LAKIP 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAKIP 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA"

Transkripsi

1 LAKIP 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DITJEN P2P KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA LAKIP Dit. P2MKJN Page 1

2 KATA PENGANTAR Dengan Rahmat Allah SWT, puji syukur kami panjatkan karena atas perkenannya, Direktorat Pencegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dapat menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza salah satu entitas akuntansi dibawah lingkup Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, kementerian kesehatan RI yang berkewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Lakip ini berisi informasi tentang uraian pertanggung jawaban atas keberhasilan Direktorat Penegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya ditahun Laporan ini merupakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), hasil dari realisasi dari laporan rencana strategis tahun 2017 yang memberikan gambaran tentang rencana strategis, penetapan kinerja tahunan, kegiatan dan anggaran. LAKIP Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tidak terlepas dari kekurangan mengingat masih perlu penyempurnaan terus menerus semaksimal mungkin melalui koordinasi dengan berbagai lintas program dan lintas sektor. Mudah-mudahan Lakip ini dapat menjadi cermin untuk dapat mengevaluasi kinerja organisasi selama satu tahun, sehingga pelaksanaan kinerja kedepan lebih produktif, efektif dan efesien baik dari aspek perencanaan, manajemen keuangan maupun koordinasi pelaksanaan. Jakarta, 26 Januari 2018 Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH NIP LAKIP Dit. P2MKJN Page 2

3 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Bab I. Pendahuluan A. Visi dan Misi B. Latar Belakang C. Tugas Pokok dan Fungsi D. Struktur Organisasi E. Sumber Daya Manusia F. Sistematika Penulisan Bab II. Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan. Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya. Bab IV. Penutup Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Lampiran LAKIP Dit. P2MKJN Page 3

4 BAB I PENDAHULUAN A. Visi dan Misi Pembangunan kesehatan pada periode adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia. Derajat kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itu usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui perbaikan cakupan, mutu, dan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, perbaikan sarana prasarana kesehatan, pemberdayaan tenaga kesehatan, mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup sehat, Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat, perlu adanya Visi dan Misi, VIsi dan Misi semua lembaga/kementerian/unit es1/unit es2 mengikuti Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. LAKIP Dit. P2MKJN Page 4

5 Visi dan Misi tersebut din tuangkan dalam NAWA CITA yaitu : 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Untuk mencapai Misi mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera serta visi meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, ditetapkan tujuan Direktorat P2 Masalah kesehatan jiwa dan Napza meningkatkan kesehatan jiwa dengan sasarannya meningkatkan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, yang telah sejalan dengan tujuan dan sasaran pada Renstra Revisi Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P, dan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun B. Latar belakang Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, presentase populasi anak dan remaja adalah sebanyak 46 % dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak dan remaja menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 237 juta. Sehubungan dengan hal tersebut maka baik buruknya kualitas anak dan remaja Indonesia menentukan pula kualitas penerus bangsa ini. Dalam rangka mempersiapkan dan menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas baik tersebut perlu meningkatkan kesehatan tidak hanya fisik saja tapi juga kesehatan jiwa pada anak dan remaja. LAKIP Dit. P2MKJN Page 5

6 Upaya kesehatan jiwa dilakukan untuk mempertahankan kesehatan individu sepanjang hayat sejak masa konsepsi sampai lansia, dilakukan sesuai tingkat tumbuh kembang dari bayi sampai lansia. Perkembangan individu dimulai sejak dalam kandungan kemudian dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5 3 tahun), anak - anak awal atau pra sekolah (3-6 tahun), sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18 tahun), dewasa muda ( tahun), dewasa tengah (35-65) tahun, dan tahap terakhir yaitu dewasa akhir (>65 tahun). Dalam tahapan perkembangan tersebut terdapat periode penting yaitu periode pra sekolah, masa pra sekolah disebut masa keemasan (Golden period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis ( critical period) Pada rentang usia remaja, rentan terjadi beberapa masalah psikososial, identik dengan perilaku berisiko (risk-taking) dalam lingkungan yang berhubungan dengan (1) pencarian identitas diri, (2) mencari solusi masalah pribadi, (3) kemandirian dan harga diri, (4) situasi dan kondisi dalam rumah, (5) lingkungan sosial, (6) hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua serta berbagai hal lainnya yang dapat menjadi pemicu masalah kesehatan jiwa dan napza Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI pada tahun 2014, menunjukkan hasil penelitian di 128 kecamatan diperoleh angka kejadian bunuh diri di Indonesia sebesar 1,77 per penduduk. Disisi lain, GSHS (2015) menemukan proporsi pada siswa/i SMP dan SMA yang mengalami masalah kesepian 39,9% remaja laki-laki dan 52,9% remaja perempuan, 37,7% remaja laki-laki dan 46,8% remaja perempuan mengalami kecemasan dan 4,5% remaja laki-laki dan 6,5% remaja perempuan ingin bunuh diri.fakta kekerasan sering kita dengar di media sosial, di lingkungan pendidikan sendiri dari data ICRW (2015) dinyatakan bahwa sekitar 75-84% siswa/i mengalami kekerasan di sekolah, 50% mengalami perundungan. Data dari Unicef tahun 2014, siswa usia th melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya.riskesdas (2007), prevalensi remaja yang mengalami masalahpsikososial sebanyak 8,7%, prevalensi merokok usia tahun, minumanberalkohol dan satu di antara 11 remaja Indonesia berusia tahun mengalami ketidakstabilan emosi yang juga ditemukan satu dari 7 siswa pada studi GSHS pada pelajar SMP usia tahun di Depok.Penelitian di 3 sekolah menengah atas dan kejuruan (2015) didapatkan ada keterkaitan antara problem emosional problem perilaku tekanan teman sebaya.faktor risiko utama yang menjadi masalah emosional adalah perempuan yang lebih berisiko.tidak semua yang terjaring di skrining adalah pelajar yang bermasalah. LAKIP Dit. P2MKJN Page 6

7 Maka kondisi kondisi tersebut perlu segera diatasi dan dilakukan intervensi intervensi yang baik agar Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara yang dilandasi oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang merata di Indonesia. Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh 25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya.who ( report 2001) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan primer memiliki diagnosa gangguan jiwa antara lain depersi dan cemas, baik diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisik Berdasarkan hasil riskesda tahun 2013, data nasional untuk gangguan mental emosional (gejala depresi dan cemas) yang di deteksi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun sebanyak 6% atau 14 juta jiwa. Sedangkan gangguan jiwa berat (psikotik) dialami 1,7/1000 atau lebih dari jiwa dan 14,3% atau 57 ribu kasus dari ganguan psikotik tersebut pernah di pasung. Tidak sedikit masalah kesehatan jiwa tersebut dialami oleh usia produktif, bahkan sejak usia remaja. Berdasarkan data riskesdas 2103 di temukan bahwa semakin lanjut usia semakin tinggi gangguan mental emosional yang di deteksi, selain itu pada masa kehamilan dan pasca kehamilan sering terjadi masalah kejiwaaan seperti depresi. Beban yang di timbulkan akibat masalah kesehatan jiwa cukup besar. Selaian masalah kesehatan jiwa, gangguan penggunaan napza merupakan penyakit dari organ otak dan bersifat kronis kambuhan. Sebagaimana sifatnya, kekambuhan bukanlah semata-mata kurangnya niat untuk sembuh, melainkan karena interaksi berbagai faktor dalam diri seseorang yang meliputi aspek biologis, psikologis dan sosialnya. Secara biologis, terjadi perubahan fungsi dan struktur otak dari seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku itu sendiri. Tidak jarang diperlukan beberapa kali terapi rehabilitasi bagi penderita untuk dapat pulih atau mempertahankan kepulihannya. Prevalensi penyalahgunaan Narkoba diperkirakan sebanyak 3,8 juta - 4,1 juta orang atau sekitar 2,1% - 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun (Laporan survey BNN bersama Puslitkes Ul tahun 2014) Undang-undang nomor 35 tahun tentang narkotika, khususnya pasal 55 menyebutkan tentang kewajiban lapor diri bagi pecandu pada pusat LAKIP Dit. P2MKJN Page 7

8 kesehatan masyarakat, rumah sakit dan / atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang di tunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara lebih rinci pelaksanaan wajib lapor diri pecandu narkotika dituangkan pada peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor. Sesuai dengan pasal 2 dari PP Nomor 25 tahun 2011, pengaturan wajib lapor pecandu narkotika bertujuan untuk : 1. Memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social 2. Mengikutisertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya. 3. Memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberatasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Kementerian kesehatan RI, khususnya subdit P2 Masalah Penyalahgunaan Napza telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 50 tahun 2015 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika dan rehabilitasi medis yang merupakan acuan bagi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam menyelenggarakan proses wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu penyalahguna Napza termasuk mereka yang dalam proses hukum. Selain hal diatas, juknis ini juga mengatur persyaratan pengusulan penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), besaran pembiayaan rehabilitasi medis yang disediakan oleh Kemenkes, mekanisme pembiayaan rehabilitasi melalui klaim, utilisasi dana klaim, serta sistem pelaporan wajib lapor dan rehabilitasi medis. Berdasarkan Undang Undang Kesehatan Jiwa No 18 tahun 2014 upaya kesehatan jiwa di mulai dari upaya promotif, prevetif, kuratif dan rehabilitatif, sesuai siklus kehidupan mulai dari bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Tidak saja melakukan penangan masalah gangguan jiwa tetapi juga akses pelayanan kesehatan jiwa. LAKIP Dit. P2MKJN Page 8

9 C. Tugas Pokok dan Fungsi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, terdapat tugas pokok dan fungsi Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA sebagai berikut : Tugas pokok Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Fungsi Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA adalah: penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA, penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA, penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA, penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA, pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa LAKIP Dit. P2MKJN Page 9

10 D. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, terdapat SOTK Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA terdiri atas : a. Subdirektorat Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja; b. Subdirektorat Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Lanjut Usia; c. Subdirektorat Masalah Penyalahgunaan NAPZA; d. Subbagian Tata Usaha; Struktur Organisasi Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza LAKIP Dit. P2MKJN Page 10

11 E. Sumber Daya Manusia Jumlah SDM pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza per 31 Desember 2017 sebanyak 55 orang terdiri dari 49 PNS dan 6 Tenaga Honorer. Dari 55 orang pegawai, jumlah pegawai laki-laki sebanyak 18 orang atau 33% dan jumlah pegawai wanita berjumlah 37 orang atau 67% seperti terlihat pada grafik 1.1, sedangkan tingkat pendidikan terbanyak yang di miliki oleh pegawai Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza adalah pendidikan S2 (pasca sarjana) yaitu sebanyak 17 orang, seperti terlihat pada grafik 1.2 di bawah ini grafik 1.1 Jumlah SDM P2MKJN berdasarkan Jenis Kelamin Grafik 1.2 SDM P2MKJN berdasarkan Jenis Pendidikan LAKIP Dit. P2MKJN Page 11

12 F. Maksud dan Tujuan Maksud dilakukan Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza adalah untuk: 1. Memberikan informasi kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza selama tahun 2017 yang telah ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja. 2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai sasaran/tujuan strategis instansi. 3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza untuk meningkatkan kinerjanya. 4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu agenda penting dalam reformasi pemerintah G. Sistematika Penulisan 1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi 3. Bab I. Pendahuluan berisikan tentang Visi dan Misi, Latar Belakang, Tugas Pokok dan Fungsi,Struktur Organisasi,Sumber Daya Manusia,Sistematika Penulisan. 4. Bab II. Perencanaan Kinerja, berisikan tentang perencanaan kinerja selama 5 tahun sesuai dengan dokumern renstra kemekes dan perjanjian kinerja berisikan tentang perjanjian antara Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dengan Direktur Jenderal P2P untuk tahuan Bab III Akuntabilitas Kinerja berisikan tentang Capaian Kinerja Organisasi yang disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi, Realisasi Anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya. LAKIP Dit. P2MKJN Page 12

13 6. Bab IV. Penutup, Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 7. Lampiran LAKIP Dit. P2MKJN Page 13

14 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. PERENCANAAN KINERJA Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Perencanaan kinerja Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tertuang dalam Renstra kementerian kesehatan tahun selam 5 (lima) tahun. Pada tahun 2016 Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza melakukan revisi terhadap 2 (dua) indikator berserta targetnya, karena perubahan SOTK. Pada Tabel 2.1 terlihat perencanaan kinerja Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan napza yang telah di revisi, target per tahunnya merupakan akumulatif dari tahun sebelumnya. Tabel 2.1 Perencanaan Kineja Sasaran Indikator Target Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang Kab/kota Kab/kota Kab/kota Kab/kota Kab/kota menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa meningkatnya pencegahan dan pengendalian masalah kesedhatan jiwa dan napza Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) 40 Kab/kota 50 Kab/kota 100 Kab/kota 150 Kab/kota 200 Kab/kota Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat povinsi 19 provinsi 34 provinsi LAKIP Dit. P2MKJN Page 14

15 B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara Direktur P2M Kesehatan JIwa dan Napza dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza pada akhir Tahun Pada Tabel 2.2 terlihat Isi Perjanjian Kinerja antara Direktur P2M Kesehatan Jiwa dan Napza dan disusun berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P dan Rencana Aksi Kegiatan DITP2MKJN. Perjanjian Kinerja ini berisikan sasaran, indikator, target dan alokasi anggaran tahun Tabel 2.2 Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza NO SASARAN INDIKATOR TARGET 1 Meningkatkan Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki 180 pencegahan dan pengendalian Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa Kab/kota 2 masalah kesehatan jiwa dan napza Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) 100 Kab/kota 3 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat 5 provinsi Dengan alokasi anggaran tahun 2017 sebesar Rp ,- LAKIP Dit. P2MKJN Page 15

16 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA Berdasarkan pada Renstra Revisi, Rencana Aksi Program P2P dan Rencana Aksi Kegiatan serta Perjanjian Kinerja Tahun 2017, maka target dan capaian kinerja pada Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2017 dapat di lihat pada tebel 3.1 bawah ini : Tabel 3.1 Target dan Capain Kinerja tahun 2017 Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA 1 Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa 180 kab/kota 187 kab/kota 103,8% 2 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) 100 kab/kota 118 kab/kota 118% 3 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat 5 provinsi 5 provinsi 100% Berdasarkan tabel tersebut di atas terdapat 2 (dua ) indikator Kinerja telah melebihi dari yang di targetkan, dan 1(satu) indikator kinerja sama dengan yang di targetkan. Target dan capaian indikator kinerja tahun 2017, dapat dilihat dari uraian di bawah ini : LAKIP Dit. P2MKJN Page 16

17 1. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) a. Penjelasan indikator Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing individu. Stigma yang berkembang di masyarakat dan petugas kesehatan terhadap penyalahguna Napza membuat aksesibilitas dalam rehabilitasi belum optimal. Pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Pemerintah lainnya menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza melalui fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes. Setiap penyalahguna wajib melaporkan diri ke IPWL dan dilanjutkan dengan rehabilitasi medis. IPWL yang aktif dapat memberikan layanan pencegahan dan rahabilitasi penyalahgunaan Napza sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan Napza dan mencegah penyalahgunaan yang baru. b. Definisi Operasional Jumlah Kab/kota yang mempunyai minimal 1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif. Kriteria IPWL aktif adalah IPWL yang menerima pasien wajib lapor dan menjalankan rehabilitasi medis napza dan atau yang menjalankan upaya promotif dan preventif. c. Cara perhitungan menjumlahkan Kab/kota yang mempunyai minimal 1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif d. Capaian indikator Capaian Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) sebesar 118 kab/kota dari yang ditargetkan 100 kab/kota atau sebesar 118 %, seperti terlihat pada tabel 3.2 di bawah ini LAKIP Dit. P2MKJN Page 17

18 Tabel 3.2 Target dan Capaian Tahun 2017 Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJ A 1 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) 100 kab/kota 118 kab/kota 118% Dari tabel tersebut di atas terlihat capaian Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) telah melebihi dari yang ditargetkan. Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tahun 2015 sampai dengan 2017 terlihat pada grafik 3.1. di bawah ini: Grafik 3.1 Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2015 sd 2019 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) LAKIP Dit. P2MKJN Page 18

19 Berdasarkan grafik 3.1 target dan capaian Jumlah Kab/kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di IPWL, baik target dan capaiannya merupakan jumlah komulatif setiap tahunnya. Target dan Indikator tersebut telah sesuai dengan dokumen Renstra Revisi Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P, dan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza. e. Analisa Penyebab keberhasilan Indikator Jumlah Kab/kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di IPWL, capain target sebenyak 118 kab/kota, keberhasilan ini dikarenakan adanya koordinasi yang sinergis antara Kemenkes dengan Kementerian/Lembaga Tinggi Negara terkait lainnya, serta Pemerintah Daerah selaku pemilik sebagian besar fasyankes yang ditetapkan sebagai IPWL dalam menyelenggarakan wajib lapor dan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza. Koordinasi ini tidak hanya mencakup implementasi regulasi saja tapi juga termasuk penguatan lainnya dalam optimalisasi layanan dan penguatan aksesibilitas. a. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 1. Melakukan Supervisi Terapi dan Rehabilitasi Napza Tujuan dilakuan kegiatan ini agar penyelenggaraan layanan terapi dan rehabilitasi gangguan penggunaan Napza di IPWL berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan Supervisi ini dilaksanakan 12 provinsi yaitu di Sumatera Selatan (Dinkes Prov. Sumatera Selatan, RSJ Ernaldi Bahar, Lapas Wanita Klas II Merdeka), Gorontalo (Dinkes Prov. Gorontalo, RSUD Aloe Saboe, RSUD Tombolilato), Aceh (Dinkes Prov. Aceh, RSJ Aceh, Puskesmas Kuta Malaka), Sulawesi Utara (Dinkes Prov. Sulawesi Utara, RSUP Prof. Kandau, RSJ Ratumbuysang, Puskesmas Koya), Kalimantan Selatan (Dinkes Prov. Kalimantan Selatan, RSJ Sambang Lihum, Puskesmas Pekauman), Kalimantan Barat(Dinkes Prov. Kalimantan Barat, RSJ Sungai Bangkong, RSUD dr. Soedarso), Jambi (Dinkes Prov. Jambi, RSJ Provinsi Jambi,Puskesmas Putri Ayu), Jawa Timur(Dinkes Kota Malang, RSUD dr. Syaiful Anwar), NTB (Dinkes Prov. NTB, RSJ Mutiara Sukma, RSUD dr. Soejono Selong), DIY (Dinkes Prov. DIY, RSJ Ghrasia, RSUP dr. Sardjito),Sumatera Barat (Dinkes Prov. Sumatera Barat, Puskemas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukit Tinggi, RSJ HB Saniin Padang), Kalimantan Timur LAKIP Dit. P2MKJN Page 19

20 (Dinkes Prov. Kalimantan Timur, RSJ Atma Husada Mahakam, Puskesmas Kp. Baqa) Dari 12 provinsi yang dikunjungi, masalah yang dihadapi secara umum hampir sama, yakni keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang menangani masalah napza sehingga perlu pendataan ulang petugas kesehatan di fasilitas layanan kesehatan yang menangani napza oleh pihak Dinas Kesehatan untuk diusulkan agar diberikan pelatihan dan peningkatan keterampilan masalah napza, rendahnya pemahaman terkait masalah napza sehinga perlu sosialisasi dan advokasi masalah napza,kurangnya koordinasi dengan lintas sektor sehingga diperlukan advokasi dan koordinasi dengan lintas sector, rendahnya pengajuan klaim wajib lapor sehingga perlu sosialiasi dan advokasi terkait wajib lapor dan juknis pengajuan klaim wajib lapor. Berdasarkan hasil supervisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tingginya prevalensi penyalahguna Napza belum diimbangi oleh tersedianya kebijakan / komitmen daerah sehingga berdampak akan minimnya cakupan rehabilitasi medis, diperlukan koordinasi antara RS, Puskesmas dan BNN serta sektor lain terkait penjangkauan dan pemetaaan kasus penyalahgunaan Napza, perpindahan struktur penanggung jawab program keswa dan napza memerlukan koordinasi internal lebih lanjut, perlunya sosialisasi dan advokasi terkait masalah napza, perlunya peningkatan keterampilan terkait masalah nazpa sebagai upaya penyegaran dan pengetahuan untuk petugas kesehatan. 2. Melakukan Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon. Kegiatan ini dilakukan di Jakarta selama 5 hari 48 jpl dan mendapatkan sertifikasi dari BPPSDM Kesehatan. Materi pelatihan terdiri dari Materi Dasar yaitu kebijakan pengurangan dampak buruk Napza, perubahan perilaku pada pengguna Napza, gangguan penggunaan Napza dan penatalakasanaannya, Materi Inti yaitu program terapi rumatan metadon, farmakologi metadon, penilaian awal dan lanjutan terapi metadon, inisiasi, peningkatan dan maintenance dose terapi metadon, reduksi dan penghentian terapi metadon, dispensing metadon, pengelolaan metadon dan Materi Penunjang: BuildingLearningCommitment, Orientasiklinik PTRM, RTL dan Anti Korupsi Kegiatan tersebut diilakukan karena tingginya prevalensi penyalahguna napza suntik yang menjadi media penularan HIV di Indonesia, sehingga program pengurangan dampak buruk mutlak diperlukan, salah satunya adalah PTRM. Selain LAKIP Dit. P2MKJN Page 20

21 pelatihan, Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza perlu melakukan sosialisasi PTRM kepada penanggung jawab program napza di daerah.para peserta mengusulkan pelaksanaan pelatihan secara rutin dilakukan minimal satu kali per tahun agar semangat dan ilmu dari petugas kesehatan selalu diperbaharui dan juga mengatasi rotasi petugas di layanan yang cepat sehingga transfer ilmu kepada petugas baru perlu dilakukan secara berkala. Sedangkan daerah perlu mendukung kesinambungan layanan PTRM dengan penyediaan sarana prasarana dan pembinaan layanan PTRM secara berkala. 3. Melakukan Advokasi dan Sosialisasi Roadmap Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilakukan di Bekasi,Jawa Barat dengan mengundang Kepala Seksi PTM Keswa Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diselenggarakan karena perubahan SOTK di Kemenkes dan Dinkes, yaitu adanya Seksi PTM Keswa di bawah Bidang P2P mulai tahun Dalam kegiatan tersebut di sampaikan beberapa materi presentasiyaitu: Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa dan Napza, SOTK dan Program Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kebijakan dan Strategi Penyakit Tidak Menular Menuju Indonesia Sehat, Optimalisasi Penganggaran P2P (Dekon dan DAK), Kebijakan dan Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza ( Subdit Anak dan Remaja, Dewasa dan Lansia, Masalah Penyalahgunaan Napza), Kebijakan dan Kegiatan Direktorat P2 Penyakit Tidak Menular ( Subdit DM, Subdit Kanker dan Kelainan Darah, Subdit Penyakit Kronis dan dan Degenaratif, Subdit Gangguan Indera, Subdit Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah). Selain itu tiap-tiap Dinkes Provinsi bersama Dinkes Kabupaten/Kota membuat paparan tentang Rencana Aksi Implementasi Program PTM-Keswa Sesuai PIS PK, SPM Dan Germas Di Provinsi Dan Kab/Kota Tahun 2017 dan 2018 yang berisi, Analisa Situasi termasuk dana Dekon, DAK dan APBD (termasuk Pajak Rokok Daerah) 2017, Rencana Aksi Implementasi SPM bidang Kesehatan (Indikator 6,7, 8,9 dan 10), Rencana Aksi Implementasi Prokesga, Rencana Aksi Implementasi Germas, Peluang dan Tantangan LAKIP Dit. P2MKJN Page 21

22 Permasalahan yang dihadapi di daerah antara lain: masalah penyalahgunaan Napza belum dipandang sebagai program prioritas dibanding program kesehatan yang lain, minimnya anggaran kegiatan terkait pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza sehingga subdit maslaah penyalahgunaan napza perlu melakukan peningkatkan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan pengendalian penyalahgunaan napza kepada penanggung jawab program napza di daerah, melakukan supervisi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di daerah dan daerah melakukan pemetaan permasalahan penyalahgunaan Napza di tiap daerah, memetakan ketersediaan SDM dan sarana/prasarana terkait upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza serta menyusun kegiatan terkait pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza pada tahun yang akan datang. 4. Melakukan Bimbingan teknis Tenaga Verifikator Institusi Wajib Lapor. Kegiatan ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur ( Surabaya), Provinsi Jawa Barat (Bekasi), Provinsi Bali (Denpasar), dengan pesertanya adalah tenaga verifikator klaim IPWL dari RS/RSJ dan Puskesmas yang sudah ditetapkan sebagai IPWL. Puskesmas dan RS/RSJ yang sudah ditetapkan sebagai IPWL wajib memahami dan memiliki keterampilan dalam proses verifikasi klaim. Petugas yang melakukan verifikasi klaim wajib lapor dan rehabilitasi medis disebut sebagai verifikator IPWL. Verifikator tersebut harus memiliki keterampilan menggunakan aplikasi SELARAS karena kedepannya semua proses klaim akan dilakukan melalui aplikasi tersebut. Dalam kegiatan tersebut disampaikan beberapa materi yaitu: Kebijakan P2 Penyalahgunaan Napza,Pengenalan Aplikasi Selaras,Tata Cara Instalasi Aplikasi Selaras, input data klaim, kelengkapan data verifikasi, Pengenalan Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis, Informasi Permenkes nomor 50 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib lapor dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika. Permasalahan terkait verifikasi klaim di IPWL antara lain: kekurangan tenaga terlatih pada IPWL-IPWL yang telah ditetapkan hal ini disebabkan faskes tersebut tenaganya memang belum pernah mendapatkan pelatihan atau sudah mendapatkan pelatihan akan tetapi tingkat rotasi tenaga sangat tinggi sehingga menyebabkan pelayanan pada IPWL belum maksimal, kurangnya informasi tentang mekanisme klaim IPWL, penyalahguna napza di LAKIP Dit. P2MKJN Page 22

23 masyarakat masih banyak yang belum memanfaatkan/mengakses IPWL, Sedangkan upaya daerah yang dilakukan terkait IPWL adalah melakukan pemetaan IPWL yang belum memiliki tenaga terlatih dan mengirimkan untuk mendapatkan pelatihan, mengajukan permohonan penetapan IPWL untuk faskes yang telah siap menjadi IPWL sehingga Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza perlu menyelenggarakan pelatihan dan penyegaran keterampilan bagi tim IPWL secara berkesinambungan terutama bagi IPWL yang belum memiliki tenaga terlatih serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap klaim dan pelayanan IPWL. 5. Melakukan Lokakarya Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilakukan Bekasi dengan peserta dari 38 KKP di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut disampaikan tentang Pelaksanaan P2 Penyalahgunaan Napza di Lingkup Bandara dan pelabuhan, karena dua area tersebut sebagai tempat transit untuk distribusi napza KKP diharapkan dapat menjadi mitra dalam pecegahan dan pengendalian NAPZA, Kebijakan P2 Penyalahgunaan Napza, memberikan sosialisasi dan informasi kepada instansi KKP mengenai penyalahgunaan napza,peran KKP dalam Pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan napza. Permasalahan yang ada di KKP yaitu kurangnya informasi tentang P2 penyalahgunaan Napza sehingga KKP terlihat lamban dalam pelaksanaan deteksi untuk penyalahgunaaan napza oleh karena itu perlu adanya petunjuk teknis dari Subdit Napza agar ada peran KKP yang jelas serta tindak lanjut untuk di lapangan agar semuanya sama, keraguan dalam mengambil sikap dalam hal standar pemeriksaan, reagen yang digunakan, dan apabila ditemukan hasil yang positif apa yang harus dilakukan selanjutnya. Terutama jika ada permasalahan apabila ada supir Bis yang positif, sedangkan belum ada komunikasi sebelumnya dengan polri, Dibutuhkan standar dari subdit napza untuk melakukan pemeriksaan Napza karena selama ini KKP belajar sendiri dan menyesuaikan diri dengan alat2 yang digunakan oleh BNN untuk melakukan program pencegahan Napza, KKP Tanjung Priok menggunakan apa yang digunakan BNN karena sebelumnya belum ada pedoman dan parameter. Bila ditemukan supir dan awak kapal ytng positif Napza harus ada kerjasama dengan otoritas yang lebih tinggi, Tupoksi yang tidak jelas dan legalitas hukumnya. Jika KKP harusmelaksanakan skrining Napza, maka SDM harus di siapkan dan juga kerjasama lintas sektor harus diperkuat, di pelabuhan itu banyak pelabuhan tikus yang ABK tidak terdeteksi dan lewat dari skrining padahal LAKIP Dit. P2MKJN Page 23

24 mereka adalah populasi kunci dan termasuk populasi berisiko. Diharapkan adnaya pelatihan untuk peningkatan kualitas SDM. Wacana IPWL sangat dibutuhkan di KKP agar adanya perlindungan juga kepada petugas kesehatan dalam menekan penyalahgunaan napza. Selain itu di sampaikan pula upaya yang telah dilakukan oleh KKP yaitu Pengujian kesehatan pelaut dalam mendapatkan buku pelaut, Pemeriksaan pada saat situasi khusus bersama Sabanda (hari raya), Pemeriksaan Napza bersama bea cukai dan polres terutama pada tahanan dan juga petugas mereka, Pemeriksaan pada posbindu PTM di sekitar wilayah kerja KKP, Melakukan diseminasi informasi terutama pada hari tertentu, Pemeriksaan pada kapten awak kapal dan staf dimanya sebagian besar mengunakan amfetamin. 6. Melakukan TOT Keterampilan Pemberdayaan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilaksanakan di Bogor selama 5 hari dengan 48 jpl dan peserta mendapat sertfikat dari BPPSDM Kesehatan. Dengan memberikan materi pelatihanberupa Materi Dasar yaitu Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza, Tinjauan Singkat Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Materi Inti yaitu Konsep Keluarga Sehat terkait Pencegahan Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Peran Serta Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Peran Serta Orang Tua pada Anak dengan Penyalahgunaan Napza, Pola Asuh Positif dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza, Praktik Mengajar dan Materi Penunjang yaitu Membangun Komitmen Belajar,Rencana Tindak Lanjut, Anti Korupsi Kegiatan ini dilakukan karena tingginya prevalensi penyalahguna napza dan makin dininya usia pertama kali penyalahgunaan napza, sehingga selain pelatihan tersebut subdit napza perlu melakukan sosialisasi program pencegahanpenyalahgunaan napza kepada penanggung jawab program napza di daerah. Peserta TOT Keterampilan Pemberdayaan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza adalah tenaga kesehatandan pengelola program Napza di Dinkes Provinsi. Selanjutnya peserta diharapkan dapat menjadi tenaga pengajar pada pelatihan pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan Napza dan memberdayakan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza. LAKIP Dit. P2MKJN Page 24

25 7. Menyediakan pembiayaan untuk klaim wajib lapor bagi pecandu narkotika untuk melakukan rehabilitasi medis rawat jalan dan rawat inap di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Penyedian pembayaran klaim ini di dasarkan pada Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009 pasal 54 dan 127 mengamanahkan para pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Untuk mendapatkan salah satu modalitas terapi yang diperlukan pecandu Narkotika maka dibutuhkan proses asesmen adiksi yang diharapkan dapat dicapai suatu penegakan diagnosis dan pemilihan modalitas terapi yang tepat. Agar dapat memenuhi hak-hak pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dalam memperoleh rehabilitasi sesuai dengan Undang - Undang No. 35 Tahun 2009 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor. Peraturan ini mengatur tatacara pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Institusi Penerima Wajib Lapor wajib melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika untuk mengetahui kondisi Pecandu Narkotika yang meliputi aspek medis dan aspek sosial. Asesmen dilakukan dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis terhadap Pecandu Narkotika. Sebagai implementasi dalam pelaksanaan wajib lapor pada tahun 2015 diterbitkan Permenkes RI No. 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kepmenkes Nomor. HK.02.02/MENKES/501/2015 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor. Pada tahun 2015 Presiden RI Joko Widodo juga mencanangkan gerakan rehabilitasi pecandu narkotika. Kemenkes sebagai salah satu pemangku kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika diharapkan mampu melakukan rehabilitasi terhadap orang pecandu. Menindaklanjuti kebijakan tersebut maka sejak tahun 2015 pembiayaan rehabilitasi medis ditujukan bagi pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika yang diputuskan oleh pengadilan, sedang dalam proses hukum dan yang secara sukarela mengikuti rehabilitasi. LAKIP Dit. P2MKJN Page 25

26 Sejak tahun 2016 sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan yang baru maka fokal point Program Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis adalah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (Dit. P2MKJN), Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P). Sampai tahun 2017 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor No.HK.02.02/MENKES/615/2017telah ditetapkan 549 IPWL yang tersebar di 34 provinsi (211 kab/kota). IPWL tersebut terdiri dari 229Puskesmas, 137Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah, 32 RSJ/RSKO, 73 RS Bhayangkara, 32 Klinik Bidokkes Polri dan 46klinik/ lembaga rehabilitasi medis milik BNN. Berdasarkan data klaim tahun dan hasil monitoring evaluasi terhadap IPWL terdapat 220 (40,7 %) IPWL yang aktif di 118 kab/kota di seluruh Indonesia, sedangkan berdasarkan monitoring terhadap klaim yang diajukan oleh IPWL dan hasil supervisi ke beberapa IPWL, diperoleh data bahwa tidak semua IPWL melakukan klaim ke Kementerian Kesehatan. Pada tahun 2017 jumlah IPWL yang mengajukan klaim ke Kemenkes dan dibayarkan adalah sebanyak 40 IPWL. Pada akhir Desember 2017 terhitung pasien/ perkepala yang telah menjalani rehabilitasi medis di IPWL. dari Total Residen yang menjalani layanan rehabilitasi medis, terdapat 3067 yang menjalani rehabilitasi dengan layanan secara rawat jalan, dan 4628 residen yang telah menjalani layanan rehabilitasi rawat inap terdiri dari 3976 yang melapor diri secara sukarela, 412 residen masih dalam titipan/proses hukum dan sebanyak 240 yang sudah mendapat putusan pengadilan.. Karakteristik kasus wajib lapor dan rehabilitasi medis bedasarkan laporan klaim. Bedasarkan hasil Klaim Rehabilitasi Medis dan Wajib Lapor tahun 2017 telah dapat disimpulkan bahwa dari total penyalahguna Napza, rata-rata residen terbanyak yaitu pada penggunaan Zat Amfetamin dan Lebih dari 1 Zat, sedangkan rentang usia penyalahguna berkisar antara Tahun, dengan IPWL Terbanyak yang melayani pasien rehabilitasi medis yaitu RSJ Sambang Lihum, RSKO Jakarta dan RS Ernaldi Bahar. Deskripsi data tersebut terlampir. LAKIP Dit. P2MKJN Page 26

27 b. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Perubahan SOTK di Kementerian Kesehatan, dalam hal ini perpindahan Direktorat ke Ditjen P2P berdampak pada Tupoksi Pencegahan dan Pengendalian, dengan demikianrehabilitasi tidak termasuk tupoksi. Akibatnya, anggaran untuk rehabilitasi menjadi terkendala 2. Beban kerja tenaga kesehatan yang sudah cukup tinggi. Ditambah rehabilitasi napza,tenaga kesehatan sering kali harus memilih berdasarkan prioritas kegiatan 3. Tingginya rotasi tenaga kesehatan yang menyebabkan tenaga kesehatan yang baru dilatih tidak dapat menerapkan ilmu yang didapat 4. Masih ada IPWL yang belum BLUD, sehingga harus melalui skema daerah untuk dapat menerima dana (tidak dapat menerima dana langsung ke rekening) 5. Tenaga verifikator belum memanfaatkan Selaras secara optimal 6. Belum adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan wajib lapor f. Pemecahan masalah 1. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan terkait analisa beban kerja dan kemungkinan penambahan SDM 2. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan 3. Revisi Permenkes No. 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis Wajib Lapor 4. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan 5. Inhouse training di Provinsi atau di Kementerian 6. Melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang penyalahgunaan napza 7. Memberikan dana dekonsntrasi ke dinkes dalam bentuk peningkatan ketrampilan dalam asesmen, verivikator, deteksi dini bagi tenaga kesehatan dan petugas di fasyankes LAKIP Dit. P2MKJN Page 27

28 Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon Foto-foto kegiatan Advokasi dan Sosialisasi Roadmap Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza Bimtek Tenaga Verifikator Institusi Wajib Lapor Lokakarya Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza Klinik Napza Sandai RSUP sanglah denpasar Instalasi rehab napza, RSJ Aceh LAKIP Dit. P2MKJN Page 28

29 2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa a. Penjelasan indikator Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) usia 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah penduduk sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis). Sementara itu menurut WHO kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negara-negara dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi, yaitu >85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit. Untuk itu diperlukan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih. b. Definisi Operasional Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan kriteria: 1. Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa(dokter dan perawat), minimal 30 jam pelatihan 2. Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas lainnya 3. Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa. LAKIP Dit. P2MKJN Page 29

30 c. Cara perhitungan Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria. d. Capaian indikator Capaian indikator untuk Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa tahun 2017 seperti terlihat pada tabel 3.3 di bawah ini: Tabel 3.3 Target dan capaian tahun 2017 Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA 1 Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa 180 kab/kota 187 kab/kota 103,8% Berdasar tabel di atas capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebesar 187 kab/kota melebihi dari yang ditargetkan 180 kab/kota atau sebesar 103,8%, Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 sampai dengan 2019 dapat di lihat pada grafik di bawah ini: LAKIP Dit. P2MKJN Page 30

31 Pada grafik 3.4 terlihat bahwa target dan capaian untuk indikator capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa mulai tahun 2015 sampai dengan 2017 telah sesuai bahkan melebihi dari yang ditargetkan. Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 sampai dengan 2017 baik target maupun capaian merupakan nilai komulatif, dan telah sejalan dengan target dan indikator dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun , Rencana Aksi Program P2P tahun , Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun e. Analisa Penyebab keberhasilan Keberhasilan capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebanyak 187 kab/kota, disebabkan oleh di tetapkannya indikator kesehatan jiwa dalam Standar Pelayanan Minimal Prov/Kab/Kota dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluargasejaktahun 2017, Aktif melakukan advokasi, sosialisasi serta bimbingan melalui workshop/lokakarya kepada Dinas Kesehatan di 34 provinsi terutama mengenai perencanaan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kesehatan jiwa, sehingga terbentuk pemahaman dan kesepakatan serta kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan/Pusat dengan Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala baik formal maupun informal untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini. Melaksanakan kegiatan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kesehatan (Dokter dan Perawat) di Puskesmas. f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 1. Melakukan pertemuan advokasi dan evaluasi nasional (2 kali) dengan mengundang pengelola kesehatan jiwa semua dinkes propinsi dan beberapa dinkes kabupaten/kota yang dianggap berhasil menerapkan program keswa di PKM LAKIP Dit. P2MKJN Page 31

32 2. Melakukan Pelatihan Kesehatan Jiwa bagi nakes PKM di 6 propinsi yang cakupan puskesmasnya masih kurang (Sultra, Sumsel, NTT, Papua, DIY dan Sulteng) untuk target Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa 3. Mengadakan workshop pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa melalui pendekatan religi dan spiritual dengan mengundang psikiater dari 18 Provinsi. g. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Adanya perubahan SOTK di propinsi dan kab/kota, dimana sebelum bergabung dengan bidang P2P, kesehatan jiwa berada dibawah bidang Pelayanan Kesehatan. 2. Masih kurangnya komitmen daerah terhadap program keswa dan napza terhadap anggaran dan regulasi kesehatan jiwa. 3. Belum seluruh tenaga kesehatan puskesmas terlatih keswa dan seringnya mutasi tenaga kesehatan khususnya dokter yang sudah dilatih di Kabupaten/Kota h. Pemecahan masalah 1. Melakukan advokasi, sosialisasi danbimtekterhadap LP/LS untuk propinsi 2. Kesehatan jiwa telah dimasukkan dalam indikator SPM, sehingga menjadi pedoman daerah dalam menetapkan anggaran. 3. Melatih tenaga puskesmas tentang kesehatan jiwa dan membuat perjanjian untuk tidak memutasi tenaga kesehatan yang sudah dilatih. LAKIP Dit. P2MKJN Page 32

33 Pelatihan deteksi dini gangguan jiwa Pelatihan Mito Evaluasi program dan indikator 3. Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian Masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat a. Penjelasan indikator Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, populasi anak dan remaja 37,65% ( juta jiwa) dari total jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa anak dan remaja menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan penduduk Indonesia, maka baik buruknya kualitas anak dan remaja Indonesia menentukan pula kualitas penerus bangsa. Anak dan remaja termasuk usia kelompok berisiko yang rentan memiliki berbagai masalah psikososial, identik dengan perilaku berisiko (risk-taking) dalam lingkungan yang berhubungan dengan (1) pencarian identitas diri, (2) mencari solusi masalah pribadi, (3) kemandirian dan harga diri, (4) situasi dan kondisi dalam rumah, (5) lingkungan sosial, (6) hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua serta berbagai hal lainnya yang dapat menjadi pencetus masalah kesehatan jiwa dan Napza. LAKIP Dit. P2MKJN Page 33

34 Upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan secara menyeluruh baik fisik dan mental, maka perlu adanya program-program dan kegiatan yang mendukung upaya tersebut. b. Definisi Operasional Definisi operasional dalam menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA adalah memiliki kriteria minimal satu (1) dari empat (4) kriteria, yaitu : Melakukan upaya promotif dan preventif (mis: penyuluhan melalui media KIE, keswa) di sekolah, Melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan NAPZA melalui guru Bimbingan Konseling (BK) dan Puskesmas di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Memiliki buku rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar/primer. Guru Bimbingan Konseling (BK) terlatih keswa. (masukkan point-point DO pada supervise, ) c. Cara perhitungan 30% x Jumlah seluruh sekolah SMA sederajat yang ada di provinsi d. Capaian indikator Capaian indikator untuk Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa tahun 2017 seperti terlihat pada tabel 3.4 di bawah ini: Tabel 3.4 Target dan capaian tahun 2017 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan Pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA 1 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat 5 provinsi 5 provinsi 100% LAKIP Dit. P2MKJN Page 34

35 Berdasar tabel di atas terlihat capaian Indikator Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat sebesar 5 provinsi sesuai dengan yang di targetkan yaitu 5 provinsi atau 100 % Indikator Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat tidak dapat di bandingkan dengan tahun 2015, 2016 karena merupakan indikator baru hasil revisi karena adanya perubahan SOTK. Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat tahun 2015 sampai dengan 2019 dapat di lihat pada grafik di bawah ini: Pada grafik tersebut terlihat pada tahun 2015 dan 2016 baik target maupun capaian nilainya 0 (Nol), hal ini di sebabkan karena indikator ini merupakan indikator baru hasil revisi, karena perubahan SOTK. LAKIP Dit. P2MKJN Page 35

36 e. Analisa Penyeban keberhasilan Adanya koordinasi antara Pusat, Dinkes Provinsi dan dinas kesehatan dinas kabupaten/kota, Dindik Provinsi melakukan koordinasi melalui dinas pendidikan kabupaten/kota f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator di perbaiki 1. Melakukan koordinasi dan kerjasama dalam pemenuhan capaian indikator dengan dinas kesehatan, dinas pendidikan dan kanwil kementerian agama Prov/Kab/Kota melalui kegiatan Advokasi dan sosialisasi media KIE keswa dan Napza bagi pemangku kepentingan di lima (5) provinsi agar lintas program/lintas sektor tersebut terinformasi dan memahami mengenai indicator dan program kerja dalam rangka pencapaiannya. 2. Melakukan pelatihan dan evaluasi dalam pencapaian upaya promotif dan preventif mencapai indikator melalui kegiatan peningkatan keterampilan kesehatan jiwa dan napza bagi tenaga pendidik di lima (5) provinsi agar tenaga pendidik dapat melakukan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan Napza langsung pada anak didiknya. 3. Menyediakan media KIE serta buku petunjuk deteksi dini kesehatan jiwa di sekolah (pegangan bagi guru) dalam upaya promotif dan preventif agar salah satu kriteria terpenuhi. 4. Melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa pada siswa dan guru SMA dan yang sederajat g. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Belum semua sekolah paham akan masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja 2. Semua sekolah menginginkan dapat di latih per sekolah dalam upaya kesehatan jiwa di sekolah 3. Pembiayaan dari sekolah yag terbatas dalam program yang dikaitkan dengan uapaya kesehatan jiwa 4. Guru sekolah yang terbatas dalam melakukan deteksi dini kesehatan jiwa di sekolah LAKIP Dit. P2MKJN Page 36

37 h. Pemecahan masalah 1. Melakukan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja ke sekolah sekolah yang menjadi target indikator dengan berkoordinasi dengan Kemendikbud, Kemenag, Dinas Pendidikan dan Kanwil Kemenag Provinsi. 2. Mengirimkan langsung Paket Media KIE ke berbagai sekolah yang sudah ditetepkan dalam indikator sebagai upaya capaian dengan salah satu kriteria. 3. Memperbanyak kegiatan peningkatan keterampilan kesehatan jiwa dan napza bagi tenaga pendidik di provinsi yang menjadi target indikator baik dengan anggaran pusat maupun melalui anggaran dekonsentrasi ke provinsi. 4. Menyusun kembali kegiatan-kegiatan yang terkait dalam pencapaian indikator di tahun berikutnya Foto-foto kegiatan Deteksi dini keswa di sekolah Deteksi dini keswa bagi guru disekolah Pelatihan keswa dan napza bagi guru Advokasi keswa anak dan remaja LAKIP Dit. P2MKJN Page 37

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 DIREKTORAT P2 MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DITJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT JAKARTA A. LATAR BELAKANG Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, presentase

Lebih terperinci

LAKIP 2016 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

LAKIP 2016 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA LAKIP 2016 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DITJEN P2P KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA LAKIP Dit. P2MKJN Page 1 KATA PENGANTAR Dengan Rahmat Allah SWT, puji syukur

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) 2017

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) 2017 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DITJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KEMENKES RI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.749, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Wajib Lapor. Pecandu Narkotika. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Pertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah

Pertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah Pertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR SEMESTER 1 TAHUN 2012 No SUMBER INDIKATOR TARGET CAPAIAN 1 RKP Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.749 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

2012, No.1156

2012, No.1156 5 2012, No.1156 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN LEMBAGA REHABILITASI SOSIAL BAGI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2 No.1438, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN

Lebih terperinci

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2 No.219, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA

RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan dengan amanat Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan 2015 Percepatan Pencapaian Sasaran 2016 dan Rencana Kegiatan 2017

Evaluasi Kegiatan 2015 Percepatan Pencapaian Sasaran 2016 dan Rencana Kegiatan 2017 Evaluasi Kegiatan 2015 Percepatan Pencapaian Sasaran 2016 dan Rencana Kegiatan 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA Dr.dr. Fidianjah, Sp.KJ, MPH Direktur SISTEMATIKA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat

BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat IKHTISAR EKSEKUTIF Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 Tentang Rencana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan

Lebih terperinci

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rehabilitasi Medis. Penyalahgunaan Narkotika. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2415/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN

RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN 2015 2019 KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN 2015-2019 BIRO KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENKES Kesehatan Gedung Prof Dr. Sujudi Lantai 8 9 Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan dengan amanat Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

Kementerian Sosial RI

Kementerian Sosial RI disampaikan pada: Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial 2017 dan Sinkronisasi Program Rehabilitasi Sosial 2018 Oleh W. Budi Kusumo Direktur RSKP NAPZA Kementerian Sosial RI Jakarta, 21 Februari 2018 Dasar

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI GIZI NASIONAL KE JANUARI 2017 TEMA : PENINGKATAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH NUSANTARA MENUJU MASYARAKAT HIDUP SEHAT

PERINGATAN HARI GIZI NASIONAL KE JANUARI 2017 TEMA : PENINGKATAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH NUSANTARA MENUJU MASYARAKAT HIDUP SEHAT PERINGATAN HARI GIZI NASIONAL KE-57 25 JANUARI 2017 TEMA : PENINGKATAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH NUSANTARA MENUJU MASYARAKAT HIDUP SEHAT 3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN, PEMERATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara global hingga pada pertengahan tahun 2015 terdapat 15,8 juta orang yang hidup dengan HIV dan 2,0 juta orang baru terinfeksi HIV, serta terdapat 1,2 juta

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Dr. Kirana Pritasari, MQIH Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan

Dr. Kirana Pritasari, MQIH Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Dr. Kirana Pritasari, MQIH Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Jakarta, 22 Maret 2017 OUTLINE PENYAJIAN: 2 3 4 5 SPM KESEHATAN DAERAH KABUPATEN/KOTA NO JENIS LAYANAN DASAR MUTU

Lebih terperinci

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016 SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Saudara-saudara sekalian

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY 3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN VISI DAN MISI PRESIDEN TRISAKTI: Mandiri di bidang ekonomi;

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 48 menyatakan bahwa salah satu dari 17 upaya kesehatan komprehensif adalah Pelayanan Kesehatan Tradisional.

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KONGRES KE 15 DAN TEMU ILMIAH INTERNASIONAL PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA TAHUN 2014

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KONGRES KE 15 DAN TEMU ILMIAH INTERNASIONAL PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA TAHUN 2014 SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KONGRES KE 15 DAN TEMU ILMIAH INTERNASIONAL PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA TAHUN 2014 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Selamat pagi dan

Lebih terperinci

Rencana Kerja dan Sinkronisasi Pusat Daerah Bidang Rehabilitasi BNN. Deputi Rehabilitasi BNN

Rencana Kerja dan Sinkronisasi Pusat Daerah Bidang Rehabilitasi BNN. Deputi Rehabilitasi BNN Rencana Kerja dan Sinkronisasi Pusat Daerah Bidang Rehabilitasi BNN Deputi Rehabilitasi BNN Gangguan Penggunaan Narkoba Diperkirakan 10% dari individu yg memulai penggunaan zat seiring waktu akan mengalami

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI)

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Peningkatan Kapasitas Pengendalian

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penyalahgunaan Narkoba meliputi pelayanan rehabilitas

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN 2015-2019 Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes Disampaikan pada: RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALKES PALU, 31 MARET 2015 VISI PRESIDEN Terwujudnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1775, 2015 KEMENKES. Penyakit Tidak Menular. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1146, 2015 KEMENKES. Pecandu. Penyalahguna. Korban. Rehabilitasi Medis. Wajib Lapor. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS GIZI: Magnitude dalam Membanguan Manusia dan Masyarakat Permasalahan gizi merupakan permasalahan sangat mendasar bagi manusia Bagi Indonesia, permasalahan ini sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan nasional yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tidak kunjung tuntas dan semakin memprihatinkan bahkan sampai mengancam

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEGIATAN BIRO KOMUNIKASI DAN PELAYANAN MASYARAKAT TAHUN

RENCANA AKSI KEGIATAN BIRO KOMUNIKASI DAN PELAYANAN MASYARAKAT TAHUN RENCANA AKSI KEGIATAN BIRO KOMUNIKASI DAN PELAYANAN MASYARAKAT TAHUN 2016-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembangunan kesehatan menjadi bagian yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA 3.1 DASAR HUKUM Dalam menetapkan tujuan, sasaran dan indikator kinerja Balai Besar Laboratorium menggunakan acuan berupa regulasi atau peraturan sebagai berikut : 1) Peraturan

Lebih terperinci

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 Tantangan Pembangunan Kesehatan Derajat kesehatan rakyat yg setinggitingginya

Lebih terperinci

Nawacita Bersama Kampung Keluarga Berencana (KB)

Nawacita Bersama Kampung Keluarga Berencana (KB) Nawacita Bersama Kampung Keluarga Berencana (KB) Oleh : Drs. Dani Saputra, M.Kes Peneliti Madya Perwakilan BKKBN Prov. Sumsel Dalam upaya melaksanakan janji kampanye mensejahterakan rakyat, Presiden Jokowi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN OLEH: DR.DR.H.RACHMAT LATIEF, SPPD-KPTI., M.KES., FINASIM KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN WORSHOP LS DAN

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERJANJIAN KINERJA BAB II PERJANJIAN KINERJA Untuk mencapai visi dan misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, yang salah satu misinya adalah Mengajak masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan

Lebih terperinci

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Nama Inovasi Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Produk Inovasi Meningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Family Gathering Terpadu Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 46 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2016 [Document subtitle] BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan Kesejahteraan Sosial bagi Lanjut Usia merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang Lampiran 4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia masih menjadi permasalahan nasional yang tidak kunjung tuntas bahkan semakin memprihatinkan dan mengancam

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP Staf Ahli Mendikbud Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MATERI PAPARAN DIREKTUR BINA INVESTASI INFRASTRUKTUR FASILITASI PENGUSAHAAN JALAN DAERAH KENDARI, 10 11 MEI 2016 VISI DAN 9

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH Melalui PENINGKATAN KAPABILITAS APIP dan MATURITAS SPIP Dr. Ardan Adiperdana, Ak., MBA., CA, CFrA, QIA Kepala BPKP Rakorwas Kementerian

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH TAHUN 2016 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH JL.SUMBERGLAGAH PACET, MOJOKERTO Telp. (0321) 690441 Kode Pos. 61374 Fax

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Dr. dr. H. Rachmat Latief, Sp.PD. KPTI, M.Kes., FINASIM Disampaikan pada PENINGKATAN KEMAMPUAN TEKNIS PENDAMPING

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA KATA PENGANTAR Draf [Course title] 11 Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI A. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Mendasarkan pada permasalahan pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

Keynote Speech. Nila Farid Moeloek. Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017

Keynote Speech. Nila Farid Moeloek. Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017 www.iakmi.or.id Keynote Speech Nila Farid Moeloek Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017 SISTEMATIKA PENYAJIAN ARAH PEMBANGUNAN KESEHATAN PENDEKATAN KELUARGA GERAKAN MASYARAKAT HIDUP

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

INDONESIA BEBAS PASUNG

INDONESIA BEBAS PASUNG INDONESIA BEBAS PASUNG Tantangan dan Harapan Irmansyah RSJ Mazoeki Mahdi MACET NYA LAYANAN KESWAMAS Kebutuhan tinggi Fasilitas kurang Blokade: Stigma Ignorance Kebijakan buruk MASALAH LAYANAN KESWA Resources

Lebih terperinci

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga LEMBAR FAKTA 1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Apa itu Pendekatan Keluarga? Pendekatan Keluarga Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

17. Keputusan Menteri...

17. Keputusan Menteri... Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon ARAH DAN SASARAN PEMBINAAN PENGELOLAAN APBN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISTEK DAN DIKTI Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi

Lebih terperinci

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Outline Paparan 1. Kinerja Pelaksanaan Rencana Kerja Kemenkes 2014-2015 - Capaian Indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2017 Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM, dr. Lily S. Sulistyowati, MM NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2017 Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM, dr. Lily S. Sulistyowati, MM NIP KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya telah tersusun Laporan Kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Lebih terperinci

KERJA NYATA SEHATKAN INDONESIA

KERJA NYATA SEHATKAN INDONESIA PEMBANGUNAN KESEHATAN KERJA NYATA SEHATKAN INDONESIA JAKARTA, 17 November 2016 MEMBANGUN INTEGRITAS DAN PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR KESEHATAN Nila F. Moeloek Goals Pemerintah (Nawa Cita) Termasuk melalui

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV-AIDS DAN IMS. Subdit AIDS dan PMS DITJEN PP & PL, KEMENKES KUPANG, 4 September 2013

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV-AIDS DAN IMS. Subdit AIDS dan PMS DITJEN PP & PL, KEMENKES KUPANG, 4 September 2013 KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV-AIDS DAN IMS Subdit AIDS dan PMS DITJEN PP & PL, KEMENKES KUPANG, 4 September 2013 SITUASI DI INDONESIA Estimasi Jumlah ODHA 591.823 Jumlah Kasus Jumlah HIV dan AIDS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KEMENKES PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN NASIONAL PUSAT PEMBIAYAAN DAN JAMINAN JAKARTA, 2016 JAMINAN NASIONAL Perkembangan penyelenggaraan JKN Jaminan Kesehatan Nasional UU NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1103, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Terapi. Rumatan Metadona. Program. Pedoman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/tentang PEDOMAN

Lebih terperinci