BAB II. Konteks Historis Penetapan 30% Kuota Calon Legislatif Perempuan. A. Proses Keluarnya Penetapan 30% Kuota Perempuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Konteks Historis Penetapan 30% Kuota Calon Legislatif Perempuan. A. Proses Keluarnya Penetapan 30% Kuota Perempuan"

Transkripsi

1 BAB II Konteks Historis Penetapan 30% Kuota Calon Legislatif Perempuan A. Proses Keluarnya Penetapan 30% Kuota Perempuan Dari berbagai pemberitaan tentang perempuan Indonesia, banyak dijumpai masalah. Seperti banyaknya perempuan yang berpendidikan yang rendah terutama di pedesaan, masalah tindakan kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi dan pornografi, TKW dan perdagangan perempuan dan lainnya. Padahal peranan perempuan sama pentingnya bagi pembangunan pembangunan nasional disamping laki-laki. Dalam kenyataannya saat ini peran perempuan, kehidupan publik kaum perempuan dapat dilihat data ststistik berikut ini: 1. Bidang politik dan legeslatif perempuan sebagai politisi masih sangat sedikit, karena konon profesi ini sangat memerlukan waktu dan tenaga dan pikiran yang penuh sehingga menyulitkan bagi perempuan untuk melakukannya. 2. Perempuan yang menjadi anggota DPR dari periode ke periode kuantitasnya menurun terlihat dari angka pada tahun 1992 sebanyak 12%, 1997 sebanyak 11,2% sedangkan 1999 hanya sebanyak 8,8%. 3. Lembaga ekskutif perempuan yang terlibat di pemerintahan masih sangat sedikit, walaupun stigma masyarakat terhadap pembagian kerja di pemerintahan sudah berubah, namun pandangan masyarakat terhadap suatu jabatan atau posisi tertentu masih bias gender. Semakin tinggi eselon semakin

2 sedikit yang dijabat perempuan seperti: eselon V ada 17%, eselon IV ada 14%, eselon III ada 8%, eselon II dan I kurang dari 5%. Jabatan menteri pun sangat terbatas, dalam kabinet hanya ada 2 orang menteri yang dijabat perempuan. Begitu pula duta besar dan konjen tidak sampai 0,5% yang dijabat perempuan. 4. Lembaga yudikatif hakim agung perempuan hanya 13%, sedangkan hakim perempuan ada 25%, dan jaksa perempuan 20,3%. 5. Jurnalistik, wartawan perempuan ada sekitar 10,9% Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan sebenarnya merupakan isu politik yang masih harus diperjuangkan oleh kaum perempuan. Para pemerhati perempuan sangat yakin dan optimis bahwa dengan melibatkan perempuan dalam pengambilan kebijakan, akan sangat berdampak pada kesdilan politik itu sendiri karena perempuan lebih sensitif pada kepentingan keluarga, anak, dan perempuan. Namun impian keadilan politik itu masih sangat jauh untuk dapat diraih mengingat kesadaran hak politik perempuan masih sangat rendah. Akses informasi yang dapat menambah wawasan perempuan untuk mengetahui dan menyadari hak-hak politiknya masih sangat kecil. Rendahnya kesadaran politik bagi perempuan menyebabkan terjadinya manipulasi suara perempuan pada pemilu yang lalu, dimana perempuan memilih partai politik tidak berdasarkan atas pilihannya sendiri. Dengan kata lain, kontrol perempuan terhadap hak pilihnya dalam pemilu, masih sangat lemah. Adanya streotip bahwa politik itu urusan laki-laki, karena selama ini lakilaki yang mendominasi arena politik, memformulasikan aturan main dan

3 mendefenisikan standar evaluasi yang mempersulit posisi perempuan. Oleh karena itu perempuan dapat dikatakan bahwa perempuan menjadi kelompok marginal dalam gelanggang politik, membutuhkan perhatian untuk diperjuangkan. Dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengharustamaan Gender merupakan indikator bahwa isu gender yang terus bergulir belum mendapatkan perhatian khusus dalam berbagai bidang pembangunan, termasuk pembangunan politik yang bewawasan gender. Ketidakadilan mengertian, kurangnya empati, dan kurangnya perhatian para personel negara yang kebanyakan laki-laki terhadap persoalan perempuan maupun kesejahteraan rakyat yang berwawasan gender. Jumlah perempuan anggota dalam pembuatan kebijakan dan hukum-hukum formal negara Indonesia yang sangat minim untuk dapat mempengaruhi sistem. 25 Dalam Perpres No. 7 Th tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional th 2004/2009 salah satu sasaran utama untuk mencapai Indonesia yang adil dan demokratis adalah: Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk termasuk diskriminasi dibidang hukum dengan menegakan hukum secara adil serta mengahapus peraturan yang diskriminatif, ketidakadilan gender serta melanggar prinsip keadilan agar setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam bidang hukum. 26 Pembangunan nasional dalam era demokratisasi ini perempuan dan lakilaki merupakan suatu sistem, dimana perempuan dan laki-laki punya fungsi dan Peraturan Presiden No.7 Th 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Thn 2004/2009.

4 perananya masing-masing yang saling mengisi. Jika perempuan tidak berperan secara optimal, tentu bangsa Indonesia lambat untuk menjadi bangsa yang besar dalam menghadapi globalisasi, apalagi untuk bersaing dengan bangsa lain. Agar kesempatan itu terisi secara optimal, maka untuk situasi tertentu perlu diberlakukannya kuota. Artinya kuota ini diberlakukan tidak lain adalah untuk mempersiapkan bangsa kita dalam pembangunan. Kuota ini pun bukan berarti ancaman bagi laki-laki dan bukan berarti hanya mengutamakan jumlah perempuan, namun dalam pengisian kuota itu kualitaspun wajib menjadi persyaratan. Bila sudah sampai saatnya perempuan mencukupi syarat minimal, kuota sudah tidak diperlukan dan dapat dicabut. Jadi kuota diperlukan selama perempuan sedang mempersiapakan dirinya. Kuota ini sangat diperlukan pada beberapa tempat, jika memperjuangkan agar jumlah perempuan meningkat, dan calon legisltif dari setiap partai perlu diberlakukan kuota. Sehingga nanti dalam pengambilan keputusan diharapkan mereka kan memperjuangkan perempuan. Tepatnya, pengisian kuota ini harus hati-hati, sebab belum tentu perempuan memperjuangkan perempuan dan belum ada atau masih jarang pula laki-laki yang memperjuangkan perempuan. Kendati berbagai perangkat hukum telah melegetimasi partisipasi politik bagi perempuan sampai saat ini antara perempuan dengan dunia politik masih merupakan dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik dan lembagalembaga politik formal jumlahnya masih sangat rendah dibandingkan dengan laki-

5 laki. Dunia politik selalu diasosiasikan dengan ranah publik yang relatif dekat dengan laki-laki, mengingat kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari akar budayanya dimana mayoritas masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Budaya patriarki memosisikan perempuan pada peran-peran domestik seperti pengasuhan, pendidik, dan penjaga moral. Sementara itu, peranan laki-laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah. Perpanjangan dari berbagai peran yang dilekatkan pada perempuan tersebut maka arena politik yang sarat dengan peranan pengambilan kebijakan terkait erat dengan isu-isu kekuasaan identik dengan dunia laki-laki. Apabila perempuan masuk ke panggung politik kerap dianggap sesuatu yang kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia keras sarat dengan persaingan bahkan terkesan sangat membius. Bila dicermati kancah perpolitikan perempuan di Indonesia dari segi keterwakilan perempuan baik ditataran eksekutif, yudikatif, maupun legislatif sebagai badan yang memegang peran kunci menetapkan kebijakan publik, mengambil keputusan dan menyusun berbagai piranti hukum, perempuan masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki. Perjuangan aktivis perempuan dalam mengeleminasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan adalah dengan melakukan tindakan affirmasi (affimattive action). Salah satu tindakan affirmasi adalah dengan penetapan sistem kuota sedikitnya 30% dalam institusi-institusi pembuat kebijakan negara. 27 Berkat perjuangan gigih koalisi para aktivis permasalahan perempuan dan koalisi 27 ibid

6 perempuan anggota parlemen, ditengah berseminya alam demokrasi dan keterbukaan di era reformasi ini secara menagerial implementasi tindakan affirmasi ini dalam hal perwakilan perempuan di parlemen dan partai politik telah berhasil di undangkan secara fundamental dalam pasal 65 UU pemilu No.12 tahun Pasal tersebut adalah 65 ayat (1) dan (2) yang dikenal dengan sebutan kuota untuk perempuan berbunyi: (1) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. (2) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120 persen jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap daerah pemilihan. Sementara itu dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2008 kuota 30% perwakilan perempuan diatur dalam pasal 53 yang berbunyi: Daftar bakal calon sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 52 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Dengan adanya sistem kuota sedikitnya 30% perwakilan perempuan Indonesia dalam pengambilan keputusan diharapkan akan membawa perubahan pada kualitas legalisasi berperspektif perempuan dan gender yang adil; perubahan cara pandang dalam melihat dan menyelesaikan berbagai permasalahan politik dengan mengutamakan perdamaian dan cara-cara anti kekerasan, perubahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ikut memasukan kebutuhankebutuhan perempuan sebagai bagian dari agenda-agenda nasional. Isu yang merebak mengenai calon legislatif peremnpuan justru berhembus

7 oleh partai politik sendiri tentang ketidak tersediaan sumber daya manusia perempuan yang memadai untuk dijadikan calon legislatif dari partai politik. Sangatlah diskriminatif mempermasalahkan kelangkaan sumber daya manusia perempuan yang berkualitas padahal pada kenyataan selama ini bahwa laki-laki yang tidak.berkualitas yang duduk di kursi legeslatif. B. Sistem Zipper Dalam Penentuan Calon Legeslatif UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu ini merupakan kado tahun baru bagi kalangan aktivis perempuan yang sudah berjuang cukup lama untuk UU Partai politik dan UU Pemilu yang lebih ramah perempuan. Tapi, perjuangan memang belum berakhir, dan kalangan aktivis perempuan kembali berkepentingan untuk mewarnainya agar sistem pemilu yang nanti digunakan juga ramah terhadap keterwakilan perempuan. Tulisan Ani Soetjipto (Media Indonesia, 11/2/08) mempromosikan sistem zipper (zebra) sebagai bentuk tindakan afirmatif (affirmative action) atau kuota terhadap perempuan dalam pencalonan mereka sebagai kandidat yang diusung partai politik. Zipper sistem adalah sistem penentuan legislatif secara selang-seling. Penentuan seperti retsleting secara selang-seling dianggap dapat mewujudkan keterwakilan perempuan dalam lembaga politik. Indonesia tidak menganut sistem zipper murni. Menurut Ferry Mursyidan Baldan sistem zipper yang akan diterapkan di Indonesia adalah sistem zipper yang telah dimodifikasi. Sistem

8 zippper murni mengatur bahwa antara pria dan wanita ditempatkan secara berselingan.. 28 Zipper system adalah sistem yang mengatur adanya minimal 30% perempuan di parlemen. Jadi, jika sebuah partai mendapat 3 kursi, maka salah satunya harus diberikan kepada caleg perempuan yang mendapatkan suara terbanyak. KPU harus melaksanakan zipper system tersebut berdasarkan pasal 53 UU No 10/2008 yang mengatur 30% kuota perempuan di parlemen. 29 Mengenai sistem keterwakilan perempuan menurut UU No 10 Tahun 2008, dapat dilihat pada pasal 53 sampai dengan pasal 58 UU No 10 Tahun Pasal 52 mengatur penyusunan bakal calon legislatif (caleg). Pasal 52 ini menentukan bahwa bakal caleg disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik masingmasing (ayat1). Selanjutnya ditentukan secara tegas bahwa di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimakksud pada pasal 1 (satu), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon. Pembicaraan tentang sistem zipper ini belum banyak dibicarakan di Indonesia. Secara sederhana, pengertian dari sistem zipper, yang merupakan salah satu variasi dari kuota, adalah mendaftarkan kandidat perempuan dan laki-laki secara selang-seling dalam daftar pencalonan yang diajukan partai (party list). Soal selang-selingnya antara laki-laki dan perempuan tinggal berdasarkan kesepakatan saja, apakah 1:1 atau 1:2 atau 1:3. Tujuannya untuk membantu

9 memastikan perempuan tidak dicalonkan dalam urutan sepatu, dan sebaliknya, memberikan kemungkinan perempuan bisa terpilih dalam pemilu legislatif. Jika kita melihat peningkatan presentasi perempuan melalui pengalaman negara-negara lain yang sudah menjalankannya sistem zipper maka akan memungkinkan keterwakilan perempuan di Indonesia meningkat. Menurut Women s Environment and Development Organization, sebuah organisasi internasional yang memonitor keterwakilan perempuan di parlemen di seluruh dunia, ada sekitar 13 negara yang menggunakan sistem elektoral representasi proporsional (sistem daftar) dengan sistem kuota zipper. Dan ternyata, dalam waktu yang relatif singkat, negara-negara tersebut berhasil meningkatkan keterwakilan perempuan melampaui angka critical mass (30%). Menariknya, negara-negara tersebut tidak hanya mewakili negara-negara maju yang sudah mapan sistem politiknya (seperti Swedia, Finlandia, Norwegia, dan Denmark), tapi juga negara-negara berkembang yang masih bermasalah dengan kehidupan politik dan ekonominya (seperti Rwanda, Argentina, Mozambik, dan Afrika Selatan). 30 Sebagai perbandingan dapat kita lihat dari tabel berikut: 30

10 Tabel 1 Negara yang berhasil menggunakan Sistem Kuota Zipper Negara Persentase Perempuan yang lolos di Parlemen Belanda 50% Argentina 30% Swedia 47,3% Rwanda 30% Afrika Selatan 30% Mozambik 34,8% Sumber: http// Sistem zipper hanya akan efektif jika dikombinasikan dengan sistem pemilu tertentu. Dalam klasifikasi sistem pemilu yang terkenal di dunia sistem zipper hanya bisa dikombinasikan lewat sistem proporsional model tertutup atau terbuka terbatas. Zipper tidak akan relevan jika yang diadopsi adalah sistem pemilu majortarian atau sistem sistem proporsional terbuka murni. Sebelum dikelurkannya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.22/PUU- IV/2008, Indonesia masih mengadopsi sistem pemilu 2004 yaitu sistem proporsional daftar terbuka terbatas yang membuka peluang untuk mengadopsi sistem zipper di Indonesia. Sistem zipper sebagai instrumen untuk mejadikan partai politik lebih demokratis, profesional, modern, dan akuntabel. Sistem pemilu berkerelasi sangat erat dengan sistem kepartaian seperti apa yang hendak

11 dibangun kedepan di Indonesia. Partai sebagai salah satu pilar demokrasi saat ini menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat. Adopsi sistem zipper lewat Undang-undang pemilu adalah pilihan strategis dibandingka adopsi melalui internal partai politik. Desakan lewat undang-undang pemilu akan menjadi dorongan positif bagi perubahan internal di partai politik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Model ini adalah fast track menuju pencapaian critical number dalam waktu yang singkat. C. Keputusan Mahkamah (MK) Konstitusi Batalkan 30% Kuota Perempuan Wanita dalam kancah politik sering kali dipandang sebelah mata. Pada masa sebelum reformai sangatlah sulit bagi seorang wanita untuk menjadi seorang anggota legislatif. Diskriminasi terhadap kaum wanita ini memang sering terjadi. Di negara patriarkhi ini peran wanita dalam kancah politik memang terbilang kurang. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh budaya politik Indonesia. Pasca reformasi angin segar berhembus mendorong pada pembaharuan positif. Amandemen yang dilakukan sampai empat kali membawa perubahan signifikan pada sistim politik dan ketatanegaraan di negeri ini. Pengaruh paling besar adalah dengan diaturnya hak-hak dasar warga negara untuk berpolitik pada pasal 28 H (2) UUD 1945 yang telah di amandemen. Selanjutnya perubahan mendasar mulai semakin kuat ketika Undang- Undang Partai Politik No.2 Tahun 2008 dan Undang-Undang Pemilu tentang pemilihan anggota DPR, DPRD, dan DPD. Melalui kedua undang-undang tersebut eksistensi peranan kaum wanita mulai diangkat. Dalam pasal 213

12 Undang-undang No. 10 tahun 2008 memungkinkan wanita untuk memperoleh posisi perwakilan. Dalam UU tersebut diatur kuota keterwakilan perempuan adalah 30 persen. Angin segar yang sudah ditetapkan oleh UU No.10 Tahun 2008 mengenai peluang perempuan dengan sistem zig-zag, kemudian MK telah memutuskan harapan kaum perempuan dengan menetapkan bahwa kemenangan caleg dalam Pemilu 2009 ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak (Putusan No.22/PUU-IV/2008). Dengan adanya keputusan tersebut, maka sejumlah pasal dalam UU Pemilu No.10/2008 yang mengatur tentang keterwakilan perempuan menjadi tidak bermanfaat. Diantaranya, pasal 8 ayat d mensyaratkan partai untuk mencantumkan 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai tingkat pusat. Pasal 52 menyebutkan, jumlah repersentasi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di legislative. Dan pasal 55 ayat 2 mengatakan bahwa setiap tiga daftar caleg harus terdapat di dalamnya satu perempuan. Hal ini berarti menghapuskan sistem nomor urut (sistem terbuka sangat terbatas) dalam penentuan anggota legislatif. Sistem nomor urut digantikan dengan sistem suara terbanyak. Sebelum keluarnya MK yang mementahkan sistem nomor urut dalam penentuan anggota legislatif penerapan sistem zipper sangatlah mudah. Dalam implementasinya partai dapat menentukan nomor urut satu dan dua diisi oleh caleg pria. Kemudian urutan tiga diisi oleh caleg wanita. Penempatan tersebut dilakukan sampai nomor urut seterusnya. Namun masalah muncul ketika putusan MK NO.22/PUU-IV/2008 tentang suara terbanyak lahir. Sistem ini tidak dapat diberlakukan seperti pada awalnya. Hal ini menjadi kontroversi ketika sebuah partai mendapat banyak suara, namun

13 suara tersebut diperoleh dari suara kaum pria. Banyak caleg pria yang menolak untuk memberikan posisinya setelah mendapatkan suara dan digantikan oleh caleg wanita. Dampak dari keputusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 pada keterwakilan perempuan yaitu: pasal 214 UU No.10 Tahun 2008 merupakan landasan yang dapat dijadikan untuk menyusun penempatan caleg sebagaimana yang telah disepakati oleh setiap partai politik peserta pemilu. Dalam daftar itu, penempatan caleg perempuan tentunya diberlakukan dengan sistem zipper atau zig-zag method. Kemudian berdasarkan keputusan MK maka sistem zipper atau zig-zag sebagai upaya yang ditempuh untuk pemberdayaan politik perempuan melalui tindakan affirmasi menjadi tidak efektif. Namun dengan sistem proporsional murni setelah keputusan MK, para caleg perempuan harus berjuang lebih ekstra sama dengan para caleg lainnya. Karena yang dibutuhkan pada sistem pemilu ini adalah setiap caleg berusaha untuk sebanyak-banyak memproleh suara dari konstituennya (rakyat pemilih). Karena dengan batalnya pasal 214 UU No.10 Tahun 2008, calon legislatif terpilih tidak lagi berdasarkan suara 30% bilangan pembagi pemilih (BPP), melainkan berdasarkan suara terbanyak. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menbatalkan salah satu pasal UU No.10 Tahun 2008 dengan menggugurkan prioritas nomor urut dan memutuskan penentuan calon anggota legeslatif berdasarkan suara terbanyak menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Sebagian aktivis perempuan tidak dapat menerima suara terbanyak karena bisa merugikan caleg perempuan. Realitas sekarang ini belum memungkinkan

14 perempuan berkompetisi secara terbuka, termasuk dengan pria. Sekat-sekat kultural dan politik masih menghadang. Budaya patiarki masih sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat dan kondisi perempuan masih termarginalkan, serta berbagai keterbatasan lainnya. Asas persaingan bebas tentu tidak adil bagi perempuan karena ruang pertarungan dan kompetisi yang tidak seimbang. Ibarat bertanding tinju dengan kaki terikat, Tampaknya, lebih bijaksana sekiranya mengedepankan asas keterwakilan, proporsioanalitas, dan perlindungan terhadap perempuan. Dampak suara terbanyak secara tidak langsung telah memandulkan tindakan affirmasi peningkatan keterwakilan 30% perempuan di parlemen, sebagaimana diamanahkan pasal 53 dan pasal 55 UU pemilu. Padahal sebelumnya yang telah mendapatkan apresiasi yang baik dari setiap partai politik menempatkan caleg berdasarkan zipper method atau metode zig-zag dimana setiap tidak caleg terdapat satu perempuan. Sangat beralasan jika kekhawatiran mendalam bahwa putusan tersebut memangkas jumlah perempuan di parlemen. Padahal peran penting perempuan di legislatif masih sangat dibutuhkan. Kehadiran perempuan di DPR sekarang ini sangat minimal mampu mengangkat aspirasi perempuan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 2 Jumlah Perempuan di DPR ( ) Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Perempuan Persentase

15 ,5% % ,5% ,8% % ,09% ,04% Sumber: CENTRO, berdasarkan data KPU 2004 dan 2009 Data nasional memang mencerahkan. Caleg perempuan tercatat dari (34,70 persen). Sekilas jumlah ini memenuhi amanat Pasal 52 yang menyatakan memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan, apalagi terlihat dari data KPU bahwa ada enam partai politik yang tidak memenuhi bakal caleg sekurang-kurangnya 30%. Dari hasil diberlakukanya keputusan Mahkamah Konstitusi pada pemilu legislatif 2009 yang lalu, harapan akan tercapainya kuota 30% perempuan di parlemen tidaka tercapai meskipun ada kenaikan jumlah perempuan sebanyak 7,96% dari pemilu Sementara itu dapat juga kita lihat peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD tingkat I Sumatera Utara tidak tercapai sebanyak 30% kuota perempuan yang diharapkan, meskipun adanya peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD tingkat I Sumatera Utara sebanyak 4,6% dari pemilu Tabel 3 Daftar Caleg Terpilih DPRD Provinsi Sumatera Utara ( ) Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Persentase

16 Perempuan ,25% ,4% % Sumber: Tidak tercapainya harapan kuota 30% keterwakilan perempuan di DPR-RI dan DPRD tingkat I Sumatera Utara juga terjadi untuk DPRD tingkat II Kota Medan bahkan peningkatan yang terjadi sangat sedikit. DPRD tingkat II Kota medan hanya mengalami kenaikan 2% dari hasil pemilu 2004 yang lalu. Tabel 4 Daftar Caleg Terpilih DPRD Kota Medan Periode Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Perempuan Persentase % % % Sumber: Enam partai politik dalam skala nasional yang tidak memenuhi, yaitu Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai

17 Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Republika Nusantara (PRN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Patriot (PP). Dan untuk Kota Medan sendiri terdapat enam partai politik juga yang tidak memenuhi diantaranya yaitu: Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, dan Partai Kedaulatan Tabel 5 Daftar Nama Calon Anggota Legislatif Oleh Partai Politik di Kota Medan NO. Nama Partai Jumlah Caleg Laki-Laki Jumlah Caleg Perempuan Total 1. Partai Hati Nurani Rakyat 2. Partai Karya Peduli Bangsa 3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia 4. Partai Peduli Rakyat Nasional 5. Partai Gerakan Indonesia Raya Partai Barisan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 8. Partai Keadilan Sejahtera Partai Amanat Nasional Partai Indonesia Baru

18 11. Partai Kedaulatan Partai Persatuan Daerah Partai Kebangkitan Bangsa 14. Partai Pemuda Indonesia PNI Marhaenisme Partai Demokrasi Pembaruan Partai Karya Perjuangan Partai Matahari Bangsa Partai Penegak Demokrasi Indonesia 20. Partai Demokrasi Kebangsaan Partai Republikan Partai Pelopor Partai Golongan Karya Partai Persatuan Pembangunan Partai Damai Sejahtera Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia Partai Bulan Bintang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 29. Partai Bintang Reformasi Partai Patriot Partai Demokrat Partai Kasih Demokrasi

19 Indonesia 33. Partai Indonesia Sejahtera 34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama Partai Merdeka Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia Partai Sarikat Indonesia Partai Buruh TOTAL Sumber: KPU Kota Medan Tentu sangat disayangkan jika pemilu 2009 ini tidak mampu melahirkan jumlah anggota legislatif perempuan sebagaimana yang ditargetkan, apalagi turun drastis. Memang tidak mengurangi kwalitas pelaksanaan pemilu, tetapi bisa mempengaruhi kesempurnaan suatu bangunan demokrasi sebagaimana urgensi keterwakilan unsur-unsur terpenting masyarakat termasuk perempuan dalam ranah politik. Pembangunan demokrasi yang menjadi harapan rakyat menghendaki hal tersebut. Apalagi keterlibatan perempuan dalam ruang wilayah politik dengan output kebijakanya, tentu sangat strategi bagi perubahan mendasar gerakan perempuan dan demokrasi masa depan. Tetapi tidak sedikit aktivis perempuan yang mendukung dari keputusan MK tersebut dengan argumentasi pada penguatan demokrasi sejati yang selama ini dicita-citakan selama ini. Perempuan janganlah seperti kucing dalam karung yang selama ini disajikan oleh partai politik. Semangat berikhtiar, berkompetisi, dimiliki semua caleg secara terbuka,

20 bukan hanya antar partai, melainkan antara caleg dalam satu partai. Terlepas dari pro dan kotra, sistem suara terbanyak hendaknya tidak menutup peluang bagi caleg perempuan bisa lebih survival. Tetap diberikan keistimewaan dan kemudahan sebagaimana komitmen awal. Keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sura terbanyak dalam menentukan caleg terpilih tidak serta merta menghiraukan semangat affirmasi yang selama ini diperjuangkan oleh aktivis perempuan dan gender. Semangat tersebut harus tetap menjadi bagian penting kebijakan politik dan hukum yang mendorong perempuan terlibat dan berperan penting. Disisi lain putusan suara terbanyak juga tidak boleh dihadang, harus tetap terlaksana sebagai bagian dari penguatan agenda substansial demokrasi.

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Utara Hari/Tanggal: 02 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 11.20-11.55 WIB Disahkan Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Pukul:

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Banten Hari/Tanggal: 30 April 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 15.15-15.40 WIB Perbaikan Hari/Tanggal: 01 Mei 2009 Pukul: 21.10-22.50

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai

Lebih terperinci

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA MODEL EB 1 DPRD KAB/KOTA PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PROVINSI : SULAWESI

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN SUARA SAH POLITIK DALAM PEMILU ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota-009.436512/2013 TENTANG PENETAPAN SYARAT MINIMAL JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012. KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 T E N T A N G PENETAPAN JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK - 1 - KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kota-019.435761/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 33/Kpts/KPU-Kab-019.964931/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN CALON YANG DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM -1- KOMISI PEMILIHAN UMUM SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 10 /Kpts/KPU-Wng-012329512/2010 TENTANG PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN SUARA SAH PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU PADA PEMILU ANGGOTA

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Skripsi PEREMPUAN DAN POLITIK (Studi Penetepan Kuota 30% Calon Anggota Legislatif Perempuan oleh Partai PNI Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia di Kota Medan) D I S U S U N Oleh : Nama : Eka Parinduri

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam kesempatan ini sebelum melakukan perbandingan antara kedua sistem dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD di 2009 dan 2014, terlebih dahulu yang dibahas adalah apa dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara,

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menganut konsep demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan masyarakat untuk memilih secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

MANDI RAJA PURWO NEGORO

MANDI RAJA PURWO NEGORO SERTIFIKAT REKAPITULASI PENGHITUNGAN HASIL PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK DAN CALON ANGGOTA DPRD PROVINSI DI KPU KABUPATEN/KOTA (Diisi berdasarkan Formulir DA- DPR Provinsi) KABUPATEN PROPINSI DAERAH PEMILIHAN

Lebih terperinci

PURWO NEGORO MANDI RAJA

PURWO NEGORO MANDI RAJA SERTIFIKAT REKAPITULASI PENGHITUNGAN HASIL PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK DAN CALON ANGGOTA DPR DI KPU KABUPATEN/KOTA (Diisi berdasarkan Formulir DA- DPR) KABUPATEN PROPINSI DAERAH PEMILIHAN DPRD PROVINSI

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Begitu banyak permasalahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia khususnya yang menimpa kaum perempuan seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Oleh: Ani Soetjipto Akademisi Universitas Indonesia I. Hilangnya koherensi hulu-hilir tindakan affirmative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN MALINAU Studi Pada Anggota DPRD Kabupaten Malinau

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN MALINAU Studi Pada Anggota DPRD Kabupaten Malinau ejournal Pemerintahan Integratif, 2013, 1 (1): 1-12 ISSN 0000-0000, ejournal.pin.or.id Copyright 2013 KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN MALINAU Studi Pada Anggota DPRD Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Putusan Mahkamah Konstitusi No 22-24/PUU-VI/2008 Terhadap Pemberian Kuota 30% Keeterwakilan Perempuan di Partai Politik dan Parlemen Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1 PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 13/PHPU.D-X/2012 Tentang Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara Terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh : FRANSIN KONTU, S.IP., M.Si. Email : fransin.ratih@gmail.com Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP-UNMUS ABSTRAK Kesenjangan gender

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD September 2014 Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD Bandul RUU Pilkada kini

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 Deputi Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

Warna-Warni Pemilu 64 Lensa Pemilu 2009

Warna-Warni Pemilu 64 Lensa Pemilu 2009 Halaman Perancis Warna-Warni Pemilu 64 Lensa Pemilu 2009 Tim Penyusun Pengarah Prof. Dr. H. A. Hafiz Anshary AZ, MA Sri Nuryanti SIP, MA Dra. Endang Sulastri, M.Si I Gusti Putu Artha, SP, M.Si. Prof. Dr.

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Nangroe Aceh Darussalam Hari/Tanggal: 05 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 10.00-10.30 WIB No Nama Partai Perolehan Suara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan terobosan besar

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Barat Hari/Tanggal: 27 April 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 16.50-17.28 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 75/PHPU.C-VII/2009

PUTUSAN Nomor 75/PHPU.C-VII/2009 PUTUSAN Nomor 75/PHPU.C-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: DKI Jakarta Hari/Tanggal: 05 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 13.30-14.00 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan

Lebih terperinci