PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Disusun oleh Dea Susiska NIM PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2013 i

2 ii

3 iii

4 MOTTO Janganlah melepaskan harapan atau putus asa karena sudah lampau, meratapi sesuatu yang tidak dapat diperoleh kembali merupakan kelemahan yang paling rapuh (Kahlil Gibran suara Sang Nabi ) Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada diatas kepala orang lain (Thomas Hardy) Segalanya tampak mustahil bagi orang yang tidak pernah mencoba apapun (Jean Louis Etienne) Bersungguhlah saat harapan anda kecil, lebih bersungguhlah saat anda mungkin kalah dan makin bersungguh-sungguhlah saat anda tidak mungkin menang (Mario Teguh) iv

5 PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk, Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayangnya dan selalu memotivasi hidupku, Adikku, yang selalu menghiburku, Teman-temanku (Manggala Adi Windoro, Dara, Dian, Indri, arif, eri, beta, irfan, alim, mas kikied dan yang lainnya) yang selalu memberikan semangat dan motivasi. v

6 vi

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya skripsi ini dapat penyusun selesaikan. Skripsi ini penulis susun untuk menguji pengaruh ketidakpuasan konsumen dan karakteristik kategori produk pada brand switching yang dimoderasi oleh variety seeking Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2. Dekan Fakutas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini. 3. Ketua Program Studi Manajemen, yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Titin Ekowati, S.E., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Ridwan Baraba, S.E., M.M. selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. vii

8 5. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah penulis bagikan. 6. Berbagai pihak yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen ini. Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah Swt. Memberikan balasan yang berlipat ganda atas budi baik yang telah diberikan. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan para pembaca umumnya. Purworejo, 7 September 2013 Penyusun, Dea Susiska viii

9 ABSTRAK Dea Susiska. Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Pada Impulse Buying Behavior Konsumen (Survei pada konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo). Skripsi. Program Studi Manajemen. Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Purworejo Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement pada impulse buying behavior konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo secara parsial. Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo. Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang. Pengambilan sampel menggunakan Judgement Sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang masing-masing sudah diuji coba dan telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Pengujian hipotesis menggunakan regresi linier berganda. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini terbukti valid dan reliabel. Sedangkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel shopping lifestyle secara signifikan berpengaruh positif pada impulse buying behavior dengan taraf signifikansi PValue 0,000 (< 0,05) dan dengan nilai b sebesar 0,357. Fashion involvement secara signifikan berpengaruh positif pada impulse buying behavior dengan taraf signifikansi PValue 0,018 (< 0,05) dan dengan nilai b sebesar 0,217. Kata kunci: shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying behavior viii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN... vi KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 6 C. Batasan Masalah... 7 D. Rumusan Masalah... 7 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Manfaat Penelitian... 8 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS... 9 A. Kajian Teori... 9 B. Tinjauan Pustaka C. Kerangka Pemikiran D. Hipotesis ix

11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Desain Penelitian C. Jenis dan Sumber Data D. Populasi E. Sampel F. Teknik Pengukuran Sampel G. Teknik Pengumpulan Data H. Teknik Pengukuran Data I. Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional J. Uji Instrumen K. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Data B. Analisis Deskriptif Responden C. Deskripsi Variabel D. Uji Instrumen E. Analisis Hasil dan Pembahasan BAB V PENUTUP A. Simpulan B. Keterbatasan Masalah C. Implikasi Penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil Pengumpulan Data Responden Tabel 2. Jenis KelaminResponden Tabel 3. Umur Responden Tabel 4. Pekerjaan Responden Tabel 5. Penghasilan Responden Tabel 6. Distribusi Frekuensi Skor Dari Shopping Lifestyle Tabel 7. Distribusi Frekuensi Skor Dari Fashion Involvement Tabel 8. Distribusi Frekuensi Skor Dari Impulse Buying Behavior Tabel 9. Hasil Pengujian KMO and Bartlett's Test Data Pre-Test Tabel 10. Hasil Pengujian Validitas Data Pre-Test Tabel 11. Hasil Pengujian KMO and Bartlett's Test Data Akhir Tabel 12. Hasil Pengujian Validitas Data Akhir Tabel 13. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Pre-Test Tabel 14. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Akhir Tabel 11. Hasil Uji Regresi Linier Berganda xi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Faktor-faktor dan hasil dari involvement Gambar 2. Kerangka Pemikiran xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Rekapitulasi Data Pre-Test Lampiran 3. Rekapitulasi Data Akhir Lampiran 4. Uji Validitas Data Pre-Test Lampiran 5. Uji Reliabilitas Data Pre-Test Lampiran 6. Uji Validitas Data Akhir Lampiran 7. Uji Reliabilitas Data Akhir Lampiran 8. Analisis Regresi Linier Berganda Lampiran 9. Kartu Bimbingan Skripsi Lampiran 10. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi xiii

15 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini shopping merupakan salah satu lifestyle atau gaya hidup yang paling digemari masyarakat. Untuk membuat diri menjadi berbeda dan lebih baik serta meningkatkan ketertarikan konsumen, beberapa pengecer besar mencoba membuat gerai dan merchandise lebih bervariasi. Hal ini untuk memancing ketertarikan secara emosional di pikiran konsumen sehingga berbelanja kini menjadi suatu aktivitas untuk bersenang-senang dan merupakan bagian dari lifestyle. Belanja menjadi alat pemuas keinginan akan barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau mode yang tengah berlaku, maka mereka merasa merupakan suatu keharusan untuk membeli barang-barang tersebut. Banyak sekali orang yang berbelanja tanpa disertai pertimbangan. Mereka hanya membeli produk-produk yang menggoda mata yang sebenarnya tidak dibutuhkan dengan alasan sering tidak tahan melihat barang bagus, ingin segera membeli, dan merasa seperti dibius dan tidak dapat berfikir jernih sehingga yang terdapat didalam benak individu adalah hanya ingin memuaskan keinginan belanja (Fitri, 2006). Perilaku berbelanja juga di pengaruhi oleh kelas sosial. Kelas sosial seseorang dalam masyarakat menunjukkan status tertentu dalam masyarakat. Para anggota kelas tertentu memiliki suatu pandangan yang berbeda mengenai apa yang mereka anggap sesuai dengan mode atau selera yang baik. Kelas sosial juga merupakan variabel yang penting dalam menentukan di mana seorang konsumen 1

16 2 berbelanja (Hanggariksa, 2012). B agi orang tertentu, berbelanja merupakan bagian dari gaya hidup sehingga gaya hidup berbelanja atau shopping lifestyle dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan (Japarianto dan Sugiyono, 2011:33). Selain itu shopping lifestyle juga dianggap sebagai ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial (Betty Jacson dalam Japarianto dan Sugiyono, 2011). Ketertarikan pada shopping lifestyle dalam masyarakat yang paling menonjol adalah terkait fashion. Fashion dapat menegaskan identitas seseorang kepada lingkungan sosial. Fashion involvement atau ketertarikan terhadap fashion merupakan keterlibatan seseorang dengan produk fashion karena adanya kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap fashion tersebut (Japariyanto dan Sugiyono, 2011:34). Hal ini ditunjukkan dengan adanya gejala ramainya berbagai produk mengarah ke fashion muncul ketika konsumen makin ingin diakui jati dirinya sebagai suatu pribadi. Karena itu mereka sengaja membentuk identitasnya sendiri dan kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya. Inilah kebanggaan seseorang jika bisa masuk ke dalam apa yang menjadi kecenderungan umum, karena mereka termasuk fashionable atau modern karena selalu mengikuti mode (menangkap dinamika sukses bisnis fashion,2004). Shopping menjadi salah satu lifestyle karena adanya kecenderungan seseorang yang mempunyai pendapatan tinggi menginginkan suatu produk dengan kualitas bagus dan harga yang mahal. Adanya pengaruh iklan dan

17 3 interaksi sosial seseorang dengan orang lain mengakibatkan mereka bertemu dengan banyak orang yang kemudian dapat menginspirasikan penampilan. Hal ini tentunya mendorong konsumen tertarik untuk mengikuti model atau trend pakaian yang dapat menimbulkan shopping lifestyle. Di Kecamatan Purworejo terdapat beberapa toko pakaian antara lain Sarinah, Laris, Roma, Ramai. Tokotoko pakaian tersebut menawarkan berbagai macam model pakaian dengan kualitas standard dan harga yang terjangkau untuk semua konsumen yaitu berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Dengan terjangkau nya harga pakaian yang di tawarkan maka semua konsumen di Kecamatan Purworejo dengan berbagai status sosial yang berbeda dapat memiliki shopping lifestyle. Menurut Dony (2007 ) fashion item yang paling pesat perkembangannya adalah pakaian, karena pakaian lebih cepat pergantian modelnya dan pakaian merupakan item yang paling banyak dibeli oleh masyarakat dibandingkan produk lainnya. Produk pakaian adalah produk yang berasal dari suatu bahan tekstil yang disampirkan atau dijahit terlebih dahulu, dipakai untuk penutup tubuh seseorang yang langsung menutup kulit ataupun yang tidak menutup kulit, seperti sarung atau kain dan kebaya, rok, blus, celana panjang atau pendek, dan lain-lain (Riyanto, 2003). Pakaian menurut Mouton (2008) adalah salah satu jenis produk yang disinyalir dapat membius dan membuat individu berfikir untuk membeli tanpa pertimbangan panjang. Hal ini didukung oleh pernyataan Alia (2008) bahwa pakaian termasuk salah satu kebutuhan primer manusia sejak dahulu kala. Manusia purba mulai menggunakan pakaian sebagai pelindung kulit dan tubuh dari cuaca dan gangguan serangga. Namun seiring dengan sistem kebudayaan

18 4 yang mulai berkembang kegunaan pakaian ditambah dengan fungsi sosial. Fungsi ini terlihat dari pakaian yang kini juga berfungsi sebagai penanda tingkat sosial dalam masyarakat. Selain itu pakaian juga dapat mempengaruhi karakteristik sebagai produk yang dapat memberikan kenyamanan emosional dan dapat memberikan simbolisasi dalam hubungannya dengan orang lain. Berkembangnya industri pakaian yang kian pesat menyebabkan bertambah banyaknya toko-toko pakaian hal tersebut dapat menimbulkan minat pengunjung untuk membeli pakaian walaupun sebenarnya pengunjung tersebut tidak mempunyai rencana untuk berbelanja karena sifat masyarakat Indonesia yang cenderung melakukan impulse buying (Puspita,2009). Impulse buying behavior adalah pembelian yang tidak direncanakan dimana karakteristiknya adalah pengambilan keputusannya dilakukan dalam waktu yang relatif cepat dan adanya keinginan untuk memiliki secara cepat (Japariyanto dan Sugiyono, 2011:36). Impulse buying merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian yang dilakukan pada saat berada didalam toko. Ketika mereka melihat pakaian yang dipajang di etalase toko yang menarik menurut pengunjung maka pengunjung tersebut akan membeli pakaian yang diinginkan meskipun harus mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan pakaian yang diinginkan (Hatane, 2006). Konsumen akan membeli pakaian yang sedang dicari dengan harga, kualitas, serta mode yang diinginkan. Kecenderungan perilaku seperti itu merupakan peluang yang ditangkap para pemilik bisnis fashion untuk menjual pakaian yang disenangi oleh para pengunjung yang lebih mementingkan kualitas,

19 5 model, merk daripada harga yang tercantum sehingga fashion involvement yang terjadi di berbagai toko-toko pakaian adalah karena toko-toko tersebut menjual pakaian yang akan menjadi trend nantinya ataupun pakaian yang sedang banyak diminati oleh banyak pengunjung. Desain etalase yang menarik menyebabkan masyarakat yang berkunjung ke toko akan mencoba pakaian yang dipajang dan tanpa berfikir panjang akan membeli pakaian tersebut meskipun awalnya tidak terlalu membutuhkan pakaian itu dan pakaian itu belum tentu cocok dengan pengunjung tersebut (Goldsmith dan Emment dalam Veronica Rahmawati, 2009). Ketika masyarakat melihat produk yang sulit dicari ditemukan di sebuah toko maka mereka akan membeli produk tersebut meskipun mereka tidak merencanakan pembelian tersebut yang menyebabkan terjadinya impulse buying. Atau juga ketika masyarakat berjalan jalan di sebuah toko, maupun boutique dan akhirnya tertarik untuk membeli pakaian yang sedang trend meskipun sebenarnya mereka telah memiliki mode pakaian tersebut namun ketika melihat pakaian tersebut menarik baginya maka mereka akan membeli pakaian mode yang sama dengan corak, warna serta motif yang berbeda (Andini Prisca, 2009). Shopping dari masa ke masa telah menjadi lifestyle yang paling digemari, hal ini senada dengan fashion involvement atau ketertarikan akan fashion akibat adanya kebutuan, kepentingan akan fashion. Untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan fashion yang diinginkan dan hal tersebut cenderung mengakibatkan konsumen membeli

20 6 pakaian yang tidak direncanakan sebelumnya atau impulse buying karena adanya fashion involvement ketika memasuki sebuah toko (Fatchur, 2008). Perilaku konsumen dalam membeli produk fashion sangat menarik untuk diteliti, karena hal itu sangat kompleks yang didasari oleh berbagai faktor. Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Pada Impulse Buying Behavior Konsumen B. Identifikasi Masalah Shopping dewasa ini sudah menjadi gaya hidup yang banyak digemari masyarakat, seiring dengan high involvement terhadap pakaian karena adanya kebutuhan, keinginan, dan kepentingan akan pakaian tersebut. Demi memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan pakaian yang diinginkan. Hal ini cenderung mengakibatkan adanya pembelian yang tidak direncanakan atau impulse buying yang didukung dengan adanya fashion involvement ketika seseorang memasuki sebuah toko. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil dua variabel yaitu shopping lifestyle dan fashion involvemet karena sesuai dengan hasil penelitian Edwin Japariyanto dan Sugiyono Sugiarto yaitu shopping lifestyle dan fashion involvemet berpengaruh positif terhadap impulse buying behavior masyarakat high income di Surabaya sedangkan menurut penelitian dari Mulianingrum Wikartika dan Indah Novitasari menyatakan bahwa shopping lifestyle dan fashion involvemet tidak berpengaruh terhadap impulse buying dan pre-decision stage

21 7 dan post-decision stage berpengaruh terhadap impulse buying pada semua kelas sosial masyarakat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvemet terhadap impulse buying pada semua kelas sosial masyarakat. C. Batasan Masalah Untuk menghindari masalah yang terlalu luas, maka peneliti membatasi permasalahan pada: 1. Obyek penelitian ini adalah produk fashion 2. Subjek penelitian ini adalah konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo 3. Lokasi penelitian ini yaitu Kecamatan Purworejo 4. Variabel dalam penelitian ini dibatasi pada variabel shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying behavior D. Rumusan Masalah 1. Apakah shopping lifestyle berpengaruh positif terhadap impulse buying behavior konsumen? 2. Apakah fashion involvement berpengaruh positif terhadap impulse buying behavior konsumen? E. Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying behavior konsumen. 2. Untuk menguji pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying behavior konsum

22 8 F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan teori tentang lifestyle yang meliputi shopping lifestyle, fashion involvement serta teori tentang impulse buying behavior. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai fenomena pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap impulse buying behavior sehingga perusahaan dapat menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategi pemasaran yang tepat, sebagai informasi dan pertimbangan pengambilan keputusan terkait dengan pembelian tidak terencana atau pembelian impulsif konsumen.

23 9 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Impulse Buying Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan niat dan pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu. Seringkali pembelian direncanakan sepenuhnya dalam pengertian ada niat untuk membeli baik produk maupun merek. Tetapi pada kenyataannya konsumen seringkali tidak menggunakan pikiran rasionalnya dalam menentukan barang-barang yang benar-benar dibutuhkannya dan pembelian ini juga tidak direncanakan secara khusus. Pembelian inilah yang dikenal dengan istilah pembelian impulsif atau impulse buying (Wathani, 2009). Engel dan Blackwell dalam Japariyanto dan Sugiyono (2012) mendefinisikan pembelian yang tidak direncanakan atau unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang di buat tanpa direncanakan sebelumnya atau kepuasan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Loudon dan Bitta (1993) mengatakan pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan secara khusus. Pembelian impulsif seringkali diasosiasikan dengan pembelian yang dilakukan tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan ditempat kejadian dan disertai dengan dorongan yang besar serta perasaan senang dan bergairah (Rook dalam Rahmawati, 9

24 ). Perilaku pembelian impulsif juga terlihat tiba-tiba, berupa aksi spontan yang mencegah banyak pikiran, pertimbangan dari semua informasi yang tersedia dan alternatif pilihan (Bayler dan Naorrow dalam Kacen,2002). Pembelian impulsif yang dimaksud adalah pembelian yang tidak direncanakan, yang terjadi secara kebetulan dan segera tanpa tujuan terlebih dahulu. Hal tersebut cenderung secara spontan dan menggabungkan pemikiran yang tidak sungguh-sungguh (Cobb dan Hoyer dalam Veronica Rahmawati, 2009). Pembelian impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang tidak direncana dan dikarakteristikkan dengan pengambilan keputusan yang relatif cepat dan prasangka subyektif terhadap keinginan segera memiliki (Rook dan Gordner dalam Rahmawati, 2009). Sehubungan dengan hal itu, Solomon (2004) menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan suatu aksi yang tidak direncanakan yang dipacu oleh waktu dan dipengaruhi oleh produk yang dipamerkan. Betty dan Ferell (1993) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang terjadi secara tiba-tiba atau segera dengan tidak adanya tujuan untuk membeli produk yang dikategorikan secara khusus sebelum berbelanja atau tidak adanya perilaku yang memenuhi tugas-tugas dalam perilaku membeli secara khusus. Thomson dalam Samuel (2006) mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional.

25 11 Keputusan pembelian dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan ( impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi rangsangan lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian mendukung perilaku konsumen, di hubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik (B itner dalam Rahmawati, 2009). Sesuai dengan pendapat Mowen dan Minor (2002) impulse buying di definisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Mowen dan Minor menambahkan pembelian impulsif bisa dikatakan suatu desakan hati secara tiba-tiba dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli sesuatu secara langsung, tanpa banyak mempertimbangkan akibatnya. Pembelian tidak terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol, kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan. Barang-barang yang di beli secara tidak terencana (produ k impulsif) lebih banyak pada barang-barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh pelanggan. Rook dan Fisher (1995) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki reaksi impulsif yang tinggi biasanya akan membeli produk secara impulsif. Reaksi impulsif merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, mendadak, segera dan cenderung terjadi secara tiba-tiba (Peck and Childers dalam Veronica Rahmawati, 2009). Kecenderungan pembelian impulsif merupakan sifat perseorangan yang muncul sebagai respon atas stimuli lingkungan (Park and

26 12 Lennon,2006). Park dan Lennon (2006) juga mengemukakan bahwa perilaku impulse buying secara exclusive dikendalikan oleh rangsangan. Menurut penelitian Engel dalam Japariyanto dan Sugiyono (2012), pembelian berdasarkan impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakter: a. Spontanitas Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. b. Kekuatan, kompulasi, dan intensitas Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. c. Kegairahan dan stimulasi Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan atau liar d. Ketidakpedulian akan akibat Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan. Produk impulsif kebanyakan adalah produk-produk baru, produk dangan harga murah yang tidak terduga. Beberapa macam dari barang-barang pelanggan yang merupakan pembelian tidak terencana paling sering adalah pakaian, perhiasan, ornamen-ornamen, yang dekat dengan diri sendiri serta penampilan. Sehingga setiap toko di desain untuk mengatur kegiatan dan belanja pelanggan. Dengan demikian dapat membuat pelanggan melakukan

27 13 pembelian tidak terencana dan menghabiskan lebih dari perkiraan belanjanya (Wathani, 2009). a. Elemen-elemen Kecenderungan Impulse Buying Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan 5 elemen untuk membedakan antara perilaku konsumen yang impulsif dengan perilaku konsumen yang bukan impulsif. Elemen-elemen tersebut adalah: 1) Konsumen memiliki keinginan atau dorongan yang datang secara tiba-tiba dan spontan dalam melakukan tindakannya, yang berbeda dari perilaku sebelumnya. 2) Keinginan atau dorongan konsumen yang datang secara tiba-tiba untuk membeli yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan psikologis dimana individu merasa diluar kendali yang bersifat sementara. 3) Konsumen mengalami konflik psikologis dan berusaha untuk menimbang antara melawan kepuasan dengan segera dengan konsekuensi jangka panjang dari pembelian. 4) Konsumen mengurangi evaluasi kognitif (proses berfikir) mereka terhadap fitur produk tertentu. 5) Konsumen sering kali melakukan pembelian impulsif (menurutkan kata hati) tanpa menghiraukan konsekuensi dimasa yang akan datang.

28 14 b. Tipe-tipe Impulse Buying Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, pembelian yang tidak terencana (impulse buying) dapat diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu planned impulse buying, reminded impulse buying, suggestion impulse buying, dan pure impulse buying (Japariyanto dan Sugiyono, 2011). 1) Pure impulse buying Merupakan pembelian yang dilakukan karena adanya luapan emosi dari konsumen sehingga melakukan pembelian terhadap produk diluar kebiasaan pembeliannya. Misalnya, konsumen yang jarang membeli majalah melihat majalah X dipajang ditempat dia sedang menunggu antrian dan ingin membeli majalah tersebut karena melihat gambar dan cover story majalah. Dalam hal ini pembelian majalah tersebut di kategorikan sebagai pembelian pure impulse karena diluar perilaku pembelian normal dan hanya memuaskan keinginan yang berdasarkan pada luapan emosi. 2) Reminder impulse buying Merupakan pembelian yang terjadi karena konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan pembelian produk tersebut. Dengan demikian konsumen telah pernah melakukan pembelian sebelumnya atau telah pernah melihat produk tersebut dalam iklan.

29 15 3) Suggestion impulse buying Merupakan pembelian yang terjadi pada saat konsumen melihat produk, melihat tata cara pemakaian atau kegunaanya, dan memutuskan untuk melakukan pembelian. Suggestion impulse buying dilakukan oleh konsumen meskipun konsumen tidak benar-benar membutuhkannya dan pemakaiannya masih akan digunakan pada masa yang akan datang. 4) Planned impulse buying Merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen membeli produk berdasarkan harga spesial dan produk-produk tertentu. Konsumen juga membeli produk lain yang saat itu dijual dengan harga khusus (discount, cuci gudang) karena mengingat kebiasaan mengkonsumsi produk tersebut. Misalnya, seorang konsumen merencanakan membeli telur, susu dan roti. Namun ketika melihat selai tengah di discount maka konsumen tersebut membeli selai tersebut karena teringat bahwa setiap pagi pada anak anaknya sarapan dengan menggunakan selai tersebut. Planned impulse buying berbeda dari ketiga jenis impulse buying karena tipe ini tidak didasarkan pada luapan emosi, tapi didasarkan pada harga dan konsumen telah terbiasa melakukan pembelian produk tersebut. Tipe ini juga berbeda dari tipe reminder impulse buying karena konsumen tidak melakukan pembelian karena semata-mata teringat untuk membelinya, tetapi konsumen melakukan pembelian karena tengah ada

30 16 discount, padahal saat itu konsumen tidak tengah membutuhkannya. Tipe ini juga tidak sama dengan suggestion impulse buying karena konsumen telah mengetahui bagaimana menggunakannya. Dengan demikian planned impulse buying merupakan pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan dan tidak tengah memerlukannya dengan segera, tetapi konsumen membeli produk tersebut secara teratur dan mengetahui bahwa suatu saat akan membutuhkannya jika persediaan dirumah telah habis, sedangkan pada saat itu tengah ada program on sale (discount). Dalam penelitian ini, pembelian secara impulsif yang dipakai adalah pure impulse buying, dan reminder impulse buying. c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Impulse Buying Jumlah yang terbatas dari penelitian tentang pembelian yang tidak direncanakan menunjukkan bahwa ada beberapa karakteristik produk, karakteristik pemasaran dan karakteristik-karakteristik konsumen yang muncul sehubungan dengan proses pembelian (Loudon dan Bitta dalam Watani, 2009). 1) Karakteristik yang mempengaruhi impulse buying adalah: a) Memiliki harga yang rendah b) Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut c) Siklus kehidupan produk yang pendek d) Ukurannya kecil atau ringan e) Mudah disimpan

31 17 2) Pada faktor marketing, hal-hal yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah: a) Distribusi massa pada self-service outlet terhadap pemasangan iklan besar-besaran dan material yang akan di diskon. Hawkins (2004) juga menambahkan mengenai ketersediaan informasi dimana hal ini meliputi suatu format, yang secara langsung berhubungan dengan penggunaan informasiinformasi yang berlebihan dan penggunaan informasi yang kurang, pemasangan iklan, pembelian barang-barang yang dipamerkan, website, penjaga toko, paket-paket, konsumen lain dan sumber yang bebas seperti laporan konsumen adalah sumber utama dari informasi konsumen. b) Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut mempengaruhi pembelian impulsif. Hawkins (2004) juga menambahkan bahwa jumlah, lokasi dan jarak antara toko barang eceran dipasar mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke toko sebelum pembelian. Karena kunjungan ke toko membutuhkan waktu, energi dan uang, jarak kedekatan dari toko seringkali akan meningkatkan aspek ini dari pencarian diluar. 3) Karakteristik konsumen yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah: a) Kepribadian konsumen

32 18 b) Demografis Karakteristik demograsif terdiri dari gender, usia, status perkawinan, pekerjaan dan pendidikan c) Karakteristik-karakteristik sosio-ekonomi yang dihubungkan dengan tingkat pembelian impulsif. 2. Shopping Lifestyle Lifestyle merupakan pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, opininya. Minat manusia dalam berbagai barang yang dipengaruhi oleh gaya hidupnya dan barang yang mereka beli mencerminkan gaya hidup tersebut. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Memahami sikap konsumen tidak lah lengkap jika tidak memahami konsep gaya hidup. (Kotler,2007: ) Gaya hidup menurut Sutisna (2003:145) yaitu cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktifitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungan nya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat) Gaya hidup mempengaruhi seseorang dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang (Kasali,1988:225). Hal senada dikatakan oleh Kotler &Amstrong (2004:175) yang menjelaskan bahwa lifestyle captures something more than the person s social class or personality. It profiles a person s whole pattern of acting and interacting in the world.

33 19 Costumer don t just buy products they buy values and lifestyle those product represent artinya, gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari kelas sosial seseorang dan berinteraksi di dunia. Pelanggan tidak hanya membeli produk, mereka membeli nilai-nilai dan gaya hidup produk yang mewakili. Sedangkan shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa ( Zablocki dan Kanter dalam Japariyanto dan Sugiyono, 2012). Hal tersebut telah menggambarkan pola konsumsi konsumen yang luas, seperti membedakan konsumen dalam pengertian mereka yang melakukan pengeluaran untuk makanan, elektronik, fashion, hiburan dan pendidikan (Douglas dan Isherwood dalam Veronica Rahmawati, 2009). Sebuah marketing shopping lifestyle mengakui bahwa masyarakat masuk ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan hal hal yang meraka inginkan, bagaimana cara menghabiskan waktu luang dan bagaimana memilih cara untuk menghabiskan uang (Zablocki dan Kanter dalam Japariyanto dan Sugiyono, 2012). Cathy J.Cobb dan Wayne D. Hoyer dalam Japariyanto dan Sugiyono (2012) mengungkapkan bahwa konsumen di minta untuk menunjukkan sejauh mana mereka sepakat atau tidak sepakat dengan pernyataan yang berkaitan dengan shopping lifestyle (misalnya sikap terhadap merk nasional,

34 20 dirasakan pengaruh iklan, harga kesadaran). Konsumen biasanya menghabiskan waktu lebih banyak untuk melakukan seleksi merk, mereka akan membeli merk berbeda ketika ada merk lain yang dapat memberikan kepuasan akan kebutuhan karena konsumen membeli produk berdasarkan kinerja. Dari perspektif konsumen (Shimp,2000:9) bahwa merk yang terpercaya merupakan jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan menyediakan manfaat apapun (dalam bentuk status atau gengsi) yang di cari konsumen ketika membeli produk tertentu. Lebih lanjut merk adalah sebuah janji dengan konsumen bahwa dengan hanya menyebut namanya akan timbul harapan bahwa merk tersebut akan memberikan kualitas yang terbaik, kenyamanan, status dan lain lain yang menjadi pertimbangan ketika melakukan pembelian (Shimp,2000:8) Betty Jacson dalan Japarianto dan Sugiyono (2011) mengatakan shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam belanja yang mencerminkan perbedaan status sosial. Cara kita berbelanja mencerminkan status, martabat, dan kebiasaan. Betty Jacson juga mengatakan bahwa seseorang akan rela membeli merk yang disenangi meskipun orang tersebut orang tersebut tidak punya cukup uang. Menurut Samuel (2005) sebagian orang menganggap kegiatan berbelanja dapat menjadikan alat untuk menghilangkan stress, menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan. Kemampuan untuk menghabiskan uang membuat seseorang merasa

35 21 berkuasa. Hal ini jelas bahwa shopping telah menjadi lifestyle bagi setiap orang di dunia dan telah menjadi hal yang sangat penting bagi setiap orang. 3. Fashion Involvement Menurut O Cass (2004) involvement adalah minat atau bagian motivasional yang ditimbulkan oleh stimulus atau situasi tertentu, dan di tunjukkan melalui ciri penampilan (O Cass, 2004 dalam Park 2005). Sedangkan menurut Zaichkowsky dalam Japariyanto dan Sugiyono (2011) involvement didefinisikan sebagai hubungan seseorang terhadap sebuah objek berdasarkan kebutuhan, nilai, dan ketertarikan. Kata objek memberikan pengertian umum dan mengacu pada suatu produk atau brand, iklan, situasi pembelian. Konsumen dapat menemukan involvement disemua objek, karena involvement membangun motivasi. Gambar 1 Faktor-faktor dan hasil dari involvement Faktor-faktor yang menentukan involvement Faktor Manusia Kebutuhan Kepentingan Ketertarikan Nilai Faktor Objek atau Faktor Pendorong Pilihan yang berbeda Sumber komunikasi Komunikasi yang menyenangkan Faktor Situasi Pembelian/Penggunaan Kesempatan Involvement Dengan iklan Dengan produk Dengan keputusan pembelian (Zaihkowsky dalam Alen,2012) Hasil dari involvement Pendatangan kontra Efektivitas iklan untuk mendorong pembelian Kepentingan realtif dari kelas produk Merasakan perbedaan dalam atribut produk Pilihan untuk merk tertentu Pengaruh harga pada merk Jumlah informasi yang dicari Waktu yang dihabiskan untuk alternatif berunding Jenis aturan keputusan yang digunakan dalam pilihan

36 22 Faktor-faktor yang menentukan involvement terdiri dari tiga faktor yaitu manusia, faktor obyek atau pendorong keterlibatan itu sendiri dan faktor situasi. Faktor manusia berasal dari diri manusia itu sendiri terdiri dari kebutuhan, kepentingan, ketertarikan serta nilai. Faktor obyek atau pendorong merupakan faktor yang memicu manusia untuk melakukan keterlibatan. Terdiri dari beragamnya pilihan, adanya sumber komunikasi yang menyenangkan. Faktor situasi merupakan faktor pendukung bagi manusia untuk melakukan keterlibatan terdiri dari adanya kesempatan atau tidak untuk apa pembelian atau penggunaan itu dilakukan (Zaichkowsky dalam Alen, 2012). Ketiga faktor di atas akan mempengaruhi keterlibatan jika berinteraksi dengan iklan, produk dan keputuan pembelian. Hasil keterlibatan dari iklan yaitu kesetujuan atau ketidaksetujuan atas iklan tersebut, efektivitas iklan untuk mendorong pembelian. Hasil keterlibatan terhadap produk yaitu kepentingan terhadap produk tersebut, merasakan adanya perbedaan dalam atribut produk dan mempunyai pilihan untuk menggunakan produk merk tertentu. Keterlibatan dengan keputusan pembelian akan memberikan hasil pengaruh harga pada pilihan merk (semakin merek terkenal semakin mahal harganya). Sebelum melakukan keputusan pembelian perlu mencari sejumlah informasi agar tidak keliru dalam mengambil keputusan pembelian. Keputusan pembelian tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa, namun diperlukan waktu untuk berunding misalnya dengan pihak keluarga. Konsekuensi dari hasil pengambilan keputusan pembelian tersebut juga

37 23 dipertimbangkan, misalnya berapa dana yang mesti disediakan atau apakah produk tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak (Zaichkwosky dalam Alen, 2012). Involvement dapat dipandang sebagai motivasi untuk memproses informasi (Mitchell dalam Japariyanto dan Sugiono, 2012). Untuk tingkat tersebut terdapat hubungan antara kebutuhan konsumen, tujuan, atau nilai dan pengetahuan produk, konsumen akan termotivasi untuk memperhatikan informasi produk yang memotivasi untuk mendorong perilaku. Selama involvement meningkatkan produk, konsumen akan memperhatikan iklan yang berhubungan dengan produk tersebut, memberikan lebih banyak upaya untuk memahami iklan tersebut dan memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait di dalamnya, disisi lain seseorang mungkin tidak akan mau repot untuk memperhatikan informasi yang diberikan ( Celsi dan Olson dalam Veronica Rahmawati, 2009). Begitu pula dengan fashion, banyak orang terlibat dengan fashion, menghabiskan waktu dan uang untuk gaya terbaru. O Cass (2004 ) mengatakan bahwa fashion chlothing involvement (mode pakaian) merupakan setiap item pakaian, bermerek atau tidak bermerek yang konsumen miliki atau kagumi atau bahkan yang tidak pernah dapat dibelinya. Dan hal tersebut berkaitan dengan filosofi tentang pandangan konsumen terhadap mode pakaian sebagai bagian yang penting dalam kehidupan mereka. Dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu pada ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion. O Cass dalam

38 24 Japariyanto dan Sugiyono (2012 ) menemukan bahwa fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat dengan karakteristik pribadi (yaitu wanita dan muda) dan pengetahuan fashion, yang mana pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan konsumen di dalam membuat keputusan pembelian. Juga hubungan yang positif antara tingkatan fashion involvement dan membeli pakaian (Fairhurst 1989;Seo 2001 dalam Park ). Mc Father (2005) mengatakan bahwa konsumen yang keterlibatannya penuh ( high involvement) terhadap mode pakaian, maka ia akan membeli pakaian lebih dahulu daripada teman-temannya dan akan mendorong temen-temannya untuk membeli pakaian itu juga. Pakaian yang merupakan bagian dari produk fashion adalah kategori produk yang digunakan untuk mencerminkan kehidupan sosial konsumen, fantasi dan keanggotaannya (Solomon,2004). Konsumen dengan fashion involvement lebih tinggi mungkin terlibat dalam impulse buying yang berorientasi fashion. 4. Hubungan Antara Shopping Lifestyle dan Impulse Buying Behavior Shopping dari masa ke masa telah menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifetyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse buying. Ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih daripada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional daripada irasional dan hubungan sembilan karakteristik produk yang mungkin dapat mempengaruhi pembelian impulsif,

39 25 yaitu harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merk, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil, dan mudah disimpan (Japarianto dan Sugiyono, 2011:35). 5. Hubungan Antara Fashion Involvement dan Impulse Buying Behavior Menurut Gregory Stone dalam Savitrie Dian (2008) pakaian adalah instrument seseorang dalam mengekspresikan identitasnya. Pakaian bisa memvalidisasi dan membantu mengkokohkan identitas. Seseorang akan memperhatikan cara berpakaian yang dia pilih demi mendapatkan validasi dari audiens yang nantinya akan memperkuat self concept orang tersebut. Pakaian juga dikategorikan sebagai barang high involvement karena karena konsumen membelinya dengan alasan arti simboliknya, image yang ditimbulkan dan kepuasan psikologis. Menurut Kaiser (1990) pakaian dapat memperlihatkan status sosial pemakainya, image dan karakteristik pribadi mereka. Pakaian sangat erat keterlibatannya dengan karakteristik pribadi dan pengetahuan tentang fashion, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh keyakinan konsumen dalam membuat keputusan pembelian. Kecenderungan seseorang untuk memiliki penampilan yang menarik menyebabkan orang tersebut sering melakukan pembelian tanpa direncanakan untuk produk pakaian. Selain itu, hubungan hubungan positif antara tingkat keterlibatan dan mode pembelian pakaian adalah konsumen dengan high involvement lebih menyukai kepada pembelian pakaian. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa konsumen dengan higher fashion involvement lebih menyukai

40 26 menggunakan fashion oriented impulse buying (Japariyanto dan Sugiyono, 2011:35). B. Tinjauan Pustaka 1. Edwin Japarianto dan Sugiyono Sugiharto (2011) Penelitian yang dilakukan oleh Edwin Japarianto dan Sugiyono Sugiharto (2001) dengan judul Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap impulse buying behavior pada masyarakat high income Surabaya. Penelitian ini menggunakan sampel yang tinggal di Surabaya, yang memiliki pendapatan sendiri, memiliki pengeluaran Rp , pernah berbelanja di Galaxy Mall, Lendmarc dan Grand City. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda, yang akan mempermudah untuk melihat peranan shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap perilaku impulse buying yang akan diuji. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa shopping lifestyle dan fashion involvement berpengaruh secara simultan terhadap perilaku impulse buying pada masyarakat high income Surabaya. 2. Mulianingrum Wikartika (2010) Penelitian yang kedua dilakukan oleh Mulianingrum Wikartika mahasiswa Universitas Sebelas Maret dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impulse Buying Pada Merek Super T-Shirt ( Study Pada

41 27 Pengunjung Matahari Department Store Singasaren). Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh shopping lifestyle, fashion involvement, pre-decision stage dan post-decision stage terhadap impulse buying secara parsial maupun simultan. Variabel penelitian ini meliputi shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), pre-decision stage (X3), post-decision stage (X4) dan impulse buying (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung yang membeli kaos Super T-Shirt pada Matahari Departement Store Singasaren dengan sampel dalam sebanyak 100 responden dengan tingkat sosial menengah ke bawah. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan metode purposive sampling dan alat analisis regresi berganda. Hasil uji secara parsial menunjukkan bahwa predecision stage dan post-decosion stage saja yang berpengaruh terhadap impulse buying. Sedangkan hasil uji secara simultan menunjukkan bahwa shopping lifestyle, fashion involvement, pre-decision stage, post-decision stage berpengaruh terhadap impulse buying. 3. Indah Novitasari (2012) Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Indah Novitasari mahasiswa Universitas Gajah Mada dengan judul Study Tentang Perilaku impulse buying di Centro Lifestyle Department Store Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh shopping lifestyle, fashion involvement, predecision stage dan post-decision stage terhadap impulse buying di Centro lifestyle department store Yogyakarta. Variabel penelitian ini meliputi shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), pre-decision stage (X3),

42 28 post-decision stage (X4) dan impulse buying (Y). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden, dengan kriteria responden berumur tahun dan pernah melakukan pembelian tidak terencana sebanyak lebih dari 2 kali di Centro Yogyakarta. Data dikumpulkan dengan menguji kuesioner terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pre-decision stage dan post-decosion stage saja yang berpengaruh terhadap impulse buying karena responden yang di tentukan oleh peneliti adalah responden dengan kelas sosial menegah ke bawah. C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran teoritis adalah model konseptual yang disesuaikan atau dibentuk sesuai dengan kebutuhan penelitian (Bilson Simamora,2004:36) kerangka pemikiran teoritis yang baik adalah yang secara terperinci pemikiran hubungan antar konsep yang diduga ada dalam penelitian. Model penelitian menggunakan secara skematis tentang arah penelitian yang akan dilakukan dari permasalahan yang ada serta ulasan teori yang mendukung pemecahan masalah tersebut, ketertarikan antara variabel bebas yang terdiri dari shopping lifestyle dan fashion involvement yang diasumsikan berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu impulse buying behavior. Adapun model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

43 29 Gambar 2 Kerangka pemikiran Shopping lifestyle (X1) H1+ Impulse buying behavior (Y) Fashion involvement (X2) H2+ D. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono,2009:93). Berdasarkan teori penunjang dan model penelitian dengan permasalahan dalam penelitian ini terdapat dua hipotesis yaitu: H1: Diduga ada pengaruh positif shopping lifestyle terhadap impulse buying behavior konsumen. H2: Diduga ada pengaruh positif fashion involvement terhadap impulse buying behavior konsumen.

44 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purworejo dengan mengambil sampel konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo. Penelitian ini dilaksanakan bulan November Agustus B. Desain Penelitian Pada dasarnya desain penelitian digunakan untuk menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitian ini. Desain yang digunakan yaitu dengan survei. Menurut Sugiyono (2007:7) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo. C. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer dapat di definisikan sebagai data yang dikumpulkan dari sumber asli untuk tujuan tertentu. Data primer biasanya tidak tersedia dalam bentuk yang sudah kompilasi, sehingga merupakan tugas peneliti untuk mengumpulkannya 30

45 31 dengan cara yang paling efisien dalam format yang bermanfaat bagi tujuan pengambilan keputusan (Kuncoro,2003:136). Pada penelitian ini sumber data yang diperoleh dari seluruh konsumen yang mengkonsumsi pakaian di Kecamatan Purworejo. D. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009:115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang mengkonsumsi pakaian di Kecamatan Purworejo. E. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, dimana pengambilan yang dilakukan harus mewakili populasi atau harus representatif (Sugiyono,2007:62). Menurut Supranto (1997:239) menyatakan bahwa: Sampel penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan minimal sebanyak 30 elemen atau responden. Sampel dalam penelitian ini ditentukan oleh peneliti adalah 100 responden. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah kosumen yang mengkonsumsi pakaian di Kecamatan Purworejo.

46 32 F. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampel non probabilitas. Sampel non probabilitas adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah judgement sampling. judgement sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota sampling dimana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian (Kuncoro, 2003:119). Da lam penelitian ini kriteria anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian yaitu: 1. Konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo. 2. Konsumen berusia minimal 17 tahun. Konsumen yang memiliki usia lebih dari 17 tahun dianggap mampu mengambil keputusan dengan bijak (Sudaryanto, 2012:36). Millatina Urfana (2010) juga mengatakan bahwa usia minimal 17 tahun dapat dianggap sebagai konsumen dewasa yang dapat mengambil keputusan pembelian. Bellenger dkk dalam Samuel (2007) mengatakan bahwa pembeli dengan usia kurang dari 2 5 tahun lebih impulsif dibandingkan dengan usia yang berada diatasnya. G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kuesioner. Metode kuesioner adalah suatu cara

47 33 mengumpulkan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan mereka akan memberikan respon atau daftar pertanyaan tersebut (Sigian dan Sugiarto, 2000:25). H. Teknik Pengukuran Data Teknik pengukuran menggunakan skala pengukuran. Skala pengukuran merupakan kesempatan yang digunakan sebagai acuan menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2009:132). Skala yang akan digunakan yaitu skala likert dengan pemberian skor sebagai berikut: 1. Sangat setuju (5) 2. Setuju (4) 3. Netral (3) 4. Tidak setuju (2) 5. Sangat tidak setuju (1) I. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 1. Variabel Independen (X) Variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Jadi variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain (Sugiyono,2006:3). Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah shopping lifestyle dan fashion involvement.

48 34 a. Shopping lifestyle (X1) Shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle yang meliputi activity, interest dan opinion dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial (Betty Jacson dalam Japarianto dan Sugiyono, 2011:33). Indikator dari shopping lifestyle adalah: 1) Berbelanja fashion merk terkenal. 2) Ketertarikan pada fashion model terbaru. 3) Trend fashion yang selalu berubah. b. Fashion involvement (X2) Fashion involvement adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk fashion karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut (Japariyanto dan Sugiyono, 2011:34). Indikator dari fashion involvement adalah: 1) Mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model terbaru 2) Pakaian adalah hal yang penting 3) Menyukai model pakaian yang berbeda dengan orang lain 4) Pakaian menunjukkan karakteristik 2. Variabel Dependen (Y) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2006:3). Variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah impulse buying behavior.

49 35 Impulse buying behavior adalah proses pembelian pelanggan yang cenderung spontan dan seketika tanpa direncanakan terlebih dahulu (Babin B.J dan Darder W.R dalam Veronica Rahmawati, 2009). Indikator dari impulse buying behavior adalah: 1) Ketika berjalan-jalan di toko tiba-tiba tertarik membeli pakaian dengan model terbaru. 2) Pembelian pakaian yang semula tidak pernah direncanakan. 3) Tertarik untuk membeli pakaian pada display yang eye catching J. Uji Instrumen Uji instrumen penelitian penting dilakukan dalam penelitian ini. Instrument penelitian yang berupa kuesioner ini sebelum digunakan untuk mengumpulkan data harus diuji kebenarannya maupun tingkat reliabilitasnya. Arikunto (2006:168) berpendapat bahwa instrument yang baik harus memenuhi dua parsyaratan penting yaitu valid dan reliable. Persyaratan tersebut harus dipenuhi, maka diperlukan 2 macam informasi, yaitu tingkat kebenaran dan tingkat kehandalan butir dengan uji validitas dan reliabilitas. 1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2007:45).

50 36 Cara yang digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner dengan menggunakan uji Confirmatory Factor Analysis (CFA). Uji dengan CFA adalah faktor yang digunakan untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas atau apakah indikator-indikator yang digunakan untuk mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel. Jika masing-masing indikator merupakan indikator pengukur konstruk maka akan memiliki nilai loading faktor (minimal 0,4) yang tinggi. Asumsi yang mendasari dapat tidaknya digunakan analisis faktor adalah data matrik harus memilki korelasi yang cukup ( Suffiction correlation). Alat uji lain yang digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antar variabel dan dapat tidaknya dilakukan analisis faktor, adalah Kaiser Meyer Oikin Measure of Sampling Adequency (KMO MSA). Nilai KMO bervariasi dari 0 sampai dengan 1. Nilai yang dikehendaki harus > 0,50 untuk dapat dilakukan analisis faktor (Ghozali, 2007:49). 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waku ke waktu. Instrument dikatakan reliabel apabila instrument tersebut cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha> 0,6 (Nunnualy dalam Ghozali, 2007:42).

51 37 K. Analisis Data Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS. Menurut Sanusi Anwar (2003:309) analisis regresi berganda digunakan u ntuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), terhadap impulse buying behavior (Y) konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo. Adapun bentuk persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Y= a + b1x1+b2x2 +e Dimana: Y : impulse buying behavior a : konstanta b1, b2 : koefisien regresi X1 : shopping lifestyle X2 : fashion involvement e : variabel eror Dengan hipotesis sebagai berikut: H0 Ha : variabel bebas (X) tidak berpengaruh pada variabel terikat (Y) : variabel bebas (X) berpengaruh pada variabel terikat (Y) Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesisnya adalah: a. Jika PValue > 0,05 (α = 5%) dan nilai standardized coefficients beta positif maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh positif dan

52 38 signifikan antara variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. b. Jika PValue < 0,05 (α = 5%) dan nilai standardized coefficients beta positif maka, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

53 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner secara langsung kepada responden. Proses pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti, yaitu dengan mendatangi langsung responden yang berada di Kecamatan Purworejo. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 115 kuesioner dan dapat dinyatakan bahwa semua kuesioner tersebut kembali, karena kuesioner dikembalikan pada saat itu juga yaitu setelah responden mengisi kuesioner yang diberikan. Kuesioner terjawab dengan lengkap, memenuhi kriteria dan layak dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 100 kuesioner, dan sebanyak 15 kuesioner tidak layak dianalisis karena terdapat beberapa pertanyaan dalam kuesioner yang tidak dijawab dengan lengkap oleh responden. Hasil pengumpulan data secara lengkap disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Hasil pengumpulan data respoden Keterangan Jumlah Presentase Kuesioner disebar % Kuesioner kembali % Kuesioner yang tidak layak diolah 15 13,05% Kuesioner yang layak diolah ,95% Sumber: data primer diolah 39

54 40 B. Analisis Deskriptif Responden Analisis deskriptif merupakan teknik analisis data yang memfokuskan pada data yang diperoleh untuk kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis. Analisis ini dilakukan terhadap data yang menyangkut karakteristik responden. Responden dalam penelitian ini adalah semua konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo yang pernah melakukan pembelian produk pakaian. Dalam penelitian ini dipilih konsumen di Kecamatan Purworejo sebagai populasi dari responden karena diharapkan mereka sudah memiliki pengetahuan tentang penelitian ini dan dapat membantu memberikan data yang dapat dipertanggungjawabkan, hasil selengkapnya di uraikan sebagai berikut: 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 2 Jenis Kelamin Responden JenisKelamin Jumlah (orang) Presentase Pria 42 42% Wanita 58 58% Jumlah % Sumber: Data primer diolah Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian adalah wanita sebanyak 58 orang (58%), kemudian pria sebanyak 42 orang (42%). Berbelanja memang diidentikkan dengan wanita. Keinginan untuk berbelanja dapat di bagi sesuai dengan jenis kelamin seseorang. Pria menunjukkan minat yang jauh lebih rendah daripada wanita dalam hal berbelanja. Pria melihat belanja sebagai suatu kebutuhan, sementara wanita memandangnya sebagai kegiatan yang menyenangkan dan rekreasi. Hal

55 41 tersebut mendorong wanita cenderung melakukan pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana (Syzta Sekartaji, 2012) 2. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 3 Umur Responden Umur Jumlah (orang) Presentase Tahun 22 22% Tahun 38 38% Tahun 21 21% 33 Tahun 19 19% Jumlah % Sumber : Data primer yang diolah Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden ber umur tahun sebanyak 38 orang (38%), umur tahun sebanyak 22 orang (22%), umur tahun sebanyak 21 orang (21%), dan terakhir yang ber umur lebih dari 33 tahun sebanyak 19 orang (19%). Kebutuhan dan keinginan konsumen akan berubah sesuai dengan perubahan usianya. Setiap individu akan membeli barang dan jasa yang berbeda, selera individu tersebut terhadap barang dan jasa akan berubah sesuai dengan pertambahan usia (Varenina Tania, 2010). 3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Tabel 4 Pekerjaan Responden Pekerjaan Jumlah (orang) Presentase Pelajar 13 13% Mahasiswa 21 21% Wiraswasta 22 22% PNS 20 20% Buruh 17 17% Lain-lain 7 7% Jumlah % Sumber: Data primer yang diolah

56 42 Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah wiraswasta sebanyak 22 orang (22%), mahasiswa sebanyak 21 orang (21%), PNS sebanyak 20 orang (20%), buruh sebanyak 17 orang (1 7%), pelajar sebanyak 13 orang (13%) dan lain-lain sebanyak 7 orang (7%). Status pekerjaan juga menentukan waktu yang dimiliki konsumen untuk mengunjungi toko produk pakaian. Mahasiswa banyak mengunjungi tokotoko pakaian saat jeda kuliah, begitu juga bagi para PNS, Wiraswasta dan pelajar yang memanfaatkan waktu istirahat makan siang atau pulang kerja. Sedangkan kegiatan sosialisasi yang dilakukan ibu rumah tangga membuat mereka bertemu dengan orang-orang yang menginspirasi penampilan. Makin banyak waktu yang dimiliki untuk mengunjungi tempat perbelanjaan dengan dukungan daya beli, maka kemungkinan konsumen tersebut melakukan pembelian tidak terencana dalam kategori pakaian akan semakin besar (Dian Savitrie, 2008). 4. Karakteristik responden berdasarkan penghasilan Tabel 5 Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan Pendapatan Per Bulan Jumlah Responden Persentase (%) < % % % % % Jumlah % Sumber: Data Primer Yang Diolah

57 43 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan < sebanyak 36 orang (3 6%), paling banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan sebanyak 29 orang (2 9%), pendapatan sebanyak 18 orang (1 8%), pendapatan sebanyak 10 orang (10%), dan responden yang berpendapatan sebanyak 7 orang (7%). C. Deskripsi Variabel Analisis ini mendeskripsikan tentang keadaan responden, yaitu konsumen pakaian di toko pakaian di Kecamatan Purworejo yang meliputi shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying behavior. Data dari masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Shopping Lifestyle (X1) Berdasarkan jawaban responden terhadap shopping lifestyle (X1) ditunjukkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 6 Distribusi frekuensi skor dari shopping lifestyle (X1) No pernyataan STS TS N S SS Jumlah Jumlah Presentase % 0,66% 5% 32,33% 49% 13% 100% Sumber: data primer diolah

58 44 2. Fashion Involvement (X2) Berdasarkan jawaban responden terhadap fashion involvement (X2) ditunjukkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 7 Distribusi frekuensi skor dari fashion involvement (X2) No pernyataan STS TS N S SS Jumlah Jumlah Presentase % 1,75% 2.5% 18% 49% 28,75% 100% Sumber: data primer yang diolah 3. Impulse Buying Behavior (Y) Berdasarkan jawaban responden terhadap impulse buying behavior (Y) ditunjukkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 8 Distribusi frekuensi skor dari impulse buying behavior (Y) No STS TS N S SS Jumlah pernyataan Jumlah Presentase % 1% 4,33% 33,66% 49,66% 11,33% 100% Sumber: data primer diolah D. Uji Instrumen 1. Uji Validitas Tujuan dari pengujian validitas instrument untuk mengetahui apakah alat pengukuran tersebut dapat digunakan atau tidak dalam mengumpulkan

59 45 data yang diperlukan sehingga bisa didapat hasil pengujian hipotesis yang tepat sasaran. Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Pengujian validitas dilakukan dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) menggunakan software SPSS 16.0 for windows. Uji CFA digunakan untuk menguji apakah indikator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah variabel yaitu jika mempunyai nilai loading faktor yang tinggi, yaitu diatas 0.4 dilihat dari rotated component matrix,sedangkan nilai KMO MSA > 0.50 menunjukan bahwa nilai yang didapatkan sudah mencukupi dan dinyatakan baik atau layak dan dengan nilai signifikansi sehingga dapat dilakukan analisis faktor selanjutnya. Berdasarkan pre-test yang disebar kepada 50 responden konsumen pakaian di Kecamatan Purworejo didapatkan nilai KMO sebesar sehingga dapat dilakukan analisis faktor. Begitu juga dengan nilai Bartlett s Test dengan Chi-square = dan signifikansi pada 0.000, maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil uji KMO MSA Pre test ditunjukkan pada tabel berikut ini:

60 46 Tabel 9 Hasil Pengujian KMO and Bartlett s Test Data Pre-Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..674 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df 45 Sig..000 Sumber : Data Primer Yang Diolah Berdasarkan nilai loading factornya maka semua item valid karena melebihi loading factor minimal sebesar 0.4, dapat dilihat dalam tabel Rotated Component Matrix berikut ini : Tabel 10 Hasil Pengujian Validitas Data Pre-Test Rotated Component Matrix a Component X X X X X X X Y Y Y Sumber : Data Primer diolah Dari tabel tersebut dapat disimpulkan semua indikator dari masingmasing variabel valid, karena mengelompok pada satu faktor dengan nilai loading faktor diatas 0.4. Sehingga dapat dilakukan analisis selanjutnya yaitu pengujian dengan menggunakan100 responden. Sedangkan hasil pengujian

61 47 validitas akhir yang disebar kepada 100 responden dari faktor analisis dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 11 Hasil Pengujian KMO and Bartlett s Test Data Akhir Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..707 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df 45 Sig..000 Sumber : Data Primer Yang Diolah 2013 Berdasarkan tabel di atas yang disebar kepada 100 responden didapatkan nilai KMO sebesar dimana nilainya > 0.5 berarti bahwa ada kedekatan antar variabel. Pada uji bartlett test diperoleh nilai statistik pada taraf signifikansi 0.000, maka dapat disimpulkan bahwa antar variabel terjadi korelasi (signifikansi < 0.05). Analisis ini dapat dilanjutkan ke analisis berikutnya karena syarat untuk dapat melakukan analisis faktor adalah jika nilai KMO lebih besar dari 0.50 (Ghozali, 2007: 49). Uji validitas ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha. Berdasarkan nilai loading factor-nya maka semua item valid karena melebihi loading factor minimal sebesar 0.4, dapat dilihat dalam tabel Rotated Component Matrix berikut ini:

62 48 Tabel 12 Hasil Pengujian Validitas Data Akhir Rotated Component Matrix a Component x x x x x x x y1.735 y2.860 y3.820 Sumber : Data Primer diolah Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa semua indikator dari masing-masing variabel valid, karena mengelompok pada satu faktor dengan nilai loading faktor di atas 0.4. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian telah memenuhi uji validitas. 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau

63 49 handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ini dilakukan dua kali dengan menggunakan Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.60 (Gozhali, 2007: 42). Hasil uji reliabilitas awal (Pre-test) ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 13 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Pre Test Variabel a hitung Ket. a minimal Kesimpulan Shopping lifestyle > 0.6 Reliabel Fashion involvement > 0.6 Reliabel Impulse buying behavior > 0.6 Reliabel Sumber : Data Primer Diolah 2013 Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan analisis Cronbach Alpha diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa masing-masing variabel memiliki nilai alpha yang melebihi 0.6 sehingga semua item pernyataan tersebut telah memenuhi uji reliabilitas. Maka dapat di lakukan analisis faktor selanjutnya yaitu uji reliabilitas dengan menggunakan 100 responden. Sedangkan hasil pengujian reliabilitas akhir ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 14 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Akhir Variabel a hitung Ket. a minimal Kesimpulan Shopping lifestyle > 0.6 Reliabel Fashion involvement > 0.6 Reliabel Impulse buying behavior > 0.6 Reliabel Sumber : Data Primer Diolah 2013

64 50 Dari hasil pengujian di atas dengan menggunakan analisis Cronbach Alpha diperoleh hasil yang menunjukkan reliabilitas alpha masing-masing variabel lebih besar dari 0,6. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian telah memenuhi uji reliabilitas. E. Analisis Hasil dan Pembahasan Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan analisis regresi berganda (multiple regressions). Dalam penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel shopping lifestyle, fashion involvement dan impulse buying behavior konsumen. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Program SPSS 16.0for windows. Pengujian yang dilakukan secara langsung menunjukkan bahwa persamaan matematis untuk model regresi berganda dapat digunakan sebagai peramalan terhadap keputusan pembelian impulsif atau pembelian yang tidak direncanakan. Hasil pengujian regresi berganda dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Variabel Bebas Tabel 15 Hasil Uji Regresi Berganda Standardized Signifikansi coefficients beta Constanta Shopping lifestyle (X1) Fashion involvement (X2) Sumber: Data Primer Yang Diolah 2013

65 51 a. Berdasarkan Tabel 15, diperoleh standardized coefficients beta dengan tingkat signifikansi < 0.05 ( α = 5% ) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti shopping lifestyle (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying behavior (Y). Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa shopping lifestyle berpengaruh positif terhadap impulse buying behavior terdukung. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika shopping lifestyle konsumen terhadap pakaian tinggi maka impulse buying akan semakin meningkat. Adanya trend fashion produk pakaian yang selalu berubah mengakibatkan gaya hidup berbelanja terhadap produk tersebut akan meningkat. Semakin meningkatnya gaya hidup berbelanja konsumen terhadap suatu produk maka hal ini berarti impulse buying konsumen juga akan semakin meningkat ketika konsumen memasuki sebuah toko. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Japarianto dan Sugiyono (2011) yaitu shopping dari masa ke masa telah menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari. Sehingga untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi tercapainya hal yang diinginkan yang kemudian cenderung mengakibatkan pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana. b. Berdasarkan Tabel 15, diperoleh standardized coefficients beta dengan tingkat signifikansi < 0.05 ( α = 5% ) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti fashion involvement (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying behavior (Y). Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa fashion involvement berpengaruh positif

66 52 terhadap impulse buying behavior terdukung. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika fashion involvement terhadap produk pakaian tinggi maka impulse buying konsumen juga akan semakin meningkat. Apabila pakaian merupakan hal yang penting menurut persepsi konsumen hal ini berarti konsumen mempunyai perhatian yang lebih terhadap produk tersebut. Semakin konsumen mempunyai perhatian terhadap suatu produk maka keinginan untuk membeli juga akan semakin tinggi, maka hal ini berarti impulse buying konsumen juga akan semakin meningkat ketika konsumen tersebut memasuki sebuah toko. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Japarianto dan Sugiyono (2011) yaitu pakaian sangat erat keterlibatannya ( high involvement) dengan karakteristik pribadi sehingga seseorang yang memiliki keinginan untuk mempunyai penampilan menarik akan memicu orang tersebut melakukan pembelian tanpa direncanakan untuk produk pakaian.

67 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh positif antara shopping lifestyle terhadap pembelian impulsif. Artinya semakin tinggi shopping lifestyle atau gaya hidup berbelanja maka semakin tinggi untuk sering mengarah kepembelian impulsif. Dapat disimpulkan bahwa jika semakin sering konsumen memiliki shopping lifestyle atau gaya hidup berbelanja maka cenderung untuk menjadi impulsif atau melakukan pembelian tanpa terencana. 2. Terdapat pengaruh positif antara fashion involvement terhadap pembelian impulsif. Artinya semakin tinggi fashion involvement atau ketertarikan terhadap fashion maka akan semakin tinggi untuk mengarah kepembelian impulsif. Dapat disimpulkan bahwa jika semakin sering konsumen memiliki fashion involvement atau ketertarikan terhadap fashion maka cenderung untuk menjadi impulsif atau melakukan pembelian tanpa terencana. 53

68 54 B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Keterbatasan pada variabel penelitian, sehingga belum mampu menjelaskan keseluruhan faktor yang mempengaruhi terjadinya pembelian impulsif konsumen. 2. Sampel yang diambil dalam penelitian ini masih terbatas, yaitu pada konsumen di Kecamatan Purworejo, begitu juga pada objek penelitian yang masih kurang luas. C. Implikasi Penelitian 1. Bagi Perusahaan Pembelian impulsif ini merupakan hal yang menguntungkan bagi pemasar karena terjadi aktivitas pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Bagi pemasar, hendaknya selain berorientasi pada peningkatan pelanggan atau konsumen, pemasar juga harus bisa memberikan kepuasan dan kesenangan bagi pelanggan atau konsumen. Produsen atau perusahaan dapat melakukan strategi-strategi pemasaran yang dapat membuat konsumen semakin impulsif pada produk pakaian dengan cara menampilkan iklan yang menarik di media massa pemasaran langsung baik secara offline maupun online, pemilihan lokasi penjualan, kebijakan harga, mengatur posisi barang yang akan dipamerkan dan berbagai usaha promosi lainnya.

69 55 2. Bagi Konsumen Konsumen harus memiliki kontrol diri dan lebih berfikir rasional terutama bagi yang memiliki kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru dengan frekuensi tinggi untuk berusaha menjadi konsumen yang hati-hati dengan menentukan pilihan pembelian. 3. Bagi Penelitian Berikutnya Dalam penelitian ini peneliti hanya melihat faktor shopping lifestyle, fashion involvement saja yang mempengaruhi pembelian impulsif. Untuk itu penelitian mendatang sebaiknya melihat juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembelian impulsif, seperti store atmospher dan pelayanan ritel. Selain itu hendaknya penelitian dilakukan di lingkup yang lebih besar, misalnya di daerah Kota metropolitan seperti Kota Jakarta yang struktur penduduknya sangat heterogen, dimungkinkan akan diperoleh hasil yang berbeda dengan penelitian ini.

70 DAFTAR PUSTAKA Alia, G.B Partriarki Dalam Media Promosi Sebuah Pendekatan Semiotis Tentang Tampilan Iklan dan Kemasan Celana Pria. Di akses melalui pada tanggal 15 november Anwar, Sanusi Metodologi Penelitan Praktis Untuk Ilmu Sosial dan Ekonomi. Edisi pertama. Malang: Buntara Media Betty, S,A and Farrell, M.E Impulse Buying Consumer Dony Pembelian Terencana dan Tak Terencana. Di akses melalui Pada tanggal 16 Novemer Engel. James F.Blackwell,RD. dan Miniard,PW Perilaku Konsumen Jilid 1 Edisi ke Enam. Jakarta: Binapura Aksara. Fatchur Remaja dan Perilaku Konsumtif. Di akses melalui pada tanggal 16 November Fitri, R.A Terlena Dalam Menikmati Belanja diakses melalui ag. pada tanggal 15 November Ghozali, Imam Aplikasi Analisas Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hanggariksa, Digus Kelas Sosial dan Perilaku Konsumen. Hatane, Samuel Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online Dengan Sumber Daya Yang Dikeluarkan Dan Diorientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Manejemen dan Kewirausahaan Vol 8 Sept. 101 Hawkins, et.all Consumer Behavior Building Marketing Strategy. Japariyanto, E. dan Sugiyono Sugiharto Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income kota Surabaya. Jurnal Menejemen Pemasaran vol 6 no

71 Kacen, J.J & Lee, J.A The Influence of Culture on Consumer Impulse Buying Behavior. Journal of Consumer Psychology, 12(2), Diakses melalui pada tanggal 17 November Kasali, Rhenald Membidik Pasar Indonesia:Segmentasi,Targeting dan Positioning. Jakarta: Gramedia Kuncoro, Mudrajat Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga Kompas Menangkap Dinamika Sukses Bisnis Fashion, diakses melalui http// fashion pada tanggal 15 November 2012 Kotler, Philip dan Amstrong Pinciples Of Marketing, IE. Prentice-Hall,Ney Jersey Manajemen Pemasaran. Jilid Pertama. Jakarta: PT Indeks. Loudon, D.L & Bitta, A.J Consumer Behavior Concept And Application. Singapore: McGraw-Hill. Mouton Fun Fearless Female. Majalah Cosmopolitan. Mowen,J.C&Minnor, M Consumer Behaviour Upper Saddle River Pretience Hall,Jnc. O Cass, A Fashion Clothing Consumption: Antecedents and Conserquences Of Fashion Clothing Involvement. Park. Joo Kim A Structural Model of Fashin Oriented Impulse Buying Behavior. Rahmawati, Veronica Hubungan Antara Hedonic Shopping Value, Positive Emotion dan Perilaku Impulse Buying Pada Konsumen Ritel. Riyanto, A.A Teori Busana. Bandung: Yapemdo. Rook, D.W & Fisher, R.J Normative Influences on Impulse Buying Behavior. Journal of Consumer Research, 22(3) Samuel, Hatane Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online Dengan Sumber Daya Yang Dikeluarkan dan Di Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi. Savitrie, Dian Pola Perilaku Pembelian Impulsif.

72 Sekartaji, Syzta Perilaku Konsumen Teori dan Penerapan Dalam Pemasaran Shimp, T.A Advertising Promotion and Supplemental a Spoct of Integrated Marketing Communication. Edisi kelima: Harcourt college publisher. Solomon, R Michael Consumer Behavior. Prentice Hall. Sugiyono Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Statistika Untuk Penelitian. cetakan ke tujuh. Bandung: Alfabeta Metode Penelitian Bisnis. cetakan ke empat belas. Bandung: Alfabeta. Supranto J Metode Peramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi Dan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta Sutisna Perilaku Konsumen Dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sigian, Dergibson dan Sugiarto Metode Statistik Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tambunan,Alen Perilaku Impulsif Pada Remaja. Tania,Varenina Perilaku Pembelian Impulsif Produk Pakaian Masyarakat di Kota Jakarta dan Bandung. Wathani, Fikrah Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Pakaian Ditinjau Dari Peran Gender. Wikartika, Mulianingrum Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impulse Buying Pada Merek Super T-Shirt (Study Pada Pengunjung Matahari Department Store Singasaren.

73

74

75

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN Oleh Dea Susiska Manejemen Deasusiska10@gmail.com Abstrak Untuk membuat diri menjadi berbeda dan lebih baik serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan bertambahnya pusat perbelanjaan dengan menawarkan berbagai macam produk yang ditawarkan akan menambah persaingan yang semakin ketat didunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat perbelanjaan merupakan tempat konsumen melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana

Lebih terperinci

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand. Murry Harmawan, S.E, M.Sc.

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand.   Murry Harmawan, S.E, M.Sc. 1 PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, HEDONIC SHOPPING VALUE, DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN (Survei pada konsumen Galeria Mall di Kota Yogyakarta) Dwi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini telah mengakibatkan banyak dunia usaha baru bermunculan yang menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Perusahaan bersaing dengan strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di bidang fashion. Kenyataan ini menyebabkan banyak bermunculan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Motivasi Hedonis Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan era globalisasi saat ini membawa kemajuan diberbagai bidang, salah satunya bidang perdagangan. Perdagangan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab dua ini akan dijelaskan beberapa teori tentang shopping life style, fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. Selain teori-teori tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergi ke pusat perbelanjaan atau mall sudah menjadi agenda rutin masyarakat, terutama di kota-kota besar. Berbagai kebutuhan tersedia di mall, mulai dari pakaian hingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi, banyak pengusaha yang membuka bisnis ritel di pusat perbelanjaan. Pertumbuhan bisnis retail sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen sebanyakbanyaknya bagi usaha mereka. Kebutuhan konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah menjadi perubahan berbagai sektor, termasuk bidang industri dan produksi serta pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelian Tidak Terencana Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang memiliki peran penting dalam memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan (Kotler

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan majunya teknologi dan jaman yang semakin modern, permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang menginginkan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Indonesia Tourism News melansir bahwa kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi semua kalangan. Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Umumnya, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sifat manusia cenderung konsumtif, yang berarti bahwa konsumen selalu mengkonsumsi produk atau jasa sepanjang waktu. Perilaku konsumtif ini muncul selain dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui bisnis ritel, suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Price Discount 2.1.1 Pengertian Price Discount (Potongan Harga) Dalam pemasaran, Price Discount (Potongan harga) merupakan alat promosi yang dapat menarik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pasar Modern (Supermarket) Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, dimana biasanya berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Recreational Shopper Identity dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbelanja yang dicirikan dengan perasaan senang dalam diri pelakunya (Guiry, Magi, Lutz,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kecenderungan orang untuk berbelanja di supermarket atau mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, sebagai

Lebih terperinci

Susi Suwanti Endah Pri Ariningsih, S.E., M.Sc Wijayanti, S.E., M.Sc

Susi Suwanti Endah Pri Ariningsih, S.E., M.Sc Wijayanti, S.E., M.Sc PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, POSITIVE EMOTION DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAPIMPULSE BUYING PADA KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE MALL ARTOS MAGELANG Susi Suwanti susisuwanti.se@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan umum bahwa perilaku pembelian produk fashion oleh konsumen wanita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan ritel modern. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika pergantian mode dalam fashion yang ada di dunia selalu berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru bermunculan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

PENGARUH IN STORE STIMULI

PENGARUH IN STORE STIMULI PENGARUH IN STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN IMPULSE BUYING DI MINIMARKET PERDANA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Oleh : Novin Arisa 0612010072/FE/EM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini peneliti akan membahas beberapa metode dalam penelitian, seperti objek dan subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, identifikasi variabel,

Lebih terperinci

The American Marketing Association mendefinisikan

The American Marketing Association mendefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Menurut Mowen, perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan teknologi informasi yang meningkat pesat pada tahun-tahun terakhir juga telah membawa beberapa dampak transformasional pada beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumen adalah bagian terpenting dalam proses jual beli barang maupun jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang menyebabkan hampir seluruh

Lebih terperinci

PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP

PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP Wuri Agustanti Fakultas Ekonomi, Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purworejo email: Wuri_agustanti@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian 27 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Sumber Data Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010). 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelian Impulsif Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Busana atau yang dikenal dengan kata fashion merupakan kata yang sangat popular dikalangan masyarakat dunia maupun di Indonesia. Fashion merupakan sebuah istilah yang

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek yang digunakan adalah kartu pra bayar IM3 Indosat. Subyek yang digunakan adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang beralamat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model Mehrabian dan Russell (1974) dalam Semuel (2005) menyatakan bahwa dampak dari situasi pada perilaku dapat dimediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa banyak pengusaha membuka bisnis ritel di berbagai pusat perbelanjaan. Tak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Impulsive Buying 1. Pengertian Impulsive Buying Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan umum yang berkaitan dengan tema penelitian. Rumusan masalah di

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan umum yang berkaitan dengan tema penelitian. Rumusan masalah di BAB I PENDAHULUAN Pada bab 1 pendahuluan ini, akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang berisi alasan pemilihan judul, identifikasi masalah, dan permasalahan umum yang berkaitan dengan tema penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

Lebih terperinci

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG Dessy Amelia Fristiana Abstract Beragam faktor dapat mempengaruhi konsumen dalam mempercayakan tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam perkembangan Industri Kreatif Indonesia. Di tahun 2013 fashion menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan xviii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran berorientasikan pasar telah menjadi kebutuhan bagi para pelaku bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan persaingan. Syarat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan pakaian bukanlah sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Secara umum orang berbelanja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Inovasi Produk Menurut Kotler dan Keller (2009) inovasi adalah produk, jasa, ide, dan persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang

Lebih terperinci

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL Diajukan Oleh Widowati Wahyuningsih 20141020033 Kepada: PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Gaya Hidup Gaya hidup menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang iekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial.

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah : Perusahaan dewasa ini menganggap bahwa promosi merupakan bagian penting dari pemasaran, karena pihak perusahaan berharap dengan promosi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu 1. Baros (2007) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh atribut produk terhadap terbentuknya citra merek (Brand Image) di PT. Radio Kidung Indah Selaras

Lebih terperinci

MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN. Rindyah Hanafi

MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN. Rindyah Hanafi MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN Rindyah Hanafi Abstract : The purpuse of this study is to examine motivation shopping in traditional market and supermarket

Lebih terperinci

Sandra Dewi Tanuwijaya

Sandra Dewi Tanuwijaya PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN TOKO DAN PERILAKU POSITIF EMOSIONAL KONSUMEN TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING: PENGUJIANN EFEK MODERASI FAKTOR SITUASIONAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan bisnis yang tinggi membuat perusahaan berlomba-lomba untuk mempertahankan dan memenangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat cepat, salah satu penyebab meningkatnya perekonomian di Indonesia seiring berjalan atau adanya globalisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yang mendekatkan analisisnya pada numerik (angka) yang akan dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi mengimplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada polabelanja. Perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Indonesia cukup menarik bagi pendatang baru dimana pasar yang ada saat ini cukup potensial melihat peningkatan ekonomi dan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retailing adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam banyak perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah mengalami peningkatan yang pesat yang terjadi di berbagai Negara, dengan adanya perkembangan

Lebih terperinci

OLEH: SHERLY OCTAVIA

OLEH: SHERLY OCTAVIA Konsentrasi/Bidang/Minat: Ritel PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, PRE-DECISION STAGE, POST-DECISION STAGE TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN DI SOGO TUNJUNGAN PLAZA SURABAYA OLEH:

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan interpretasi dari hasil analisis data yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Pembahasan dilakukan dengan melihat hubungan kausalitas yang terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH DESAIN PRODUK, KEIRITAN BAHAN BAKAR DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR

PENGARUH DESAIN PRODUK, KEIRITAN BAHAN BAKAR DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR PENGARUH DESAIN PRODUK, KEIRITAN BAHAN BAKAR DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR (Studi Kasus Terhadap Pengguna Sepeda Motor Merek Honda Vario Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT,

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, DAN HEDONIC SHOPPING MOTIVATION TERHADAP IMPULSE BUYING PRODUK FASHION (Studi Empiris Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNMUH Ponorogo) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci