POTRET 3 TAHUN PERJUANGAN INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTRET 3 TAHUN PERJUANGAN INDONESIA"

Transkripsi

1 BUNGA RAMPAI PERUNDINGAN PERUBAHAN IKLIM POTRET 3 TAHUN PERJUANGAN INDONESIA PADA PERUNDINGAN UNFCCC KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM 2017

2

3 Penyusun: Radian Bagiyono, S.Hut., M.For. Wukir Amintari Rukmi, S.IP., M.IDEA Saptuti Gamayanti, S.Hut., M. Sc. Fona Lengkana, S.Hut., M.E. Citra Fitriyani, S.IP Hatif Hawari Saputra, S.H.Int. Rizki Maulana Rachman, S.H.Int. Desain Sampul: Hatif Hawari Saputra, S.H.Int. Foto Sampul: Foto oleh: IISD/Kiara Worth Editor: Ir. Achmad Gunawan Widjaksono, MAS, Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Pengarah: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim ISBN: Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut: Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional (2017). Bunga Rampai Perundingan Perubahan Iklim: Potret 3 Tahun Perjuangan Indonesia pada Perundingan UNFCCC. Diterbitkan oleh: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kontak: Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Jl. Jend. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabhakti Blok VII Lt. 12 Jakarta 10270, Indonesia Telp/Fax: , Ext. 809, website: ii

4 SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Perubahan Iklim merupakan isu multidimensi dan kompleks yang dalam beberapa dekade terakhir menjadi perhatian serius dari masyarakat global. Dampak dari perubahan iklim akibat kenaikan temperatur bumi sudah sangat nyata dirasakan oleh banyak negara khususnya negara berkembang di berbagai tempat di belahan bumi dan telah menyadarkan masyarakat global untuk mengambil tindakan nyata untuk mengurangi dampak tersebut. Sejak disepakatinya Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC) pada tahun 1992, semua negara pihak (Parties) sepakat untuk bekerja sama untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir pada level yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Dengan diadopsinya Kyoto Protocol (KP) pada tahun 2005, negara maju yang merupakan negara pihak KP berkewajiban untuk menurunkan emisi GRK, sedangkan negara berkembang berkewajiban untuk melaporkan hasil inventarisasi GRKnya. Mengingat implementasi KP telah berakhir pada tahun 2012 dan meskipun diperpanjang sampai dengan tahun 2020 melalui Doha Amandment, akan tetapi belum semua Negara Pihak meratifikasinya. Indonesia sebagai negara kepulauan, merupakan negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, sehingga Indonesia sangat berkepentingan untuk terlibat aktif dalam upaya global penanganan perubahan iklim melalui perundingan di bawah kerangka UNFCCC. Sejak digabungnya 4 (empat) kementerian/ lembaga (Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, DNPI dan BP REDD+) menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Perpres Nomor 16 Tahun 2015, maka penanganan perubahan iklim merupakan mandat dan tugas KLHK yang dilaksanakan oleh Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim selaku National Focal Point (NFP) for UNFCCCC. Dalam kurun 3 (tiga) tahun sejak tahun 2015 sampai tahun 2017), KLHK berhasil memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berperan aktif dalam upaya global penanganan dampak perubahan iklim melalui rangkaian panjang proses negosiasi perubahan iklim. Sejak sebelum COP21 tahun 2015 sampai dengan COP23 tahun 2017, KLHK telah menunjukkan kepemimpinannya dalam mengkoordinasikan pengelolaan perundingan, penyiapan substansi perundingan, dan pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan iii

5 Delegasi Republik Indonesia (DELRI). KLHK berhasil menjawab keraguan publik dalam memperjuangkan misi dan kepentingan Indonesia dalam setiap sesi perundingan perubahan iklim, baik melalui jalur negosiasi maupun melalui jalur outreach dan campaign. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya diberikan kepada para anggota DELRI baik yang berjuang di meja negosiasi maupun melalui outreach dan campaign atas kontribusi dan dedikasinya dalam memperjuangkan misi dan kepentingan Indonesia. Jakarta, Desember 2017 Dr. Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan iv

6 K ATA PENGANTAR Sebagai saksi sekaligus pelaku sejarah perundingan perubahan iklim sejak COP11 UNFCCC di Montreal pada tahun 2005, tiga tahun terakhir merupakan mutiara pengalaman dalam perundingan perubahan iklim di tengah konstelasi politis penanganan perubahan iklim di nasional yang berubah dengan dibentuknya struktur baru Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai konsekuensi penggabungan 4 (empat) instansi. Estafet rezim pengendalian iklim global di Protokol Kyoto ke rezim baru di bawah Paris Agreement menjadi pembuktian berjalannya Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. COP 21 merupakan milestone dalam sejarah UNFCCC dengan berhasil disepakatinya the Adoption of Paris Agreement menjadi era baru dimana semua Negara Pihak memiliki kewajiban yang sama sesuai dengan kapasitas dan kondisi nasional masing-masing. Tantangan datang silih berganti dalam setiap COP selanjutnya, baik di COP22 (COP of implementation) dan di COP23 (Transitional COP), dalam pengelolaan perundingan, pengelolaan substansi, dan pengelolaan DELRI. Buku Bunga Rampai ini memberikan gambaran perjuangan Indonesia selama 3 (tiga) tahun dalam 7 (tujuh) sesi perundingan dalam kerangka UNFCCC dan beberapa pertemuan sebelum COP (pre-cop) serta pertemuan setingkat Menteri. Persiapan substansi, pengelolaan DELRI dan perjuangan di meja perundingan merupakan kunci keberhasilan dalam memperjuangkan misi dan kepentingan Indonesia. Namun demikian, tantangan kedepan semakin berat khususnya untuk mempersiapkan sesi perundingan COP24 tahun 2018 di Katowice, Polandia, mengingat masih banyaknya elemen dari Paris Agreement Work Programme (PAWP) yang perlu disepakati. Suksesnya implementasi Paris Agreement akan sangat ditentukan oleh hasil kesepakatan pada COP24 ini. Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat. Jakarta, Desember 2017 Dr. Nur Masripatin Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim/National Focal Point for UNFCCC v

7 DAFTAR ISI SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR DAN TABEL vii DAFTAR BOX ix DAFTAR ISTILAH x BAGIAN 1 PENDAHULUAN Keanggotaan Indonesia sebagai Negara Pihak UNFCCC, Protokol Kyoto, dan Paris Agreement Keanggotaan Indonesia dalam Konvensi UNFCCC Keanggotaan Indonesia dalam Kyoto Protocol Keanggotaan Indonesia dalam Paris Agreement Institutional Arrangement dan Peran National Focal Point for UNFCCC Institutional Arrangement Peran National Focal Point for UNFCCC Focal Point/Pumpunan Kegiatan Lain yang terkait Sekretariat NFP for UNFCCC 8 BAGIAN 2 PERUNDINGAN UNFCCC Struktur Perundingan di Bawah UNFCCC Sesi Perundingan UNFCCC (Periode Agustus 2015 Desember 2017) Pertemuan Non-Perundingan Pengorganisasian Kerja oleh NFP for UNFCCC 19 BAGIAN 3 PENGELOLAAN SUBSTANSI DAN PERJUANGAN INDONESIA Perjalanan Menuju COP21 di Tahun 2015: A Milestone COP Dari Paris ke Marakesh: COP22 as A COP for Implementation Dari Marakesh ke Fiji-Bonn: COP23 as Transition COP Output Dokumen yang Dihasilkan 54 BAGIAN 4 PENGELOLAAN DELEGASI Komposisi Delegasi RI Pembagian Peran Pembentukan Tim Negosiasi dan Tim Sekretariat Delegasi RI Registrasi Badge sebagai Cerminan Peran Perimbangan Gender Kantor Delegasi Republik Indonesia Paviliun Indonesia 70 BAGIAN 5 PENUTUP 74 LAMPIRAN 76 vi

8 DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Gambar 1.1 Logo UNFCCC 1 Gambar 1.2 Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Kepala Negara/Kepala Pemerintahan Mengawali COP21 3 Gambar 1.3 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan padahigh Level Signature Ceremony of Paris Agreement, New York, 22 April Gambar 1.4 Institutional Arrangement National Focal Point for UNFCCC 6 Gambar 2.1 Suasana Sesi Perundingan pada COP21 13 Gambar 2.2 Suasana Opening Plenary COP22 14 Gambar 2.3 Suasana Opening Plenary COP23 15 Gambar 2.4 Rangkaian 7 (Tujuh) Sesi Perundingan Agustus 2015 Desember Gambar 2.5 Side Event Indonesia dengan tema Building Resilience for Climate Change Adaptation: Challenges and Progress for Archipelagic and Small Island Countries pada COP22 18 Gambar 2.6 Side Event Indonesia dengan tema Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem Resillience pada COP23 18 Gambar 2.7 Suasana Pertemuan Penyusunan Posisi DELRI pada COP22 sebagai bagian tahap Formulation 20 Gambar 2.8 Suasana Koordinasi Internal DELRI sebagai bagian persiapan COP23, November Gambar 2.9 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Pertemuan Evaluasi Keterlibatan DELRI sebagai bagian Evaluasi DELRI pada COP21, 24 Desember 2015 Gambar 2.10 Suasana Pertemuan Komunikasi Stakeholder Hasil COP23 sebagai bagian tahap Evaluation 24 Gambar 3.1 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Sesi Closing Plenary COP21 31 Gambar 3.2 Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi DELRI pada COP21 32 Gambar 3.3 Tim Negosiasi DELRI COP22 pada Pertemuan Koordinasi Harian Tim Negosiasi 36 Gambar 3.4 Delegasi Indonesia bersama Sekretaris Eksekutif UNFCCC pada COP22 37 Gambar 3.5 Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama Direktur Jenderal PPI dan Duta Besar RI untuk 37 Kerajaan Maroko pada Opening Plenary COP22 Gambar 3.6 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP22 38 Gambar 3.7 Ikhtisar Pengelolaan Substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC Tahun Gambar 3.8 Direktur Jenderal PPI pada Sesi Opening Plenary APA1.3 di COP23 48 Gambar 3.9 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP23 50 Gambar 3.10 Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada 51 vii

9 Closing Plenary COP23 Gambar 3.11 Tim Negosiasi DELRI pada Bonn Climate Change Conference, Mei Gambar 3.12 Tim Negosiasi DELRI setelah Penutupan COP23 52 Gambar 3.13 Ikhtisar Pengelolaan Substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC Tahun Gambar 3.14 Statistik Pertemuan Persiapan DELRI Menuju Perundingan UNFCCC 53 Gambar 3.15 Dokumen Pedoman DELRI, Matriks Posisi, dan Laporan DELRI pada Sesi Perundingan UNFCCC Gambar 4.1 Tim Negosiasi DELRI pada COP21, Desember Gambar 4.2 Tim Negosiasi DELRI pada Bonn Session Mei Gambar 4.3 Tim Negosiasi DELRI pada COP23, November Gambar 4.4 Pengelolaan DELRI pada COP21/CMP11 berdasarkan badge 63 Gambar 4.5 Gambar 4.5 Pengelolaan DELRI pada COP22/CMP12 berdasarkan badge 63 Gambar 4.6 Pengelolaan DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.3 berdasarkan badge 64 Gambar 4.7 Pengelolaan DELRI pada COP21/CMP11 berdasarkan Jenis Kelamin 65 Gambar 4.8 Pengelolaan DELRI pada COP22/CMP12 berdasarkan Jenis Kelamin 66 Gambar 4.9 Pengelolaan DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.3 berdasarkan Jenis Kelamin 67 Gambar 4.10 Pengelolaan DELRI pada ADP2.10 berdasarkan Jenis Kelamin 67 Gambar 4.11 Pengelolaan DELRI pada ADP2.11 berdasarkan Jenis Kelamin 68 Gambar 4.12 Pengelolaan DELRI pada SBI44/SBSTA44/APA1.2 berdasarkan Jenis Kelamin 69 Gambar 4.13 Pengelolaan DELRI pada SBI46/SBSTA46/APA1.3 berdasarkan Jenis Kelamin 70 Gambar 4.14 Pembukaan Paviliun Indonesia pada COP23 71 Gambar 4.15 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Salah Satu Sesi Pavilion COP23 71 Gambar 4.16 Acara Penutupan Paviliun Indonesia pada COP23 71 Tabel 4.1 Delegasi Republik Indonesia pada 7 Sesi Perundingan UNFCCC ( ) 63 viii

10 DAFTAR BOX Box 1 National Statement Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Kepala Negara/Kepala Pemerintahan 4 Mengawali COP21 Box 2 Dokumen UNFCCC sebagai referensi tugas NFP for UNFCCC 7 Box 3 Sekilas Sejarah Ad-hoc Working Group Durban Platform for 12 Enhanced Action (ADP) Box 4 Misi Indonesia pada dalam Sesi Perundingan COP-21/CMP-11 (Paris, Perancis, 30 November 11 Desember 2015) 28 Box 5 Butir-butir Penting Rangkuman Masukan Indonesia dalam Sesi Perundingan COP-21/CMP-11 (Paris, Perancis, 30 November Desember 2015) Box 6 National Statement Indonesia yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Closing Plenary 31 COP21 Box 7 Misi Indonesia pada Sesi Perundingan COP22/CMP12 (Marakesh, Maroko, 7 18 November 2016) 33 Box 8 National Statement Indonesia yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 38 High-Level Segment COP22 Box 9 Butir-butir Penting Rangkuman Masukan Indonesia dalam Sesi Perundingan COP22/CMP12 40 (Marakesh, Maroko, 7 18 November 2016) Box 10 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada High-Level 42 Segment COP22 Box 11 Misi Indonesia pada COP23/CMP13/CMA1.2 (Bonn, Jerman, 6 17 November 2017) 45 Box 12 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Opening Plenary APA1.3 pada 48 COP23 Box 13 National Statement Indonesia yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP23 50 Box 14 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Closing Plenary COP23 51 ix

11 DAFTAR ISTILAH ADP : Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action APA : Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement BAU : business as usual BRG : Badan Restorasi Gambut BUR : Biennieal Update Report COP : Conference of the Parties CMA : Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement DELRI : Delegasi Republik Indonesia Ditjen. PPI : Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim DNPI : Dewan Nasional Perubahan Iklim GCAA : Global Climate Action Agenda GRK : Gas Rumah Kaca KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan LPAA : Lima Paris Action Agenda MoI : Means of Implementation NAZCA : Non-State Actor Zone for Climate Action NDC : Nationally Determined Contribution NFP : National Focal Point NPS : Non-Party Stakeholder NSA : Non-State Actor ORS : Online Registration System PAWP : Paris Agreement Work Programme PD : Party Delegate PO : Party Overflow PPI : Pengendalian Perubahan Iklim REDD+ : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation SBI : Subsidiary Bodies for Implementation SBSTA : Subsidiary Bodies for Scientific and Technological Advice SEORS : Side Event and Exhibit Online Registration System x

12 xi

13 BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Keanggotaan Indonesia sebagai Negara Pihak UNFCCC, Protokol Kyoto, dan Paris Agreement Keanggotaan Indonesia dalam UNFCCC Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 melahirkan beberapa deklarasi dan kesepakatan internasional di antaranya United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim yang bertujuan menstabilkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang tidak membahayakan kelangsungan sistem kehidupan mahluk di bumi. Sumber: UNFCCC (UNFCCC, 2018) Gambar 1.1 Logo UNFCCC Indonesia turut meratifikasi UNFCCC melalui instrumen Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) 1. Dengan meratifikasi Konvensi tersebut, Indonesia secara resmi telah menjadi Negara Pihak (Party) dan terikat dengan kewajiban dan memiliki hak untuk memanfaatkan berbagai peluang dukungan yang ditawarkan UNFCCC dalam upaya mencapai tujuan konvensi tersebut. Sebagai negara non- 1 Tanggal Penandatanganan UNFCCC: 5 Agustus 1994, tanggal ratifikasi: 23 Agustus 1994, dan tanggal entry into force: 21 November 1994 ( 1

14 Annex I, pada dasarnya Indonesia tidak wajib menurunkan emisi GRK nasional. Akan tetapi, konsekuensi dari ratifikasi konvensi perubahan iklim tersebut, Indonesia harus turut serta dalam upaya menstabilkan konsentrasi GRK serta melaporkan sumber-sumber utama (termasuk besarnya) emisi GRK dan kegiatan-kegiatan yang terkait perubahan iklim ke UNFCCC. Target rinci penurunan emisi gas rumah kaca sebagai kewajiban secara legally binding dari setiap Negara Pihak yang dikategorikan pada Annex-I dari UNFCCC ditetapkan melalui Protokol Kyoto atau Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change Keanggotaan Indonesia dalam Kyoto Protocol Meskipun Indonesia tidak termasuk sebagai Annex-I Party yang memiliki kewajiban di dalam Protokol Kyoto, Indonesia turut meratifikasi Protokol Kyoto melalui instrumen Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim) 2. Selanjutnya, para Negara Pihak UNFCCC dan Protokol Kyoto bersepakat mengadopsi Doha Amendment to the Kyoto Protocol yang dihasilkan melalui Dec 1/CP.18 untuk melanjutkan target penurunan emisi grk tahap berikutnya bagi Annex I countries dari rezim Protokol Kyoto. Komitmen Periode I ( ) dikenal dengan rezim Protokol Kyoto, dan Komitmen Periode II adalah dimana Negara Pihak Annex I diminta untuk mengurangi total emisi GRK minimal sebesar 18% dari tingkat tahun 1990 untuk dilaksanakan tahun Indonesia melakukan penerimaan (acceptance) terhadap Amandemen Doha melalui instrumen Piagam Penerimaan Doha Amendment to the 2 Tanggal Penandatanganan: 13 Juli 1998, tanggal ratifikasi: 3 Desember 2004, tanggal entry into force: 3 Maret 2005 ( 2

15 Kyoto Protocol pada 6 Agustus 2014 yang disampaikan ke Sekretariat UNFCCC pada 30 September Keanggotaan Indonesia dalam Paris Agreement Pada COP21 di Paris tahun 2015, seluruh Negara Pihak UNFCCC mengadopsi Paris Agreement melalui Dec 1/CP.21 untuk membangun rezim baru pengelolaan perubahan iklim melalui target penurunan emisi GRK oleh seluruh Negara Pihak, baik Negara Maju maupun Negara Berkembang yang dikenal sebagai Nationally Determined Contributions (NDCs). Presiden Indonesia Joko Widodo hadir memenuhi undangan Presiden Perancis pada pembukaan COP21 bersama pimpinan negara/pemerintahan di seluruh dunia. Pada kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi atas permasalahan perubahan iklim global. Sumber: IISD/Kiara Worth (IISD, 2015) Gambar 1.2 Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Kepala Negara/Kepala Pemerintahanan Mengawali COP21 3 Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri, diakses pada 28 Juli 2016; dan UNFCCC,

16 Box 1 National Statement Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Kepala Negara/Kepala Pemerintahanan Mengawali COP21 Our deepest condolence for the act of terror on the 13 th of November that claimed innocent lives. As the biggest Moslem population, Indonesia affirms that Islam teaches peace and tolerance. These acts of terror are not related to any relifgion, nation or race whatsoever. I am here to convey our strong political support to a successful COP 21. As a country with one of the largest forest areas that serves as the lungs od the world, Indonesia has chosen to be part of solution. Under the leadership, the government will take into consideration environmental aspects in out development. Indonesia has geographic conditions that are vulnerable to climate change, 2/3 of our territory consists of sea, there are islands, 60% of the population lives in costal area, and 80% of disaster that has taken place are climate-related. Just recently, Indonesia suffered from forest and peat fires. The Hot and Dry El Nino have caused mitigation efforst difficult, but it has been addressed (wehave managed to). Law has been robustly enforced (Bahasa Indonesia version does not use verb that indicates has or will ), we are preparing preventive measures some of which we have started to implement, (for example) peat ecosystem restoration with establishment of Peat Restoration Agency. Above-mentioned vulnerabelities and challenges would not stop us from committing to contribute to global action in reducing emission. Indonesia commits to Reduce by 29% from BAU level by 2030 and by 41% with international assistance. Emission reduction would be done through several measures: On Energy: Reallocation of fuel subsidy to productive sectors; Increase share of renewable energy up to 23% from national energy consumption by 2025; Waste management for energy. On Forest and governance: Implementation of One Map Policy; Putting in place moratorium and review of utilization permits/ concession on peat; Sustainable Land and Forest Management. On Maritime affairs: Addressing illegal unregulated and unregisterd fishing; Protection of marine biodiversity. Paris agreement must relflect balance, fairness, as well as national priorities and ccapacities. (It must also be) legally binding, long term, ambitious but not restrictive to development of developing nations. To reach agreement in Paris, all parties, I repeat, all parties, particularly developed nations, must contribute more to mitigation and adaptation aictions. Resources mobilization (climate financing) of US$ 100 Billion by 2020, and improvement (of the amount) in the yeas to follow Transfer of envirionmentally friendly friendly thecnology and capacity development. Reaching a Paris Agreemnt is necessary. I hope all of us would be part of solution to make the earth a good place for our children and grandchildren and to make the earth a prosperous living place for them. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) Sumber: UNFCCC (UNFCCC, 2018) Gambar 1.3 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan padahigh Level Signature Ceremony of Paris Agreement New York, 22 April 2016 Indonesia turut menjadi Negara Penandatangan Paris Agreement yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High Level Signature Ceremony of Paris Agreement, New York, 22 April Pemerintah Indonesia memulai proses menuju ratifikasi melalui penyusunan Rancangan Undang- Undang (RUU) disertai Naskah Akademis dan surat Usulan Pemrakarsa sejak awal tahun

17 Pada 24 Oktober 2016, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Perubahan Iklim). Dengan demikian, Pemerintah Indonesia juga telah menjadi Negara Pihak PA ketika menghadiri COP22/CMP12/CMA1 di Marakesh, Maroko pada 7 18 November Institutional Arrangement dan Peran National Focal Point for UNFCCC Institutional Arrangement Sesuai kebijakan Pemerintah dalam streamlining Kementerian/ Lembaga dan berdasarkan Peraturan Presiden No. 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo terjadi peleburan 4 (empat) institusi kementerian/ lembaga yang terdiri atas Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), dan Badan Pengelola REDD+ menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Berdasarkan Perpres tersebut pelaksanaan Pengendalian Perubahan Iklim dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI). Sumber: Ditjen PPI (KLHK, 2017) Gambar 1.4 Institutional Arrangement National Focal Point for UNFCCC 5

18 Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.18/MenLHK-II/2015 tentang Struktur Organisasi dan Administrasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen PPI memiliki serangkaian tugas dan fungsi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian perubahan iklim. Mengingat perjanjian global mengenai perubahan iklim berada didalam kerangka United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), maka seluruh pengertian dan uraian dalam buku ini mengacu pada kerangka perjanjian tersebut. Dalam pelaksanaan mandat sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim telah menyusun target dan program kerja sampai dengan tahun 2019 seperti pada Gambar 1.3 di atas Peran National Focal Point for UNFCCC Dasar penunjukkan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim selaku National Focal Point for United Nations Framework Convention on Climate Change (NFP for UNFCCC) 4 melalui: 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. SK. 465/Menlhk-Setjen/2015 Tanggal 28 Oktober 2015 tentang Penunjukan Focal Point (Pumpunan Kegiatan) Kerja Sama Luar Negeri; 2. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI kepada Executive Secretary of UNFCCC No. S.210/MenLHK-II/2015 Tanggal 18 Mei Pengertian NFP for UNFCCC adalah person yang ditunjuk negara sebagai perwakilan negara untuk bertanggung jawab dan berkomunikasi terhadap seluruh kegiatan terkait UNFCCC di tingkat nasional Negara Pihak masingmasing. Tugas NFP secara lengkap sesuai dengan keputusan COP maupun subsidiary bodies di bawah UNFCCC dapat dilihat pada Box 1 berikut

19 Box 2 Dokumen UNFCCC sebagai referensi tugas NFP for UNFCCC 1. Decision 14/CP.2 - Establishment of the permanent secretariat and arrangements for its functioning V. Focal points and liaison arrangements Paragraph 9 9. Requests Parties that have not yet done so to communicate to the secretariat their decision on the designation of focal points, as well as any need for liaison arrangements between their focal point and the secretariat in Bonn, so as to enable the Executive Secretary, in conjunction with other Convention secretariats and United Nations bodies, to explore the availability, cost, and funding of suitable liaison arrangements in Geneva and/or New York, and to report thereon to the Subsidiary Body for Implementation at its fifth session; 2. FCCC/SBI/1996/9 Paragraph The SBI invited non-annex I Parties to nominate national focal points for facilitating assistance for the preparation of the initial communications; 3. FCCC/SBSTA/1996/8 Paragraph The SBSTA invited Parties to identify the relevant governmental authority/ministry authorized to accept, approve or endorse activities implemented jointly and to report them to the COP through the secretariat. Sumber: UNFCCC (UNFCCC, 2017) Singkatnya, NFP memiliki tugas utama untuk: a. Menerima dokumen dari dan komunikasi dengan UNFCCC terkait aspek penganggaran dari Sekretariat UNFCCC, b. Penyusunan Laporan Komunikasi Nasional (National Communication); c. Menginformasikan mengenai pelaksanaan Konvensi di tingkat nasional; d. serta menerima, menyetujui, dan mengetahui seluruh kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak lain dan melaporkannya kepada Pertemuan Para Pihak (Conference of the Parties/COP) melalui Sekretariat UNFCCC. Dalam menjalankan tugasnya, NFP for UNFCCC melakukan fungsi antara lain: a. Mempersiapkan Delegasi Republik Indonesai untuk sesi-sesi perundingan di bawah UNFCCC; 7

20 b. Bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga serta pemangku kepentingan terkait lainnya dalam menyusun substansi posisi negosiasi maupun submisi Indonesia; c. Menyampaikan submisi Indonesia baik berupa posisi, dokumen pelaporan dan dokumen lainnya ke Sekretariat UNFCCC; d. Mengelola kesekretariatan Delegasi selama sesi perundingan berlangsung; e. Mengkoordinasikan pelaporan hasil persidangan dan komunikasi tindak lanjut/implementasi oleh berbagai pihak Focal Point/Pumpunan Kegiatan Lain yang terkait Selain sebagai NFP for UNFCCC, Dirjen PPI juga menjadi Focal Point/Pumpunan kegiatan untuk beberapa isu substantif lainnya yang masih terkait dalam kerangka UNFCCC, yaitu; 1. NFP for Article 6 of the Convention; 2. Designation Authority for Adaptation Fund; 3. Designation National Authority for Clean Development Mechanism; 4. National Focal Point for IPCC Komunikasi yang dilakukan antara Sekretariat UNFCCC dengan NFP for UNFCCC setiap Negara Pihak adalah melalui berbagai media komunikasi termasuk melalui akun . Sebagai NFP for UNFCCC, Indonesia selalu menerima update atau dari Sekretariat UNFCCC untuk kemudian dilanjutkan penyampaian informasi tersebut kepada para pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun subnasional. 1.3 Sekretariat NFP for UNFCCC Dalam hal menjalankan serta untuk membantu pelaksanaan fungsi dan tugas selaku NFP for UNFCCC, Direktur Jenderal PPI didukung oleh Sekretariat National Focal Point for UNFCCC 5. Pengertian Sekretariat NFP for UNFCCC adalah sekretariat yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHk dalam rangka mengemban peran selaku NFP for UNFCCC 5 Sekretariat NFP berada di bawah Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional. nfpcc.indonesiasecretariat@gmail.com. 8

21 Tugas dan fungsi Sekretariat NFP for UNFCCC, selain mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi NFP for UNFCCC, secara eksternal kepada Sekretariat UNFCCC dan pihak asing lainnya, secara internal di tingkat nasional juga mencakup kegiatan-kegiatan berupa sosialisasi, diseminasi, dan internalisasi hasil-hasil perundingan perubahan iklim tingkat global ke berbagai pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional dengan pemahaman yang lebih mudah untuk dicerna bagi para pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai elemen masyarakat. Dengan demikian komunikasi Sekretariat NFP for UNFCCC tidak hanya bersifat eksternal ke pihak luar, juga ke para pemangku kepentingan di dalam negeri, baik nasional maupun sub-nasional, serta menjembatani komunikasi dan penyampaian informasi antara Sekretariat UNFCCC dengan para pemangku kepentingan perubahan iklim di Indonesia. 9

22 10

23 BAGIAN 2 PERUNDINGAN UNFCCC 2.1 Struktur Perundingan UNFCCC Perundingan dalam kerangka UNFCCC setiap tahunnya biasa terdiri atas 2 (dua) sesi/ periode 6, yaitu: a. Sesi/ periode perundingan pertengahan tahun, dimana forum perundingan adalah tingkat Subsidiary Bodies (SBs) yaitu Subsidiary Body for Implementation (SBI), Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA), dan ad hoc working group. Sesi perundingan tengah tahun secara rutin diselenggarakan sekitar bulan Mei atau Juni dan selalu berlokasi di kompleks United Nations Campus dan World Convention Center Bonn (WCCB) 7 di Kota Bonn, lokasi dimana markas UNFCCC berada. Namun demikian pada periode tahun-tahun sebelumnya sesi perundingan pertengahan tahun juga diselenggarakan di Hotel Maritime, Bonn; b. Sesi/periode perundingan akhir tahun berupa Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP), dan/atau Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP), dan/atau Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to The Paris Agreement (CMA). Penyelenggaraan COP/CMP juga disertai penyelenggaraan perundingan Subsidiary Bodies (SBs). Host country atau lokasi negara penyelenggaraan COP adalah Negara Pihak 6 Jika dilihat secara utuh sesi perundingan UNFCCC pada tahun 2015, mengingat target penyelesaian mandat ADP untuk menghasilkan suatu perjanjian baru pada COP-21, UNFCCC telah menyelenggarakan 5 (lima) kali perundingan yang terdiri dari: ADP 2.8 (Februari 2015), SBI-42/SBSTA-42/ADP 2.9 (Juni 2015), ADP2.10 (Agustus-September 2015), ADP2.11 (Oktober 2015), dan COP-21/CMP- 11/SBI43/SBSTA43/ADP2.12 (Desember 2015). 7 History of World Conference Center Bonn, 11

24 UNFCCC yang dilaksanakan secara bergiliran 5 (lima) region: Eropa Barat, Afrika, Asia Pasifik, Eropa Timur, Amerika Latin dan Karibia. Dalam penyelenggaraan COP/CMP, upcoming COP Presidency yakni Presiden COP berikutnya selalu menyelenggarakan suatu pertemuan yang disebut Pre COP yang ditujukan untuk tingkat chief negotiator dan bersifat koordinasi politis. Pertemuan Pre COP bertujuan untuk menyampaikan target yang hendak dicapai pada setiap COP dan harapan COP Presidency terhadap COP tersebut serta kesepakatan politis yang hendak ditempuh guna mencapai target tersebut. Mengingat arti penting Pre COP maka menjadi rangkaian tak terpisahkan dalam mengawali COP. Untuk informasi rinci dan lebih jelas terkait periode perundingan UNFCCC, dapat dilihat pada laman UNFCCC: http// 2.2 Sesi Perundingan UNFCCC Periode Agustus 2015 Desember 2017 Dalam kurun waktu dari Agustus 2015 hingga Desember 2015, UNFCCC telah menyelenggarakan 7 (tujuh) kali sesi perundingan, yang terdiri dari 4 (empat) pertemuan subsidiary bodies dan 3 (tiga) kali COP. Ketujuh sesi perundingan UNFCCC yang dikelola oleh Ditjen PPI sejak terbentuk pada Juni 2015 hingga Desember 2017 sebagaimana uraian berikut. Box 3 Sekilas Sejarah Ad-hoc Working Group on Durban Platform for Enhanced Action (ADP) Pembentukan ADP sebagai hasil keputusan pada COP17 di Durban, Afrika Selatan, 28 November 9 Desember 2011 (Decision 1/CP.17 on the Establishment of an Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action). Sesuai mandatnya untuk menyusun suatu perangkat legal (protocol, another legal instrument or an agreed outcome with legal force under the Convention), pembahasan Ad-hoc Working Group Durban Platform for Enhanced Action (ADP) dibagi dalam 2 workstream yaitu: 1. Workstream I (2015 Agreement) membahas perjanjian 2015 yang harus diadopsi pada pertemuan COP21/CMP11 di Paris, Perancis pada Desember 2015, yang secara legal akan berlaku tahun 2020; dan 2. Workstream II (pre-2020 Ambition) untuk mengidentifikasi opsi yang dapat dilakukan untuk mengisi kesenjangan (gap) yang terjadi dalam hal pencapaian target mitigasi yang dilakukan oleh negara maju sampai dengan tahun 2020, dimana akan berlaku secepatnya sampai tahun 2020 dimana 2015 Agreement Sumber: UNFCCC (UNFCCC, 2017) 12

25 A. Tahun 2015 (1) the Tenth Part of the Second Session of the Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP 2.10), Bonn, Jerman, 31 Agustus - 4 September 2015; (2) the Eleventh Part of the Second Session of the Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP 2.11), Bonn, Jerman, Oktober 2015; (3) the Twenty-first session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP21), the eleventh session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP11), the Forty-third Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI43), and the Forty-third Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA43), Paris, Perancis, 30 November 12 Desember 2015; Gambar 2.1 Suasana Sesi Perundingan pada COP21 Sumber: IISD/Kiara Worth (IISD, 2015) 13

26 B. Tahun 2016 (4) Bonn Climate Change Conference the Forty-fourth Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI44), the Forty-fourth Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA44) and the First Session of the Ad- Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA-1), Bonn, Jerman, Mei 2016; (5) Marrakech Climate Change Conference the Twenty-second session of the Conference of the Parties (COP22), the twelfth session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP12), the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA-1), the Forty-fifth Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI45), the Forty-fifth Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA45) and the Second Part of the First Session of the Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.2), Marakesh, Maroko, 7-18 November Sumber: IISD/Kiara Worth (IISD, 2016) Gambar 2.2 Suasana Opening Plenary COP22 14

27 C. Tahun 2017 (6) Bonn Climate Change Conference the Forty-sixth Session of Subsidiary Body for Implementation (SBI46), the Forty-sixth Session of Subsidiary Body of Scientific and Technological Advice (SBSTA46), and the Third Part of the first Session of Ad-hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.3), Bonn, Jerman, 8 18 Mei 2017; (7) the Twenty-third meeting of the Conference of the Parties (COP23), the thirteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP 13); the second part of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA 1-2), the Fortyseventh Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI47), the Forty-seventh Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA47) and the Fourth Part of the First Session of the Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.4) Bonn, Jerman, 6 17 Mei Gambar 2.3 Suasana Opening Plenary COP23 Sumber: IISD/Kiara Worth (IISD, 2017) 15

28 Sesi perundingan UNFCCC selama periode Agustus 2015 Desember 2017 dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut: ADP2.10 (2015) ADP2.11 (2015) COP21 CMP11 SBI43 SBSTA43 ADP2.12 (2015) SBI44 SBSTA44 APA1 (2016) COP22 CMP12 SBI45 SBSTA45 APA1.2 (2016) SBI46 SBSTA46 APA1.3 (2017) COP23 CMP13 SBI47 SBSTA47 APA1.4 (2017) Decision I/CP.21: The Adoption of Paris Agreement Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 2.4 Rangkaian 7 (tujuh) Sesi Perundingan Agustus 2015 Desember 2017 Ketujuh sesi perundingan tersebut yang selanjutnya dikelola oleh Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim selama kurun waktu Agustus 2015 hingga Desember Sesi perundingan COP21/CMP11 yang diselenggarakan pada 30 November hingga 12 Desember 2015 telah menghasilkan salah satunya keputusan penting yakni Decision I/CP.21 the Adoption of Paris Agreement yang menandai lahirnya rezim baru pengelolaan perubahan iklim global. 2.3 Pertemuan Non Perundingan Dalam setiap pertemuan COP, selain forum negosiasi sebagai main event, Sekretariat UNFCCC juga menyelenggarakan pertemuan non-perundingan sebagai rangkaiannya. Pertemuan non perundingan ini terdiri dari beberapa jenis event yakni: 16

29 a. Mandated Events Mandated Events merupakan pertemuan yang dimandatkan oleh COP untuk diselenggarakan di luar agenda resmi Subsidiary Bodies, dan berasal dari keputusan sesi-sesi perundingan sebelumnya. Mandated event biasa berbentuk workshop, diselenggarakan sebagai pre sessional event ataupun in-session, tidak bersifat negosiasi namun memberikan semacam input langsung ke agenda SBs terkait. b. Side Events dan Pameran Side events dan pameran merupakan platform yang dikelola Sekretariat UNFCCC bagi Parties maupun observers dan sebagai agenda resmi UNFCCC. Melalui event ini berbagai pihak yang memiliki izin dalam UNFCCC, namun memiliki kesempatan berbicara yang terbatas dalam negosiasi formal, dapat terlibat dengan Negara Pihak dan juga peserta lain dalam berbagi pengetahuan, peningkatan kapasitas, membangun jaringan serta mengeksplorasi pilihan bersama dalam tindakan pengendalian perubahan ikilm. Para Negara Pihak dan observer yang akan mengikuti side event yang dikelola UNFCCC diwajibkan untuk mendaftar melalui Side Event and Exhibition Online Registrations System (SEORS) pada laman c. Parallel Events Paralel Events merupakan serangkaian pertemuan yang diselenggarakan oleh negara ataupun organisasi, dan bukan termasuk agenda Sekretariat UNFCCC, baik di dalam maupun di luar area penyelenggaraan konferensi. Salah satu agenda Parallel Events adalah Paviliun Delegasi, yang diselenggarakan oleh berbagai Negara Pihak. 17

30 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 2.5Side Event Indonesia dengan tema Building Resilience for Climate Change Adaptation: Challenges and Progress for Archipelagic and Small Island Countries pada COP22 Sumber: Biro Humas (KLHK, 2017) Gambar 2.6 Side Event Indonesia dengan tema Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem Resillience pada COP23 d. Platform untuk Non-Party Stakeholders/Non-State Actors Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh COP- Presidencies. Khususnya sebagai platform komunikasi bagi pihak-pihak di luar negara pihak. Platform ini telah diadakan sejak COP-20 tahun 2014 di Lima, Peru. Platform khusus ini disebut dengan Non-State Actor Zone for Climate Action (NAZCA) dengan laman climateaction.unfccc.int/. 18

31 e. Agenda COP-Presidencies (Action Agenda) Action Agenda merupakan agenda yang diselenggarakan oleh COP- Presidencies dengan tujuan mendorong peningkatan aksi global dalam pencapaian komitmen Paris Agreement. Pada tahun 2015 dalam COP21, agenda ini disebut dengan Lima-Paris Action Agenda (LPAA), dan untuk tahun 2016 di Marakesh disebut dengan Marrakech Global Climate Action Agenda. 2.4 Pengorganisasian Kerja oleh NFP for UNFCCC Dalam setiap siklus pengelolaan perundingan pada prinsipnya terdiri dari 4 (empat) tahapan: a. Tahap 1: Stocktaking tahap persiapan guna pengumpulan data dan informasi berupa progres atau kemajuan positif terkait pengendalian perubahan iklim di tingkat nasional dan berbagai perkembangan global terkait yang menjadi dasar penyusunan submisi maupun Posisi Indonesia; b. Tahap 2: Formulation penyusunan submisi, Kertas Posisi, dan berbagai dokumen terkait lainnya, serta pembentukan Delegasi RI; c. Tahap 3: Facilitation fasilitasi bagi Delegasi Republik Indonesia baik sebelum maupun pada saat mengikuti perundingan; d. Tahap 4: Evaluation and Communication to the Stakeholders evaluasi keikutsertaan Delegasi Indonesia dalam setiap sesi perundingan dan sebagai sarana mengkomunikasikan hasil-hasil perundingan kepada para pemangku kepentingan. Tahap 1 dan 2 merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum keberangkatan Delegasi RI dalam suatu sesi perundingan. Tahap 3 merupakan tahap pelaksanaan yaitu ketika Delegasi RI mengikuti suatu sesi perundingan, dan Tahap 4 merupakan tahap paska sesi perundingan ketika Delegasi RI telah kembali ke Tanah Air. Tahap 1 merupakan tahap persiapan, dimana prinsip tahap ini berupa pengumpulan data dan informasi mengenai progres atau kemajuan positif terkait pengendalian perubahan iklim di Indonesia dan berbagai perkembangan global terkait yang menjadi dasar penyusunan submisi maupun Posisi Indonesia. 19

32 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 2.7 Suasana Pertemuan Penyusunan Posisi DELRI pada COP-22 sebagai bagian tahap Formulation Dalam Tahap 1, Sekretariat NFP for UNFCCC melakukan serangkaian kegiatan berupa: a. Identifikasi call for submission Identifikasi dilakukan pada permintaan submisi yang telah dihasilkan dari sesi perundingan sebelumnya. Meskipun pemenuhan call for submission bersifat voluntary, namun proses penyusunan submisi hingga dihasilkannya suatu submisi untuk disampaikan ke Sekretariat UNFCCC merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari proses penyusunan Posisi Indonesia secara keseluruhan. Pemenuhan submisi tersebut dilakukan sedini mungkin dari batas waktu yang ditetapkan dan juga memperhatikan keterkaitan submisi tersebut dengan agenda lanjutan yang dimandatkan dalam keputusan seperti technical workshop, roundtable discussion dan technical paper; b. Penelaahan agenda perundingan Dalam menuju suatu sesi perundingan penting sekali untuk memperoleh agenda sesi perundingan secara lengkap sebagai bahan untuk menyusun strategi negosiasi. Biasanya agenda perundingan akan disampaikan/ dimuat Sekretariat UNFCCC yang meliputi berbagai informasi baik aspek substansi maupun aspek logistik kepada seluruh Negara Pihak dan publik melalui maupun penayangan dalam laman Agenda perundingan atau yang dikenal dengan sebutan provisional and annotations agenda menjadi basis penyusunan Posisi Indonesia untuk setiap sesi perundingan; 20

33 c. Identifikasi Pemangku Kepentingan (Kementerian /Lembaga) Sesuai dengan agenda dan substansi sesi perundingan yang diterima, selanjutnya perlu dilakukan identifikasi para pemangku kepentingan (K/L) terkait untuk dilibatkan dalam mengawal agenda perundingan dimaksud. Untuk itu, NFP akan mengundang perwakilan K/L terkait dalam rangka penyusunan submisi dan Kertas Posisi Indonesia serta menjadi Delegasi RI; d. Identifikasi progres baik di Tingkat Nasional dan Proses Terkait di Tingkat Global Dalam mempersiapkan bahan submisi dan kertas posisi Indonesia, NFP juga perlu mengidentifikasi progres serta hambatan di tingkat nasional serta proses pertemuan di tingkat global yang relevan. Identifikasi progres dan hambatan di tingkat nasional penting sebagai modalitas dalam perundingan untuk meningkatkan progress dan mendapatkan solusi untuk hambatan yang dihadapi. Sedangkan identifikasi proses di tingkat global berguna untuk memprediksi dan mengantisipasi arah perundingan dan hasil perundingan yang ingin dicapai. Dalam Tahap 2, Ditjen PPI KLHK melalui Sekretariat NFP for UNFCCC melakukan serangkaian kegiatan baik bersifat sekuen maupun paralel berupa: a. Penyelenggaran serangkaian pertemuan guna penyusunan Submisi dan Kertas Posisi, dimana pertemuan penyusunan submisi dan Kertas Posisi dilakukan secara terpisah; b. Pembentukan Tim Negosiasi sebagai bagian inti dari Delegasi RI; c. Pembentukan Sekretariat Delegasi RI (Sekdelri); d. Penyampaian nama-nama Delegasi RI kepada Sekretariat UNFCCC melalui Online Registration System (ORS) untuk mendapatkan Acknowledgement Letter of Nomination dan/atau Visa Support Letter bagi para calon Delegasi; e. Penyusunan dokumen Pedoman Delegasi Republik Indonesia; f. Penyelenggaraan pertemuan Koordinasi Delegasi Republik Indonesia, yang bertujuan penyampaian pengarahan dari Menteri Lingkungan Hidup dan eminent person terkait kepada seluruh Delegasi RI. 21

34 Kegiatan dalam tahap 2 di atas adalah kegiatan dasar yang dilakukan untuk persiapan setiap sesi perundingan, baik SBs maupun COP. Mengingat sesi COP jenis pertemuan yang diadakan oleh Sekretariat UNFCCC bersifat lebih kompleks dengan adanya pelibatan Non-Party Stakeholders (NPS), terdapat kegiatan lain yang juga perlu dilakukan dalam menjelang setiap sesi perundingan COP: a. Penyampaian registrasi dan/atau persetujuan dari NFP for UNFCCC terhadap 1 (satu) usulan kegiatan dari Negara Pihaknya untuk Side Event yang diselenggarakan oleh UNFCCC melalui Side Event and Exhibits Online Registration System (SEORS) 8 ; b. Koordinasi dengan pihak Event Organizer yang ditunjuk oleh Host Country lokasi penyelenggaraan COP terkait Pengadaan Kantor Sekretariat Delegasi RI; c. Koordinasi dengan Sekretariat Paviliun Indonesia, dalam rangka soliditas Delegasi Republik Indonesia; d. Koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait penerbitan Credential Letter. Gambar 2.8 Suasana Koordinasi Internal DELRI sebagai bagian persiapan COP23, November 2017 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Tahap 3 merupakan tahap pelaksanaan perundingan. Dalam tahap ini, NFP for UNFCCC melalui Sekretariat Delegasi RI memfasilitasi Delegasi RI dalam

35 melakukan perundingan dan kegiatan non-perundingan yang terkait. Kegiatan fasilitasi yang dilakukan pada dasarnya berupa: a. Koordinasi harian Delegasi RI khususnya menyangkut perkembangan negosiasi di seluruh forum perundingan; b. Pengaturan deployment anggota Delegasi RI pada agenda perundingan maupun agenda non perundingan; c. Penyelenggaraan Kantor Delegasi RI; d. Penyelenggaraan forum komunikasi melalui maupun whatsapp group; e. Penyampaian berbagai informasi terkini baik aspek negosiasi maupun non-negosiasi dari Sekretariat UNFCCC ke seluruh Delegasi RI; f. Penghubung protokol bagi kehadiran Menteri kaitannya dengan protokol UNFCCC, misalnya pengambilan badge dimana hal ini berlaku hanya untuk Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, Menteri, dan Head of Delegation; g. Koordinasi penyusunan Laporan Mingguan dan Berita Faksimil. Terakhir Tahap 4 yang dilaksanakan setelah Delegasi RI menyelesaikan tugas dan kembali ke Tanah Air. Adapun kegiatan utama yang diselenggarakan berupa: a. Penyusunan Laporan Delegasi RI secara komprehensif, disertai distribusi ke tiap Kementerian/lembaga yang terlibat; b. Penyelenggaraan Pertemuan Komunikasi Stakeholders Hasil-hasil COP sebagai sarana evaluasi pencapaian misi Delegasi RI dan penyampaian hasil konferensi dan tindak lanjut yang diperlukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. 23

36 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) Gambar 2.9 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Pertemuan Evaluasi Keterlibatan DELRI sebagai bagian Evaluasi pada COP21, Desember 2015 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 2.10 Suasana Pertemuan Komunikasi Stakeholder Hasil COP23 sebagai bagian tahap Evaluation 24

37 25

38 BAGIAN 3 PENGELOLAAN SUSBTANSI DAN PERJUANGAN INDONESIA UNFCCC merupakan salah satu konferensi multilateral yang kompleks dari segi cakupan substansi maupun teknis manajerial penyelenggaraan. Pendekatan sebab dan akibat perubahan Iklim serta dampaknya berbasiskan sains multi disiplin. Fokus utama negosiasi sepanjang 25 (dua puluh lima) tahun sejarah UNFCCC ( ) tetap terpusat pada status emisi gas rumah kaca nasional dan global, aksi mitigasi dan adaptasi, serta mobilisasi dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi. Disertai dengan berbagai isu strategis yang timbul silih berganti secara dinamis kontekstual. Target dari tiap sesi perundingan merupakan basis dalam penetapan arah misi Delegasi RI sekaligus acuan bagi Delegasi RI dalam mengelola substansi yang diterjemahkan ke dalam pengorganisasi kerja Tim Negosiasi DELRI. 3.1 Perjalanan Menuju COP21 di Tahun 2015: A Milestone COP Sepanjang tahun 2015, negosiasi UNFCCC mengerucut pada kebutuhan menghasilkan suatu kesepakatan baru guna meneruskan rezim Protokol Kyoto Periode II yang akan berakhir pada tahun Frekuensi sesi perundingan meningkat yang secara rutin digelar 2 (dua) kali dalam setahun menjadi 5 (lima) kali pada tahun tersebut dimana 3 (tiga) sesi perundingan dikhususkan untuk memenuhi tuntutan mandat COP terhadap Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP). ADP pada awal tahun 2015 telah memasuki sesi kedua dan mencapai bagian kedelapan (ADP2.8) pada 8-13 Februari 2015 di Genewa, Swiss. Debut peran Ditjen PPI KLHK dalam pengelolaan perundingan UNFCCC beserta Delegasi RI dimulai pada ADP2.10 yang berlangsung pada 31 Agustus hingga 4 September 2015 di Bonn. Atmosfer perundingan sepanjang 2015 hinngga menjelang COP21 adalah seluruh Negara Pihak mencurahkan konsentrasinya untuk penyusunan draft kesepakatan legal yang baru. 26

39 Hingga menjelang ADP2.11 yang diselenggarakan di Bonn, Jerman pada Oktober 2015, terdapat sejumlah dokumen terkait teks draft untuk negosiasi, mencakup: a. Geneva Negotiating Text/GNT (FCCC/ADP/2015/1), sebagai dokumen resmi yang dipergunakan dalam proses negosiasi yang hasil pembahasan sesi ADP 2.8 di Jenewa, Swiss; b. Serangkaian Non-Paper document dari Sekretariat UNFCCC pada 5 Oktober 2015, yang terdiri dari: Scenario Note ADP2.11, Draft Agreement dan Decision Workstream 1, dan Draft Decision Workstream 2; c. Negotiation Text, tercantum dalam Lampiran Decision 1/CP.17 atau Lima Call for Climate Action, sebagai hasil negosiasi COP-20/CMP-10 di Lima, Peru pada tahun 2014; d. A revised, streamlined and consolidated text (SCT) dan a working document per 11 Juni 2015 sebagai hasil pembahasan ADP 2.9, di Bonn, Jerman pada 1-11 Juni e. Co-Chairs Scenario Note atau juga disebut Co-Chairs Tool yang disusun berdasarkan mandat yang diberikan oleh Negara Pihak pada saat penyelenggaraan sesi ADP 2.9 di Bonn-Jerman di Bulan Juni. COP21/CMP11 yang diselenggarakan di Paris, Perancis, 30 November 11 Desember 2015 merupakan milestone dalam sejarah UNFCCC, yang menyepakati lahirnya perjanjian baru yang legally binding melalui Decision 1/CP.21 on the Adoption of the Paris Agreement. Paris Agreement menjadi salah satu milestone penting pula dalam pembangunan berkelanjutan, di samping Sustainable Development Goals (SDGs) yang juga dihasilkan di tahun Hal ini tak lepas dari kepemimpinan Perancis sebagai COP Presidency telah proaktif melakukan berbagai pendekatan diplomatis di semua level dari tingkat bilateral dengan sesama Negara Pihak UNFCCC, forum regional seperti ASEAN, hingga UN General Assembly sepanjang tahun

40 Box 4 Misi Indonesia pada Sesi Perundingan COP-21/CMP-11 (Paris, Perancis, 30 November 11 Desember 2015) Memperjuangkan kepentingan nasional: - Low Carbon and Climate Resilient Development/Climate Resilient Development (post 2020) yang masuk dalam agenda negosiasi ADP Work Stream I - NAWACITA (pre 2020) yang masuk dalam agenda negosiasi ADP Work Stream II, SBI/SBSTA. Kontribusi terhadap upaya global dalam mencapai tujuan konvensi (ADP WS I - WS II, SBI, SBSTA). INDC merupakan cerminan/bagian posisi Indonesia. Dinegosiasikan melalui frame negosiasi sesuai elements negosiasi yaitu: Adaptasi, Mitigasi, means of implementation-moi (Finance, Technology Development and Transfer, Capacity Building), Loss and Damage, Transparency, Facilitating Implementation, aspek institusi dan aspek legal lainnya. Secara substansial, isu-isu utama yang secara umum mengemuka hingga pembahasan COP21 meliputi: a. Prinsip-prinsip Common But Differentiated Responsibilites (CBDR), Respective Capabilities (RC), Equity, Applied to All; b. Mitigation, dengan fokus pembahasan Intended Nationally Determined Contributions (INDC), collective long term goals, individual efforts, differentiated efforts, progression, ambition, information, features, timing, housing, transparency and reporting, accounting, methods and guidance, long term strategies, response measures, unilateral measures, cooperative approaches, support, framing, international transport emissions, article on REDD+, dan article to support sustainable development; c. Adaptation, dengan pembahasan pengertian umum mengenai adaptation and loss and damage serta langkah Negara Pihak ke depan guna menyikapi isu-isu tersebut, tujuan/visi jangka panjang adaptasi (global goal on adaptation), kontibusi/aksi negara pihak, pengaturan loss and damage; d. Finance, dengan fokus isu kesepakatan terkait mekanisme pendanaan yang telah ada/ berlaku yang akan dipergunakan dalam implementasi Paris Agreement, dan perdebatan terkait skala pendanaan dan adaptation finance; e. Technology Development and Transfer, dengan fokus pada aksi bersama dan pengaturan institusi untuk dimasukkan ke dalam 28 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015)

41 Agreement dan Technology Need Assessment, penguatan institusi, dan Periodic Assessment of Institutional Arrangement untuk menjadi bagian draft Decision; f. Capacity Building, dengan isu utama perdebatan antara mempertahankan mekanisme pelaksanaan capacity building yang sudah ada melalui Durban Forum (posisi umum negara maju) dengan pembentukan suatu lembaga baru mengingat mandat Durban Forum dipandang terbatas dan bersifat sharing information saja (posisi umum negara berkembang); g. Transparency of Action and Support, dengan isu utama unified, robustness, flexibility, dan diferensiasi, mitigasi oleh Party, tingkat global, adaptasi, dan comparability, clarity, support dari negara maju ke negara berkembang, pelaporan, inventory, informasi terkait mitigasiadaptasi- means of implementasi, review oleh technical expert, keterkaitan dengan global stock take, modalitas, prosedur sistem transparansi, dan hak negara berkembang untuk menerima support dari Negara maju; h. Legal, mencakup: Preamble (antara lain pengakuan hak indigenous people, hak asasi, gender, kesehatan dalam kaitannya dengan isu perubahan iklim, isu REDD+), Objective, Facilitating implementation and compliance, Procedural and instutional Provisions (proses persetujuan, ratifikasi, entry into force, amandement, depository, governing body of the new agreement, imunitas, pengambilan keputusan dan voting, dan persyaratan komitmen mitigasi bagi Negara Pihak untuk dapat terlibat dalam pengambilan keputusan). Pengorganisasian Tim Negosiasi Delegasi RI pada ADP2.10 hingga COP21 didasarkan pada kombinasi agenda item perundingan tiap forum (COP/CMP, SBI, SBSTA, dan ADP) dan substansi Workstream 1 dan Workstream 2 sebagaimana isu-isu utama seperti di atas 9, terbadi ke dalam 10 (sepuluh) kelompok yakni: a. Tim Mitigation, b. Tim Adaptation, c. Tim Finance, d. Tim Technology Development and Transfer, 9 Pedoman Delegasi Republik Indonesia, the Twenty-first session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP-21), the eleventh session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-11) (Ditjen PPI, KLHK, 2015) 29

42 e. Tim Capacity Building, f. Tim Transparency of Action and Support, g. Tim Legal, h. Tim Workstream 2, i. Tim Agriculture j. Tim Gender and Climate Change. Dengan Presiden RI selaku Ketua Delegasi RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku Alternate-1 dan kehadiran beberapa Menteri lainnya pada COP21/CMP11, para negosiator Delegasi RI telah berpartisipasi aktif dengan menyampaikan beberapa butir penting (lihat Box 5) dalam berbagai kesempatan. Catatan penting dalam periode ini adalah butir-butir masukan Indonesia yang disampaikan dapat terakomodasi dan terrefleksikan dalam Paris Agreement, khususnya pengakuan local communities dan penekanan pentingnya sektor lahan khususnya REDD+ menjadi bagian dari kesepakatan sebagai referensi untuk implementasi pada periode paska 2020 dengan berbagai modalitas dan pengaturan yang telah dibuat hingga 2015 (Lihat Box 5). Box 5 Butir-butir Penting Rangkuman Masukan Indonesia dalam Sesi Perundingan COP21/CMP11 (Paris, Perancis, 30 November 11 Desember 2015) Selama pembahasan draft Agreement dalam COP-21/CMP-11, Indonesia telah menyampaikan beberapa poin penting pada berbagai kesempatan di antaranya: a. Mendukung perlunya mencapai kesepakatan yang mengikat, ambisius dan adil dan tidak menghambat pembangunan di Negara berkembang; b. Kesepakatan harus menghormati hak-hak dan memastikan peran local communities: c. Kesepakatan harus mencakup pentingnya pelestarian hutan, keanekaragaman hayati dan laut; d. Perlunya akselerasi implementasi aksi untuk periode sebelum 2020; e. Upaya mitigai Negara maju harus lebih besar dari Negara berkebang karena historical responsibility yang berbeda f. Perlunya memberi dukungan upaya adaptasi terkait situasi Indonesia yang rentan terhadap dampak perubahan iklim g. Pencerminan Prinsip Common But Differentiated Responsibilities (CBDR) dan Respective Capabilities (RC) berbasis science dan prinsip Kesetaraan terhadap akses dan pembangunan berkelanjutan h. Pentingnya Political Signal di dalam agreement terkait Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) serta pengelolaan hutan berkelanjutan (REDD Plus); i. Perlunya pendanaan sebelum dan sesudah 2020 yang predictable dan berkelanjutan dengan peningkatan dari waktu ke waktu dibandingkan komitmen yang ada saat ini (USD 100 Milyar hingga 2020) j. Mendukung perlunya robust transparency framework baik untuk aksi maupun dukungan (support). 30 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015)

43 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) Gambar 3.1 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Sesi Closing Plenary COP21 Box 6 National Statement Indonesia yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Closing Plenary COP21 Let me once again extend my sincere appreciation to the hard work done by the COP Presidency and their team in ensuring that an ambitious, legally binding, durable and differentiated Agreement is reached in Paris to be applicable to all Parties starting from I would also like to thank the Chairs of the G77 and China for leading our Group throughout these past years in the process. I also thank our developed country Partners for working with us, so that this important Agreement could be reached. It is no doubt that the historic Agreement we reach today is a result of a long hard work, and I am pleased to say that we have followed an open, inclusive, and party-driven approach. Being a result of a hard-earned, arduous work, and delicate compromise, I am aware that the Agreement is most probably not as ideal as each Party may have wished. However, we all need to see beyond the national boundaries, we ought to see its common vision to avert the grim consequences of climate change. This Agreement laid out a solid basis for further actions by all Parties in the future. The Agreement also reflects the importance of developed country Parties to continue taking the lead in their actions and supports, while developing countries will contribute more depending on their capacities. Now we are entering a new page and what is more important is how each Party internalizes the Agreement and translates it into policies and approaches at home that will make significant differences to the achievement of the global goal of both the Agreement and the Convention. Bearing that in mind, I would call upon all of us, to bring home the Agreement and to implement what we have agreed upon with progression or improvement over time. Mr. President, Ladies, Gentlemen, We have just created a history. A history that would give us the opportunity to change the world. A history that would create a safer and more sustainable planet for our future generations. A history that will enable resilient development for humankind. Let us be faithful to this agreement and materialized the goals and objectives it contained. I believe it is important so that all Parties to be bound by this Agreement have a strong sense of ownership to implement it. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) 31

44 Gambar 3.2 Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi DELRI pada COP21 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) 3.2 Dari Paris ke Marakesh: COP22 as A COP for Implementation Tugas lanjutan Negara Pihak adalah mengelaborasi Decision 1/CP.21 untuk menjadi kerangka Modality-Procedure-Guidelines (MPGs) implementasi kerja Paris Agreemen tahun 2020 ke depan. Untuk itulah suatu ad hoc working group baru terbentuk, Ad Hoc Working Group on Paris Agreement (APA) 10 yang menggantikan ADP yang telah menyelesaikan mandatnya 11 karena telah menghasilkan perjanjian baru. Mandat APA adalah menyiapkan entry into force of the PA dan sesi perundingan pertama Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement 12. Hal ini yang menjadi target utama sesi perundingan sepanjang tahun Jika pada tahun 2015, Ditjen PPI KLHK jump in di tengah-tengah siklus sesi perundingan UNFCCC, tahun 2016 merupakan tahun kedua Ditjen PPI KLHK mempersiapkan sesi perundingan UNFCCC secara utuh dari awal siklus perundingan UNFCCC termasuk memenuhi undangan COP Presidencies (Perancis Maroko) untuk mengikuti beberapa Informal Meetings sebelum COP22, baik di Paris maupun Rabat. 10 Decsion 1/CP.21 paragraph 7 11 Decision 1/CP.21 paragraph 6 12 Decision 1/CP.21 paragraph 8 32

45 Sebagai COP pertama sejak disepakatinya Paris Agreement, sesi perundingan di tahun 2016 dilaksanakan dengan tujuan dalam rangka penjabaran lebih lanjut hasil keputusan COP21 UNFCCC, dengan proses perundingan yang lebih mengarah ke aspek-aspek teknis dan implementatif di masing-masing Negara Pihak. Box 7 Misi Indonesia pada Sesi Perundingan COP22/CMP12 (Marakesh, Maroko, 7 18 November 2016) Memperjuangkan kepentingan nasional, berkontribusi pada pencapaian upaya global: Mendukung bahwa COP-22 merupakan COP implementasi, tidak lagi hanya berisi deklarasi atau pernyataan politis. Mendorong agar arah perundingan COP-22 dapat membahas berbagai elemen Paris Agreement sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan tetap berdasar prinsip Common but Differentiated Responsibilities (CBDR) and Respective Capabilities (RC) dengan hasil konkrit. Mengantisipasi implikasi hukum pada Negara Pihak yang memiliki komitmen tinggi melaksanakan Paris Agreement namun belum dapat menyelesaikan ratifikasi pada saat CMA-1 dimulai. Mendukung dan berkontribusi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dengan tetap meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mendorong proses perundingan pada COP-22/CMP-12/CMA-1 untuk berfokus pada penyiapan dan penyampaian modalitas dan guidance yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak hanya pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-tahap perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang. Menyampaikan gambaran-gambaran kegiatan nyata implementasi dari inovasi masyarakat serta dukungan dan kekuatan modal sosial Indonesia sebagai suatu keunikan yang berbeda dari banyak negara di dunia. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Sehubungan dengan hal tersebut, arah kebijakan pengelolaan substansi di tahun 2016 adalah memfasilitasi implementasi dari hasil keputusan COP21 dan COP UNFCCC sebelumnya, dan terbagi ke dalam tiga tahapan penting: 1. Tindak lanjut COP21/CMP11, dan terutama ratifikasi Paris Agreement sebagai produk utama COP21; 2. Koordinasi Delegasi RI pada sesi perundingan the Forty-fourth Session of UNFCCC Subsidiary Bodies (SBI44, SBSTA44, APA1), Mei 2016, di Bonn, Jerman; 3. Koordinasi Delegasi RI pada sesi perundingan COP22/CMP12.CMA-1, SBI45, dan SBSTA45, 7 18 November 2016, Marakesh, Maroko. Dalam menghadapi sesi SBI44, SBSTA44, APA1 yang diselenggarakan di Bonn, Jerman Mei 2016, Ditjen PPI KLHK menerapkan strategi untuk memulai koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait khususnya Kementerian/Lembaga lain dan LSM/CSO sedini mungkin sejak Januari Pertemuan para negosiator dilaksanakan dengan fokus bahasan Tindak Lanjut COP21/CMP11 UNFCCC. Pertemuan membahas hal-hal penting terkait mandat- 33

46 mandat yang harus dijalankan Negara Pihak pasca diadopsinya Paris Agreement, dengan beberapa bahasan utama mengenai hasil keputusan dan kesepakatan COP21 dan melihat kesesuaiannya dengan COP sebelumnya, perumusan time line kegiatan tindak lanjut hasil keputusan COP21 sesuai dengan peran dan tugas pada masing-masing isu, serta perencanaan persiapan sesi perundingan (submisi dan posisi) sebagai tindak lanjut Paris Agreement. Pertemuan di awal Tahun 2016 menjadi pijakan penting bagi DELRI, khususnya bagi Tim Negosiasi dalam memperhitungkan langkah ke depan pencapaian misi Indonesia melalui sesi perundingan UNFCCC ke depannya. Selain itu, strategi lain yang dilakukan adalah penyelenggaraan pertemuan dengan tematik tertentu untuk menindaklanjuti Hasil COP21. Mengingat Paris Agreement telah mengakui (recognition) peran Aktor Bukan Negara (Non State Actor/NSA) 13 dan Non party Stakeholders/NPS 14 dalam berkontribusi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Ditjen PPI KLHK memandang perlunya merangkul NSA/NPS dengan langkah pertama adalah penyelenggaraan workshop khusus untuk LSM/CSO guna sosialisasi hasil COP21 sekaligus menghimpun urun rembug berbagai inisiatif dan pemikiran mereka untuk pengendalian perubahan iklim nasional dan global. Menanggapi permintaan submisi dari Sekretariat UNFCCC yang perlu disampaikan sebelum Februari 2016, pertemuan penyusunan submisi Indonesia sebagai tahapan utama Koordinasi Delegasi RI pada sesi perundingan the Fortyfourth Session of UNFCCC Subsidiary Bodies (SBI44, SBSTA44, APA1) telah dimulai pada pertengahan Januari Penyusunan submisi merupakan upaya pemenuhan dari call for submission dengan sumber: (a) seluruh call for submission yang dihasilkan oleh decision dan adoption dari COP21/CMP11, SBI43, SBSTA43 dan ADP2.12 khususnya yang memiliki due date sebelum penyelenggaraan SBs- 44 dan yang akan dibahas pada sesi tersebut. Substansi call for submission tersebut mencerminkan isu-isu krusial untuk sesi perundingan berikutnya dan akan menjadi elemen penting dari Posisi Indonesia secara keseluruhan; dan (b) call for submission yang berasal dari sesi perundingan sebelumnya yang akan dibahas pada sesi tersebut juga. 13 Decision 1/CP.21 IV. Enhanced Action Prior to 2020 paragraph Decision 1/CP.21 V. Non Party Stakeholders paragraph 134 s/d

47 Lebih lanjut, segera setelah Sekretariat UNFCCC menyampaikan informasi terkait provisional agenda dan annotations agenda dari seluruh forum yang menjadi rangkaian sesi perundingan (kurang lebih 2 hingga 3 bulan sebelum waktu penyelenggaraan SBs.), Ditjen PPI KLHK memulai penyelenggaraan penyusunan Kertas Posisi Indonesia dan pembentukan Tim Negosiasi Delegasi RI. Dalam rentang waktu 4 bulan (Januari April), secara efektif National Focal Point melalui Sekretariat DELRI telah menyelenggarakan 7 (tujuh) pertemuan Koordinasi Delegasi RI sebagai berikut: 1. Satu Pertemuan Penyusunan Submisi, yang terbagi dalam kelompok isu: Technical Examination Process on Adaptation, Capacity Building and Article 6 of the Convention / Action for Climate Empowerment, Gender and Climate Change, dan Issue relating to Agriculture. 2. Satu Pertemuan Penyusunan Posisi, yang terbagi dalam 14 kelompok. 3. Stock-taking pandangan Non-Party Stakeholder terhadap tindak lanjut implementasi hasil COP21 khususnya Paris Agreement guna peningkatan pelibatan Non State Actors atau Non-Party Stakeholders, melalui Work-shop Non-Party Stakeholder. 4. Disamping kedua pertemuan utama dari tahapan koordinasi DELRI pada Sesi Subsidiary Bodies tersebut, Sekretariat DELRI juga telah melaksanakan serangkaian koordinasi internal/diskusi terbatas dengan beberapa pihak secara khusus untuk memantapkan draft submisi/posisi yang telah teridentifikasi sebelumnya pada pertemuan pleno. Selama tahun 2016 sampai menjelang COP22, Indonesia telah menyampaikan sebanyak 15 dokumen submisi ke Sekretariat UNFCCC, yang terdiri dari penyampaian dokumen 1 st Biennial Update Reports (BUR), submisi mengenai isu Adaptation Communication, Gender, Finance, global-stocktake, transparency framework, dan isu-isu lainnya. 15 Pengorganisasian Tim Negosiasi Delegasi RI pada sesi SBI44, SBSTA44, APA1 juga tidak terlepas dari isu-isu menonjol secara kontekstual, dan kombinasinya dengan pembagian agenda perundingan masing-masing forum ke tiap negosiator 15 Daftar dokumen submisi dapat dilihat pada Lampiran, dan dapat diakses melalui: 35

48 sehingga menghasilkan 14 (empat belas) pengelompokkan/klustering sebagai berikut 16 : a. Tim Mitigation, Nationally Determined Contributions (NDC), dan Market Mechanism b. Tim Adaptation, termasuk Nairobi Work ProgrammeTim entry into force of Paris Agreement, Facilitation for Implementation and Compliance c. Tim Transparency for Actions and Supports, Reporting, Methodology d. Tim Capacity Building e. Tim Technology Transfer and Development f. Tim Finance g. Tim Gender and Climate Change h. Tim Science and Review i. Tim Review of the Long-term Global Goal j. Tim Agriculture k. Tim Framework for Various Approaches (FVA), Non-Market-based Approaches (NMA) and the New Market-based Mechanism (NMM) l. Tim Response Measure. m. TimLoss and Damage Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) Gambar 3.3 Tim Negosiasi DELRI COP22 pada Pertemuan Koordinasi Harian Tim Negosiasi 16 Pedoman Delegasi Indonesia mengikuti Pertemuan Bonn Climate Conference, 44TH SBI, 44TH SBSTA, 1ST APA, Bonn, Jerman, 16 Mei 26 Mei

49 Tepat pada pertengahan Juni 2016, sebulan setelah pelaksanaan the Forty-fourth Session of UNFCCC Subsidiary Bodies (SBI44, SBSTA44, APA1), tahapan Koordinasi Delegasi RI pada sesi perundingan COP22/CMP12.CMA-1 UNFCCC dimulai. Pertemuan dimulai dengan pertemuan Non-Party Stakeholders guna membahas Tindaklanjut COP21: The Road Map for Global Climate Action, sebagai rangkaian pertemuan sebelumnya yang bertujuan meningkatan pelibatan NPS dalam aksi perubahan iklim. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 3.4 Delegasi Indonesia bersama Sekretaris Eksekutif UNFCCC pada COP22 Dengan karakternya sebagai COP for Implementation, COP22 memberikan cukup banyak permintaan submisi yang harus disiapkan oleh Negara Pihak. Submisi yang perlu disampaikan oleh Negara Pihak berjumlah 13 dokumen, yang berasal dari mandat keputusan di COP21, dan juga hasil perundingan sesi sebelumnya di Bonn, Mei Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 3.5 Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)beserta Direktur Jenderal PPI dan Duta Besar RI untuk Maroko pada Opening Plenary COP22 37

50 Selain jumlah permintaan submisi yang semakin bertambah, proses perundingan pada COP22 juga berkembang menjadi semakin kompleks dan spesifik. Melalui identifikasi provisional agenda yang disediakan oleh Sekretariat UNFCCC, sesi perundingan di COP22 dapat dibagi kedalam 12 (dua belas) kelompok isu. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 3.6 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP22 Box 8 National Statement Indonesia yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP22 First, I would like to express my sincere gratitude to His Majesty the King Mohammed VI and the people of the Kingdom of Morocco for hosting this conference and to the UNFCCC Secretariat for organizing the conference. I would like also to congratulate of us for the entry into force of the Paris Agreement on 04 November Indonesia has ratified the Agreement on 31 October 2016 and has submitted our First NDC on 6 November As mandated by Indonesia s constitution to protect the right of all citizens for a safe, dignified, decent life, and healthy environment, we are committed to enhance pre 2020 actions and implement our post 2020 commitment. We have implemented a number of policies, such as: (i) strengthening one map policy; (ii) enforcing moratorium on primary natural forest conversion; (iii) reviewing existing licenses on peatland; (iv) restoring degraded peatland and its ecosystem; and (v) allocating 12.7 million ha for social forestry program. The government has been working closely with all stakeholders including scientists and civil societies to enhance prosperity of the people in and surrounding the forest areas. Our NDC consists of many important commitments, including: In the land sector: reducing emissions from deforestation and forest degradation, sustainable management of forest, conservation and enhancement of carbon stocks (REDD+); In the energy sector: development of clean energy sources and an ambitious energy mix policy that targets: the use of new and renewable energy of at least 23% in 2025 and 31% in 2050, and the use of coal of minimum 30% in 2025 and 25% in Indonesia s NDC also emphasizes the need for a comprehensive climate change adaptation and mitigation strategy, taking into account its unique geographical condition and location. Transparency, enforcement, and compliance remain fundamental for successful implementation of our commitment. Thus, we have established an integrated National Registry System, finance institution, and funding instruments. Indonesia also believes that beyond sectoral dimension, moral and ethical values as well as social dimensions play a significant role in sustainable development, climate change, and enhancing national resilience. Finally, Indonesia is of the view that in preparing the rulebook for implementing Paris Agreement, it is important for all Parties to maintain the understanding on its delicate balance to prevent from renegotiating the agreement. 38 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016)

51 Guna menjawab tantangan yang cukup berat dalam sesi perundingan, National Focal Point telah menyelenggarakan serangkaian pertemuan dalam rentang waktu 5 bulan (Juni Oktober) sebagai berikut: 1. Tiga pertemuan Kick-off/Pertemuan pendahuluan, yang terdiri dari persiapan Side Event Indonesia pada COP22, Pertemuan Pendahuluan Negosiator Ditjen PPI, Pertemuan NPS Tindaklanjut COP21: The Road Map for Global Climate Action. 2. Dua pertemuan penyusunan submisi, yang membahas 14 draft submisi yang terbagi kedalam 8 (delapan) kelompok isu sebagai berikut: Adaptation and Loss & Damage; Mitigation (NDC) and Response Measure; Market and Non- Market/Article 6 of the Paris Agreement; Transparency, Global Stocktake, Science and Review, and International Assessment and Review (IAR); Finance; Technology, and Capacity Building; serta Gender and Climate Change; Information, Views, and Proposal on Any Work of the APA. 3. Dua pertemuan penyusunan posisi, dengan pembagian 12 (dua belas) kelompok isu sebagai berikut: (i) Mitigasi, (ii) Adaptasi, (iii) Transparansy, Global-stock take, dan MRV, (iv) Capacity Building; (v) Technology Transfer; (vi) Finance; (vii) Article 6 of the PA; (viii) Agrikultur; (ix) Compliance; (x) Entry into Force of the Paris Agreement; (xi) Gender; dan (xii) Response Measure. 4. Satu Pertemuan Pleno DELRI, yang berasal dari Tim Negosiasi dan Tim Outreach/Campaign (Paviliun Indonesia dan event lainnya), guna membahas: Agenda Persidangan dari COP 22 (ii) Isu penting di COP 22 terkait dengan kepentingan Indonesia dalam sesi perundingan UNFCCC; (iii) Misi Indonesia secara garis besar dan strategi pencapaian misi dalam COP 22/CMP 12; (iv) Persiapan Logistik, substansi, side event, perkembangan keanggotaan Delegasi RI; (v) serta persiapan Paviliun Indonesia. 5. Serta tiga Koordinasi Internal/ Diskusi Terbatas yang bertujuan sebagai pemantapan draft submisi dan posisi Indonesia yang telah teridentifikasi pada pertemuan sebelumnya, dengan mengundang sejumlah perwakilan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan substansi submisi/posisi, serta koordinasi internal DELRI lingkup Ditjen. PPI. 39

52 Box 9 Butir-butir Penting Rangkuman Masukan Indonesia dalam COP22/CMP12/CMA1 (Marakesh, Maroko, 7 18 November 2016) a. Persidangan terkait mitigasi membahas isu Nationally Determined Contributions (NDC), Clean Development Mechanism (CDM), dan Joint Implementation (JI). Persidangan menghasilkan drafting teks conclusion NDC registry yang telah mengakomodir posisi Indonesia agar konsisten dengan mandat Dec1/CP.21 sebagaimana tertulis dalam Article 4. b. Persidangan terkait adaptasi membahas Adaptation Committee, Article 4 of the Convention, Adaptation Fund, Adaptation Communication, Nairobi Work Program, dan Warsaw International Mechanism on Loss and Damage. Indonesia menyampaikan pentingnya pengembangan mekanisme dan prosedur Adaptation Communication sebagai persiapan implementasi Paris Agreement (artikel 7, paragraf 10), dan pentingnya membangun kesepahaman terkait isu Adaptasi dan Loss and Damage. c. Persidangan terkait transparency framework membahas isu modalitas, prosedur dan guideline (MPG). Indonesia telah menyampaikan: (i) usulan untuk komponen utama pengembangan MPG meliputi prinsip, scope dan approach, (ii) keseimbangan transparansi untuk aksi dan support, keterkaitan isu transparansi dengan isu lainnya seperti finance, capacity building, technology transfer, serta (iii) flexibility dari MPG. Untuk isu metodologi dibawah Kyoto Protokol Kyoto, khususnya agenda LULUCF terkait revegetation, pembahasan akan dilanjutkan pada persidangan SBSTA 46. d. Persidangan terkait global stocktake telah membahas identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan modalitas. Indonesia telah menyampaikan perlunya pembahasan lebih lanjut terhadap struktur dan flow of assessment terkait input dan modalitas global stocktake, dan telah tertampung dalam kesepakatan persidangan. e. Pada persidangan terkait pengembangan dan alih teknologi, Indonesia menyampaikan perlunya peningkatan efisiensi dan efektifitas dukungan Climate Technology Centre and Network (CTCN), cakupan tujuan pemberian dukungan technology framework ke negara-negara berkembang, keterkaitan antara technology mechanism dan financial mechanism, serta pedoman bagi identifikasi teknologi inovatif, dan mekanisme pendanaan. Hal tersebut sudah tercantum di dalam dokumen draft Decision; f. Pada persidangan terkait peningkatan kapasitas, Indonesia menyampaikan masukan tentang butir-butir dan prinsip peningkatan kapasitas di negara berkembang dalam kerangka Third Comprehensive Review, serta perwakilan organisasi yang diundang dalam Paris Committee on Capacity Building (PCCB). Persidangan telah mensahkan keanggotaan Indonesia dalam PCCB mewakili kelompok Negara-Negara Asia Pasifik. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) 40

53 (Lanjutan Box 9) g. Persidangan terkait pendanaan membahas modalitas untuk akuntansi sumberdaya pendanaan yang sangat terkait dengan transparency of support. Posisi dan submisi Indonesia telah diakomodir dalam draft decision yaitu pada SBSTA Agenda Item 13 tentang pengembangan modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions, yaitu antara lain pentingnya mendefinisikan pendanaan perubahan iklim secara jelas, dan isu pada SBI Agenda Item 13 tentang TOR for the Review of the Function of Standing Committee on Finance; h. Persidangan terkait Article 6 of the Paris Agreement telah membahas panduan mengendai cooperative approaches, rules, modalities and procedures, dan work programme dibawah kerangka non-market approaches. Posisi Indonesia sebagaimana tercantum dalam submisi Indonesia telah masuk dalam pembahasan COP-22, yaitu tentang pentingnya kejelasan mengenai environmental integrity, substainable development, dan governance. i. Persidangan terkait Facilitating Implementation and Compliance membahas elemen purpose and nature of mechanism, scope and function, structure and composition serta measures and output yang diharapkan dihasilkan Komite ini. Indonesia menyampaikan agar implementasi dan compliance suatu negara, perlu mempertimbangkan kapabilitas dan situasi national negara tersebut. Elemen lain yang perlu dipertimbangkan adalah triggers yang dapat memicu proses review implementation and compliance. Para pihak juga mendiskusikan hubungan antara proses/mekanisme dengan mekanisme lainnya di bawah Paris Agreement, seperti mekanisme transparansi dan global stocktake dan proses pelaporan kepada CMA. j. Pada persidangan terkait entry into force of the Paris Agreement, Indonesia menyampaikan pentingnya segera memajukan implementasi dan agar proses pembahasan modalitas, prosedur dan panduan dilakukan secara inklusif dan transparan, memperlakukan semua aspek kesepakatan secara balanced dan koheren, dengan roadmap dan timeframe yang jelas. k. Persidangan terkait pertanian membahas peran pertanian terhadap adaptasi dan food security, bantuan alih teknologi dan peningkatan kapasitas untuk negara berkembang yang telah di sampaikan pada SBSTA 44. Indonesia menyampaikan posisi tentang masih diperlukannya peningkatan kapasitas dan teknologi bidang pertanian di negara berkembang serta menekankan bahwa pertanian berada dalam koridor adaptasi dan co- benefit adaptasi. Persidangan telah menghasilkan draft conclusion yang menyepakati untuk melanjutkan pembahasan pada persidangan SBSTA46. l. Pada persidangan terkait isu gender and climate change, Indonesia telah menyampaikan posisi agar isu gender terus dimajukan dalam persidangan melalui implementasi Lima Work Programme, terutama untuk mendorong kebijakan dan aksi lingkungan yang responsif gender. m. Untuk isu response measure, usulan Indonesia terkait kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan telah diakomodir dalam draft conclusion yang menyebutkan bahwa economic diversification and transformation, Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) 41

54 Box 10 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Closing Plenary of COP22 First of all, we welcome some progress of the negotiation under SBI agenda, which defines further work on shaping our common endeavor for the implementation phase, as we expect from this Implementation-COP in Marrakech. Please allow me to address our view on some agenda items. 1. The public registry referred to in Article 4 and Article 7 of the PA should be simple which allows the developing country parties with different capacity to manage its operationalization as well as provides link to national systems for information provision. Taking into account our past experiences in determining some vague and indefinableyet issues, we believe that a submission will help parties in understanding the outstanding issues, and eventually will lead us to outline further arrangement regarding the public registry referred to Article 4 of the PA. Further discussion on the public registry should have linkages with other relevant agenda items under APA. Moreover, we would also like to emphasis that the continuation our work on registry development should be made in an effective and efficient manner. 2. In relation to public registry for adaptation, we would like to highlight some general principle that should be taken into consideration in developing the registry system. We believe that it should be user friendly in terms of its operationalization, provide link to national system for information provision and synergize with the existing data base on information system. 3. Indonesia appreciates the Board of GCF that approved support to the NAPs proses in order to advance the NAPs formulation, and Indonesia looks forward to the subsequent implementation. We also believe that access to funding should be cleared up and expedited. 4. Our delegation welcomes the report of the WIM and acknowledges the importance of having a strategic workstream to guide the implementation of the Warsaw International Mechanism s function of enhancing action and support, including finance, technology and capacity building, to address loss and damage associated with the adverse effects of climate change, as guided by decision 2/CP.19, on its five years rolling work-plan. We believe that the review of the WIM should have a balance of backward looking and forward looking components, to enable the WIM in continuing and strengthening the deliverables of its mandate and function as contained in the Dec.2/CP.19. Having a periodic review of the Mechanism is crucial to ensure the sustainability of the WIM to deliver its mandate, which might facilitate a specific focus for each review in addition to its over-arching review on its mandate, structure and effectiveness. I would also like to recall that the WIM was established under the COP and still remains under the guidance of the COP, which will and should continue under its existing composition and procedures until the CMA provides further guidance. 5. On the ToR of the SCF, Indonesia is of the view that the ToR to review the SCF should cover the continuation of the SCF work on MRV of support framework, especially with regard to provision of financial information by the developed country parties and also to enhance its function to serve the Paris Agreement. The review should also accommodate the work of the SCF on the review of financial mechanisms to serve Paris Agreement. 6. Indonesia recommends enhance the synergy of capacity building efforts within UNFCCC bodies, as well as with other entities outside of the Convention, which have the capacity of conducting climate change capacity building activities. Support for developing countries is really important in order to implement the NDC in the context of Paris Agreement, and we believe that the PCCB can play an important role for that starting from its first year of activities. We also believe that the implementation of capacity building in developing countries needs to fill the emerging gaps and is based on their own needs. 7. Access for support to transfer of technology and development in developing countries is a crucial issue. The implementation of the program as a continuation from the technical assistant need to be considered as part of the support. This will give significant impact to the effectiveness of the whole program. 8. We welcome the draft conclusion resulted from serial meetings of negotiation on the impact of the implementation of response measures and look forward to the implementations phase, in particular on the issue of poverty eradication and sustainable development which has been accommodated in economic diversification and transformation, and on just transition of the work force and the creation of decent work and quality jobs. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) 42

55 Ikhtisar pengelolaan substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC tahun 2016 dapat diringkas dalam infografis berikut ini: Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 3.7 Ikhtisar Pengelolaan Substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC Tahun Dari Marrakech ke Fiji-Bonn: COP23 as Transition COP Sebagai tindak lanjut Marrakech Climate Change Conference (COP22/CMP12/CMA-1 to the UNFCCC) di Marakesh, Morocco, 7-18 November 2016, sesi Perundingan UNFCCC pada tahun 2017 terdiri dari Bonn Climate Change Conference/BCCC (SBI46, SBSTA46, APA1.3) di Bonn, Jerman, 8 18 Mei 2017, dan pertemuan COP23/CMP13/CMA1 dengan Fiji selaku COP Presidency berlokasi di Bonn, Jerman, pada 6 17 November Sebelum memasuki Sesi Perundingan COP23/CMP13/CMA1.2, Fiji sebagai Presiden COP23 menyelenggarakan Pre-COP di Nadi, Fiji, pada tanggal Oktober 2017 yang melahirkan butir-butir penting sebagai berikut: Negara Pihak mendiskusikan guideline pelaksanaan untuk Paris Agreement yang dikenal dengan nama Paris Agreement Work Program, yang akan diselesaikan pada tahun Negara Pihak bertekad untuk menghasilkan teks pada COP-23 sebagai bahan negosiasi lebih lanjut. Teks harus dihasilkan dari proses yang transparan, inklusif, country driven dan tidak ada negara yang ditinggalkan. 43

56 Dalam kaitannya dengan climate finance, peserta pertemuan menggarisbawahi perlu adanya kemajuan di COP23 bahwa komitmen negara maju dalam penyediaan pendanaan sebesar 100 billion USD kepada negara berkembang harus direalisasikan per tahun mulai tahun Peserta pertemuan juga menekankan agar COP23 menghasilkan suatu desain dialog global yang menggambarkan posisi dunia saat ini, arah kemajuan, dan bagaimana tahapan yang dapat dilakukan secara kolektif untuk mencapai tujuan dalam Paris Agreement. Negara Pihak menekankan bahwa Nationally Determined Contribution dan National Adaptation Plans harus mendukung perencanaan investasi yang memerlukan pendanaan yang memadai. Untuk itu, adaptation fund merupakan sarana yang sangat penting khususnya bagi populasi yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Peserta pertemuan menekankan pentingnya pembahasan tentang ocean pada COP23. Peserta pertemuan menekankan pentingnya dimensi gender dalam pembangunan ketahanan iklim. Peserta pertemuan menekankan kebutuhan untuk dukungan secara penuh terhadap adanya suatu mekanisme yang perlu dibangun terkait loss and damage di COP23. Sebagai pertemuan utama dalam mempersiapkan Facilitative Dialogue di tahun 2018 yang digunakan untuk stock-take upaya-upaya kolektif, sesi Perundingan UNFCCC pada tahun 2017 menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju pencapaian tujuan jangka panjang sebagaimana disebutkan dalam Paris Agreement, dan mendukung proses implementasi Paris Agreement di masingmasing Negara Pihak. Sesi pada tahun 2017, terutama pada COP23 yang dikenal dengan Transitional COP menuju COP24 dimana mandat APA diharapkan akan berakhir, diwarnai dengan sesi perundingan yang membahas teks teknis Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) khususnya mengenai Nationally Determined Contributions (NDCs), Adaptation Communication, Transparency of Action and Support, Global Stocktake, dan Compliance. 44

57 Box 11 Misi Indonesia pada COP23/CMP13/CMA1.2 (Bonn, Jerman, 6 17 November 2017) Memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berkontribusi pada upaya global termasuk dalam pembahasan pengaturan rinci Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) untuk pelaksanaan Paris Agreement (disebut Rules Book of Paris Agreement). Mendorong proses perundingan untuk berfokus pada penyiapan dan penyampaian modalitas dan guidance yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak hanya pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-tahap perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang. Mendorong peningkatan komitmen (peningkatan ambisi) Negara maju baik dalam mengisi gaps dalam pencapaian target di bawah 2 derajat maupun dalam penyediaan supports. Dari jalur soft diplomasi, outreach dan campaign, melakukan pendekatan informal dalam menggalang posisi bersama, serta menyampaikan gambaran-gambaran kegiatan nyata implementasi dari inovasi masyarakat serta dukungan dan modal terhadap aksi perubahan iklim di Indonesia sebagai suatu keunikan yang berbeda dari banyak negara di dunia. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) COP22/CMP12/CMA-1 di Marakesh, November 2016, telah menghasilkan 31 (tiga puluh satu) permintaan kepada Negara Pihak untuk menyampaikan submisi yang dikelompokkan dalam isu Mitigasi, Adaptasi, Transparansi dan MPV, Teknologi dan Peningkatan Kapasitas, Art. 6 of the Paris Agreement, Entry into force of the Paris Agreement, Compliance, dan Research and Scientific Observation. Dari sejumlah permintaan submisi tersebut, terdapat beberapa submisi yang perlu disampaikan sebelum penyelenggaraan Sesi Subsidiary Bodies di tahun Utamanya sebagai persiapan sesi tersebut, dalam rentang waktu 4 bulan (Januari April) NFP for UNFCCC melalui Sekretariat DELRI telah menyelenggerakan sejumlah pertemuan Koordinasi Delegasi RI sebagai berikut: 1. Tiga pertemuan penyusunan submisi, yang terbagi ke dalam 8 Kelompok Isu dan menghasilkan 11 dokumen Submisi. 2. Dua pertemuan penyusunan posisi, dengan pembagian 12 Kelompok Isu sebagai berikut: (i). Mitigasi, (ii). Adaptasi, (iii). Transparansi, (iv). Capacity Building, (v). Teknologi, (vi). Climate Finance, (vii). Article 6 of the Paris Agreement, (viii). Compliance, (ix). Response Measure, (x). Further Matter of the Implementation of Paris Agreement, (xi). Agriculture, (xii). Research and Systematic Observation. 3. Satu pertemuan pleno DELRI yang dilaksanakan dalam rangka finalisasi persiapan Delegasi RI (DELRI) sebagai Negosiator pada pada Bonn Climate 45

58 Change Conference in May 2017, dan menindaklanjuti Pertemuan Penyusunan Posisi Indonesia. Sesi perundingan SBs-46 pada Mei 2017 tercatat merupakan sesi perundingan tengah tahun yang paling padat agenda tidak hanya perundingan namun juga agenda perundingan. Selain agenda perundingan 3 subsidairy bodies, tercatat ada 20 (dua puluh) mandated events dan workshop, dan 24 (dua puluh empat) UNFCCC and special events 17. Proses pengelolaan substansi COP23 dimulai dengan Kick-Off Meeting yang diselenggarakan pada bulan Juli 2017, dengan mengundang berbagai perwakilan Kementerian/Lembaga, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Penelitian/Penggiat Perubahan Iklim, Sektor Swasta, serta pihak-pihak terkait yang akan menjadi DELRI baik untuk sesi negosiasi maupun outreach/campaign (Paviliun dan event lainnya). Pertemuan bertujuan sebagai penjaringan masukan awal submisi Indonesia yang perlu disampaikan sebelum pelaksanaan COP23, penyampaian persiapan awal Paviliun Indonesia pada COP22, serta penjaringan harapan pemangku kepentingan pada pencapaian misi Indonesia melalui COP23. Tak lama berselang, proses pengelolaan substansi COP22 dilanjutkan dengan pertemuan penyusunan submisi Indonesia dan pertemuan posisi Indonesia, yang diselenggarakan dalam kurun waktu tiga bulan (Agustus Oktober). Secara rinci, rangkaian pengelolaan substansi DELRI pada COP23 dilaksanakan sebagai berikut: 1. Tiga pertemuan penyusunan Submisi Indonesia, yang terbagi ke dalam 9 Kelompok Isu: (i). Kelompok Mitigasi; (ii). Kelompok Adaptasi; (iii). Kelompok Peningkatan Kapasitas; (iv). Kelompok Transparency of Action and Support, (v). Kelompok Finance; (vi). Kelompok Response Measure; (vii). Kelompok Art. 6 of the Paris Agreement; (viii). Kelompok Compliance; (ix). Kelompok Gender and Climate Change, dan menghasilkan 15 dokumen submisi. 2. Dua pertemuan penyusunan posisi Indonesia, dengan 13 pembagian kelompok isu sebagai berikut: (i). Kelompok Mitigasi; (ii). Kelompok Adaptasi; (iii). Kelompok Transparency of Action and Support, (iv). Kelompok Peningkatan Kapasitas; (v). Kelompok Teknologi, (vi). Kelompok Climate 17 Pedoman Delegasi Ri pada dalam mengikuti Pertemuan Bonn Climate Change Conference (SBI46, SBSTA46, APA1.3) and Its Preparatory Meetings, Bonn, Jerman, 5 18 Mei 2017 (KLHK 2017) 46

59 Finance; (vii). Kelompok Response Measure; (viii). Kelompok Art. 6 of the Paris Agreement; (ix). Kelompok Compliance; (x). Kelompok Gender and Climate Change, (xi). Kelompok Agriculture, (xii). Kelompok Research and Systematic Observation, (xiii). Kelompok Local Communities and Indigenous People Platform. 3. Lima Koordinasi Internal/ Diskusi Terbatas antara Tim Negosiasi dalam beberapa kelompok isu, antara Lead Negotiator dan Chief Negotiator, serta antara DELRI lingkup Ditjen. PPI, mengingat masih perlunya penelaahan lebih lanjut dari draft-draft submisi dan posisi yang telah disusun dan koordinasi terhadap cross-cutting issues pada COP Satu pertemuan Pleno DELRI yang berasal dari Tim Negosiasi dan yang terlibat pada event outreach/campaign (Paviliun Indonesia dan event lainnya), guna membahas persiapan terakhir dari Tim Negosiasi dan Tim Paviliun Indonesia, koordinasi pencapaian misi Indonesia melalui sesi perundingan dan outreach/campaign, serta arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku Ketua DELRI pada COP23. 47

60 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.8 Direktur Jenderal PPI pada sesi Opening Plenary APA1.3 di COP23 Box 12 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Opening Plenary APA1.3 pada COP23 As our activities continue to impact the planet at an increasingly rapid rate, the need to make further progress has become ever more urgent and critical. Recognizing this urgency, and consistent with the theme of Working Together on Solution of this COP23, Indonesia believes that the process here in Bonn is an important step to find a global solution in combating climate change, by delivering some critical concrete actions in terms of moving forward from commitment to implementation of the Paris Agreement. The process under the APA agenda will also be significant to discuss some of crucial points in PA s implementation, through the design of the complete Paris Agreement Work Program, as well as the 2018 Facilitative Dialogue, which we expect to endorse at COP23. We thank the Co-Chairs for delivering the Reflection Note on the third part of the first session of the APA, which is very useful as a basis for further negotiation. Madam Co-Chairs, My delegation would like to start by associating ourselves with the statement made by the G77 and China. Please allow me to address some expected outcomes of COP23 in relations to APA agenda items: On agenda item 3, and in response to the Non-Paper by the Co-Facilitator, we welcome some outstanding points that have been raised and wish to make some further comments: With reference to the elements of NDC that are already set out in Article 4 of the PA, we are of the view that no new features will need to be introduced, as it would imply renegotiation of the PA. Nonetheless, we are open for the elaboration of some additional features, bearing in mind consideration of national capacity. The guidance should be concise, flexible, pragmatic and facilitative, as well as avoid any additional unnecessary burdens placed on developing countries, particularly in view of the capacity of countries to respond to and apply the guidance. In regards to reporting format for NDCs, the guidance should be far-reaching and comprehensive, by taking into consideration Party s different capacity, which will lead to gain a better understanding of some outstanding issues, for example, of the aggregate effect of NDCs Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) 48

61 (Lanjutan Box 12) We support the concept of applicability of which Parties will determine individually which parts of the guidance would be applied to, which will be aligned with the concept of flexibility. With regard to agenda item 4 on further guidance in relations to the adaptation communication, We are of the view that some progress made by Parties on this issue can be beneficial for us to facilitate better understanding on how adaptation could be communicated. We would like to highlight our view that adaptation communication is important to raise adaptation profile, including gaps and needs of developing countries and support provided by developed countries. Some key areas and aspects that have been identified during the roundtable discussion should clearly reflect the needs of developing countries in strengthening their capacity in responding to the impacts of climate change. We recognize the importance of flexibility for countries to communicate their adaptation actions and priority. However, in relations to GST, common elements and communication frequency should be further defined and elaborated in the guidance. On the issue of Transparency Framework, Agenda Item 5, We appreciate excellent works made by co-facilitators in capturing a number of important issues, by providing questions for each notable issue during the round table meeting. We see that a constructive roundtable meeting, taking consideration of submissions made by party, is helpful to get reflection of the party s views on important components of the Transparency Framework. Those components consist of support, specifically on support provided and mobilized, as well as support needed and received. Other components are technical expert review, adaptation, tracking progress of NDC and GHG inventory. On the issue of support, we would also like to echo the intervention made by G-77+China that all financial flows provided and mobilized should take into account the needs and priorities of developing country parties. We are of the view that further consideration on the base of information made through round-table meeting is a good starting point, valuable for the development of modalities, procedure and guidelines for the transparency framework for action and support referred to in Art. 13 of the PA. Yet, we are of the view that the cross cutting matters have not been elaborated sufficiently by parties during the round-table meeting. In this matter, we expect that the cross cutting matters would be discussed further. On the issue of Global Stock-Take, we encourage all Parties to step up works in finding converging views, based on Article 14 of the Paris Agreement as well as relevant provisions of decision 1/CP21, to make the global stock-take operational towards achieving the outcome of the global stock-take I thank you. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) 49

62 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.9 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP23 Box 13 National Statement Indonesia yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada High-Level Segment COP23 The Paris Agreement came into a rapid entry into force in November As of today, 170 parties have ratified the agreement, and we welcome countries that have recently declared their intentions to sign or ratify. Challenges, however, remain. We must therefore strive in unity to maintain the momentum of the landmark agreement. The adverse impact of climate change can never be tackled by one country alone! The global commitments to the Paris Agreement must be strengthened as it is irreversible. It must stay irreversible and non-negotiable, because climate change is a global responsibility. In our part, Indonesia reaffirms its strong commitment to the Paris Agreement and other environmental agreements by conducting the following: (i) Established a National Transparency Framework in accordance to the Paris Agreement; (ii) State recognition for customary forest; (iii) Restored hectares of peatland from the target of 2 million hectares by 2020; (iv) Ratified the Minamata Convention; (v) Committed to reducing 70% of plastic debris by 2025 from 2017 level; (vi) Continued assistance for other developing countries efforts on climate action through South-South and Triangular Cooperation in agriculture, forestry and coastal area management. We urge parties to make best efforts in demonstrating significant progress to achieve an early operationalization of the Paris Agreement by adopting the Paris Agreement implementation guidelines in Furthermore, the guidelines should take into consideration a balance between mitigation, adaptation, finance and capacity building as well as technology development and transfer. The process in developing the Paris Agreement implementation guidelines will also be crucial to gain inputs and necessary information for the Facilitative Dialogue in upcoming year. Developed countries must continue to lead the global efforts in tackling climate change, while ensuring access to means of implementation for developing countries, especially those most prone to the adverse effects of climate change. Developing countries, on the other hand, must show their concrete contributions to these global efforts. As an archipelagic state, Indonesia faces the same threats from climate change to that of our brothers and sisters living in island states, among them: changing weather patterns, abrasion of coastal areas and rising sea levels. In relation to this, Indonesia stands ready to support Fiji for its COP Presidency. Furthermore, Indonesia believe that the Talanoa Dialogue proposed by Fiji, which promotes inclusiveness, participation, transparency, and building empathy will be an important modality for the upcoming Facilitative Dialogue in Last but not least, we also support Fiji s initiative to strengthen the role of ocean in tackling climate change. It is imperative for the world to protect the ocean, as it is the world s largest active carbon sink. I thank you Mr. President. 50 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017)

63 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.10 Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Closing Plenary COP23 Box 14 National Statement Indonesia yang disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim pada Closing Plenary COP23 Indonesia associate ourselves with the statement made by the G77 and China. On behalf of my delegation, I would like to express our thanks to you, Mr. President, for your leadership during this Bonn Session. We appreciate all parties hard work in providing constructive views towards the implementation phase of the Paris Agreement. Despite the challenging deliberation on the issues relating to finance, this session has nonetheless generated a number of substantive documents which are crucial for the continuation of our work at the next meeting. Moreover, we whole-heartedly embrace a clear direction on matters which are dear to us such as agriculture and IPLC Platform. Indonesia recognizes the urgency of having a set of operational manuals to implement Paris Agreement. We welcome the set of possible elements within the Bula Momentum for Implementation provided by you, Mr. President, which will be very instrumental in guiding our future works for the completion of the Paris Agreement Work Program, as well as for preparing the Facilitative Dialogue in 2018, to fulfil the mandate in taking stock of the collective efforts of Parties in relation to progress towards the long-term goal and informing the preparation of NDC. Please let me reiterate our support to the wisdom of Talanoa Dialogue, which shall be inclusive, participatory, and transparent. This dialogue will be an opportunity for us to present the expected outcomes at the upcoming COP24, taking into consideration the works during our session (s) in To conclude, let me reiterate Indonesia s commitment to supporting your works, along with the Chairs, Co- Chairs, and co-facilitators, which are instrumental toward agreeable options for further deliberation during the 2018 sessions, and be adopted at COP24. Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) 51

64 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.11 Tim Negosiasi DELRI pada Sesi Bonn Climate Change Conference, Mei 2017 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.12 Tim Negosiasi DELRI setelah Penutupan COP23 52

65 Ikhtisar pengelolaan substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC tahun 2017 dapat diringkas dalam infogragik berikut ini: Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 3.13 Ikhtisar Pengelolaan Substansi pada Sesi Perundingan UNFCCC Tahun STATISTIK PERTEMUAN PERSIAPAN DELRI MENUJU PERUNDINGAN UNFCCC ADP2.10, Agustus 2015 ADP2.11, Oktober 2015 COP-21 UNFCCC, Desember 2015 Kick-Off Meeting/Pertemuan Pendahuluan Pertemuan Penyusunan Posisi Bonn Climate Change Conference, Mei 2016 COP-22 UNFCCC, November 2016 Bonn Climate Change Conference, Mei 2017 Pertemuan Penyusunan Submisi Pertemuan Pleno DELRI COP-23 UNFCCC, November 2017 Koordinasi Internal/Diskusi Terbatas Pertemuan Komunikasi Tindak Lanjut Sesi Perundingan Gambar 3.14 Statistik Pertemuan Persiapan DELRI Menuju Perundingan UNFCCC Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) 53

66 3.4 Output Dokumen yang Dihasilkan Dengan pengorganisasi kerja sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, Ditjen PPI KLHK untuk setiap sesi perundingan menghasilkan output berupa: a. Submisi: dokumen berisikan pokok-pokok / prinsip posisi Indonesia terhadap suatu permasalahan berdasarkan call for submission yang dihasilkan dari sesi perundingan. Submisi ini merupakan elemen penting yang akan menjadi bagian utama posisi Indonesia. Menurut laman UNFCCC, submisi merupakan elemen sangat penting untuk berbagi informasi, membangun pemahaman antar Negara Pihak, dan memperluas kerja antar sesi perundingan secara terbuka, transparan, dan inklusif 18. Berdasarkan catatan Sekretariat UNFCCC, Indonesia telah menyampaikan 45 (empat puluh lima) submisi semenjak Desember 2015 hingga Desember b. Statement (pernyataan): merupakan pokok-pokok posisi Indonesia yang disampaikan dalam suatu pembukaan forum (opening) atau penutupan (closing). c. Kertas Posisi: dokumen Kertas Posisi merupakan panduan bagi setiap Delegasi RI dalam melakukan perundingan yang berisikan prinsip posisi Indonesia yang harus dipertahankan ataupun yang tidak dapat dilanggar terhadap setiap agenda item pada setiap forum baik SBs maupun COP/CMP. Mengingat posisi suatu party adalah politis, untuk itu dokumen Kertas Posisi bersifat confidential, diperuntukkan hanya bagi Ketua Delegasi RI dan Tim Negosiator. d. Pedoman Delegasi RI. Pedoman DELRI merupakan panduan umum informasi terkait berbagai agenda perundingan dan non perundingan, komposisi dan peran Delegasi RI, tata tertib, dan logistik. Penyusunan dokumen Pedoman Delegasi RI untuk sesi perundingan COP/CMP berisikan materi yang lebih beragam meliputi: misi Delegasi RI, metode pencapaian, informasi agenda non perundingan, high-level events, berbagai pertemuan dan perkembangan global penting yang terjadi setelah sesi perundingan SBs hingga menjelang COP, agenda Paviliun Indonesia, serba-serbi terkait lokasi penyelenggaraan COP antara lain akomodasi, transportasi

67 lokal, cuaca, currency, dan alamat Kedutaan Besar RI dan kantor perwakilan RI terdekat e. Berita Faksimil (Brafax): melalui koordinasi dengan anggota Delegasi RI yang berasal dari Kementerian Luar Negeri termasuk Kedutaan Besar RI setempat, Delegasi RI wajib menyampaikan draft Berita Faksimil sebagai bentuk pertanggungjawaban birokrasi. Pokok-pokok isi Brafax mencakup: (i) title, tanggal dan lokasi pertemuan, (ii) Delegasi RI, (iii) Hasil utama pertemuan, dan (iv) pandangan terhadap jalannya dan hasil pertemuan, serta satan tindak lanjut. f. Laporan Delegasi RI: yaitu laporan mengenai partisipasi aktif Delegasi RI dalam berbagai forum sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Laporan Delegasi RI secara umum berisikan mengenai agenda dan hasil perundingan maupun non-perundingan, komposisi delegasi dan tindak lanjut dalam negeri, termasuk di dalamnya permintaan submisi dari Sekretariat UNFCCC. Gambar 3.15 Dokumen Pedoman DELRI, Matriks Posisi, dan Laporan DELRI pada Sesi Perundingan UNFCCC Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) 55

68 56

69 BAGIAN 4 RI PENGELOLAAN DELEGASI Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya, selama kurun waktu dari Agustus 2015 hingga Desember 2015, telah terdapat 7 (tujuh) sesi perundingan dalam kerangka UNFCCC. Sebanyak itu pula, KLHK telah tujuh kali mengelola Delegasi RI. Bagian ini menguraikan rangkaian pelaksanaan pengelolaan Delegasi RI meliputi Komposisi delegasi RI, prosedur registrasi dan pembagian peran. 4.1 Komposisi Delegasi RI Komposisi Delegasi RI untuk COP21, COP22, dan COP23 terdiri dari perwakilan: a. Kementerian / Lembaga di tingkat Pusat; b. Pemerintah Daerah; c. Parlemen, baik tingkat pusat dan daerah; d. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Civil Society Organization (CSO) ; e. Swasta, termasuk asosiasi pengusaha; f. Perguruan Tinggi / Akademisi / Lembaga Riset; g. Media cetak maupun elektronik; h. Proyek kerjasama / kemitraan; i. Praktisi / individu; j. Kelompok youth / pelajar SD/SMP/SMA; k. Komunitas seniman (penyanyi, penari, pemusik, dan sebagainya). Dari segi jumlah, peserta yang menjadi Delegasi RI untuk sesi perundingan khusus Subsidiary Bodies semakin lama semakin bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari jumlah Delegasi RI pada sesi perundingan Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP) yang ke-10 (2015), ADP ke-11 (2015), dan Subsidiary Bodies sesi pertengahan tahun yakni SBs-44 pada tahun 2016 dan SBs-46 pada tahun

70 Namun, tren kenaikan tidak tercermin dalam jumlah Delegasi RI pada 3 (tiga) COP, bahkan dalam perbandingan tiga COP, jumlah Delegasi RI pada COP21 tahun 2015 merupakan jumlah yang tertinggi (630 orang) dibandingkan dua COP berikutnya (COP22 berjumlah 490 orang dan COP23 berjumlah 577 orang). Hal ini mudah dipahami mengingat COP21 merupakan salah satu milestones dalam sejarah global perundingan perubahan iklim dengan target dan hasilnya berupa Paris Agremeent to the UNFCCC, ditambah dengan kehadiran kepala negara dan/atau kepala pemerintahan. Banyak pihak ingin hadir dan menjadi saksi peristiwa bersejarah diadopsinya Paris Agreement. 4.2 Pembagian Peran Pembentukan Tim Negosiasi dan Tim Sekretariat Delegasi RI Sebagaimana dalam setiap pertemuan perundingan baik bilateral maupun konferensi multilateral seperti United Nations, prinsip susunan Delegasi RI terdiri dari: (a) Ketua Delegasi RI atau Head of Delegation (HoD) dan/atau Chief Negotiator; (b) Alternate(s) of HoD; dan (c) Anggota. Lebih lanjut, secara umum peran setiap delegasi terbagi menjadi: a. Negosiator Pembentukan Tim Negosiasi sebagai bagian inti dari Delegasi RI. Ditjen PPI KLHK mengundang keterlibatan perwakilan Kementerian/Lembaga sebagai Tim Negosiasi yang juga disesuaikan disesuaikan antara substansi submisi dengan kompetensi K/L. Para wakil K/L yang telah diajukan oleh instansi masing-masing untuk menjadi Tim Negosiasi Delegasi RI kemudian diundang secara rutin dalam pertemuan penyusunan Kertas Posisi. 58

71 Gambar 4.1 Tim Negosiasi DELRI pada COP21, Desember 2015 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2015) Gambar 4.2 Tim Negosiasi DELRI pada Bonn Session Mei 2016 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2016) Gambar 4.3 Tim Negosiasi DELRI pada COP23, November Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017)

72 Ditjen PPI KLHK mengembangkan tim negosiasi RI secara lebih terperinci yakni Chief Negotiator, Lead Negotiator, dan anggota, dengan tanggung jawab: (i) Chief Negotiator: mengkoordinasikan penyiapan posisi Indonesia, pelaksanaan tugas Tim Negosiasi selama sesi perundingan dan penyiapan Laporan Delegasi RI, serta koordinasi dan komunikasi posisi dengan Parties lain dan organisasi/komunitas terkait. (ii) Lead Negotiator: Bertanggung jawab dalam penyusunan posisi Indonesia (mengacu pada guidance yang tertuang dalam dokumen kertas posisi) terkait isu-isu yang dirundingkan, serta penyiapan laporan, sesuai bidang penugasan/isu yang menjadi tanggung jawabnya. b. Non-negosiator Adalah anggota delegasi RI yang berkegiatan pada pertemuan nonperundingan. c. Sekretariat Delegasi RI Pembentukan Sekretariat Delegasi RI (Sekdelri) dilakukan untuk mengkoordinasi kebutuhan logistik DELRI. Tim Sekdelri beranggotakan staf dari lingkungan Ditjen PPI KLHK dan di luar unit Ditjen PPI KLHK jika dipandang perlu. Penyelenggaraan Sekretariat Delegasi RI 19 dilakukan menjelang dimulainya sesi perundingan yakni ketika pembentukan Delegasi RI, selama fasilitasi Delegasi RI, dan paska pelaksanaan perundingan hingga terlaksananya pertemuan evaluasi partisipasi Delegasi RI dan komunikasi hasil-hasil perundingan. Karakteristik pertemuan yang berbeda telah memberi konsekuensi penugasan peran yang berbeda pula: a. Untuk perundingan Subsidiary Bodies (SBs): Mengingat jenis pertemuan yang diselenggarakan dalam setiap sesi perundingan SB adalah negosiasi, komposisi DelRI merupakan perwakilan berbagai Kementerian / Lembaga di tingkat pusat dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang ditunjuk sebagai negosiator. Meski dalam perkembangannya terdapat pertemuan yang 19 sekdelripi@gmail.com 60

73 bersifat non-negosiasi seperti sesi perundingan SBs46 di Mei 2017, namun secara substansial tetap terkait dengan agendan perundingan. b. Untuk perundingan COP/CMP/CMA: Sebagaimana telah disampaikan bahwa dalam setiap penyelenggaraan COP UNFCCC, jenis pertemuan berupa perundingan (main events) dan non-perundingan (side events) yang melibatkan elemen-elemen aktor non-negara (non-state actor) atau Non-Party Stakeholders. Dengan adanya side event yang melibatkan para pemangku kepentingan dari berbagai elemen masyarakat, Delegasi RI yang disusun terdiri dari negosiator dan non-negosiator Registrasi Sifat perundingan UNFCCC adalah tertutup untuk publik (closed). Hal ini mempersyaratkan bahwa setiap orang yang masuk ke area perundingan UNFCCC (compound) dalam kapasitas apapun harus mengenakan tanda atau badge yang diterbitkan oleh Sekretariat UNFCCC. Sekretariat UNFCCC menetapkan prosedur untuk memperoleh badge adalah bahwa setiap calon peserta Delegasi harus didaftarkan, dinominasikan, dan dan dikonfirmasikan (confirmed) melalui NFP for UNFCCC masing-masing Negara Pihak atau Designated Contac Person (DCP) ke Sekretariat UNFCCC. Registrasi nama-nama Delegasi RI kepada Sekretariat UNFCCC dilakukan melalui Online Registration System (ORS) 20 untuk mendapatkan Acknowledgement Letter of Nomination dan/atau Visa Support Letter bagi para calon Delegasi. ORS ini diterapkan mulai tahun 2010 dan data setiap peserta yang telah masuk tersimpan dalam database ORS Sekretariat UNFCCC. Selanjutnya, tanda masuk atau badge tersebut dapat diperoleh dengan menukarkan Acknowledgement Letter of Nomination tersebut di registration desk di lokasi COP Badge sebagai Cerminan Peran UNFCCC berusaha mengakomodasi kehadiran dan keterlibatan non-state actor yang semakin meningkat pada setiap pertemuan melalui pemberian badge, yang mencerminkan pembagian peran yakni: a. Party Delegate (PD), dimaksudkan untuk negosiator; b. Party Overflow (PO), dimaksudkan untuk non-negosiator

74 Hingga COP22 tahun 2016, Sekretariat UNFCCC memberikan 2 (dua) jenis badge yaitu Party Delegate dan Party Overflow. Pada COP23 tahun 2017, Sekretariat UNFCCC memberikan tambahan badge berupa Zone Bonn Only (ZBO) dengan pengertian untuk nonnegosiator dan hanya berlaku pada area Bonn Zone. Hal ini mengacu pada konsep penyelenggaraan COP23 yakni One Conference, Two Zones. Sebagaimana diketahui, tuan rumah COP23 adalah Fiji yang menjabat COP Presidency. Mengingat faktor anggaran sebagai kendala, lokasi penyelenggaraan COP23 (venue) bertempat di Kota Bonn, Jerman sebagai lokasi markas UNFCCC. Selama COP23, wilayah konferensi (disebut sebagai compound) diselenggarakan di dua zona, Bula Zone (Zona Bula) dan Bonn Zone (Zona Bonn). Pendekatan ini berfokus pada integrasi zona yang dekat untuk memastikan bahwa negosiasi, acara dan pameran dapat terintegrasi ke dalam satu konferensi. Zona Bula memfasilitasi sesi perundingan, terdiri dari plenary halls dan juga ruangan pertemuan di World Conference Centre Bonn (WCCB), UN Campus, dan juga area tambahan di belakang Deutsche Welle di Kota Bonn. Zona Bonn yang berlokasi di kawasan Taman Rheinaue, Bonn, mengakomodasi acara yang menampilkan aksi-aksi perubahan iklim, termasuk high-level events, side events, dan juga pameran yang diselenggarakan oleh UNFCCC dan Pemerintah Jerman. Zona Bula juga memfasilitasi beberapa kegiatan media dan juga agenda Paviliun Negara Pihak. Dengan demikian badge Bonn Zone Only diperuntukkan bagi peserta untuk berkegiatan di Zona Bonn saja, dan tidak dapat memasuki Zona Bula. 62

75 Berikut perimbangan peserta Delegasi Indonesia berdasarkan badge dalam tiga COP UNFCCC: DELRI PADA COP21/CMP11 (TAHUN 2015) BERDASARKAN BADGE Party Delegate 35% Party Overflow 65% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.4 Pengelolaan DELRI pada COP21/CMP11 berdasarkan badge DELRI PADA COP22/CMP12 (TAHUN 2016) BERDASARKAN BADGE Party Delegate 28% Party Overflow 72% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.5 Pengelolaan DELRI pada COP22/CMP12 berdasarkan badge 63

76 DELRI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017) BERDASARKAN BADGE Bonn Zone Only 49% Party Delegate 29% Party Overflow 22% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.6 Pengelolaan DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.3 berdasarkan badge Mengingat 4 (empat) sesi perundingan lainnya merupakan sesi Subsidiary Bodies dan kegiatan bersifat perundingan dengan tidak terdapat penyelenggaraan forum untuk Non-Party Stakeholders, seluruh Delegasi Negara Pihak termasuk Indonesia adalah negosiator. Untuk itu, badge adalah Party Delegate. No. Sesi Perundingan UNFCCC Tempat dan Tanggal Pertemuan 1 ADP 2.10 Bonn, Jerman, 31 Agustus - 4 September ADP 2.11 Bonn, Jerman, Oktober COP-21/CMP-11/SBI- Paris, Perancis, 30 43/SBSTA-43 (Paris November - 11 Desember Climate Change 2015 Conference November 2015) 4 SBI-44/SBSTA- 44/APA1 (Bonn Climate Change Conference in May 2016) 5 COP-22/CMP-12/SBI- 45/SBSTA-45/APA1.2 (Marrakech Climate Bonn, Jerman, Mei 2016 Marakesh, Maroko, 7-18 November 2016 Peserta DELRI (terdaftar dalam ORS) Party Delegate Party Overflow Bonn Zone Only

77 Change Conference- November 2016) 6 SBI-46/SBSTA- 46/APA1.3 (Bonn Climate Change Conference in May 2017) 7 COP-23/CMP-1/SBI- 47/SBSTA-47/APA1.4 (United Nations Climate Change Conference November 2017) Bonn, Jerman, 8-18 Mei 2017 Bonn, Jerman, 6-17 November Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, )) Tabel 4.1 Delegasi Republik Indonesia pada 7 Sesi Perundingan UNFCCC ( ) 4.3 Perimbangan Gender Dengan masuknya gender sebagai salah satu agenda resmi COP UNFCCC yang dimulai di COP21, dorongan terhadap gender balance, khususnya dorongan perempuan untuk menjadi negosiator di delegasi tiap Negara Pihak dan yang menduduki posisi pada jabatan-jabatan kunci pada Subsidiary Bodies serta organisasi terkait semakin besar. Untuk Indonesia, jumlah perempuan dalam Delegasi Indonesia dalam tiga COP masih sekitar sepertiga dari total jumlah Delegasi Indonesia. Sementara untuk sesi perundingan subsidiary bodies, jumlah negosiator perempuan adalah hampir separuh dari jumlah total Delegasi Indonesia. Adalah hal yang membanggakan untuk Indonesia bahwa posisi decision maker utama terkait pengendalian perubahan iklim di Indonesia, yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim selaku NFP for UNFCCC dan selaku chief negotiator, keduanya adalah perempuan. Berikut adalah profil perimbangan laki-laki dan perempuan dalam sesi perundingan tiga COP: 65

78 DELRI PADA COP21/CMP11 (2015) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Perempuan 30% Laki-laki 70% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.7 Pengelolaan DELRI pada COP21/CMP11 berdasarkan Jenis Kelamin DELRI PADA COP22/CMP12 (TAHUN 2016) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Perempuan 32% Laki-laki 68% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2016) Gambar 4.8 Pengelolaan DELRI pada COP22/CMP12 berdasarkan Jenis Kelamin 66

79 Perempuan 36% DELEGASI RI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Laki-laki 64% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2017) Gambar 4.9 Pengelolaan DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.3 berdasarkan Jenis Kelamin Berikutnya adalah profil perimbangan laki-laki dan perempuan dalam sesi perundingan empat pertemuan subsidiary bodies selama rentang waktu 2,5 tahun: DELEGASI RI PADA ADP2.10 (31 AUG - 4 SEPT 2015) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Perempuan 44% Laki-Laki 56% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.10 Pengelolaan DELRI pada ADP2.10 berdasarkan Jenis Kelamin 67

80 DELEGASI RI PADA ADP2.11 (19-23 OKT 2015) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Perempuan 43% Laki-laki 57% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2015) Gambar 4.11 Pengelolaan DELRI pada ADP2.11 berdasarkan Jenis Kelamin DELEGASI RI PADA SBI44/SBSTA44 (16-26 MEI 2016) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Perempuan 43% Laki-laki 57% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2016) Gambar 4.12 Pengelolaan DELRI pada SBI44/SBSTA44/APA1.2 berdasarkan Jenis Kelamin 68

81 DELEGASI RI PADA SBI46/SBSTA46 (8-18 MEI 2017) BERDASARKAN JENIS KELAMIN Laki-laki 42% Perempuan 58% Sumber: ORS UNFCCC Indonesia (KLHK, 2016) Gambar 4.13 Pengelolaan DELRI pada SBI46/SBSTA46/APA1.3 berdasarkan Jenis Kelamin 4.4 Kantor Delegasi Republik Indonesia Dalam setiap sesi perundingan baik COP maupun Subsidiary Bodies, Sekretariat UNFCCC penyediakan fasilitas penyewaan area kantor delegasi bagi semua Negara Pihak. Indonesia selalu memanfaatkan fasilitas penyewaan tersebut pada setiap penyelenggaraan COP. Dalam tiga kali COP, Indonesia menyelenggarakan Kantor Delegasi RI pada COP21, COP22 dan COP23. Penyelenggaraan Kantor Delegasi RI bertujuan sebagai penyediaan sarana fisik ruang interaktif seluruh Delegasi RI. Penyediaan ruang kantor Delegasi RI pada setiap COP melalui event organizer (EO) yang ditunjuk langsung oleh Sekretariat UNFCCC. Penyelenggaraan kantor delegasi terdiri dari: a. Pengadaan space (ruang dan pendirian dinding bangunan nonpermanen); b. Pengadaan amenities, yaitu perlengkapan seperti furnitur mencakup meja, kursi, almari, pencahayaan (lighting), perlistrikkan (electricity), jaringan internet termasuk wi-fi, tata suara (sound system), peralatan kantor dari mesin fotokopi/fax/scanner, laptop/pc, projector, printer 69

82 hingga stationery seperti spidol, ballpoint, pensil dan lainnya, juga lemari es/kulkas, dan dekorasi (tanaman pot). Kebijakan yang dilakukan dalam penyelenggaraan tiga kali COP yang telah dilalui, pendanaan untuk penyelenggaraan Kantor Delegasi Republik Indonesia adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Prosedur pembayaran yang dilaksanakan selama ini adalah melalui sistem pembayaran langsung (LS) ataupun dengan Non-LS. 4.5 Paviliun Indonesia Dalam pencapaian misi yang diemban oleh Delegasi Indonesia pada setiap sesi COP selalu didasarkan pada 2 (dua) jalur: a. Hard diplomacy diplomasi di forum resmi perundingan b. Soft diplomacy diplomasi melalui kampanye dan outreach. Strategi soft diplomacy ini diwujudkan melalui penyelenggaraan Paviliun Indonesia, memanfaatkan fasilitas alokasi parallel events untuk party dan observer yang disediakan oleh Sekretariat UNFCCC dalam rangka mengakomodasi keterlibatan Non-State Actor dan NonParty Stakeholder untuk terlibat dalam COP. Melanjutkan dari COP sebelumnya, Pemerintah Indonesia juga menyelenggarakan Paviliun Indonesia dalam COP21, COP22, dan COP23. Mengingat penyelenggaraan Paviliun Indonesia menyerap resources tersendiri yang besar baik dari aspek SDM, dukungan finansial, dan waktu, pengelolaan Paviliun Indonesia dalam COP21, COP22, dan COP23 sepenuhnya berada dalam koordinasi Sekretariat Jenderal KLHK, dengan Sekretaris Jenderal KLHK selaku Koordinator penyelenggaraan Paviliun Indonesia melalui Staf Ahli MENLHK Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam selaku Penanggung Jawab penyelenggaraan Paviliun Indonesia. 70

83 Sumber: Ditjen. PPI (KLHK, 2017) Gambar 4.14 Pembukaan Paviliun Indonesia pada COP23 Sumber: Tim Paviliun Indonesia (KLHK, 2017) Gambar 4.15 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Salah Satu Sesi di Pavilion COP23 Sumber: Tim Paviliun Indonesia (KLHK, 2017) Gambar 4.16 Acara Penutupan Paviliun Indonesia pada COP23 71

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dua ad-hoc working groups, AWG-KP dan AWG-LCA, akan diakhiri di Doha AWG-LCA: diakhiri dengan agreed outcome untuk isu

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN Pekerjaan Rumah Indonesia oleh: Liana Bratasida lianab125@yahoo.com Jakarta, 22 Maret 2012 Negosiasi Internasional Menjelang 2012 Struktur Organisasi UNFCCC

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha?

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Tazwin Hanif Deputy Director for Sustainable Development. Ministry of Foreign Affairs Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH sambutan dari Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres, Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, dan pidato pembukaan oleh Menteri Lingkungan Afrika Selatan, Nkoana-Mashabane

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Toferry P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri 2015 Outline Pentingnya SDGs Proses dan

Lebih terperinci

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Januari 2017 MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK PERSETUJUAN PARIS DALAM KONTEKS NASIONAL Dr. Ir.

Lebih terperinci

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 OUTLINE 1. PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA 2. PARIS CLIMATE AGREEMENT: PENANDATANGANAN

Lebih terperinci

Proses Pembahasan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Tingkat Global. Kementerian Luar Negeri

Proses Pembahasan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Tingkat Global. Kementerian Luar Negeri Proses Pembahasan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Tingkat Global Kementerian Luar Negeri 30/01/2014 1 KTT Rio+20: the Future We Want Konferensi PBB untuk Pembangunan

Lebih terperinci

Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)

Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) L and D Map mandates, workplans, and/or decisions with adaptation relevance the work programme on loss and damage (L&D WP),

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Disusun oleh: DANIEL AGA ARDIANTO NPM : 02 05 08058 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Pembelajaran Perubahan Iklim di Indonesia

Strategi Pengembangan Pembelajaran Perubahan Iklim di Indonesia Strategi Pengembangan Pembelajaran Perubahan Iklim di Indonesia Doddy S. Sukadri Yayasan Mitra Hijau (YMH) Jakarta 29 Maret 2017 Paparan Hari ini UNFCCC LATAR BELAKANG Artikel 6 UNFCCC (Action for Climate

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA DALAM KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M Direktur Inventarisasi

Lebih terperinci

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM Sekilas Tentang DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Translating Transparency Framework of Paris Agreement to National Context Dipresentasikan oleh Belinda A Margono Pada acara

Lebih terperinci

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017 DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN Workshop Nasional "Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris dalam Konteks Nasional" Jakarta, 26 Januari 2017 ISU STRATEGIS ORGANISASI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBAHASAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE

PERKEMBANGAN PEMBAHASAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE PERKEMBANGAN PEMBAHASAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE Toferry P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Neger RI Juni 2015 Outline Proses menuju kesepakatan baru

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRI NASIONAL

SISTEM REGISTRI NASIONAL EDISI NOVEMBER 2016 USER MANUAL SISTEM REGISTRI NASIONAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK PUBLIK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim 2016 Daftar

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM OUTLINE ISU PENDANAAN REDD+ PROGRESS PENDANAAN REDD+ di INDONESIA

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM NOMOR : SK.6/PPI/SET/KUM.1/3/2018 TENTANG PETA LINTAS

Lebih terperinci

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan

Lebih terperinci

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM Sekilas Tentang DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PETIKAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA AFRIKA TAHUN 2015 DALAM RANGKA PERINGATAN KE-60 KONFERENSI ASIA AFRIKA

Lebih terperinci

National Planning Workshop

National Planning Workshop Strategi Nasional Untuk Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Menghadapi Perubahan Iklim National Planning Workshop Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Jakarta, 9 Oktober 2012 Outline Landasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DAN PENETAPAN PROVINSI

Lebih terperinci

Sambutan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF dalam

Sambutan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF dalam Sambutan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF dalam PELUNCURAN ICCTF MEDIA AWARD 2015 Jakarta, 8 September 2015 Perubahan Iklim dan Pembangunan

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan dalam rangka PELATIHAN MEKANISME PEMBAYARAN REDD PLUS Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desember

Lebih terperinci

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN AMENDMENT TO THE BASEL CONVENTION ON THE CONTROL OF TRANSBOUNDARY MOVEMENTS OF HAZARDOUS WASTES AND THEIR DISPOSAL ( AMENDEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM

PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim & Multilateral Disampaikan pada Workshop Sinkronisasi Sistem Perencanaan & Penganggaran dalam Mendukung Pengurangan

Lebih terperinci

Update on Indonesia Climate Change Policy Development

Update on Indonesia Climate Change Policy Development Update on Indonesia Climate Change Policy Development Dr. Medrilzam Director for Environment Affairs Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS) Presented

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013

ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DAN PENETAPAN PROVINSI BALI SEBAGAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL

PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL (Refleksi MP3EI dan RAN GRK Untuk Menghadapi Batas-Batas Pertumbuhan) Mahawan Karuniasa PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION, ROLE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK SPESIES LIAR DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN ATAS PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGANTAR PRESIDEN RI PADA SIDKAB TERBATAS BID. PEREKONOMIAN DI NUSA DUA, BALI, 28 MARET 2013 Kamis, 28 Maret 2013

PENGANTAR PRESIDEN RI PADA SIDKAB TERBATAS BID. PEREKONOMIAN DI NUSA DUA, BALI, 28 MARET 2013 Kamis, 28 Maret 2013 PENGANTAR PRESIDEN RI PADA SIDKAB TERBATAS BID. PEREKONOMIAN DI NUSA DUA, BALI, 28 MARET 2013 Kamis, 28 Maret 2013 PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG KABINET TERBATAS BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

Emisi global per sektornya

Emisi global per sektornya Adaptasi Perubahan Iklim sebagai Langkah Mendesak dan Prioritas Ari Mochamad Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan pada acara FGD tentang Kajian Peraturan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi

Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi 1 OLEH: MAHENDRA SIREGAR WAKIL MENTERI PERDAGANGAN PADA ROUND TABLE DISCUSSION INDONESIA, G-20 DAN KOMITMEN ANTI-KORUPSI Diselenggarakan oleh INFID. Hotel Santika

Lebih terperinci

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PERMEN-KP/2016 TENTANG TATA CARA PEMULANGAN NELAYAN INDONESIA YANG DITANGKAP DI LUAR NEGERI KARENA MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN DI NEGARA

Lebih terperinci

De Foresta H, K. A. (2000). Agroforest khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. In Ketika Kebun Berupa Hutan (p. 249). Bogor: ICRAF.

De Foresta H, K. A. (2000). Agroforest khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. In Ketika Kebun Berupa Hutan (p. 249). Bogor: ICRAF. Daftar Pustaka Books De Foresta H, K. A. (2000). Agroforest khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. In Ketika Kebun Berupa Hutan (p. 249). Bogor: ICRAF. Subiksa, F. A. (2008). Lahan Gambut: Potensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.51/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TIM KOORDINASI PERUNDINGAN PERDAGANGAN KARBON ANTAR NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.72/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI AKSI DAN SUMBERDAYA PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Jambi, Desember 2013 Penulis

Jambi, Desember 2013 Penulis Laporan pelaksanaan Sosialisasi Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (PEP RAD GRK) ini, menguraikan tentang : pendahuluan, (yang terdiri dari latar belakang,

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership)

Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Pelaksanaan perjanjian internasional dibidang perubahan iklim (studi kasus: hubungan antara pengetahuan dengan sikap stakeholders sehubungan dengan

Lebih terperinci

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut.

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional

Lebih terperinci

AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK

AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK PASAL 1: AMENDEMEN AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK A. Pasal 4, ayat 1 qua Ayat berikut wajib dimasukkan sesudah Pasal 4 ayat 1 ter

Lebih terperinci

Implementasi SDGs di Tingkat Global dan Keterkaitannya dengan Isu Kekayaan Intelektual

Implementasi SDGs di Tingkat Global dan Keterkaitannya dengan Isu Kekayaan Intelektual Implementasi SDGs di Tingkat Global dan Keterkaitannya dengan Isu Kekayaan Intelektual Toferr y P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, 2016 Outline: 1.

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Oleh. Dr. Sunaryo Staf Ahli Menteri Kehutanan IV Bidang Kemitraan/ Ketua Tim CDM Kehutanan

Oleh. Dr. Sunaryo Staf Ahli Menteri Kehutanan IV Bidang Kemitraan/ Ketua Tim CDM Kehutanan LAPORAN MENGIKUTI SIDANG SBSTA DAN SBI-22 KONVENSI PERUBAHAN IKLIM (Twenty-second Sessions of Subsidiary Bodies of the United Nations Framework Convention on Climate Change) Bonn, Jerman, 19 27 May 2005

Lebih terperinci

AGENDA SIDANG THE 26 TH EXCOM MEETING

AGENDA SIDANG THE 26 TH EXCOM MEETING LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SIDANG THE 26 TH MEETING OF EXECUTIVE COMMITTEE PARLIAMENTARY UNION OF OIC MEMBER STATES ANKARA REPUBLIC OF TURKEY 20 NOVEMBER 2011 PENDAHULUAN Pada tanggal 20 November 2011

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1780, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Perjanjian Internasional. Penyusunan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Ulasan - Review Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Perdinan GFM FMIPA - IPB Desain oleh http://piarea.co.id NDC - Adaptasi TARGET The medium-term goal of Indonesia

Lebih terperinci