USAHA PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN. Suryana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "USAHA PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN. Suryana"

Transkripsi

1 USAHA PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN Suryana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jalan Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru ABSTRAK Kerbau rawa (Bubalus carabanensis) umumnya dipelihara secara tradisional di rawa-rawa banjir dengan kedalaman air lebih dari 3,50 m dengan menggunakan kalang. Kalang adalah kandang yang dibuat dari balok-balok kayu blangeran (shore blangeran) berdiameter cm, disusun berselang-seling membentuk segi empat tanpa atap. Populasi kerbau rawa pada tahun 2005 tercatat ekor, namun sejak lima tahun terakhir populasinya menurun. Penurunan populasi diduga berkaitan dengan sistem pemeliharaan yang masih dilakukan secara tradisional, tingginya tingkat pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, serta penampilan produksi dan reproduksi yang belum maksimal. Untuk meningkatkan populasi, produktivitas, dan reproduksi kerbau rawa perlu dilakukan perbaikan kualitas genetik ternak dengan inseminasi buatan (IB), perbaikan mutu pakan, penyuluhan kepada peternak agar tidak memotong kerbau yang produktif, serta pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama penyakit ngorok dan fascioliasis. Upaya inovasi teknologi meliputi revitalisasi dan pengembangan kawasan perbibitan, pelaksanaan biosekuriti, pengadaan dan pengembangan bibit kerbau, program pemuliabiakan, serta pengaturan areal penggembalaan sehingga kebutuhan pakan sepanjang tahun dapat tercukupi. Kata kunci: Kerbau rawa, budi daya, Kalimantan Selatan ABSTRACT Development of swamp buffalo in South Kalimantan Swamp buffalo (Bubalus carabanensis) is commonly raised traditionally in swamp areas with a water dept of more than 3.50 m by using kalang, a traditional stall made of logs of cm diameter. In 2005, population of swamp buffalo reached 13,659 heads. However, the population decreased in the last five years due to some factors, i.e farming of traditionally systems, slaughtering productive animals, limited supply of forages and natural pastures, and low performance of productivity and reproductivity. The overcome the problems, it is needed to improve genetic performance with artificial insemination technique, forages quality, intensive control of disease, especially septicaemia epizootica and fascioliasis. Innovations of technology needed include revitalization and development of animal breeding area, biosecurity, development of buffalo breds, breeding, and ruling of land use for natural pastures to supply sufficient forages for a long year. Keywords: Swamp buffalo, farming, South Kalimantan Kerbau umumnya dipelihara secara tradisional di tempat-tempat khusus, seperti sungai, semak-belukar, pinggir hutan atau rawa. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau belum banyak disentuh teknologi, sehingga peningkatan populasinya sangat lamban dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya (Baikuni 2002; Hardjosubroto 2004; Suhardono 2004; Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan 2005). Kerbau rawa merupakan salah satu plasma nutfah daerah Kalimantan Selatan. Kerbau ini biasanya dipelihara di daerah yang banyak air atau dataran rendah berpaya-paya, serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak-semak dan rumput rawa (Dilaga 1987). Suhardono (2004) melaporkan, selama 5 tahun terakhir populasi kerbau rawa menurun. Penurunan ini diduga berkaitan dengan sistem pengusahaannya yang masih secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum maksimal, angka kelahiran rendah, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relatif panjang, dan kurang tersedianya pejantan. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat biologis ternak tersebut (Baikuni 2002; Yusdja et al. 2003; Hardjosubroto 2004; Diwyanto dan Handiwirawan 2006). Selain itu, peran kerbau pada sistem usaha tani belum berorientasi agribisnis, bibit unggul sangat terbatas, kualitas pakan rendah, daya tahan terhadap panas, parasit dan penyakit rendah, serta teknologi tepat guna kurang tersedia (Diwyanto dan Subandriyo 1995). Walaupun produksi kerbau rawa belum optimal, penampilan reproduksinya cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan induk dewasa yang dapat beranak dua kali setiap 2,50 tahun dengan bobot lahir anak kg (Rohaeni et al. 2005), dan bobot badan anak umur setahun kg (Putu et al. 1994) atau kg (Rohaeni et al. 2005). Musa (1988) mengemukakan, habitat rawa di Kalimantan Selatan dapat dibedakan menjadi dua, yakni saat air pasang tinggi (high water period) dengan padang Jurnal Litbang Pertanian, 26(4),

2 penggembalaan berupa rumput terapung (floating meadows), dan saat air surut dan padang penggembalaan mulai kering dan hanya bagian tertentu yang tergenang air. Berdasarkan pola air rawa tersebut maka pemeliharaan kerbau rawa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pada musim hujan (November April) saat padang penggembalaan digenangi air dan rumput terapung banyak tersedia, serta pada musim kemarau saat air surut dan hanya beberapa bagian saja yang airnya dalam, sehingga rumput yang tumbuh terapung berkurang (Hamdan et al. 2006). Akibatnya, pada musim kemarau kerbau secara berkelompok mencari makan hingga mencapai jarak beberapa kilometer dari lokasi kalang (Dilaga 1987; Putu et al. 1994; Suryana dan Hamdan 2006). Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kerbau rawa adalah dengan mengembangkan dan melestarikannya. Pengembangan kerbau rawa dilakukan pada daerah-daerah rawa yang memiliki padang penggembalaan alami. Di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), pengembangan kerbau rawa selain sebagai penghasil daging, juga merupakan salah satu objek wisata, berupa perlombaan atau pacuan kerbau di rawa. Tulisan ini menginformasikan upaya pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. POTENSI DAN MANFAAT KERBAU RAWA Di Kalimantan Selatan, kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m (Putu 2003). Kerbau rawa merupakan ternak asli daerah dan sumber plasma nutfah, dan telah dikembangkan sebagai usaha tani spesifik lokasi pada agroekosistem lahan rawa. Kerbau rawa umumnya dipelihara dalam kalang, yaitu kandang yang dibuat dari balok-balok gelondongan kayu blangeran (shore blangeran) berdiameter cm. Kayu disusun teratur berselangseling dari dasar rawa hingga tersembul di atas permukaan air dengan tinggi kalang 2,50 3 m, panjang 25 m, dan lebar 10 m, atau disesuaikan dengan jumlah kerbau yang dipelihara. Bagian atas kalang dibuatkan lantai dari belahan kayu yang disusun rapat untuk tempat kerbau beristirahat. Umumnya kalang berbentuk empat persegi panjang membentuk huruf L atau T. Kalang terdiri atas beberapa ancak atau petak. Setiap ancak berukuran 5 m x 5 m yang mampu menampung kerbau dewasa. Pada bagian sisi kalang dibuatkan tangga lebar ± 2,50 m untuk turun dan naiknya kerbau (Dilaga 1987; Suryana dan Hamdan 2006). Populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan sampai tahun 2005 sekitar ekor atau 34,01% dari total populasi kerbau yang ada yaitu ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2006). Populasi tersebut tersebar di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) ekor, Hulu Sungai Selatan (HSS) ekor, Hulu Sungai Tengah (HST) ekor, dan Barito Kuala 857 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan 2005). Tingkat pertumbuhan ratarata selama empat tahun terakhir mencapai 27% (Hamdan et al. 2006). Pemeliharaan kerbau rawa berbeda dengan kerbau atau sapi pada umumnya. Perbedaan utama terletak pada cara penggembalaan untuk mendapatkan pakan. Pada musim hujan, sejak sore hingga pagi kerbau berada di atas kalang. Pada pukul 7 atau 9 pagi kerbau diturunkan untuk mencari makan dan pada sore hari pulang ke kalang. Pada musim kemarau, aktivitas kerbau lebih banyak di padang penggembalaan atau jarang pulang ke kandang. Pada lahan rawa yang kering dibuatkan pagar keliling sebagai tempat penampungan sementara serta untuk membatasi kerbau agar tidak berjalan terlalu jauh (Hamdan et al. 2006). Lahan rawa yang digunakan untuk pemeliharaan kerbau rawa terdapat di Kabupaten HSS, HST, HSU (Tarmudji et al. 1990), dan Barito Kuala (Rohaeni et al. 2005). Kabupaten HSU, terutama Kecamatan Danau Panggang, merupakan daerah potensial untuk pengembangan kerbau rawa, karena mempunyai areal lahan rawa yang luas dan tersedia sumber pakan hijauan. Beberapa desa sebagai sentra peternakan kerbau rawa yaitu Desa Palbatu, Tampakang, Bararawa, Sapala, Ambahai, dan Paminggir (Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara 1995; Putu 2003; Rohaeni et al. 2006a). Di Kabupaten HST (Kecamatan Labuan Amas Utara), pemeliharaan kerbau rawa terdapat di Desa Sungai Buluh, Mantaas, dan Rantau Bujur, sedangkan di Kabupaten HSS (Kecamatan Daha Utara) yakni Desa Teluk Haur, Hamayung, Pandak Daun dan Paharangan, dan untuk Kecamatan Daha Selatan meliputi Desa Bajayau Baru dan Bajayau Lama. Selanjutnya di Kabupaten Barito Kuala (Kecamatan Kuripan) terdapat di Desa Tabatan dan Tabatan Baru (Hamdan et al. 2006). Jumlah kerbau yang dimiliki petani berkisar antara 3 90 ekor, biasanya merupakan warisan orang tua dan dipelihara secara turun-temurun. Peternak tidak memberi pakan, baik hijauan maupun konsentrat, tetapi kerbau dibiarkan mencari makan sendiri di rawa dengan cara berenang sambil merenggut rumput. Putu et al. 1994) membedakan tingkah laku kerbau rawa atas tingkah laku merumput dan kawin. Pada saat merumput, satu kelompok kerbau dipimpin oleh seekor pejantan yang mengarahkan kerbau lain dalam kelompoknya menuju padang penggembalaan. Jarak tempuh kerbau pada saat merumput mencapai 2 km dari kalang, dengan kecepatan pergerakan rata-rata 2,20 m/menit. Pada waktu kawin, betina yang sedang berahi biasanya dikelilingi 5 6 ekor pejantan yang berusaha untuk mengawininya. Waktu perkawinannya tidak menentu. Penampilan reproduksi kerbau rawa, terutama persentase kelahiran sangat rendah, berkisar antara 23,30 32,20%, terutama di Desa Tampakang, Sapala, dan Paminggir, Kecamatan Danau Panggang, HSU (Tabel 1). Rendahnya reproduksi disebabkan oleh kurangnya aktivitas berahi, terutama pada kerbau muda. Pengendalian perkawinan, baik dengan inseminasi buatan (IB) maupun secara alami sangat ditentukan oleh aktivitas berahi. Oleh karena itu, jika waktu berahi dapat diketahui dengan tepat maka perkawinan dapat dilakukan dengan tepat, sehingga fertilisasi optimal dan angka kelahiran tinggi (Siregar 1997). Busono (1993) menyatakan, siklus berahi kerbau yang normal adalah 22,40 hari, dengan periode berahi jam. Kemampuan reproduksi kerbau betina antara lain ditentukan oleh faktor lingkungan, manajemen pemeliharaan, pemberian pakan, dan suhu udara. Selanjutnya Putu (2003) dan Tarmudji (2003) menyatakan, angka kematian induk berkisar antara 4 6%, kejadian abortus sangat tinggi, terutama pada umur kebuntingan muda, anak yang lahir di padang penggembalaan langsung mati sebelum menuju kalang, serta kematian anak prasapih 18 21%. Kerbau memiliki peran penting dalam kehidupan sosio-ekonomi petani, yakni sebagai tabungan hidup, penunjang 140 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

3 Tabel 1. Parameter Tampilan reproduksi kerbau rawa di tiga desa Kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. status sosial, sumber tenaga kerja, serta penghasil daging, susu dan pupuk (Diwyanto dan Subandriyo 1995; Mahardika 1996). Menurut Yusdja et al. (2003), sebagai penghasil daging, perkembangan populasi kerbau relatif lambat sehingga produktivitasnya rendah. Perbaikan produktivitas dapat dilakukan dengan memperbaiki mutu genetik melalui IB. Di Kalimantan Selatan, kerbau rawa hanya berfungsi sebagai penghasil daging. Khusus di daerah Hulu Sungai, daging kerbau digunakan pada saat hajatan atau kenduri serta perayaan hari-hari besar Islam. Sejak tahun 1991 pemerintah daerah setempat telah menetapkan kerbau rawa sebagai salah satu objek wisata, berupa perlombaan atau pacuan kerbau di Sungai Paminggir Desa Barawa, Kecamatan Danau Panggang pada kedalaman air sekitar 3,50 m (Suryana dan Mawardi 1999). KETERSEDIAAN PAKAN ALAMI Jenis-jenis hijauan padang penggembalaan di daerah rawa kurang beragam (Sutardi et al. dalam Dilaga 1987). Hijauan leguminosa yang ada adalah Desmodium scalpe, Cassiatora, dan yang paling dominan adalah Mimosa pigra yang merupakan tumbuhan pengganggu. Tumbuhan rawa lainnya adalah Ancilema mudflora, Kylinga brevifolia, Sidorhambia filia, Fembrystilianna, Nachos cardium, dan Cyperus cyperoi. Untuk famili Gramineae atau rumput-rumputan diwakili oleh rumput banta, rumput batu, rumput minyak, dan yang dominan adalah rumput padi hiyang (Oryza sativa spontanea L.) (Dilaga 1987). Desa Tampakang Sapala Paminggir Induk bunting per sampel (%) ,60 Kelahiran per induk bunting (%) 53,30 38,90 40 Kelahiran per jumlah induk (%) 26,60 23,30 32,20 Lama kebuntingan (hari) 327 ± ± ± 26 Perkawinan setelah kelahiran (hari) 149 ± ± ± 21 Jarak beranak (hari) 476 ± ± ± 21 Sumber: Putu (2003). Hasil penelitian Faturrahman (1988), Musa (1988), dan Rohaeni et al. (2006a) menunjukkan, di padang penggembalaan kerbau rawa Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU, serta di HSS, HST, dan Barito Kuala ditemukan 24 jenis vegetasi, baik yang bermanfaat untuk pakan maupun sebagai gulma (Tabel 2). Rohaeni et al. (2005) melaporkan, terdapat delapan jenis tumbuhan yang terdapat di lahan rawa Danau Panggang, yaitu kumpai minyak (Hymeneche amplexicaulis Haes.), kumpai batu (Paspalum sp.), Tabel 2. kumpai mining, babatungan (Heliptropium indicum), kumpai laki, padi hiyang, sumpilang (Cynodon dactylon L. Pars.), dan eceng gondok (Sichornis crassipes Solma). Populasi eceng gondok sangat dominan, mencapai 50%, sehingga dapat mengganggu transportasi air dan menyebabkan pendangkalan. Keberadaan eceng gondok juga mengurangi jenis biota air lainnya serta menekan pertumbuhan rumput yang disukai kerbau. Akibatnya, ketersediaan rumput berkurang sehingga kerbau harus mencari pakan jauh dari lokasi kalang. Komposisi biomassa dari Poaceae dan Cyperaceae masing-masing adalah 70,95% dan 28,81%, dan untuk vegetasi lainnya 2,34% (Tabel 2). Dari jenis vegetasi yang ada, padi hiyang adalah yang dominan (58,89%). Jenis rumput ini sangat disukai kerbau. Bentuknya mirip padi, baik batang maupun bunganya, tinggi sekitar 0,90 1,20 m, berkembang biak secara vegetatif dengan stolon, berproduksi setelah berumur 6 bulan, dan jarang berbuah (Dilaga 1987). Keistimewaan rumput ini adalah tingginya mengikuti permukaan air rawa, sehingga pada saat air dalam, kerbau masih dapat mengkonsumsinya (Faturrahman 1988; Musa 1988; Sub Balitvet, Beberapa jenis vegetasi di lahan rawa Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Nama lokal Nama latin Suku Padi hiyang Oryza sativa forma spontanea L. Poaceae Sumpilang Cynodon dactylon L. Pars Poaceae Kumpai minyak Hymeneche amplexicaulis Haes Poaceae Banta Isachne indica Nees Poaceae Kumpai batu Paspalum sp. Poaceae Kumpai miyang Panicum sp. Poaceae Kumpai hadangan Paspalum sp. Poaceae Kangkung rawa Ipomea aquatica Forks Convolulaceae Jajagungan Brachiaria plantaginea Poaceae Parupuk Saccharum spontaneum Poaceae Purun tikus Heleocharis dulcis (Burm) Cyperaceae Tetuding Cyperus digitatus Roxb Cyperaceae Binderang Scirpus grossus L. Cyperaceae Bundong Scleria pterora Presl. Cyperaceae Kesuangan Kylinga brevifolia Cyperaceae Babarasan Polygonum barbatum L. Polygonaceae Kesisap Alternanthera sessilis R.BR Amarantaceae Babatungan Heliptropium indicum Borageneceae Gugura Panicum repens L. Poaceae Ilung Sichornis crassipes Solma Pontaderiaceae Belaran Nerremia sp. Convovulaceae Si kejut Mimosa sp. Mimosae Ganggang Hydrilla - Pipisangan - - Sumber: Faturrahman (1988); Musa (1988); Rohaeni et al. (2005). Jurnal Litbang Pertanian, 26(4),

4 BPPH Wilayah V dan Cabang Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara 1990). Tumbuhan yang kurang disukai kerbau rawa adalah si kejut (Mimosa sp.) karena berduri pada seluruh batangnya dan merupakan tanaman pengganggu (Dilaga 1987), serta berbagai jenis ganggang dan eceng gondok (Balai Informasi Pertanian Banjarbaru 1986). Rohaeni et al. (2005) menyatakan, vegetasi tumbuhan pada musim hujan yang menutupi permukaan rawa adalah eceng gondok 50%, babatungan 20%, belaran 10%, dan rumput lainnya 10%. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, eceng gondok mengandung protein kasar 12,48%, lebih tinggi dibanding rumput lainnya (Tabel 3). Estimasi ketersediaan pakan hijauan di lahan rawa pada musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel 4. Di Kabupaten HSU dan HST, ketersediaan hijauan pada musim kemarau lebih tinggi dibanding pada musim hujan. Sebaliknya di Kabupaten HSS dan Barito Kuala, hijauan hanya tersedia pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau panjang, hijauan tidak tersedia karena tanah rawa mengering. Fahimuddin dalam Baikuni (2002), kerbau rawa sangat potensial sebagai penghasil daging. Di samping mempunyai bobot badan relatif berat ( kg/ekor), persentase karkasnya mencapai 50,26% (Rohaeni et al. 2005). Kerbau juga memiliki daya cerna terhadap serat kasar yang tinggi, dan mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah untuk menghasilkan daging (Toelihere dalam Siregar 2004; Rohaeni et al. 2006b; Sudirman dan Imran 2006). Bobot karkasnya lebih tinggi dari sapi lokal, sehingga sangat potensial sebagai penghasil daging. Namun, umur beranak pertama sekitar 4 tahun dan ternak betina baru berahi pertama setelah berumur 3 tahun atau lebih lama dibanding sapi (Tabel 5). Umur pertama kali beranak kerbau berkisar antara 3,50 4 tahun (Diwyanto dan Handiwirawan 2006), lama kebuntingan hari, perkawinan kembali setelah beranak hari, dan selang beranak hari (Putu et al. dalam Diwyanto dan Subandriyo 1995). Hal ini merupakan salah satu penyebab lambatnya kerbau rawa berkembang biak, walaupun bobot lahir relatif tinggi, yakni kg (Rohaeni et al. 2005) atau kg (Dilaga 1987), lebih berat dibanding bobot lahir kerbau belang dari Toraja, yaitu jantan 25 kg dan betina 23 kg (Batosamma 2004). Untuk mendukung pengembangan kerbau rawa, telah dikeluarkan Surat Keputusan Bupati Hulu Sungai Utara tahun 1991 tentang tata guna lahan rawa sebagai tempat penggembalaan kerbau. Upaya ini dimaksudkan untuk mengantisipasi peningkatan populasi. Dalam SK tersebut, selain ditetapkan daerah khusus untuk pengembangan kerbau rawa, juga tercantum ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemilik kerbau, antara lain: 1) areal penggembalaan kerbau dengan lahan pertanian dan perikanan dibuat batas tertentu berupa pagar, sehingga kerbau tidak memasuki areal pertanian, 2) bila terdapat pelanggaran karena kerbau memasuki atau merusak areal pertanian dan perikanan maka pemilik kerbau wajib memberikan ganti rugi yang wajar, dan 3) pagar dibuat dengan jarak PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN KERBAU RAWA Pengembangan kerbau rawa mempunyai peluang dan prospek yang baik karena didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, seperti pengalaman beternak yang cukup lama dan prospek pasar yang cerah (Qomariah et al. 2006). Menurut Tabel 4. Estimasi ketersediaan pakan hijauan di lahan rawa Kalimantan Selatan. Kabupaten Produksi (t/ha/tahun) Total produksi Musim hujan Musim kemarau (t/ha/tahun) Hulu Sungai Utara 1, ,70 Hulu Sungai Tengah 3,60 11,90 15,50 Hulu Sungai Selatan 3,30 0 3,30 Barito Kuala Sumber: Hamdan et al. (2006). Tabel 3. Nutrien Kandungan nutrien rumput pakan kerbau rawa. Jenis rumput Kumpai minyak Kumpai batu Kumpai mining Kumpai laki Babatungan Padi hiyang Sumpilang Eceng gondok Bahan kering 94,57 94,73 93,69 93,49 93,80 93,30 94,07 94,27 Protein kasar 7,99 6,21 8,97 10,78 8,96 8,02 6,25 12,48 Lemak kasar 1,14 1,16 1,62 1,33 1,11 1,69 0,91 1,36 Serat kasar 27,85 34,59 23,66 26,09 21,09 28,28 18,09 23,27 Abu 10,92 10,28 12,04 10,03 11,01 14,23 6,98 13,44 Bahan ekstrak tanpa nitrogen 52,09 47,77 53,71 51,77 57,83 47,78 66,85 49,46 Total digestible nutrient tercerna 59,30 54,40 62,24 61,46 65,24 56,22 71,69 61,21 Kalsium 0,42 0,24 0,19 0,47 0,91 0,24 0,19 1,72 Fosfor 0,22 0 0,12 0,13 0,16 0,31 0,13 0,27 Sumber: Rohaeni et al. (2005). 142 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

5 Tabel 5. Parameter Keragaan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. yang cukup agar kerbau tidak dapat memasuki areal pertanian atau perikanan (Suryana dan Mawardi 1999). Kendala pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan antara lain adalah makin berkurangnya padang penggembalaan akibat pertambahan jumlah penduduk, serta pergeseran penggunaan lahan menjadi lahan usaha tani tanaman pangan (padi, palawija, dan sayuran), terutama di Kabupaten HSS, HST dan sebagian kecil HSU, sehingga ketersediaan hijauan pakan bergantung pada musim (Rohaeni et al. 2005). Padang penggembalaan dengan genangan air tinggi pada musim hujan mulai berkurang, terutama di Kabupaten HSU dan HST, namun di Kabupaten Barito Kuala hijauan pakan tumbuh dengan baik. Pada musim kemarau, ketersediaan pakan hijauan di Kabupaten HSS dan Barito Kuala terbatas (Hamdan et al. 2006). Hal yang sama dinyatakan oleh Mahendri dan Haryanto (2006), bahwa pada musim kemarau panjang, penyediaan pakan di beberapa lokasi mengalami kesulitan, baik kualitas maupun jumlahnya. Semali et al. (2001) menyatakan, produktivitas rumput alam di daerah pasang surut dan rawa belum diketahui, termasuk luas padang penggembalaan. Hal ini menyebabkan kerbau harus mencari makan hingga beberapa kilometer dari kalang. Salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan pakan hijauan pada musim hujan dengan genangan air tinggi adalah dengan menata lokasi padang penggembalaan dengan memperhatikan jumlah kerbau dan luas areal penggembalaan yang ada. Pada musim kemarau, hijauan pakan masih tumbuh subur di beberapa lokasi, sehingga dapat dilakukan pergiliran penggembalaan (rotation gazing). Keterangan Lama bunting (bulan) Jarak beranak (tahun) 1,50 2 Umur pertama beranak (tahun) 4 Berahi pertama betina (tahun) 3 Berahi pertama jantan (bulan) 10 Bobot badan lahir (kg) Bobot badan umur 1 minggu (kg) Bobot badan umur 1 bulan (kg) 52,50 57 Bobot badan umur 1 tahun (kg) Bobot badan bakalan umur 1,50 3 tahun (kg) Sumber: Rohaeni et al. (2005). Dengan cara ini, ketersediaan pakan dapat mencukupi sepanjang tahun. Masalah lain dalam pengembangan kerbau rawa adalah (Qomariah et al. 2006): 1) penurunan mutu bibit, rendahnya produktivitas dan terjadinya inbreeding, 2) penjualan pejantan tinggi, 3) lokasi pemeliharaan kerbau terlalu jauh dari permukiman penduduk sehingga sulit melakukan penyuluhan, 4) kekeringan pada musim kemarau panjang sehingga ternak kekurangan air minum, dan 5) serangan penyakit yang menyebabkan kematian. Penyakit yang sering menyerang kerbau rawa antara lain disebabkan oleh parasit (trypanosomiasis atau surra dan fascioliasis) dan bakteri (penyakit ngorok atau SE dan klostridiosis) (Tarmudji 2003; Suhardono 2004; Suryana 2006). Penyakit ini menyebabkan kematian sejumlah besar kerbau rawa pada tahun Penyakit lainnya disebabkan oleh kausa viral, seperti Malignant Catharall Fever (Tarmudji 2003; Muharsini et al. 2006) dan black disease (Priadi dan Natalia 2006). UPAYA-UPAYA INOVASI TEKNOLOGI Untuk meningkatkan produktivitas dan eksistensi kerbau rawa secara berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melakukan perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan ternak kerbau, yang meliputi: 1) peningkatan mutu genetik melalui grading up, 2) revitalisasi dan pengembangan kawasan perbibitan kerbau rakyat melalui penataan kelompok, dan 3) pelaksanaan biosekuriti secara tepat terutama pada kawasan perbibitan. Pengadaan dan pengembangan bibit kerbau dilakukan melalui seleksi dan afkir atau culling secara sistematis, dan menyebarluaskan bibit unggul hasil kajian dan telah memperoleh justifikasi dari lembaga berwenang, baik di pusat maupun daerah. Program pemuliabiakan untuk memperoleh bibit unggul dilakukan melalui: 1) seleksi peningkatan populasi dan produktivitas, 2) persilangan secara sistematis dan terarah, dan 3) program pencatatan atau recording system terutama di lokasi yang diarahkan untuk pembibitan dan sertifikasi bibit (Toelihere dan Achyadi 2005). Penelitian dan pengkajian tentang teknologi pakan dengan pemanfaatan bahan pakan lokal untuk meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas kerbau rawa perlu dilakukan. Penataan areal penggembalaan alami juga dapat memenuhi ketersediaan pakan sepanjang tahun. Pencegahan dan pengendalian penyakit terutama fascioliasis, ngorok, surra, dan penyakit lainnya perlu dilakukan secara periodik. Untuk mengendalikan penyakit ngorok dapat dilakukan vaksinasi dengan cakupan minimal 60 70% populasi terancam, pemberantasan vektor penyakit, menyiagakan petugas lapang (tenaga medis veteriner), serta melaporkan bila terjadi wabah penyakit kepada petugas atau dinas peternakan terdekat. Jika ada kerbau yang mati dapat dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium. Hewan yang sakit harus segera diobati (Tarmudji 2003). KESIMPULAN DAN SARAN Produktivitas kerbau rawa di Kalimantan Selatan belum optimal, namun mempunyai keragaan yang baik dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai penghasil daging. Masalah dalam pengembangan kerbau rawa antara lain adalah makin berkurangnya padang penggembalaan alami dan terbatasnya pakan hijauan, tingginya penjualan kerbau jantan, pemotongan kerbau produktif, serta serangan penyakit. Alternatif inovasi teknologi dalam pengembangan kerbau rawa dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas pakan, grading up dengan inseminasi buatan, peningkatan produktivitas dan reproduktivitas, serta penataan areal padang penggembalaan alami agar dapat menyediakan pakan sepanjang tahun. Untuk menciptakan sentra kerbau rawa dengan produktivitas optimal disarankan: 1) melakukan insemi- Jurnal Litbang Pertanian, 26(4),

6 nasi buatan secara massal melalui sinkronisasi estrus, 2) menyediakan pakan hijauan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan sepanjang musim, 3) mencegah penyakit dengan vaksinasi secara berkala, pemberantasan vektor penular penyakit, serta pengendalian dan pemberantasan penyakit menular secara efektif dan berkesinambungan, 4) melakukan penyuluhan tentang pentingnya pejantan kerbau yang baik untuk dijadikan bibit, dan 5) mengurangi pemotongan kerbau betina produktif. DAFTAR PUSTAKA Balai Informasi Pertanian Banjarbaru Memperkenalkan peternakan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. Balai Informasi Pertanian Banjarbaru. 16 hlm. Baikuni Karakteristik reproduksi dan potensi pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Batosamma, T Potensi dan prospek pengembangan kerbau belang di Sulawesi Selatan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknologi LlPI. Banjarmasin, 7 8 Desember hlm. Busono, W Pengaruh beban kerja dan pakan tambahan terhadap perubahan bobot badan dan beberapa aktivitas reproduksi kerbau lumpur betina (Bubalus bubalis). Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Dilaga, S.H Suplementasi kalsium dan fosfor pada kerbau rawa Kalimantan Tengah yang mendapat ransum padi hiyang (Oryza sativa forma spontanea). Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Amuntai. 125 hlm. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Buku Saku Peternakan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Peternakan Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Diwyanto, K. dan Subandriyo Peningkatan mutu genetik kerbau lokal di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian XIV(4): Diwyanto, K. dan E. Handiwirawan Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan, Faturrahman Analisis vegetasi dan produktivitas rumput rawa di Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Hamdan, A., E.S. Rohaeni, dan A. Subhan Karakteristik sistem pemeliharaan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Hardjosubroto, W Prospek sosial ekonomi peternakan kerbau di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknologi LlPI. Banjarmasin, 7 8 Desember hlm. Mahardika, I.G Kinerja kerbau betina pada berbagai beban kerja serta implikasinya terhadap kebutuhan energi dan protein pakan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Mahendri, I.G.AP. dan B. Haryanto Respons ternak kerbau terhadap penggunaan pakan jerami padi fermentasi pada usaha penggemukan. hlm Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Cakrawala Baru Iptek Menunjang Revitalisasi Peternakan. Buku I. Bogor, 5 6 September Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Muharsini, S., L. Natalia, Suhardono, dan Darminto Inovasi teknologi dalam pengendalian penyakit kerbau. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Musa, A.F Mengenal rumput terapung daerah rawa Kalimantan Selatan. Majalah Swadesi Peternakan Indonesia, Juni Priadi, A. dan L. Natalia Bakteri penyebab diare pada sapi dan kerbau di Indonesia. hlm Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Cakrawala Baru Iptek Menunjang Revitalisasi Peternakan. Buku I. Bogor, 5 6 September Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Putu, I.G.M., M. Sabrani, M. Winugoho, T. Chaniago, Santoso, Tarmudji, A.D. Supriyadi, dan P. Oktaviana Peningkatan produksi dan reproduksi kerbau kalang pada agroekosistem rawa di Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, 54 hlm. Putu, I.G Aplikasi teknologi reproduksi untuk meningkatkan performans produksi ternak kerbau di Indonesia. Wartazoa 13(4): Qomariah, R., E.S. Rohaeni, dan A. Hamdan Studi permintaan pasar kerbau rawa dalam menunjang pengembangan lahan rawa dan program kecukupan daging di Kalimantan Selatan. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Rohaeni, E.S., A. Darmawan, R. Qomariah, A Hamdan, dan A. Subhan Inventarisasi dan karakterisasi kerbau rawa sebagai plasma nutfah. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. 90 hlm. Rohaeni, E.S., A. Hamdan, R. Qomariah, dan A. Subhan. 2006a. Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Rohaeni, E.S., R. Qomariah, A. Subhan, dan Z. Hikmah. 2006b. Pemeliharaan kerbau mendukung ekonomi keluarga di kawasan bendungan PLTA Riam Kanan, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. hlm Prosiding Seminar Nasional Teknologi 144 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

7 Peternakan dan Veteriner. Cakrawala Baru Iptek Menunjang Revitalisasi Peternakan. Buku I. Bogor, 5 6 September Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Semali, A., B. Setiadi, dan H.M. Togatorop Prospek pengembangan hijauan pakan ternak di lahan pasang surut dan rawa. Wartazoa 2(1 2): Siregar, A.R Penentuan dan pengendalian siklus berahi untuk meningkatkan produksi kerbau. Wartazoa 6(1): 1 6. Siregar, A Pengembangan ternak kerbau melalui aplikasi inseminasi buatan (IB) di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknologi LlPI. Banjarmasin, 7 8 Desember hlm. Sub Balitvet, BPPH Wilayah V, dan Cabang Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara Penelitian pendahuluan tentang kerbau rawa dan penyidikan penyakit di Kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. Subbalai Penelitian Veteriner, Banjarbaru. 25 hlm. Sudirman dan Imran Kerbau Sumbawa: sebagai konverter sejati pakan berserat. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Suhardono Penyakit dan upaya penanggulangannya untuk menekan kematian pada kerbau. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknologi LlPI. Banjarmasin, 7 8 Desember hlm. Suryana dan A. Mawardi Budi Daya Kerbau Rawa. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. 125 hlm. Suryana dan A. Hamdan Potensi lahan rawa di Kalimantan Selatan untuk pengembangan peternakan kerbau kalang. hlm Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 5 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan, Suryana Tinjauan aspek penyakit pada ternak ruminansia besar dan upaya penanggulangannya di Kalimantan Selatan. hlm Prosiding Workshop Nasional Ketersediaan Iptek dalam Pengendalian Penyakit Strategis. Jakarta, 12 Juli Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Tarmudji, K. Ketaren, D.D. Siswansyah, dan Achmad Studi pendahuluan peternakan kerbau rawa dan identifikasi parasit darahnya di Kalimantan Selatan. Penyakit Hewan XXII(40): Tarmudji Beberapa penyakit penting pada kerbau di Indonesia. Wartazoa 13(4): Toelihere, M.R. dan K. Achyadi Desain program pengembangan ternak kerbau di Provinsi Kalimantan Selatan tahun Makalah disampaikan pada Forum Konsultan Peternakan. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian 34 hlm. Yusdja, Y., N. Ilham, dan W.K. Sejati Profil dan permasalahan peternakan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 21(1): Jurnal Litbang Pertanian, 26(4),

POTENSI LAHAN RAWA DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN KERBAU KALANG

POTENSI LAHAN RAWA DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN KERBAU KALANG POTENSI LAHAN RAWA DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN KERBAU KALANG SURYANA dan AKHMAD HAMDAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN

DAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional dan Lokakarya Usahaternak Kerbau, 2007 DAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN SURYANA 1 dan EKO HANDIWIRAWAN 2 1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU RAWA (Bubalus bubalis carabanensis) DI KECAMATAN DANAU PANGGANG, KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU RAWA (Bubalus bubalis carabanensis) DI KECAMATAN DANAU PANGGANG, KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU RAWA (Bubalus bubalis carabanensis) DI KECAMATAN DANAU PANGGANG, KALIMANTAN SELATAN (Production Performance of Swamp Buffalo (Bubalus bubalis carabanensis) in Danau Panggang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI, A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru,

Lebih terperinci

POTENSI, PERAN DAN PERMASALAHAN BETERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI, PERAN DAN PERMASALAHAN BETERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI, PERAN DAN PERMASALAHAN BETERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI, M. SABRAN dan A. HAMDAN BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Ternak kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN, ENI SITI ROHAENI dan AHMAD SUBHAN Balai Pengkajian Trknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.

Lebih terperinci

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI 1, EKO HANDIWIRAWAN 2 dan M. NAJIB 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN (Swamp Buffalo Development Strategy in South Kalimantan) A. HAMDAN, E.S. ROHAENI, A. SUBHAN dan R. QOMARIAH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

POTENSI HIJAUAN SEBAGAI PAKAN UTAMA TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI HIJAUAN SEBAGAI PAKAN UTAMA TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI HIJAUAN SEBAGAI PAKAN UTAMA TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Hijauan merupakan pakan utama dari ternak ruminansia.

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHA TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

KERAGAAN USAHA TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN KERAGAAN USAHA TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN¹, E.S. ROHAENI¹ dan BESS TIESNAMURTI² ¹Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian, Banjarmasin Jl. Pangeran M. Noor Sempaja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN RETNA QOMARIAH, ENI SITI ROHAIENI dan A. HAMDAN Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 43-48 http://bioscientiae.tripod.com KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT UU. Lendhanie Program Studi Ternak,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. P. M. Noor, Sempaja, Samarinda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011 ASPEK SOSIAL EKONOMI USAHA TERNAK KERBAU KALANG DAN KARAKTERISTIK BIOFISIK LAHAN DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN (KASUS DI KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN BARITO KUALA) [Socio-Economic

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KERBAU RAWA KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK KERBAU RAWA KALIMANTAN SELATAN KARAKTERISTIK KERBAU RAWA KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN, ENI SITI ROHAENI dan MUHAMAD SABRAN Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4.

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI ENDANG SUSILAWATI dan BUSTAMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi ABSTRAK Kerbau termasuk ternak rumunansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam

Lebih terperinci

PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN

PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio. PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Suryana dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KERBAU KALANG (RAWA) SEBAGAI PLASMA NUTFAH DI KALIMANTAN SELATAN. (Characteristics of Swamp Buffalo as Germ Plasm in South Kalimantan)

KARAKTERISTIK KERBAU KALANG (RAWA) SEBAGAI PLASMA NUTFAH DI KALIMANTAN SELATAN. (Characteristics of Swamp Buffalo as Germ Plasm in South Kalimantan) KARAKTERISTIK KERBAU KALANG (RAWA) SEBAGAI PLASMA NUTFAH DI KALIMANTAN SELATAN (Characteristics of Swamp Buffalo as Germ Plasm in South Kalimantan) AKHMAD HAMDAN, E.S. ROHAENI dan A. SUBHAN Balai Pengkajian

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU

INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU ENDANG TRIWULANNINGSIH Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 123, Bogor 16002 ABSTRAK Pengembangan ternak kerbau dilakukan melalui peningkatan populasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000 DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG Kate kunck Populasi, produktivitas, kerbau R.H. MAToNDANG dan A.R. SiPEGAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (Feasibility Analysis of Alabio Duck Farm with Lanting System at Hulu Sungai Tengah) ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

ALTERNATIF PERBAIKAN PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

ALTERNATIF PERBAIKAN PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN ALTERNATIF PERBAIKAN PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN SURYANA 1) dan EKO HANDIWIRAWAN 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan 2) Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah

Lebih terperinci

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI dan AKHMAD HAMDAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF Seminar Nasional Peternakan Jan Veleriner 2000 ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF MATIMUS SARIUBANG dan SURYA NATAL TAHBit4G lnstalasi Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Phone (0511) 4772346 dan Fax (0511)

Lebih terperinci

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen sharli asmayricen Balai Pengkajian Teknologii Pertanian Aceh Jl. Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung. Banda Aceh Telf : (0651)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

JENIS TUMBUHAN AIR DI SUAKA PERIKANAN AWANG LANDAS PERAIRAN SUNGAI BARITO, KALIMANTAN SELATAN

JENIS TUMBUHAN AIR DI SUAKA PERIKANAN AWANG LANDAS PERAIRAN SUNGAI BARITO, KALIMANTAN SELATAN Jenis Tumbuhan Air di Suaka Perikanan Awang Landas Perairan Sungai Barito, Kalimantan Selatan (Burnawi & G. Subroto) JENIS TUMBUHAN AIR DI SUAKA PERIKANAN AWANG LANDAS PERAIRAN SUNGAI BARITO, KALIMANTAN

Lebih terperinci

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DALAM PENGGEMUKAN DOMBA DI TINGKAT PETANI HAM BUDIMAN Pusal Penelitian dan Pengeinbangan Peternakan RINGKASAN Usaha penggernukan domba dengan perhaikan penambahan pakan konsentrat

Lebih terperinci

RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN

RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN (Response of Male Buffalo on Fattening by Rice Bran Feed in Buffalo Center South Kalimantan) ENI SITI ROHAENI,

Lebih terperinci

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN 1 SEMINAR MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS Nama : Yul Afni No. BP : 07161055 Jurusan : Produksi Ternak UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA I Wayan Mathius Balai Penelitian Ternak, Bogor PENDAHULUAN Penyediaan pakan yang berkesinambungan dalam artian jumlah yang cukup clan kualitas yang baik

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Lilkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak apu), Ipomou aquatica (kangkung), Paspalidium punctatum (kumpai bab

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Lilkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak apu), Ipomou aquatica (kangkung), Paspalidium punctatum (kumpai bab PEMANFAATAN LAHAN RAWA DALAM SISTEM INTEGRASI DI KABUPATEN TANAH LAUT ENI SITI ROHAENI I, M. NAJIB2 dan E. HANDIWIRAWAN3 'Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (Marketing of Swamp Buffalo at Banua Enam Area in Southern Province Kalimantan) RETNA QOMARIAH, E. S. ROHAENI dan A. SUBHAN Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 109 DINAMIKA POPULASI TERNAK KERBAU DI LEMBAH NAPU POSO BERDASARKAN PENAMPILAN REPRODUKSI, OUTPUT DANNATURAL INCREASE Marsudi 1), Sulmiyati 1), Taufik Dunialam Khaliq 1), Deka Uli Fahrodi 1), Nur Saidah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA EKO HANDIWIRAWAN 1, ISMETH INOUNU 1, DWI PRIYANTO 2 dan ATIEN PRIYANTI 1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate Volume, Nomor, Februari 07 Timur Kabupaten Simeulue (Reproductive Characteristics of Female Buffalo Simeulue, Simeulue Timur sub-district, district of Simeulue) Sabri Rasyid, Eka Meutia Sari, Mahyuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan program utama Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan hewani

Lebih terperinci

PROFIL PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN BANYUMAS

PROFIL PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN BANYUMAS PROFIL PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN BANYUMAS (Population Development Profile of Swamp Buffalo (Bubalus bubalis) in Banyumas District) M.D. MENIEK PAWARTI dan I. HERIANTI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang ± 927,17 km, batas-batas Kecamatan XIII Koto Kampar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU (Feasibility Study of Cattle Through Management Improvement at Kawasan Baru Group) ENI SITI ROHAENI,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci