LANTING. Journal of Architecture DEWAN REDAKSI
|
|
- Sugiarto Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 LANTING Journal of Architecture Volume 1, Nomor 2, Agustus 2012 ISSN DEWAN REDAKSI Pimpinan Redaksi Muhammad Tharziansyah, MT. Sekretaris Redaksi Naimatul Aufa, M.Sc. Anggota: J.C. Heldiansyah, M.Sc. Dila Nadya Andini, M.Sc. Reviewer: Prof. Dr. Rusdi H. A., M.Sc. Dr. Budi Prayitno, M.Eng. Dr.-Ing. Ir. Gagoek Hardiman Dr. Ir. Syahril Taufik, MSc. Eng. Dr. Laila Zohra, M.Eng. Desain Cover, Setting Tata Letak: J.C. Heldiansyah, M.Sc. Alamat Redaksi Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jalan A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan DITERBITKAN OLEH: Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Dekan: Ir. Norman Ruslan, MT Ketua Program: Ir. M. Deddy Huzairin, M.Sc. LANTING Journal of Architecture terbit pertama kali bulan Februari Dewan Redaksi menerima sumbangan artikel terpilih di big teknik arsitektur untuk dimuat pada LANTING Journal of Architecture. LANTING Journal of Architecture diterbitkan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun pada bulan Februari Agustus. Artikel yang diterbitkan bulan Februari diterima Dewan Redaksi paling lambat akhir bulan Oktober yang diterbitkan bulan Agustus diterima dewan redaksi paling lambat akhir bulan April
3 LANTING Journal of Architecture Volume 1, Nomor 2, Agustus 2012 ISSN DAFTAR ISI EDITORIAL Menggali Makna Arsitektur Vernakular: Ranah, Unsur, Aspek-Aspek Vernakularitas Ira Mentayani Ikaputra Konservasi Kawasan Menteng, Jakarta Bambang Daryanto Konsep Pengelolaan Tapak Permukiman di Lahan Rawa, Banjarmasin Dahliani Tanggapan terhadap Iklim sebagai Perwuju Nilai Vernakular pada Rumah Bubungan Tinggi M. Ibnu Saud Hubungan Concept, Context, Content pada Karya Bernard Tschumi Prima Widia Wastuty Inovasi Design Level-Polyculture (Lp) Guidelines dalam Perancangan Lansekap Kawasan Industri yang Ekologis J. C. Heldiansyah Gusti Novi Sarbini Halaman
4 LANTING Journal of Architecture Volume 1, Nomor 2, Agustus 2012 ISSN EDITORIAL Rumah LANTING di Sungai Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sejak tahun 1979 Rumah LANTING merupakan rumah rakit, rumah mengapung di sepanjang sungai, yang secara tradisi menjadi salah satu bentuk perumahan tradisonal masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Syamsiar Seman, 2001, memasukkan rumah lanting ini dalam urutan terakhir dari tipologi rumah arsitektur banjar, yang dapat pula memberikan makna hirarki strata sosial terendah serta marginal dari masyarakatnya. Berpijak pada pemahaman tersebut di atas, maka gambaran rumah LANTING ini memberikan makna simbol arsitektur yang patut menjadi perhatian bagi semua pihak. Pertama, perhatian kita LANTING sebagai wadah permukiman/perumahan masyarakat marginal, maupun arsitektur (permukiman) tepian yang menyertainya, kedua sebagai gambaran arsitektur vernakular dari lingkungan masyarakatnya, ketiga, LANTING menggambarkan pula keunikan perumahan/permukiman di atas air yang akan segera terkikis oleh zaman. Keinginan atensi untuk keberpihakan pada masyarakat kelas bawah/marginal melalui kajian perumahan/permukimannya, kajian arsitektur vernakular, kajian berbagai keunikan teknologi rumah apung, menjadi alasan dasar untuk mengangkat nama LANTING menjadi nama jurnal ilmiah ini, walaupun tidak menutup pada kajian-kajian arsitektur lainnya yang relevan dalam pengembangan ilmu arsitektur. Hal ini sejalan pula dengan tema Program Studi Arsitektur FT Unlam yang menjadikan masalah lingkungan binaan pada kawasan sungai rawa sebagai unggulan program studi. Mudah-mudahan terbitan kedua ini dapat menjadi wacana pencerahan ilmiah dalam kajian arsitektur terbitan jurnal arsitektur LANTING selanjutnya. Banjarbaru, 1 Agustus 2012 Pakhri Anhar
5 LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomer 2, Agustus 2012, Halaman ISSN TANGGAPAN TERHADAP IKLIM SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI VERNAKULAR PADA RUMAH BUBUNGAN TINGGI Mohammad Ibnu Saud Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Prodi Arsitektur Universitas Gadjah Mada Abstrak Keterbatasan energi merupakan tantangan terbesar abad ini, demikian pula dalam arsitektur. Efisiensi energi sebenarnya bukanlah kriteria baru dalam desain arsitektur. Arsitektur vernakular diyakini melakukan tanggapan terhadap iklim melalui penggunaan sumber daya minimum untuk mendapatkan kenyamanan maksimum. Rumah Bubungan Tinggi dalam konteks iklim tropis lembab pada lahan basah di Kalimantan Selatan diasumsikan tanggap terhadap iklim. Bagaimanakah konsep tanggapan terhadap iklim pada Rumah Bubungan Tinggi? Bagaimanakah penerapan tanggapan terhadap iklim tersebut pada Rumah Bubungan Tinggi? Jawabannya bisa menjadi identifikasi awal bagi arsitektur di Kalimantan Selatan dalam menanggapi iklim secara passive design. Menurut Rapoport (1969) dalam konteks iklim, arsitektur vernakular bisa dilihat sebagai shelter pengendali kenyamanan termal. Rumah Bubungan Tinggi sebagai bangunan vernakular, mempertimbangkan faktor iklim untuk mencapai kenyamanan termal. Tanggapan tersebut disesuaikan dengan konteks iklim lokal yaitu pada hal-hal berupa bentuk, material konstruksi, serta elemen-elemen pengendali iklim. Kata Kunci: vernakular, rumah bubungan tinggi, kenyamanan termal Abstract Limitations of energy is the greatest challenge of this century, as well as in architecture. Energy efficiency is not really a new criterion in the design of architecture. Vernacular architecture is believed to initiate a response to the climate through the use of minimum resources to get maximum comfort. RumahBubunganTinggi in the context of the humid tropical climate in the wetlands of South Kalimantan is assumed to respond to climate. How does the concept of climate response ofrumahbubungantinggi? How does the application of the climate response to RumahBubunganTinggi? The answer could be the initial identification of the architecture in South Kalimantan in response to climate passive design. According to Rapoport (1969) in the context of climate, vernacular architecture can be seen as a shelter controlling thermal comfort.rumahbubungantinggi as a vernacular building is considering climatic factors in order to achieve thermal comfort. The response is suited to the context of the local climate on things such as the shape, material and construction, as well as climate control elements. Keywords: vernacular, rumahbubungantinggi, thermal comfort PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global keterbatasan energi merupakan tantangan terbesar di abad ini. Seluruh aspek kehidupan mulai mempertimbangkan dua hal ini dalam pengembangannya, tak terkecuali arsitektur. Arsitektur dituding sebagai pemakai energi penyumbang pemanasan global terbesar (Priatman, 2003). Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha arsitektur dalam memberikan kenyamanan pada penggunanya justru mengorbankan bumi dimana arsitektur itu berada. Efisiensi energi sebenarnya bukanlah kriteria baru dalam desain arsitektur. Konteks keberadaan bangunan selalu ditentukan oleh batasan-batasan iklim material bangunan. Sepanjang sejarah, iklim, energi kebutuhan sumber daya merupakan hal-hal fundamental dalam arsitektur (Priatman, 2002). Bila melihat perjalanan panjang arsitektur pada masa lampau, nenek moyang kita telah lebih arif dalam memanfaatkan alam. Bangunanbangunan yang dibangun pada masa tersebut sangat memperhatikan beradaptasi dengan perilaku alam terutama dalam cara-cara yang sederhana dalam penggunaan sumber daya yang efisien. Kenyamanan dicapai dengan melihat bagaimana perilaku alam mengelolanya sedemikian rupa sehingga keharmonisan 106
6 terjadi antara penghuni bangunan dengan lingkungan alamnya. Rumah-rumah tradisional diyakini sebagai wujud arsitektur yang telah mengalami percobaan-percobaan (trial and error) dalam menghadapi perilaku alam (Rapoport, 1969). Setiap rumah tradisional memiliki perbedaan-perbedaan, sesuai dengan alam dimana ia berada. Pada masa perkembangannya, rumah-rumah ini berhenti berkembang, karena kemajuan teknologi yang mampu memberikan kenyamanan secara aktif. Kenyamanan dipenuhi oleh mesin-mesin buatan manusia yang sampai pada akhirnya ternyata malah mengancam keberlangsungan kehidupan manusia itu sendiri (Moore, 1993). Tidak hanya itu, dimanapun daerahnya berada, model kenyamanan yang diberikan oleh mesin-mesin tersebut sama. Sehingga rumah-rumah sekarang tipikal di setiap tempat. Saat ini, pengetahuan-pengetahuan tentang passive design dalam arsitektur terus digali dikembangkan, baik secara modern maupun dengan melihat kembali pada apa yang telah dilakukan oleh arsitektur vernakular di masa lalu. Arsitektur kontemporer akan diperkaya secara estetik maupun operasional melalui kajian terhadap prinsip-prinsip dasar tanggapan secara iklim pada arsitektur vernakular (Moore, 1993). Berkaitan dengan iklim, kajian-kajian tentang rumah tradisional di beberapa daerah pun telah dilakukan. Menurut Rapoport (1969) iklim menjadi salah satu aspek penting yang mempengaruhi penentuan bentuk pada hunian vernakular, terutama mengingat pada kondisi keterbatasan teknologi sistem pengendalian lingkungan, manusia tidak bisa mendominasi alam tetapi harus beradaptasi. Lebih lanjut Rapoport menguraikan bahwa aspek mendasar dalam mengatasi permasalahan iklim ada pada kemampuan masyarakat vernakular melakukan pemilihan site, material yang sesuai dengan iklim lokal, menggunakan sumber daya minimum untuk mendapatkan kenyamanan maksimum adaptasi model tradisional terhadap kondisi iklim. Dalam konteks tanggapan terhadap iklim, Rapoport menyebut hunian sebagai alat pengendali kenyamanan termal, yang dicapai dengan cara berkolaborasi dengan lingkungan. Indonesia adalah negara beriklim tropis lembab yang memiliki variasi bangunan vernakular yang cukup tinggi, tersebar di sepanjang wilayahnya. Hampir semua arsitektur vernakular di Indonesia dicirikan oleh bentuk rumah panggung dengan pondasi titik, bentuk atap yang bervolume besar menjulang dengan kemiringan tertentu diteruskan dengan teritisan yang lebar, salah satunya sebagai penyelesaian terhadap permasalahan kondisi iklim topis panas lembab dengan curah hujan yang tinggi (Tjahjono, 1998). Rumah Bubungan Tinggi merupakan salah satu bentuk arsitektur vernakular yang ada di Kalimantan Selatan. Dari sebelas tipe bangunan tradisional di Kalimantan Selatan, pada masa lalu Rumah Bubungan Tinggi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk keluarga raja, pada perkembangan selanjutnya, digunakan pula oleh saudagar, sehingga jika dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya, tipe ini diasumsikan lebih memperhatikan faktorfaktor kenyamanan tanggapan terhadap iklim. Perpaduan iklim geografi Kalimantan Selatan berupa iklim tropis lembab pada lahan basah (rawa) turut mempengaruhi penyelesaian Rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi di Desa Teluk Selong Ulu terletak di tepi Sungai Martapura, sudah berusia tahun, dibangun pada tahun 1867 M oleh seorang saudagar, pernah digunakan sebagai markas pada masa perang kemerdekaan, saat ini dijadikan cagar budaya oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Rumah Bubungan Tinggi ini menjadi salah satu dari sedikit Rumah Bubungan Tinggi yang tersisa di Kalimantan Selatan yang masih dalam kondisi aslinya. Rumah Bubungan Tinggi ini dipilih karena kelengkapan datanya telah pernah dilakukan identifikasi awal mengenai struktur anatomi ruangnya oleh Seman (2001) Muchamad (2007). Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah konsep tanggapan terhadap iklim pada Rumah Bubungan Tinggi? 2. Bagaimana penerapannya pada Rumah Bubungan Tinggi? 107
7 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi konsep tanggapan terhadap iklim pada Rumah Bubungan Tinggi. 2. Mengidentifikasi penerapannya pada Rumah Bubungan Tinggi. Cara Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian rasionalistik, dengan melakukan kajian terhadap literatur untuk membuat suatu landasan teori. Landasan teori ini kemudian menjadi acuan dalam mengkaji data-data empirik. Pengambilan data dilakukan di Rumah Bubungan Tinggi Teluk Selong, Martapura Kalimantan Selatan. Literatur utama yang digunakan untuk kajian rumah bubungan tinggi adalah tulisan Syamsiar Seman (2001) berjudul Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan tulisan Bani Noor Muchamad (2007) berjudul Anatomi Rumah Bubungan Tinggi. Seman mengulas bubungan tinggi dari sudut pang budaya, segkan Muchamad mengulas dari sudut pang anatomi keruangan struktur. Untuk kajian mengenai vernakular iklim, digunakan pendapat Rapoport (1969) dalam House, Form, and Culture sebagai acuan utama. Prosedur penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Tahap perumusan data, baik yang bersumber pada literatur maupun data empirik. 2. Tahap analisis, meliputi analisis data primer sekunder, secara kualitatif grafis. Analisis dilakukan dengan melihat konsep tanggapan terhadap iklim dari segi bentuk, material, elemen-elemen pengendali termal. Kemudian dilakukan pengkajian penerapan konsep-konsep tersebut pada Rumah Bubungan Tinggi. 3. Tahap Sintesis, yaitu tahap penarikan kesimpulan berdasar hasil analisis, tentang konsep tanggapan iklim sebagai perwuju nilai vernakular pada Rumah Bubungan Tinggi kesimpulan tentang penerapan konsep tersebut pada Rumah Bubungan Tinggi. KAJIAN PUSTAKA Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut di atas, kajian pustaka yang akan dibahas berikut berkaitan dengan vernakular, kaitan iklim dengan vernakular, tanggapan arsitektur vernakular terhadap variabel iklim terutama di lingkungan tropis lembab. Vernakular Kata vernacular berasal dari bahasa Latin vernaculus (domestik, native, indigenous) verna (native slave, atau home-born slave). Dalam arsitektur, vernakular merujuk pada jenis arsitektur (biasanya hunian) yang bersifat asli lokal, bukan dari lain tempat. Dalam hal ini perwujunya sangat erat dengan seluruh kondisi setempat dimana ia tumbuh. (Salura,2008 dalam Aufa, 2009). Rudofsky (1964) berpendapat bahwa sudah saatnya para arsitek memperbaiki pangan sempit tentang seni bangunan yang cenderung hanya berfokus pada obyek istana bangunan keagamaan. Kemudian mengajukan suatu tipe yaitu: "Unfamiliar non Pedigreed Architecture" yang nyaris tidak pernah dikenal bahkan belum pernah ada istilah penamaan untuk jenis arsitektur ini, yang kemudian disebutnya sebagai vernacular-architecture. Istilah vernacular (Latin: vernaculus = native) sendiri jika merujuk pada ilmu bahasa, umumnya digunakan untuk menunjukkan kadar kekentalan dialek lokal kag sesekali dipakai juga untuk menandai bangunan lokal. Dapat dikatakan bahwa arsitektur jenis vernakular ini sangat kuat menekankan pada seluruh aspek ke"lokal"annya (Salura, 2008 dalam Aufa, 2009). Rapoport (1969) membagi bangunan menjadi grand-tradition folk-tradition. Istana megah bangunan keagamaan digolongkan ke dalam grand-tradition. Sementara architecture without architects digolongkan sebagai bangunan folk-tradition. Pada klasifikasi folk-tradition ia menempatkan dua kelompok: kelompok arsitektur primitif arsitektur vernakular. Rapoport kemudian mengidentifikasi lanjut bahwa jenis arsitektur vernakular yang ada dapat dipisahkan sebagai vernakulartradisional vernakular-modern. Sementara Oliver (1997) mendefinisikan arsitektur-vernakular sebagai suatu kumpulan rumah bangunan penunjang lain yang sangat terikat dengan tersedianya sumber-sumber dari lingkungan. Bentuk rumah bangunan penunjang lain 108
8 terwujud guna memenuhi kebutuhan spesifik serta mengakomodasi budaya yang mempengaruhinya. Iklim Pengaruhnya pada Vernakular Menurut Rapoport (1969) iklim menjadi salah satu aspek penting yang mempengaruhi penentuan bentuk pada hunian vernakular, terutama mengingat pada kondisi keterbatasan teknologi sistem pengendalian lingkungan, manusia tidak bisa mendominasi alam tetapi harus beradaptasi. Lebih lanjut Rapoport menguraikan bahwa aspek mendasar dalam mengatasi permasalahan iklim ada pada kemampuan masyarakat vernakular melakukan pemilihan site, material yang sesuai dengan iklim lokal, menggunakan sumber daya minimum untuk mendapatkan kenyamanan maksimum adaptasi model tradisional terhadap kondisi iklim. Dalam konteks tanggapan terhadap iklim, Rapoport menyebut hunian sebagai alat pengendali kenyamanan termal, yang dicapai dengan cara berkolaborasi dengan lingkungan. Terdapat beberapa metode pendekatan dalam studi pengaruh iklim terhadap bentuk hunian. Pertama, melalui pencermatan terhadap tipe-tipe iklim kemudian mendiskusikan solusi masingmasing kaitannya dengan persyaratan, bentuk material. Kedua, melalui diskusi posisi berbagai tipe hunian dalam rentang skala iklim, ketiga, mempertimbangkan bagaimana pemecahan desain berbagai kombinasi variabel iklim pada berbagai tipe iklim. Iklim, yang sangat berpengaruh pada kenyamanan manusia, adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban, radiasi sinar matahari, pergerakan udara, curah hujan. Untuk mencapai kenyamanan, faktorfaktor tersebut perlu ditangani sedemikian sehingga tercapai keseimbangan sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan panas atau mendapat panas terlalu banyak. Dalam kerangka iklim, bangunan harus menanggapi panas, dingin, radiasi sinar matahari, angin, tekanan lainnya. Dalam hal ini, setiap bagian dari bangunan bisa digunakan sebagai alat pengendalinya. Variabel Iklim Tanggapan Terhadapnya Variabel-variabel berupa temperatur, kelembaban, angin, curah hujan, serta radiasi pencahayaan menjadi pertimbangan utama dalam tanggapan bangunan vernakular terhadap iklim. Tanggapan tersebut bisa dikelompokkan ke dalam faktor-faktor bentuk, material, elemen pengendalinya. Temperatur berada dalam rentang panas kering lembab, serta dingin. Kelembaban dalam rentang rendah tinggi. Angin, dalam rentang diinginkan atau tidak diinginkan apakah perlu ditimbulkan atau dihambat. Curah hujan, berkaitan dengan iklim ketika perlu dihindari pada saat yang bersamaan perlu menciptakan ventilasi. Radiasi pencahayaan dengan perlakuan yang sama sebagaimana angin. Daerah tropis lembab, dicirikan oleh curah hujan yang tinggi, kelembaban tinggi, temperatur seg dengan rentang harian musiman yang kecil, intensitas radiasi yang tinggi. Tanggapan yang diperlukan adalah pembayangan maksimum dengan kapasitas kalor minimum, bukaan yang lebar, geometri bangunan yang tipis memanjang, penggunaan dinding yang minimum. Penyimpan panas tidak begitu diperlukan dalam rentang suhu harian yang kecil, konstruksi yang berat akan menghambat pertukaran udara maksimum (persyaratan penting dalam mengurangi panas tubuh). Kebutuhan pada bukaan diterapkan pula pada lantai dengan meninggikan lantai menjadi panggung menggunakan bilahbilah lantai yang memungkinkan udara mengalir dari bawah. Peninggian lantai dimaksudkan pula untuk menghindari banjir, air pasang, gangguan binatang. Atap menjadi unsur dominan dalam bentuk yang tinggi besar, tahan air tetapi sekaligus mampu bernafas, memiliki sudut kemiringan untuk mengalirkan hujan, tidak memiliki ketebalan tinggi, diperpanjang dengan tritisan lebar untuk melindungi dari panas hujan pada saat yang bersamaan dengan kebutuhan akan ventilasi. Kelembaban selalu dikaitkan dengan temperatur, yang bersama-sama dengan angin berpengaruh menciptakan kenyamanan. Pada kelembaban yang tinggi, cara non mekanis kurang efektif untuk menguranginya. Ventilasi digunakan untuk membantu mengurangi panas tubuh. Kecepatan angin, temperatur, kelembaban merupakan faktor-faktor dalam 109
9 pembentukan temperatur efektif digunakan untuk mengukur tingkat kenyamanan. Pada kondisi dingin atau kering, angin tidak begitu diperlukan; sebaliknya pada kondisi panas lembab angin sangat diperlukan. Pada prinsipnya, lebih mudah menangkap angin daripada menghindarinya. Curah hujan, berpengaruh pada konstruksi hunian terutama pada atapnya. Teras atau beranda lebar yang melindungi jendela ventilasi pada saat panas maupun hujan menjadi unsur pemberi bentuk utama dalam konteks iklim. Radiasi silau harus dihindari. Permasalahan ini bisa lebih buruk di daerah tropis lembab dibandingkan dengan panas terik matahari di daerah gurun. Silau dari langit putih daerah tropis diselesaikan dengan dinding yang menghalangi pemantulan tetapi pada saat yang bersamaan mampu melewatkan angin dari sela-sela sambungannya. Bilah-bilah dinding yang disusun vertikal, anyaman bambu dipadu dengan teras yang rendah lebar lebih efektif mengurangi silau jika dibandingkan dengan bukaan jendela langsung. Landasan Teori Menurut Rapoport (1969) dalam konteks iklim, arsitektur vernakular bisa dilihat sebagai shelter pengendali kenyamanan termal. Variabel iklim yang menjadi pertimbangan adalah temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi sinar matahari curah hujan. Tanggapan tersebut pada bangunan vernakular bisa dilihat pada faktor-faktor bentuk, material, elemen-elemen pengendali iklim. PEMBAHASAN Rumah Bubungan Tinggi Rumah Bubungan Tinggi merupakan satu dari sebelas tipe rumah tradisional di Kalimantan Selatan yang diidentifikasi oleh Seman (2001). Bentuk bubungannya yang tinggi menjadikannya dinamai Bubungan Tinggi. Seman (2001) menyebutkan kemiringan atap utama sebesar 45o segkan Muchamad (2007) lebih akurat dengan menyebutkannya sebesar 60o. Tambahan ruang yang menempel di kiri kanan bangunan yang disebut sebagai anjung menjadikannya dinamai pula sebagai Rumah Baanjung (Seman, 1982). Muchamad (2007) membagi Rumah Bubungan Tinggi ke dalam 4 kelompok ruang berturut-turut dari depan ke belakang: (1) kelompok ruang pelataran, (2) kelompok ruang tamu, (3) kelompok ruang privat, (4) kelompok ruang pelayanan. Rumah Bubungan Tinggi di Desa Teluk Selong Ulu terletak di tepi Sungai Martapura, sudah berusia tahun, dibangun pada tahun 1867 M oleh seorang saudagar kaya, pernah digunakan sebagai markas pada masa perang kemerdekaan, rumah ini kemudian dijadikan cagar budaya oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Rumah Bubungan Tinggi ini menjadi salah satu dari sedikit Rumah Bubungan Tinggi yang tersisa di Kalimantan Selatan yang masih dalam kondisi aslinya. Berada pada lingkungan rawa, akses ke rumah ini dilakukan melalui titian (jembatan kayu) hingga ke teras rumah. 110
10 Gambar 1. Rumah Bubungan Tinggi di Teluk Selong Ulu Sumber: dokumentasi penulis (2007) Gambar 2. Pemintakatan ruang pada Rumah Bubungan Tinggi Sumber: Digambar ulang menurut Muchamad (2007) 111
11 Gambar 3. Pangan depan. Pencapaian ke bangunan melalui titian kayu. Sumber: dokumentasi penulis (2007) Cara-cara Rumah Bubungan Tinggi Menanggapi Iklim Mengacu pada pendekatan Rapoport (1969) dalam konteks iklim, Rumah Bubungan Tinggi di Teluk Selong ini ditinjau sebagai pengendali kenyamanan termal terhadap variabel-variabel berupa temperatur, kelembaban, angin, curah hujan, serta radiasi pencahayaan. Tanggapan tersebut dikelompokkan ke dalam faktorfaktor yaitu (1) bentuk, (2) material, (3) elemen pengendali termal. 1. Bentuk Hampir semua arsitektur vernakular di Indonesia dicirikan oleh bentuk rumah panggung dengan pondasi titik, bentuk atap yang bervolume besar menjulang dengan kemiringan tertentu diteruskan dengan teritisan yang lebar, salah satunya sebagai penyelesaian terhadap permasalahan kondisi iklim topis panas lembab dengan curah hujan yang tinggi (Tjahjono, 1998). Gambar 4. Bagian atap teritisan (Sumber: Digambar ulang menurut Muchamad, 2007) 112
12 Pada Rumah Bubungan Tinggi, didapati pula ciri-ciri di atas. Bentuk atap utama yang bervolume besar digunakan sebagai penyimpan panas (thermal mass) untuk dilepaskan ke dalam ruangan pada malam harinya. Kemiringan atap yang cukup tinggi digunakan untuk mempercepat limpahan air hujan. Teritisan lebar hanya terdapat pada bagian depan bangunan menaungi beranda. Selebihnya, Rumah Bubungan Tinggi ini kurang memberikan teritisan yang lebar, terutama pada sepanjang sisi-sisi kiri kanan bangunan hingga ke bagian anjung sehingga pada bagian-bagian ini dinding mengalami tampias maupun terkena sinar matahari langsung. Peninggian lantai melalui konstruksi panggung mencapai ketinggian sekitar 2 meter dari permukan tanah pada bagian lantai tertingginya, segkan pada bagian lantai terendahnya mencapai ketinggian hingga sekitar 1,5 meter. Karena tanah berupa rawa yang mengalami air pasang surut di sepanjang tahunnya, bagian kolong tidak difungsikan untuk aktivitas sehari-hari tetapi hanya difungsikan sebagai tempat menyimpan balok-balok kayu, atau menambatkan perahu. Dalam kaitannya dengan iklim, peninggian ini difungsikan untuk menghindari pasang surut air rawa, menghindari luapan banjir Sungai Martapura, untuk mengurangi tingkat kelembaban dengan menjauhkan lantai dari permukaan tanah. Bentuk keseluruhan dari bangunan adalah geometri yang tipis memanjang ditransisi dengan teras depan belakang sehingga setiap sisi bangunan selalu berhubungan dengan ruang luar dalam hal penghawaan. Penambahan anjung di kiri kanan bangunan yang menjadikan ruang tengah (utama) menjadi tidak berhubungan dengan ruang luar dikompensasi dengan ruang atap yang menjulang tepat di atas ruang tengah (utama) yang berfungsi sebagai thermal mass, menjadi satu-satunya bagian atap yang memiliki plafon. Gambar 5. Peninggian lantai melalui konstruksi panggung Sumber: dokumentasi penulis (2007); digambar ulang menurut Muchamad (2007) 113
13 Gambar 6. Potongan melintang ruang atap utama Sumber: Digambar ulang menurut Muchamad (2007) 2. Material Material yang digunakan pada Rumah Bubungan Tinggi adalah material yang adaptif terhadap iklim khas setempat. Material utama yang digunakan sepenuhnya adalah kayu, mengingat ketersediaannya yang melimpah di hutan-hutan Kalimantan Selatan. Hanya ada dua jenis kayu yang digunakan di Rumah Bubungan Tinggi ini yaitu kayu galam ( Melaleuca sp) kayu besi (Eusideroxilon zwageri) atau disebut juga sebagai kayu ulin (Seman, 2001). Kayu galam yang tahan air digunakan sebagai pondasi yang ditanam direndam ke dalam air rawa sepenuhnya untuk menghindari pelapukan. Kayu ulin yang sangat adaptif dengan kondisi luar ruangan terutama ketahanannya terhadap panas Gambar 7. Potongan membujur yang menunjukkan elemen-elemen pengendali termal pada Rumah Bubungan Tinggi (Sumber: Digambar ulang menurut Muchamad, 2007) 114
14 hujan, digunakan untuk konstruksi di atas tanah mulai dari lantai hingga bahan penutup atap. Lantai menggunakan kayu ulin berupa papan tebal yang disusun renggang pada lantai-lantai ruang luar, tidak untuk memasukkan angin ke dalam ruangan tetapi untuk mengalirkan air ke bawah. Pada lantai-lantai ruang dalam, bilah-bilah papan disusun rapat. Dinding dari papan kayu ulin disusun vertikal untuk mempercepat limpahan air hujan yang tampias. Celahcelah antar sambungan digunakan untuk memasukkan angin sekaligus pencahayaan selain melalui bukaan. Material atap menggunakan kayu ulin yang dibentuk menjadi lembaran-lembaran sirap yang tipis. Susunan sirap yang berlapis-lapis menghindari air merembes ke dalam ruangan tetapi mengijinkan udara untuk bertukar ke dalam ruangan. Penutup atap sirap ini langsung menjadi penghubung dengan ruang dalam tanpa aya plafon kecuali di bagian ruang utama (penampik panengah) yang berhubungan langsung di atasnya dengan bagian menjulang dari atap (bubungan tinggi). 3. Elemen Pengendali Iklim Elemen-elemen pengendali iklim pada Rumah Bubungan Tinggi ini berupa (1) panggung yang ditinggikan dari permukaan tanah setinggi 2 meter, (2) lantai yang disusun dari papan-papan bercelah, (3) dinding dari papan-papan yang disusun secara vertikal bercelah, (4) beranda di bagian depan belakang sebagai area transisi pelindung dari silau tampias, (5) bukaan (jendela) pintu sebagai ventilasi, (6) teritisan sebagai shading, (7) atap bervolume besar sebagai penyimpan panas, (8) penutup atap sirap yang disusun berlapis tetapi masih bisa memasukkan penghawaan ke dalam ruangan. (Lihat Gambar 7) Elemen panggung digunakan untuk mengatasi kelembaban, gangguan air pasang, melewatkan angin. Lantai dinding yang disusun bercelah-celah digunakan sebagai ventilasi untuk melewatkan angin. Beranda digunakan sebagai area transisi agar tidak mengalami tampias silau ketika bagian muka bangunan diberikan bukaan. Bukaan pintu jendela, lebih difungsikan sebagai penghawaan dibandingkan untuk memasukkan pencahayaan. Teritisan yang digunakan sebagai shading, hanya berfungsi pada bagian depan belakang. Pada bagian samping bangunan, teritisan tidak cukup memberikan perlindungan terhadap tampias air hujan, silau matahari. Atap bervolume besar sebagai massa penyimpan panas, didukung oleh aya plafon pada bagian atap utama tersebut sehingga menahan panas turun ke dalam ruangan di siang hari, namun melepaskannya pada malam hari. Penutup atap sirap yang disusun berlapis, menghindarkan air hujan meresap masuk ke dalam ruangan, namun masih bisa memasukkan udara ke dalam ruangan melalui renggangan susunannya yang berlapis-lapis. KESIMPULAN Rumah Bubungan Tinggi sebagai bangunan vernakular, mempertimbangkan faktor iklim untuk mencapai kenyamanan termal. Tanggapan tersebut disesuaikan dengan konteks iklim lokal yaitu pada konsep berupa bentuk, material konstruksi, serta elemen-elemen pengendali iklim. Bentuk diterapkan dengan cara peninggian lantai berupa panggung; atap bervolume besar, berkemiringan curam berteritisan lebar. Material diterapkan dengan penggunaaan bahan yang adaptif terhadap kondisi rawa. Elemen-elemen pengendali iklim diterapkan melalui unsur panggung, lantai dinding bercelah, beranda, bukaan, teritisan, atap bervolume besar, penutup atap sirap. Rekomendasi Selain interpretasi aspek-aspek kualitatif sebagai identifikasi awal, aspek-aspek fisik Rumah Bubungan Tinggi memerlukan penjelasan lebih lanjut secara kuantitatif. Misalnya pada aspek tanggapan terhadap iklim, diperlukan pembuktian secara kuantitatif untuk mengetahui secara pasti tingkat kenyamanan termalnya beserta elemen-elemen signifikan yang membentuknya. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk menggali aspek kuantitatif dari tanggapan terhadap iklim pada Rumah Bubungan Tinggi ini. 115
15 DAFTAR PUSTAKA Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Selatan, Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan. Aufa, Naimatul Material Lokal Sebagai Perwuju Nilai Vernakular pada Rumah Balai Suku Dayak Bukit. Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal Info Teknik, Volume10, Nomer 1, Juli 2009 (43-55) Moore, Fuller Environmental Control System: Heating Cooling Lighting, New York: McGraw-Hill, Inc. Muchamad, Bani Noor Anatomi Rumah Bubungan Tinggi, Banjarmasin: Pustaka Banua Priatman, Jimmy Energy-Efficient Architecture Paradigma Manifestasi Arsitektur Hijau. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP Universitas Kristen Petra, Surabaya: Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Volume 30, Nomer 2, ( ). Priatman, Jimmy Energy Conscious Design Konsepsi Strategi Perancangan Bangunan di Indonesia. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP Universitas Kristen Petra, Surabaya: Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Volume 31, Nomer 1, (45-51). Rapoport, Amos, 1969, House Form and Culture. London: Prentice-Hall. Seman, Syamsiar, 1982, Rumah Adat Banjar, Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan. Seman, Syamsiar, 2001, Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan, Banjarmasin: IAI Daerah Kalimantan Selatan Tjahjono, Gunawan, ed.,1998, Indonesian Heritage: Architecture, Singapore: Archipelago Press. 116
16 PETUNJUK PENULISAN 1. Setiap artikel yang dikirimkan dapat berupa 'laporan' suatu penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya atau berasal dari hasil review sebuah buku. Artikel minimal mengandung materi urutan: 1) judul artikel dalam bahasa Indonesia bahasa Inggris; 2) nama pengarang, lembaga, alamat untuk dihubungi; 3) abstrak dalam bahasa Indonesia bahasa Inggris; 4) pendahuluan; 5) metodologi; 6) temuan kajian atas temuan yang diperoleh; 7) kesimpulan atau rekomendasi; 8) ucapan terima kasih (jika diperlukan); 9) kepustakaan. Artikel menggunakan bahasa ilmiah baku, baik dalam bahasa Inggris atau Indonesia. 2. Naskah diketik dalam satu spasi, menggunakan font Arial; ukuran 11 inch; menggunakan program Word for Windows, maksimal 15 halaman, dengan ukuran kertas A4 (210 x 297 mm). 3. Judul artikel ditulis dengan huruf kapital rata tengah, menggunakan font Arial ukuran 12 pt bold. Judul dirangkai dalam 13 kata dalam bahasa Indonesia 10 kata dalam bahasa Inggris. Nama penulis ditulis di bawah judul dengan menggunakan font Arial ukuran 11 pt bold, segkan gelar penulis tidak perlu dicantumkan, tetapi harus mencantumkan instansi tempat penulis bekerja atau melakukan penelitian, serta alamat untuk dihubungi. 4. Abstrak merupakan intisari dari isi artikel, sehingga di dalam abstrak harus tercantum secara jelas latar belakang penelitian, tujuan penelitian, metodologi analisis, serta kesimpulan akhir. Abstrak keywords ditulis dengan spasi tunggal, huruf yang digunakan adalah arial, ukuran huruf 10 pt ditulis miring atau dengan format Italic ditulis dalam bahasa Inggris bahasa Indonesia. 5. Sub Judul artikel menggunakan format dua kolom dengan jarak antar kolom 0.5 cm. Sub judul ditulis dengan huruf kapital menggunakan font Arial ukuran 11 pt bold dengan format center. Artikel ditulis dengan format rata kanan kiri, menggunakan first line 1 cm, serta menggunakan font Arial ukuran 11 pt. Format margin yang digunakan adalah margin atas 25,4 mm, margin bawah 25,4 mm, margin kanan 25,4 mm, margin kiri 25,4 mm. Spasi yang digunakan spasi satu dengan format dua kolom. 6. Judul tabel/ gambar harus lengkap tetapi tidak boleh terlalu panjang, maksimal 13 kata. Judul tabel/gambar harus mengandung beberapa unsur, yaitu: jenis, letak/ lokasi, dimensi waktu, serta rincian mengenai satuan, wilayah, serta keterangan lain. Penulisan judul tabel/gambar menggunakan huruf tebal besar, dengan alignmen rata tengah. Judul tabel diletakkan di atas tabel, segkan Judul Gambar diletakkan di bawah gambar. Jarak antara tabel/ gambar dengan paragraf sebelumnya maupun sesudahnya adalah 1 spasi. Huruf di dalam tabel/gambar berukuran lebih kecil yaitu 10 pt. Penulisan sumber pada tabel/gambar menggunakan ukuran huruf yang sama yaitu 10 pt diletakkan di bawah tabel pada tepi batas kiri tabel, segkan untuk gambar diletakkan dibawah gambar sebelum judul gambar dengan alignmen tengah. Jenis font yang digunakan tetap sama yaitu Arial. 7. Untuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun halaman yang dikutip) 8. Rumus rumus hendaknya ditulis sesederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikkan. Ukuran huruf dalam rumus paling kecil 10 pt. Definisi notasi satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi diletakkan sebelum daftar pustaka 9. Daftar pustaka ditulis dengan spasi tunggal menggunakan font Arial dengan ukuran 10 pt. Jarak antara pustaka yang satu dengan lainnya adalah 1 spasi. Jika satu judul buku penulisannya lebih dari satu baris, maka baris kedua seterusnya penulisannya masuk ke dalam (indent) sebesar 1 centimeter. Susunan untuk satu referensi : Nama. (Tahun). Judul. Kota Terbit, Penerbit. 10. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dalam bentuk file digital dengan format *.doc atau *.docx 11. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain. 12. Redaksi berhak menolak mengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapakan akan dikembalikan.
17
TANGGAPAN TERHADAP IKLIM SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI VERNAKULAR PADA RUMAH BUBUNGAN TINGGI
LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomer 2, Agustus 2012, Halaman 106-116 ISSN 2089-8916 TANGGAPAN TERHADAP IKLIM SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI VERNAKULAR PADA RUMAH BUBUNGAN TINGGI Mohammad Ibnu Saud
Lebih terperinciArsitektur Nusantara yang Tanggap Iklim: Paradigma dalam Penentuan Potensi Keberlanjutannya
Arsitektur Nusantara yang Tanggap Iklim: Paradigma dalam Penentuan Potensi Keberlanjutannya Jurnal Sumber: Nur Endah Nuffida Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS, Jurusan Arsitektur nuffida@arch.its.ac.id
Lebih terperinciCut Nuraini/Institut Teknologi Medan/
Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni
Lebih terperinciINFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)
INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah
Lebih terperinciaktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pemanasan global semakin marak di dunia. Berbagai aspek sering dikaitkan dengan isu pemanasan global, mulai dari hal sederhana seperti penggunaan kertas dan tisu,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,
Lebih terperinciRumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan
Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Bambang Daryanto Staf Pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNLAM Abstrak Salah satu bentuk rumah tradisional Banjar
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki
1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu
Lebih terperinciPengembangan RS Harum
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE) Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan
Lebih terperinciRESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Mata Kuliah : ARSITEKTUR LAHAN BASAH KALIMANTAN 2. Kode/SKS : HAPB504 / 3 SKS 3. Status Mata Kuliah : WAJIB 4. Prasyarat : ARSITEKTUR VERNAKULAR
Lebih terperinciKONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA
KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA Perumahan yang dibangun di Banjarmasin dan daerah rawa sekitarnya, tidak terlihat adanya penataan drainase lahan yang sistematis. Keadaan tanah pada daerah
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU
BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat
Lebih terperinciKAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG
KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai
Lebih terperinciRESOR PANTAI WEDI OMBO DI GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA
RESOR PANTAI WEDI OMBO DI GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Tri Mardiyanti, Suparno, Hari Yuliarso Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : mardi.ab18@gmail.com Abstract:.
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di
BAB V KAJIAN TEORI 5.1. Kajian Teori Penekanan Desain Arsitektur Tropis Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di Kabupaten Magelang ini karena, kondisi alam di Kab. Magelang
Lebih terperinciPENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN
PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN Stefani Gillian Tania A. Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia Abstrak Wisma atlet sekarang ini sudah tidak digunakan lagi karena kondisi
Lebih terperinciIdentifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)
Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Damalia Enesty Purnama 1, Agung Murti Nugroho 2, Ir. Bambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel menjadi salah satu solusi tempat sementara seseorang/kelompok untuk menginap selama mereka pelakukan keperluannya di daerah/kota tersebut. Tidak heran di jaman
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR
LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi
Lebih terperinciSAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )
SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS Di susun oleh : ROMI RIZALI (0951010018) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang dipilih pada proyek adalah Efisiensi Energi karena tipologi dalam sumber dari daftar pustaka sebelumnya buku Metric Planing and Design Data (David Atler,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan suhu akibat pemanasan global menjadi faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007: 28). Isu pemanasan
Lebih terperinciASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak
ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak Perencanaan serta tata letak suatu bangunan harus disesuaikan dengan keadaan iklim sesuai
Lebih terperinciBANGUNAN BALAI KOTA SURABYA
SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA Diajukan oleh : LUTHFI HARDIANSYAH 0951010022 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2012 Balai Kota Surabaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG. I Latar Belakang Perancangan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer.
BAB I PNDAHULUAN I. 1. LATAR BLAKANG I. 1. 1. Latar Belakang Perancangan Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer. Diantaranya yaitu tempat tinggal. Tempat tinggal atau rumah merupakan kulit ke
Lebih terperinciBAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang
Lebih terperinciBAB IV: KONSEP PERANCANGAN
BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1. Konsep Dasar Perancangan 4.1.1 Green Arsitektur Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun
Lebih terperinciSAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur
SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciKONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center
KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis
Lebih terperinciEKSISTENSI RUMAH TRADISIONAL BANJAR SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN BERSEJARAH DI KELURAHAN KUIN UTARA, BANJARMASIN
Eksistensi Rumah Tradisional Banjar Sebagai Identitas Kawasan Bersejarah Di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin (Banjar Traditional House Existence As Historical Region Identity In North Kuin-Banjarmasin)
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi proyek hotel bisnis di Kuningan, Jakarta Selatan ini adalah kebutuhan akomodasi di kawasan bisnis
Lebih terperinciBAB 6 HASIL PERANCANGAN
BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu
Lebih terperinciREDAKSI. Dekan Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh. Penasehat. Ketua Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh. Penanggung Jawab Redaksi
Vol. 7, No. 7, Januari 2016 ISSN: 2301-945X REDAKSI Penasehat Dekan Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh Penanggung Jawab Redaksi Ketua Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh Dewan Redaksi Bambang
Lebih terperinciBAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,
BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah sebagai tempat menerima pendidikan dan mengasah keterampilan yaitu mengambil
Lebih terperinciPEDOMAN PENULISAN. 5. Penulis yang naskahnya dimuat akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal dan 5 eksemplar re-print.
PEDOMAN PENULISAN Jurnal Lanskap Indonesia (JLI) diedit oleh dewan editor dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (FAPERTA IPB) bekerja sama dengan Ikatan Arisitek
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip
Lebih terperinciMODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT.
MODUL I RPKPS DAN TUGAS PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT. MATA KULIAH Tujuan : SATUAN ACARA PERKULIAHAN 1. memberi pemahaman pengetahuan bangunan pintar dari sisi pemahaman empirik sebagai salah
Lebih terperinciSTUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING
STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING Emil Salim 1 dan Johanes Van Rate 2 1 Mahasiswa PS S1 Arsitektur Unsrat 2 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Unsrat ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari
Lebih terperinciSAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.
SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. (0951010024) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR
Lebih terperinciPENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL
PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dan gaya hidupnya dewasa ini semakin berkembang. Hal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1.1.1. Kelayakan Proyek Masyarakat dan gaya hidupnya dewasa ini semakin berkembang. Hal ini membuat tingkat kebutuhannya juga semakin bertambah, salah
Lebih terperinciATURAN PENULISAN NASKAH ILMIAH JURNAL BIS A (BISNIS ADMINISTRASI)
ATURAN PENULISAN NASKAH ILMIAH JURNAL BIS A (BISNIS ADMINISTRASI) I. UMUM 1. Jurnal Bisnis Administrasi (Jurnal BIS-A) adalah publikasi ilmiah berkala yang terbit 2 (dua) kali setahun yaitu Juni dan Desember.
Lebih terperinciPENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin
PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram
Lebih terperinciSOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN
SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Makro Indonesia merupakan Negara yang kaya keberagaman tradisi dan budaya. Salah satu daerah di Indonesia yang masih kental dengan budaya, kerajinan dan kesenian adalah
Lebih terperinciPendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi
ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas
Lebih terperinciberfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Solusi-solusi desain yang diterapkan oleh biro Kas+Architecture dalam perancangan rumah tinggal Bukit Gading Mediterania dan rumah tinggal Langsat, sejalan dengan kajian teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota Jakarta mendorong perkembangan dari berbagai sektor, yaitu: hunian, perkantoran dan pusat perbelanjaan/ bisnis. Tanah Abang terletak di
Lebih terperinciPENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI
ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik
Lebih terperinciSAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : Di Susun Oleh :
SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : Di Susun Oleh : DIAH SEKAR SARI (0951010032) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN
Lebih terperinciKAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI
KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
Lebih terperinciAnalisis Termal pada Material Alami Gaba-gaba (Pelepah Sagu) sebagai Bahan Alternatif Hemat Energi
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Analisis Termal pada Material Alami Gaba-gaba (Pelepah Sagu) sebagai Bahan Alternatif Hemat Energi Sherly Asriany (1), Adnan Sofyan (2), Ridwan (3) Sherly.73@gmail.com (1) Prodi
Lebih terperinciA. GAMBAR ARSITEKTUR.
A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai kegiatan dibidang
Lebih terperinciARSITEKTURA Vol 16, No.1, 2018; halaman 5-14
ARSITEKTURA Vol 16, No.1, 2018; halaman 5-14 Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan ISSN:1693-3680 (PRINT) E- ISSN:2580-2976 (ONLINE) https://jurnal.uns.ac.id/arsitektura DOI: http://dx.doi.org/10.20961/arst.v16i1.17928
Lebih terperinciPEDOMAN PENULISAN AGRIEKONOMIKA JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN ISSN e ISSN
PEDOMAN PENULISAN AGRIEKONOMIKA JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN ISSN 2301-9948 KETENTUAN UMUM: 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format yang ditentukan.
Lebih terperinciMENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA
MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA Tri Harso Karyono Desain Arsitektur, vol. 1, April, 2000, pp.7-8. Satu di antara sederet alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi
Lebih terperinciASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI
Muhammad Faisal Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema Desain. teknologi. Menurut Niomba dkk, Eco-Tech Architecture adalah sebuah
BAB V KAJIAN TEORI 5.1 Kajian Teori Penekanan/Tema Desain Tema Desain : Eco-Technology Arsitektur 5.1.1 Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema Desain 5.1.1.1 Pengertian Eco-Technology Eco-tech merupakan
Lebih terperinciSeminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016
OP_004 MATERIAL DAN KONSTRUKSI HIJAU UNTUK MITIGASI BANJIR PADA PERMUKIMAN RAWA TRIPA MATERIAL AND GREEN CONSTRUCTION FOR FLOOD MITIGATION IN RAWA TRIPA SETTLEMENT Cut Nursaniah, Izziah, Laila Qadri Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang bertempat tinggal dan bekerja di dalam kota maupun yang berasal dari daerah pinggiran seperti,
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa ini adalah hasil analisis pada bab sebelumnya yang kemudian disimpulkan. Konsep ini merupakan konsep turunan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ARSITEKTUR II
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Green Architecture (Materi pertemuan 7) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PRINSIP-PRINSIP GREEN
Lebih terperinciLANTING. Journal of Architecture DEWAN REDAKSI
LANTING Journal of Architecture Volume 6, Nomor 1, Februari 2017 ISSN 2089-8916 DEWAN REDAKSI Pimpinan Redaksi Naimatul Aufa, M.Sc. Sekretaris Redaksi Dila Nadya Andini, M.Sc. Anggota: J.C. Heldiansyah,
Lebih terperinciSTASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat untuk mencapai Gelar Sarjana teknik
Lebih terperinciKISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 1 133 134 KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA Aspek Pertanyaan 1. Latar belakang 1. Bagaimanakah sejarah berdirinya LPIT BIAS? 2. Siapakah pendiri LPIT BIAS? 3. Apa tujuan didirikan LPIT BIAS? 4. Ada
Lebih terperinciPerumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis)
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
Lebih terperinciKampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara
Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI. Menurut Frick (1997), Ekologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang. mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
BAB V 5.1 Kajian Teori Tema Desain KAJIAN TEORI 5.1.1 Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori a. Penerapan Arsitektur Ekologis Menurut Frick (1997), Ekologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari
Lebih terperinciKETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017
KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 Sub Sub Tema untuk presentasi makalah : 1. Manajemen Informasi Kesehatan 2. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan 3. Kodifikasi Klasifikasi Penyakit dan Tindakan 4.
Lebih terperinciSeminar dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011,
2 Indonesia memiliki keragaman arsitektur tradisional dengan kekhasan dan daya tarik tersendiri, sekaligus merupakan nilai value nasional dan kebanggaan bangsa Indonesia. Salah satu permasalahan arsitektur
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY
81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari sebuah aktivitas yaitu makan. Makan adalah sebuah aktivitas manusia
Lebih terperinciFasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda
JURNAL edimensi ARSITEKTUR, Vol : 1 No. 2 (2013) 225-232 225 Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda Penulis : Ivan Sulisthio dan Esti Asih Nurdiah Program Studi Arsitektur, Universitas
Lebih terperinciPanduan Penulisan Artikel CR Journal creative research for west java development
Panduan Penulisan Artikel CR Journal creative research for west java development Panduan penulisan artikel CR Journal berisi hal-hal yang harus dipenuhi oleh penulis agar artikel dapat diterbitkan dalam
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN
PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR
Lebih terperinciPENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR
PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR Irfandi Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala ABSTRAK. Bangunan sebagai hasil perancangan arsitektur dimaksudkan untuk memberikan
Lebih terperinciPotensi Pengembangan Rumah Berkonsep Ergo- Ekologi untuk Daerah Beriklim Tropis
Petunjuk Sitasi: Susanti, L., Zadry, H. R., & Fithri, P. (2017). Potensi Pengembangan Rumah Berkonsep Ergo-Ekologi untuk Daerah Beriklim Tropis. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B168-173). Malang:
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Pusat Pendididkan Lingkungan Hidup (PPLH) merupakan suatu sistem pembelajaran yang melingkupi berbagai tatanan kehidupan makhluk hidup beserta lingkungannya. Pusat
Lebih terperinciPANDUAN PENULISAN MASALAH KHUSUS (PSDA690)
PANDUAN PENULISAN MASALAH KHUSUS (PSDA690) PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017 KATA PENGANTAR Pedoman Penulisan Masalah Khusus
Lebih terperinciPathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam
PATHOLOGI BANGUNAN DAN KENYAMANAN TERMAL Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, April 1997 Dalam ilmu bahasa, pathologi berarti ilmu tentang penyakit, dengan pengertian ini, ilmu tersebut dianggap tidak
Lebih terperinciEvaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney Moch Fathoni Setiawan (1), Eko Budi Santoso (1), Husni Dermawan (1)
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan
Lebih terperinciKONDISI UMUM BANJARMASIN
KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis
Lebih terperinciSIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN
SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN FX Teddy Badai Samodra Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: franxatebas@yahoo.com Abstrak Aplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh
Lebih terperinciBAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Terakota di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Griya seni dan Budaya Terakota ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Re-Inventing Tradition
Lebih terperinciATURAN PENULISAN NASKAH ILMIAH JURNAL TEKNOVASI
ATURAN PENULISAN NASKAH ILMIAH JURNAL TEKNOVASI I. UMUM 1. Jurnal Teknovasi adalah publikasi ilmiah berkala yang terbit setiap 2 (dua) kali setahun yaitu April dan Oktober. 2. Naskah ilmiah yang diterbitkan
Lebih terperinciTIANG Gambar Balok Lantai Dimasukkan ke dalam Tiang (Sketsa : Ridwan)
TIANG Setelah pondasi yang berada di dalam tanah, bagian selanjutnya dari struktur Rumah Bubungan Tinggi adalah tiang. Tiang merupakan struktur vertikal yang menyalurkan beban dari bagian atap hingga ke
Lebih terperinciPengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal Studi Kasus: Campus Center Barat ITB Rizki Fitria Madina (1), Annisa Nurrizka (2), Dea Ratna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek
BAB I PNDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Seni adalah bagian yang sangat penting dari sebuah kebudayaan yang mana memiliki suatu peran terhadap kondisi mental dan spiritual manusia. Salah satu bentuknya
Lebih terperinciArsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri.
BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK III.1 TINJAUAN TEMA III.1.1 Latar Belakang Tema Sebuah Club house pada dasarnya berfungsi sebagai tempat berolah raga dan rekreasi bagi penghuni perumahan serta masyarakat
Lebih terperinciPERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE
PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE Mefita 1), Purwanita Setijanti 2), dan Hari Purnomo 3) 1) Bidang Keahlian Perancangan Arsitektur, Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinci