potensi, dan kebenaran secara ilmiah. Dalam kerangka inilah perlunya kreativitas guru, agar mereka mampu menjadi fasilitator, dan mitra belajar bagi peserta didik. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar (facilitate learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Rasa gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan (Mulyasa, 2013: 41-42). Dalam pembelajaran perlu diperhatikan pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik yang merupakan bidang kajian dari kurikulum, yaitu mengenai apa isi pembelajaran yang harus dipelajari peserta didik agar tujuannya dapat tercapai. Kurikulum dalam pembelajaran mencakup hal-hal yang penting dan harus diperhatikan untuk kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana agar tujuannya tercapai. Dalam hal ini, yang tidak boleh dilupakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah cara untuk menata interaksi antara sumbersumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara baik. Dengan demikian, pembelajaran dapat berjalan dengan lancar karena guru dapat menata interaksi antara sumber-sumber belajar dengan baik. Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa Indonesia bersifat multidimensi. Dalam operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial untuk membentuk peserta didik yang berakhlak mulia,

18 24 mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, tetapi untuk dibentuk melalui berbagai tahapan proses pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang relevan. Kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan melalui pelajaran dalam mata pelajaran; sehingga berperan integrator horizontal antarmata pelajaran. Kompetensi inti juga digunakan sebagai operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, yang menggambarkan kompetensi utama dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk satu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran (Mulyasa, 2013: ). Materi pembelajaran tentang nilai moral dalam novel Athirah karya Alberthiene Endah diajarkan pada siswa kelas XI Semester 1. Nilai-nilai moral diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar tersebut adalah sebagai berikut. Kompetensi Inti 3. Memahami, menerapkan dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar Kemampuan Bersastra : 3.1 menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam cerita pendek yang dibaca. 3.2 menganalisis pelaku, peristiwa dan latar dalam novel yang dibaca.

19 25 F. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, (2009: ) mengatakan bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik melalui pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik harus benar-benar merasakan manfaat bahan ajar atau materi itu setelah mempelajarinya. Secara umum, bahan ajar dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Dikemukakan Nurgiyantoro, (2001: 34-35) bahan pengajaran begitu penting, perlu disusun suatu deskripsi tentang bahan pengajaran paling tidak secara garis besar bahan pengajaran dimanfaatkan sebagai alat uji terhadap alat penilaian itu sendiri, yaitu berupa isi. Tujuan pengajaran mencakup tiga aspek, yaitu : aspek kognitif, yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, afektif yang berkaitan dengan sikap, dan psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan. Sehubungan dengan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan pengajaran merupakan hal yang harus disiapkan terlebih dahulu oleh guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran agar proses pembelajaran sesuai dengan tujuan. Menurut Ibrahim, (2003: 102) ada beberapa kriteria bahan pengajaran yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran, yaitu: 1. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tercapainya tujuan. 2. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan/ perkembangan siswa pada umumnya. 3. Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan 4. Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual. Melalui bahan pengajaran yang disampaikan di atas, maka pelajaran sastra memiliki kriteria tersendiri yang lebih khusus. Bahan pengajaran yang disajikan

20 26 kepada siswa harus sesuai dengan kemampuan siswanya pada tahapan pengajaran tertentu. Belajar memang memakan waktu yang cukup panjang, dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Dengan kata lain belajar memerlukan suatu pentahapan. Oleh karena itu karya yang hendak disajikan sebagai bahan pengajaran harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria pemilihan bahan di atas selaras dengan kriteria pemilihan bahan yang disampaikan oleh Mulyasa, (2010: 144) yaitu: 1. Tingkatan perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik. 2. Kebermanfaatan bagi peserta didik. 3. Struktur keilmuan. 4. Kedalaman dan keluasan materi. 5. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan. 6. Alokasi waktu. Berdasarkan penjelasan mengenai kriteria bahan ajar, maka dalam memilih bahan ajar untuk pembelajaran harus memperhatikan hal-hal tersebut. Seorang guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran agar isi silabus dapat tersampaikan dengan baik sesuai dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Kompetensi-kompetensi tersebut merupakan bagian integral bagi seorang guru sebagai tenaga profesional, yang hanya dapat dikuasai dengan baik melalui pengalaman praktik yang intensif. Menurut Djuanda dan Iswara (2006: 157) apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.

21 27 Melihat pengertian tersebut, mengapresiasi karya sastra prosa fiksi artinya kegiatan menggauli prosa fiksi yang telah dibacanya. Apresiasi prosa fiksi tidak cukup hanya sebatas membaca prosa lalu menjawab pertanyaan-pertanyaan bacaan, tapi memerlukan kepekaan kritis, kepekaan perasaan yang pada akhirnya bisa lebih peka pikiran kritisnya, dan lebih peka perasaannya terhadap karya sastra. Aminudin (2011: 34) mengatakan bahwa melalui apresiasi sastra prosa fiksi, peserta didik dapat merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, dan gambaran objek dari prosa fiksi yang telah dibaca. Selain itu, apresiasi sastra mencakup tanggapan emosional pada isi novel dan merasakan atau menikmati gaya bahasa pengarang. Kegiatan apresiasi sastra prosa fiksi sebagai suatu proses, melibatkan tiga aspek penting, yakni (1) aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objek. (2) aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsurunsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. (3) aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik/ buruk, indah tak indah serta sejumlah ragam penilaian lain yang terkait dengan unsur prosa fiksi. Dengan demikian, dalam apresiasi sastra prosa fiksi peserta didik dapat menemukan nilai-nilai yang ada di dalam karya sastra. Setelah peserta didik menemukan nilai-nilai moral tersebut diharapkan dapat diterapkan dalam kepribadian dan kehidupannya. Berkaitan dengan pembelajaran apresiasi sastra (novel) Rahmanto (2000: 26-33) menyebutkan tiga kriteria aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin

22 28 memilih bahan pengajaran sastra, yaitu bahasa, kematangan jiwa (psikologi), latar belakang kebudayaan peserta didik. Ketiga aspek tersebut akan peneliti paparkan sebagai berikut. 1. Bahasa Aspek kebahasaan dalam karya sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalahmasalah yang dibahas, tetapi juga faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya sastra itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pembelajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan ( atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didiknya. Dilihat dari segi bahasanya, karya sastra (novel) yang diajarkan kepada peserta didik hendaknya bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh peserta didik. Dengan demikian, guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan peserta didiknya, sehingga guru dapat memilih materi yang cocok untuk peserta didiknya. Di samping itu, sastra memiliki wawasan kebahasaan yang memperhitungkan kosa kata, kalimat, ungkapan, dan cara pengarang menuangkan ideidenya lewat untaian kata-kata, serta gaya bahasa yang digunakan. 2. Psikologi Tahap pesikologi merupakan tahap yang paling penting dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra karena tahap ini sangat berpengaruh besar terhadap minat dan keengganan anak didik. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja

23 29 sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi. Karya sastra yang terpilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tingkat psikologi pada umumnya dalam satu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas mempunyai tingkatan psikologi yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik sebagaian peserta didik dalam kelas itu. dengan demikian, seorang guru harus dapat memilih bahan pembelajaran sastra yang sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik agar dapat diterima dengan baik oleh siswa. 3. Latar belakang budaya Latar belakang karya sastra saat ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkunganya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olah raga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya peserta didik akan mudah tertarik pada karya sastra yang berasal dari lingkungan mereka. Seorang guru harus dapat memiliki karya sastra sesuai dengan latar belakang budaya peserta didik. Dengan demikian, guru harus memiliki pertimbangan yang matang untuk menentukan karya sastra yang mengandung faktor mana yang layak diajarkan kepada peserta didik. Karya sastra yang dipilih tentu saja yang berasal dari budaya Indonesia dan memiliki nilai yang bermanfaat bagi peserta didik sebagai seorang manusia pada umumnya, juga sebagai pelajar pada khususnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra Moral dari segi etimologis berasal dari bahasa latin yaitu Mores yang berasal dari suku kata Mos. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti mengindahkan

BAB II LANDASAN TEORI. Apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti mengindahkan BAB II LANDASAN TEORI A. Apresiasi Novel 1. Pengertian Apresiasi Novel Apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti mengindahkan atau menghargai (Aminuddin, 1995: 34). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNANETRA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNANETRA - 260 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Umi Fatonah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU - 649 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam proses

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I)

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I) PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I) Modul ke: 08 Udjiani Fakultas EKONOMI DAN BISNIS A. Pengertian Etika B. Etika Pancasila Hatiningrum, SH.,M Si Program Studi Manajemen A. Pengertian Etika. Pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan setiap individu yang terlibat di dalam pendidikan itu dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI.

MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI. MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI 1 A. Pendahuluan Selama ini pendidikan cenderung diartikan aktivitas mempersiapkan anak-anak dan pemuda untuk memasuki kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner. Dalam hal ini, pengarang mengemukakan realitas dalam karyanya berdasarkan

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA - 1467 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG A. Analisis relevansi kurikulum dengan perkembangan sosial Perkembangan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran Oleh: Dr. Marzuki PUSAT PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN KULTUR LPPMP - UNY 12/05/2015 1 RIWAYAT PENDIDIKAN BIODATA SINGKAT S1 dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA - 1062 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Pendidikan merupakan wahana untuk membentuk manusia yang berkualitas, sebagaimana dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pasal 3, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Bidayat al-hidayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap individu anak bangsa yang telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan media komunikasi yang menyajikan keindahan dan memberikan makna terhadap kehidupan dan pemberian pelepasan ke dunia imajinasi (Budianta, 2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

31. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs

31. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs 31. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) KOMPETENSI INTI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENCAPAIAN KURIKULUM 2013 A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran terdiri dari dua hal yang salah satunya saling berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar oleh pengajar (Guru).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Moral Menurut Suseno (1987: 19) kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Pengertian moral tidak hanya mengacu pada baik buruknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009 BAB 4 KESIMPULAN Dari hasil pembahasan karya akhir ini dapat disimpulkan bahwa materi ajar cerpen adalah subtansi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sastra tingkat MTs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan BAB II LANDASAN TEORI Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO Click to edit Master title style PP 32 Tahun 2013 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Permendikbud

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 20. PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) KELAS: X KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL) 1. Menghayati

Lebih terperinci

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA Oleh: Anifah Restyana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk tercapainya suatu tujuan dalam hidup bermasyarakat setiap individu mempunyai urusan yang berbeda-beda. Tujuan tersebut bisa tercapai ketika individu mau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu kaya. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu kaya. Begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu kaya. Begitu pula dengan agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang memberi pesan untuk menjadikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DOMAIN AFEKTIF PADA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KEMENDIKBUD KELAS VII KURIKULUM 2013 EDISI REVISI

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DOMAIN AFEKTIF PADA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KEMENDIKBUD KELAS VII KURIKULUM 2013 EDISI REVISI Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DOMAIN AFEKTIF PADA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KEMENDIKBUD KELAS VII KURIKULUM 2013 EDISI REVISI Firda Ariani, Ika Puji Lestari

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI KURIKULUM 2013 GEOGRAFI Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 KI dan KD Geografi untuk Peminatan Ilmu-ilmu Sosial SMA/MA 1 A. Pengertian Geografi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) UU No. 14/2005 (UUGD) Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra sebagai hasil kreatif seorang pengarang tidak dapat lepas dari masyarakatnya. Seorang pengarang ketika mencipta sebuah karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat yang penuh dengan berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK 3. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dalam mencapai maksud tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (SMA), semakin memprihatinkan. Misalnya, penyalahgunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci