II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Deskripsi Pembangunan Todaro dalam Rustiadi et al. (2007) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individu maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Pembangunan juga harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembagunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustenance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jatidiri (self-esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya, dalam pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya. Secara filosofi suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. UNDP dalam Rustiadi et al. (2007) mendefinisikan pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi

2 10 penduduk. Dalam konsep ini, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (human capital formation) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Pembangunan dapat dikonseptualisasikan suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Meskipun para ahli memberikan pendapat yang berbeda mengenai pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Sehingga secara sederhana pembangunan pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Pembangunan sebagai suatu perubahan mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan. Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan, menurut Rustiadi et al. (2007) adalah sebagai berikut: 1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan-pilihan yang tidak saling menenggang (trade-off) ke keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang 2. Kecenderungan pendekatan dari cenderung melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan-pendekatan regional dan lokal. 3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian) Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan

3 11 masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah Konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2007) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan wilayah menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 adalah wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Pengembangan konsep wilayah dan penerapannya dalam dunia nyata akan menghasilkan suatu perwilayahan. Dengan demikian, klasifikasi spasial (pewilayahan) merupakan alat (tools) untuk mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai karakteristik fenomena yang ada. Pewilayahan digunakan sebagai alat untuk mengolah dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan pewilayahan digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) pengelolaan sumberdaya yang memerlukan pendekatan pengelolaan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakteristik secara spasial. Klasifikasi konsep wilayah menurut Rustiadi et al. (2006) adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan atau pengelolaan (planning region atau programming region). Berikut adalah deskripsi sistematik konsep-konsep wilayah.

4 12 Homogen Konsep Alamiah Nodal (pusat hinterland) Sistem Sederhana Desa - kota Budidaya - lindung Wilayah Sistem / Fungsional Sistem ekonomi : agropolitan, kawasan produksi, kawasan industri Sistem Komplek Sistem ekologi : DAS, hutan, pesisir Sistem sosial politik : Cagar budaya, wilayah etnik Perencanaan / Pengelolaan Umumnya disusun / dikembangkan berdasarakan : Konsep homogen / fungsional : KSP, KATING dan sebagainya Administrasi politik : propinsi, Kabupaten, Kota Konsep Non Alamiah Gambar 4. Sistematika Konsep-Konsep Wilayah (Rustiadi et al., 2006) Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, dengan kata lain wilayah homogen adalah wilayah-wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau faktor perinci yang menonjol di wilayah tersebut. Konsep wilayah sistem/fungsional menekankan pada perbedaan dua komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Wilayah dapat dipilah atas wilayah sistem sederhana (dikotomis) dan sistem kompleks (non dikotomis). Sistem sederhana adalah sistem yang bertumpu atas konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. Berbeda dengan konsep wilayah sederhana, konsep wilayah suatu sistem kompleks mendeskripsikan wilayah sebagai suatu sistem yang bagianbagiannya (komponen-komponen) di dalamnya bersifat kompleks. Sifat kompleks ditujukan dengan banyaknya jumlah dan jenis komponen yang ada serta keragaman bentuk hubungan antara komponen-komponen tersebut. Konsep-konsep wilayah sistem

5 13 kompleks dapat dibagi atas wilayah sebagai (1) sistem ekologi (ekosistem), (2) sistem sosial, (3) sistem ekonomi atau gabungan atas dua atau lebih sistem. Wilayah perencanaan/pengelola tidak selalu berwujud wilayah administratif tapi wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah baik sifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan/pengelolaan. Perwilayahan komoditas adalah contoh penetapan wilayah perencanaan/pengelolaan yang berbasis pada unit-unit wilayah homogen. Suatu perwilayahan komoditas pertanian harus didasarkan pada kehomogenan faktor alamiah dan non alamiah. Adanya sistem perwilayahan diharapkan dapat meningkatkan efiensi sitem produksi dan distribusi komoditas, karena perwilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan comparative advantage setiap wilayah (Rustiadi et al., 2007). Pembangunan wilayah adalah proses/tahapan kegiatan pembanguanan di suatu wilayah tertentu yang dalam perwujudannya melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui kegiatan investasi pembangunan. Sedangkan tujuan pembangunan wilayah adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dengan memanfaatkan sifat keadaan daerah dan lingkungan yang bersangkutan terutama aspek yang menyangkut sumberdaya fisik dan sosio kultural yang hidup di masing-masing wilayah (Anwar, 2005). Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan konstribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah. Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara:

6 14 1. Wilayah yang telah maju 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan 5. Wilayah tidak berkembang Sedangkan menurut Anwar (2005) wilayah memiliki beberapa karakteristik yaitu: a. Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan dengan pusat pertumbuhan. Di wilayah ini biasanya ada pemusatan penduduk, industri, pemerintahan dan sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga dicirikan dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia yang juga tinggi. Potensi lokasi yang strategis, sarana pendidikan yang lengkap, dan aksesibilitas yang baik terhadap pasar domestik dan pasar internasional. b. Wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju. Potensi SDA yang cukup tinggi, tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, namun belum terjadi kesesakan dan tekanan biaya sosial. Masih terjadi keseimbangan antara sektor pertanian atau primer lainnya dengan sektor industri. Sektor jasa sudah mulai berkembang, meski perannya mash relatif kecil. c. Wilayah yang belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah baik secara absolut, maupun secara relatif, namun memiliki potensi SDA yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini didiami oleh kepadatan penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendapatan dan pendidikan yang masih rendah juga. Wilayah ini belum memiliki aksesibilitas yang baik terhadap wilayah lainnya. Sektor ekonomi wilayah ini masih didominasi oleh sektor primer dan biasanya belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.

7 15 d. Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua hal yaitu : (1) Wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik potensi sumber daya alam atau lokasi sehingga secara alamiah sulit sekali berkembangdan mengalami pertumbuhan; dan (2) Willayah tersebut sebenarnya memiliki potensi, baik sumber daya alam atau lokasi maupun memiliki keduanya, tetapi tidak dapat berkembang dan bertumbuh karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Tingkat kepadatan penduduk yang jarang, kualitas sumber daya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah. Wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah, namun tidak berkembang dicirikan oleh tingkat kebocoran wilayah yang tinggi, dimana manfaat tertinggi dari pemanfaatan sumber daya alam tersebut dinikmati oleh willayah lainnya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2006) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan ke dalam sektor-sektor. Selanjutnya masingmasing sektor dianalisis satu per satu untuk menentukan apa yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Pada era otonomi daerah saat ini, salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu menurut Tukiyat (2002), konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy (Rustiadi et al., 2007). Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan meningkatkan taraf hidup penduduk.

8 16 Sedangkan strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal. Strategi pembanguan wilayah lainnya adalah strategi keterkaitan, yaitu terjadi pada suatu wilayah yang dari sisi supply (penawaran/pasokan) relatif tinggi tetapi terbatas mempunyai keterbatasan dalam sisi demand atau sebaliknya, maka keterbatasan dan kelebihan dari suatu wilayah dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat meningkat. Strategi berbasis keterkaitan antar wilayah pada awalnya dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitan fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrastruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan sinergis (saling memperkuat) antar wilayah. Keterkaitan fisik saja tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang lebih luas, yakni disertai dengan kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah. Pengembangan keterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperparah ketimpangan dan ketidakberimbangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena itu keterkaitan antar wilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang saling memperkuat bukan memperlemah Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Isu utama pembangunan regional dewasa ini selain keberlanjutan (sustainability) adalah disparitas atau ketimpangan yang meliputi: (1) disparitas antar wilayah; (2) disparitas antar sektor ekonomi; (3) disparitas antar golongan masyarakat/individu. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik, top down, dan seragam (uniformity). Konsep pembangunan ekonomi lebih menekankan pertumbuhan dibandingkan redistribusi pendapatan yang adil, sesuai dengan keadaan budaya penguasa (rezim) yang selama ini ternyata menyisakan ketimpangan (Iskandar, 2001).

9 17 Menurut Suhyanto (2005), disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya. Ada beberapa penyebab utama disparitas dalam Rustiadi et al (2007), yaitu : (1) Faktor Geografis Apabila suatu wilayah sangat luas, distribusi dari sumberdaya nasional, sumber energi, sumberdaya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan tidak akan merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik akan menyebabkan suatu wilayah berkembang lebih baik. (2) Faktor Historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang talah dilakukan di masa lalu. Bentuk organisasi dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship. (3) Faktor Politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk infestasi ke wilayah yang lebih stabil. (4) Faktor Kebijakan Pemerintah Terjadinya ketimpangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekankan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan ketimpangan yang luar biasa antar daerah. (5) Faktor Administratif (birokrasi) Ketimpangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelolaan administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien.

10 18 (6) Faktor Sosial Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbadaan ini merupakan salah satu penyebab ketimpangan wilayah. (7) Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang menyebabkan ketimpangan antar wilayah yaitu : a. Faktor ekonomi yang terkait dengan perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan; b. Faktor ekonomi yang terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya di wilayah yang maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju; c. Faktor ekonomi yang terkait dengan pasar bebas dan pengaruhnya terhadap spread effect dan backwash effect. Kekuatan pasar telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktivitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkonsentrasi di wilayah maju; d. Faktor ekonomi yang terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya. Williamson (2002) menyatakan bahwa ketidakmerataan antar wilayah berhubungan dengan proses pembangunan nasional. Berdasarkan hasil penelitiannya secara empiris terhadap sifat-sifat ketidakmerataan secara spasial di dalam suatu batas wilayah secara nasional. Tidak heran jika ada perbedaan yang absolut antara daerah kaya dan daerah yang miskin tetap muncul bahkan bertambah. Walaupun kedua wilayah tumbuh pada tingkat persentase yang sama. Tampaknya keterkaitan ekonomi diantara

11 19 unit-unit regional dengan negara makin kuat dibanding antara daerah-daerah itu sendiri. Mempertahankan asumsi klasik faktor mobilitas internal cenderung menghilangkan perbedaan pendapatan per kapita antar regional, dualisme geografis, dan polarisasi spasial. Dalam kondisi faktor mobilias yang bebas, dan ekstraksi dari biaya transportasi, ketidakmerataan secara spasial dapat terjadi melalui ketiadaan penyesuaian secara dinamis. Ketidakmerataan secara spasial, daerah yang tertekan, dan daerah tertinggal nampaknya tetap ada berkaitan dengan tidak adanya aliran faktor internal dengan kecepatan yang cukup untuk menyeimbangkan kondisi dinamis yang asli yang menyebabkan pertambahan sumberdaya lebih cepat dan perubahan teknologi dalam daerah yang kaya (cenderung meningkatkan ketidakmerataan). Menurut Murty (2000) bahwa proses penyebab disparitas yang pertama tersebut adalah faktor ekonomis yakni perbedaan faktor produksi secara kualitatif dan kuantitatif seperti tanah, tenaga kerja, modal, organisasi, dan perusahaan. Penyebab kedua adalah proses kumulatif dari berbagai faktor yang menyebabkan ekonomi yang sudah maju terus berkembang dan ekonomi yang tidak berkembang terus memburuk kecuali jika pemerintah turut campur dalam menciptakan skema pemerataan antar regional. Proses kumulatif yang pertama dimulai oleh siklus kemiskinan yang ganas. Ada dua jenis siklus dalam perekonomian yang tertinggal. Siklus yang pertama dibentuk oleh sumberdaya yang belum dikembangkan dan keterbelakangan penduduk yang berpengaruh satu dengan yang lain. Siklus kedua yang ganas meliputi ketertinggalan penduduk, standar hidup yang rendah, efisiensi rendah, produktifitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tebungan rendah, investasi rendah, tingkat pekerjaan rendah, dan ketertinggalan penduduk. Faktor-faktor ini terjadi dan saling bereaksi satu terhadap yang lain sedemikian rupa sehingga menetap dalam suatu daerah dan menjadi proses penurunan secara kumulatif. Di lain pihak, terjadi siklus kemakmuran di wilayah yang berkembang. Penduduk yang maju, standar hidup yang tinggi, efisiensi yang lebih baik, produktifitas yang tinggi, produksi yang lebih banyak, pendapatan lebih, konsumsi lebih baik, investasi lebih tinggi, penggunaan tenaga kerja lebih banyak, dan lebih lagi penduduk yang progresif memulai proses kemajuan yang kumulatif, dan akhirnya ketimpangan antara dua daerah makin meningkat. Kekuatan pasar bebas (free play of market forces) dan efek penyebarannya dan kemunduran (spread and backward effect) adalah faktor ekonomi lain yang

12 20 menyebabkan ketimpangan regional (Murty, 2000). Sehubungan dengan kekuatan pasar yang berlaku secara bebas, lebih mengelompok dan menjamin kepastian ekonomi baik internal maupun eksternal. Faktor ekonomi lain yang menyebabkan ketimpangan adalah pasar yang tidak sempurna (market imperfection) seperti faktor imobilitas, harha yang kaku, pengabaian kondisi pasar, kurangnya spesialisasi, kurangnya pembagian kerja dan sebagainya. Faktor ini menjadi friksi dalam pembangunan wilayah yang tertinggal. Pembangunan yang seimbang lebih lanjut menurut Murty (2000), berimplikasi pada suatu pertumbuhan yang adil dari wilayah yang berbeda menurut luasnya, keperluan, dan kemampuan pembangunannya masing-masing. Hal ini tidak berarti setiap wilayah harus mengalami tingkat pembangunan yang sama, juga tidak berarti tingkat industrialisasi atau pola perekonomian yang seragam antar wilayah. Secara ringkas artinya kapasitas pembangunan yang penuh berdasarkan potensi daerah sehingga keuntungan dari pertumbuhan ekonominya dapat dinikmati oleh penduduk seluruh wilayah. Menurut Roden yang dikutip Murty (2000), agar pembangunan berlangsung lancar, sebuah negara memerlukan dorongan yang kuat karena harus mengembangkan semua sektor dan semua wilayah secara bersamaan. Untuk membangun keterkaitan antar wilayah dan mengurangi terjadinya disparitas antar wilayah, maka secara umum ada beberapa upaya yang dapat dilakukan secara simultan, yaitu: (1) Pemerataan investasi, karena investasi harus dilakukan di semua sektor dan semua wilayah secara bersamaan untuk pengembangan infrastruktur (2) Mendorong pemerataan permintaan, setiap industri dan wilayah seharusnya berkembang secara simultan, sehingga mereka dapat menciptakan permintaan untuk setiap produk yang lain (3) Mendorong pemerataan tabungan, tabungan sangat diperlukan untuk bisa memacu investasi. Apabila jumlah tabungan di suatu wilayah meningkat, maka potensi investasi juga akan meningkat. Murty (2000) dalam Rustiadi et al. (2007) menganalisa perkembangan wilayah seperti pertumbuhan yang cepat atau lambat dari setiap organ tubuh yang menghasilkan bentuk yang tidak normal, sama halnya ketidakseimbangan pertumbuhan regional menyebabkan banyak masalah ekonomi, sosial dan politik di sebuah negara. Dengan

13 21 demikian timbul kebutuhan untuk mempelajari disparitas regional dan perencanaan bagi pembangunan yang seimbang. Setiap pemerintah ingin menghilangkan atau mengurangi ketidakseimbangan regional karena banyak alasan. Alasan-alasan tersebut adalah: (a) Untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap Jika semua wilayah berkembang secara merata, mereka dapat saling menolong satu sama lain. Sebaliknya tingkat pendapatan yang rendah di wilayah yang tertinggal akan menyebabkan kurangnya permintaan dari wilayah yang maju dan akan menghambat kemajuannya. Selain itu, pembangunan regional yang seimbang akan menghindari kendala suplai dan transpor (transport and supply bottlenecks), dan meminimalkan tekanan inflasi dalam perekonomian. (b) Untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat Jika kecepatan dari semua anggota kelompok gerak jalan sama, kelompok itu akan jauh lebih cepat. Hal yang sama, kemajuan perekonomian secara keseluruhan tergantung pada pembangunan semua wilayah secara bersama, dengan tetap memperhatikan faktor-faktor endowmentnya. (c) Untuk mengoptimalkan pengembangan kapasitas dan konservasi sumberdaya Pembangunan yang seimbang dari setiap wilayah membantu mengeksploitasi dan memnafaatkan sumberdaya manusia dan alam sampai pada tingkat yang optimal. Selain itu, jika suatu wilayah mengembangkan sumberdayanya maka berikutnya sumberdaya ini akan mengembangkan daerah tersebut, dengan demikian limbahnya (wastage) yang tidak berguna akibat digunakan secara eksploitatif dan destruktif oleh pihak lain dapat dihentikan. (d) Untuk Meningkatkan lapangan kerja Dengan pembangunan infrastruktur, dan penyebaran industri ke wilayah tertinggal, maka ada tingkat kesempatan kerja yang lebih luas di semua wilayah, karena itu meningkatkan pendapatan perkapita dan produk domestik. (e) Untuk mengurangi beban sektor pertanian Jika persentase penduduk yang bergantung di sektor pertanian sangat besar dan menyebabkan tambahan beban (extra burden) akan menghasilkan produktivitas rendah dan pengangguran terselubung. Opini Louis bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dari sektor yang produktivitasnya kurang ke sektor yang produktivitasnya lebih pada tingkat upah subsisten disatu pihak akan

14 22 (f) (g) (h) meningkatkan produktivitas per kapita pada sektor yang pertama dan di lain pihak akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja, produksi, dan pembentukan modal di sektor yang lain membawa wilayah secara perlahan ke tahap pembangunan ekonomi yang lebih baik. Untuk mendorong desentralisasi Sentralisasi ekonomi bukan masalah yang sebenarnya, namun membangkitkan masalah-masalah lain, seperti lokalisasi, urbanisasi, konflik internal dan sebagainya. Desentralisasi mengatasi masalah sosial akibat lokalisasi, urbanisasi dan polusi. Untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif Wilayaj yang maju menutupi wilayah yang tertinggal menjadi unsur pokok dari pembangunan ekonomi negara. Hal ini mengakibatkan berkembangnya perasaan inferior dari penduduk di wilayah tertinggal. Mereka menjadi agak liar juga bermusuhan dan membangkang. Hal ini membawa sikap menantang dan marah. Ketimpangan regional dalam pendapatan dan kesejahteraan adalah bahaya yang sangat besar bagi solidaritas bangsa Untuk meningkatkan Ketahanan Nasional Pembangunan regional yang seimbang adalah faktor penting bagi keamanan negara dari serangan musuh serta tidak akan memecah belah serta melumpuhkan perekonomian dan kesatuan bangsa. Meskipun disparitas merupakan antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun negara berkembang. Namun, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas pembangunan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi, dan politik. Untuk itu dibutuhkan pemecahan berupa kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang Infrastruktur Menurut world bank dalam Yanuar (2006), infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga penggolongan:

15 23 1. Infrastrukur ekonomi merupakan pembangunan fisik yang menunjang aktivitas ekonomi: public utilities (tenaga, telkom, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi, dan drainase) dan sektor transportasi (jalan rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya). 2. Infrastruktur sosial merupakan infrastruktur yang mengarah kepada pembangunan manusia dan lingkungannya, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi 3. Infrastruktur administrasi merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Sedangkan Jan Jacobs et al dalam Sibarani (2002) menggolongkan infrastruktur menjadi dua bagian yaitu : 1. Infrastruktur Dasar (basic infrastructure) mencakup sektor-sektor publik dan keperluan mendasar untuk sektor perekonomian, yang tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan secara teknis maupun spasial, contohnya: jalan raya, kereta api, kanal, pelabuhan laut, drainase, bendungan dsbnya. 2. Infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) seperti gas, listrik dan telepon dan pengadaan air minum. Secara umum dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkanatau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum. Infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol. 2.2 PenelitianTerdahulu Penelitian mengenai ketimpangan wilayah mulai marak dilakukan sejak tahun 1970-an. Kemudian diikuti oleh penelitian-penelitian dalam negeri mengenai ketimpangan wilayah. Adifa tahun 2005 hingga 2006 di Kabupaten Alor dengan judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor dengan menggunakan indeks williamson sebagai salah satu analisis untuk mendeteksi ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Alor. Dari indeks Williamson tersebut memberikan indikasi bahwa ketimpangan pendapatan pada kurun waktu 1999-

16 menunjukkan bahwa rata-rata ketimpangan pendapatan tingkat Kabupaten jauh lebih tinggi dari pada rata-rata ketimpangan pendapatan antar ketiga Satuan Wilayah Pengembangan. Sedangkan ukuran ketimpangan perkembangan wilayah lain juga dilihat dengan penggunaan Indeks Skalogram yang dicirikan oleh ketersediaan penyediaan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia di desa-desa antar satuan wilayah pengembangan sehingga dari hasil analisis ini diperoleh kesimpulan bahwa kota-kota hirarki yang ditetapkan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten Alor Tahun 1991 antar SWP hingga tahun 2003 menunjukkan perkembangan yang tidak signifikan, bahkan pada beberapa hirarki yang berperan sebagai pusat aktivitas Kecamatan menunjukkan indeks perkembangan yang kurang bahkan sangat kurang. Sedangkan untuk melihat ketimpangan proporsi Alokasi APBD Pembangunan antar SWP digunakanlah model indeks entropy yaitu dengan melihat perkembangan wilayah dari sisi investasi, sedangkan untuk melihat mobilitas dan sinergitas interaksi spasial antar wilayah maka menggunakan analisis Interaksi Spasial Antar Hirarki/Pusat Aktivitas Wilayah Pembangunan. Serta penelitian ini juga menggunakan analisis sektor basis/komoditi Unggulan seperti Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) untuk melihat potensi wilayah dan komoditi unggulan di setiap wilayah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hastoto tahun 1999 dengan judul Analisis Disparitas Pembangunan Regional di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Ketimpangan diukur dengan menghitung Indeks entropi relatif untuk provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, membandingkan antara kedua provinsi ini maka diperoleh hasil bahwa ketimpangan di Provinsi Sulawesi Utara lebih tinggi atau lebih buruk dibandingkan di Provinsi Gorontalo, hasil ini diperoleh dengan menggunakan PDRB dan PDRB per kapita. Selain penggunaan indikator indikator tersebut juga digunakan indikator lain seperti IPM,, IKM, IDG. Interaksi Spasial dipakai dengan mengukur hubungan/ interaksi kedua daerah tersebut.serta menggunakan LQ dan SSA untuk melihat potensi wilayah dan komoditi unggulan, agar pola kebijakan yang diambil tidak terlepas dari tujuan pembangunan yaitu menciptakan pemerataan dengan mengetahui ketimpangan yang terjadi serta pembangunan sesuai kapasitas dan kemampuan daerah tersebut, dan juga terlihat dari pola interaksi yang saling menguntungkan yang saling memperkuat.

17 Kerangka Penelitian Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang berada di Timur Indonesia yang memilki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Perkembangan PDRB Sulawesi Selatan ini berada di peringkat 2 Nasional. Namun, dibalik tingginya pertumbuhan ekonomi, pada kenyataannya terdapat ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Selatan yang cenderung makin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan tingkat pendapatan per kapita, Indeks Pembangunan Manusia yang lebih tinggi untuk beberapa Kabupaten/kota daerah tertentu, tetapi secara keseluruhan IPM Sulawesi Selatan berada di peringkat 21 nasional. Ini disinyalir juga karena buruknya infrasturktur pendidikan dan kesehatan yang ada. Bahkan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) telah menetapkan Jeneponto, Luwu, Selayar, Enrekang, Pangkajene Kep, Luwu Timur, Sinjai, Takalar, Tana Toraja, Bulukumba, Bantaeng, Barru, dan Pinrang. Dengan demikian Sulawesi Selatan memilki 13 Kabupaten dari 23 Kabupaten/kota sebagai daerah tertinggal dan merupakan jumlah yang terbesar di Pulau Sulawesi. Perbedaan yang besar terhadap proporsi kontribusi yang dimiliki setiap sektor terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan belum meratanya penyebaran aktivitas ekonomi di Sulawesi Selatan terlihat dari Pertanian yang menyumbang 39 persen terhadap PDRB Sulawesi Selatan. Selain melihat dari sisi PDRB setiap Kabupaten/kota, perbedaan yang hadir di setiap daerah bisa juga disebabkan karena kebijakan setiap daerah yang berbeda-beda yang memberikan stimulus bagi setiap sektor untuk berkembang, dan akan mendorong kegiatan pembangunan yang ada. Oleh sebab itu maka selain melihat sumber ketimpangan dari anggaran belanja yang dikeluarkan di Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kemampuan daerahnya yang terkait belanja infrastruktur umum, urusan/bidang pendidikan, urusan/bidang kesehatan, urusan/bidang sosial, dan urusan/bidang ekonomi. Selain itu dalam proses pembangunan, diperlukan ketersedian infrastruktur, dimana kekurangan infrastruktur ini akan menjadi penghambat dalam pengembangan ekonomi nasional. Akses terhadap fasilitas serta jasa pelayanan infrastruktur ini merupakan salah satu faktor utama menciptakan kesejahteraan. Buruknya peringkat IPM Provinsi Sulawesi Selatan ini yang berada di posisi 21 nasional ini disinyalir

18 26 merupakan buruknya infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang ada di Sulawesi Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, penduduk dalam wilayah sering kali harus memenuhinya dari wilayah lain, oleh karena itu penduduk harus melakukan perjalanan ke wilayah lain sehingga membentuk hubungan antar wilayah. Hubungan atau kontak ini secara ekonomi dapat digambarkan sebagai proses permintaan (demand) dan penawaran (supply). Hubungan antar wilayah ini disebut sebagai keterkaitan (linkages) antar wilayah. Kontak atau hubungan antar wilayah tersebut dapat juga diartikan intreraksi. Secara harfiah interaksi dapat diartikan sebagai hal yang saling mempengaruhi.keterkaitan antar wilayah dalam hal ini Kabupaten/kota tidak dapat bila tidak didukung prasarana dan sarana antar kedua Kabupaten/kota tersebut yang saling berinteraksi. Dukungan dapat berupa sarana dan prasarana transporatasi dapat pula dalam bentuk lain. Serta dapat pula berupa ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur. Keterkaitan antara Kabupaten/kota yang selama ini terjalin lebih banyak terjadi secara vertikal, dimana wilayah perkotaan melakukan penyapuan sumberdaya (backwash effect) di wilayah hinterlandnya atau wilayah Kabupatenupatren di sekitarnya, terwujud dimana perkotaan menjadi semakin meluas, perbandingan jumlah penduduk wilayah perkotaan semakin besar dibanding Kabupaten yang lainnya. Apabila keterkaitan antar wilayah saling mendukung atau saling memperkuat maka kedua wilayah tersebut memperoleh keuantungan, tetapi bila ketrkaitan antar wilayah lebih berbentuk eksploitatif maka akan terjadi satu wilayah yang semakin kaya dan ada yang semakin miskin. Aliran alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

19 27 PROV. SULAWESI SELATAN Infrastruktur Kabupaten/Kota KESENJANGAN Pendidikan Kesehatan Sektoral Perkembangan Aktivitas Ekonomi Realisasi Belanja Terkait Sektor- Sektor Regional (antar Kabupaten/kota) Sosial Ekonomi IDENTIFIKASI KESENJANGAN KABUPATENUPATEN/KOTA Interaksi Kabupaten/Kota Gambar 5. Alur Kerangka Pikir Penelitian

20 28 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat ketimpangan di Provinsi Sulawesi Selatan yang disebabkan karena beberapa faktor baik antar Kabupaten/kota yang ada maupun antar sektor yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan 2. Terdapat perbedaan ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana terkait fasilitas pendidikan dan kesehatan serta aksesibilitas setiap Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan 3. Terdapat pola hubungan yang eksploitatif dalam interaksi yang terjadi di dalam Provinsi Sulawesi Selatan sehingga berdampak pada ketimpangan yang terjadi

21 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Cakupan wilayah penelitian adalah seluruh Kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meliputi 20 wilayah Kabupaten dan 3 kotamadya. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2010 hingga bulan Mei Gambar 6. Peta Administratif Sulawesi Selatan 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) baik Provinsi maupun Pusat, data-data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDDA) Provinsi,data-data Departemen Nasional dan dokumen perencanaan dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik

22 30 penelitian. Hubungan antara tujuan penelitian, metode, jenis dan sumber data serta output yang harapkan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. 3.3 Metode Analisis Untuk memecahkan permasalahan dan menjawab tujuan penelitian sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini memerlukan berbagai metode analisis. Tabel 1 berikut menyajikan informasi mengenai tujuan penelitian, metode, data dan variabel yang digunakan dalam penelitian. Tabel 1. Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Jenis dan Sumber Data serta Output Penelitian No Tujuan Metode Analisis Jenis dan Sumber Data Output yang diharapkan 1. Mengidentifikasi ketimpangan/ ketimpangan antar Kabupaten/kota dan faktor penyebabnya Indeks Williamson PDRB Kabupaten/kota Tahun , Jumlah Penduduk tahun Mengetahui ketimpangan di Prov. Sulawesi Selatan Indeks Theil PDRB Per Sektor dan jumlah Tenaga Kerja per Sektor Kabupaten/Kota tahun Mengetahui proporsi sumbangan ketimpangan antar sektor dan antar Kabupaten/kota Mengidentifikasi perkembangan wilayah dan keseimbangan penyebaran aktivitas ekonomi Analisis Regresi Linier Berganda Indeks Entropi Indeks Williamson, Pertumbuhan PDRB, Anggaram Sektor Pendidikan, Anggaran Sektor Kesehatan, Anggaran Sektor Sosial, Anggaran Sektor Ekonomi, Anggaran Infrastruktur Umum PDRB per Sektor Kabupaten/Kota tahun Mengetahui faktorfaktor penyebab penyebab ketimpangan Mengetahui perkembangan wilayah dan keseimbangan penyebaran aktivitas ekonomi 2 3 Mengidentifikasi ketersediaan infrastruktur Kabupaten/kota Mengidentifikasi pola interaksi Kabupaten/kota Skalogram Analisis interaksi spasial (Model Entropi Kendala Ganda Data potensi desa Kabupaten/kota 2003,2006,2008 Data survey Asal Tujuan Transportasi Nasional Provinsi Sulawesi Selatan 2006 Mengetahui ketersediaan infrastruktur setiap Kabupaten/kota Mengetahui pola interaksi Kabupaten/kota

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Menurut Rustiadi et al. (2009) proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan, pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prioritas nasional dalam proses pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. prioritas nasional dalam proses pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, infrastruktur ditempatkan pada prioritas nasional dalam proses pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan pembahasan terhadap Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 1. Pada periode pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Cakupan wilayah penelitian adalah seluruh Kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meliputi 20 wilayah Kabupaten dan 3 kotamadya. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 10 542,7 triliun dan PDB perkapita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten atau Kota untuk mengembangkan potensi ekonominya. Oleh karena itu pembangunan daerah hendaknya dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci