Modul Belajar dan Pembelajaran Disusun Oleh: Novianti Mandasari, M.pd. Mat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul Belajar dan Pembelajaran Disusun Oleh: Novianti Mandasari, M.pd. Mat"

Transkripsi

1 Modul Belajar dan Pembelajaran Disusun Oleh: Novianti Mandasari, M.pd. Mat Untuk Mahasiswa STKIP PGRI Lubuk linggau

2 BAB I HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. Pengertian Belajar Pengertian belajar dapat kita temukan diberbagai sumber atau literatur. Meskipun kita melihat ada perbedaan-perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip kita menemukan kesamaan-kesamaannya. Burton, dalam sebuah buku The Guidance of Learning Activities, merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam pengertian yang umum dan sederhana belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Dalam konteks ini seseorang dikatakan belajar bilamana terjadi perubahan, dari sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui. Hampir semua ahli telah merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Seringkali pula perumusan dan tafsirannya itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang mengajar. belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2005:36). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu mengalami hasil Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 2

3 belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dari beberapa pengertian tersebut, maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha yang dilakukan untuk pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, berikut ini beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Drs. M. Ngalim Purwanto (1996), yaitu: a. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaankeadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). b. Robert M. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. c. Morgan, dalam buku Introduction to Psychology. Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 3

4 d. H.C. Witherington, dalam buku Educational Psychology. Mengemukakan bahwa Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Adapun pengertian belajar menurut beberapa para ahli yang lain (dikutip Bahri, 1999) di antaranya: a. James O. Whittaker, Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. b. Winkel, Belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. c. Cronchbach, Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. d. Howard L. Kingskey, Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. e. Drs. Slameto, Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. f. R. Gagne, Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar. b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 4

5 c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi yang tidak menyenangkan. d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat. e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari. f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar. g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan. h. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu. i. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar. 2. Pengertian Pembelajaran Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Prinsip dalam pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri. Semakin banyak alat deria atau indera yang diaktifkan dalam kegiatan belajar, semakin banyak informasi yang terserap (Gintings, 2010). Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 5

6 tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128). Terlihat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguhsungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuantujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik. Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9). Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 6

7 yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga labolatorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya (Hamalik, 2005: 57). Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik. B. MAKNA BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak dipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat kita katakan, tidak ada ruang dan waktu di mana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti. Ada beberapa terminologi yang terkait dengan belajar yang seringkali menimbulkan keraguan dalam penggunaannya terutama di kalangan siswa atau mahasiswa, yakni terminologi tentang mengajar, pembelajaran dan belajar. Oleh karena itu, untuk mendalami hakikat belajar pada bagian ini ada baiknya terlebih dahulu kita bahas secara singkat beberapa istilah ini. Meskipun belajar, mengajar dan pembelajaran menunjuk kepada aktivitas yang berbeda, namun keduanya bermuara pada tujuan yang sama. Belajar Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 7

8 mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh aktivitas pembelajaran dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya lebih mudah diamati. Mengajar diartikan sebagai suatu keadaan atau suatu aktivitas untuk menciptakan suatu situasi yang mampu mendorong siswa untuk belajar. Situasi ini tidak harus berupa transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja, akan tetapi dapat dengan cara lain misalnya belajar melalui media pembelajaran yang sudah disiapkan. Dalam berbagai kajian dikemukakan bahwa instruction atau pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sepintas pengertian mengajar hampir sama dengan pembelajaran, namun pada dasarnya berbeda. Dalam pembelajaran, situasi atau kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru. Yang penting kita cermati kembali dalam keseharian di sekolah-sekolah, istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa. Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa pembelajaran, namun hasil belajar akan tampak jelas dari suatu aktivitas pembelajaran. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 8

9 dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Oleh sebab itu agar dapat dikontrol dan berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran di kelas, maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh guru dengan memperhatikan berbagai prinsip yang telah terbukti keunggulannya secara empirik. Sebagaimana telah kita bahas bersama sebelumnya bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi ini menyangkut tiga unsure, yaitu: 1) Belajar adalah perubahan tingkah laku. 2) Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman. 3) Perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat di pandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut diamati, akan tetapi dapat dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut tampak melalui perilaku siswa mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar tersebut merupakan respons siswa terhadap tindakan mengajar atau Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 9

10 tindakan pembelajaran dari guru. Perilaku belajar tersebut ada hubungannya dengan desain instruksional guru, karena di dalam desain instruksional, guru membuat tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar. Untuk memahami secara spesifik tentang perubahan tingkah laku sebagai akibat terjadinya proses belajar ini, beberapa ahli memilah perilaku individu dalam tiga kawasan atau ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 1. Ranah kognitif, terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: a. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan di dalam ingatan. Pengetahuan tersebut dapat berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari. c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Perilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan menggunakan prinsip. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya tampak di dalam kemampuan menyusun suatu program kerja. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh kemampuan menilai hasil karangan. 2. Ranah afektif, terdiri 5 jenis perilaku, yaitu: a. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 10

11 b. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu keadaan. c. Penilaian dan penetuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. d. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. e. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. 3. Ranah psikomotor, terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik, yaitu: a. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskripsikan) sesuatu secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut. Sebagai contoh pemilahan warna, pemilahan angka (6 dan 9), pemilahan huruf (b dan d). b. Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan, kemampuan ini mencakup aktivitas jasmani dan rohani (mental), misalnya posisi start lomba lari. c. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan. Misalnya meniru gerakan tari, membuat lingkaran di atas pola. d. Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakangerakan tanpa contoh. Misalnya melakukan lempar peluru, lompat tinggi, dan sebagainya dengan tepat. e. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat. Misalnya, bongkar pasang peralatan secara tepat. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 11

12 f. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya kemampuan atau keterampilan bertanding dengan lawan tanding. g. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya kemampuan membuat kreasi-kreasi gerakan senam sendiri, gerakan-gerakan tarian kreasi baru. Ketiga ranah tersebut sesungguhnya bukan merupakan bagian yang terpisah, akan tetapi memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Masingmasing ranah tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam bagian-bagian yang lebih spesifik yang disebut hierarki perilaku belajar atau hierarki tujuan belajar. C. CIRI-CIRI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. Ciri-ciri Belajar Berdasarkan pengertian belajar di atas, maka pada hakikatnya Belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan-kecenderungan respons bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb), dikemukakan oleh Hilgard dan Gordon (dikutip Hamalik, 2005). Dengan pengertian tersebut ternyata belajar sesungguhnya memiliki ciri-ciri (karakteristik) tertentu: a. Belajar berbeda dengan kematangan Pertumbuhan merupakan saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah laku matang melalui secara wajar tanpa adanya pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan dan bukan karena belajar. Bila prosedur latihan tidak secara Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 12

13 cepat mengubah tingkah laku, maka berarti prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan perubahan-perubahan tak dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Memang banyak perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak sedikit perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan dan belajar, yang berlangsung dalam proses yang rumit. Misalnya anak mengalami kematangan untuk berbicara, kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat di sekitarnya, maka dia dapat berbicara tepat pada waktunya. b. Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik dan mental karena melakukan suatu perbuatan berulangkali yang mengakibatkan badan menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang gizi juga dapat mempengaruhi tingkah laku atau karena mengalami kecelakaan tetapi hal ini tak dapat dinyatakan sebagai hasil perbuatan belajar. Gejala-gejala seperti kelelahan mental, konsentrasi menjadi berkurang, melemahnya ingatan, terjadinya kejenuhan, semua dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi bingung, rasa kegagalan, dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tak dapat digolongkan sebagai belajar. Jadi, perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental. c. Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan dan pengalaman. Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa perilaku yang nyata dan dapat diamati. Misalnya, seseorang bukan hanya Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 13

14 mengetahui sesuatu yang perlu diperbuat, melainkan juga melakukan perbuatan itu sendiri secara nyata. Jadi, istilah menetap dalam hal ini, bahwa perilaku itu dikuasai secara menetap. Kemantapan ini berkat latihan dan pengalaman. 2. Ciri-ciri Pembelajaran Ada tiga ciri khas yang terdapat dalam sistem pembelajaran, yaitu: a. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus. b. Kesalingtergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. c. Tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami. Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem alami, seperti: sistem ekologi, sistem kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses mendesain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sitem pembelajaran tersebut. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 14

15 Selanjutnya ciri-ciri pembelajaran lebih detail adalah sebagai berikut: a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk siswa dalam suatu perkembangan tertentu. b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c. Fokus materi ajar, terarah, dan terencana dengan baik. d. Adanya aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungya kegiatan pembelajaran. e. Aktor guru yang cermat dan tepat. f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan siswa dalam proporsi masing-masing. g. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. h. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk. D. TUJUAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Belajar Tujuan belajar pada hakekatnya adalah rumusan tentang perilaku hasil belajar (kognitif, psikomotor, dan afektif) yang diharapkan untuk dimiliki (dikuasai) oleh si pelajar setelah si pelajar mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran dan tujuan belajar berbeda, namun saling berkaitan satu sama lain. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 15

16 Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen, yaitu: a. Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. Tingkah laku itu merupakan bagian dari tujuan yang menunjuk pada hasil yang diharapkan dalam belajar, apa yang dapat dikerjakan/dilakukan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa dia telah mencapai tujuan. Tingkah laku ini dapat diterima sebagai bukti bahwa siswa telah belajar. b. Kondisi-kondisi tes, menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi yang telah disampaikan sebelumnya, peristiwa ini terjadi akibat kelalaian guru yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang cara menilai hasil belajar siswa sebelum dia melakukan pembelajaran. c. Ukuran-ukuran perilaku, merupakan suatu pernyataan tentang pikiran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. Suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti bahwa siswa telah mencapai tujuan, misalnya: siswa telah dapat memecahkan suatu masalah dalam waktu 10 menit, siswa dapat melakukan prosedur kerja tertentu, dan sebagainya. Ukuran perilaku tersebut merupakan kriteria untuk mempertimbangkan keberhasilan pada tingkah laku terminal. 2. Tujuan Pembelajaran Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 16

17 hendak dicapai, dan dikembangkan serta diapresiasikan. Berdasarkan mata ajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasi-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur. Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyediakan pengaaman-pengalaman belajar. Contoh rumusan tujuan umum (goals): Siswa hendak mengembangkan keterampilan dasar matematika: siswa hendak mengembangkan apresiasi sajak. Kalau kita perhatikan, tujuan-tujuan tersebut memang berguna untuk merancang keseluruhan tujuan program pembelajaran, tetapi kurang spesifik dalam upaya pelaksanaan urutan pembelajaran. Karena tujuan tujuan yang dibutuhkan adalah yang jelas dan dapat diukur. Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Suatu tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya: dalam situasi bermain peran. b. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan diamati. c. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya: pada peta pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama. E. PENTINGNYA TUJUAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupakan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 17

18 merancang sistem yang efektif. Secara khusus, kepentingan itu terletak pada: 1. Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan siswa menjadi indikator keberhasilan sistem pembelajaran. 2. Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan secara tepat berdaya guna sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam hubungan ini, guru dapat merancang tindakan-tindakan tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut. 3. Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan kriteria dalam upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat dan sumber, serta merancang prosedur penilaian. 4. Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningatkan proses pembelajaran. Berdasarkan tujuan-tujuan itu terjadi komunikasi antara guru-guru mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan bersama dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut. 5. Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran. Dengan tujuan-tujuan itu, guru dapat mengontrol hingga mana pembelajaran telah terlaksana, dan hingga mana siswa telah mencapai hal-hal yang diharapkan. Berdasarkan hasil kontrol itu dapat dilakukan upaya pemecahan kesulitan dan mengatasi masalah-masalah yang timbul sepanjang proses pembelajaran berlangsung. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 18

19 BAB II TEORI-TEORI BELAJAR A. Pengertian Teori Belajar Behaviorisme Para penganut teori behaviorisme meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang memberikan pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya. Behaviorisme menekankan pada apa yang dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang ada dalam pikiran karena tidak dapat dilihat. Skiner beranggapan bahwa perilaku manusia yang dapat diamati secara langsung adalah akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya (Semiawan, 2002: 3). Menurut aliran psikologi ini proses belajar lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu di dalam diri siswa yang belajar. Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspekaspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti burung merpati, kucing, tikus, dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat dari adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respon (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon. Sebagaimana pada kebanyakan aliran psikologi belajar lainnya, behaviorisme juga melihat bahwa belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku (Aunurrahman, 2012: 39). Ciri yang paling mendasar dari Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 19

20 aliran ini adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi adalah berdasarkan paradigma S-R (Stimulus Respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap sesuatu yang datang dari luar. Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur dorongan (drive). Pertama seseorang merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. kedua, rangsangan atau stimulus. Kepada seseorang diberikan stimulus yang akan menyebabkannya memberikan respons. Ketiga, adalah respons, dimana seseorang memberikan reaksi atau respon terhadap stimulus yang dterimanya dengan melakukan suatu tindakan yang dapat diamati. Keempat, unsur penguatan atau reinforcement, yang perlu diberikan kepada seseorang agar ia merasakan adannya kebutuhan untuk memberikan respons lagi. B. Teori Belajar Behaviorisme Menurut Para Ahli 1. Edward Lee Thorndike Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa fikiran, perasaan, atau gerakan atau tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Connectionision). Ia merupakan orang pertama yang menerangkan hubungan S-R ini. Teori ini didasarkan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 20

21 atas reaksi sistem tak terkontrol di dalam sisi seseorang dan reaksi emosional yang terkontrol oleh sistem urat syaraf otonom serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar. Stimulus tidak terkontrol atau tidak terkondisi (US) merupakan stimulus yang secara biologis dapat menyebabkan adanya respons dalam bentuk refleks (UR). Disini respons dapat terbentuk tanpa adanya proses belajar. 2. Ivan Pavlov (Classic Conditioning) Teori pengkondisian klasik (Classic Conditioning) adalah perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Objek eksperimen Pavlov yaitu seekor anjing. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov tentang keluarnya air liur anjing. Air liur akan keluar, apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Terlebih dahulu Pavlov membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan. Pada percobaan berikutnya begitu mendengarkan bel, otomatis air liur anjing akan keluar, walau belum melihat makanan, artinya perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Hukum belajar yang dikemukakan Pavlov, yaitu: a. Law of Respondent Conditioning, atau hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara serentak maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. b. Law of Respondent Extinction, atau hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 21

22 conditionig itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. 3. J.B. Watson Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. J.B.Watson adalah orang Amerika yang pertama menerapkan percobaan Pavlov tentang clssical conditioning, dengan menggunakan binatang seekor tikus dan seorang anak bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Walaupun tidak diturunkan hukum-hukum pembelajaran dari percobaannya, namun nama Watson dikenang karena dialah yang menggunakan untuk pertama kalinya istilah behaviorisme. Menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namn stimulus dan respon yang diaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adannya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tidak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-peruahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena dapat diamati. 4. Clark Hull Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evoluasi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis adalah penting dan menepati posisi sentral dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 22

23 seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboraturium. 5. Edwin Guthrie Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan sebagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar. 6. B.F. Skinner Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 23

24 secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tindakan sederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh seseorang atau siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepeda seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alamat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya. Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua dukungan teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar beharioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan programprogram pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 24

25 Menurut teori Skiner, setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan respons berdasarkan hubungan S-R. Respons yang diberikan in dapat sesuai R (benar) atau tidak sesuai F (salah) seperti apa yang diharapkan. Respon yang benar perlu diberikan penguatan (reinforcement) agar orang terdorong untuk melakukannya kembali. Karena itu pemberian penguatan terhadap respons dapat diberikan secara kontinu (contineous reinforcement), dan dapat dilakukan secara berselang-seling (intermitten reinforcement). Pemberian penguatan secara berkelanjutan biasanya dilakukan pada permulaan proses belajar, yaitu diberikan setiap kali seseorang memberikan respons yang benar atau sebagaimana yang diharapkan. Setelah selang beberapa waktu maka frekuensi pemberian penguatan perlu dikurangi dengan maksud agar orang-orang tersebut tetap tekun belajar dengan semakin tumbuhnya kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Setelah melakukan sejumlah percobaan, Skinner menyimpulkan (dalam Aunurrahman, 2012: 41) bahwa dengan pemberian penguatan dapat diimplementasikan dalam proses belajar dan beberapa hal: a. Tiap-tiap langkah di dalam proses belajar perlu dibuat secara singkat berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya. b. Pada permulaan belajar perlu ada penguatan (misalnya pemberian imbalan atau hadiah), serta perlu adanya pengontrolan secara hati-hati terhadap pemberian penguatan, baik yang bersifat kontinu maupun yang berselang-seling. c. Penguatan harus diberikan secepat mungkin begitu terlihat adanya respons yang benar. Hal ini akan sangat berarti dalam rangka memberikan umpan baik bagi mereka yang belajar sehingga motivasinya diharapkan semakin meningkat karena Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 25

26 mereka mengetahui kemajuan yang telah dicapai didalam proses belajar. d. Individu yang benar perlu diberikan kesempatan untuk mengadakan generalisasi karena hal ini akan memperbesar memungkinan adanya keberhasilan. 7. Albert Bandura (Belajar Sosial/Social Learning) Teori ini disebut juga teori pembelajaran observasional, dikembangkan oleh Albert Bandura. Melalui pembelajaran observasional yang disebut modeling atau menirukan perilaku manusia model, Bandura mengembangkan teori belajar sosial. Perilaku siswa pengamat dapat dipengaruhi oleh perilaku model dalam bentuk akibat-akibat positif, maupun dalam bentuk akibat negatif. Proses modeling terjadi dengan beberapa tahapan berikut: a. Atensi (perhatian), jika ingin mempelajari sesuatu harus memperhatikannya dengan seksama, berkonsentrasi, jangan banyak hal yang dipikirkan. b. Retensi (ingatan), kita harus mampu mempertahankan, mengingat apa yang telah diperhatikan. c. Produksi, kita hanya perlu duduk dan berkhayal untuk menerjemahkan citraan atau deskripsi model ke dalam perilaku aktual. d. Motivasi, adanya dorongan atau alasan-alasan tertentu untuk berbuat atau meniru model. Pembelajaran observasional dapat berdampak pada pembelajaran dalam hal berikut: a. Kurikulum. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mengamati perilaku model yang memandu ke arah penguatan positif. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 26

27 b. Pengajaran. Pengajar harusmenggalakkan pembelajaran kolaboratif, karena umumnya pambelajaran terjadi didalam konteks sosial dan lingkungan. c. Penilaian. Perilaku belajar seringkali tidak dapat dilaksanakan kecuali tersedia lingkungan yang benar-benar cocok untuk itu. C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme 1. Kelebihan Teori Behaviorisme a. Membiasakan guru untuk bersikap jelih dan peka pada situasi dan kondisi belajar. b. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakaan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan. c. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari perilaku yang tampak. d. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. e. Bahan pelajaran yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu menghasilkan suatu perilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu. f. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainnya dan seterusnya sanpai respons yang diinginkan muncul. g. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. h. Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anakanak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 27

28 suka mengulangi, dan harus dibiasakan, suka meniru, dan senag dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung. 2. Kekurangan Teori Behaviorisme a. Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. b. Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. c. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa. d. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik itu justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. e. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. f. Cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan mendudukaan siswa sebagai individu yang pasif. g. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasipada hasil yang dapat diamati dan diukur. h. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai centr, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. D. Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam Kegiatan Pembelajaran Teori behavioristik sering kali dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal- Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 28

29 hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah sebagai sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainnya dan seterusnya hingga respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Sebagai contoh motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bemain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut mendapatkan pengalaman pengetahuan yang kuat pada kegiatan-kegiatan di luar pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di kelas. Implementasi penerapan prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak digunakan di dalam dunia pendidikan adalah: 1) Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila peserta didik ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya. 2) Materi pelajaran dikembangkan di dalam unit-unit dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga mahasiswa mudah mempelajarinya. 3) Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga peserta didik dapat segera mengetahi apakah respons yang diberikan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 29

30 4) Setiap kali peserta didik memberikan respons yang perlu diberikan penguatan. Penguatan positif terbukti memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada penguatan negatif. Menurut Suprijono (2009:21), implikasi prinsip-prinsip behaviorisme pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut. 1) Kegiatan belajar adalah kegiatan figuratif. 2) Belajar menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi. 3) Belajar merupakan proses dialog imperaktif, bukan dialog interaktif. 4) Belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik. 5) Aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafaldan latihan. Selain dari beberapa bentuk implementasi dari teori behaviorisme dalam bidang pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, masih cukup banyak contoh-contoh lain dari penerapan teori ini di dalam kegiatan pendidikan. Contoh-contoh tersebut antara lain: pengajaran terprogram (Programmed Learning) dimana prinsip pengembangan pembelajarannya adalah dengan mengembangkan materi dalam bentuk unit-unit kecil yang memberi kemudahan untuk dipelajari oleh peserta didik. Dan setiap kali unit tertentu selesai dipelajari peserta didik segera mendapatkan umpan balik, dan respons yang benar diberikan penguatan yang umumnya berupa penguatan positif. Penerapan prinsip-prinsip behaviorisme juga dikembangkan di dalam bentuk prinsip belajar tuntas (mastery learning). Prinsip belajar tugas juga menekankan pada keharusan untuk memilah-milah materi pembelajaran ke dalam unit-unit yang harus dikuasai terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum melanjutkan ke materi berikutnya. Pada setiap akhir unit diberikan umpan balik mengenai keberhasilan belajar yang telah dicapai yang juga sekaligus berfungsi sebagai penguat. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 30

31 Teori belajar behaviorisme tidak lepas dari sejumlah kritikan. Kritikan yang mendasar antara lain mempertanyakan kelayakan penggunaan hasil uji coba yang digunakan pada binatang serta keterbatasan-keterbatasan laboratorium. Apakah hasil-hasil penelitian tentang proses belajar terutama menyangkut S-R yang diperoleh dengan menggunakan binatang sesuai subyek uji coba dapat diterapkan oleh manusia., sebab binatang yang berlainan species saja akan memberikan respon lain apabila diberi bermacam-macam stimula dan penguatan. Hal ini tentu akan sangat berbeda lagi pada manusia. Pernyataan lain, apakah hasil-hasil penelitian di laboratorium akan relevan dengan hasil belajar yang sesungguhnya. Di laboraturium peneliti dapat mengatur dan mengukur pengaruh variabelvariabel yang ingin diteliti dengan mengontrol variabel-variabel yang lain. Eksperimen di laboraturium terlalu sederhana sifatnya untuk ukuran ilmuilmu sosial sehingga kompleksitas dan karakteristik belajar pada manusia seakan-akan diabaikan. Kritikan terhadap teori belajar behaviorisme juga diarahkan pada sejauh mana faktor-faktor sosial dalam penelitian eksperimen di laboratorium tersebut diperhatikan. Sebagaimana diketahui bahwa proses belajar pada manusia bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, karena begitu banyak faktor-faktor lingkunagn yang turut memberi pengaruh terhadap kegiatan maupun hasil belajar. Demikian juga nampak kecenderungan bahwa penelitian dilaboratorium mengesampingkan faktorfaktor perkembangan seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya. Perkembangan adalah pembentukan keterampilan-keterampilan baru dari keterampilan-keterampilan yang diperoleh sebelumnya, sehingga pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap proses belajar Berikut ini kritikan atas teori behaviorisme di antaranya: 1. Behaviorisme tidak beradaptasi dengan berbagai macam jenis pembelajaran, karena mengabaikan aktivitas pikiran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 31

32 2. Behaviorisme tidak mampu menjelaskan beberapa jenis pembelajaran, misalnya pengenalan terhadap pola-pola bahasa baru oleh anak kecil, karena di sini tidak ada mekanisme penguatan. 3. Riset menunjukkan bahwa binatang mampu mngadaptasikan pola penguatan mereka terhadap informasi baru. 4. Seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, karena banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan/belajar yang berperan terhadap perilaku siswa. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan S-R. 5. Kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. 6. Tidak memperhatikan pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang dapat diamati sebagai akibat hubungan S-R. 7. Cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan tidak produktif. Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Muncul perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 32

33 teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilakukan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Karena teori behavioristik ini telah memandang bahwa sebagai suatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus diharapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus berprilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar adalah sebagai aktivitas Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 33

34 metic, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian bagian keseluruhan. Pelajaran mengikuti urutan mengikuti secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. pelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual. Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran. Langkah-langkah tersebut meliputi: 1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran. 2) Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa. 3) Menentukan materi pelajaran. 4) Memecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil, meliputi pokok pembahasan, sub pokok pembahasan, topik, dan sebagainya. 5) Menyajikan materi pelajaran. 6) Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas. 7) Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa. 8) Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 34

35 9) Memberikan stimulus baru. 10) Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa. 11) Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman, serta evaluasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya, yaitu sebagai berikut. 1) Mementingkan pengaruh lingkungan. 2) Mementingkan bagian-bagian. 3) Mementingkan peranan reaksi. 4) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respons. 5) Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya. 6) Mementingkan pembentukkan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan. 7) Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Contoh kasus pelaksanaan pembelajaran menurut teori behavioristik yaitu penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran penjaskes tergantung dari beberapa hal seperti: 1) Tujuan pembelajaran 2) Sifat materi pelajaran 3) Karakteristik pembelajar 4) Media 5) Fasilitas pembelajaran yang tersedia Pembelajaran penjaskes yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 35

36 memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, pembelajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Tujuan pembelajaran penjaskes menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Jadi, kesimpulan penerapan teori behaviorisme dalam pembelajaran penjaskes menurut penulis: penjaskes dirasakan kurang pas karena kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi, dan mengembangkan kemampuannya. Sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respons sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya, pembelajar penjaskes kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Padahal, pembelajaran penjaskes merupakan pembelajaran yang menomorsatukan gerak untuk berkreasi dan untuk mendapatkan kesehatan. E. Pengertian Teori Belajar Kognitivisme Kognitivisme merupakan salah satu teori belajar yang dalam berbagai pembahasan juga sering disebut model kognitif (cognitive model) atau model perseptual (perseptual model). Menurut teori belajar ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi atau pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Karena itu belajar menurut kognitivisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu dapat dilihat sebagaimana perubahan tingkah laku. Teori ini menekankan bahwa bagian- Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 36

37 bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Karena teori ini lebih menekankan kebermaknaan keseluruhan sesuatu dari bagian-bagian, maka belajar dipandang sebagai proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengelolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Proses belajar disini mencakup antara lain pengaturan stimulasi yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Menurut Piaget, perkembangan intelektual melalui empat tahap-tahap berikut: 1) Tahap sensori motor (0, 0 2, 0 tahun). 2) Tahap pra-operasional (2,0 7, 0 tahun). 3) Tahap operasional konkret (7, 0 11, 0 tahun). 4) Tahap operasional (11, 0 keatas). Pada tahap sensori motor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan penggerakannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berparsitipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang- kadang memecahkan masalah secara trial and error. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Dalam proses membangun pengetahuan melalui proses belajar tersebut meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, fase Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 37

38 pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori yang sering disebut sebagai model perseptual. Teori ini berpandangan bahwa belajar adalah suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. (Budiningsih, 2005 : 34). Penting untuk dipahami bahwa dua pemikiran pokok dari kognitivisme adalah teori pemrosesan informasi, dan teori skema. Menurut pendekatan kognitif, dalam kaitan teori pemrosesan dan informasi, unsur terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Di dalam pengolahan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah kondisi dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal serta proses kognitif yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Landasan kedua dari teori belajar berbasis kognitivisme adalah teori skema, teori ini amat erat hubungannya dengan teori pengolahan informasi. Skema merupakan suatu struktur pengetahuan internal. Informasi baru yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 38

39 masuk dan diterima pembelajar dibandingkan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya yang dinamakan skema. F. Pengertian Teori Belajar Kognitivisme menurut Para Ahli 1. Teori Belajar Menurut Jean Piaget Teori perkembangan Piaget disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap perkembangan intelektual sejak lahir smpai dewasa. Menurut Piaget, perkembangan Piaget merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Menurut Piaget, belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Menurut Piaget, penganut aliran kognitf yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, ekilibrasi (penyeimbang). a) Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. b) Proses akomidasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. c) Proses akulibrasi adalah penyesuaian berkesinambung antara asimilasi dan akomodasi. Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa (Thobroni, 2015). Tahapan tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 39

40 sensosi motor, tahap pra-oprasional, tahap oprasional konkret, dan tahap oprasional formal. a) Tahap Sensor Motor Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), seseorang anak belajar mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. b) Tahap Pra-oprasional Pada tahap pra oprasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpilkan sesuatu secara konsisten. c) Tahap Oprasional Konkret Pada tahap oprasional konkret (7-11 tahun), seseorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). d) Tahap Operasional Formal Pada tahap operasional formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Pada tahap ini kemampuan menalar secara abstrak meningkat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara bersama-sama. Umur yang dicantumkan pada setiap tahap tadi adalah hasil penelitian Piaget di negaranya. Meskipun demikian, umur yang dicantumkan diatas bisa kita jadikan pedoman. Hal lain yang perlu diperlihatkan adalah seseorang siswa SMK yang sudahberada paha Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 40

41 tahap operasional formal sekalipun masih membutuhkan benda-benda nyata pada saat belajar, terutama pada situasi yang masih baru. Piaget juga brpendapat bahwa perkembangan kognitif seorang siswa adalah melalui suatu proses asimilasi dan akomodasi. Di dalam pikiran seseorang, sudah terdapat kognitif atau kerangka kognitif yang disebut skema. Setiap seseorang akan selalu berusaha untuk mencari keseimbangan, kesesuaian, atau ekuilibrium antara apa yang baru dialami (pengalaman barunya) dan apa yang ada pada struktur kognitifnya. 2. Bruner Bruner mengusulkan teorinya yang disebut Free Discovery Learning (Thobroni, 2015). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan eksempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebaginya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya, untuk memehami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal didefinisi kata kejujuran, mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh itulah, siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran. Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktifsaat belajar dikelas, konsepnya adalah belajar dengan menemukan, siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal, oleh setiap individu murid. Inilah tema pokok teori Bruner. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 41

42 Selain itu, Bruner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut Bruner (Thobroni, 2015) teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskiptif. Misalnya, teori belajar memprediksi berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut: a) Tahap Enaktif Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkingan sekitanya. Suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran yang bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-benda konkret. Dengan demikian, topik pembelajaran tersebut dipresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk bentuk-bentuk nyata. b) Tahap Ikonik Suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran yang bersifat abstrak, dipelajari siswa dengan menggunakan ikon, gambar, yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda yang konkret. Dengan demikian, topik pembelajaran yang bersifat abstrak ini telah direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu direpresentasikan atau diwujudkan dalam gambar atau diagram yang bersifat semi-konkret. c) Tahap Simbolik Seseorang telah mampu memiliki ide-ide abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 42

43 logika. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses instuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning). 3. David P. Ausubel Pernahkan anda mendapatkan seorang anak SD yang mampu berteriak-teriak, :ini Budi. Ini ibu Budi. Tetapi ia tidak tahu mana yang suku kata bu dan mana suku kata di. Mungkin juga ada siswa sekolah menengah yang hafal rumus nilai akhir bunga majemuk. Cara belajar dengan membeo seperti yang telah dilakukan siswa SD dan siswa sekolah menengah tersebut disebut dengan belajar hafalan (rote learning) oleh Ausubel sebagaimana pernyataannya berikut:...if the learner s intention is to memorise it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning proscess and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless (jika seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya, maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya. contoh lain yang dapat mengucapkan rumus suku ke-n suatu barisan aritmatika dengan lancar, namun ia sama sekali tidak mengerti arti lambang-lambang tersebut dan tidak dapat menggunakan. Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak dapat menjawab soal baru lainnya. Karena materi matematika bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang utuh dan saling berkait antara yang satu dan yang lainnya, setiap siswa harus menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah dipunyainya agar terjadi suatu proses pembelajaran Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 43

44 bermakna (meaning learning). Karenanya, Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Thobroni,(dalam Orton, 1987: 34), if i had to reduce all of educational psychology to just one principle, i would say this: The most important single factor influencing learning is what the learning already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Jelaskan bahwa pengetahuan yang sudah diiliki siswa akan sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan (rote learning) akan terjadi jika para siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama. Tugas gurulah untuk memberi kemudahan bagi para siswanya sehingga mereka dapat dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan barunya dengan pengetahuan yang relevan yang sudah ada di dalam pikirannya atau dalam struktur kognitifnya. Belajar seperti itulah yang diharapkan dapat menjadi kelas-kelas di Indonesia, belajar bermakna yang telah digagas David P. Ausubel. Ausubel mengawali teorinya dengan melakukan kritik terhadap teori pembelajaran menurut konsep neobehaviorisme, karyanya difokuskan kepada pembelajaran verbal. Teorinya terkait dengan sifat-sifat makna, dan ia percaya bahwa dunia luar akan memberikan makna terhadap pembelajaran hanya jika berbagai konsep yang berasal dari dunia luar itu telah mampu diubah menjadi kerangka isi oleh siswa. Makna diciptakan melalui beberapa bentuk hubungan ekuivalen antara bahasa dan konteks mental, yang melibatkan dua proses: a) Resepsi, yang ditimbulkan melalui pembelajaran verbal yang bermakna. b) Penemuan, yang terlibat dalam pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 44

45 Karya-karya Ausubel sering dibandingksn dengan karya Bruner. Keduanya memiliki kemiripan pandangan tentang sifat hierarkis dari pengetahuan, tetapi Bruner lebih menekankan kepada proses penemuan, sedangkan Ausubel lebih berfokus kepada metode pembelajaran verebal dalam berbicara, membaca dan menulis. Ausubel juga berpendapat bahwa pembelajaran berdasarkan hafalan tidak banyak membantu siswa di dalam memperoleh pengetahuan, pembelajaran oleh guru harus sedemikian rupa sehingga membangun pemahaman dalam struktur kognitifnya, pembelajaran haruslah bermakna bagi siswa untuk menyelesaikan problem-problem kehidupannya. G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Kognitivisme 1. Kelebihan Teori Belajar Kognitivisme a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain dengan. b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 45

46 pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami. 2. Kelemahan Teori Belajar kognitivisme a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan. b. Sulit dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut. c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas. H. Penerapan Teori Kognitivisme dalam Kegiatan Pembelajaran Kognitivisme memberikan pengaruh dalam pengembangan prinsipprinsip pembelajaran sebagai berikut: 1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu. 2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks. Untuk dapat menyesuaikan tugas-tugas dengan baik peserta didik harus terlebih dahulu telah mengetahui tugas-tugas yang bersifat sederhana atau mudah. 3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada hanya dengan menghafal, apalagi tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus disesuaikan dengan apa yang telah diketahui peserta diik sebelumnya. Karena itu tugas guru menunjukan hubungan antara apa yang akan dipelajari dengan apa yang telah diketahui sebelumnya. 4. Adanya perbedaan individual pada peserta didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Adapun prinsip-prinsip teori kognitivisme dalam pembelajaran menurut Warsita (2008: 89), di antaranya: 1. Pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan. 2. Peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran. 3. Menekankan pada pola pikir peserta didik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 46

47 4. Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. 5. Menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran sebagai proses aktif di dalam diri peserta didik. 6. Menerapkan reward and punishment. 7. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan guru, tetapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut Hakekat belajar menurut kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perseptual, dan proses intenal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan ketertiban siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatannya mengikuti prisip-prinsip sebagai berikut: 1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahaptahap tertentu. 2. Anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama juka menggunakan benda-benda kongkrit. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. 4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 47

48 5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan bola atau logika tertentu, dan sederhana ke kompleks. 6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. 7. Adanya perbedaan individual dalam diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya motivasi, persepsi, kemempuan berfikir, pengetahuan awal, dan sebagainya. Ketiga tokoh aliran kognitif secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepeda siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarah siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang dikemukakannya. Berbeda dengan Bruner, Ausbel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinya mengenai Advance Oganizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Dari pemahaman di atas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masingmasing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 48

49 pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli tersebut adalah sebagai berikut: 1. Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget, yaitu: a) Menentukan tujuan pembelajaran. b) Memilih materi pembelajaran. c) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif. Misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya. d) Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berfikir siswa. e) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Irawan, 2001). 2. Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner, yaitu: a) Menentukan tujuan pembelajaran. b) Menentukan identifikasi karakteristik siswa (kemempuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c) Memilih materi pelajaran. d) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi). e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik. g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Budiningsih, 2005: 50). 3. Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel, yaitu: a) Menentukan tujuan pembelajaran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 49

50 b) Menentukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya). c) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam betuk konsep-konsep inti. d) Menentukan toik-topik dan menampilkannya daam bentuk advance organizer yang akan di pelajari siswa. e) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/kontret. f) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Masih dalam sumber yang sama, Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai berikut: 1. Memusatkan perhatian kepada cara berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Gur harus mengalami proses yang digunakan anank sehingga sampai dikembangkan dengan memerhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksudkan. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowlege) anak dorong menentukan sendiri penetahuan itu melalui intraksi spontan dengan lingkungan. Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan pada kecepatan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 50

51 3. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langung, perkembangnnya dapat diisimulasi. Contoh pelaksanaan pembelajaran menurut teori kognitif berikut ini dalam mata pelajaran Matematika di sebuah SMK nonteknik. 1. Guru Matematika SMA nonteknik berusaha agar pegetahuan agar pengetahuan siswanya utuh, tidak pisah-pisah. Artinya, pengetahuan yang sau terkait denga pengetahuan lain. Sebagai contoh, konsep integral harus dikaitkan dengan konsep turunan. 2. Agar lebih bermakna, pengetahuan yang baru diajarkan dihubungkan dengan situasi nyata. Misalnya, guru dapat menghubungkan himpunan kosong dengan buku kosong, yang satu tidak mempunyai anggota, yang satunya lagi belum ada tulisan di dalamnya. 3. Pembelajaran Matematika di SMK nonteknik dimulai dari benda konkret, semi-kokret baru ke abstrak. Guru Matematika SMK nonteknik menyadari bahwa siswa yang sudah berada pada tahap oprasional formal sekalipun akan lebih mudah mempelajari matematikaa jika dimulai dari sesuatu yang konkret ataupun yang bisa dipikirkan siswa. Misalnya, konsep turunan yang dimulai dari konsep kecepatan. 4. Pada taraf tertentu, guru menggunakan alat peraga, seperti menggunakan model-model bangun ruang ketika membahas materi Dimensi Tiga. 5. Guru mengajar Matematika dari hal yang mudah/sederhana ke yang sedang, kemudian ke yang sukar/rumit. Hal yang mudah/sederhana lebih gampang intuk dicerna oleh siswa. Dengan demikian, hal-hal yang sukar/rumit bisa dasimilasi dengan mudah kedalam kerangka kognitif yang sudah ada dibenaknya. Sebagai contoh guru meminta Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 51

52 siswa untuk menghitung dengan berbagai cara, sebelum ia membahas rumus umumnya. 6. Kesalahan yang sudah berbentuk di dalam benak siswa sangat sukar untuk diperbaiki, diperlukan proses akomodasi untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, hanya memberi tahu saja bahwa ia salah adalah tidak cukup. Guru pertama kali harus memberikan contoh-contoh dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat meyakinkan siswa bahwa ia salah. Setelah itu, guru mendiagnosis kesalahan siswanya. Berdasarkan hasil diagnosis itulah perbaikan dapat dilakukan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 52

53 BAB III TEORI-TEORI BELAJAR A. TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISME 1. Pengertian Teori Belajar Kontruktivisme Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme paham atau aliran. Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 53

54 Konstruktivisme juga merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Dari keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Adanya motivasi unruk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa. Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 54

55 belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya. Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar. Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction). Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Jadi teori ini Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 55

56 mengaskan bahwa pengetahuan itu mutlak diperoleh dari konstruksi atau pembentukan pemahaman dalam diri seseorang terhadap bahan yang mereka pelajari dan juga melalui pengalaman yang diterima oleh panca indra. 2. Teori Belajar Kontruktivisme Menurut Para Ahli Belajar penemuan (Discovery learning) dari Jerome Brunner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada perbandingan kognitif tentang pembelajaran dan konstruktivisme, siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri. Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Pada pengembangan model pengajaran kurikulum berbasis kompetensi, teori konstruktivisme ini banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan model pembelajaran cooperative dan model pembelajaran berdasarkan masalah. 3. Tujuan Teori Belajar Kontruktivisme Tujuan dari teori belajar konstruktivisme yaitu sebagai berikut: a) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 56

57 b) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejutkan pertanyaaan dan mencari sendiri pertanyaannya. c) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. d) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. e) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 4. Ciri-Ciri Teori Belajar Kontruktivisme Ciri-ciri teori belajar konstruktivisme di antaranya: a) Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya. b) Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan. c) Mendukung pembelajaran secara koperatif. d) Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar. e) Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru. f) Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran. g) Mendorong proses pembelajar melalui kajian dan eksperimen. Adapun karakteristik teori belajar konstruktivisme, di antaranya sebagai berikut: a) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 57

58 b) Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi. c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. d) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. e) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya. f) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. 5. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivisme a. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme Pemecahan masalah dan penemuan memberikan pengetahuan yang dapat bertahan lama, mudah diingat. Dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir. Memberikan motivasi siswa untuk belajar secara terus-menerus sampai pertanyaan mereka terjawab. b. Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme Membutuhkan pemahaman guru yang konvensional yang menekankan belajar untuk mendapatkan jawaban yang benar, sehingga menghilangkan kreativitas siswa dalam mengungkapkan pendapatannya. Sulit membangun kesadaran Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 58

59 pemahaman siswa untuk belajar. Belajar memecahkan masalah dan penemuan memerlukan waktu sehingga akan mengganggu struktur pembelajaran bidang lain. 6. Penerapan Teori Belaar Kontruktivisme dalam Kegiatan Pembelajaran Menurut Suparno (2010) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang ilmu unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu: a) Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 59

60 b) Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep. c) Adanya lingkungan sosial yang kondusif Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinterksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial. d) Adanya dorongan agar siswa mandiri Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya. e) Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan meperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. Guru selain sebagai fasilitator dan mediator di dalam kelas juga berperan sebagai partner belajar siswa di kelas. Merancang lingkungan belajar di kelas, dimana siswa sebagai pusat kegiatan proses belajar mengajar. Ada beberapa hal yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 60

61 guru harus perhatikan dalam menerapkan pembelajaran konsruktivisme dalam kelas, di antaranya: 1. Memberikan kebebasan terhadap siswa mengungkapkan dan mengembangkan ide-idenya masing-masing sesuai dengan persepsinya terhadap objek yang dipelajarinya. 2. Kelompok-kelompok siswa perlu dibangun untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbagi dengan siswa lainnya tentang ide atau pengetahuan mereka satu sama lainnya sehingga tercipta pengetahuan baru dari hasil diskusi dan pemahaman dari setiap siswa. 3. Menganggap proses pembelajaran yang sama pentingnya dengan hasil belajar. 4. Membangun rasa ingin tahu siswa melalui kajian dan eksperimen. Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang cukup dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran PKn, tentang tolongmenolong dan siswa ditugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolongmenolong terbangun, dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih memahami makna ketimbang konsep. 7. Kendala dalam Penerapan Pembelajaran Menurut Kontruktivisme Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran menurut Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 61

62 konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah. b) Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang sesuai. c) Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai. d) Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil akhirnya. e) Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius. f) Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap menunggu informasi menjadi pencari dan pengkonstruksi informasi merupakan kendala itu sendiri. g) Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, anak dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 62

63 terkondisi untuk mengiakan pendapat atau penjelasan guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan gurunya. B. TEORI BELAJAR HUMANISME 1. PENGERTIAN TEORI BELAJAR HUMANISME Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang bercita-citakan dan bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Artinya peserta didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan kata lain, si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Senada dengan pendapat di atas, belajar adalah pentingnya isi dari proses belajar bersifat elektrik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, dan membutuhkan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 63

64 keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi pola perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif. Para teoritikus humanistik, seperti Carls Rogers dan Abraham Maslow menyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengkondisian (conditioning) yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reaktor terhadap instink atau tekanan lingkungan. Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self-direction. Awal timbulnya psikologi humanistis terjadi pada akhir tahun 1940-an yaitu munculnya suatu perspektif psikologi baru. Orangorang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam pengembangan ini. Misalnya: ahli-ahli psikologi klinik, pekerjapekerja sosial, konselor, bukan merupakan hasil penelitian dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 64

65 bidang proses belajar. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenalkan dengan psikologi humanistis, eksternal, perseptual atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha memahami perilaku seseorang dari sudut perilaku (behavior), bukan dari pengamat observer. Dalam dunia pendidikan aliran humanisme muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan mungkin perubahanperubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad ke-20 ini pun juga akan menuju pada arah ini. Perhatian psikologi humanistik terutama tertuju pada masalah bagaimana tiaptiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Nilai-nilai penting yang ditumbuh kembangkan dalam pendidikan humanisme sebagai berikut: a) Kejujuran (tidak menyontek, tidak merusak, dan bisa dipercaya). b) Menghargai hak orang lain (menerima dan menghormati perbedaan individu yang ada, mau mendengarkan orang lain, menolong orang lain, dan bisa berempati terhadap problem orang lain). c) Menjaga lingkungan (menghemat penggunaan listrik, gas, kayu, logam, kertas, dan lain-lain. Menjaga barang milik sendiri ataupun milik orang lain). d) Perilaku (mau berbagi, menolong orang lain, ramah terhadap orang lain, dan berlaku pantas didepan publik). e) Perkembangan pribadi (menjalankan tanggung jawab, menghargai kesehatan dan kebersihan fisik, mengembangkan bakat yang dimiliki secara optimal. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 65

66 2 Pengertian Teori Belajar Humanisme Menurut Para Ahli a. Teori Belajar Menurut Arthur Combs ( ) Combs dan kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perlaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dan yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain halnya dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila sesorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Terdapat dua bagian pada learning, yaitu: 1) Memperoleh informasi baru. 2) Personalisasi informasi pada individu. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan presepsi dunia sesorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar adalah persepsi dunia. Makin Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 66

67 jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya tergadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. b. Teori Belajar Menurut Abraham Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: 1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang. 2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain sesorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus di perhatian oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengingatkan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. c. Teori Belajar Menurut Carl Ransom Rogers Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: 1) Kognitif (kebermaknaan) 2) Experientasi (pengalaman atau signifikansi) Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 67

68 Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning mencakup: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, sebagai berikut: a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. c. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern belajar tentang proses. Dari bukunya freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting di antaranya sebagai berikut: a. mempunyai kemampuan belajar secara alami. b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksudmaksudnya sendiri. c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 68

69 d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabika ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil. e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar. f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu. h. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari. i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri. Penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu. Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rogers di atas, secara singkat inti prinsip belajar humanisme adalah sebagai berikut: a. Hasrat untuk Belajar Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alamiah untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanisme. Di dalam kelas yang humanisme anakanak diberi kesempatan dan bebas untuk memuaskan dorongan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 69

70 ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya. b. Belajar yang Berarti Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya. c. Belajar tanpa Ancaman atau Hukuman Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman atau hukuman. Proses belajar akan berjalan lancar manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahankesalahan tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan. d. Belajar atas Inisiatif Sendiri Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah-arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk belajar bagaimana caranya belajar (to learn how to learn). Tidak perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 70

71 membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia juga lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif, maupun afektif. Rogers dan para ahli humanisme yang lain menanamkan jenis belajar ini sebagai whole-person learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanisme percaya, bahwa belajar dengan tipwe ini akan menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar. e. Belajar dan perubahan Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa yang paling bermanfaat ialah belajar tentang proses belajar. Menurut Rogers, diwaktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat berubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah. Teori Rogerss dalam bidang-bidang pendidikan dibutuhkan 3 (tiga) sikap oleh fasilitator belajar, yaitu: realitas di dalam fasilitator belajar, penghargaan, penerimaan dan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 71

72 kepercayaan, dan pengertian empati. Dari ketiga sikap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Realitas di dalam fasilitator belajar Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri. Sehingga ia dapat masuk ke dalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi. b. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan yang lainnya. c. Pengertian yang empati Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid bukan guru. 3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanisme a. Kelebihan Teori Belajar Humanisme 1) Pembelajaran dengan teori ini sangat cocok diterapkan untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. 2) Indikator dari keberhasilan aplikasi ini ialah siswa me rasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola p ikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 72

73 3) Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendap at orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara tan ggung jawab tanpa mengurangi hak-hak - orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, ata u etika yang berlaku. b. Kekurangan Teori Belajar Humanisme 1) siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar. 2) siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar. 4. Penerapan Teori Belajar Humanisme dalam Kegiatan Pembelaaran Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan diterapkan (Soemanto, 1998: 235). Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik saat guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Sukardjo & Komarudin, 2009: 64). Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah: a) Merumuskan tujuan belajar yang jelas. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 73

74 b) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif. c) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri. d) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri. e) Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. f) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. g) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya. h) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Guru yang baik menurut teori ini adalah: Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada. Psikologi humanistik berharap bahwa guru sebagai fasilitator. Berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, sebagai berikut: a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 74

75 b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum. c) Fasilitator mempercayai adanya keinginan dan masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna. d) Fasilitator mencoba mengatur dan menyediakan sumber untuk belajar yang paling luas dan paling mudah dimanfaatkan siswanya untuk mencapai tujuan mereka. e) Fasilitator menempatkan dirinya di suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok. f) Di dalam menghadapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, guru menerima baik yang bersifat intelektual, sikap, perasaan dan menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual maupun bagi kelompok. g) Bilamana kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu seperti siswa yang lain. h) Fasilitator mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa. i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 75

76 BAB IV PERKEMBANGAN MORAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN A. KONSEPSI MORALITAS Istilah moralitas sudah dikenal secara luas dan biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun sebenarnya ada berbagai konsepsi mengenai moralitas. Agar tidak terjadi salah paham, sebelum membahas teori perkembangan moral, perlu disepakati bersama konsep-kosep apa saja yang dimaksud. Hill (dalam Aunurrahman, 2012) mengidentifikasi empat konsepsi yang berbeda satu sama lain mengenai moralitas. Dari empat konsepsi inilah kemudian muncul berbagai teori tentang perkembangan moral. Keempat konsepsi tersebut ialah kepatuhan pada hukum moral (obedience to the moral law), konformitas pada aturan-aturan sosial (confomity to social rules), otonomi rasional dalam hubungan antar pribadi (rational autonomi in interpersional dealing), dan otonomi ekstensial dalam pilihan seseorang (exitensial autonomi in one s choices). 1. Kepatuhan pada Hukum Moral Konsepsi moralitas kepatuhan pada hukum moral mengandung tiga hal penting. Pertama, bidang moralitas berkisar pada tindakan manusia secara sukarela, yaitu tindakan yangn merupakan hasil dari keputusan secara sadar. Kedua, tindakan tersebut selaras dengan keyakinan seseorang tentang kewajiban yang harus diemban. Ketiga, kewajiban seseorang, atau apa yang benar dan baik adalah yang tidak melanggar hukum, dalam arti secara universal diatur oleh alam kehidupan manusia dan masyarakat. Konsepsi ini juga disebut konsepsi moralitas naturalistik. Konsepsi ini ditentang oleh Moore karena dianggap tidak valid. Menurutnya tidak logis, mengapa alasan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 76

77 dalam melakukan sesuatu hanya menunjukkan bahwa memang seharusnya begitu. 2. Konformitas pada Aturan Sosial Konsepsi moralitas yang kedua berfokus pada cara manusia bertindak terhadap aturan-aturan sosial yang dipandang sangat serius. Konsepsi ini dapat dikatakan lebih kuno karena tidak membedakan moralitas dan kebiasaan sosial. Sebaliknya, konsepsi ini dapat dikatakan lebih modern karena munculnya ilmu-ilmu sosial telah mendorong banyak orang modern untuk mendukung relativisme kultural dalam moralitas, yang menghasilkan kepercayaan bahwa moralitas didasarkan pada kode tingkah laku apa pun yang disetujui oleh suatu masyarakat. Durkheim menyebut tradisi relativistik sosial sebagai the morality of our time, yaitu sistem aturan untuk bertindak yang mengatur perilaku yang bersifat lokal. Menurutnya, aturan-aturan ini tidak merupakan prinsip-prinsip universal. Adapun yang membedakan antara yang moral dan sosial hanya keseriusan melaksanakan aturan tertentu. Oleh karena itu, kriterianya bersifat psikologis bukan kriteria logis, dan filosofi yang mendasarinya disebut emotivisme. 3. Otonomi Rasional dalam Hubungan Antar Pribadi Konsepsi moralitas ini disebut juga formalisme. Menurut pandangan ini, istilah moralitas merujuk pada bentuk wacana rasional tertentu dalam kehidupan manusia, digunakan untuk menentukan yang baik dan harus dikerjakan. Bermoral berarti siap memberikan alasan bagi suatu tindakan tertentu, terutama tindakan yang memengaruhi hasrat orang-orang lain. Landasan moralitas bergeser dari kebiasaan yang alamiah atau kebiasaan sosial menjadi wacana rasional. Inti moralitas adalah metode, bukan isi; otonomi, bukan kepatuhan atau konformitas. Bentuk penalaran moral individu ialah objektivitas rasional dan sikap tidak memihak. Frankena (1970) menghasilkan analis yang memperjelas konsepsi moralitas filosofis kontemporer. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 77

78 Dia menyatakan bahwa ada dua konsepsi utama moralitas. Pertama, bersifat material (berkenaan dengan subtansi tanggung jawab moral) dan sosial, yakni merujuk pada aturan moral tertentu. Kedua, bersifat formal, jika kita membedakan yang moral dan nonmoral. Konsepsi formal bersifat sangat individualistik. 4. Otonomi Eksistensial dalam Pilihan Seseorang Formalisme dipandang hanya sebagai suatu inovasi yang canggih dari kerangka tradisional filosofi rasionalistik yang diduga keras merupakan bagian dari konsepsi universal. Konsepsi moralitas ini sangat mempertimbangkan persoalan pribadi dan menghargai keberadaan individu. Dalam pandangan personalistik, formalistik perlu diberi ucapan selamat karena menekankan otonomi, tetapi harus dikritik karena memandang rendah keputusan yang dibuat dalam situasi tertentu demi tuntutan intelektual untuk mencapai konsistensi rasional. Kaum rasionalis telah mengabaikan perasaan dan tujuan individu yang datang secara spontan pada saat khusus ketika mengahadapi tantangan moral. Keempat cara untuk memahami moralitas tersebut di atas belum dipadukan oleh suatu teori metaetis. Di samping itu, tiga konsepsi memunculkan makna yang berbeda mengenai istilah pendidikan moral/nilai. Tiga konsepsi menyatakan secara tidak langsung perbedaan paradigma penelitian, yang menghasilkan kesimpulan bahwa cara mendidik moralitas hanya valid jika menggunakan konsepsi moralitas tertentu yang disarankan. B. TEORI PERKEMBANGAN JEAN PIAGET Dalam proses pembelajaran guru sering kali dihadapkan dengan berbagai dinamika mengenai perkembangan peserta didik. Perubahanperubahan dari peserta didik ini harus mendapatkan perhatian dari guru, karena guru bisa memilih strategi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam teorinya, Piaget mengemukakan bahwa secara umum semua anak berkembang melalui Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 78

79 urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi pada setiap tahap tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah ataau meningkatkaan tahap perkembangan moral berikutnya. Berkaitan dengan perkembangan moral, piaget mengemukakan dua tahap perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Tahap pertama disebut Heterenomous atau tahap Realisme moral dalam tahap ini seorang anak cenderung menerima aturan begitu saja. Tahap kedua disebut Autonomous morality atau Independensi moral dalam tahap ini seorang anak memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam pandangan Piaget tahap-tahap kognitif mempunyai kaitan yang sangat erat dengan empat karakteristik berikut: 1. Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan permasalahan yang sama. 2. Perbedaan cara berfikir antara anak satu dengan yang lain seringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun kerangka berfikir yang saling berbeda. Dalam hal ini ada serangkaian langkah yang konsisten dalam kerangka berfikirnya, dimana tiap-tiap anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. 3. Masing-masing cara berfikir akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur. Ini berarti pada tiap tahap yang dilalui seorang anak diatur sesuai dengan cara berfikir tertentu. Piaget mengakui bahwa cara-cara berfikir, atau struktur tersebut pada dasarnya mengendalikan pemikiran yang berkembang. 4. Tiap-tiap urutan dari tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integrasi hirarkis dari apa yang telah dialami sebelumnya. Seperti dikemukakan sebelumnya, Piaget mencoba mengkaji tingkah laku anak melalui aktivitas bermainnya, karena ia ingin menguji bagaimana Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 79

80 anak-anak dapat menyesuaikan konsepnya terhadap berbagai tata aturan. Dari hasil pengamatannya, Piaget mengetahui bahwa anak-anak pada usia sekitar tiga tahun yang bermain kelereng dengan teman-temannya umumnya belum mengembangkan aturan permainan sendiri, atau ada kecenderungan mereka untuk bermain sendiri-sendiri tanpa adanya kerja sama yang lebih terencana. Pada umumnya anak-anak pada usia ini cenderung menganggap pendirian atau pendapatnya sebagai sesuatu yang paling benar. Dalam perkembangan berikutnya, ketika anak menginjak usia sekitar 7 atau 8 tahun mulai berkembang perhatian terhadap keuntungan imbal balik dan kecenderungan untuk menyeragamkan aturan permainan. Selanjutnya pada periode codificationof rules, yang biasanya mulai berkembang usia sekitar 11 atau 12 tahun, dimana pada masa ini anak mulai mampu menentukan aturan permainan secara lebih detail. Aturan-aturan permainan yang dihasilkan ini anak dianggap sebagai hukum yang dihasilkan dari kesepakatan bersama, walaupun menurut mereka aturanaturan tersebut masih dapat dmodifikasi. Dari hasil penelitiannya Piaget mengetahui anak-anak yang lebih muda usiannya cenderung memilih sesuatu tindakan berdasarkan konsekuensi atau akibat materialnya. Misalnya, Jhon lebih nakal dari Hendri karena Jhon memecahkan piring dan gelas sementara Hendri memecahkan sebuah cangkir. Dalam hal keadilan, Piaget menguraikan tentang pentingnya keadilan distributif (distributive justice), utamanya menyangkut bagaimana cara melaksanakan hukuman dan ganjaran yang seharusnya diberikan kepada tiap-tiap anggota kelompok. Keadilan distributif ini menurutnya dibedakan antara yang ekualitas dan ekuitas. Ekuitas adalah pandangan di mana tiap-tiap orang harus diperlakukan secara sama. Sementara ekuitas juga memperhitungkan pertimbanganpertimbangan dari masing-masing individu. Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget adalah bahwa dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada perilaku anak yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 80

81 bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pola-pola perubahan ini terkait secara langsung dengan tingkat usia anak. C. TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG Menurut Kohlberg pendekatan yang baik yang harus dilakukan untuk memahami perilaku moral harus didasari pemahaman tentang tahapantahapan perkembangan moral. Dijelaskan pula bahwa tujuan pendidikan moral adalah untuk mendorong individu-individu untuk mencapai tahapantahapan moral selanjutnya. Dalam keadaan itu pendidikan moral harus memperhatikan kepribadian secara menyeluruh, khususnya berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain, perilaku atau etika kita. Dalam keadaan ini maka guru tidak hanya menyajikan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi secara terus-menerus harus dapat mendorong perkembangan berpikir dan perubahan-perubahan perilaku menuju tahap perkembangan yang lebih tinggi. Yang penting sebagai guru harus mengajarkan tentang nilai-nilai moral. Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori perkembangan moral yang dijelaskan oleh Piaget. Dalam perluasan teori ini Kohlberg tetap menggunakan pendekatan dasar Piaget yaitu menghadapkan anak-anak dengan serangkaian cerita-cerita yang menyangkut tentang moral. Namun cerita-cerita yang di kembangkan Kohlberg kira-kira lebih kompleks dari cerita-cerita yang digunakan oleh Piaget. Searah dengan Piaget, Kohlberg bahwa para remaja menerapkan stuktur kognitif moral mereka. Mereka menafsirkan segala tindakan dan perilaku berkembang menurut struktur mereka sendiri. Dengan demikian Kohlberg menemukan bahwa: (1) penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional, (2) terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan Piaget, (3) penelitiannya membenarkan pendapat Piaget, bahwa sekitar usia 16 tahun, pada masa remaja merupakan tahap tertinggi dalam proses tercapainya pertimbangan moral. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 81

82 Pada awalnya Kohlberg berpendapat enam tahap perkembangan moral yang dilalui seorang anak untuk dapat sampai ke tingkat remaja atau tingkat dewasa. Keenam tahap tersebut masing-masing berada pada level tiga, dimana pada level pertama dan kedua berada pada level Pre- Conventional, tahap ketiga dan keempat berada pada level Conventional, dan tahap lima dan enam berada pada Post Conventional, Autonomous atau Pricipled Level. Masing -masing tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut ini: 1. Pre-Conventional Level (Tingkat Sebelum Konvensional) Pada level ini anak-anak memberikan respon terhadap kebiasaan yang mereka ketahui. Mereka belum dapat mengetahui dan menentukan baik buruk atau benar salahnya. a. The punishment and obedience orientasi (orientasi pada hukum dan kepatuhan) Pada tahap ini anak berperilaku baik bukan karena kesadaran diri, tetapai baik karena ada konsekuensi. Misalnya, anak akan selalu belajar jam karena takut di hukum oleh ayahnya jika ia melanggarnya, karena sudah ada kesepakatan. b. The instrumental relativist orientation (orientasi minat pribadi) Pada tahap ini pandangan terhadap perbuatan yang baik apabila memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang dapat memuaskan kebutuhan orang lain. Dan dapat menyikapi hubungan antar manusia. 2. Conventional Level (Tingkat Konvensional) Pada level ini tumbuh kesadaran dari individu keluarga atau kelompok. Tindakan tersebut dilakukan karena kesadaran dan tidak memikirkan akibat yang muncul. Baik akibat sekarang atau yang akan datang. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 82

83 a. The interpersonal concordance of good boy-nice girl orientation (orientasi anak manis) Pada tahap ini perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan dan dapat membantu orang lain. Maka dari itu perilaku baik akan dipertahankan dan diterapkan pada lingkungan sekitar. b. The law and order orientation (orientasi pada perintah dan hukum) Pada tahap ini perilaku yang benar adalah perilaku yang mentaati peraturan/hukum yang berlaku. Seseorang harus mempunyai moral yang baik dan bisa menghargai aturan-aturan yang diterapkan. 3. Past-Conventional, Autonomous, or Principled Level (Masa Lalu Konvensional, Otonomi, atau Tingkat Keyakinan) Pada level ini seseorang sudah berusaha untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki kebenaran tidak terkait dengan aturan kelompok. Seseorang harus yakin dengan dengan prinsipnya dan tidak akan terpengaruh dengan orang lain. a. The social contract legalistic orientation (orientasi kontrak sosial legalistik) Tahap ke lima ini seseorang mempunyai kesadaran yang cukup tinggi. Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang telah diuji dan disepakati bersama dalam ukuran-ukuran yang standar. Dan pada tahap ini seseorang lebih memperhatikan aturan-aturan dan prosedur yang sudah disepakati. Seseorang akan lebih terdorong dalam perilaku yang lebih baik. b. The universal ethical principle orientation (prinsip orientasi etika universal) Pada tahap ini moral yang dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum atau aturan sosial. Prinsip ini dibatasi oleh kata hati Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 83

84 dan kesadaran. Jadi prinsip ini mengajari rasa persamaan hak asasi manusia dan saling menghormati orang lain yang tumbuh dari kesadaran individu agar manusia lebih mempunyai martabat yang lebih baik. Teori yang dikemukakan oleh Kohlberg tidak terlepas dari kritik. Yang paling banyak mendapatkan sorotan adalah pandangannya yang memberikan tempat istimewa terhadap keadilan, sebagai tingkatan tertinggi atau tahap tertinggi dari konsep perkembangannya.berdasarkan kritikan-kritikan yang muncul akhirnya mendorong Kohlberg untuk merevisi konsep tahap-tahapnya (dari tahap keenam kelima), dan sekaligus meninjau kembali kecenderungan untuk menempatkan keadilan sebagai prinsip tertinggi. D. PANDANGAN PSIKOLOGI SOSIAL ERIK H. ERIKSON Sepintas dapat dikemukakan bahwa Erik H. Erikson adalah salah satu dari kelompok Neo-Freodian dimana mereka yang bertitik tolak dari kerangka pemikiran Psikoanalisa Freud. Meski dalam hal terdapat perbedaan pandangan dengan Freud, antara lain menyangkut tentang konsep perkembangan moral. Pandangan Erik H. Erikson tentang perkembangan moral dikemukakan berikut ini: 1. Trust vs Mistrust (dipercaya vs tidak dipercaya) Seorang anak bayi akan mengenal sesuatu yang dilihatnya pertama kali. Jadi lebih menyesuaikan melalui perasaan dan apa yang dilihatnya. Ini patut untuk dipercaya (trust). Misalnya, sorang bayi akan lebih mengenal ibunya daripada ayahnya, karena ibu lebih berperan aktif terhadap anak.. Trust dalam hubungan ini diartikan sebagai suatu kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan bayi dengan sekitarnya. Mistrust kemungkinan adanya bahaya, ancaman, atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Dari adanya rasa tidak percaya seorang anak akan lebih menumbuhkan kesiapan dengan belajar dari lingkungan. Erikson tidak melihat bahwa setiap tahap merupakan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 84

85 kunci untuk menguasai secara penuh kualitas sosial pada tahap berikutnya. Dari apa yang dikemukakan di atas nampak bahwa Erikson lebih cenderung mengembangkan suatu orientasi terhadap sifat dasar manusia. 2. Auntonomy vs Doubt (otonomi vs malu dan ragu-ragu) Menurut Erikson tiap-tiap tahap dalam perkembangan seseorang distrukturkan melalui cara-cara yang sama. Dalam tahap kedua ini Erikson mengidealisasikan tumbuhnya sifat-sifat positif (auntonomi) dan sifat-sifat negatif (doubt) secara bersama-sama. Sebuah aturan memerlukan rasa percaya diri. Disini lingkungan salah satu faktor dalam perkembangan anak. Anak cenderung mempunyai emosi yang tinggi dan apa yang diinginkan selalu ingin terpenuhi. Emosi seorang anak juga harus seimbang antara ego dan akibat yang akan dihadapi. Jadi anak tidak akan menuntut hal yang berlebihan. Dalam hubungan ini Erikson melihat bahwa pertumbuhan Auntonomi pada dasarnya memerlukan pengembangan rasa kepercayaan diri. Kendati demikian satu hal yang patut untuk diperhatikan bahwa auntonomi yang berlebihan dapat membahayakan. 3. Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah) Dalam pandangan Erikson konflik yang paling menonjol di tahap ketiga ini adalah perkembangan suatu initiative terhadap satu sasaran atau tujuan, dan kemungkinan tumbuhnya guilt dalam upayanya untuk mencapai sasaran atau tujuan yang lain. Seorang anak dapat mengembangkan inisiatifnya. Dia dapat berfikir bagaimana menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan menggunakan pemahamannya sendiri. Tetapi jika ada orang yang mencemooh atau memarahi tingkah lakunya anak itu akan merasa bersalah dan takut untuk mengembangkan inisiatifnya. Ketakutan dan rasa bersalah ini faktor penghambat inisiatif dalaam berfikir. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 85

86 4. Industry vs inferiority (tekun vs rendah diri) Tahap ke empat ini, anak mulai mampu berfikir deduktif dari pengetahuan yang umum ke pengetahuan yang khusus. Anak akan tertarik dengan hal-hal yang baru dan ingin mengetahui serta mempelajarinya. Disini orang tua berperan aktif untuk membimbing anak. Jika orang tua tidak mendukung dan mencemooh maka anak itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Hal ini tidak patut diterapkan pada anak. Anak diberi kebebasan untuk menentukan sesuatu yang disukainya dan didukung peran orang tua. 5. Identity vs Role Confusion (identitas vs kebingungan identitas) Erikson memperluas konsep yang dikemukakan oleh Freud dimana proses identitas diri akan tumbuh dalam diri anak pada saat mereka sudah memasuki tahap phallic (sekitar usia 4-6 tahun) dimana pada saat itu anak-anak akan memperoleh kepuasan atau kekuasaan dengan jalan mengimajinasikan hubungan yang erat antara dirinya dengan orang tua atau orang lain yang mempunyai kelamin sejenis. Remaja harus bisa mengembangkan identitas dirinya. Identitas yang dikembangkan harus lebih baik daripada sebelumnya. Mereka harus bisa menempatkan posisi dirinya lebih berperan aktif dalam menyelesaikan masalah, bukan hanya mengendalikan dorongan seksualitasnya. 6. Intimacy vs Isolation (keintiman vs keterkucilan) Menurut Ericson konflik yang paling menonjol di tahap enam adalah intimacy di satu pihak dan isolation di pihak lain. Pada tahap ini anak sudah mampu menentukan pertemanan dan persahabatan. Anak mampu berinteraksi dengan orang lain bahkan diperbolehkan untuk mengikat hubungan pernikahaan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 86

87 7. Generativity vs Self-absorbtion (bangkit vs stagnan) Dalam sebuah perkawinan diharapkan dapat membangun keluarga yang sejahtera. Walaupun ada masalah yang sulit harus bisa menyelesaikan dengan bijaksana. Seseorang harus mempunyai wawasan yang luas untuk memenuhi kebutuhanya secara lahir batin. 8. Integrity vs Despair (integritas vs putus asa) Seseorang mempunyai kemampuan untuk menyikapi kehidupannya dengan cara yang bijaksana dan tidak menganggap hidupnya sia-sia. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah mengakibaatkan kegagalan bagi dirinya. Integritas yang matang adalah adanya rasa percaya diri, otonomi, dan inisiatif yang mampu dikembangkan dan berubah menjadi yang lebih baik. E. MEMADUKAN PANDANGAN PIAGET, KOHLBERG DAN ERIKSON Dari uraian yang dipaparkan terdahulu berkenaan dengan teori perkembangan moral yang dijadikan bahasa utama menurut Jean Piaget, Lawrence Kohlberg maupun kajian pembanding berdasarkan teori Psikososial Erik H. Erikson dapat dilihat beberapa kesamaan pandangan maupun perbedaan, utamanya berkaitan dengan tahap-tahap perkembangan moral anak. Kesamaan pandangan yang paling nampak adalah pengakuan terhadap adanya tahap-tahap perkembangan anak dari tahap yang paling sederhana dan sangat realistik dalam memandang sesuatu sampai pada struktur yang lebih komplek dan semakin abstrak, walaupun jumlah dan sebutan untuk masing-masing tahap berbeda menurut hasil penelitian dan kajian mereka masing-masing. Di samping adanya bagian-bagian tertentu yang menunjukkan adanya kesamaan pandangan, juga terdapat perbedaan-perbedaan yang secara jelas terlihat dalam kajian yang mereka lakukan. Kesimpulan Jean Piaget yang mengatakan bahwa semua anak akan berkembang melalui urutan-urutan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 87

88 yang sama tanpa harus bergantung pada tingkat pengalaman, kondisi keluarga bahkan kebudayaan cenderung merupakan kesimpulan yang kurang proporsional. Hasil-hasil penelitian lain dan fakta empirik menunjukkan bahwa terutama fungsi keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses perkembangan dan moral anak. Hal ini juga berarti bahwa kondisi keluarga untuk hal-hal tertentu dapat menyebabkan perbedaan di dalam urutan-urutan perkembangan anak. Bagi anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga dalam latar kondisi yang normal, kalaupun beda perbedaan, perbedaan itu merupakan sesuatu yang wajar. Hal ini tidak akan menimbulkan pertentangan. Namun kenyataan juga menunjukkan bahwa tidak sedikit anak yang dibesarkan dalam iklim keluarga yang mungkin dapat dikatakan ekstrim. Dalam kondisi ini mungkin saja dapat menimbulkan proses perkembangan anak menjadi tidak dapat berlangsung secara normal. Mungkin dapat dikatakan bahwa secara umum memang anak akan berkembang menurut urutan yang sama, akan tetapi sangat sulit untuk mengkondisikan keluarga yang akan memungkinkan urutan perkembangan anak menjadi berbeda. Pandangan Piaget ini juga berbeda dengan pandangan Erik H. Erikson yang melihat bahwa perkembangan tiap-tiap tahap harus didukung oleh pranata-pranata budaya yang kuat, utamannya oleh orang tua dan berikutnya oleh berbagai unsur kemasyarakatan. Pandangan Piaget yang mengemukakan bahwa dalam tahap realisme moral, anak menerima saja sepenuhnya aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang yang berkompeten, mungkin kurang menyentuh hakikat psikologis anak. Sesungguhnya anak pada usia ini juga merasakan kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap sesuatu aturan yang ditetapkan untuk dirinya, namun reaksi ini sering kali kurang terlihat secara jelas melalui perilaku mereka sebagaimana terjadi pada anak-anak yang lebih tinggi tingkat perkembangannya. Sebagai contoh ketika seorang ibu harus mengharuskan seorang bayi atau anak tidur siang, sementara anak masih Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 88

89 asyik dengan permainannya. Atau mereka diharuskan makan, sementara mereka sebenarnya belum lapar. Reaksi yang muncul mungkin tidak dalam bentuk penolakan secara nyata dalam aturan tersebut, akan tetapi seringkali ditunjukkan dengan sikap cerewet ketika diberi makan atau ditidurkan oleh ibunya. Reaksi-reaksi psikologis seperti ini nampaknya kurang menjadi fokus perhatian Piaget dalam penarikan kesimpulannya. Keadilan distributif yang diungkapkan Piaget merupakan pandangan yang positif karena dia mempunyai pandangan tentang pentingnya keadilan ekualitas dan ekuitas, yakni pada satu sisi dia melihat bahwa setiap orang harus diperlukan secara sama, dan di sisi lain dia juga memandang bahwa dalam menetapkan hukuman dan ganjaran juga perlu memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan dari masing-masing individu Teori perkembangan moral dari Kolhberg secara keseluruhan telah menguraikan secara lebih detail tentang tahap-tahap perkembangan moral, meskipun dalam pembahasan setiap tahap tersebut Kolhberg juga belum dapat memperhatikan secara menyeluruh realitas moral anak. Pada teori perkembangan moral Kolhberg, perkembangan moral anak lebih didiominasi oleh perhatiannya pada faktor-faktor di dalam individu sendiri dan kurang melihat pentingnya faktor- faktor lingkungan dan sosial, serta sama sekali meniadakan faktor- faktor positif bawaan yang ada pada anak. Sebagai contoh pada perkembangan tahap pertama dikemukakan bahwa perilaku baik yang muncul pada anak-anak bukan tumbuh sebagai suatu kesadaran akan kebaikan, akan tetapi hal itu muncul karena adanya konsekuensi terutama berupa hukuman. Bilamana hal ini dilihat secara seksama dalam realitas perilaku anak, sesungguhnya tidak semua perilaku yang baik itu muncuk disebabkan karena adanya konsekuensi berupa hukuman, akan tetapi telah ada (walaupun dalam kapasitas yang sederhana) dorongan-dorongan moral dalam diri anak untuk melakukan hal-hal yang baik yang tidak semata-mata karena konsekuensi hukuman. Oleh karena itu dalam konteks pembelajaran, pengembangan potensi- potensi positif dalam Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 89

90 diri anak dan upaya-upaya penyadaran akan perilaku positif jauh lebih penting daripada menetapkan sanksi dan hukuman, jika anak tidak melakukan sesuatu yang diharapkan. Dalam aspek-aspek moral yang lebih abstrak seperti rasa tanggung jawab dan percaya diri juga kurang menjadi perhatian dalam teori Kolhberg. Dalam pembahasan teori Erikson dikemukakan tentang pentingnya percaya diri dalam mendorong pertumbuhan autonomy. Namun apa yang dikemukakan bahwa mesti mempercayai dunia sekitar terlebih dahulu sebelum ia dapat mempercayai dirinya sendiri, merupakan penegasan yang perlu dikaji secara cermat, sebab di dalam penjelasan dari sudut pandang lain dikemukakan bahwa seseorang diharuskan ntuk mengenali dirinya sendiri terlebih dahulu baru ia dapat memahami hakikat dunia sekitarnya. Moral berkaitan dengan disiplin dan kemajuan kualitas perasaan, emosi, dan kecenderungan manusia, sementara aturan pelaksanaannya merupakan aturan praktis tingkah laku yang tunduk pada sejumlah pertimbangan dan konvensi lainya meskipun kadang-kadang sesuai dengan kriteria moral. Teori-teori perkembangan dan pertimbangan moral, baik yang diungkapkan oleh Piaget, Kohlberg maupun Erikson sebagai mana dipaparkan terdahulu dapat dijadikan sebagai pengetahuan dalam membuka pemahaman awal perkembangan moral. Walaupun terdapat sejumlah perbedaan pandangan dan kekurangan dari masing-masing teori yang dikemukakan, namun pada prinsipnya merupakan mereka telah muntuk membuka peluang pengkajian-pengkajian lebih lanjut ke arah pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam dari setiap tahap perkembangan tersebut. Satu hal yang paling nampak kesamaan dari beberapa pandangan ini adalah bahwa tiap-tiap perkembangan lebih lanjut dari setiap tahap perkembangan, ditentukan oleh tahap perkembangan sebelumnya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 90

91 Beberapa hasil kajian Kohlberg yang mengungkapkan bahwa penilaian dan perbuatan moral bukanlah soal pada prinsipnya bersifat rasional, dan keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai memberikan kesan bahwa perhatiannya lebih banyak terarah pada perkembangan kognitif. Demikian juga banyaknya kritikan pola pertimbangan moral pasca-konvesional yang kurang dibuktikan oleh datadata empiris penelitian lintas budaya, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan tentang pengaruh sosial budaya yang tidak diungkapkan oleh Kolhberg. Kajian yang dilakukan oleh Kohlberg maupun Piaget yang nampak lebih banyak terfokus pada perhatian perkembangan moral kognitif dilihat sebagai sisi yang lemah, akan tetapi selanjutnya kajian Erikson yang memberikan perhatian cukup proporsional terhadap besarnya peranan lingkungan sosial serta nilai-nilai budaya sehingga dapat melengkapi kekurangan itu walaupun masih belum komprehensif. Urain-uraian tersebut memberikan makna dan penegasan bahwa pemahaman terhadap suatu teori harus dikaji secara mendalam dan komprehensif, apalagi teori yang tidak bertolak dari nilai-nilai agama yang sifatnya sangat tentatif. Teori-teori tersebut dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan penambahan wawasan, akan tetapi untuk kepentingan lebih jauh apalagi untuk dapat dijadikan pegangan harus dikaji melalui sudut pandang nilai-nilai dasar yang lebih diyakini kebenarannya. F. IMPLEMENTASI KETERPDUAN DALAM PEMBELAJARAN Beberapa teori atau pandangan yang dikemukakan sebelumnya memberikan inspirasi tentang pentingnya pemahaman guru terhadap perkembangan dan eksistensi siswa, pemilihan bahan pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran dalam upaya mewujudkan proses pembelajaran yang optimal. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 91

92 1. Pemahaman Peserta Didik Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran. Jika guru memahami peserta didik dengan baik, maka ia dapat memilih dan menentukan sumber-sumber belajar yang tepat, pendekatanpendekatan yang sesuai, mampu mengatasi masalah- masalah pembelajaran sehari-hari dengan baik, sehingga potensi anak dapat didorong untuk mencapai perkembangan yang optimal melalui penyelenggaraan proses pembelajaran. Pemahaman potensi peserta didik merupakan kerangka dasar bagi pemahaman peserta didik secara keseluruhan. Kekeliruan pandangan terhadap eksistensi mereka seringkali menimbulkan dampak yang serius bagi anak. Sebagai contoh anak yang tinggal kelas sering dianggap sebagai anak bodoh. Ini tentu anggapan yang tidak tepat dan sangat merugikan anak, sebab kenyataannya banyak anak-anak yang mampu mencapai keberhasilan yang baik, sementara sebelumnya mereka pernah mengalami tinggal kelas. Seharusnya masalah-masalah ini dikaji dan dianalisis kasus per kasus. Dalam psikologi pendidikan dikatakan, anak- anak yang nunggak alias tinggal kelas umumnya tergolong anak yang underachiever atau tidak terpenuhi kebutuhannya. Conny Semiawan (2002), lebih jauh menjelaskan bahwa anak yang underachiever dalam kesehariannya kurang dapat pengarahan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya saja, si anak senang sekali membaca tetapi di rumah tidak atau kurang disediakan sarana bacaan yang sesuai dengan usianya. Atau si anak gemar sekali dengan musik, namun orang tua tidak memperbolehkannya ikut les musik karena takut mengganggu pelajaran sekolahnya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 92

93 Sebagaimana dikemukakan sebelumnya pemahaman peserta didik mencakup memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. Berkenaan dengan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, guru perlu memahami periode perkembangan kognitif anak. Pakar psikolgis dari Swiss, Jean Piaget mengemukakan empat periode perkembangan kognitif anak yaitu: periode sensorimotorik, periode operasi awal, periode operasi kongkrit dan periode operasi formal (Kartadinata dan Dantes 1997: 60 ). a. Periode Sensorimotorik Menurut Piaget, sampai usia kurang lebih delapan belas bulan perkembangan skema lebih terpusat kepada sensorimotorik. Bayi mengembangkan dan mengkoordinasikan sejumlah besar ragam keterampilan perilaku, namun perkembangan skema verbal dan kognitif masih sangat miskin dan tidak terkoordinasikan. Pembentukan konsep pada periode ini terbatas pada obyek permanen, yaitu obyek yang tampak dalam batas pengamatan anak. Perilaku obyektif secara perlahan-lahan berangsur bergerak ke arah kegiatan yang bertujuan. b. Periode Operasi Awal Kurang lebih dari usia delapan belas bulan hingga kira-kira tujuh tahun, anak menginternalisasi skema sensorimotorik ke dalam bentuk skema kognitif (imajinasi dan pikiran). Seorang anak yang dihadapkan pada teka-teki, gambar atau menyusun balok, anak memulai kegiatannya dengan mengingat kembali pengalaman sebelumnya dalam situasi yang sama. Skema yang berkembang pada masa ini belum merupakan skema yang stabil. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 93

94 Anak belum banyak belajar menimbang sesuatu berdasarkan persepsi orang lain. Oleh sebab itu kecakapan yang berkembang dalam periode ini masih bersifat egosentrik. Artinya apa yang ia lakukan merupakan cara yang paling benar dan seolah-olah tidak ada alternatif lain. Di samping itu anak masih sangat mudah dibingungkan dengan keragaman obyek. Kemampuan anak membedakan obyek akan sangat tergantung pada ciri-ciri fisik permanen yang teramati. c. Periode Operasi Kongkrit Sejak usia kurang lebih tujuh tahun sampai 12 tahun, perkembangan skema pada periode ini lebih berupa skema kognitif, terutama yang berkaitan dengan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah. Periode opersi kongkrit tidak hanya memungkinkan anak memecahkan masalah khusus, tetapi juga belajar untuk mempelajari keterampilan dan kecekapan berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengalaman. d. Periode Operasi Formal Periode ini berlangsung pada usia 12 tahun ke atas. Ciri utama dari periode ini adalah perkembangan kecakapan berpikir simbolik dan pemahaman isi secara bermakna tanpa bergantung pada keberadaan objek fisik, atau bahkan dalam imajinasi masa lalu akan objek sejenis. Anak yang berada pada periode operasi formal mampu berpikir logis dan matematis, abstrak dan bahkan mampu memahami hal- hal yang secara teoritik mungkin terjadi akan tetapi dalam pernah terjadi dalam kenyataan. Pemahaman peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian juga merupakan komponen penting dalam upaya mewujudkan efektivitas proses pendidikan dan pembelajaran. Asrori (2003: 6) mengemukakan bahwa perkembangan berbagai karakteristik individu tampak dalam aspek-aspek yang ada pada setiap diri Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 94

95 individu yang meliputi perbedaan karakteristik individual: (a) aspek fisik, (b) aspek intelek, (c) aspek emosi, (d) aspek sosial, (e) aspek bahasa, (f) aspek bakat, (g) aspek nilai, moral dan sikap. Tiap-tiap aspek di atas menunjukkan karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Dalam keadaan itu, maka harus dapat memahami keunikan-keunikan tersebut sehingga akan membantu memudahkan guru untuk memilih pendekatan yang sesuai dalam mendorong perkembangan peserta didik secara optimal. 2. Mengaktualisasikan Potensi Siswa Upaya-upaya pengembangan peserta didik agar mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya merupakan tanggung jawab seluruh guru. Dalam praktek pelaksaan pendidikan di sekolah masih seringkali terdapat persepsi yang keliru yang memisahkan tanggung jawab guru dalam batas-batas pengembangan potensi tertentu dari peserta didik. Kita sering mendengar misalnya pihak yang menyatakan bahwa upaya pengembangan aspek-aspek nilai/moral hanya merupakan kewajiban guru- guru bidang studi tertentu saja, sehingga ada guru-guru yang mengasuh bidang studi yang lain merasa bahwa mereka hanya bertanggung jawab mengajarkan materi pelajaran yang menjadi muatan bidang studi yang diajarkannya. Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan murid merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja (Gordon, 1997 : 8). Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui perkembangan kepribadian dan nilai- nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 95

96 digantikan oleh yang lain. Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi harus memperhatikan aspek-aspek pendidikan lainnya yang memiliki kedudukan sama pentingnya untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan. Mungkin benar apa yang dikatakan Ara Tai, anak usia 12 tahun asal Slandia Baru tentang guru yang baik. Guru yang baik itu suka bekerja keras yang disertai kasih sayang. Tanpa didasari kasih sayang kepada kami anak-anak, semua yang dilakukan oleh guru itu sia- sia belaka, tulisnya dalam buku terbitan UNESCO, (Supriadi, 1998 : 2). 3. Pemilihan Bahan Pembelajaran Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya di dalam memilih bahan ajar, sarana dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan dan motivati siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. a) Prinsip relevansi artinya, materi pembelajaran harus relevan atau ada kaitannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau gubahan hafalan. b) Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang yang harus dikuasai siswa adalah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 96

97 pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. c) Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang waktu atau tenaga sementara hal itu diluar kemamuan anak. Dalam proses belajar mengajar, diharapkan tidak hanya berlangsung interaksi intruksional, tetapi juga interaksi pedadog yang mengutamakan sentuhan-sentuhan emosional sehingga anak merasa senang belajar. Jean Piaget mengingatkan pentingnya metode mengjar anak yang seimbang dengan usia serta perkembangan fisik serta mental anak. Sebagai contoh anak usia 7 10 tahun berada pada stadium operasional kongkrit. Pada stadium ini anak sudah mampu melakukan aktivitas logis tertentu tetapi masih dalam situasi kongkret. Maksudnya, kalau anak dihadapkan suatu masalah secara verbal saja, tanpa bahan yang kongkrit, ia akan sulit menuntaskan permasalahannya secara baik. Bahan kongkrit ini bisa berupa alat peraga. Mereka akan lebih mudah belajar belajar menjumlahkan angka dengan menggunakan alat bantu sederhana seperti lidi atau batang korek api. Memberikan suatu pengertian bahwa sifat-sifat tertentu suatu objekakan tetap sama kendati ada transformasi pada objek tersebut (konservasi), bisa diperagakan misalnya denag segenggam tanah liat yang diubah-ubah bentuknya menjadi segitiga, segi empat atau bulat. Bentuknya berubah tapi beratnya tetap sama. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 97

98 Metode pembelajaran yang baik harus didukung oleh berbagai faktor penunjang seperti perhatian serta dukungan orang tua, keadaan lingkungan serta kesehatan yang baik dan gizi anak yang cukup. Langkah-langkah yang perlu untuk menjalankan siasat jangka panjang demi perkembangan prestasi anak antara lain adalah lebih sering mengamati anak, mendengarkan obrolannya, mau berdialog dengannya, mendampinginya membuat PR. Langkai ini ditempuh agar orang tua dapat masukan cukup yang diperlukan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Kalau sekali waktu anak gagal meraih prestasi, atau pahitnya sampai tidak naik kelas, hendaknya disikapi dengan empati, bukannya dimarahi atau hukuman yang merendahkan harga diri si anak. Untuk memperbaiki prestasinya, hendaknya ditelusuri sebabnya. Kalau perlu, minta bantuan ahli atau guru kelasnya. Sebaliknya, berikan apresiasi (penghargaan misalnya pujian yang wajar, tidak harus dalam bentuk materi) setiap anak menunjukkan prestasi. Anak butuh kasih sayang dan perhatian dari orang-orang yang dekat dengannya, yaitu orang tua tentu juga guru. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 98

99 BAB V PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. PENGERTIAN PRINSIP BELAJAR Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies (dalam Pannen: 2003) adalah suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa. Menurut Gestalt, prinsip belajar adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya. Berdasarkan Pendapat para Ahli, dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik. B. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalagi dalam waktu yang sangat singkat. Meskipun demikian indikator terjadinya perubahan ke arah perkembangan pada peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-instrumen pembelajaran yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu, seluruh proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensipotensi anak tersebut. Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 99

100 prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Davies (dalam Aunurrahman, 2012: 113), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorang pun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). 4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsipprinsip belajar dalam proses pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip pembelajaran akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 100

101 belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat (Dimyati & Mujiono, 2006: 41). Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan atau penguatan, serta perbedaan indivual. 1. Prinsip Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi dapat bersifat internal maupun eksternal. Motivasi dapat bersifat internal artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. 2. Prinsip Keaktifan Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinnya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 101

102 datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jika mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum Law of Exercise yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keantifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati, misalnya membaca, menulis, berlatih keterampilan, dan sebagainya, serta sampai kegiatan psikis yang susah diamati, seperti membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis lain. 3. Prinsip Keterlibatan Langsung/Pengalaman Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan sekedar melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi sekedar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe. Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. 4. Prinsip Pengulangan Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 102

103 memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berfikir yang akan membuat daya-daya tersebut berkembang. 5. Prinsip Tantangan Teori Medan (Field Teory) dari Kurt Lwein mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan tetapi selalu menghadapi hambatan yaitu mempelajari bahan pelajaran, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan tersebut telah diatasi artinya tujuan belajar telah tercapai maka ia akan memasuki dalam medan baru dan tujuan baru. 6. Prinsip Balikan dan Penguatan Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B. F. Skinner. Kalau pada teori Conditioning yang diberi adalah stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang balik. Hasil, apalagi hasil yang baik akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar. Namun dorongan belajar itu menurut B. F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan yang positif maupun penguatan negatif dapat memperkuat belajar. Nilai yang baik merupakan operant conditionang atau penguatan positif, sebaliknya. Mendapat nilai jelek/buruk akan mendapatkan escape conditioning atau penguat negatif. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 103

104 metode penemuan merupakan cara belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. 7. Prinsip Perbedaan individual Tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa (Kasyadi, dkk., 2014). Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. C. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN Berikut ini diuraikan beberapa prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran. 1. Prinsip Perhatian dan Motivasi Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam berbagai bentuk kegiatan. Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 104

105 terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah, 2006: 148). Dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan. Perilaku atau sikap yang terpuji adalah kebutuhan, karena seseorang kelak tidak mungkin dapat hidup harmonis dan diterima di lingkungan sosial masyarakat bilamana ia tidak dapat menunjukkan sikap atau perilaku yang baik. Keterampilan tertentu adalah kebutuhan, karena setiap pekerjaan membutuhkan keterampilan. Bilamana guru dapat merubah tujuan-tujuan belajar ini menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk terdorong melakukan aktivitas belajar. Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi instrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Sebagai contoh, seorang siswa mempelajari pelajaran Fisika dengan sungguh-sungguh karena terdorong untuk memperoleh pengetahuan atau mendalami mata pelajaran tersebut. Siswa yang lain mengerjakan lukisan-lukisan dengan cermat dan sungguh-sungguh karena tertarik dan menyenangi lukisan yang dibuatnya. Motivasi eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Tono seorang murid sekolah dasar, berusaha belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai yang tinggi pada mata pelajaran Matematika misalnya, karena orang tuanya menjanjikan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 105

106 akan memberikan hadiah bilamana ia mendapatkan nilai yang tinggi pada mata pelajaran tersebut. Seorang atlit berusaha keras mencapai prestasi, karena ingin mendapatkan predikat juara dan memperoleh sejumlah hadiah yang dijanjikan. Tentu saja setiap siswa melakukan aktivitas belajar diharapkan didorong oleh motivasi internal, karena hal itu menjadi pertanda telah tumbuhnya kesadaran dari dalam diri siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh. Namun demikian tidak berarti bahwa motivasi eksternal tidak memiliki posisi yang penting bagi para siswa, karena hasil-hasil penelitian juga banyak menunjukkan bahwa pemberian motivasi menjadi faktor yang memberi pengaruh besar bagi pencapaian hasil belajar atau kesuksesan seseorang. Motivasi eksternal melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah menjadi motivasi internal. Sebagai contoh, Rini, seorang murid sekolah dasar pada mulanya terdorong untuk mencapai prestasi atau hasil belajar yang baik tiap kali ulangan pada salah satu mata pelajaran karena didorong oleh adanya janji orang tuanya yang akan memberikan hadiah jika mencapai hasil belajar yang diharapkan. Dalam beberapa tahun terbukti Rini mampu mencapai hasil belajar yang diharapkan seperti keinginan orang tuanya. Sejalan dengan perubahan waktu, kesadaran akan pentingnya nilai atau hasil belajar yang baik kini tumbuh dalam diri Rini. Bahkan kini ia merasakan bahwa hasil belajar yang baik merupakan kebutuhan yang harus ia dapatkan. Ketika Rini lulus sekolah dasar dan memasuki sekolah menengah pertama, orang tuanya tidak lagi menjanjikan untuk memberikan hadiah, jika ia mencapai prestasi yang baik. Namun Rini tetap belajar giat karena ia menyadari bahwa hasil belajar yang baik adalah kebutuhannya sendiri, dan karenanya diberikan hadiah ataupun tidak hal itu harus ia raih. Contoh ini menunjukkan bahwa motivasi eksternal kini telah berubah menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 106

107 ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik pada seseorang disebut transformasi motif (Dimyati & Mudjiono, 1994). Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut: a. Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspekaspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini. b. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. c. Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian. d. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. e. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi. f. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan perilaku. g. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar. h. Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi. i. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan. j. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi. Agar motivasi belajar siswa dapat tumbuh dengan baik maka guru harus berusaha: Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 107

108 a. Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik. b. Mengkondisikan proses belajar aktif. c. Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan. d. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan, dan sebagainya). e. Meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mencapai suatu prestasi. f. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula memberitahukan hasilnya kepada siswa. g. Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata seharihari. 2. Prinsip Transfer dan Retensi Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu: a. Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi. b. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik. c. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses belajar itu terjadi. d. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik. e. Penelaahan bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi. f. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan. g. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 108

109 h. Pengetahuan tentang konsep, prinsip, dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsur-unsur yang serupa. i. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dapat diciptakan. j. Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer. 3. Prinsip Keaktifan Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari, dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. Demikian pula berarti harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu. Keadaan ini menyebabkan setiap guru perlu menggali potensi-potensi keberagaman siswa melalui keaktifan yang mereka aktualisasikan dan selanjutnya mengarahkan aktivitas mereka ke arah tujuan positif atau tujuan pembelajaran. Hal ini pula yang mendasari pemikiran bahwa kegiatan pembelajaran harus dapat memberikan dan mendorong seluas-luasnya keaktifan. Ketidaktepatan pemilihan pendekatan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 109

110 pembelajaran sangat memungkinkan keaktifan siswa menjadi tidak tumbuh subur, bahkan mungkin justru menjadi kehilangan keaktifannya. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pengertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan atau dijelaskan oleh gurunya menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling tidak diinterpretasikan sendiri oleh siswa. Uraian di atas memberikan gambaran betapa pentingnya keaktifan anak di dalam proses pembelajaran. Potensi-potensi anak hanya mungkin dapat dikembangkan, bilamana proses pembelajaran mampu melibatkan peran aktivitas intelektual, mental dan fisik anak secara optimal. Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah: a. Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya. b. Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen. c. Memberi tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru. d. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberi respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. e. Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 110

111 4. Prinsip Keterlibatan Langsung Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki intensitas keaktifan yang lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya sekedar aktif mendengar, mengamati dan mengikuti, akan tetapi terlibat langsung di dalam melaksanakan suatu percobaan, peragaan atau mendemonstrasikan sesuatu. Dengan keterlibatan langsung ini berarti siswa aktif mengalami dan melakukan proses belajar sendiri. Sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh dari kegiatan belajar didapatkan dari keterlibatan langsung. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat baik manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut, maupun manfaat jangka panjang setelah proses pembelajaran itu terjadi. Belajar pada hakikatnya adalah suatu perubahan. Perubahanperubahan sebagai hasil belajar sebagian dapat dilihat pada waktu yang relatif singkat, bahkan bersamaaan dengan kegiatan belajar itu sendiri. Namun sebagian besar perubahan hasil belajar tersebut dapat diamati atau perubahannya memerlukan waktu yang lama. Perubahan tingkah laku dalam waktu yang cepat sebagai akibat terjadinya proses belajar misalnya perubahan-perubahan motorik atau aspek-aspek keterampilan. Anak belajar cara memegang pensil yang benar, belajar merapikan buku, meraut pensil, membuat kapal-kapalan dari kertas, Ibu-ibu belajar membuat kue, memasak, menjahit pakaian. Berkenaan dengan aspek kognitif, misalnya anak belajar membaca, berhitung, menulis, dan sebagainya. Perubahan-perubahan sebagai hasil belajar berkenaan dengan aspek-aspek di atas, pada umumnya dapat dilihat dalam waktu yang singkat, meskipun proses menjadi yang lebih baik juga memerlukan waktu yang lama. Perubahan-perubahan tingkah laku yang memerlukan waktu lama, misalnya melatih kemampuan berpikir kritis, merubah sikap, pengembangan aspek-aspek emosional. Bilamana proses belajar untuk mencapai perubahan-perubahan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 111

112 tersebut melibatkan peran langsung siswa, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang lebih cepat karena siswa terlibat di dalam mengalami sendiri, atau mempraktekkan sendiri dimensi-dimensi kemampuannya. Dengan demikian pula sekaligus siswa mengetahui kemampuan-kemampuan dirinya, sehingga memungkinkan tumbuhnya dorongan atau motivasi untuk mengembangkan diri. Implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah: a. Mengaktifkan peran individual atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas. b. Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa di dalam praktik penggunaan tersebut. c. Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen. d. Memberikan tugas-tugas praktik. Bagi siswa, implikasi prinsip keterlibatan langsung ini adalah: a. Siswa harus terdorong aktif untuk mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran. b. Siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas. 5. Prinsip Pengulangan Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya. Mengajar pada hakikatnya adalah membentuk suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa akan terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang diharapkan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 112

113 Agar kebiasaan itu menjadi efektif, maka seseorang terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan berkenaan dengan sesuatu yang dilakukan. Di samping itu akan sangat baik bilamana ia memahami alasan mengapa sesuatu itu penting untuk dilakukan. Memiliki pengetahuan dan alasan tentang sesuatu hal yang akan dilakukan dapat terlaksana dengan baik bilamana individu memiliki perangkat keterampilan bagaimana melakukannya. Suatu tindakan tertentu dapat tumbuh subur menjadi kebiasaan bilamana didukung dengan motivasi atau keinginan yang kuat untuk melakukan secara terus-menerus. Karena itu di dalam kegiatan pembelajaran, setiap guru di samping sangat penting memberikan pengetahuan dan alasan kepada siswa untuk melakukan sesuatu, tentu harus diiringi dengan cara melakukannya dengan baik. Kedua hal ini akan dapat efektif bilamana siswa memiliki keinginan atau dorongan untuk melakukannya menjadi suatu kebiasaan. Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah: a. Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan. b. Merancang kegiatan pengulangan. c. Mengembangkan soal-soal latihan. d. Mengimplementasikan kegiatan pengulangan-pengulangan yang bervariasi. Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri. 6. Prinsip Tantangan Deproter (dalam Aunurrahman, 2012: 125) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 113

114 memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Di dalam situasi belajar, siswa berhadapan dengan cita-cita yang ingin dicapainya, akan tetapi ia selalu dihadapkan pada hambatan yaitu mempelajari bahan belajar. Melalui motif dalam dirinya dan dorongan dari luar (termasuk guru) tumbuh dorongan untuk mempelajari bahan belajar tersebut. Bilamana hambatanhambatan belajar dapat diatasi dan tujuan belajarnya dapat tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar motif pada anak tumbuh dengan kuat guna mengatasi hambatan yang dihadapi, maka bahan belajar harus menantang. Dalam keadaan ini guru perlu sekali menemukan dan mempersiapkan bahan-bahan belajar yang menarik, baru dan mampu mendorong keikutsertaan siswa untuk mencermati dan memecahkan masalah. Bahan pelajaran yang diharapkan adalah yang sebesar mungkin memberi peluang dan dorongan bagi siswa untuk turut menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi. Model-model pembelajaran yang menempatkan siswa hanya menerima saja apa yang diberikan atau disampaikan oleh guru, memiliki kadar keterlibatan mental yang sangat rendah. Dalam pendangan konstruktivisme semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri. Karena itu mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tantangan ini diharapkan guru secara cermat dapat memilih dan menentukan pendekatanpendekatan dan metode pembelajaran yang dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar. Beberapa bentuk kegiatan berikut dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar, yaitu: a. Merancang dan mengelola kegiatan dan eksperimen. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 114

115 b. Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa. c. Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran. d. Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik. e. Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip dan generalisasi. f. Merancang dan mengelola kegiatan diskusi. 7. Prinsip Balikan dan Penguatan Di dalam proses pembelajaran sehari-hari sebagian besar guru seringkali mengembalikan berkas pekerjaan siswa dengan mencantumkan nilai atau skor tertentu dari hasil pekerjaannya. Sebagian guru yang lain tidak terbiasa mengembalikan pekerjaan siswa beserta hasil koreksinya, sehingga siswa-siswa tidak mengetahui hasil yang mereka dapatkan. Padahal pemberitahuan kepada siswa tentang hasil yang mereka dapatkan sangat penting untuk menumbuhkan motivasi belajar mereka. Jika siswa tidak mendapatkan nilai yang baik, akan memberikan manfaat dalam rangka mendorong aktivitas belajar yang lebih giat lagi. Anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut jika tidak naik kelas. Perasaan takut karena khawatir tidak naik kelas, maka anak terdorong untuk belajar lebih giat. Dalam kegiatan ini, rasa takut tidak naik kelas dapat mendorong anak belajar lebih giat, karena siswa mencoba menghindari peristiwa yang tidak menyenangkan. Memberikan penguatan dan balikan merupakan hal yang kedengarannya sederhana dan mudah, akan tetapi seringkali tidak terlalu mudah untuk dilakukan oleh setiap guru. Hambatannya bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda. Beberapa orang guru mungkin belum terbiasa melakukannya, sangat mungkin karena anggapan mereka yang belum menempatkan penguatan sebagai sesuatu yang penting dalam proses pembelajaran. Karena itu perlu upaya-upaya Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 115

116 latihan agar keadaan tersebut menjadi terbiasa untuk dilakukan. Sumantri dan Permana (1999: 274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu: a. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik. b. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik. c. Menimbulkan perhatian peserta didik. d. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi. e. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar. Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru: a. Penguatan verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan, seperti: bagus, baik, samart, tepat, dan sebagainya. b. Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa: tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya. c. Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. d. Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara menyentuh peserta didik, seperti menepuk pundak, menjabat tangan, mengusap kepala peserta didik, atau bentuk-bentuk lainnya. e. Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan penghargaan kepada kemampuan peserta didik dalam suatu bidang tertentu, seperti peserta didik Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 116

117 yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatih vokal pada temannya. f. Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa komentar tertulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana, dan sebagainya. Ketepatan pemberian dan penggunaan penguatan harus mendapat perhatian guru. Bilamana penguatan dipergunakan pada situasi dan waktu yang tidak tepat, maka hal itu dapat kehilangan keefektifannya. Sebaliknya bilamana penguatan itu dipergunakan secara tepat, maka akan memberikan pengaruh yang positif terhadap aktivitas belajar peserta didik. Berikut ini adalah beberapa di antara situasi yang cocok untuk diberikan penguatan: a. Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan, atau merespon stimulus guru atau peserta didik yang lain. b. Pada saat peserta didik menyelesaikan tugas. c. Pada saat peserta didik mengerjakan tugas-tugas latihan. d. Pada waktu perbaikan dan penyempurnaan tugas. e. Pada saat penyelesaian tugas-tugas kelompok dan mandiri. f. Pada saat membahas dan membagikan hasil-hasil latihan dan ulangan. g. Pada situasi tertentu tatkala peserta didik mengikuti kegiatan secara sungguh-sungguh. Implikasi prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain: a. Memberikan balikan dan penguatan secara tepat, baik, teknik, waktu maupun bentuknya. b. Memberikan kepada siswa jawaban yang benar. c. Mengoreksi dan membahas pekerjaan siswa. d. Memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa angka maupun komentar-komentar tertentu. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 117

118 e. Memberikan lembar jawaban atau kerja siswa. f. Mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka. g. Memberikan penghargaan. 8. Prinsip Perbedaan Individual Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk memahami karakteristik siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari. Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar, merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka. Upaya-upaya mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak bersifat menetap, akan tetapi mengalami perubahan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Bahkan seringkali perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa berlangsung dengan cepat sehingga guru tidak jarang mengalami kesulitan untuk dapat mengenal dan memahaminya secara cermat. Di samping itu pula kebutuhan-kebutuhan mereka menggambarkan keberagaman intelegensial, kemampuan maupun Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 118

119 tidak kemampuannya. Bagi anak-anak yang memiliki kualitas intelegensi yang baik dan berada pada tahap atau masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan anakanak yang tergolong memiliki intelegensi yang rendah walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu. Terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu: a. Orang-orang yang visual, yang ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta dari pada mendengar penjelasan. b. Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar dari pada membaca buku, lebih suka berbicara dari pada menulis. c. Orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam. Peserta didik adalah individual yang memiliki keunikan, berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami. Berbagai faktor dalam diri individu berkembang melalui caracara yang bervariasi dan oleh karena itu menghasilkan dinamika karakteristik individual yang bervariasi pula. Karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Keunikan dan perbedaan individual itu oleh perbedaan faktor pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Perbedaan individual tersebut membawa implikasi Imperatif Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 119

120 terhadap setiap layanan pendidikan untuk memperhatikan karakteristik anak didik yang unik dan bervariasi tersebut. Menyamaratakan layanan pendidikan terhadap individu yang memiliki karakteristik berbeda satu sama lain berarti mengingkari hakikat dan kodrat kemanusiaannya sehingga akan berakibat diperolehnya hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan-perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Cara-cara yang dapat ditempuh oleh guru antara lain penggunaan metode atau pendekatan secara bervariasi sehingga semakin besar memberikan peluang tumbuhnya perhatian siswa di dalam latar belakang perbedaan individual. Demikian pula dalam mengembangkan model-model instruksional yang dapat membantu melayani perbedaan-perbedaan individual siswa dalam belajar. Upaya lain yang dapat dilakukan guru adalah dengan menambah waktu belajar bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah, atau memberikan pengayaan bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih dari yang lain. Pemberian tugas-tugas hendaknya juga memperhatikan kemampuan siswa, sehingga siswa-siswa yang memiliki kemampuan kurang tidak merasa gagal bahkan frustasi dalam belajar. Implikasi prinsip-prinsip perbedaan individual ini adalah mengharuskan agar setiap guru memberikan perhatian secara sungguh-sungguh terhadap semua keunikan yang melekat pada diri siswa. Demikian pula guru harus dapat melayani siswa sesuai dengan karakteristik mereka masing-masing. Secara lebih spesifik berkenaan dengan implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai berikut: Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 120

121 a. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhkan. b. Para siswa harus terus didorong untuk mampu memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan. c. Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan, dan metode yang selaras dengan minat, tujuan dan latar belakang mereka. Hal ini terutama disebabkan para peserta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai dengan pengalaman masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya. d. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswa-siswa yang lain. e. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasaan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan belajar. f. Para siswa yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh. Menurut Mudjiono dan Dimyati (2006), adapun implikasi prinsipprinsip belajar bagi siswa dan guru dirangkum dalam tabel berikut. Prinsip-prinsip Belajar Implikasi bagi Guru Implikasi bagi Siswa Motivasi dan Merangsang atau Siswa dituntut untuk Perhatian menyiapkan bahan ajar memberikan perhatian yang menarik. Mengkondisikan terhadap semua proses belajar rangsangan yang meng- Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 121

122 Keaktifan Keterlibatan Langsung aktif. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan) Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikkan atau inkuiri dan eksperimen. Serta memberikan tugas indivual dan kelompok melalui kontrol guru. Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen. arah ke arah tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Berwujud perilakuperilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, karya tulis, membuat klipping dan perilaku lainnya. Dengan keterlibatan langsung ini secara logis akan menyebabkan siswa memperoleh pengalaman. Contohnya siswa melakukan reaksi kimia pada suatu zat. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 122

123 BAB VI MOTIVASI BELAJAR A. DEFINISI MOTIVASI Belajar merupakan kegiatan sehari-hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, di sawah, sungai, museum, perpustakaan, dan lain-lain. Berbicara mengenai pengertian motivasi sungguh sudah sangat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi, untuk itu mari kita lihat terlebih dahulu arti motivasi secara etimologinya. Secara etimologi, motif atau dalam bahasa Inggris motive, berasal dari motion yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif erat berkaitan dengan gerak yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif dari sisi psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga untuk terjadinya suatu tingkah laku. Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Namun dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai: 1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan tindakan dengan tujuan tertentu. 2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang untuk bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang diinginkan. Motif merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri seseorang yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 123

124 menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Menurut Wexley dan Yukl, motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaan yang menjadi motif. Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan pada tujuan tertentu. Gray (dalam Winardi, 2002) mendefinisikan motivasi sebagai sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena perilaku manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan telah terjadi di dalam diri seseorang. Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi berkaitan dengan 3 hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: 1) Keadaan yang mendorong tingkah laku; 2) Tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut; dan 3) Tujuan dari pada tingkah laku tersebut. Mc. Donald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu sama lain. Hal ini berbeda karena setiap Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 124

125 anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006), motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Sejalan dengan itu, Ratumanan (2002) mengatakan bahwa: Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Sedangkan motivasi belajar adalah Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki 3 komponen, yaitu: 1) Kebutuhan, kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dari apa yang ia harapkan. 2) Dorongan, dorongan merupakan kegiatan mental untuk melakukan suatu. 3) Tujuan, tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh individu. Seseorang yang mempunyai tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat. Mc. Donald mengatakan bahwa, motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992: 173). Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu kreativitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 125

126 Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. B. TEORI MOTIVASI 1. Teori Motivasi Abraham Maslow Abraham Maslow (1943:1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid. Manusia memulai dorongan dari tingkat terbawah. Lima tingkat kebutuhan tersebut dikenal sebagai Hirarki Kebutuhan Maslow, yang dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pokok tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Kebutuhan fisiologis, (rasa lapar, rasa haus dan sebagainya). b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindungi, jauh dari bahaya). c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki). d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan). e) kebutuhan aktualisasikan diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 126

127 keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). 2. Teori Motivasi Herzberg Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor tersebut adalah faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor instrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan dan sebagainya. Teori yang dikembangkannya dikenal sebagai Model Dua Faktor dari motivasi yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya instrinsik, yang bersumber pada diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Faktor higiene mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya hubungan seseorang dengan rekan-rekan kerjanya, teknik penelitian yang diterapkan oleh para penyedia, kebijakan organisasi, sistem Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 127

128 administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. 3. Teori Motivasi Dauglas McGregor Dauglas McGregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi yang dimiliki oleh manajer dalam teori X, yaitu: a) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya. b) Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. c) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga). Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi. Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu: a) Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain. b) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan. c) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab. d) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 128

129 4. Teori Motivasi V-ROOM Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work and Motivation menjelaskan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya tersebut. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya tebuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan menggambarkan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Teori dari Vroom (1964) tentang Cognitive of Motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: a) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas. b) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). c) Valensi, yaitu respons terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan, sedangkan motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 129

130 5. Achievement Theory McClelland Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi itu berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi (2002) merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit; menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi objek-objek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku; mengatasi kendala-kendala dan mencapai standar yang tinggi; mencapai performa puncak untuk diri sendiri; mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain; meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil. McClelland (1961) menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia yaitu: a) Need for achievement (kebutuhan akan prestasi). b) Need for affiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan social need yang dikemukakan Maslow). c) Need for power (dorongan untuk mengatur). 6. Clayton Alderfer ERG Clayton Alderfer mengemukakan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan, hubungan, dan pertumbuhan. Teori tersebut sedikit berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Malow. Clayton Alderfer mengemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi, manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi. ERG dalam teori Clayton Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu: E = Existencen (kebutuhan akan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 130

131 eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). C. FUNGSI MOTIVASI Guru bertangung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Secara garis besar Oemar Hamalik (1992) menjelaskan ada tiga fungsi motivasi, yaitu: 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Nampak jelas di sini bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu ada juga fungsi lain yaitu motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi, karena secara konseptual motivasi berkaitan dengan prestasi dan hasil belajar. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya. Fungsi motivasi menurut Sadirman (2008) adalah sebagai berikut: Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 131

132 1) Sebagai pendorong untuk berbuat sesuatu dari setiap aktivitas yang dilakukan. 2) Penentu arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang ingin dicapai. 3) Pendorong usaha untuk mencapai prestasi. 4) Motivasi adalah sesuatu yang paling mendasar yang harus ada dalam proses belajar karena hasil belajar akan optimal bila ada motivasi. 5) Motivasi selalu berkaitan dengan suatu tujuan. D. PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR Penelitian psikologi banyak menghasilkan teori-teori motivasi tentang perilaku. Para ahli berpendapat bahwa motivasi perilaku manusia berasal dari kekuatan mental umum, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi. Perilaku yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat. Kedua motivasi tersebut perlu dimiliki oleh siswa SLTP dan SLTA. Sedangkan guru SLTP dan SLTA, dituntut memperkuat motivasi siswa SLTP dan SLTA. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir, contohnya setelah seorang siswa membaca tentang suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya sekelas yang juga membaca bab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi, maka ia terdorong membaca lagi. 2) Memotivasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. Sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai, maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 132

133 3) Mengarah kegiatan belajar. Sebagai ilustrasi, setelah ia diketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius, terbukti banyak bersenda gurau misalnya, maka ia akan mengubah perilaku belajarnya. 4) Membesarkan semangat belajar. Sebagai ilustrasi, jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih banyak adik yang dibiayai oleh orang tua, maka ia berusaha akan cepat lulus. 5) Menyadarkan akan adanya perjalanan belajar dan kemudian belajar (di sela-selanya adalah istirahat atau bermain) yang bersinambungan insivisu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil. Sebagai ilustrasi, setiap hari siswa diharapkan untuk belajar di rumah, membantu pekerjaan orang tua, dan bermain dengan teman sebaya; apa yang dilakukan diharapkan dapat berhasil memuaskan. Kelima hal tersebut menunjukan betapa pentingnya motivasi tersebut disadari oleh pelakunya sendiri. Bila motivasi disadari oleh pelaku, maka suatu pekerjaan, dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan dengan baik. Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuaan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut: 1) Membangitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil: membangkitkan bila siswa tidak semangat; meningkatkan, bila semangat belajarnya timbul tenggelam; memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar. dalam hal ini hadiah, pujian, dorongan, atau pemicu semangat dapat digunakan untuk mengobarkan semngat belajar. 2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas beragamragam; ada yang acuh tak acuh, ada yang tak memusatkan perhatian, ada yang bermain, di samping yang bersemangat untuk belajar. Di antara yang bersemangat belajar, ada yang tidak berhasil dan berhasil. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 133

134 Dengan bermacam ragamnya motivasi belajar tersebut, maka guru dapat menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar. 3) Meningkatkan dan mengajarkan guru untuk memilih satu di antara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi dasiah atau pendidik. Peran pedagogis tersebut sudah tentu sesuai dengan perilaku siswa. 4) Memberi peluang guru unjuk kerja rekayasa pedagogis. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada mengubah siswa tidak berminat menjadi bersemangat belajar, mengubah siswa yang acuh menjadi bersemangat belajar. E. TUJUAN MOTIVASI Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk mengerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau memacu para siswa agar mempunyai keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajar sehingga tujuan pendidikan sesuai dengan yang diinginkan dan yang diharapkan serta apa yang telah ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Tindakan motivasi akan dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh orang yang dimotivasi serta sesuai dengan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang memberikan motivasi harus mengenal dan memahami latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi. F. JENIS-JENIS MOTIVASI Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat-tingkat. Para ahli ilmu jiwa para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat yang berbeda tentang tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar pada hewan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 134

135 Meskipun mereka berbeda pendapat pada tingkat kekuatannya, tetapi mereka umumnya berpendapat bahwa motivasi tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. Motivasi primer yaitu motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif dasar-dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makhluk berjasmani, sehingga pelakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Mc Dougall misalnya, berpendapat bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran tentang tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. Insting itu memiliki tujuan dan memerlukan pemuasan. Tingkah laku insting tersebut dapat diaktifkan, di modifikasi, dipicu secara spontan, dan dapat diorganisasikan. Di antara insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun dan lain-lain. Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek, dan sumber. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku. Semakin besar energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi pada insting berkurang. Sebagai ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan insting. Hal-hal yang dapat memuaskan insting ini dapat berupa dari luar individu dan dari dalam diri individu. Adapun sumber insting adalah keadaan kejasmanian individu. Segenap insting manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu insting kehidupan (life instincts) dan insting kematian (death instincts). Insting-insting kehidupaan terdiri dari insting yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. Insting kehidupan tersebut berupa makan, minum, istirahat, dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran, seperti merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 135

136 Menurut Freud, energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja sepanjang hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau objek pemuasan. Tingkah laku individu yang memuaskan insting dapat secara langsung atau dengan menekan, penekanan insting tersebut tidak menghilangkan energi. Penekanan insting tersebut diupayakan masuk ke dalam alam tidak sadar. Insting yang ditekan berkaitan dengan seksualitas dan agresifitas. Sedangkan, motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa belajar. untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan baik merupakan motivasi sekunder. Bila orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum, agar orang bekerja dengan baik.bila orang memiliki uang, setelah ia bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar (Suryabrata, 1991). Menurut beberapa para ahli, manusia adalah makhluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja, tetapi juga faktor-faktor sosial. Faktor manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah aspek emosional. Komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi. Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponen kognitif adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan bertindak (Suryabrata, 1991). Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Para ahli membagi motivasi sekunder tersebut menurut pandangan yang berbeda-beda, di antaranya yaitu: Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 136

137 1. Thomas dan Znaniecki menggolong-golongkan motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan, yaitu: a) Memperoleh pengalaman baru. b) Untuk mendapat respon. c) Memperoleh pengakuan. d) Memperoleh rasa aman. 2. Mc Cleland menggolongkannya menjadi kebutuhan-kebutuhan untuk: a) Berprestasi seperti bekerja dan berkualitas berproduksi tinggi, dan memperoleh IPK 3,50 ke atas. b) Memperoleh kasih sayang seperti rela berkorban untuk sesama. c) Memperoleh kekuasaan, seperti kesetiaan pada tujuan perkumpulan. 3. Maslow menggolongkannya menjadi kebutuhan-kebutuhan untuk: a) Memperoleh rasa aman. b) Memperoleh kasih sayang dan kebersamaan c) Memperoleh penghargaan. d) Pemenuhan diri atau aktualisasi diri. Pemenuhan diri tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti ungkapan dalam kesenian, berdarmawisata, membentuk hubungan persahabatan, atau berusaha jadi teladan. 4. Marx menggolongkan motivasi sekunder menjadi: a) Kebutuhan organisme seperti motif ingin tahu, memperoleh kecakapan, berprestasi. b) Motif-motif sosial seperti kasih sayang, kekuasaan, dan kebebasan. Pengaruh motivasi juga berpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yaitu: 1) Merupakan kecenderungan berfikir, merasa, kemudian bertindak. 2) Memiliki daya dorong bertindak. 3) Relatif bersifat tetap. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 137

138 4) Berkecenderungan melakukan penilaian. 5) Dapat timbul dari pengalaman dapat dipelajari dan berubah. Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukan adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku, dan kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Pembangkit energi, misalnya karena dicemooh orang menjadi berusaha keras sehingga berhasil. 2) Pemberi informasi pada orang lain, seperti rasa sedih terlukis dalam wajah. 3) Pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain, seperti pembicara yang bersemangat menimbulkan semangat kerja. 4) Sumber informasi tentang diri seseorang, seperti pemerolehan rasa sehat wal afiat. Emosi memiliki itensitas dan lama berlaku. Ada emosi yang ringan, kuat, dan disintegratif. Emosi yang ringan berakibat meningkatkan perhatian pada objek yang dihargai. Misalnya, orang tertarik pada tontonan yang memikat. Emosi yang kuat disertai perubahan fisiologis yang kuat. Misalnya orang yang marah, maka detak jantung bertambah dan perbahasan meningkat. Emosi disintegratif terjadi bila kekuatan emosi memuncak, dan terjadi perubahan perilaku. Misalnya orang yang berada dalam perdebatan dapat berubah menjadi perkelahian. Dari segi lamannya berlaku, ada emosi yang berjalan sebentar, berjam-jam, atau bahkan beberapa hari. Bagi kepentingan tugas perkembangan maka yang diperlukan adalah emosi yang berlangsung dalam waktu beberapa hari, berminggu-minggu, bahkan sepanjang masa belajar. (Suryabrata, 1991). Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya tersebut ada kalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasarkan akal sehat. Pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku. Sebagai ilustrasi, orang tetap merokok dengan motivasi Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 138

139 yang berbeda. Ada yang ingin menujukan kejantanan, ada yang mengisi waktu luang, ada pula yang ingin menimbulkan kreativitas. Walaupun mereka menyadari akan bahaya merokok. Perilaku juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan perilaku menetap dan berlangsung otomatis. Kemungkinan besar, perilaku tersebut merupakan hasil belajar. kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan secara kuat. Kemauan seseorang timbul karena adannya: 1) Keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. 2) Pengetahuan tentang cara memperoleh tujuan. 3) Energi dan kecerdasan. 4) Pengeluaran energi yang tepat untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, kebiasaan dan kemauan seseorang mempertinggi motif untuk berperilaku. Motivasi belajar diperkuat dengan adannya sikap, emosi, kesadaran, kebiasaan, dan kemauan. (Suryabrata, 1991). Adapun dalam literatur lain 2 jenis motivasi, yaitu: 1. Determinasi diri Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Di sini, motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka. 2. Pilihan personal Pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Pengalaman optimal ini kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 139

140 G. SIFAT-SIFAT MOTIVASI Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi internal dan dari luar yang dikenal sebagai motivasi eksternal. Ada dua macam model motivasi, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah model motivasi dimana siswa termotivasi untuk mengerjakan tugas karena dorongan dari dalam dirinya sendiri, memberikan kepuasan tersendiri dalam proses pembelajaran atau memberikan kesan tertentu saat menyelesaikan tugas. Motivasi ekstrinsik adalah model motivasi dimana siswa yang terpacu karena berharap adanya imbalan atau untuk menghindari hukuman, misalkan untuk mendapatkan nilai, hadiah, ataupun untuk menghindari hukuman fisik. 1. Motivasi Intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi instrinsik bila tujuannya inheren dengan situasi belajar bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Anak didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilainilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi atau hadiah dan sebagainya. Bila seseorang telah memiliki motivasi instinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi instrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar secara terus-menerus. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 140

141 keinginan itu di latar belakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan di masa yang akan datang. Seseorang yang memiliki minat yang tinggi untuk mempelajari suatu mata pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu. Seseorang itu boleh dikatakan memiliki motivasi untuk belajar. motivasi ini muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkan kesadaran untuk melakukan aktivitas belajar. oleh karena itu, minat adalah kesadaran seseorang bahwa suatu objek, suatu soal atau suatu situasi ada sangkut paut dengan dirinya. Perlu ditegaskan, bahwa anak didik yang memiliki motivasi instrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah kegiatan aktivitas yang tidak pernah sepi dari kegiatan anak didik yang memiliki motivasi instrinsik. Dan memang diakui oleh semua pihak, bahwa belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan sejumlah ilmu pengetahuan. Belajar bisa dikonotasikan dengan membaca. Dengan begitu membaca adalah pintu gerbang ke lautan ilmu pengetahuan. Kreativitas membaca adalah kunci inovasi dalam membina pribadi yang lebih baik. Tidak ada seorang pun yang berilmu tanpa melakukan aktivitas membaca. Evolusi pemikiran manusia yang semakin maju dalam rentangan masa tertentu karena membaca, hal ini tidak terlepas dari masalah motivasi sebagai pendorongnya, yang berhubungan dengan kebutuhan untuk maju, berilmu pengetahuan. Dorongan untuk belajar bersumber pada kebutuhan, yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 141

142 berpengetahuan. Jadi, motivasi instrinsik muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial. Menurut Abdul Majid (2013) mengemukakan bahwa faktor intrinsik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu: a. Adanya kebutuhan Menurut Ngalim Purwanto (1996), tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun psikis. Dari pendapat tersebut, ketika keluarga memberikan motivasi kepada anak haruslah diawali dengan berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan anak yang akan dimotivasi. Memahami kebutuhan anak adalah semata-mata untuk memberi peluang pada anak memilih berbagai alternatif yang tersedia dalam suatu lingkungan yang kaya stimulasi. b. Persepsi individu mengenali diri sendiri Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak bergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak. c. Harga diri dan prestasi Faktor ini mendorong atau mengarahkan individu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat, serta dapat mendorong individu untuk berprestasi. d. Adanya cita-cita dan harapan masa depan Cita-cita dan harapan merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 142

143 seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku yang selanjutnya menjadi pendorong. Cita-cita mempunyai pengaruh besar. Cita-cita merupakan pusat bermacam-macam kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu biasanya direalisasikan disekitar citacita tersebut sehingga cita-cita tersebut mampu memberikan energi kepada anak untuk melakukan sesuatu aktivitas belajar. Jadi seorang anak harus mempunyai cita-cita. Pada umunya anak-anak pre-adolescent dan permulaan adolescent memiliki cita-cita yang tinggi dan mereka sering memberi respons dalam bentuk kerja sama permainan, kejujuran, dan kerajinan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa perlu pemberian motivasi yang tepat terhadap anak yang belum mengetahui pentingnya belajar yang menunjang terhadap pencapaian citacitanya. e. Keinginan tentang kemajuan dirinya Menurut Sadirman (2008), melalui aktualisasi diri pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Keinginan dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan diri seseorang. Keinginan dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. f. Minat Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar akan berjalan kalau disertai dengan minat. g. Kepuasan Kinerja Kepusan kinerja merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 143

144 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi belajar dapat dikatakan ekstrinsik bila anak didik menepatkan tujuan belajarnya di luar faktorfaktor situasi belajar (resides in some factors uotside the learning situation). Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan terletak di luar hal yang dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya, yang akan diuraikan pada pembahasan mendatang. Kesalahan penggunaan bentuk-bentuk motivasi ekstrinsik akan sebagai pendorong, tetapi menjadikan anak didik malas belajar. karena itu, guru harus bisa dan pandai mempergunakan motivasi ekstrinsik ini dengan akurat dan benar dalam rangka menunjang proses instrinsik edukatif di kelas. Motivasi ekstrinsik tidak selalu buruk akibatnya. Motivasi ekstrinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik atau karena sikap tertentu pada guru atau orang tua. Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik. Diakui, angka, ijazah, pujian, hadiah, dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang anak didik untuk giat belajar. sedangkan ejekan, celaan, hukuman yang menghina, sindiran kasar, dan sebagainya berpengaruh negarif dengan renggangnya hubungan guru Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 144

145 dengan anak didik. Jadilah guru sebagai orang yang dibenci oleh anak didik. Efek pengiringnya, mata pelajaran yang dipegang guru itu tidak disukai oleh anak didik. Menurut Abdul Majid (2013) mengemukakan bahwa faktor ekstrinsik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu: a. Pemberian Hadiah Hadiah merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan fungsinya sebagai alat pendidik represif positif. Hadiah juga merupakan alat pendorong untuk belajar lebih aktif. Motivasi dalam bentuk hadiah ini dapat membuahkan semangat belajar dalam mempelajari materi-materi pelajaran. b. Kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong belajar anak, baik persaingan individu maupun kelompok dalam rangka meningkatkan prestasi belajar anak. Memang unsur persaingan itu banyak digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar anak. c. Hukuman Hukuman merupakan pendidikan yang tidak menyenangkan, alat pendidikan yang bersifat negatif. Namun demikian, hukuman dapat menjadi alat motivasi atau pendorong untuk mempergiat belajar anak. Anak akan berusaha untuk mendapatkan tugas yang menjadi tanggung jawabnya agar terhindar dari hukuman. Ishom Ahmadi menyebutkan Hukuman adalah termasuk alat pendidikan represif yang bertujuan menyadarkan anak didik agar melakukan hal-hal yang baik dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Sebelum hukuman diberikan, hendaknya pendidik atau orang tua harus mengetahui tahapan-tahapan seperti yang disebutkan oleh Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 145

146 Ishom Ahmadi, antara lain: pemberitahuan, teguran, peringatan, dan hukuman. d. Pujian Menurut Sadirman (2008), pujian merupakan bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baikan. Apabila anak berhasil dalam kegiatan belajar, pihak keluarga perlu memberikan pujian pada anak. Positifnya pujian tersebut dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan prestasi jika pujian yang diberikan untuk meningkatkan prestasi jika pujian yang diberikan kepada anak tidak berlebihan. e. Situasi lingkungan pada umumnya Setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya. f. Sistem imbalan yang diterima Imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan. Perilaku dipandang sebagai tujuan sehingga ketika tujuan tercapai, akan timbul imbalan. H. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI Motivasi siswa dalam belajar dipengaruhi oleh: 1) Ketertarikan siswa pada mata pelajaran. 2) Persepsi siswa tentang penting atau tidaknya materi tersebut. 3) Semangat untuk meraih pencapaian. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 146

147 4) Kepercayaan diri. 5) Penghargaan diri siswa. 6) Pengakuan orang lain. 7) Besar kecilnya tantangan. 8) Kesabaran. 9) Ketekunan. 10) Tujuan hidup yang hendak siswa capai. Menurut Suciati & Prasetya (2001), beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1. Faktor Internal a. Cita-Cita dan Aspirasi Cita-cita merupakan faktor pendorong yang dapat menambah semangat sekaligus memberikan tujuan yang jelas dalam belajar. Sedangkan aspirasi merupakan harapan atau keinginan seseorang akan suatu keberhasilan atau prestasi tertentu. Aspirasi mengarahkan aktivitas peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Cita-cita dan aspirasi akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik, karena terwujudnya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. Citacita yang bersumber dari diri sendiri akan membuat seseorang berupaya lebih banyak yang dapat diindikasikan dengan: 1) Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. 2) Kreativitas yang tinggi. 3) Berkeinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami. 4) Berusaha agar teman dan guru memiliki kemampuan bekerja sama. 5) Berusaha menguasai seluruh mata pelajaran. 6) Beranggapan bahwa semua mata pelajaran penting Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 147

148 b. Kemampuan Peserta Didik Kemampuan peserta didik akan mempengaruhi motivasi belajar. Kemampuan yang dimaksud adalah segala potensi yang berkaitan dengan intelektual atau inteligensi. Kemampuan psikomotor juga akan memperkuat motivasi. c. Kondisi Peserta Didik Kondisi yang mempengaruhi motivasi belajar peserta didik adalah kondisi secara fisiologis dan psikologis. Kondisi secara fisiologis yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu: 1) Kesehatan Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk sehingga seseorang untuk dapat belajar dengan baik harus mengusahakan badannya tetap terjamin dengan cara istirahat, tidur, makan seimbang, olahraga secara teratur, rekreasi dan ibadah yang teratur. 2) Panca indera Panca indra yang berfungsi dengan baik terutama penglihatan dan pendengaran akan berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang. Keadaan Psikologis peserta didik yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu: a) Bakat b) Intelegensi c) Sikap d) Persepsi e) Minat f) Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 148

149 2. Faktor eksternal a. Kondisi Lingkungan Belajar Kondisi lingkungan belajar dapat berupa lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. 1) Lingkungan sosial a) Lingkungan Sosial Sekolah Lingkungan sosial sekolah seperti dosen, administrasi dan teman-teman dapat mempengaruhi proses belajar. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan juga dapat menjadi pendorong peserta didik untuk belajar. b) Lingkungan Sosial Masyarakat Lingkungan sosial masyarakat berpengaruh terhadap motivasi belajar peserta didik. Pengaruh itu terjadi karena keberadaanya peserta didik dalam masyarakat yang meliputi kegiatan peserta didik dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. c) Lingkungan Sosial Keluarga Hubungan antar anggota keluarga yang harmonis, suasana rumah yang tenang, dukungan dan pengertian dari orang tua, kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam keluarga akan mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 149

150 2) Lingkungan non Sosial a) Lingkungan Alamiah Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang sejuk, tidak panas, suasana yang tenang akan mempengaruhi motivasi belajar. b) Faktor Instrumental Sarana belajar seperti gedung sekolah, alat-alat belajar mempengaruhi kemauan peserta didik untuk belajar. b. Upaya Pengajar dalam Pembelajaran Pengajar atau dosen merupakan salah satu stimulus yang sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi peserta didik untuk belajar. I. PRINSIP-PRINSIP DALAM MOTIVASI Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah pentingnya. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang dalam pembahasan disebut motivasi. Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Beberapa prinsip motivasi yang diterapkan dalam belajar (Djamarah, 2002: 118), sebagai berikut: 1) Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 150

151 2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar. 3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman. 4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar. 5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar. 6) Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar. Kenneth H Hover (Oemar Hamalik, 2003:163) mengemukakan prinsip- prinsip motivasi belajar sebagai berikut: 1) Pujian akan lebih efektif daripada hukuman. 2) Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang mendasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan. 3) Motivasi yang berasal dari dalam individu akan lebih efektif daripada motivasi yang dipaksakan dari luar. 4) Terhadap perbuatan yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan. 5) Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. 6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi. 7) Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakan daripada apabila tugastugas tersebut dipaksakan oleh guru. 8) Pujian-pujian yang datang dari luar kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat. 9) Teknik dan proses belajar yang bervairasi cukup efektif untuk memelihara minat siswa 10) Manfaat minat yang dimiliki oleh murid adalah bersifat ekonomis. 11) Kegiatan-kegiatan yang kurang merangsang akan diremehkan oleh siswa yang tergolong pandai. 12) Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 151

152 13) Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat menimbulkan kesulitan belajar. 14) Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada maka frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi. 15) Setiap siswa memiliki tingkat frustasi yang berbeda. 16) Tekanan kelompok kebanyakan efektif dalam motivasi daripada tekanan dari orang tua atau guru. 17) Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid. J. STRATEGI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI Dalam kegiatan belajar, motivasi peserta didik adalah salah satu tolak ukur menetukan keberhasilan dalam pembelajaran. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Tidak adanya aktivitas belajar tentu akan berdampak terhadap tujuan pembelajaran. Apabila tujuan pembelajaran tidak tercapai, mencerminkan kegagalan yang dilakukan pendidik. Untuk itu, pendidik perlu menciptakan strategi yang tepat dalam memotivasi belajar peserta didik. Menurut Pupuh Fathurrohman dan M. Sorby Sutikno (2010) bahwa motivasi dapat dibagi dua. Pertama motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri peserta didik tanpa ada paksaan dari dorongan orang lain. Kedua motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar peserta didik. Hal ini bisa timbul karena ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain (pendidik) sehingga dengan keadaan tersebut peserta didik mau melakukan sesuatu atau belajar. Pendapat tersebut menegaskan bahwa dalam pembelajaran motivasi ektrinsik sangat dibutuhkan oleh peserta didik, seperti hadiah (reward), kompetensi sehat antar peserta didik, pemberian nasehat, dan pemberian hukuman (funishment). Adanya motivasi dari luar sebagai dorongan untuk diri peserta didik merupakan sebuah kemutlakan harus dilkukan guru jika Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 152

153 menginginkan peserta didiknya mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Lain halnya dengan peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik karena mereka dengan kesadaran sendiri ingin belajar dan memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran, karena keingintahuannya dalam pembelajaran tinggi sehingga sulit terpengaruh oleh gangguan yang ada di sekitarnya. Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Seorang anak yang membaca iklan surat kabar dengan keinginan mencari sekolah yang baik akan memperoleh kepuasan karena ia memperoleh informasi yang benar. Keinginan belajar di sekolah tertentu dipusatkan dengan iklan yang benar. Membaca iklan tersebut memuaskan sebab ia membaca dengan motivasi mencari sekolah. Hal tersebut tidak dialami oleh anak yang lain yang membaca iklan secara iseng. Perilaku membaca pada anak pencari informasi sekolah berbeda dengan perilaku membaca anak yang iseng membaca iklan. Motif membaca kedua anak tersebut berbeda. Demikianlah halnya dengan motif belajar pada siswa yang sedang membaca buku pelajaran. Membaca dengan motivasi dengan mencari sesuatu lebih berarti bila dibandingkan dengan membaca tanpa mencari sesuatu. Guru di sekolah menghadapi banyak siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar. oleh karena itu, peran guru cukup banyak untuk meningkatkan belajar. 1. Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Sejak usia enam tahun, siswa masuk sekolah selama lima-enam jam dalam sehari. Sekurang-kurangnya tiap siswa mengalami belajar selama sembilan tahun. Dari segi perkembangan, ada siswa yang semula hanya ikutikutan, suka bermain, belum mengerti faedah belajar. dengan tugastugas di sekolahnya, kemudian mereka mulai menyenangi belajar. bermain-main merupakan hal yang menyenangkan bagi sebagian besar siswa. Siswa akan menyadari bahwa bermain, belajar sungguhsungguh, pemberian motivasi belajar, belajar giat, istirahat, belajar Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 153

154 lagi, dan kemudian bekerja adalah pola perilaku kehidupan yang wajar bagi anggota masyarakat. Kehadiran siswa di kelas merupakan awal motivasi belajar. guru profesional tertarik perhatiannya pada membelajarkan siswa. Persoalan guru menghadapi siswa dikelas adalah apakah siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi? Apakah siswa yang memiliki belajar yang tinggi membutuhkan bahan pembelajaran tertentu? apakah motivasi belajar yang tinggi diberlakukan oleh guru pada setiap siswa? Dalam upaya pembelajaran, guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat membelajarkan atau mengajarkan bahan pelajaran dipersyaratkan, yaitu: a. Guru telah memplajari bahan pembelajaran. b. Guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang dan sukar. c. Guru telah mempelajari bahan pelajaran. d. Guru telah memahami sifat bahan pelajaran tersebut. Sebagai ilustrasi guru mengajarkan lagu Indonesia Raya misalnya, harus memahami misi bahan, menguasai kata, nada, dan lagu, serta nuansa syair lagu tersebut. Upaya pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip belajar. Beberapa prinsip belajar tersebut terkait, yaitu: a) Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu guru perlu menjelaskan tujuan belajar secara heararkis. Tujuan belajar memahami dan menghafal syair lagu Indonesia Raya misalnya adalah agar siswa dapat menyanyikan lagu tersebut dengan baik. b) Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantang, oleh karena itu peletakan urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 154

155 c) Belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam program kegiatan tertentu. Oleh karena itu, di samping mengajarkan bahan secara terpisahpisah, guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit atau proyek. Sebagai ilustrasi siswa kelas satu SMP diberi tugas mempelajari lalu lintas di kotanya. Pelajaran tentang lalu lintas tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa tersebut. d) Sesuai dengan perkembangan jiwa siswa, maka kebutuhan bahan-bahan siswa semakin bertambah, oleh karena itu, guru perlu mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai paling menantang. Seyogyanya bahan tersebut diatur dalam prinsip memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Sebagai ilustrasi, pada setiap akhir pelajaran bidang studi misalnya, setiap siswa diberi kesempatan menampilkan hasil karyanya. Pada pelajaran seni rupa misalnya diselenggarakan pameran lukisan, pada pelajaran bahasa diselenggarakan pameran karangan, atau lomba baca puisi. e) Belajar menjadi menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan di kemudian hari. Oleh karena itu, guru perlu memberitahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar. sebagai ilustrasinya, siswa sekolah menengah perlu memahami pentingnya bahasa inggris. Bila siswa tahu bahwa bahasa inggris penting untuk belajar di perguruan tinggi, maka ia akan belajar bahasa inggris dengan sungguh-sungguh. Sebab dengan angka sembilan untuk bahasa inggris, peluang belajar diperguruan tinggi makin terbuka. 2. Optimalisasi Unsur Dinamis Belajar dan Pembelajaran Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya. Perasaan, kemauan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemampuan yang lain Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 155

156 tertuju pada belajar. meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelelahan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunya energi jiwa. Pada suatu saat perasaan siswa kecewa, ia dapat mengatasinya, dan kemauan dan semangat belajarnya yang diperkuat. Sebaliknya lingkungan seperti taman belajar, surat kabar, radio, majalah, televisi, guru, dan orang tua juga akan mempengaruhi. Ada teman belajar yang putus asa, ada pula yang tegar. Ada iklan yang menawarkan lapangan kerja yang menarik. Ada tayangan yang bertepatan dengan pengerjaan tugas pekerjaan rumah.kebetulan orang tua memberitahuakan tentang adanya tambahan beban hidup. Unsur-unsur lingkungan tersebut ada yang menorong, dan ada pula yang menghambat kegiatan belajar. keputusan belajar giat, ataupun menangguhkan belajar, ada pada diri siswa sendiri. Guru adalah pendidik dan sekaligus pembimbing belajar. guru lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang nilai kesempatan belajar. oleh karena itu guru dapat mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada di lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut sebagai berikut: a) Pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkap hambatan belajar yang dialaminya. b) Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar, betapa lambat gerak belajar, guru tetap secara terus-menerus mendorong; dalam hal ini berlaku semboyan lambat asal selamat, tak akan lari gunung dikejar. c) Meminta kesempatan kepada orang tua siswa atau wali, agar memberi kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar. d) Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, misalnya surat kabar, dan tayangan televisi yang mengganggu pemusatan perhatian belajar agar dicegah. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 156

157 e) Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku belajar, pada tingkat ini guru memberlakukan upaya belajar merupakan aktualisasi diri siswa. f) Guru merangsang siswa dengan penguatan memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan pasti berhasil, sebagai ilustrasi, siswa dibebaskan rasa harga dirinya dengan berbuat sampai berhasil. 3. Optimalisasi Pemanfaatan Pengalaman dan Kemampuan Siswa Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah. Untuk menghadapi hari pertama masuk sekolah guru telah membuat rancangan pengajaran. Sedangkan siswa telah terbiasa dengan membaca buku pelajaran. Siswa telah mengalami belajar yang berhasil atau belajar yang gagal sebelumnya. Siswa menghayati pahitnya kegagalan belajar, dan manisnya keberhasilan belajar. Oleh karena itu rancangan pengajaran satu tahun ajaran selalu diharapkan oleh seluruh siswa. Bagi siswa, rancangan tersebut ibarat perjalanan tamasya ke gunung yang penuh liku-liku, yang sulit tetapi menggembirakan. Kehadiran hari pertama yang penuh harap pada siswa perlu digunakan untuk membesarkan semangat belajar. Siswa mempelajari sebagai mata pelajaran selama dua puluh sampai tiga puluh jam pelajaran setiap minggu. jatah bahan pelajaran tiap tahun terdiri atas beberapa buah buku pelajaran. Dan buku-buku pelajaran tersebut dihitung dua ratus sampai tiga ratus halaman per buku. Setiap siswa memiliki kecepatan membaca buku sendiri, sebagai ilustrasi seorang siswa kelas lima SD menghabiskan waktu 30 menit untuk memahami bahan sejumlah enam halaman. Kecepatan membaca buku tersebut berpengaruh pada penyelesaian belajar tiap hari. Secara umum diketahui bahwa siswa SD memerlukan waktu membaca dua sampai tiga jam ( menit) tiap hari. Diharapkan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 157

158 lama waktu baca tersebut menjadi kebiasaan siswa, dan makin tinggi jenjang siswa mengalami dan menemukan pengertian atau hal-hal yang susah, sedang, atau sukar. Pengalaman belajar tentang hal-hal yang mudah, atau yang sukar tersebut bermanfaat bagi pengelolaan belajar siswa. Guru adalah penggerak perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukarankesukaran siswa. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau tingkat kesukaran pengalaman belajar, dan segera membantu mengatasi kesukaran belajar. Bantuan mengatasi kesukaran belajar perlu diberikan sebelum siswa putus asa guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa belajar. upaya optimalsasi pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut: a) Siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya, tiap membaca bahan belajar siswa mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diarahkan searah kepada guru. b) Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa. c) Guru memecahkan hal-hal yang sukar, dengan mencari cara memecahkan. d) Guru mengajarkan cara memecahkan dan mendidikkan keberanian mengatasi kesukaran. e) Guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran. f) Guru memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami kesukaran. g) Guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 158

159 h) Guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri. 4. Pengembangan Cita-Cita dan Aspirasi Belajar Belajar di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga masyarakat di Indonesia. Dewasa ini keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh warga masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup. Wajib belajar selama sembilan tahun merupakan kebutuhan hidup. Oleh karena itu, warga masyarakat mendambakan agar anak-anaknya memperoleh tempat belajar di sekolah yang baik. Sejak usia enam tahun siswa telah memperoleh kesempatan belajar di sekolah. Dengan belajar membaca, menulis, dan matematika di kelas rendah SD, siswa memiliki keterampilan dasar. Dengan keterampilan dasar tersebut, siswa dapat memuaskan rasa ingin tahunya lewat membaca, mengamati, dan bernalar. Pemerolehan pengetahuan awal ini menimbulkan rasa percaya diri. Keterampilan dasar 3M (membaca, menulis, matematika) tersebut memudahkan dan memperluas pergaulan. Guru adalah pendidik anak bangsa. Ia berpeluang merekayasa dan mendidikan cita-cita bangsa. Mendidikan cita-cita belajar pada siswa merupakan upaya memberantas kebodoham masyarakat. Upaya mendidikkan dan mengembangkan cita-cita belajar tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara mendidik dan mengembangkan yang dapat dilakukan antara lain adalah: a) Guru menciptakan sussana belajar yang mengembirakan, seperti mengatur kelas dan sekolah yang indah dan tertib. Setiap siswa dapat merasa kerasan atau lebih betah tinggal di sekolah. b) Guru mengikutsertakan semua siswa untuk memelihara fasilitas belajar, sebagai ilustrasi, siswa diajak serta memelihara Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 159

160 ketertiban dan keindahan kelas, perpustakaan, alat-alat olahraga, halaman bermain, dan kebun di sekolah. c) Guru mengajak serta siswa untuk membuat perlombaan untuk belajar, seperti lomba baca, lomba kerajinan. Siswa yang sudah cukup terampil juga diajak serta menjadi panitia lomba. d) Guru serta orang tua siswa untuk memperlengkap fasilitas belajar seperti buku bacaan, majalah, alat olahraga, dan kebun coba. e) Guru memberanikan siswa untuk mencatat keinginan-keinginan di notes pramuka, dan mencatat keinginan yang tercapai dan tidak tercapai, siswa diajak berdiskusi tentang keberhasilan atau kegagalan mencapai keinginan, selanjutnya siswa diminta merumuskan keinginan-keinginan yang baru dan diduga dapat tercapai. f) Guru bekerja sama dengan pendidik lain seperti orang tua, ulama, atau pendeta, pramuka dan para instruktur pendidik pemuda, untuk mendidikkan dan mengembangkan cita-cita belajar sepanjang hayat. Dalam rangka pengembangan cita-cita belajar tersebut, guru dan pendidik lain dapat membuat program-program belajar. Programprogram dapat dilakukan bersama antara lain: a) Program lomba baca yang diselenggarakan untuk menyambut hari kemerdekaan dalam hal ini di sekolah, masarakat desa, lembaga agama, pramuka, membuat kegiatan bersama. b) Program lomba karya tulis ilmiah, seni rupa, kerajinan, unjuk kreativitas seni, dan c) Program belajar kebaktian sosial bagi siswa dan karang taruna, dalam program ini diaktifkan adalah OSIS, pramuka, dan karang taruna. Guru dan pendidik yang lain berlaku tut wuri handayani. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 160

161 pengembangan cita-cita belajar dilakukan sejak siswa masuk sekolah dasar. Pengembangan cita-cita belajar tersebut ditempuh dengan jalan membuat kegiatan belajar sesuatu. Penguat berupa hadiah diberikan pada setiap siswa yang berhasil. Sebaliknya, dorongan keberanian untuk memiliki cita-cita diberikan kepada setiap siswa yang berasal dari semua lapisan masyarakat. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 161

162 BAB VII MASALAH MASALAH DALAM BELAJAR A. PENGERTIAN MASALAH BELAJAR Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ). Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas. Masalah-masalah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 162

163 dalam pembelajaran ini adalah sesuatu yang harus dipecahhkan oleh guru dan orang tua sehingga proses belajar anak bisa sesuai dengan tujuan yang pertama yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berpendidikan dan mempunyai tingkah laku yang baik. Tanggung jawab seorang guru dalam mendidik anak bisa berjalan dengan baik jika masalah-masah dalam pembelajaran bisa dipecahkan secara bersama-sama. B. JENIS JENIS MASALAH DALAM BELAJAR Di dalam setiap kehidupan pasti akan ada yang namanya masalah, begitu juga masalah dalam pembelajaran yang membuat peserta didik tidak dapat secara maksimal untuk menyerap ilmu yang telah di sampaikan oleh tenaga didik. Berikut akan kami sampaikan beberapa masalah dalam pembelajaran yang perlu untuk ditanggulangi: a. Berkurangnya motivasi para peserta didik untuk belajar atau berpartisipasi di dalam belajar. b. Semakin banyak siswa yang membolos pada saat jam pelajaran di mulai. c. Pada zaman yang berkembang ini juga banyak sekali perkelahian muncul di kalangan antar pelajar. d. Prestasi siswa yang semakin rendah dan mengalami kemerosotan nilai. e. Semakin menipisnya etika dan kesopanan di dalam belajar. Identifikasi penyebab masalah dalam pembelajaran mengenai kurangnya motivasi belajar peserta didik di dalam melakukan pembelajaran antara lain adalah : 1. Kurangnya sekolah menentukan guru yang kompetitif di dalam melakukan pembelajaran atau terlalu monotonnya proses pembelajaran di dalam sekolah. 2. Kurangnya guru melakukan sebuah hubungan atau relasi dengan para murid yang menjadi peserta didiknya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 163

164 3. Kurang maksimalnya di dalam penggunaan alat ataupun media pembelajaran yang menjadi pendukung di dalam aktivitas belajar mengajar. 4. Tidak adanya sebuah ide atau motivasi untuk membuat kelas yang hidup dan tidak berkesan kaku dan membosankan. 5. Guru tidak melakukan upaya permasalahan kelas yang monoton yang membuat peserta didik menjadi malas untuk datang ke kelas. 6. Kurangnya kemampuan para peserta didik untuk bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi ringan. 7. Tidak adanya upaya para tenaga didik untuk memulai cara pembelajaran yang baru supaya para peserta didik dapat lebih aktif di dalam lingkup pembelajaran.tidak adanya sebuah penghargaan ataupun imbalan yang di berikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan yang lebih. Diantara banyak peserta didik di sekolah ada siswa yang berprestasi, namun banyak pula yang dijumpai siswa yang gagal. Secara umum, siswasiswa yang mengalami nilai dan angka rapor banyak rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya dapat dianggap sebagai siswa yang mengalami masalah belajar. Seseorang siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Selain masalah-masalah dalama pembelajaran yang telah diungkapkan diatas, namun banyak sekali yang berbeda dan itu tergantung mereka menilai dari sudut pandang yang berbeda juga. Prayitno (Herman dkk, 2006: ) mengemukakan masalah belajar sebagai berikut : 1. Keterampilan Akademik Keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Seharusnya kegiatan exstra harus dimanfa atkan secara baik oleh guru dan orang tua, karena ketrampilan setiap anak didik sangatlah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 164

165 berbeda-beda, sehingga bisa mengeluarkan dan memulai ketrampilannya sejak dari kecil dan diharapkan bisa mengembangkannya. 2. Keterampilan dalam Belajar Keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar yang amat tinggi. Ketrampilan dalam belajar bisa menunjang prestasi belajar siswa karena siswa akan lebih banyak mendapatkan ilmu pengetahuan tambahan dari proses pembelajaran yang semestinya. 3. Sangat Lambat dalam Belajar Keadaan siswa yang memiliki akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Sebenarnya setiap siswa mempunyai akal yang sama, tetapi kemampuan setiap siswa yang satu dengan siswa yang lain sangatlah berbeda dan disinalah letak kerja exstra guru dalam memberikan pengajaran yang lebih agar siswa yang kurang mampu dalam menerima pelajaran tidak terlihat sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan siswa yang penerimaan pelajarannya sangat cepat. 4. Kurang Motivasi dalam Belajar Keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar mereka seolah-olah tampak jera dan malas. Hal ini disebabkan dari beberapa sebab yang meliputi dari lingkungan sekolah, keluarga maupun dari lingkungan pergaulan anak, jika lingkungan anak memang sejak kecil diberi semangat belajar yang tinggi, pastinya siswa tersebut bisa termotivasi untuk menjadi anak yang pintar, namun sebaliknya kurangnya motivasi belajar siswa bisa mempengaruhi proses belajar dan akhirnya menjadi salah satu dari sekian banyak masalah-masalah dalam pembelajaran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 165

166 5. Bersikap dan Berkebiasaan Buruk dalam Belajar Kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya dan sebagainya, maka sikap dan kebiasaan yang baik bisa menunjang kelancaran proses belajar anak. Hal ini disebabkan anak akan cenderung rajin belajar dari pada siswa yang mempunyai sikap dan kebiasaan yang buruk. C. FAKTOR FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB MASALAH MASALAH DALAM BELAJAR 1. Faktor Internal dalam Belajar Dalam interaksi belajar-mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkaitan dengan bahan belajar. Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama waktu mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu yang lama. Sebaliknya, jika bahan belajarnya mudah, dan siswa berkemampuan tinggi, maka proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktivitas belajar juga dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar. Proses belajar sesuatu dialami oleh guru dan aktivitas belajar suatu dapat diamati oleh guru. Belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar dengan baik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 166

167 Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut. a. Ciri Khas/Karakteristik Siswa Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek-aspek fisik tentu akan relative lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental dan emosional. Sementara dalam kenyataannya, persoalan-persoalan pembelajaran lebih banyak dengan dimensi mental atau emosional. Masalah-masalah belajar yang berkenaan dengan dimensi siswa sebelum belajar pada umumnya berkenaan dengan minat, kecakapan dan pengalaman-pengalaman. Bilamana siswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan berupaya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari dengan lebih baik. Hal ini misalnya dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis, atau hal-hal lain yang diperlukan. Namun bilamana siswa tidak memilki minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapannya untuk belajar. Misalnya kurang peduli apakah ia membawa buku pelajaran atau tidak, tersedia tidaknya alat-alat tulis, apalagi mempersiapkan materi yang perlu untuk mendukung pemahaman materi-materi baru yang akan dipelajari. Demikian juga pengalaman siswa juga turut menentukan muncul tidaknya masalah belajar sebelum kegiatan belajar dimulai. Siswa-siswa yang memilki latar pengalaman yang baik yang mendukung materi pelajaran yang akan dipelajari, tidak memilki banyak masalah sebelum belajar dan dalam proses belajar selanjutnya. Namun bagi siswa yang kurang memiliki pengalaman yang terkait dengan mata Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 167

168 pelajaran atau materi yang akan dipelajari akan menghadapi masalah dalam belajar, terutama berkaitan dengan kesiapannya untuk belajar. b. Sikap terhadap Belajar Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menolak, menerima, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ulangan dikelas lain. Siswa tersebut bersikap menolak ulangan karena ujian ulang di kelas lain. Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu kesempatan belajar merupakan urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar. c. Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendayagunakan potensipotensi yang ada pada dirinya dan potensi di luar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan Nampak melalui kesungguhan untuk terlibat didalam proses belajar, antara lain Nampak melalui keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat, menyimpulkan pelajaran, mencatat, membuat resume, mempraktekkan sesuatu, mengerjakan latihan-latihan dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Di dalam aktivitas belajar sendiri, motivasi Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 168

169 individu dimanifestasikan dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak isi pelajaran, kesungguhan dan ketelatenan dalam mengerjakan tugas dan sebagainya. Sebaliknya siswa-siswa yang tidak atau kurang memiliki motivasi, umumnya kurang mampu bertahan untuk belajar lebih lama, kurang sungguh-sungguh di dalam mengerjakan tugas. Sikap yang kurang positif di dalam belajar ini semakin nampak ketika tidak ada orang lain(guru, orang tua) yang mengawasinya. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah belajar, karena hal ini memberikan dampak bagi ketercapaian hasil belajar yang diharapkan. d. Konsentrasi Belajar Konsentrasi belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang sering kali tidak begitu mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang sedang belajar. Hal ini disebabkan kadang-kadang apa yang terlihat melalui aktivitas seseorang belum tentu sejalan dengan apa yang sesungguhnya individu sedang pikirkan. Sebagai contoh, ketika dihadapan siswa terdapat sebuah buku yang sedang terbuka, dan terlihat sepintas siswa seperti sedang mengamati atau membaca buku tersebut. akan tetapi benarkan siswa tersebut sedang memusatkan perhatian (berkonsentrasi) terhadap isi buku yang dihadapannya. Tentu perlu diperiksa, diteliti dan dipahami untuk menyimpulkannya. Ketika guru menjelaskan pelajaran, dan sepintas terlihat siswa-siswa di kelas tersebut memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Dapatkah guru mejamin bahwa semua siswa sedang berkonsentrasi dengan apa yang Ia jelaskan?. Bilamana menurut keyakinan guru siswa berkonsentrasi terhadap pelajaran yang dijelaskannya, maka umumnya guru merasa yakin pula bahwa siswa-siswa dapat Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 169

170 memahami dengan baik. Bagaimana jika yang terjadi tidak seperti yang diduga guru, karena ternyata separuh siswanya hanya diam, akan tetapi tidak berkonsentrasi dengan pelajaran yang disajikan guru?. hal-hal seperti ini layak dikaji secara cermat agar guru dapat memahami kondisi siswa sesungguhnya. Kesulitan berkonsentrasi merupakan indicator adanya msalah belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala didalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar memerlukan waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru. Akan tetapi dengan bimbingan, perhatian serta bekal kecakapan yang dimiliki guru, maka secara bertahap hal ini akan dapat dilakukan. e. Mengolah Hasil Belajar Mengolah bahan belajar dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah informasi-informasi yang diterima sehingga menjadi bermakna. Dalam kajian konstruktivisme mengolah bahan belajar atau mengolah informasi merupakan kemampuan penting agar seseorang dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri berdasarkan informasi yang telah ia dapatkan. Dalam proses pembelajaran, makna yang dihasilkan dari proses pengolah pesan merupakan hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka dengar, lihat, rasakan, dan alami. Secara substansial, belajar bukanlah aktivitas pengembangan pemikiran-pemikiran baru. Dalam keadaan ini, maka kemampuan siswa mengolah bahan belajar merupakan kemampuan yang harus terus didorong dan dikembangkan agar siswa semakin mampu mencapai makna belajar dan akan semakin mengarah pada perkembangan serta kemampuan berpikir yang sangat berguna untuk menghasilkan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 170

171 pengetahuan-pengetahuan baru. Bilamana dalam proses belajar siswa mengalami kesulitan didalam mengolah pesan, maka berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat membantu siswa agar memilki kemampuan sendiri untuk terus mengolah bahan belajar, karena konstruksi merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. f. Menggali Hasil Belajar Dalam kegiatan pembelajaran kita sering mendengar bahkan mengalami sendiri di mana kita mengalami kesulitan menggali kembali hasil belajar yang sebelumnya sudah kita temukan atau kita ketahui. Pesan yang sudah kita terima secara tidak otomatis dapat kita panggil kembali, karena di dalam mekanisme kerja otak ada suatu proses yang dilalui untuk dapat menggali kembali pesan-pesan yang telah diterima dan disimpan sebelumnya. Suatu proses mengaktifkan kembali pesan-pesan yang telah tersimpan dinamakan menggali hasil belajar. Kesulitan didalam proses menggali kembali pesan-pesan lama merupakan kendala di dalam proses pembelajaran karena siswa akan mengalami kesulitan untuk mengolah pesan-pesan baru yang memiliki keterkaitan dengan pesan-pesan lama yang telah diterima sebelumnya. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya berupaya untuk mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan-latihan menggunakan cara kerja tertentu, rumus, latihan-latihan agar siswa mampu meningkatkan kemampuannya di dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran. g. Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada umumnya Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 171

172 muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat didalam suatu aktivitas tertentu dimana pikirannya terarah untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan dari lingkungan. Itulah sebabnya maka di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, baik di lingkungan rumah tangga, maupun sekolah, orang tua atau guru terhadap anak. Mendidik dengan memberikan penghargaan atau pujian jauh lebih baik daripada mendidik dengan mencemooh dan mencela. Bilamana orang tua ataupun guru berupaya untuk mendidik anak dengan pujian atau penghargaan maka anak akan tumbuh dengan percaya diri. Namun bilamana mereka dididik dengan celaan dan cemoohan maka ada kecenderungan anak menyesali diri dan merasa bersalah. Akibatnya anak-anak tidak memiliki kemampuan mengeksplorasi kemampuannya dan tidak memilki keberanian yang cukup untuk melakukan sesuatu, terlebih lagi bilamana sesuatu itu adalah hal-hal baru yang belum pernah ia lakukan. Bilamana siswa sering mencapai keberhasilan di dalam melaksanakan tugas, di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan apalagi diiringi adanya pengakuan umum atas keberhasilan yang dicapai maka rasa percaya diri siswa akan semakin kuat. Sebaliknya bilamana kegagalan lebih sering dialami, terlebih lagi diiringi dengan penyesalan dan celaan dari lingkungan, maka siswa semakin merasa tidak percaya diri, bahkan dapat menimbulkan rasa takut belajar atau membenci pelajaran tertentu. Pendekatanpendekatan emosional guru kepada siswa menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran agar keberanian siswa dapat tumbuh dengan baik. Guru juga perlu memberikan pemahaman kepada siswa bahwa sukses dan gagal melakukan sesuatu adalah dua hal yang dialami setiap orang dalam proses pembelajaran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 172

173 Hal-hal semacam ini bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. h. Kebiasaan Belajar Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relative lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa perilaku yang menunjukkan kebiasaan tidak baik dalam belajar yang sering kita jumpai pada sejumlah siswa, seperti; 1) Belajar tidak teratur. 2) Daya tahan belajar rendah (belajar secara tergesa-gesa). 3) Belajar bilamana menjelang ulangan atau ujian. 4) Tidak memilki catatan pelajaran yang lengkap. 5) Tidak terbiasa membuat ringkasan. 6) Tidak memilki motivasi untuk memperkaya materi pelajaran. 7) Senang menjiplak pekerjaan teman, termasuk kurang percaya diri di dalam menyelesaikan tugas. 8) Sering datang terlambat. 9) Melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk (misalnya merokok). Jenis-jenis kegiatan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan pada gilirannya dapat meyebabkan rendahnya hasil belajar diperoleh. Sejalan dengan pandangan di atas, Misunita (2008) mengemukakan bahwa kesukaran belajar dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-tahapan dalam pengolahan informasi, yaitu; Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 173

174 1) Input; Kesukaran belajar pada kategori ini berkaitan dengan masalah penerimaan informasi melalui alat indera, misalnya persepsi visual dan auditory. Kesukaran dalam persepsi visual dapat menyebabkan masalah dalam mengenali bentuk, posisi atau objek yang dilihatnya. 2) Integration; Kesukaran tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memori yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam mempelajari kesukaran dalam memori visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja. 3) Storage; tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memori yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi tanpa banyak pengulangan. Misalnya kesukaran dalam memori visual mempenngaruhi proses belajar dalam mengeja. 4) Output; Informasi yang telah diproses oleh otak akan muncul dalam bentuk respon melalui kata-kata, yaitu output bahasa, aktivitass otot, misalnya menulis, atau menggambar. Kesulitan dalam output bahasa mengakibatkan masalah dalam bahasa lisan, misalnya menjawab pertanyaan yang diharapkan dimana seseorang harus menyampaikan kembali informassi yang disimpan, mengorganisasikan bentuk pikirannya dalam bentuk katakata. Hal yang serupa juga terjadi bila masalah menyangkut bahasa tulis. Kesulitan dalam kemampuan motoric menyangkut kemampuan motoric kasar maupun halus. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 174

175 Untuk dapat memahami kesulitan atau kesukaran belajar, hendaknya guru dan orang tua memahami dengan baik makna kesukaran belajar itu sendiri. Dari beberapa sumber dijelaskan pengertian kesukaran belajar: a. Kesukaran belajar adalah sekelompok disorder yang mempengaruhi beberapa kemampuan akademis dan fungsional termasuk kemampuan untuk berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, mengeja, reason, mengorganisasikan informasi. Kesukaran belajar bukanlah indicator dari rendahnya intelegensi seseorang. Seseorang dengan kesukaran belajar terkadang sulit untuk mencapai tingkat intelektual sesungguhnya karena kelemahan dalam satu atau lebih proses informasi otak. b. Istilah kesukaran belajar diberikan kepada siswa-siswa yang tidak mampu membuat peningkatan kemampuan yang berarti dalam menghadapi kurikulum sekolah, utamanya dalam kemampuan dasar seperti bahasa, sastra, dan matematika. Masalah-masalah yang mereka alami bisa terjadi hanya pada salah satu mata pelajaran namun dapat juga terjadi pada seluruh mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. Karena berbagai alasan, siswa-siswa tersebut tidak mampu mengikuti pelajaran dengan mudah. c. Kesukaran belajar sebagai gangguan pada satu atau lebih proses dasar psikologis termasuk dalam memahami atau menggunakan bahasa tulis dan lisan, yang mana tampak dalam kemampuan menyimak, berpikir, berbicara, membaca, mengeja dan menyelesaikan hitungan matematis. Adapun yang termasuk dalam kesukaran pealajaran adalah perseptual disabilities, kerusakan otak, minimal brain dysfunction, dyslexia, dan aphasia. Masalah-masalah belajar yang berdasar dari visual, hearing, dan motoric disabilities, reterdasi mental, dan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 175

176 environmental, cultural, dan economic disadvantage tidak termasuk dalam kelompok ini. d. Kesukaran belajar merujuk pada beberapa gangguan yang berdampak pada proses akuisisi, organisasi. Retensi, memahami penggunaan informasi secara verbal maupun non verbal. 2. Faktor Eksternal dalam Belajar Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktorfaktor internal juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Pada berbagai kegiatan pembelajaran lain kita dapat melihat berbagai contoh nyata, tidak sedikit siswa yang sebelumnya diketahui memilki hasil belajar yang relative rendah, akan tetapi karena guru mampu merencanakan kagiatan belajar dengan baik, menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran yan tepat, serta menerapkan Pendekatan-pendekatan bimbingan belajar yang sesuai dengan kondisi siswa, ternyata mamapu merubah hasil belajar siswa yang rendah menjadi lebih baik. Karena itu kita dapat memahami bahwa hasil belajar di samping ditentukan oleh faktor intern, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern. Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain adalah: a) Faktor Guru Dalam proses pembelajaran, kehadiran guru masih menempati posisi penting, meskipun di tengah pesatnya kemajuan teknologi yang telah merambah dunia pendidikan. Dalam berbagai kajian diungkapkan bahwa secara umum sesungguhnya tugas dan tanggung jawab guru mencakup aspek yang luas, lebih dari sekedar melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Parkey (1990: 3), mengemukakan bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai guru di depan kelas, akan tetapi juga sebagai bagian Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 176

177 dari organisasi yang turut serta menentukan kemajuan sekolah bahkan di masyarakat. Dalam ruang lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memilki sejumlah keterampilan terkait dengan tugas-tugas yang dilaksanakannya. Bila disimpulkan dari pendapat maka kita dapat menemukan beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya tuntutan terhadap keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai dan dimilki oleh guru antara lain: Ø Faktor pertama adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi guru adalah di mana guru harus memilki keterampilanketerampilan yang cukup untuk memilih topic, aktivitas dan cara kerja dari berbagai kemungkinan yang ada. Guruguru juga harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok. Ø Faktor kedua adalah terjadinya perubahan padangan di dalam masyarakat yang memilki implikasi pada upayaupaya pengembangan Pendekatan terhadap siswa. Sebagai contoh banyak guru yang memberikan motivasi seperti mendorong anak-anak bekerja keras di sekolah agar nanti mereka memperoleh suatu pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik bagi mereka. Dalam konteks ini gagasan tentang keterampilan mengajar yang hanya menekankan transmisi pengetahuan dapat menjadi suatu gagasan yang miskin dan tidak menarik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 177

178 Ø Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-perkembangan ini menguji fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya mengajar mereka dalam mengakomodasi sekurangkurangnya sebagian dari perkembangan baru tersebut yang memiliki suatu potensi untuk meningkatkan proses pembelajaran. 3. Lingkungan Sosial (termasuk teman sebaya) Sebagai makhluk social maka setiap siswa tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi lingkungan, terutama sekali temanteman sebaya disekolah. Dalam kajian sosiologi, sekolah merupakan sistem sosial dimana diaman setiap orang yang ada didalamnya terikat oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut. Disamping peraturan formal sekolah, para siswa biasanya juga memiliki norma-norma dan aturan-aturan yang lebih spesifik sebagai suatu konsensus bersama untuk ditaati oleh anggota kelompok masing-masing. Lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula memberikan pengaruh negative terhadap siswa. Ilustrasi berupa contoh seoran siswa bernama Rudi yang diungkapkan pada awal bagian ini merupakan salah satu bantuk lingkungan sosial berupa teman sebaya yang membawa rudi terpengaruh dengan kebiasaan rekan-rekannya sehingga mendatangkan dampak negative terhadap proses dan hasil belajar yang ia peroleh. Banyak contoh lain berupa lingkungan sosial yang tidak menguntungkan perkembangan siswa dan member pengaruh negative terhadap kegiatan belajar siswa. Tidak sedikit siswa yang sebelumnya rajin pergi ke sekolah, aktif mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah, kemudian berubah menjadi siswa yang malas, tidak disiplin dan menunjukkan perilaku buruk dalam belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 178

179 Hal-hal seperti diungkapkan diatas dapat menjadi factor yang menimbulkan masalah pada siswa dalam belajar. Pada sisi lain, lingkungan sosial tentu juga dapat memberikan pengaruh yang positif bagi siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman sebaya yang mampu memberikan motovasi kepadanya untuk belajar. Demikian pula banyak siswa yang mengalami perubahan sikap karena teman-teman sekoalah memiliki sikap positif yang dapat ia tiru dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari. 4. Kurikulum Sekolah Dalam rangkaian proses pembelajaran disekolah, kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran, mulai dari penyusunan rencana pembelajaran, pemilihan materi pembelajaran, menentukan pendekatan dan strategi/metode, memilih dan menentukan media pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum. Karena kurikulum disusun berdasarkan tuntutan perubahan dan kemajuan masyarakat, sementara perubahan dan kemajuan adalah sesuatu yang harus terjadi, maka kurikulum juga harus mengalami perubahan. Oleh sebab itu sesungguhnya perubahan kurikulum adalah suatu keniscayaan. Sebab bilamana kurikulum tidak mengalami penyesuaian dan perubahan sementara kehidupan sosial, teknologi dan dimensi-dimensi kehidupan lainnya terus mengalami perubahan, maka dipastikan kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntutan perubahan. Hal itu juga berarti bahwa segala sesuatu yang diajarkan disekolah, akan tertinggal dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan masalah. Terlebih lagi bilamana dalam kurun waktu yang belum terlalu lama terjadi beberapa kali perubahan. Masalah-masalah itu adalah; (a) Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 179

180 tujuan yang akan dicapai mungkin berubah. Bilamana tujuan berubah, berarti pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, evaluasi juga akan berubah, dan dengan demikian kegiatan belajar mengajar paling tidak harus disesuaikan, (b) isi pendidikan berubah; akibatnya buku-buku pelajaran, buku-buku bacaan, dan sumber-sumber lainnya akan berubah. Hal ini tentunya akan berakibat perubahan anggaran pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, demikian pula beban orang tua siswa, (c) kegiatan belajr mengajar berubah; akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru. Bilamana pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan belajar siswa juga perlu dilakukan perubahan atau sekurangnya penyesuaian yang mungkin memerlukan waktu untuk proses penyesuaian, (d) evaluasi berubah; akibatnya guru harus mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bilamana teknik dan metode evaluasi guru mengalami perubahan, maka siswa harus mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan tuntutan tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 1994: 242). Hal ini semua akan berdampak terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. 5. Sarana dan Prasarana Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan baik, ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratorium, tersedianya biki-buku pelajaran, media/alat bantu balajar merupakan komponen-komponen penting yang dapat mendukung terwujudnya kegiatan-kegiatan belajar siswa. Dari dimensi guru ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran akan memberikan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disamping itu juga akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, karena guru dapat menggunakan alat-alat bantu pembelajaran dalam memperjelas materi pelajaran serta kelancaran kegiatan belajar Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 180

181 lainnya. Sedangkan dari dimensi siswa, ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak terhadap terciptanya iklim pembelajaran yang lebih kondusif, terjadinya kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Bandingkan dengan keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tidak tertata dengan baik, sumber-sumber belajar sangat terbatas, perpustakaan sekolah tidak dilengkapi dengan berbagai referensi, buku-buku pelajaran tidak lengkap, media pembelajaran tidak tersedia, kesemuanya ini tentu akan berdampak terhadap iklim pembelajaran serta motivasi balajar siswa. Oleh karena itu sarana dan prasarana menjadi bagian penting untuk dicermati dalam upaya mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan. D. MENGENAL DAN CARA MENGATASI MASALAH BELAJAR SISWA Murid yang mengalami masalah belajar perlu mendapatkan bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut nantinya dan siswa yang mengalami masalah belajar ini dapat berkembang secara optimal. Masalah-masalah dalam pembelajaran harus segera dipecahkan karena itu bisa menjadi titik kelemahan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidiakan di Indonesia. Pemecahan masalah ini bisa dilihat dari faktorfaktor yang mempengaruhi adanya masalah-masalah tersebut. Pembelajaran yang baik tentunya sangat memerlukan pengelolaan yang baik juga, dan untuk mencapainya harus dengan selalu intropeksi pada hal-hal yang menyebabkan timbulnya masalah itu. Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006: ) masalah pembelajaran siswa dapat diatasikan melalui: 1. Pengajaran Perbaikan Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok siswa yang mengalami Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 181

182 masalah-masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar siswa. Dengan pengajaran perbaikan ini, diharapkan bisa memecahkan masalahmasalah yang ada dalam pembelajaran siswa untuk meningkatkan prestasi siswa maupun prestasi sekolah tersebut. Saat ini, metode belajar yang populer di Indonesia yang dikenal dengan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Aktif artinya ketika proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovatif artinya bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang bisa membuat siswanya berpikir bahwa learning is fun, sehingga tertanam didalam pikiran siswanya tidak akan ada lagi perasaan tertekan dengan tenggat waktu pengumpulan tugas dan rasa bosan tentunya. Kreatif artinya agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Efektif artinya bagaimana guru mampu menciptakan apa yang harus dikuasai oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung tanpa menyianyiakan waktu. Dan Menyenangkan artinya suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya ( time on task ) tinggi. 2. Program Pengayaan Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Sebagai seorang pendidik kita tidak harus memperhatikan siswa yang kurang mampu saja, akan tetapi siswa yang cepat dalam belajar juga sangat penting untuk kita perhatikan, hal ini nantinya tidak ada kesenjangan satu dengan yang lain, harapannya siswa yang cepat dalam menerima pelajaran bisa Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 182

183 mengimbangi dan mungkin bisa membantu siswa yang kurang cepat dalam menerima pelajaran. 3. Peningkatan Motivasi Belajar Guru bidang studi, guru pembimbing, dan staf sekolah lainnya berkewajiban membantu siswa meningkatkan motivasi dalam belajar. Salah satunya dengan cara menyesuaikan pengajaran dengan bakat, minat, dan kemampuan. Peningkatan motivasi belajar sangatlah penting untuk diberikan kepada semua siswa, hal ini bisa memberikan semangat belajar yang tinggi bagi semua siswa dalam hal mengeluarkan semua bakat dan minat siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki secara individu maupun secara kelompok. Motivation is an essential condition of learning, sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi: a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 183

184 4. Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik Setiap siswa diiharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif karena prestasi belajar yang baik diperoleh melalui usaha atau kerja keras. Kebiasaan belajar yang baik sangat menunjang dalam segala aspek pembelajaran siswa, ketika siswa sudah melaksanakan hal-hal yang baik, mulai dari pengembangan sikap, disiplin, rajin dan ada tanggung jawab bersama, maka proses pembelajaran akan berjalan sesuai dengan harapan bersama, dan bisa memberikan pengaruh yang besar dalam peningktan prestasi siswa. Mengajar sebagai proses pemberian atau penyampaian pengetahuan saja tidak cukup, tetapi harus diiringi dengan mendidik. Artinya guru secara tidak langsung harus dapat membimbing siswa untuk melakukan dan menyadari etika, budaya serta moral yang berlaku di tempat siswa tinggal. Guru bukan sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada para siswa, melainkan guru sebagai fasilitator, teman dan motivator. Oleh karena itu, pengajaran minimal harus dipandang sebagai suatu proses sistematis dalam merencanakan, mendesain, mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan pembelajaran secara efektif dalam jangka waktu yang layak. 5. Layanan Konseling Individual Dalam hubungan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) pada kegiatan konseling diupayakan adanya pengentasan masalah-masalah klien yang telah disampaikan pada konselor. Sebagai seorang konselor sebaiknya bisa mengatasi masalah itu dari proses/sebab yang mempengaruhi adanya hal-hal yang bisa menyebabkan masalah-masalah pembelajaran. Adanya masalah itu pasti juga adanya sebab yang mempengaruhinya, maka layanan konseling diberikan kepada setiap siswa yang merasa dirinya kurang dalam aspek-aspek yang ada pada proses pembelajaran disekolah atau Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 184

185 diri sendiri. Guru Bimbingan Konseling juga memiliki peranan yang cukup besar dalam hal memotivasi siswa, guru secara berkelanjutan memberikan penyuluhan dan motivasi kepada siswa baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 185

186 BAB VIII KONSEP DAN MAKNA PEMBELAJARAN A. Konsep Dan Makna Pembelajaran 1. Makna Pembelajaran Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan pe dan akhiran an menjadi pembelajaran, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide, film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdr dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Tujuan pembelajaran dalam bukunya Sugandi, dkk (2000:25) adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 186

187 dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan kemampuan atau tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen: a) Siswa adalah seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. b) Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. c) Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. d) Isi Pelajaran adalah segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. e) Metode adalah cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 187

188 f) MediaBahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. g) Evaluasi adalah cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Ciri ciri dari pembelajaran dalam bukunya Sugandi, dkk (2000:25) antara lain: a) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis. b) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar. c) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa. d) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik. e) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa. f) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis. 2. Konsep pembelajaran Ada banyak sekali konsep pembelajaran yang diterapkan khususnya di Indonesia. Salah satunya konsep pembelajaran konstekstual yang dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran. Konsep pembelajaran yang konstekstual ini merupakan pembelajaran aktif antara guru dan siswa. Dan di dalam konsep pembelajaran konstekstual ada unsur-unsurnya. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut penjelasannya. a) Constructivisme Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 188

189 secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu. b) Inquiry Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan. Langkahlangkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya. Inquiri merupakan pembelajaran untuk dapat berpikir nyata dan kritis dalam menyikapinya. Biasanya untuk inkuiri ini berbentuk kasus untuk dianalisis berdasarkan teori yang ada. c) Questioning Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar. Jika pertanyaan bagus maka akan memberikan rasa ingin tahu kepada peserta didik. d) Learning Community Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 189

190 Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang. e) Modelling Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali informasi, demonstrasi, dan lainlain. Pemodelan ini dapat dilakukan oleh guru (sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain. f) Reflection Yaitu tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari. Sehingga ada respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru. Hasilnya nanti merupakan konstruksi pengetahuan yang baru. Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya yang dapat memberikan imbal balik. g) Autentic Assesment Yaitu menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal iuni berlangsung selama proses pembelajaran secara terintegras. Pada unsur ini dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu test dan non-test. Alternative bentuk yang dapat dilakukan kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal Seorang ahli yang bernama Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran laian daripada konsep pembelajaran konstektual yaitu Student Centered Learning yang intinya yaitu : 1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya. 2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan self nya. 3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 190

191 4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir. Dari kedua konsep tersebut memang tidak ada yang salah dalam pembelajaran. Biasanya yang terjadi kekeliruan adalah pada saat prakteknya. Banyak pengajar yang mempraktekkan sesuka dirinya sehingga jika dikatakan seorang pengajar itu hanya menggunakan satu konsep, itu merupakan pernyataan yang salah. Banyak para pengajar yang menggunakan kombinasi berbagai konsep. Hal ini agar menunjang pembelajaran yang baik dan agar bisa di mengerti oleh siswanya dengan baik. Ketika seorang pengajar menggunakan konsep terdiri hanya satu itupun sebenarnya tidak salah, karena banyak sekali pengajar yang mengajar dengan konsep sama tetapi terjadi perbedaan di teknik-teknik pembelajarannya. Maka haruslah dimengerti untuk konsep ini bebas dilakukan oleh pengajar apakah mimilih satu atau dua konsep (Slameto, 2003). B. Prinsip Perencanaan Pembelajaran 1. Prinsip Pembelajaran Prinsip dikatakan juga landasan. Prinsip pembelajaran menurut Larsen dan Freeman (1986 dalam Supani dkk. 1997) adalah represent the theoretical framework of the method. Prinsip pembelajaran adalah kerangka teoretis sebuah metode pembelajaran. Kerangka teoretis adalah teori-teori yang mengarahkan harus bagaimana sebuah metode dilihat dari segi: a) Bahan yang akan dibelajarkan, b) Prosedur pembelajaran (bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajarkan bahan), c) Gurunya, dan d) Siswanya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 191

192 Prinsip-prinsip pembelajaran dalam bukunya Sugandi, dkk (2000:27) antara lain: a) Kesiapan belajar Faktor kesiapan baik fisik maupun psikologis merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik dan psikologis ini biasanya sudah terjadi pada diri siswa sebelum ia masuk kelas. Oleh karena itu, guru tidak dapat terlalu banyak berbuat. Namun, guru diharapkan dapat mengurangi akibat dari kondisi tersebut dengan berbagai upaya pada saat membelajarkan siswa. b) Perhatian Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek. Belajar sebagai suatu aktifitas yang kompleks membutuhkan perhatian dari siswa yang belajar. Oleh karena itu, guru perlu mengetahui barbagai kiat untuk menarik perhatian siswa pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. c) Motivasi Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif, saat orang melakukan aktifitas. Motivasi dapat menjadi aktif dan tidak aktif. Jika tidak aktif, maka siswa tidak bersemangat belajar. Dalam hal seperti ini, guru harus dapat memotivasi siswa agar siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan baik. d) Keaktifan Siswa Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa sehingga siswa harus aktif. Dengan bantuan guru, siswa harus mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. e) Mengalami Sendiri Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 192

193 Prinsip pengalaman ini sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktifan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri, akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. f) Pengulangan Untuk mempelajari materi sampai pada taraf insight, siswa perlu membaca, berfikir, mengingat, dan latihan. Dengan latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang dipelajari sehingga materi tersebut mudah diingat. Guru dapat mendorong siswa melakukan pengulangan, misalnya dengan memberikan pekerjaan rumah, membuat laporan dan mengadakan ulangan harian. g) Materi Pelajaran Yang Menantang Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh rasa ingin tahu. Dengan sikap seperti ini motivasi anak akan meningkat. Rasa ingin tahu timbul saat guru memberikan pelajaran yang bersifat menantang atau problematis. Dengan pemberian materi yang problematis, akan membuat anak aktif belajar. h) Balikan dan Penguatan Balikan atau feedback adalah masukan penting bagi siswa maupun bagi guru. Dengan balikan, siswa dapat mengetahui sejauh mana kemmpuannya dalam suatu hal, dimana letak kekuatan dan kelemahannya. Balikan juga berharga bagi guru untuk menentukan perlakuan selanjutnya dalam pembelajaran. i) Penguatan atau reinforcement adalah suatu tindakan yang menyenangkan dari guru kepada siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar. Dengan penguatan diharapkan siswa mengulangi perbuatan baiknya tersebut. j) Perbedaan Individual Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 193

194 Masing-masing siswa mempunyai karakteristik baik dari segi fisik maupun psikis. Dengan adanya perbedaan ini, tentu minat serta kemampuan belajar mereka tidak sama. Guru harus memperhatikan siswa-siswa tertentu secara individual dan memikirkan model pengajaran yang berbeda bagi anak didik yang berbakat dengan yang kurang berbakat. 2. Perencanaan Pembelajaran a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran Kaufman dalam buku perencanaan pembelajaran Harjanto tahun 2008 mengatakan perencanaan pengajaran adalah suatu proyek tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan abstrak dan bernilai, didalamnya mencakup elemen-elemen: 1. Mengidentifikasi dan mendokumentasikan kebutuhan. 2. Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diprioritaskan. 3. Spesifikasi rinci hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang diprioritaskan. 4. Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan. 5. Sekuensi hasi yang diperlukan untuk mencapai kebutuhan yang dirasakan. 6. Identifikasi strategi alternative yang mungkin dan alat atau tool untuk melengkapi tiap persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk didalamnya merinci keuntungan dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai. b. Konsep Perencanaan Pembelajaran Disebutkan bahwa konsep perencanaan pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudt pandang, diantaranya: 1. Perencanaan pembelajaran sebagai teknologi, dimana perencanaan pembelajaran akan mendorong penggunaan teknik- Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 194

195 teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori yang konstruktif terhadap pembelajaran. 2. Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem, dimana terdapat susunan sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. 3. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin ilmu, di mana perencanaan pembelajaran merupakan cabang dari suatu pengetahuan yang senantiasa menghasilkan proses yang secara sistemik diimplementasikan. 4. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses. 5. Perencanaan pembelajaran sebagai suatu realitas. c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran Adapun manfaat perencanaan pembelajaran antara lain: 1. Sebagai petunjuk atau arah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. 2. Sebagai pola dasar dalam mengatus tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran. 3. Sebagai alat ukur keefektifan kegiatan pembelajaran. 4. Sebagai bahan dasar penyusunan data untuk memperoleh keseimbangan kerja. 5. Untuk penghematan waktu, tenaga, biaya, alat, dsb. Perencanaan pengajaran mempunyai beberapa faktor yang mendukung tujuan pembelajaran tercapai misalnya : 1. Persiapan sebelum mengajar. 2. Situasi ruangan dan letak sekolah dari jangkauan kendaraan umum. 3. Tingkat intelegensi siswa. 4. Materi pelajaran yang akan disampaikan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 195

196 d. Masalah-masalah Pokok Dalam Perencanaan Pengajaran Hal-hal yang perlu dipertanyakan dalam perencanaan pengajaran adalah: 1. Tujuan dan fungsi pendidikan apa yang harus diprioritaskan dengan masing-masing subsistemnya. 2. Alternative apa yang terbaik yang mungkin untuk dilaksanakan untuk mencapai bermacan tujuan dan fungsi. 3. Seberapa jauh sumberdaya yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat yang akan diikut sertakan dalam pendidikan 4. Siapa yang akan membiayai. 5. Begaimana hendaknya sumber yang diperuntukkan bagi pendidik Terdapat 3 pendekatan terhadap perencanaan pengajaran, yakni: 1. Pendekatan tuntutan social Tuntutan social diartikan sebagai kumpulan tuntutan umum untuk memperoleh pendidikan. Ada beberapa kritik terhadap pendekatan ini: a. Pendekatan ini mengabaikan masalah alokasi sumber nasional dan menganggap bahwa tidak menjadi persoalan berapa banyak sumber itu dialokasikan kesektor pendidikan. b. Tidak mempedulikan apakah tenaga kerja terdahulu banyak atau terlalu sedikit. c. Pendidikan menjadi suatu bentuk investasi modal yang kurang produktif. d. Menurunnya kualitas guru dan wibawa mereka secara drastis. 2. Pendekatan tenaga kerja Pendekatan tenaga kerja melalui pendidikan merupakan syarat penting dalam investasi strategis terhadap pembangunan nasional, namun dalam pelaksanaannya terdapat kelemahan: Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 196

197 a. Hanya mampu memberi bimbingan yang terbatas kepada para perencana. b. Klasifikasi pekerjaan dan perbandingan tenaga kerja antara profesi kurang sesuai dengan kebutuhan nyata. c. Mengingat cepatnya perubahan teknologi yang sekaligus menuntut kualifikasi tenaga yang berbeda-beda, sehingga tidak mungkin mengadakan estimasi yang akurat tentang kualifikasi tenaga kerja pada masa akan dating. d. Tenaga kerja terjerat dalam pola pikir yang sempit karna asumsi bahwa ekonomi menciptakan kebutuhan tenaga kerja sedangkan pendidikan bersifat pasif mengikutinya 3. Pendekatan nilai imbalan Pendekatan ini mengatasi alokasi sumber dana nasional yang terjadi pada pendekatan social dan tenaga kerja. Masalah ini diatasi dengan mencari keseimbangan antara keuntungan dan kerugian dari alternative yang dipilih. Mencari alternative dan mengkaji tentang biaya dan manfaat yang diperoleh kemudian memilih alternative yang dirasa paling menguntungkan. Pendekatan ini mempunyai kelemahan: a. Data dasar yang akurat untuk menghitung untung rugi dalam dunia pendidikan sangat sulit, terutama yang menyangkut taksiran biaya peserta didik. b. Sangat menghitung keuntungan yang diperoleh akibat pendidikan masa mendatang. Makin tinggi tambahan pendapat yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan selama mengikuti pendidikan, maka alokasi semakin baik. Namun hal ini berakibat adanya perbedaan tingkat atau jenis pendidikan dimasa lalu dan masa mendatang c. Kemungkinan mereka tertarik pada analisis statistik akan mengatakan bahwa tambahan pendapatan yang diperoleh Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 197

198 diluar factor pendidikan dapat dipisahkan melalui penelitian itu dilakukan secara benar namun belum membri kepastian yang mutlak. e. Proses Perencanaan 1. Tahap perencanaan, meliputi: a. Menciptakan atau mengadakan badan atau bagian yang bertugas dalam melaksanakan fungsi perencanaan. b. Menetapkan prosedur perencanaan. c. Mengadakan reorganisasi struktural internal administrasi agar dapat berpartisipasi dalam proses implementasinya. d. Menetapkan mekanisme serta prosedur untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang akan diperlukan dalam perencanaan. 2. Tahap perencanaan awal Membandingkan output yang diharapkan dengan apa yang telah dicapai sekarang untuk mengetahui apakah rencana yang dilaksanakan relevan, efektif dan efesien. 3. Tahap formulasi rencana, meliputi: a. Menyiapkan seperangkat keputusan yang diambil oleh pemegang otoritas. b. Menyediakan pola dasar pelaksanaan yang menjadi pegangan berbagai unit organisasi yang bertanggung jawab dalam implementasi keputusan 4. Tahap elaborasi rencana, meliputi: a. Membuat program adalah membagi rencana kedalam beberapa program pelaksanaan dengan tujuan spesifikasi masing-masing. b. Identifikasi dan formulasi proyek adalah program terbagi dalam beberapa proyek yang Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 198

199 diidentifikasikan secara tuntas agar dapat dilaksanakan. Formulasi proyek merupakan tugas merinci siapa pelaksana, berapa biaya, jangka waktu, dan hal-hal yang dianggap perlu. 5. Tahap implementasi rencana Pada saat ini perencanaan bergabung dengan proses pelaksanaan atau menajemennya. Sumber-sumber daya manusia, dana, dan materil dialokasikan, jadwal dan waktu ditetapkan, pelaksanaan proyek, pemberian tugas dan sebagainya. 6. Tahap evaluasi dan perencanaan ulang Evaluasi memberikan 2 makna: a. Memberikan gambaran tentang kelemahan rencana. b. Sebagai bahan diagnosis dan sebagai bahan dalam membuat rencana ulang. f. Jenis perencanaan 1. Menurut Besaran atau magnitude: a. Perencanaan Makro Perencanaan yang mempunyai telaah nasional, yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh, tujuan yang ingin dicapai, dan cara-cara yang dicapai dalam mencapai tujuan tersebut. b. Perencanaan Meso Kebijakan yang ditetapkan dalam perencanaan macro dijabarkan dalam program-program yang lebih kecil. Perencanaan ini bersifat operasional sesuai keadaan daerah, departemen dan unit lainnya. c. Perencanaan Mikro Perencanaan yang lebih spesifik dari perencanaan meso yang memperhatikan karakteristik lembaga pendidikan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 199

200 2. Menurut Telaahnya: a. Perencanaan Strategi Berkaitan dengan penetapan tujuan, pengalokasian sumber-sumber dalam mencapai tujuan dan kebijakan yang dipakai sebagai pedoman. b. Perencanaan Manajerial Perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan proses pelaksanaan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efesien. c. Perencanaan Operasional Memusatkan perhatian pada apa yang akan dikerjakan pada tingkat pelaksanaan dilapangan dari rencana menejerial. 3 Menurut Jangka Waktunya: a. Perencanaan Jangka Panjang: tahun. b. Perencanaan Jangka Menengah: 4-10 tahun. c. Perencanaan Jangka Pendek: 1-3 tahun. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 200

201 BAB IX DESAIN PEMBELAJARAN A. PENGERTIAN DESAIN PEMBELAJARAN Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan Persiapan. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu Persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkahlangkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu (Rohani, 2004: 67). Herbert Simon, mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun (Sanjaya, 2011:65). Khususnya terdapat beberapa pendapat ahli (Prawiradilaga, 2008: 15) tentang pengertian desain pembelajaran yaitu: 1. Rothwell dan Kazanas, merumuskan bahwa desain pembelajaran terkait dengan peningkatan mutu kinerja seseorang dan pengaruhnya terhadap organisasi. Bagai mereka, peningkatan kinerja berarti peningkatan kinerja organisasi. Desain pembelajaran dalam konteks ini, yakni melakukan kegiatan melalui suatu model kinerja manusia, rumusan ini bermanfaat apabila desain pebelajaran diterapkan pada suatu pusat pelatihan di organisasi tertentu. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 201

202 2. Gagne, dkk. Megembangkan konsep desain pembelajaran dengan menyatakan bahwa desain pembalajaran memantu proses belajar seseorang, dalam proses belajar itu sendiri memiliki tahapan janka pendek (segera harus dilakukan) dan jangka panjang. Mereka percaya proses belajar terjadi karena adanya kondiri-kondisi belajar baik internal maupun eksternal. Kondisi internal adalah kemampuan dan kesiapan diri peserta didik, sedang kondisi eksternal adalah pengaturan lingkungan yang didesain, penyiapan kondisi eksternal belajar inilah yang disebut oleh mereka sebagai desain pembelajaran. Untuk itu, desain pembelajaran haruslah sistematis, dan menerapkan konsep pendekatan sistem agar berhasil meningkatkan mutu kinerja seseorang, mereka percaya bahwa proses belajar yang terjadi secara internal, dapat ditumbuhkan, diperkaya jika faktor eksternal dapat didesain dengan efektif. 3. Reiser, mengemukakan bahwa desain pembelajaran berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan dengan konsisten dan teruji. Desain pembelajaran juga sebagai proses yang rumit tapi kreatif, aktif, dan berulang-ulang. Definisi ini berakna sistem pelatihan yaitu pendidikan di organisasi, serta proses yang teruji dan dapat dikaji ulang penerapannya. 4. Dick and Carey, pakar teknologi pendidikan ini menegaskan penggunaan konsep pendekatan sistem sebagai landasan pemikiran suatu desain pembelajaran umumnya pendekjatan sistem terdiri atas analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Desain pembelajaran mencakup seluruh proses yang dilaksanakan pada pendekatan sistem. Teori belajar, teori evaluasi dan teori pembelajaran merupakan teori-teori yang melandasi desain pembelajarn. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 202

203 Pada bukunya Hamzah Uno (2007) yang dikutip dari para ahli mengatakan beberapa pendapat tentang pengertian desain pembelajaran yaitu: 1. Cunningham, mengemukkan desain ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-imajinasi, dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapt diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. 2. Stephen P. Robbins, memberikan definisi desain yaitu suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan. Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan (Sanjaya, 2011: 66). Defenisi lain yaitu suatu cara yang memuaskan, untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah asntisifatip guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2014: 83). Desain pembelajaran adalah suatu pemikiran atau persepsi untuk melaksanakan tugas mengajar pengajaran untuk menerapkan prinsip-prinsip pengajaran serta melalui langkah-langkah pengajaran.dengan demikian guru sebagai desainer pengajar sekaligus sebagai pengelola pengajaran, guru perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam menyusun desain pengajaran (Asmadawati, 2012: 1). Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh dua factor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Factor internal adalah factor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 203

204 siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Menurut Gagne, kondisi internal dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal. Jadi dengan demikian, suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut. Dari beberapa pengertian di atas, maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. B. FUNGSI DESAIN PEMBELAJARAN Perencanaan pengajaran memaikan peran penting dalam memadu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswa. Terdapat beberapa manfaat desain pembelajaran dalam proses belajar mengajar (Asmadawati, 2012: 5-6), yaitu: 1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan 2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenag bagi setiap unsure yang terlibat dalam kegiatan. 3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsure. 4. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pengajaran. 5. Untuk bahan penyusununan data agar terjadi keseimbangan kerja. 6. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 204

205 C. KOMPONEN DESAIN PEMBELAJARAN Esensi desain pembelajaran mengacu kepada empat komponen inti yaitu: 1. Peserta didik Beberapa istilah yang berkembang diindonesia terkait dengan peserta didik, diantaranya mahasiswa, peserta didik, siswa, peserta pelatihan, dan seterusnya. Apapun desain desain mata mata pelajaran yang telah disampaikan, perlu diketahui bahwa sebenarnya dilakukan oleh para desainer adalah menciptakan situasi belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan peserta didik merasa nyaman dan termotivasi dalam proses belajarnya (Prawiradilaga, 2008). 2. Tujuan Pembelajaran Setiap rumusan tujuan pembelajaran selalu dikembangkan berdasarkan kompetensi atau kinerja yang harus dimiliki oleh peserta didik jika ia selesai belajar. Seandainya tujuan pembelajaran atau kompetensi yang dinilai sebagai suatu yang rumit, maka tujuan pembelajaran tersebut dirinci menjadi subkompetensi yang dapat mudah dicapai.desain pembelajaran memadukan pihak kebutuhan peserta didik dengan kompetensi yang harus dia kuasai nanti setelah selesai belajar dengan persyaratan tertentu dalam kondisi yang sudah ditetapkan. 3. Metode Metode terkait dengan strategi pembelajaran yang sebaiknya diantara metode agar proses belajar berjalan dengan mulus. Metode adalah cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk menyampaikan materi ajar. Langkah ini sangat penting karena metode inilah yang menentukan situasi belajar yang sesungguhnya. Kepiawaian seorang desainer pembelajaran juga terlihat dalam cara dia menentukan metode ini. Metode sebagai strategi pembelajaran biasa dikaitakan dengan media dan waktu yang tersedia untuk belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 205

206 4. Penilaian Konsep ini menganggap menilai hasil belajar peserta didik sangat penting.indicator keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar ini.seringkali penilaian diukur dengan kemampuan menjawab soal dengan benar. D. DESAIN MATERI PEMBELAJARAN 1. Pengertian Materi Pembelajaran Sebelum guru memasuki kelas, ia harus merancang muatan tentang apa yang harus disampaikan kepada siswanya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan pengalaman belajar siswa nantinya mengandung muatan pelajaran yang mencakup kebutuhan siswa itu sendiri. Muatan pelajaran adalah materi yang disusun oleh guru atau tenaga pengajar yang diambil dari sumber utama dan sumber penunjang. Atau dalam pengertian lain bahan atau materi pelajaran (learning materials) adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu. Materi pembelajaran atau materi ajar (instructional materials) adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standart kompetensi yang telah ditentukan. Materi pembelajaran pada hakikatnya merupakan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan sebagai isi dari suatu mata pelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa materi pelajaran adalah berbagai pengalaman yang akan diberikan kepada siswa selama megikuti proses pendidikan atau proses pembelajaran. Bahan atau materi pembelajaran (learning materials) adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka pencapaian Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 206

207 standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu. Materi pelajaran merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran, bahkan dalam pembelajaran yang berpusat pada materi pelajaran (subject-centered teaching), mater pelajaran merupakan inti dari kegiatan pembelajaran. Menurut subject sentered teaching keberhasilan suatu proses pembelajara ditentukan oleh seberapa banyak siswa dapat menguasai materi kurikulum. Materi pelajaran dapat dibedakan menjadi: a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan menunjuk pada informasi yang disampaikan dalam pikiran (mind) siswa, dengan demikian pengetahuan berhubungan dengan berbagai informasi yang harus dihafal dan dikuasai oleh siswa, sehingga manakala diperlukan siswa dapat mengungkapkan kembali. b. Keterampilan (skill) Menunjuk pada tindakan tindakan- tindakan (fisik dan non fisik) yang dilakukan seseorang dengan cara yang kompeten untuk mencapai tujuan tertentu. c. Sikap (attitude) Sikap menunjuk pada kecerdasan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini keberadaannya oleh siswa. 2. Prinsip-prinsip Pemilihan Materi Pembelajaran Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. a. Prinsip relevansi Artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 207

208 standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai mahasiswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan. b. Prinsip konsistensi Artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa empat macam, bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa adalah pengoperasian software yang meliputi pembukaan menu, pemasukan data, penyimpanan data, dan pemanggilan data maka materi yang diajarkan juga harus meliputi cara membuka menu, teknik pemasukan data dan penyimpanan serta pemanggilan data. c. Prinsip kecukupan Artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu mahasiswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya. 3. Merancang dan Mengorganisir Materi Pelajaran Rencana pembelajaran ini dibuat oleh para guru untuk setiap kali pertemuan atau bisa juga untuk 4 atau 5 kali peremuan sekaligus. Dalam mendesain pembelajaran ada beberapa unsur yang terpenting yaitu: a. Tujuan Instruksional b. Bahan Pengajaran c. Kegiatan Belajar d. Metode dan Alat Bantu Mengajar dan evaluasi. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 208

209 Untuk mendesain materi, langkah pertama sebelum seorang guru memulai mendesain materi-materi pembelajaran dalam bentuk apapun adalah mengumpulkan sebanyak mungkin informasiinformasi yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan mata pelajaran yang hendak diajarkan. Informasi-informasi itu mungkin didapatkan dalam bentuk hard copy, soft copy melalui perpustakaan, internet dan atau konsultasi dari beberapa sumber, di antaranya adalah: a. Referensi baik yang utama atau sekunder b. Jurnal-jurnal ilmiah c. Hasil penelitian terbaru d. Buku ajar yang sudah dipakai sebelumnya e. RPP yang ada sebelumnya f. Silabus, kurikulum g. Konsultasi dengan guru senior h. Konsorsium keilmuan Tahap-tahap yang harus ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran adalah: a. Tahap Pra Instruksional, yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai proses pembelajaran adalah : 1) Menanyakan kehadiran siswa. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai. 3) Mengajukkan pertanyaan mengenai pelajaran yang telah dibahas. 4) Mengulang pelajaran secara singkat, tapi mencakup semua bahan. b. Tahap Instruksional yaitu tahap pemberian bahan pelajaran meliputi : 1) Menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. 2) Menjelaskan pokok materi yang akan dibahas. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 209

210 3) Membahas pokok materi yang telah dituliskan. 4) Memberikan contoh konkrit pada setiap pokok materi yang telah dibahas. 5) Menggunakan media untuk mempermudah pemahaman siswa 6) Menyimpulkan hasil bahasan c. Tahap Evaluasi, ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap Instruksional diantaranya : 1) Mengajukkan pertanyaan kepada beberapa siswa mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari. 2) Akhiri pelajaran dengan memberitahukan materi yang akan dibahas berikutya. 3) Memberi tugas atau PR kepada siswa untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai yang telah dibahas. 4) Bila pertanyaan yang diajukkan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 70 %) maka guru harus mengulang pelajaran (Uno, 2009). Menurut konsep penyusunan desain instruksional secara sistematis, buku-buku teks hanyalah merupakan salah satu sumber untuk memilih materi (bahan) pelajaran. Materi yang harus diajarkan untuk suatu bidang studi adalah dinamis, dalam arti berubah dari waktu ke waktu, tidak statis seperti tercantum di dalam buku-buku teks. Oleh karena itu, para guru atau dosen di dalam memilih sumber materi perlu memperhatikan penerhitan-penerbitan berkala seperti majalah, jurnal, para konsultan yang berpengalaman, termasuk pengalaman praktek para guru/dosen sendiri di dalam mengadakan penelitian dan lain-lain sumber yang sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 210

211 Adapun aspek-aspek dalam mendesain suatu materi pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Fakta b. Konsep c. Prosedur d. Prinsip e. Nilai f. Keterampilan Cara yang paling mudah untuk mengetahui apakah materi yang akan diajarkan termasuk fakta, konsep, prosedur atau prinsip ialah dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah siswa diminta untuk mengingat nama suatu obyek, simbol atau suatuperistiwa? Kalau jawabannya "ya", maka materi pelajaran tersebut termasuk dalam kategori "fakta". Contoh: Seorang guru mengajarkan bentuk dan susunan negara RI, seorang guru SD mengajarkan nama-nama ibu kota propinsi di seluruh Indonesia. b. Apakah siswa diminta untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan beberapa contoh sesuai dengan suatu definisi? Kalau "ya" berarti yang diajarkan tersebut adalah "konsep". Contoh: Seorang guru mengajarkan definisi atau pengertian mubtada dan khabar, kemudian member contoh sesuai definisi masing-masing. c. Apakah siswa diminta untuk menjelaskan langkah-langkah, prosedur secara urut, atau memecahkan suatu masalah atau membuat sesuatu? Bila "ya", maka materi pelajaran tersebut termasuk "prosedur".contoh: Seorang dosen mengajarkan bagaimana proses penyusunan undang-undang. Seorang guru mengajarkan bagaimana membuat magnit buatan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 211

212 d. Apakah siswa diminta untuk mengemukakan hubungan antara beberapa konsep, atau menerangkan keadaan ataupun hasil hubungan antara berbagai macam konsep? Bila "ya", berarti materi pelajaran tersebut termasuk dalam kategori "prinsip". Contoh: Dosen menerangkan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas ekonomi. Guru menerangkan sebab-sebab terjadinya gerhana bulan atau matahari. Nilai akhir dari sebuah informasi terletak pada kegunaan praktisnya. Karena itu tujuan utama sebagian besar program program pengajaran adalah menyiapkan siswa untuk menerapkan fakta dan konsep yang telah dipelajarinya. Persiapan ini dilakukan dengan meminta siswa untuk memecahkan masalah, menjelaskan situasi, mencari penyebab, meramalkan akibat, dan seterusnya. Istilah pemecahan masalah umumnya digunakan untuk menunjukkan jenis kegiatan ini sebagai tingkat tertinggi dalam kegiatan intelektual. Materi dikemas berdasarkan tujuan, kompetensi dan indikator belajar yang telah dikembangkan sebelumnya. Kesesuaian materi yang dikemas dengan tujuan, kompetensi dan indikator merupakan jaminan bagi tercapainya hasil belajar yang diharapkan, demikian juga sebaliknya, bila materi dikemas tidak merujuk pada tujuan, kompetensi dan indikator, maka akan menjauhkan kea rah capaian hasil belajar yang optimal. Dalam merancang materi pembelajaran terdapat beberapa kriteria khusus yang harus difahami oleh guru, yaitu: a. Terdapat strategi belajar mengajar. b. Sesuai dengan kriteria tujuan instruksional. c. Materi pelajaran supaya terjabar. d. Relevan dengan kebutuhan siswa. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 212

213 e. Kesesuaian dengan kondisi masyarakat. f. Materi pelajaran mengandung segi-segi etik. g. Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis. h. Materi pelajaran bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat. Bidang studi yang diajarkan terkait dengan ilmu yang terstruktur. Pokok bahasan sajian akan membantu merumuskan tujuan instruksional sebagai patokan atau sarsaran yang harus dicapai oleh guru. Tujuan instruksional ini memang telah digariskan secara umum dalam GBPP pada setiap pokok pembelajaran, akan tetapi tujuan instruksional khusus atau tujuan secara terinci akan dirancang oleh guru yang mengajar. Alat dan sumber berupa buku pelajaran yang akan digunakan oleh guru sebagai rujukan harus disesuaikan dengan kurikulum. Muatan pelajaran biasanya selalu berubah-ubah karena diperkaya dengan infornasi yang komplek. Materi atau bahan pembelajaran merupakan bagian terpenting bagi terleksananya proses pembelajaran, yang tertuang dalam kurikulum yang harus dikuasai oleh guru dan peserta didik.sumber-sumber materi pelajaran antara lain meliputi: a. Tempat atau lingkungan. b. Orang atau narasumber. c. Objek. d. Bahan cetak dan non cetak. Materi pelajaran dapat dibedakan menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan menunjukkan kepada informasi yang disimpan dalam pikiran (mind) peserta didik, dengan demikian pengetahuan berhubungan dengan berbagai informasi yang harus difahami dan dikuasai peserta didik. Keterampilan (skill) Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 213

214 menunjukkan pada tindakan-tindakan(baik fisik maupun non fisik) yang dilakukan oleh seseorang dengan cara yang kompeten untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap menunjukkan kepada kecenderungan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini kebenarannya oleh peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang telah dirancang oleh guru harus sudah terseleksi dan terorganisir disesuaikan dengan tingkat kemampuan belajar siswa yang akan belajar, apakah muatan itu pada ranah pengetahuan pada tingkat rendah, menengah atau tinggi. Demikian juga ranah pemahaman dan ranah keterampilan. Guru memberi materi yang terstruktur mulai dari tingkat yang paling mudah sampai pada tingkat yang sulit. Dalam memperhatikan tujuan pembelajaran, guru mengkaji perilaku awal siswa yang akan dibawa sampai ke perilaku sesuai dengan tujuan, hal ini sisesuaikan dengan taksonomi Benyamin S. Bloom bahwa anak didik terdiri dari ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi. Secara hierarkis guru memberikan pengetahuan kepada peserta didik dimulai dari jenjang awal yaitu pengetahuan. Pengetahuan ini sebagai dasar untuk mengembangkan informasi lebih lanjut, sehingga setelah itu siswa dapat meningkatkan pemahamannya. Pengetahuan dan pemahaman digolongkan pada tingkat rendah. Sedangkan pengetahuan tingkat menengah siswa adalah ketika siswa mampu menerapkan dan menganalisis informasi. Siswa mampu melakukan pengetahuan tingkat menengah jika mereka telah dibekali pengetahuan awal atau rendah. Selanjutnya pengetahuan tingkat tinggi adalah siswa dapat mensintesis dan mengevaluasi informasi. Sedangkan menurut Merril, berpikir kognitif mencakup ragam pengetahuan fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Ragam pengetahuan fakta hanya perluuntuk diingat saja. Sedangkan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 214

215 konsep, seperti rumus, dapat diingat atau dihafal, diterapkan dan ditemukan (rumus baru). Demikian pula halnya dengan prinsip dan prosedur (Prawiladilaga, 2007: 44). Ranah afektif mencakup menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan, karya dan ketelitian. Ranah ini menyangkut sikap dan apresiasi. Ranah ini juga memperinci tujuan instruksional lebih sukar dalam istilah yang dapat diamati dan diukur. Misalnya bagaimana seseorang bisa mengukur sikap orang yang loyal kepada atasannya atau seseorang menghargai gagasan atau karya tulis orang lain. Ranah psikomotorik mencakup persepsi, kesiagaan, respon terarah, dan adaptasi. Demikian juga ranah ini tidak hirarkis, tetapi sekedar mengklasifikasi saja, sehingga gerakan seluruh badan tidak lebih tinggi dibanding dengan gerakan yang terkoordinasi komunikasi non verbal bukan lebih tinggi atau lebih rendah dibanding kebolehan dalam berbicara. 4. Mengembangkan dan Memilih Materi Pembelajaran Setelah tahap perencanaan, hal yang dilkukan seorang guru adalah mengembangkan dan memilih materi pembelajaran. Dalam tahap ini Dick and Carey (1985) menyarakan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu: a. Pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukan kedalam bahan, kecuali pra tes dan pasca tes. b. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajran. Peran pengajar akan bertambah dalam penyampaian pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tnpa bantuan pengajar, jika tidak ada, maka pengajar harus memberi penjelasan. c. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 215

216 disusunnya. Pengajar menggunakan strategi pembelajaranya sebagai pedoman, termasuk latihan dan kegiatan kelompok. Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbarui pembelajran apabila terjadi perubahan isi. Sedangkan kerugiannya adalah sebagian besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik (mahasiswa) (Uno, 2009: 97). E. DESAIN KOMPETENSI PEMBELAJARAN 1. Pengertian Kompetensi Pembelajaran Pengertian kompetensi berdasarkan definisi Mendiknas (SK.04/U/ 2002), bahwa kompetensi merupakan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang tertentu. Pengertian dari Mendiknas ini mengandung tiga hal pokok yang menjadi potensi dalam kompetensi. Ketiga hal tersebut yaitu akal berpikir (mental) yang berupa seperangkat tindakan cerdas, potensi perasaan (emosi) berupa rasa penuh tanggung jawab, dan potensi untuk melaksanakan tugas-tugas. Menurut R.M. Guion dalam Spencer and Spencer mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Mereka juga mengkatagorikan kompetensi ke dalam dua bagian, yaitu Threshold Competences dan Differentianting Competence. Threshold Competences adalah karakteristik esensial (biasanya pengetahuan atau keterampilan dasar, seperti kemampuan membaca) Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 216

217 yang seseorang butuhkan untuk menjadi efektif dalam suatu pekerjaan, tetapi bukan untuk membedakan pelaku superior dari yang rata-rata. Contoh, pengetahuan pedagang tentang produk atau kemampuan mengisi faktur. Differentiating Competences membedakan pelaku yang superior dari yang biasanya. Contoh orientasi prestasi yang diekspresikan dalam tujuan seseorang adalah lebih tinggi dari yang dikehendaki oleh organisasi. Dalam proses belajar mengajar, keberhasilan kompetensi peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud belajar. Dengan adanya desain kompetensi pembelajaran, penilaian pembelajaran yang berdasarkan kompetensi dapat dilakukan secara objektif berdasarkan hasil kerja dengan bukti penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. 2. Karakteristik Kompetensi Pembelajaran Menurut Spencer and Spencer, kompetensi terdiri dari 5 karakteristik yaitu: a. Motives Hal ini dimaksudkan bahwa seseorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya seseorang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberikan tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggungjawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam umpan balik untuk memperbaiki diri. Jadi kompetensi pembelajaran yang baik adalah kompetensi yang dapat memberikan motivasi kepada peserta didik sehingga menghasilkan prestasi yang baik dan dapat memberikan tantangan untuk menjadi lebih baik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 217

218 b. Traits Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon. Kompetensi pembelajaran membuat peserta didik memiliki watak dimana watak tersebut dijadikan patokan dalam berperilaku sehingga kompetensi pembelajaran harus membuat peserta didik yang berwatak baik. c. Self concept Self concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai tersebut diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi kompetensi pembelajaran memuat penilaian peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. d. Knowledge Knowledge diartikan sebagai informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang sangat kompleks. Jadi kompetensi pembelajaran memuat pengetahuan yang akan diberikan kepada peserta didik. e. Skills Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dalam kompetensi pembelajaran harus diketahui dengan jelas kemampuan apa yang akan didapatkan peserta didik. 3. Unsur atau Elemen yang Terkandung dalam Konsep Kompetensi a) Pengetahuan (knowlegde), yaitu kesadaran dibidang kognitif. Misalnya seorang guru mengetahui cara melaksankan kegiatan identifikasi, penyuluhan, dan proses pembelajaran terhadap warga belajar. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 218

219 b) Pengertian (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan efektif yang dimiliki siswa. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan kegiatan harus memiliki pemahaman yang baik tentagn keadaan dan kondisi warga belajar di lapangan, sehingga dapat melaksanakan program kegiatan secara baik dan efektif. c) Keterampilan (skill), yaitu kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, kemampuan yang dimiliki oleh guru untuk menyusun alat peraga pendidikan secara sederhana. d) Nilai (value), yaitu suatu norma yang telah diyakini atau secara psikologis telah menyatu dalam diri individu. e) Minat (interest), yaitu keadaan yang mendasari motovasi individu, keinginan yang berkelanjutan, dan orientasi psikologis. Misalnya, guru yang baik selalu tertarik kepada warga belajar dalam hal membina, dan memotivasi mereka supaya dapat belajar sebagaimana yang diharapkan. 4. Tujuan Pembelajaran Tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan agar tercapai. Artinya bahwa tujuan menjadi pedoman yang memberi arah bagi segala aktifitas dan kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain tujuan merupakan standar usaha yang dapat dilakukan dan diupayakan agar dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan. Sedangkan pembelajaran dalam arti sempit adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam arti luas pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam rangka memahami mata pelajaran. Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 219

220 adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu diskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: a. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. b. Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. c. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan mengajarnya secara lebih mandiri. d. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar. e. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran. f. Memudahkan guru mengadakan penilaian. Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu pernyataan tentang kecakapan, keterampilan atau kompetensi yang diwujudkan dalam bentuk tulisan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 220

221 untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan mampu dicapai oleh peserta didik sebagai hasil belajar. Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, antara lain: a. Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat b. Guru dapat menetapkan berapa banyak materi yang akan disampaikan dalam setiap pelajaran c. Memudahkan guru untuk menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat d. Memudahkan guru untuk mengukur keberhasilan siswa dalam belajar e. Dapat menjamin bahwa hasil belajar siswa lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas. f. Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit g. Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan dalam keperluan belajar h. Mempermudah guru untuk menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar yang paling cocok dan menarik. 5. Ruang Lingkup Tujuan Pembelajaran Harjanto (dalam Asmawati, 2014: 4) menjelaskan bahwa tingkatan dan karakteristik tujuan pembelajaran meliputi: (1) tujuan pendidikan nasional, (2) tujuan institusional, (3) tujuan kurikuler, (4) tujuan pembelajaran umum, (5) tujuan pembelajaran khusus. a. Tujuan pendidikan nasional Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan yang ingin dicapai dan didasari oleh falsafah Negara Indonesia (didasari oleh pancasila). Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan dari Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 221

222 keseluruhan satuan, jenis dan kegiatan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal dalam konteks pembangunan nasional. Tujuan pendidikan nasional indonesia adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Bab II pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003). b. Tujuan Institusional Tujuan institusional merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap sekolah atau lembaga pendidikan. Tujuan institusional ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri-sendiri. Tidak seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional lebih bersifat kongkrit. Tujuan institusional ini dapat dilihat dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan. c. Tujuan Kurikuler Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini dapat dilihat dari GBPP (Garis - garis Besar Program Pembelajaran) setiap bidang studi. Tujuan kulikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional sehingga akumulasi dari setiap tujuan kulikuler ini akan menggambarkan tujuan istitusional. Artinya, semua tujuan kulikuler yang ada pada suatu lembaga pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional yang bersangkutan. d. Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik. Tujuan pembelajaranumum ini Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 222

223 dapat dilihat dari tujuan setiap pokok bahasan suatu bidang studi yang ada di dalam GGBP, silabus atau RPP. Contoh: tujuan pembelajaran umum: Siswa mampu menjelaskan tentang Thaharah e. Tujuan Pembelajaran Khusus Tujuan pembelajaran khusus merupakan penjabaran dari tujuan pembelajaran umum. Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan pembelajaran umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya. Contoh: tujuan pembelajaran khusus: siswa mampu menjelaskan pengertian thaharah, siswa mampu menyebutkan macam-macam thaharah f. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Taksonomi tujuan pembelajaran merupakan suatu kategorisasi tujuan pembelajaran, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi seoarang guru. Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan intruksional pengajaran yang diasuhnya lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotorik. Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan,yakni: kawasan (1) Kognitif, (2) Afektif, (3) Psikomotorik. a. Kawasan Kognitif Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 223

224 dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan kognitif ini terdiri atas 6 tingkatan yang secara hierarkis berurut dari yang paling rendah (pengetahuan) sampai ke yang paling tinggi (evaluasi) dan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Tingkat Pengetahuan (knowledge): mengingat, menghafal. 2) Tingkat Pemahaman (comprehension): menerjemahkan, menginterpretasi. 3) Tingkat Penerapan (application): menggunakan konsep prinsip dan prosedur. 4) Tingkat Analisis (analysis): memecahkan konsep menjadi bagian-bagian. 5) Tingkat Sintesis (synthesis): menggabungkan bagianbagian menjadi satu kesatuan. 6) Tingkat Evaluasi (evaluation): menggabungkan nilai-nilai, ide-ide dengan standar. b. Kawasan Afektif (Sikap dan Perilaku) Kawasan afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afeksi ini ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks adalah sebagai berikut; 1) Kemauan Menerima 2) Kemauan Menanggapi 3) Berkeyakinan 4) Penerapan Karya 5) Ketekunan dan ketelitian c. Kawasan Psikomotor Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 224

225 Domain psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Sebagaimana kedua domain yang lain, domain ini juga mempunyai berbagai tingkatan. Urutan tingkatan dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks (tertinggi) adalah; 1) Persepsi 2) Kesiapan melakukan suatu kegiatan 3) Mekanisme 4) Respons terbimbing 5) Kemahiran 6) Adaptasi 7) Originasi 6. Indikator Pembelajaran Indikator merupakan rumusan kompetensi yang lebih spesifik yang menunjukan ciri-ciri penguasaan suatu kompetensi dasar atau sub kompetensi. Sebuah kompetensi dasar memiliki beberapa bukti atau tanda penguasaan. Menurut E. Mulyasa, indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Idikator juga dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan dalam rapat kerja operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat penilaian. Sedangkan menurut Darwin Syah indikator pembelajaran adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respon yang dilakukan siswa, untuk menunjukkan bahwa siswa memiliki kompetensi dasar tertentu. Jadi indikator adalah kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 225

226 pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu. Adapun dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangakan beberapa hal sebagai berikut: a. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam kompetensi dasar. b. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan sekolah. c. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan atau daerah. Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi 3 indikator. b. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik. c. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi. d. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencangkurp 2 aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran. e. Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran, sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai. f. Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencangkup ranah kognitif, afektif, dan atau psikomotorik. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 226

227 7. Penyusunan Desain Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran Sebelum dilakukan penyusunan desain kompetensi dan tujuan pembelajaran, terlebih dahulu harus dipertimbangkan beberapa aspek terkait proses pembelajaran tersebut. Penyusunan ini harus disesuaikan dengan tabiat ilmu yang akan dikembangkan. Selain itu, disesuaikan pula dengan desain kurikulum yang ada dengan mempertimbangkan visi, misi dan tujuan lembaga penyelenggara pembelajaran tersebut serta program studi atau jurusan yang ada. Desain kompetensi yang berdasarkan visi sekolah dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan idealisme pendiri dan harapan stakholder. Selain pertimbangan kurikulum, adanya profil lulusan program studi juga membantu untuk mempermudah dalam mendesain kompetensi. Hal ini lantaran materi pada profil akan terlihat tingkat harapan lulusan kompetensi utama dan kompetensi pendukung program studi. Oleh karena itu, profil ini akan dapat menuntun penyusunan desain kompetensi dengan lebih mudah dan terarah sesuai dengan arah tujuan suatu program studi. 8. Hubungan Kompetensi Pembelajaran dengan Tujuan Pembelajaran Dalam kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan yang harus dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Dalam pembangunan konteks pengembangan kurikulum, kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam dalam pola prilaku sehari-hari. Dalam kurikulum, kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dijadikan sebagai standar dalam pencapaian tujuan kurikilum. Baik guru dan siswa perlu memahami Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 227

228 kompetensi yang harus dicapai dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Pemahaman ini diperlukan untuk memudahkan dalam merancang strategi keberhasilan. Dalam kompetensi sebagai tujuan, di dalamnya terdapat beberapa aspek, yaitu: a. Pengetahuan (knowledge) b. Pemahaman (undestanding) c. Kemahiran (skill) d. Sikap (attitude) e. Minat (interest) Sesuai dengan aspek-aspek di atas, maka tampak bahwa kompetensi sebagai tujuan dalam kurikulum itu bersifat kompleks. Artinya bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kecakapan, nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai rasa tanggung jawab. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai dalam kompetensi ini adalah bagaimana memberikan pemahaman dan penguasaan materi agar dapat mempengaruhi cara bertindak dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari. 9. Kompetensi Guru dan Kompetensi Siswa Kompetensi seorang guru yang baik itu adalah sebagai berikut: a. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogic atau akademik ini menunjukkan kepada kemampuan guru untuk mengelola proses belajar mengajar, termasuk di dalamnya perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar mengajar dan pengembangan siswa sebagai individu-individu. Kompetensi pedagogik meliputi: 1) Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, social, cultural, emosional, dan intelektual. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 228

229 2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. 4) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. b. Kompetensi Pribadi Kompetensi ini mengkaji dedikasi dan loyalitas guru. Mereka harus tegar, dewasa, bijak tegas, dapat menjadi contah bagi para siswa dan memilki kepribadian mulia. Kompetensi pribadi meliputi: 1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hokum, social, dan kebudayaan nasional Indonesia. 2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berahklak mulia, dan teladan bagi siswa dan masyarakat. 3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantab, stabil dan dewasa, arif dan berwibawa. 4) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. 5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. c. Kompetensi Professional Kompetensi ini menunjukkan kemampuan guru untuk menguasai materi pembelajaran. Guru harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai subyek yang di ajarkan, mampu mengikuti kode etik professional dan menjaga serta mengembangkan kemampuan profesionalnya. Kompetensi ini meliputi: 1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 229

230 3) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu seara kreatif. 4) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. d. Kompetensi Sosial Kompetensi ini menunjukkan kepada kemampuan guru untuk menjadi bagain dari masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan para siswa, para guru lain, staf pendidikan lainnya, orang tua dan wali siswa serta masyrakat. Kompetensi ini meliputi: 1) Berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun dengan sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. 2) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indinesia yang memiliki keragaman social budaya. 3) Berkomunikasi dengan komunitas profesi dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Sedangkan Kompetensi yang dimiliki oleh Siswa adalah sebagai berikut: a. Kompetensi Akademik b. Kompetensi Personal c. Kompetensi Vokasional d. Kompetensi Sosial 10. Cara Mendesain Kompetensi Pembelajaran a. Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi yang mendasar. b. Mengidentifikasi kompetensi pembelajaran. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 230

231 Penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi pembelajaran. Kompetensi harus dijabatkan secara khusus yang telah divalidasikan serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efektifitas belajar mengajar. Dalam mengidentifikasi kompetensi, dapat dilakukan dengan: 1) Pendekatan analisis tugas untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru yang kemudian dapat diketahui apakah peserta didiknya telah melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensi yang ditentukan atau belum. 2) Pendekatan memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa disekolah. Langkah pertama pada langkah ini bertitik tolak pada ambisi, nilai-nilai dan pandangan siswa. Ketiga langkah tersebut menjadi landasan untuk mengidentifikasi kompetensi yang berasumsi bahwa terdapat hubungan yang erat antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan siswa. 3) Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan menspesipikasikan kebutuhan masyarakat terutama masyarakat sekolah maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini berasumsi bahwa pengetahuan tetang masyarakat yang nyata dan penting dapat menjadi program sekola yang dituangkan dalam program pembelajaran. Kelemahan pendekatan ini ialah sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tepat, dan lengkap karena kebutuhan masyrakat selalu berubah. c. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi Dalam langkah ini kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Dipertimbangkan juga masalah target populasi Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 231

232 dalam konteks pelaksanaannya, hambatan, waktu pelaksanaan dan pameter sumber. d. Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment Penentuan jenis-jenis penilaian yang digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. e. Pengelompokkan dan penyusunan tujuan pembelajaran Pada langkah ke lima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud intruksional. f. Desain strategi pembelajaran g. Mengorganisasikan sistem pengolahan h. Melaksanakan percobaan program i. Menilai desain pembelajaran j. Memperbaiki program Menurut Jamil S. (2014, 115), alternatif pertama mendesain kompetensi atau tujuan pembelajaran pada suatu mata pelajaran berdasarkan KBK (kurikulum berbasis kompetensi), lazimnya ada tiga komponen yang harus dirumuskan khususnya dalam KBK, yaitu: a) standar kompetensi, b) kompetensi dasar, c) indikator pencapaian. a. Standar kompetensi, adalah kualifikasi kemamapuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan mampu dicapai tiap semester pada suatu mata pelajaran. Dengan kata lain Standar Kompetensi adalah sebuah keutuhan prestasi terbesar dari mata pelajaran yang diperoleh peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran dalam satu semester. b. Kompetensi dasar, adalah jabaran dari standar kompetensi yaitu sejumlah kemampuan yang harus dikuasai siswa atau mahasiswa dalam suatu mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan standar kompetensi dalam suatu pelajaran. Dengan kata lain, kompetensi dasar adalah kompetensi-kompetensi Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 232

233 pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya standar kompetensi. Tanpa penguasaan kompetensi dasar mahasiswa atau siswa tidak akan mungkin berhasil dengan utuh atau sempurna akan tercapainya standar kompetensi sebagai hasil prestasi terbesar sebagai sebuah totalitas. c. Indikator pencapaian, adalah perilaku yang dapat diukur dan diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. F. DESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN 1. Pengertian Desain Strategi Pembelajaran Desain dapat diartikan keseluruhan, struktur, kerangka ataupun outline. Desain menurut Smith dan Ragan merupakan proses perencanaan yang sistematis yang dilakukan sebelum tindakan pengembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan atau proses sistematis yang dilakukan dengan menterjemahkan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran menjadi rancangan yang diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas pembelajaran. Desain yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipasif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Desain pembelajaran didefinisikan sebagai prosedur yang terorganisasi dimana tercangkup langkah-langkah dalam menganalisis, mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengadakan evaluasi. Desain pembelajaran lebih memerhatikan pada pemahaman, pengubahan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Hal ini mengarahkan untuk memilih dan menentukan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 233

234 metode apa yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian bahan ajar agar dapat diterima dengan mudah oleh siswa (Riyanto, 2009: 20-21). Sedangkan strategi, secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedang secara umum strategi ialah suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan murid-guru dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan atau sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Fathurrohman, 2007: 3). Menurut Dick and Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Jadi, desain strategi pembelajaran merupakan proses perencanaan yang sistematis atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu, bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. 2. Kedudukan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran merupakan rencana, aturan-aturan, langkah-langkah serta sarana yang prakteknya akan diperankan dan akan dilalui dari pembukaan sampai penutupan dalam proses Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 234

235 pembelajaran di dalam kelas guna merealisasikan tujuan (Mustofa, 2012: 67). Karena strategi mengajar merupakan operasionalisasi metode, maka akan memuat gaya yang dilakukan guru dalam menyusun pelajaran, seni yang ditampilkan guru dalam proses pembelajaran serta media dan sarana dalam berbagai bentuknya yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pengaturan, penyusunan, dan gaya mengajar sangat tergantung pada guru serta keterampilannya dalam mengelola kelas, serta sangat dipengaruhi oleh perbedaan situasi, kondisi dan karakteristik siswa. oleh sebab itu, kita tidak dapat mengatakan bahwa seluruh strategi tertentu yang terbaik dan paling cocok untuk segala situasi dan kondisi pembelajaran. Perbedaan tujuan, materi, karakteristik siswa serta perbedaan guru membutuhkan strategi yang berbeda dalam prateknya. Strategi pembelajaran adalah cara/metode yang akan dilakukan oleh pengajar supaya tercapai tujuan pembelajaran atau sebagai kunci peningkatan jaminan kualitas pembelajaran. Kedudukan strategi pembelajaran: a. Interaksi Kedudukan strategi pembelajaran dalam interaksi yakni proses interaksi atau proses saling berhubungan yang dilakukan antar pendidik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Interaksi tersebut harus dilakukan oleh pendidik dengan peserta didik dengan selalu memiliki banyak cara dan trik yang jitu. Pendidik harus memiliki keahlian dalam membaca situasi dan kondisi peserta didik harus cepat dan tepat. Pendidik harus merancang prosedur untuk melakukan interaksi dengan peserta didik. b. Pembelajaran Pembelajaran merupakan serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memdahkan terjadinya proses Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 235

236 belajar. Strategi pembelajaran merupakan rencana, aturanaturan, langkah-langkah serta sarana yang prakteknya akan diperankan dan akan dilalui dari pembukaan sampai penutupan dalam proses pembelajaran di dalam kelas guna merealisasikan tujuan. Jadi, pembelajaran termasuk di dalamnya startegi pembelajaran. c. Materi Strategi pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat terkait dengan penyampaian materi dalam upaya mencapai kompetensi. Dalam menentukan strategi pembelajaran perlu memperhatikan dua hal yaitu : 1) jenis kompetensi 2) jenis materi yang diajarkan. Untuk mengajarkan kompetensi yang berjenis kognitif, atau kompetensi berjenis psikomotor, atau kompetensi yang berjenis afektif pasti akan membutuhkan strategi pembelajaran yang berbeda. Demikian pula jika mengajarkan materi dari jenis materi yang berbeda pasti akan memerlukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. d. Hasil belajar Belajar merupakan proses aktivitas yang memiliki keterukuran secara jelas. Ukuran keberhasilan belajar dalam pengertian yang operasional adalah penguasaan suatu bahan ajar yang dinyatakan tujuan pembelajaran khusus dan memiliki konstribusi bagi tujuan di atasnya. Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang didalamnya termasuk terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pemebelajaran. 3. Kesesuaian antar Kompetensi dan Aktivitas dengan Strategi Pembelajaran Kompetensi dasar merupakan penjabaran Standar Kompetensi yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan standar Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 236

237 kompetensi. Standar kompetensi sendiri adalah ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan siakp yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. Kompetensi dasar diturunkan menjadi indikator, dari indikator digunakan untuk menyusun tujuan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran didasarkan pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dari evaluasi inilah dapat diketahui hasil belajar peserta didik. Strategi pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat terkait dengan penyampaian materi dalam upaya mencapai kompetensi. Dalam menentukan strategi pembelajaran perlu memperhatikan dua hal yaitu : 1) jenis kompetensi 2) jenis materi yang diajarkan. Untuk mengajarkan kompetensi yang berjenis kognitif, atau kompetensi berjenis psikomotor, atau kompetensi yang berjenis afektif pasti akan membutuhkan strategi pembelajaran yang berbeda. Demikian pula jika mengajarkan materi dari jenis materi yang berbeda pasti akan memerlukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Terdapat berbagai strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam upaya mencapai kompetensi. Strategi pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk mencapai kompetensi siswa secara tepat dalam waktu dan biaya yang seefisien mungkin (Prabowo, 2010: ). a. Dalam proses pembelajaran yang bersifat kognitif adalah upaya menanamkan materi pembelajaran dalam memori di otak siswa. materi-materi pada kompetensi yang bersifat kognitif merupakan materi yang berjenjang dari sesuatu yang kongkrit kepada sesutau yang bersifat abstrak. Pada aspek kognitif ini proses pembelajaran akan berusaha untuk menjadikan sesuatu yang bersifat abstrak kepada sesuatu yang bersifat kongkrit. Proses ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah, untuk itulah Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 237

238 kemudian dikembangkan strategi pembelajaran. Dengan demikian, strategi pembelajaran dalam aspek kognitif pada dasarnya adalah untuk memudahkan penerimaan siswa dengan cara merubah dari sesuatu yang bersifat abstrak menuju ke arah yang kongkrit. Perubahan tersebut dengan harapan akan dapat memudahkan siswa untuk memahami dan kemudian menyimpannya di dalam memorinya dalam waktu yang lama. b. Pada aspek psikomotorik, strategi pembelajaran digunakan untuk menanamkan kemahiran kepada siswa terhadap keterampilan yang hendak dikuasai. Strategi pembelajaran pada aspek ini digunakan untuk membuat sederhana berbagai gerakan yang kompleks yang harus diajarkan oleh guru kepada siswa, sehingga kemudian siswa dapat melakukannya dengan lebih mudah. Misalnya untuk dapat mengajarkan kepada siswa suatu keterampilan memasang atau membongkar maka guru harus memiliki strategi yang tepat agar teknik memasang atau membongkar tersebut dapat mudah dipahami oleh siswa, dan kemudian dapat ditirukannya dengan mudah atau bahkan dapat dimodifokasinya menjadi keterampilan yang lebih baik lagi. c. Sedangkan pada aspek afektif, strategi pembelajaran digunakan untuk menjadikan aspek-aspek nilai sebagai pembentuk sikap menjadi sesuatu yang diimplementasikan dalam kehidupan siswa dalam keseharian, menjadi pola hidup dalam kehidupan siswa sehari-hari. Misalnya untuk dapat mengajarkan kepada siswa tentang peduli sesama maka siswa harus diinternalisasikan nilai-nilai tersebut atau disadarkan pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menginternalisasikan nilai-nilai tersebut siswa harus ditunjukkan contoh-contoh dari perilaku yang mengadopsi nilainilai tersebut dan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan diimplementasikannya nilai-nilai tersebut. Pemberian Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 238

239 contoh-contoh perilaku dapat dilakukan dengan berbantuan media pembelajaran. Selain itu contoh-contoh perilaku dapat diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran sosio drama atau strategi pembelajaran yang memberikan tugas kepada siswa untuk mengamati perilaku pada tokoh tertentu. Namun demikian, akan sangat tepat jika pemberian contohcontoh tersebut melalui pemberian keteladanan oleh guru dalam perilaku sehari-hari. Dengan keteladanan tersebut itulah diharapkan kemudian siswa akan menirukan apa yang telah dilakukan oleh guru. Dengan demikian jelaslah bahwa strategi pembelajaran dapat digunakan sebagai upaya mencapai kompetensi siswa yang telah direncanakan secara efektif san efisien. Berikut akan dipaparkan berbagai strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai kompetensi sisiwa dalam berbagai jenis, menginternalisasikan berbagai kecakapan hidup, dan memberikan variasi belajar. Contoh: Nama sekolah : SMP/MTs Mata pelajaran : Aqidah Akhlak Kelas/semester : IX / ganjil Alokasi waktu : 12 X 40 menit Standar kompetensi : memahami akhlak terpuji terhadap lingkungan social. Kompetensi dasar : menjelaskan tentang akhlak terpuji terhadap sesama manusia Indikator : a. Menjelaskan pengertian akhlak terpuji terhadap sesama manusia b. Menyebutkan macam-macam akhlak terpuji terhadap sesama manusia Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 239

240 c. Menjelaskan pengertian ta aruf, tafahum, ta awun, tasamuh, jujur, adil, amanah, dan menepati janji Metode pembelajaran : a. Ceramah b. Tanya jawab c. Demonstrasi Langkah pembelajaran : a. Kegiatan awal 1) Siswa membaca kemudian guru menerangkan 2) Siswa mengartikan sifat-sifat terpuji 3) Siswa menyebutkan macam-macam sifat terpuji 4) Siswa membedakan antara sifat terpuji dengan sifat tercela b. Kegiatan inti 1) Eksplorasi 2) Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan 3) Siswa memperhatikan dan mengajukan beberapa pertanyaan yang kurang jelas c. Konsolidasi pembelajaran Siswa menjawab pertanyaan dari guru tentang materi tersebut d. Kegiatan akhir Mengingatkan kembali agar siswa dapat mempelajari dan mengulang kembali pelajaran tersebut 4. Beberapa Strategi yang Sesuai dengan Tingkat Hasil Belajar Strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi, Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 240

241 karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Strategi dapat di klasifikasikan menjadi 4, yaitu: a. Strategi pembelajaran langsung Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajaran langsung biasanya bersifat deduktif.kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, prosesproses, dan sikap yang dipergunakan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritis, strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan strategi pembelajaran yang lain. b. Strategi pembelajaran tak langsung Strategi pembelajaran tak langsung sering disebut induktif. Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung. Pembelajaran tak langsung umumnya berpusat pada peserta didik, meskipun kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman, pendekatan, dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun cara alternatif untuk berfikir dan merasakan. c. Strategi pembelajarn empirik Strategi pembelajaran empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor kritis dalam pembelajaran empirik yang efektif. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 241

242 d. Strategi pembelajaran mandiri Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok kecil. Dua strategi tersebut dapat saling melengkapi. Peranan guru bergeser dari seorang penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan peserta didik untuk terlibat. Macam-macam strategi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (Prabowo, 2010: ), yaitu: a. Example non example 1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. 2) Guru menempelkan gambar dipapan atau ditayangkan lewat proyektor. 3) Guru memberi petunjuk dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan dan menganalisis gambar. 4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas 5) Tiap kelomspok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. 6) Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 7) Penarikan kesimpulan. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 242

243 b. Learning start with question 1) Bagikan bahan belajar, kemudian mintalah mereka untuk mencari pasangan dan kemudian berikanlah tugas kepada mereka untuk belajar berpasangan 2) Mintalah kepada siswa untuk membuat pertanyaanpertanyaan terhadap hal-hal yang belum dimengerti 3) Kumpulkan semua pertanyaan dan kelompokkan jenisnya atau yang paling banyak diperlukan siswa 4) Mulailah pelajaran dengan menjawab dan menjelaskan hal-hal yang mereka tanyakan c. Everyone is a teacher here 1) Bagikan kertas kepada siswa dan mintalah mereka untuk menuliskan pertanyaan tentang hasil belajar dan materi yang harus dikuasai 2) Kumpulkan kertas-kertas tersebut, kocok dan bagikan kembali kepada siswa secara acak 3) Undang sukarelawan untuk maju ke depan dan membacakan pertanyaan, serta memberikan jawaban/tanggapan atas pertanyan tersebut 4) Kembangkan diskusi 5) Klasifikasikan hasil belajar d. The power of two 1) Ajukan satu atau dua pertanyaan/masalah yang membutuhkan perenungan dan pemikiran 2) Siswa diminta menjawab tertulis secara perorangan 3) Kelompokkan mereka secara berpasang-pasang (dua-dua) 4) Mintalah mereka saling menjelaskan dan mendiskusikan jawaban baru 5) Brainstorming (panel) membandingkan diskusi kecil antar kelompok 6) Klarifikasikan dan kesimpulan Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 243

244 e. Information search 1) Bagikan sumber daya yang akan digunakan sebagai materi pembelajaran (bacaan, text book, handouts, dokumen dll.) 2) Susunlah sebuah pertanyaan yang jawabannya dapat dicari di sumber daya yang ada 3) Untuk menumbuhkan persaingan, bagilah siswa dalam kelompok kecil 4) Presentasikan hasil diskusi 5) Klarifikasi hasil belajar f. Snowballing 1) Ajukanlah pertanyaan atau permasalahan 2) Adakan grouping (pengelompokan) yang terdiri atas dua atau tiga orang siswa 3) Gabungkanlah dua kelompok menjadi satu kelompok baruu 4) Pada group yang baru ini, mintalah untuk melakukan sharing merumuskan jawaban baru yang disepakati bersama 5) Klarifikasi hasil belajar (guru) g. Jigsaw learning 1) Bagikan semua bahan untuk mencapai kompetensi/hasil belajar secara utuh 2) Adakan grouping (sesuai hasil belajar yang dipelajari) 3) Diskusi dan membuat resume hasil belajar secara individu 4) Grouping, acak dari masing-masing anggota untuk saling menjelaskan dan merumuskan hasil belajar secara utuh 5) Presentasi hasil belajar 6) Klarifikasi dan kesimpulan h. Debat yang efektif 1) Kembangkan suatu kasus yang kontroversional dalam suatu topik pembelajaran Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 244

245 2) Bagi kelas menjadi dua grup. pro dan kontra 3) Minta setiap grup untuk menunjuk wakil mereka : 2-3 orang 4) Awali debat ini dengan meminta juru bicara untuk mengemukakan pendapatnya secara bergantian 5) Setelah itu, juru bicara ini akan kembali ke grupnya dan mengatur strategi untuk membuat bantahn grup lainnya 6) Bilamana dirasa cukup, hentikan debat tersebut dengan tetap menyisakan follow up dari kasus yang diperdebatkan 7) Klarifikasi dan kesimpulan i. Card sort 1) Bagikan kertas yang berisi informasi atau contoh atau langkah-langkah dalam satu kategori tertentu atau lebih 2) Minta siswa untuk mencari kawan yang memiliki kertas dengan kategori yang sama 3) Setelah siswa menemukan kawan-kawan dalam satu kategori, minta mereka menjelaskan kategori tersebut ke seluruh kelas 4) Setelah semua kategori dijelaskan, beri penjelasan tentang hal-hal yang masih dianggap perlu j. Synergetic teaching 1) Bagi kelas menjadi 4 kelompok 2) Bagi tugas belajar masing-masing kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan 3) Kel. 1 mencari informasi tentang pentingnya permasalahan 4) Kel. 2 menjelaskan kebijakan / pemecahan saat ini dan alternatif yang diusulkan 5) Kel. 3 membuat satu usulan kebijakan / pemecahan untuk mengatasi masalah (bisa dukung kelm 2, modifikasi, baru) Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 245

246 6) Kel. 4 membuat suatu rencana tindakan pemecahan yang dapat diterima dan dilakukan semua pihak 7) Pertemukan/gabung masing-masing kelompok dengan anggota kelompok yang lain dan suruh mereka membuat tayangan hasilnya secara utuh yang mereka pelajari 8) Buatlah show case portofolio k. Giving question and getting answer 1) Bagikan dua potongan kertas 2) Mintalah siswa untuk melengkapi pertanyaan a) Kertas 1 : saya masih punya pertanyaan b) Kertas 2 : bisa menjawab tentang 3) Buat kelompok-kelompok kecil dan mintalah mereka untuk memilih pertanyaan dan jawaban yang paling penting 4) Mintalah masing-masing kelompok untuk melaporkan pertanyaan yang dipilih. Carilah sekiranya ada siswa yang dapat menjawab, jika tidak ada, maka guru harus menjawabnya 5) Minta masing-masing kelompok untuk jawaban yang dipilih, kemudian minta anggota kelompoknya menjelaskan jawaban kelompok kepada kelompok lainnya l. Tim Pendengar 1) Bagi kelas menjadi empat kelompok dan berikan tugas 2) Sampaikan materi anda dengan teknik lecturing, setelah itu beri siswa waktu untuk menyelesaikan tugas 3) Mintalah masing-masing kelompok untuk bertanya menyetujui, menolak, atau memberi contoh sesuai dengan tugasnya Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 246

247 m. Point counterpoint 1) Pilih satu topik yang memiliki dua pandangan atau lebih 2) Bagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan pandangan yang ada 3) Pastikan bahwa masing-masing kelompok duduk terpisah 4) Beri kesempatan salah satu kelompok untuk memulai debat. Setelah itu, undang anggota kelompok lain untuk menyampaikan pandangan yang berbeda 5) Berilah kesimpulan dengan membandingkan isu-isu yang terlihat n. Tim quiz 1) Pilih topik yang dapat disampaikan dalam tiga segmen. 2) Bagi siswa menjadi 3 kelompok. 3) Jelaskan format sessi yang akan disampaikan dan mulai penyampaian materi. Batasi hingga 10 menit. 4) Intalah tim A untuk membuat quis jawaban ringkas. Sementara tim B dan C mereview catatan mereka. 5) Tim A memberi pertanyaan pada tim B. Apabila tidak bisa, pertanyaan pindah ke tim C. 6) Tim A mengajukan pertanyaan ke tim C, apabila tidak bisa, maka pertanyaan pindah ke tim B. 7) Lanjutkan penyampaian materi segmen ke dua dan tunjuk tim B sebagai pemandu quis. 8) Setelah tim B selesai, lanjutkan penyampaian materi dan tunjuk tim C sebagai pemandu quis. o. Listening team 1) Overview a) Aktivitas ini digunakan untuk membantu siswa memfokuskan pembelajaran sejak awal. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 247

248 b) Listening teams juga digunakan untuk menciptakan kelompok kecil bertanggung jawab dalam pengklarifikasi pembelajaran. 2) Langkah-langkah : a) Bagi kelas menjadi 3-4 kelompok dan beri tugas masing-masing. b) Sampaikan materi dengan teknik lecturing, dan beri waktu pada siswa agar menyelesaikan tugasnya. c) Panggil masing-masing kelompok untuk bertanya, menyetujui, menentang, dan memberi contoh. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 248

249 BAB X MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN A. ARTI MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN Istilah model sering anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti model baju, model sepatu, model rumah, dan yang lain. Dalam ilmu matematika juga terdapat materi model matematika, yang semuanya adalah bertujuan untuk memvisualisasikan benda peristiwa bisa yang bersifat mikroskopis maupun bersifat makroskopis. Model juga biasa dikenal dengan istilah pola. Model atau pola biasanya digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk membuat, merancang, atau melaksanakan sesuatu kegiatan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar juga diperlukan suatu model agar pelaksanaan dan hasilnya efektif dan efisien. Model ini kita sebut sebagai model pembelajaran. Sebelum anda memahami apa itu model pembelajaran, anda perlu memahami beberapa komponen proses dalam kegiatan belajar mengajar. B. KOMPONEN PROSES DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR Dalam setiap kegiatan belajar mengajar ada hubungan hirarkis antara komponen proses pembelajaran, yaitu komponen pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik. Hubungan proses tersebut dapat dibagankan seperti Gambar 1. Novianti Mandasari, M.Pd. Mat 249

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh Bapak Drs. Parno, M.

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh Bapak Drs. Parno, M. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh Bapak Drs. Parno, M.Si oleh Yunida Ekawati 110321406344 Zul Farida Arini 110321406367 Elies

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR I TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

KEGIATAN BELAJAR I TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR I TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN URAIAN MATERI Sebelum bapak/ibu mempelajari lebih lanjut materi tentang teori behavioristik, ada baiknya bapak/ibu berfikir

Lebih terperinci

Teori Teori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt

Teori Teori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt Teori Teori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan

Lebih terperinci

Teori Belajar. Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id

Teori Belajar. Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id Teori Belajar Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id Pengertian Teori Belajar Teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto, 8 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar (Winkel,1965 : 51) Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya

Lebih terperinci

Teori-teori Belajar. Teori Behavioristik. Afid Burhanuddin. Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

Teori-teori Belajar. Teori Behavioristik. Afid Burhanuddin. Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran. Teori-teori Belajar Teori Behavioristik Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam lingkungan nyata (Taufiq dkk : 6.2). Suatu teori biasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam lingkungan nyata (Taufiq dkk : 6.2). Suatu teori biasanya 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori - teori belajar Teori dapat diartikan sebagai seperangkat hipotesis (anggapan atau pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya) yang diorganisasikan secara koheren

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU 1. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorisme) Paham behaviorisme memandang belajar sebagai perkayaan/penambahan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola respon

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU)

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU) TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU) Penguatan (+) Stimulus Respon Reinforcment Penguatan (-) Faktor lain ialah penguatan (reinforcement) yang dapat memperkuat timbulnya respons. Reinforcement bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA

BAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA BAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA A. Definisi Belajar dan Pembelajaran Menurut Arsyad (2007: 1) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah Sesuatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

TEORI TEORI BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN

TEORI TEORI BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN TEORI TEORI BELAJAR Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam

Lebih terperinci

Teori Pendidikan dan Teori Belajar dalam Kurikulum. Oleh. Fauzan AlghiFari / / TP-B.

Teori Pendidikan dan Teori Belajar dalam Kurikulum. Oleh. Fauzan AlghiFari / / TP-B. Teori Pendidikan dan Teori Belajar dalam Kurikulum Oleh Fauzan AlghiFari / 15105241008 / TP-B http://fauzanfari.blogs.uny.ac.id A. TEORI PENDIDIKAN BEHAVIORISME Teori behaviorisme adalah teori belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Konsep Belajar IPS a. Hakikat Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

Lebih terperinci

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Belajar adalah modifikasi atau mempeteguh kelakuan melalui pengalaman, belajar adalah proses dan bukan suatu hasil Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif

BAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif BAB II LANDASAN TEORI Interaksi berkaitan erat dengan istilah komunikasi. Komunikasi terdiri dari beberapa unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media (Sardiman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara pendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan suatu kata majemuk yang terdiri dari kata prestasi dan belajar. Belajar adalah suatu aktivitas atau

Lebih terperinci

Teori Belajar Behavioristik

Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Behavioristik Pandangan tentang belajar : Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus- respon) Ciri-ciri teori belajar behavioristik : a. Mementingkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Diskusi Kelompok 1. Metode Pembelajaran Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar 1. Teori Belajar a. Teori Belajar Konstruktivisme Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Freudenhal (dalam Zulkardi, 2001:3) menekankan bahwa. dalam matematika. Aktivitas matematika ini dikenal juga sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Freudenhal (dalam Zulkardi, 2001:3) menekankan bahwa. dalam matematika. Aktivitas matematika ini dikenal juga sebagai 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Realistik Menurut Freudenhal (dalam Zulkardi, 2001:3) menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah sebagai salah satu lembaga formal memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan proses pendidikan. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Peran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli 1 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dalam Konteks Pembelajaran Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik secara umum maupun secara khusus. Penafsiran tersebut berbeda satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi kegiatan belajar secara efektif pada diri siswa tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi kegiatan belajar secara efektif pada diri siswa tersebut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Teori-teori Belajar Kegiatan pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa sebagai peserta didik. Interaksi itu sendiri dapat terjadi baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN PAKEM DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN GEOGRAFI. 1. Pengertian Model Pembelajaran PAKEM

BAB II MODEL PEMBELAJARAN PAKEM DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN GEOGRAFI. 1. Pengertian Model Pembelajaran PAKEM BAB II MODEL PEMBELAJARAN PAKEM DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN GEOGRAFI A. Model Pembelajaran PAKEM 1. Pengertian Model Pembelajaran PAKEM Model pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG STRATEGI BELAJAR GROUP RESUME DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Penelitian Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak bisa menjadi bisa sebagi akibat dari latihan dan pengalaman.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. E-learning Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan modal utama untuk seseorang yang harus ditingkatkan dalam rangka melaksanakan pembangunan suatu

Lebih terperinci

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian Pendidik Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON Pendidik Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian PENDIDIKAN Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. keinginan. Sedangkan menurut Sudarsono (2003:8) minat merupakan bentuk

BAB II KAJIAN TEORI. keinginan. Sedangkan menurut Sudarsono (2003:8) minat merupakan bentuk BAB II KAJIAN TEORI 2. 1 Pengertian Minat Belajar Berbicara tentang minat, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai perhatian, kesukaan, kecenderungan hati kepada atau keinginan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

TEORI behaviorism. Teori belajar koneksionisme

TEORI behaviorism. Teori belajar koneksionisme TEORI behaviorism Ada dua jenis pengkondisian: Tipe S : respondent conditioning (pengkondisian responden) identik dengan pengkondisian klasik. Menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respons

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di sekolah. Mata pelajaran ini beroreantasi pada pelaksanaan misi. berbagai aktivitas jasmani (Depdikbud, 1993: 1).

TINJAUAN PUSTAKA. di sekolah. Mata pelajaran ini beroreantasi pada pelaksanaan misi. berbagai aktivitas jasmani (Depdikbud, 1993: 1). 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum di sekolah. Mata pelajaran ini beroreantasi pada pelaksanaan misi pendidikan melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dilakukan seseorang untuk memperolah perubahan tingkah laku

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dilakukan seseorang untuk memperolah perubahan tingkah laku 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep belajar Menurut Daryanto (2010: 2), belajar adalah suatu proses perubahan yaitu yang dilakukan seseorang untuk memperolah perubahan tingkah laku perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

Hakikat Belajar dan Pembelajaran A. Belajar dan Pembelajaran

Hakikat Belajar dan Pembelajaran A. Belajar dan Pembelajaran Hakikat Belajar dan Pembelajaran A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Kata belajar sudah bukan istilah yang asing dan belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 Kompetensi Inti : Memahami teori belajar dan prinsip pembelajaran yang dapat diterapkan pada Pendidikan Anak Usia Dini Kompetensi Dasar : 1. Menjelaskan

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang akan mengetahui hal-hal baru serta dapat mengerti dan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang akan mengetahui hal-hal baru serta dapat mengerti dan memahami BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Setiap manusia memerlukan belajar untuk mengetahui segala sesuatu yang belum diketahuinya. Oleh karena itu, dengan melalui proses belajar maka seseorang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktivitas Belajar 2.1.1. Pengertian Aktivitas Belajar Sanjaya (2009: 130) mengungkapkan bahwa aktifitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktifitas fisik akan tetapi juga meliputi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Belajar 1. Teori Behaviorisme Pada prinsipnya kajian teori Behaviorisme mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan berkembang dengan pesat. Kini pendidikan merupakan hal yang utama bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terbukti dengan menjamurnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan dirinya. Ini artinya pendidikan adalah suatu proses untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. arti dan lebih relevan dengan bahasan kali ini adalah kata profiency dan ability yang

BAB II KAJIAN TEORI. arti dan lebih relevan dengan bahasan kali ini adalah kata profiency dan ability yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kompetensi Profesional Guru 2.1.1.1 Pengertian Kompetensi Guru Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Kata kompetensi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Make a Match 2.1.1 Arti Make a Match Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum habis waktu yang ditentukan. Menurut Lie (2002:30) bahwa,

Lebih terperinci

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Demonstrasi 1. Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata media pengajaran digantikan oleh istilah seperti alat pandang-dengar, bahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata media pengajaran digantikan oleh istilah seperti alat pandang-dengar, bahan BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini dibahas : (a) media pendidikan, dan (b) minat belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut : A. Media Pendidikan Menurut Arsyad (2003), dalam kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK Pertemuan ke-2 1 Pemerolehan vs Pembelajaran Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Gallery Walk (GW) Secara etimologi, Gallery Walk terdiri dari dua kata yaitu gallery dan walk. Gallery adalah pameran. Pameran merupakan kegiatan untuk memperkenalkan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam belajar, hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori dan Penelitian Relevan 1. Deskripsi Teori a. Belajar Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kreativitas Belajar Belajar mengandung arti suatu kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama. Dalam konsep pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa

Lebih terperinci

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

GUMELAR ABDULLAH RIZAL, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek pendidikan merupakan kegiatan mengimplementasikan konsep prinsip, atau teori oleh pendidik dengan terdidik dalam berinteraksi yang berlangsung dalam suasana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sukmadinata (1999) menyatakan, teori adalah suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal. Teori merupakan abstraksi dari pengetahuan pengertian

Lebih terperinci

Model-Model Pembelajaran Matematika

Model-Model Pembelajaran Matematika Model-Model Pembelajaran Matematika Pendidikan Matematika FST Tatik Retno Murniasih, S.Si., M.Pd. tretnom@unikama.ac.id Pengertian 1. Teknik: penerapan secara khusus metode pembelajaran sesuai dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan bolabasket selalu dipertandingkan baik antar mahasiswa, pelajar, atau club-club yang ada di Indonesia. Di kalangan pelajar permainan bolabasket cukup digemari

Lebih terperinci