II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Strategi Salam (2004) menyatakan bahwa strategi pada dasarnya adalah kemampuan organisasi mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam menghadapi lingkungan dengan memandang dan memperhatikan kelemahan dan kekuatannya (nilai). Sedangkan David (2006) mendefinisikan strategi (strategy) adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana organisasi akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen, 2003). 2.2 Konsep Kebijakan Masih menurut David, kebijakan (policy) adalah alat untuk mencapai tujuan tahunan. Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, dan prosedur yang dibuat untuk mendukung usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas situasi yang rutin dan berulang. Menurut Hunger dan Wheelen (1996) kebijakan menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan. Kebijakan juga merupakan pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi. Menurut Nindyantoro (2004) analisa kebijakan merupakan aktivitas intelektual praktis yang ditujukan untuk menilai secara kritis dan mengkomunikasikan proses kebijakan. Proses pembuatan kebijakan merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari : 1. Penyusunan agenda yang berasal dari prioritas yang diajukan pemimpin terpilih dan ditempatkan dalam agenda publik. 2. Formulasi kebijakan yang merupakan pembahasan dari alternatif kebijakan yang dirumuskan oleh pemimpin. 3. Adopsi kebijakan 4. Implementasi kebijakan oleh unit implementasi 5. Penilaian kebijakan.

2 2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Setiap wilayah perlu mengetahui sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi besar (compatratif advantage) dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan, artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added) yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian wilayah menjadi cukup besar. Produk tersebut bisa menjamin pasar untuk diekspor keluar daerah atau keluar negeri dan selanjutnya bisa mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat bertumbuh karena ada saling keterkaitan antar sektor yang memberikan multiplier effect. Dalam membuat keputusan strategik, para pengambil kebijakan juga tidak boleh melupakan unsur kompetitif. Suatu organisasi dikatakan berada dalam suasana kompetitif apabila ia mengetahui dengan siapa ia berkompetisi, mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang misi, tujuan, sasaran, sasaran, dan sumber daya, serta apa yang diperbuat oleh kompetitor tersebut. Menurut Rustiadi dalam Adifa (2007), untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis atau non basis dan atau sektor/komoditi mana yang terkonsentrasi atau tersebar dapat digunakan metode Location Quotient (LQ). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Bendavid dalam Adifa bahwa LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau sub sektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pada metode ini dihitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di wilayah atasnya (Sahara, 2006). 2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Menurut Todaro (2000) istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian untuk menciptakan dan meningkatkan produksi (PDRB) dan pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi pada masa lampau juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan

3 penyerapan tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Namun pada saat ini, kinerja pembangunan tidak hanya diukur berdasarkan indikator pencapaian kapasitas produksi, tetapi yang lebih penting adalah penghapusan dan pengurangan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Pendapatan serupa juga dikemukakan oleh Hess dan Ross (2000) bahwa pembangunan ekonomi memerlukan adanya perubahan struktural, mengurangi tingkat kemiskinan, adanya peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi juga harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustained economic growth). Dalam konteks otonomi daerah, pembangunan ekonomi diarahkan pada pemberdayaan dan pemanfaatan potensi daerah dalam rangka penguatan ekonomi lokal. Menurut Bratakusumah (2003) keberhasilan pembangunan ekonomi nasional saat ini sangat bergantung pada kemajuan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada adanya kemitraan antara pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan menggiatkan ekonomi daerah. 2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan Tantangan daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi di era otonomi ke depan sangat kompleks. Daerah tidak hanya dihadapkan pada permasalahan internal seperti rendahnya dukungan sumberdaya manusia (SDM) yang andal dan infrastruktur yang kurang memadai, juga permasalahan eksternal yaitu ketatnya persaingan antar daerah dan adanya liberalisasi perdagangan bebas. Menurut Hadianto (2007) untuk mengantisipasi kondisi tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menjawab tantangan pengembangan wilayah, persaingan antar daerah serta antisipasi terhadap liberalisasi perdagangan bebas, namun tetap sesuai dengan prinsip desentralisasi, maka strategi pengembangan wilayah harus berbasis pada sektor/komoditas unggulan. Prioritas pada sektor/komoditas unggulan akan mengarahkan alokasi sumber

4 daya kepada sektor/komoditas yang diunggulkan melalui pemetaan antara sektor/komoditas unggulan dengan segala komponen pendukungnya. Untuk mendukung upaya tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah berbasis komoditas unggulan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Pengembangan ekonomi wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Suatu program hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak pada daerah dengan karakteristik berbeda lainnya. 2. Pengembangan ekonomi wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Dalam hal ini pengembangan ekonomi wilayah harus mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. 3. Pengembangan ekonomi wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsipprinsip otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumber daya manusianya, menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan investasi, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan koordinasi terus-menerus dengan seluruh stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat. 2.6 Teori Basis Ekonomi Terdapat sejumlah teori yang menerangkan mengapa terdapat perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antar daerah. Teori yang umum digunakan salah satunya adalah teori basis ekonomi (Tambunan, 2001). Teori basis ekonomi ini menjelaskan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya yang diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan lapangan kerja di daerah tersebut. Teori basis ekonomi ini telah banyak digunakan oleh para ahli untuk menganalisis dan memprediksi perubahan dalam jangka pendek dikarenakan

5 sifatnya yang cukup sederhana dalam menentukan struktur perekonomian regional. Menurut Hoover (1985), kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara keseluruhan. Menurut Budiharsono (1995), untuk mengetahui apakah suatu sektor/komoditas merupakan basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu : (1) metode pengukuran langsung, dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor/komoditas mana yang merupakan basis. Metode ini digunakan untuk menentukan sektor/komoditas basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat akan hal tersebut, maka sebagian pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu (1) metode melalui pendekatan asumsi; (2) Metode Location Quotient (LQ); (3) metode kombinasi 1 dan 2; dan (3) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di atas, Richardson (1972) menyarankan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor/komoditas basis. Menurut Sahara (2006), sektor yang merupakan basis dan non basis di suatu daerah tidaklah bersifat statis melainkan dinamis, artinya pada tahun tertentu memungkinkan saja sektor tersebut secara otomatis merupakan sektor basis. Namun, pada tahun berikutnya belum tentu menjadi sektor basis. Adapun penyebab sektor basis mengalami kemajuan atau kemunduran (bergeser) setiap tahunnya. Mengalami kemajuan disebabkan karena : (1) perkembangan transportasi dan komunikasi, (2) adanya perkembangan dari pendapatan daerah, dan (3) adanya perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan mengalami kemunduran disebabkan karena : (1) adanya penurunan permintaan di luar daerah dan (2) merusak cadangan sumber daya.

6 2.7 Konsep Multiplier Basis Multiplier (pengganda) adalah pengukuran terhadap suatu respon atau dampak dari stimulus ekonomi. Untuk melihat dan mengukur dampak suatu sektor terhadap sektor lainnya, digunakan analisis multiplier. Dari nilai pengganda tersebut dapat ditemukan efek yang akan ditentukan oleh suatu sektor tiap satuan peubah. Seperti dampak multiplier yang dipaparkan oleh Glasson (1974) bahwa peningkatan pada kegiatan basis maupun unggulan akan meningkatkan pendapatan ke dalam wilayah, selanjutnya berdampak pada peningkatan permintaan akhir yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. Dalam pembangunan ekonomi daerah dampak multiplier ini sangatlah penting. Dampak tersebut mampu menunjukan akibat dari peningkatan aktivitas suatu sektor ekonomi dari suatu daerah terhadap sektor lainnya, seperti arus pendapatan, konsumsi masyarakat dan pemerintah, permintaan barang dan sebagainya, sehingga pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terwujud. Dengan teridentifikasinya sektor yang memiliki kekuatan pengganda tersebut, akan mempermudah pemerintah daerah setempat menentukan alternatif kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pengukuran multiplier sangatlah beragam. Menurut Millier and Blair (1985) multiplier diukur dengan menggunakan analisis input-output. Multiplier ini mengukur seberapa besar perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pengukuran multiplier sektoral harus membutuhkan ketersediaan data input-output wilayah sebagai data based. Apabila data input-output tidak tersedia, maka pendekatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan multiplier basis. Pendekatan multiplier ini dilakukan dengan cara memperbandingkan komoditas/sektor basis dengan komoditas/sektor secara keseluruhan baik komoditas/sektor basis dan non basis. 2.8 Teori Shift-Share Untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor serta menghitung seberapa besar share masing-masing sektor atau aktivitas tersebut di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan suatu referensi dengan cakupan wilayah yang lebih luas dalam bentuk dua titik waktu, dapat digunakan beberapa alat analisis, diantaranya adalah Shift-Share Analysis.

7 Analisis shift-share yang mengukur perubahan atau laju pertumbuhan suatu sektor/komoditas di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya. Variabel yang biasa dianalisis dengan menggunakan analisis ini antara lain tenaga kerja, nilai tambah atau produksi. Hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat (Tarigan, 2003). Komponen shift-share dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share atau national share (N) adalah besarnya perubahan di tingkat wilayah seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Komponen ini digunakan untuk mengukur apakah sektor/komoditas itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan wilayah nasionalnya secara rata-rata. Sementara komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan atau perubahan indikator yang dianalisis. Penyimpangan ini positif bagi sektor. Komoditas yang tumbuh lebih cepat dan negatif untuk sektor/komoditas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan di level nasionalnya. 2.9 Perencanaan Strategik Perencanaan strategik pada dasarnya merupakan salah satu dari sekian banyak konsep perencanaan yang dikembangkan. Perencanaan merupakan suatu proses aktivitas yang berorientasi ke depan dengan memperkirakan berbagai hal agar aktivitas dimasa mendatang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Orientasi perencanaan ke masa depan, maka perencanaan bersifat memperkirakan dan mempredikisikan berdasarkan pertimbanganpertimbangan rasional, logis dan dapat dilaksanakan (Bratakusumah, 2003). Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN, 1999) dijelaskan bahwa perencanaan strategik merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyakbanyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usahausaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis.

8 Sementara itu menurut David (2004) perencanaan strategik untuk sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut ; (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional. Rencana strategik memuat antara lain Visi, Misi, dan strategi arah kebijakan, sedangkan rencana operasional merupakan program atau rencana tindak; (2) penyusunan rencana strategik melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategik); (3) tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanan strategik, ditetapkan isu-isu yang dianggap strategik atau fokus pada masalah yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal. PERUMUSAN STRATEGI (Strategy Formulation) Hasil : analisis lingkungan, visi-misi, tujuan dan strategi PERENCANAAN STRATEGI (Strategy Planning) Hasil : tahapan pencapaian tujuan dan sasaran PERANCANGAN PROGRAM (Programming) Hasil : rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran (target) Sumber : David, 2004 Gambar 1. Tahapan Managemen Strategik Pada Gambar 1 terlihat bahwa langkah awal dalam melakukan manajemen strategik adalah merumuskan strategi umum melalui perumusan visi misi dan tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya adalah menyusun perencanaan berdasarkan analisis situasi internal dan eksternal yang menjadi landasan

9 penyusunan startegi. Kemudian tahap akhir yang dilakukan adalah menetapkan strategi, yaitu mengidentifikasi berbagai alternatif strategi yang akan dijalankan. Proses penyusunan strategi sendiri dilakukan melalui tiga tahapan analisis yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Keputusan didasarkan pada justifikasi yang dibuat secara kualitatif dan kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada. Pertama adalah tahap masukan yang merupakan kegiatan klasifikasi data dan pra-analisis. Tahap ini merupakan kegiatan analisa terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal yang akan dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan. Tahap kedua adalah penggabungan analisis hasil tahapan pertama. Semua informasi yang diperoleh pada tahap pertama dijadikan model perumusan strategi dalam bentuk model matriks SWOT. Analisis SWOT merupakan proses identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang digunakan untuk merumuskan berbagai alternatif strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian para perencana harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi dalam kondisi yang ada saat ini. Matriks Strenghts Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) merupakan alat analisis yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaskud adalah ; strategi S-O (Strenghts Opportunities), Strategi W-O (Weaknesses-Opportunities), strategi S-T (Strenghts Threats) dan strategi W-T (Weaknesses Threats). Strategi S-O menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar organisasi. Strategi W-O bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Strategi W-T merupakan strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.

10 2.10 Pengembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat Apabila dilihat dari sisi luas areal perkebunan dan jumlah produksi, komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat menempati peringkat pertama dari 16 komoditas tanaman perkebunan yang ada. Pada tahun 2007, total luas areal usaha perebunan kopi sebesar Ha. Areal usaha perkebunan tersebut menghasilkan jumlah produksi komoditas kopi sebesar ton. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung rata-rata tingkat produktivitas usaha perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat sebesar 947,92 Kg/Ha/tahun. Angka produktivitas tersebut termasuk kategori tinggi, dari angka rata-rata produktivitas kopi nasional yaitu sebesar 665,8 Kg/Ha/tahun dan rata-rata produktivitas kopi wilayah Propinsi Lampung yaitu sebesar 860,49 Kg/Ha/tahun. Selain itu data yang ada memperlihatkan bahwa perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat selama lima tahun terakhir relatif stagnan atau tidak ada pertumbuhan berarti. Namun demikian, penetapan kopi sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Barat sangat sejalan dengan kebijakan pemerintah pemerintah pusat (termasuk 11 komoditas unggulan nasional) maupun kebijakan pemerintah Provinsi Lampung (termasuk 7 komoditas unggulan provinsi). Selanjutnya dilihat dari segi kecocokan iklim dan ketersediaan lahan, tanaman kopi termasuk sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat. Selain itu, tanaman kopi juga sesuai dengan budaya masyarakat setempat yang terbiasa berkebun kopi, sehingga Kabupaten Lampung Barat menjadi sangat terkenal dengan produk kopinya. Lokasi usaha perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat tersebar di seluruh wilayah 14 kecamatan yang ada. Namun luas areal perkebunan dan produksi kopi di Kabupaten Lampung Barat didominasi oleh lima kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau (luas areal Ha), Kecamatan Belalau (luas areal Ha), Kecamatan Way Tenong (luas areal Ha), Kecamatan Sumberjaya (luas areal Ha) dan Kecamatan Sukau (luas areal Ha). Proporsi luas areal tanaman kopi dari lima kecamatan tersebut sebesar Ha atau setara 76,1 persen dari total luas areal perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat. Potensi pengembangan usaha perkebunan sangat tergantung pada pada ketersediaan lahan. Kabupaten Lampung Barat masih berpeluang untuk mengembangkan luas areal tanaman perkebunan baru, termasuk komoditas kopi

11 sebagai unggulan daerah. Berdasarkan data, penggunaan lahan untuk usaha perkebunan kopi sebagai komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Barat terlihat masih rendah. Secara rata-rata baru sebesar 15,9 persen dari luas wilayah kecamatan se-kabupaten Lampung Barat yang telah termanfaatkan untuk perkebunan kopi. Namun khusus untuk Kecamatan Sekincau dan Way Tenong, angka persentase tersebut sudah cukup tinggi yaitu sudah mencapai angka 50 persen. Kondisi ini mencerminkan ada potensi besar untuk ekstensifikasi atau perluasan areal tanaman kopi di Kabupaten Lampung Barat. Selain ekstensifikasi, potensi pengembangan juga dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas usaha perkebunan. Kemudian dalam rangka memperbaiki citra kopi serta meningkatkan mutu dan pendapatan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat telah melakukan penandatangan nota kesepahaman atau Memorandum of Undenstanding (MoU) dan surat perjanjian kerjasama pada tanggal 31 Januari MOU dengan PT Indocom Citra Persada Lampung, Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kopi Robusta Lambar, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur dilakukan di Pekon Tiga Jaya Kecamatan Sekincau Lampung Barat. Kerjasama kelembagaan ini diharapkan akan memacu lebih pesat perkembangan agribisnis kopi di Kabupaten Lampung Barat. Dalam jangka menengah sampai tahun 2012, pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat lebih diprioritaskan Hasil Penelitian Sebelumnya Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) tentang produksi, konsumsi, harga dan ekspor kopi nasional dengan menggunakan model ekonometrika menunjukan bahwa adanya prospek yang cukup besar terhadap permintaan kopi nasional baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Hal ini disebabkan konsumsi kopi dalam mapun luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Besarnya produksi kopi nasional dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar tersebut. Sitohang (1996) dalam penelitiannya mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan permintaan kopi di pasar domestik pada periode Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan model ekonometrika dengan pendugaan parameter dilakukan dengan menggunakan metode 3SLS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa produksi kopi Indonesia tidak responsif

12 terhadap harga kopi dan komoditas substitusi di pasar domestik, harga ekspor, luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis robusta yang responsif terhadap luas areal dalam jangka panjang. Sementara itu kajian yang dilakukan Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat (2007) tentang pengembangan komoditas kopi Lampung Barat dirumuskan bahwa untuk mendorong perkembangan komoditas kopi diperlukan dukungan kebijakan pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat terutama di bidang investasi di samping kebijakan tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan kepastian berusaha baik petani kopi maupun calon investor.

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ARISWANDI

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ARISWANDI STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ARISWANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pembangunan Regional Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai macam peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 47 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Magelang yang ditentukan berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 153.564 km 2 (Badan Pusat Statistik, 2014) merupakan provinsi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur merata materiil

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi bukan sebuah konsep baru. Selama berpuluh tahun para ahli sosial telah berusaha merumuskan tentang konsep pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi pemahaman yang sama dengan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988:4-5). Pertumbuhan ekonomi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KOMODITAS KOPI LAMPUNG BARAT

V. GAMBARAN UMUM KOMODITAS KOPI LAMPUNG BARAT V. GMBRN UMUM KOMODITS KOPI LMPUNG BRT 5.1 Perkembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat 5.1.1 Luas real Potensi pengembangan usaha perkebunan di suatu daerah sangat tergantung kepada ketersediaan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem desentralisasi, ternyata telah dikenal sejak pemerintahan orde baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun 1974. Pokok- pokok yang terkandung dalam Undang-

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan mempunyai tujuan yaitu berusaha mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan pembangunan suatu daerah haruslah disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah bersangkutan dan inilah kunci keberhasilan program pengembangan

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah Seperti yang diketahui semenjak orde reformasi bergulir ditahun 1998, ditahun 1999 lahir Undang-undang No. 22 tentang Pemerintah Daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama Peningkatan Ketahanan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global Malang, 17 Mei

Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama Peningkatan Ketahanan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global Malang, 17 Mei MODEL PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEMANDIRIAN UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN EKONOMI (Strategi Pemberdayaan Ekonomi Pada Masyarakat Ranupani Kabupaten Lumajang) Candra Wahyu Hidayat Universitas

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (2) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI ANALISIS SEKTOR BASIS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci