BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Celebrity Worship Celebrity (Idola) Celebrity adalah seseorang yang memiliki pengakuan publik dan sering memiliki ciri khas seperti daya tarik dan kepercayaan (McCracken, 1989; Silvera & Austad, 2004).Menurut Friedman (1979, dalam Doss, 2011), istilah selebriti mengacu pada individu yang dikenal masyarakat, seperti aktor, tokoh olahraga, musisi, idola pop penghibur, dan lain-lain untuk pencapaian mereka di bidang masing-masing selain produk dan merchandise yang didukung oleh mereka.salah satu bentuk selebriti adalah idola pop, yaitu figur publik yang dipromosikan melalui media (media-promoted personalities) yang pekerjaannya adalah menyanyi, menari, dan berakting di teater atau panggung, muncul di acara televisi, iklan dan berpose di majalah atau internet. Idola pop juga muncul di berbagai media, seperti majalah, poster, billboard, iklan, internet, drama TV dan film. Informasi detil seperti tempat dan tanggal lahir, golongan darah, hobi dan pemikiran idola juga dapat ditemukan dalam media popular seperti majalah dan televisi (Aoyagi, dalam Darfiyanti & Putra, 2012). Dari uraian di atas, didapat kesimpulan bahwa celebrity merupakan individu yang memiliki popularitas dan telah dikenal oleh masyarakat umum atas apapun yang telah ia lakukan Definisi Celebrity Worship Celebrity worship menurut Maltby et. Al, (2005) adalah gangguan obsesif-adiktif saat seseorang terlalu melibatkan diri di setiap detil kehidupan selebriti idolanya, dimana semakin seseorang memuja, merasa kagum atau terlibat dengan sosok selebriti tertentu, semakin besar pula keintiman (intimacy) yang diimajinasikan terhadap sosok selebriti yang diidolakan, semakin tinggi tingkat pemujaan seseorang terhadap idolanya, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatannya dengan sosok idola. Seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan seseorang dengan selebriti idolanya, maka ia mulai melihat sosok 9

2 10 selebriti idolanya adalah orang yang dianggap dekat dan ia mulai mengembangkan hubungan parasosial. Hubungan parasosial adalah hubungan yang diimajinasikan seseorang dengan sosok yang diidolakan yang bersifat satu arah, dari fans kepada selebriti idolanya (Maltby, 2004).Celebrity worship dipengaruhi oleh kebiasaaan seperti melihat, mendengar, membaca dan mempelajari tentang kehidupan selebriti secara berlebihan. (McCutcheon et al., 2005) Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa celebrity worship merupakan segala bentuk perilaku atau perasaan yang timbul dari dalam diri individu untuk memuja sosok idola sebagai suatu hiburan atau pemuasan diri Dimensi Celebrity Worship Keterlibatan dengan celebrity oleh Maltby et.al, (2006) dibagi menjadi tiga dimensi yang disebut sebagai Celebrity Attitude Scale (CAS), yang bisa digambarkan sebagai tingkatan, yaitu: a).entertainment-social Pada level ini individu biasanya dikaitkan dengan penggunaan media sebagai sarana untuk mencari informasi mengenai idolanya dan senang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan idola dengan sesama teman yang mengidolakan idola yang sama. Fans menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh idolanya adalah menarik dan menjadi hiburan bagi fans tersebut.salah satu contoh tipikal perilaku dalam aspek entertainment-social adalah ketika individu gemar membicarakan tentang idolanya kepada sesama teman yang mempunyai idola yang sama. b).intense-personal Dimensi ini merefleksikan perasaan intensif dan empati terhadap idola, hampir sama dengan tendesi obsesif pada fans. Hal ini menyebabkan individu menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang celebrity tersebut, mulai dari berita terbaru hingga informasi mengenai pribadi celebrity. Contoh perilaku yang menggambarkan tipikal Intense-personal, misalnya saat individu merasa idolanya bisa menjadi pasangan hidupnya.

3 11 c).borderline-pathological Dimensi ini adalah yang paling tinggi dari hubungan parasosial dengan celebrity. Hal ini digambarkan dalam sikap seperti kesediaan untuk melakukan apapun demi celebrity tersebut meskipun hal tersebut melanggar hukum. Fans yang seperti ini tampak memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irasional. Salah satu contoh perilaku yang menggambarkan tahapan borderlinepathological misalnya seorang individu rela memberikan uang sebanyak sepuluh juta demi bisa membeli seprei yang pernah dipakai tidur oleh idolanya. 2.2 Compulsive Buying Definisi Compulsive Buying Menurut O Guinn dan Faber (1992, dalam Moore 2009) compulsive buying adalah pembelian yang kronis, dilakukan berulang-ulang yang menjadi respon utama dari suatu kejadian atau perasaan yang negatif. Sehingga compulsive buying adalah satu bentuk konsumsi yang dianggap sebagai sisi gelap konsumsi, karena ketidakmampuan konsumen dalam mengendalikan dorongan hati yang kuat untuk selalu melakukan pembelian(shiffman & Kanuk, 2000 dalam Park & Burn, 2005). Konsumen yang kompulsif adalah konsumen yang merasa ketagihan, dalam beberapa kondisi mereka berlaku diluar kontrol dan sikap mereka dapat berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain (Schiffman & Kanuk, 2007). Compulsive buying bisa terjadi pada setiap individu yang memiliki kondisi jiwa yang normal (D Astous, Maltais, & Roberge, 1990; dalam Naomi & Mayangsari, 2009). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa compulsive buying merupakan salah satu karakteristik konsumen yang merupakan sisi negatif dari sebuah perilaku konsumsi, dimana individu dengan perilaku compulsive buying akan menunjukkan perilaku membeli yang kronis, berulangulang, ketagihan Dimensi Compulsive Buying Berdasarkan teori yang dilansirkan oleh Edwards (1992; dalam Moore, 2009), perilaku compulsive buying adalah suatu tindakan seseorang dalam

4 12 mengambil keputusan untuk membeli barang bukan hanya karena kebutuhannya, melainkan juga demi pemuasan keinginannya yang dilakukan secara berlebihan, kronis, dan berulang-ulang sebagai representatif perasaan negatif atau untuk mengurangi perasaan negatif. Compulsive buying memiliki lima dimensi utama, yaitu: 1.Tendency to Spend. Keadaan dimana seseorang membeli barang secara berlebihan, menghabiskan uang dengan sering. 2.Drive to Spend. Saat individu merasa tergoda untuk berbelanja preokupasi (pemusatan pikiran pada satu hal tertentu), kompulsif (dilakukan secara berulang-ulang) dan adanya perilaku impulsif dalam berbelanja atau membeli barang. 3.Feelings about shopping. Keadaan mengenai seberapa besar individu menikmati aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja 4.Dysfunctional spending. Menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan dapat menyebabkan atau menggiring seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja. 5.Post-purchase guilt. Keadaan dimana seseorang merasa menyesal setelah melakukan aktivitas berbelanja Tiga Fitur Inti Compulsive Buying Dittmar (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga fitur inti dari compulsive buying; yaitu: 1.Compulsive buyer memiliki hasrat yang tidak dapat ditahan untuk membeli atau mendapatkan sesuatu 2.Individu tersebut tidak mampu mengontrol perilaku compulsive buying-nya.

5 13 3.Individu tersebut akan terus melakukan kebiasaan utuk membeli sesuatu secara berlebihan tanpa menghiraukan dampak yang mungkin timbul dalam kehidupan pribadi, sosial, ataupun pekerjaan dan kesulitan dalam hal keuangan Karakteristik Compulsive Buying Compulsive buying memiliki beberapa karakteristik seperti yang dilansirkan oleh(krueger, 1988; Magee, 1994; dalam Iin & Prima, 2006), yaitu: 1.Pembelian produk ditujukan bukan karena nilai guna produk 2.Konsumen yang membeli produk secara terus-menerus tidak mempertimbangkan dampak negatif pembelian 3.Pembelian produk yang tidak bertujuan memenuhi kebutuhan utama dalam frekuensi tinggi dapat mempengaruhi harmonisasi dalam keluarga dan lingkungan sosial 4.Perilaku ini merupakan perilaku pembelian yang tidak dapat dikontrol oleh individu 5.Ada dorongan yang kuat untuk mempengaruhi konsumen segara membeli produk tanpa memperhitungakan risiko, misalnya keuangan 6.Pembelian dilakukan secara tiba-tiba tanpa mencari informasi terlebih dahulu 7.Pembelian dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran atau ketakutan dalam diri 8.Perilaku yang ditujukan untuk melakukan kompensasi, misalnya kurangnya perhatian keluarga Faktor Compulsive Buying Gwin et al. (2004) juga mengatakan bahwa compulsive buying dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pengaruh dari dalam diri individu itu sendiri (psikologis), sociological, maupun dari keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku compulsive buying bukan merupakan kondisi yang muncul begitu saja, tetapi perilaku ini sudah berakar mulai dari seseorang hidup. Pengaruh psikologis dapat berupa rasa percaya diri yang rendah akan membuat para compulsive buyer untuk membeli barang untuk mendapatkan kepuasan dari proses pembelian tersebut, mendapatkan status sosial yang lebih baik dengan

6 14 membeli produk-produk yang dapat meningkatkan identitasnya, dan dapat berfantasi dengan membayangkan bahwa dengan membeli suatu produk akan membawa kepuasan pada diri mereka. Sementara itu dari sisi sosiologikal, dapat muncul dari televisi, ajakan teman, frekuensi berbelanja, dan kemudahan penggunaan kartu kredit. Dengan kata lain, munculnya perilaku compulsive buying dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang merupakan kombinasi dari sisi psikologis dan sosiopsikologikal (Faber dan O Guinn,1992). 2.3 Dewasa Awal Definisi Dewasa Awal Dewasa atau adult berasal dari kata kerja Latin yang berasal dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran dewasa atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004). Santrock (2012), juga menyatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 20 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat perubahan fisik dan psikologis berkembang secara matang hingga mulai berkurangnya kemampuan reproduktif. Ia juga mengatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suami atau isteri, orang tua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru ini Tugas Perkembangan Dewasa Awal Masa dewasa awal merupakan masa adaptasi dengan kehidupan dimana individu mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai keturunan & membangun hubungan yang erat (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Havighurst (dalam Dariyo 2008), menjelaskan beberapa tugas perkembangan individu dewasa awal, yaitu : a). Mencari dan menemukan pasangan hidup

7 15 Individu dewasa awal memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang sah (pernikahan resmi). Individu dewasa awal akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan ataupun untuk membentuk kehidupan berumah tangga. Individu dewasa awal akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa tertentu sebagai prasyarat pasangan hidupnya. b). Membina Kehidupan rumah tangga Individu dewasa awal umumnya tengah menempuh pendidikan atau telah menyelesaikan pendidikannya atau telah memasuki dunia kerja guna meraih karir tertinggi. Dari sini, individu dewasa awal akan mempersiapkan dan membuktikan diri bahwa mereka sudah mandiri. c). Meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga. Individu dewasa awal akan berupaya menekuni karir sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan mencapai prestasi dalam dunia kerja, mereka akan mampu memberi kehidupan yang sejahtera bagi keluarganya kelak. d). Menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Warga negara yang baik adalah warga negara yang mematuhi perundangundangan yang berlaku. Individu dewasa awal akan menunjukkan perilaku sebagai warga negara yang baik dengan cara membayar pajak, mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, dll), menjaga ketertiban dan keamanan, serta mampu menyesuaikan diri dan terlibat dalam kegiatan masyarakat. Kesimpulannya adalah masa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Pada masa dewasa awal ini, individu telah dianggap mampu bertanggung jawab serta memikirkan hal-hal penting dalam hidup demi masa depan, seperti mulai meniti karir di pekerjaan atau mulai memilih pasangan untuk menjalani jenjang hubungan yang lebih serius dan mulai mengalami perkembangan kognitif, dimana akan terjadi peralihan dari

8 16 pendalaman informasi dan keterampilan (apa yang perlu diketahui) ke integrasi praktis pengetahuan dan keterampilan ( bagaimana menerapkan apa yang saya tahu), hingga pencarian makna dan tujuan (mengapa saya harus tahu) Masa Transisi Dewasa Awal Menurut Santrock (2012), masa dewasa awal merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transisi peran sosial (social role transition). a). Physical transition Diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa dewasa. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lainnya. b). Cognitive Intelektual Dewasa awal mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual, sebagian besar dari mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi (universitas/akademi). Kemudian, setelah lulus tingkat universitas, mereka mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. c). Social role transition Individu akan menindaklanjuti hubungan dengan pacarnya (dating), untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga, yakni terpisah dari kedua orang tuanya.

9 Kerangka Berpikir Berikut ini merupakan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian : Fenomena Perilaku celebrity worship masih banyak ditemukan pada usia dewasa awal pada fans JKT48. Sifat adiktif terhadap idol menyebabkan individu dengan sukarela mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang terkait selebriti idolanya, salah satunya adalah membeli merchandise idola yang dilakukan secara berulang menimbulkan perilaku konsumtif. Dari perilaku komtif dalam pembelian merchandise idola yang berulangulang menimbulkan perilaku compulsive buying Subjek Penelitian Fans JKT48 dewasa awal yang berdomisili di Jabodetabek Variabel 1 Celebrity Worship Variable 2 Compulsive Buying Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ini akan mengembangkan sebuah kerangka berpikir berdasarkan fenomena, fakta, teori serta wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa individu fans JKT48 di usia dewasa awal masih memiliki sindrom celebrity worship. Dewasa awal merupakan masa transisi dari seorang remaja untuk memasuki usia dewasa dimana salah satu transisi penting yang dialami oleh individu dewasa awal adalah transisi sosial yang melibatkan tanggung jawab terhadap diri sendiri untuk membangun kehidupannya di masa depan. Namun, saat ini banyak ditemui dewasa awal yang masih memiliki perilaku celebrity worship (Darfiyanti & Putra, 2012), dalam penelitian ini adalah fans JKT48 di usia dewasa awal. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan intensitas pengidolaan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Raviv dkk., 1996; McCutcheon, 2002). Perilaku celebrity worship yang

10 18 ditimbulkan, sesuai dengan dimensi celebity worship dari Maltby et al., (2006) bahwa fans rela melakukan suatu hal demi idolanya, mulai dari hal sederhana yaitu membicarakan idola bersama teman-teman, mendapatkan segala informasi dan merasa memiliki ikatan dan empati terhadap idola sampai melakukan hal yang melanggar norma sosial. Menurut Chapman (2003), individu dengan celebrity worship adiktif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya termasuk membeli merchandise seperti t-shirt, poster, gantungan kunci dan lain sebagainya. Pembelian atribut idola dalam bentuk merchandise yang mana menunjukkan suatu dukungan terhadap idolanya, melibatkan suatu perilaku konsumtif (Fung, 2004). Perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan (Anggasari, dalam Sumartono, 2002). Jika perilaku konsumtif dilakukan dalam frekuensi yang sangat sering dan berulang-ulang seperti yang dipaparkan peneliti di dalam fenomena, pembelian tersebut menjadi pembelian kompulsif (compulsive buying), seperti yang dilansirkan oleh Solomon (2002, dalam Shoham & Brencic, 2003). Menurut Hirschman (1992) dalam Naomi dan Mayangsari (2009) individu yang memiliki kontrol diri yang rendah, cenderung tidak mampu mengalihkan perhatian untuk memiliki produk baru. Dawson et la (1990) menjelaskan bahwa konsumen yang mendapat motivasi secara kuat, cenderung akan mengarah ke perilaku compulsive buying. Ketika konsumen termotivasi melakukan pembelian barang, konsumen tidak hanya menekankan utilitas suatu produk, tetapi juga pada kesenangan intrinsik atau emosi. Perilaku compulsive buying timbul karena perasaan negatif yang dimiliki oleh individu, yang timbul dari masalah kehidupan individu. Pada penelitian ini, compulsive buying dalam pembelian merchandise idola dilakukan oleh fans JKT48 dengan perilaku celebrity worship terhadap idolanya di JKT48, dimana perilaku celebrity worship itu sendiri merupakan pengalihan dari perasaan negatif. Menurut Roberts (1998; dalam Titin, 2009), dampak positif dari compulsive buying dalam jangka pendek adalah kepuasan dan kesenangan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas pembelian tersebut. Dengan kata lain, fans JKT48 yang melakukan compulsive buying dalam membeli merchandise

11 19 idola akan merasakan kepuasan dan kesenangan dari pembelian merchandise tersebut, dimana rasa senang yang didapat merupakan pengalihan dari masalah atau kesedihan yang ia alami. Karena pada umumnya, alasan individu celebrity worship menggemari idola adalah untuk lari dari realita (Maltby, 2005).. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Reeves, dkk (2012) juga memberikan hasil bahwa ada hubungan antara celebrity worship dengan compulsive buying. Hal ini yang membuat peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara celebrity worship dan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal. 2.5 Hipotesis Berdasarkan penelitian yang menunjukkan adanya hubungan celebrity worship dengan compulsive buying dalam membeli merchandise artis idola pada fans JKT48 dewasa awal, teori, fenomena, fakta, dan wawancara yang dilakukan peneliti, hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan di antara celebrity worship dan compulsive buying. Pada penelitian ini, celebrity worship tediri dari tiga dimensi yang bisa digambarkan dalam tingkatan, sehingga hipotesis sementara penelitian ini adalah adanya hubungan celebrity worship dimensi entertainment-personal dengan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada individu dewasa awal fans JKT48, terlihat adanya hubungan di antara celebrity worship dimensi intense-personal dengan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada individu dewasa awal fans JKT48, dan terlihat adanya hubungan di antara celebrity worship dimensi borderline-pathological dengan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada individu dewasa awal fans JKT48.

12 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Delisi dan Berg (2006) mengungkapkan bahwa self-control berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berpacaran Pada tinjauan pustaka ini akan dibicarakan terlebih dahulu definisi dari intensi, yang menjadi konsep dasar dari variabel penelitian ini. Setelah membahas

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI & SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI & SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI & SARAN 5.1 Simpulan Tujuan awal dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan di antara masing-masing dimensi celebrity worship dan compulsive buying dalam membeli merchandise

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. CELEBRITY WORSHIP 1. Definisi Celebrity Worship Menyukai selebriti sebagai idola atau model adalah bagian normal dari perkembangan identitas di masa kecil dan remaja (Greene dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Celebrity Worship 2.1.1 Definisi Celebrity Celebrity adalah seseorang atau sekelompok orang yang menarik perhatian media karena memiliki suatu kelebihan atau daya tarik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korean Wave atau hallyu atau gelombang Korea adalah suatu bentuk arus peningkatan popularitas kebudayaan Korea di seluruh dunia. Gelombang hallyu pertama kali dibawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif merupakan suatu proses pengulangan yang sering terjadi secara berlebihan dalam kegiatan berbelanja yang disebabkan oleh perasaan ketagihan, tertekan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku pembelian kompulsif konsumen merupakan suatu fenomena yang dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen. Perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman peran keluarga pada perilaku pembelian yang kompulsif dengan cara menguji pola komunikasi keluarga

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau "Korean

Bab I Pendahuluan. di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau Korean Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi saat ini, salah satu budaya yang masih berkembang di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau "Korean Wave" adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo)

PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo) PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo) Oleh : Rini Kartika Sari Manajemen cartika@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia hiburan (entertainment) terjadi secara pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat media massa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sistem barter (pertukaran) karena pada saat itu manusia belum mengenal uang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Naomi dan Mayasari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan 6 BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH II.1 Pengertian Harga diri (Self-Esteem (SE)) II.1.1 Definisi Harga diri (Self-Esteem) Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan keperluan, tetapi dapat juga dijadikan sebagai sarana refreshing.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan keperluan, tetapi dapat juga dijadikan sebagai sarana refreshing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belanja adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup, baik itu kebutuhan primer, sekunder, serta kebutuhan yang bersifat lux.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Celebrity 2.1.1. Pengertian Celebrity: Menurut Young dan Pinsky (2006) celebrity adalah seorang individu yang berhasil mencapai tingkat ketenaran yang membuat individu berhasil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini memiliki tujuan yakni untuk menganalisis pengaruh Financial Success, Social Recognition, Attractive Appearance pada Compulsive Buying. Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan semakin gencar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan semakin gencar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan semakin gencar dalam pemasarannya untuk menarik dan mempertahankan konsumennya. Dewasa ini, konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau juga dikenal dengan Hallyu atau Korean wave adalah istilah yang diberikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple Apple Pen) yaitu sebuah video tarian dari seorang komedian Jepang yang lirik dan gaya menari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evita Puspita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evita Puspita Sari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik adalah bunyi yang teratur. Musik diyakini sebagai bahasa universal yang bisa memberikan kehangatan insani dan makanan ruhani bagi si pendengar (Ibrahim, 2007:95).

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA

KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA ejournal Psikologi 2016, 4 (4) : 361 372 ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA

Lebih terperinci

Pemujaan terhadap Idola Pop sebagai Dasar Intimate Relationship pada Dewasa Awal: sebuah Studi Kasus

Pemujaan terhadap Idola Pop sebagai Dasar Intimate Relationship pada Dewasa Awal: sebuah Studi Kasus Pemujaan terhadap Idola Pop sebagai Dasar Intimate Relationship pada Dewasa Awal: sebuah Studi Kasus Dita Darfiyanti M.G. Bagus Ani Putra Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. This instrumental-qualitative

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor industri ritel semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang ditandai dengan semakin banyaknya pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup kehidupan manusia pun semakin berkembang. Adapula salah satu

BAB I PENDAHULUAN. lingkup kehidupan manusia pun semakin berkembang. Adapula salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang dan maju ini, manusia pun dipengaruhi oleh adanya tekanan dan tuntutan kehidupan yang sudah semakin modern. Disamping perkembangan

Lebih terperinci

, 2015 FANATISME PENGGEMAR KOREAN IDOL GROUP PELAKU AGRESI VERBAL DI MEDIA SOSIAL

, 2015 FANATISME PENGGEMAR KOREAN IDOL GROUP PELAKU AGRESI VERBAL DI MEDIA SOSIAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi informasi di Indonesia berpengaruh sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah dengan masuknya budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di Indonesia. Demam idola ini pada umumnya menyerang golongan remaja (Ninggalih, 2011). Fenomena ini disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. departemen store yang biasa kita sebut mall. Bagi orang-orang yang tinggal

BAB I PENDAHULUAN. departemen store yang biasa kita sebut mall. Bagi orang-orang yang tinggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak orang di sekitar kita yang memiliki kegemaran untuk berbelanja kegemaran ini bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan, apalagi didukung dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun )

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun ) MASA DEWASA Dewasa Awal ( 18-40 tahun ) Dewasa Madya ( 41-60 tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun ) BATASAN MEMASUKI MASA DEWASA SEGI HUKUM : orang dewasa itu telah dapat dituntut tanggung jawabnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis

BAB I PENDAHULUAN. Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis atau nilai dari barang itu sendiri yang membuat kita tertarik, tetapi juga keuntungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis musik K-Pop kini semakin digandrungi di Indonesia. K-Pop atau Korean Pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. K-Pop adalah salah satu produk

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA BAB IX MASA DEWASA AWAL DAN MADYA Oleh: Prof.Dr. Siti Partini Suardiman Drs. Hiryanto, M.Si Yulia Ayriza, M.Si, Ph.D Dra. Purwandari, M.Si Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Rosita Endang Kusmaryani, M.Si yulia_ayriza@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian

BAB II KERANGKA TEORI. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian BAB II KERANGKA TEORI Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2006:55). Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN xxxvii BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam Bab ini akan dibahas mengenai masalah penelitian, variabel penelitian, subyek penelitian, alat ukur penelitian, prosedur penelitian, hasil uji coba alat ukur, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan salah satu sentra bisnis di Indonesia. Banyak industri dan bisnis fashion yang didirikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikator kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar,

BAB I PENDAHULUAN. komunikator kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDOLA K-POP (KOREAN POP) DENGAN PERILAKU IMITASI PADA REMAJA

HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDOLA K-POP (KOREAN POP) DENGAN PERILAKU IMITASI PADA REMAJA HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDOLA K-POP (KOREAN POP) DENGAN PERILAKU IMITASI PADA REMAJA Nawang Nila Kusuma Nawangnila190@yahoo.com Universitas Brawijaya Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki berbagai macam perilaku berbeda satu dengan lainnya dalam hal memenuhi kebutuhan mereka

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo 1 Elviana Fitri Rangkuti, 2 Oki Mardiawan 1.2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemujaan terhadap selebriti merupakan suatu hal yang kerap terjadi, terlebih di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok

Lebih terperinci

BAB I `PENDAHULUAN. Demam korea atau yang dikenal sebagai K-pop di Indonesia telah sampai pada

BAB I `PENDAHULUAN. Demam korea atau yang dikenal sebagai K-pop di Indonesia telah sampai pada BAB I `PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demam korea atau yang dikenal sebagai K-pop di Indonesia telah sampai pada kalangan anak muda selama kurang lebih sepuluh tahun. Mendunianya wabah demam Korea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran meter

BAB I PENDAHULUAN. dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran meter 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hypermarket adalah toko eceran yang mengkombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran 100.000 300.000 meter persegi (Utami,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penggunaan produk dengan merek tertentu, contohnya seseorang akan merasa. percaya diri jika memakai pakaian merek tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dari penggunaan produk dengan merek tertentu, contohnya seseorang akan merasa. percaya diri jika memakai pakaian merek tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin banyaknya merek yang beredar sekarang ini semakin membuat masyarakat lebih leluasa dalam memilih merek yang sesuai dan disukai, hal ini juga semakin membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbelanja untuk membeli suatu barang kebutuhan sehari-hari merupakan hal yang wajar. Untuk menunjang kehidupan atau kegiatan yang dijalani setiap hari, setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Surabaya pada zaman sekarang sangat berkembang. Perkembangan industri ritel ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Banyak bisnis

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimakan oleh orang Korea. Di Jepang, fenomena Korean wave juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimakan oleh orang Korea. Di Jepang, fenomena Korean wave juga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya Korea sudah terkenal secara global di dunia mulai dari drama, boyband (grup musik pria), baju khas, hingga makanan-makanan yang biasa dimakan oleh orang Korea.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat membuat pola pikir dan kebiasaan masyarakat menjadi berubah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH REFERENCE GROUP TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN. Nadira Artantie.

PENGARUH REFERENCE GROUP TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN. Nadira Artantie. PENGARUH REFERENCE GROUP TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN Nadira Artantie (nadiraart@yahoo.co.id, 105020200111061@students.ub.ac.id) Menurut (Sumarwan: 2003) menyebutkan : Kelompok referensi (reference

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Internet dan media sosial sangat membantu suatu produk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Internet dan media sosial sangat membantu suatu produk menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet dan media sosial sangat membantu suatu produk menjadi populer, sehingga mendorong perintisan berbagai online shop dan masyarakat kini terbelenggu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan dalam perilaku atau berbicara sehari-hari yang berasal dari hasil meniru terhadap temannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Didalam tinjauan teoritis dan hipotesis ini, teori-teori yang berkaitan dengan penilaian akan dibahas secara lebih terperinci dan relevan dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, karena masa ini adalah periode terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial,

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat

Lebih terperinci