negatif (Sittig et al., 2005, Hackl et al., 2009). Dokter marah dan jengkel karena alur kerja mereka tergantung pada sistem yang ada dan pelayanan

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rekam medik elektronik (RME) mengintegrasikan perawatan kesehatan dokter dengan apotek, pabrik farmasi, penyedia asuransi dan entitas lainnya. Integrasi ini menyebabkan perawatan pasien menjadi lebih baik, informasi lebih tepat waktu, mengurangi kesalahan medis dan mengurangi biaya (Menachemi et al., 2007). Laporan dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan di Amerika ( The United States Department of Health and Human Service) menyampaikan bahwa RME bisa mengurangi pengeluaran sebesar United States (US) $ 140 miliar pertahun, sekitar 10% dari biaya pelayanan kesehatan dan mengurangi kematian pertahun yang disebabkan kesalahan pengobatan (Thompson dan Brailer, 2004). Implementasi RME dalam pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting dan mendapat perhatian yang tinggi namun tenaga profesional kesehatan belum bersemangat untuk mengadopsi dan menggunakannya dalam praktek klinis (Lapointe dan Rivard, 2005, Bhattacherjee dan Hikmet, 2007, LeTourneau, 2004). Salah satu alasannya adalah implementasi RME akan menggangu praktek klinis (Wilkins, 2009). Di Amerika adopsi RME masih rendah (antara 5% - 30%) pada dokter yang praktek di rawat inap dan rawat jalan (Ash dan Bates, 2005, Simon et al., 2007). Dokter memiliki kontrol dan otonomi yang tinggi sesuai dengan keahlian profesionalnya dalam pelayanan kesehatan (Blumenthal, 2002). RME merupakan ancaman bagi otonomi profesional dokter dan membatasi fleksibilitas pelayanan karena menu RME yang terstruktur (Cambell et al., 2006). Penerimaan dan adopsi terhadap implementasi RME oleh dokter merupakan suatu tantangan dalam pelayanan kesehatan. Dokter memiliki kebebasan yang cukup besar untuk memutuskan apakah akan menggunakan dan bagaimana menggunakan RME dalam praktek klinis (Ilie et al., 2009). Faktor-faktor psikologis juga mempengaruhi penerimaan dan penggunaan RME. Tanggapan dokter terhadap aplikasi RME dapat berbentuk emosi yang 1

2 2 negatif (Sittig et al., 2005, Hackl et al., 2009). Dokter marah dan jengkel karena alur kerja mereka tergantung pada sistem yang ada dan pelayanan pasien membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini menyiratkan bahwa kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan bagi dokter akan membentuk sikap positif terhadap RME sehingga selanjutnya akan diterima dan digunakan dalam praktek klinis (Venkatesh dan Davis, 1996, Venkatesh, 2000, Pare et al., 2006). Rumah sakit Panti Rapih merupakan institusi katolik yang memberi pelayanan kesehatan dibawah naungan Yayasan Panti Rapih dan dikelola bersama dengan Suster Tarekat Cinta Kasih Carolus Boromeus, diresmikan pada tanggal 14 September 1929 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan nama rumah sakit Onder De Bogen yang berarti di bawah lengkungan. Pada masa pendudukan Jepang, segala sesuatu yang berbau Belanda tidak boleh digunakan di Indonesia. Demikian halnya dengan Onder de Bogen harus diganti dengan nama pribumi. Oleh sebab itu Bapak Uskup Mgr Alb Soegijopranoto SJ memberikan nama baru yaitu rumah sakit Panti Rapih yang berarti rumah penyembuhan. Visi rumah sakit Panti rapih sebagai rumah sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional dan penuh kasih dalam suasana syukur kepada Tuhan. Sehingga rumah sakit Panti Rapih selalu berusaha untuk memberikan pelayanan secara profesional. Rata-rata kunjungan pasien rawat jalan 700 pasien/hari dan 70 pasien perhari adalah pasien baru. Hal ini berdampak pada tempat penyimpanan dokumen rekam medik. Formulir-formulir yang dibuat oleh perawat maupun tenaga kesehatan lain menyebabkan dokumen menjadi semakin tebal. Pertambahan dokumen rekam medik tidak diimbangi dengan penyiapan ruangan yang memadai sehingga tempat penyimpanan menjadi penuh. Proses pengambilan dokumen rekam medik lama sehingga mengakibatkan terlambatannya distribusi dokumen rekam medik ke meja dokter. Beberapa upaya telah dilakukan diantaranya dengan menyusutkan dokumen rekam medik kemudian dimusnahkan tetapi belum bisa mengimbangi pertambahan dokumen, sehingga direktur rumah

3 3 sakit Panti Rapih membuat keputusan untuk penerapan RME pada poliklinik rawat jalan dan IGD. Poliklinik rawat jalan memiliki 29 layanan dengan jumlah dokter 112 orang terdiri dari 21 dokter umum, 91 dokter spesialis dan sub spesialis. Proses pengembangan RME dimulai pada bulan Juli tahun 2006 dilakukan pada klinik penyakit saraf dengan 1 dokter spesialis syaraf sebagai pilot project. Input data dilakukan oleh dokter mulai dari data klinis, permintaan pemeriksaan penunjang, melihat hasil pemeriksaan sampai dengan order resep. Perancangan data base tersebut dilakukan oleh dokter, pengolah data elektonik rumah sakit, rekam medik dan pihak pengembang. Sistem informasi dalam pilot project RME ini terpisah dengan bagian pendaftaran, laboratorium dan billing sistem sehingga integrasi data dilakukan dengan proses bradging. Hasil dari pemeriksaan dokter dicetak untuk mengantisipasi bila pasien berobat ke dokter lain. Resep juga dilakukan secara elektronik dengan cetak resep langsung di instalasi farmasi. Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi tersebut adalah dokter kurang fokus pada pasien karena sibuk input data klinis pada komputer. Proses pengembangan selanjutnya dilakukan pada bulan April 2010 di klinik kesehatan gigi dan mulut dengan 9 orang dokter, pada bulan Agustus 2010 di klinik umum dan pada bulan September 2010 pada poliklinik yang lain kecuali klinik penyakit anak, bedah dan kebidanan-kandungan dan pada bulan November 2010 semua pelayanan rawat jalan dan IGD sudah menggunakan RME. RME sudah terintegrasi dengan farmasi, laboratorium dan keuangan. Pembuatan database dilakukan sendiri oleh rumah sakit tanpa pihak pengembang. Dalam proses implementasi RME mengalami banyak hambatan dari dokter sebagai pengguna. Ada dokter yang langsung menggunakan RME tapi ada juga dokter yang belum menggunakannya. Beberapa alasan yang diutarakan adalah menggunakannya tidak mudah, membutuhkan waktu yang lebih lama, aspek legalitasnya belum jelas dan pelayanan kurang fokus pada pasien karena harus input data. Penerimaan dokter sebagai pengguna harus dievaluasi untuk pengembangan, penyempurnaan sistem dan keberhasilan implementasi RME.

4 4 Gambar 1. Tampilan rekam medik elektronik Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan terhadap niat dokter menggunakan RME di rumah sakit Panti Rapih.

5 5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulisan maka permasalahan yang hendak di teliti yaitu: Bagaimana pengaruh kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan terhadap niat dokter menggunakan RME di rawat jalan dan IGD rumah sakit Panti Rapih? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan dengan niat dokter menggunakan RME di rumah sakit Panti Rapih dengan model penerimaan teknologi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi institusi rumah sakit a. Memperoleh gambaran pengaruh kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan terhadap niat dokter menggunakan RME di rumah sakit Panti Rapih. b. Memperolah masukan untuk pengembangan RME selanjutnya. 2. Bagi Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gajah Mada a. Manfaat aplikatif Untuk menerapkan metode evaluasi RME dengan berdasarkan kemudahan penggunaan, manfaat penggunaan dan niat dokter menggunakan RME b. Manfaat teoritis Membuktikan pengaruh kemudahan penggunaan dan manfaat penggunaan terhadap niat dokter menggunakan RME 3. Bagi peneliti sendiri Sebagai wahana untuk mengaplikasikan keilmuan yang sudah dipelajari di bidang sistem informasi manajemen rumah sakit berbasis komputer.

6 6 4. Bagi peneliti lain a. Memperoleh data yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian serupa di institusi yang lain. b. Memperoleh suatu gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi niat dokter menggunakan RME untuk dijadikan acuan pengembangan penelitian yang lebih luas. E. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini, yaitu: 1. Wilkins (2009) dengan judul Factor Influencing Acceptance of Electronic Health Records in Hospitals. Persamaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut juga mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan RME dengan model penerimaan teknologi. Perbedaannya adalah dalam penelitian tersebut yang menjadi responden adalah manajer sistem informasi kesehatan sedangkan penelitian ini adalah dokter. 2. Hackl et al. (2009) dengan judul The Electronic Health Record in Austria : Physicians' Acceptance Is Influenced by Negative Emotions. Persamaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut juga mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan RME dengan responden dokter. Perbedaannya adalah dalam penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif sedangkan penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. 3. Ilie et al. (2009) dengan judul Paper Versus Electronic Medical Records: The Effects of Access on Physicians' Decisions to Use Complex Information Technologies. Persamaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut juga mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi RME dengan model penerimaan teknologi dan dokter sebagai responden. Perbedaannya adalah dalam penelitian tersebut menekankan pada aksesibilitas sedangkan penelitian ini adalah persepsi.