PRESENTASI KASUS SYOK HIPOVOLEMIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESENTASI KASUS SYOK HIPOVOLEMIK"

Transkripsi

1 PRESENTASI KASUS SYOK HIPOVOLEMIK Pembimbing: Dr. Nurgani Aribinuko, Sp.An KIC Penyusun: Aya Sophia ( ) Elit Slamet Ibrahim ( ) Sakinah Ginna R ( ) SMF ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA

2 BAB I PENDAHULUAN Syok merupakan kegagalan sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan hipotensi jaringan. Kematian karena syok terjadi bila kejadian ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Klasifikasi syok menurut etiologi : 1. Syok hipovolemik: dehidrasi, kehilangan darah, luka bakar. 2. Syok distributif: kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septik, syok toksik). 3. Syok kardiogenik: kegagalan pompa jantung. 4. Syok obstruktif: hambatan terhadap sirkulasi oleh obstruksi instrinsik atau ekstrinsik. Emboli paru, robekan aneurisma dan tamponade perikard. Syok hemoragik adalah syok hipovolemik yang disebabkan kehilangan darah yang banyak akibat perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat terbuka atau tersembunyi dalam organ tubuh. Syok hipovolemik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah syok hipovolemik hemoragik perioperatif, yaitu syok yang terjadi preoperatig, intraoperatif, ataupun postoperatif. Pasien yang kehilangan darah akan mengalami masa hipotensi sampai akhirnya pemberian infus cairan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien tersebut. Hal ini disebut sebagai syok ireversibel. Sebagian klinisi percaya bahwa pasien syok dapat diresusitasi dengan pemberian cairan, koreksi hipotermia dan pemberian obat inotropik. Tapi tetap saja masih banyak pasien yang meninggal tidak hanya karena efek akut dari syok ireversibel tapi juga dari efek syok berat yang lama. Penatalaksanaan pasien syok tidak hanya pada awal saja karena sebenarnya banyak pasien yang tetap mengalami kegagalan sirkulasi setelah perdarahan berat ditangani. Hal ini terjadi karena koagulopati dan hipotermia berat. Pada pasien dengan perdarahan kecil namun terus menerus dapat terjadi asidosis dan hipotermia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik mengenai bagaimana penanganan syok hemorargik perioperatif. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan, bagaimana langkah selanjutnya, dan kapan transfusi darah diperlukan Pada makalah ini dibahas mengenai evaluasi dan penatalaksanaan awal kehilangan darah akut. Penatalaksanaan syok hemoragik yang akan dibahas meliputi penangana awal, 17

3 pemberian resusitasi cairan, transfusi darah, dan penghentian perdarahan yang masih berlangsung. 18

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Cairan Tubuh dan Kehilangan Darah Terdapat cairan sedikitnya setengah dari berat badan pada orang dewasa yang sehat. Volume total cairan (dalam liter) sebanding dengan 60% berat badan (dalam kilogram) pada pria, dan 50% pada wanita. Jumlah cairan dan perkiraan volume darah berdasarkan berat badan ditunjukkan pada tabel 1. 1 Tabel 1. Cairan Tubuh dan Volume Darah Cairan Pria Wanita Total cairan tubuh 600 ml/kg 500 ml/kg Whole blood 66 ml/kg 60 ml/kg Plasma 40 ml/kg 36 ml/kg Eritrosit 26 ml/kg 24 ml/kg Respons Kompensasi Hilangnya darah memicu respons kompensasi tertentu yang membantu untuk mempertahankan volume darah dan perfusi jaringan. Respons yang paling awal meliputi perpindahan cairan interstisial ke dalam kapiler. Pengisian transkapiler ini dapat menggantikan sekitar 15% dari volume darah, namun hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan cairan interstisial. Kehilangan darah yang akut juga memicu aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron oleh ginjal, untuk mempertahankan kadar natrium. Natrium yang dipertahankan berdistribusi dalam cairan ekstraseluler. Karena cairan interstisial menyusun sekitar 2 / 3 cairan ekstraseluler, natrium yang dipertahankan akan membantu menggantikan kekurangan cairan interstisial yang diakibatkan oleh pengisian transkapiler. Kemampuan natrium untuk menggantikan kekurangan cairan interstisial, bukan volume darah interstisial, merupakan alasan bahwa cairan kristaloid yang mengandung natrium klorida (cairan salin) lebih disukai sebagai cairan resusitasi untuk perdarahan akut. Dalam beberapa jam setelah onset perdarahan, sumsum tulang mulai meningkatkan produksi sel darah merah. Respons ini terbentuk secara perlahan-lahan, dan penggantian sepenuhnya eritrosit yang hilang dapat dicapai dalam 2 bulan. 19

5 Respons kompensasi ini dapat mempertahankan volume darah yang adekuat pada kasus perdarahan sedang (misalnya kehilangan < 15% volume darah). Saat darah yang hilang melebihi 15% volume darah, umumnya diperlukan penggantian volume darah. Perdarahan Progresif Perdarahan Kelas I (kehilangan 0-15%) 1. Bila tidak ada komplikasi, hanya terlihat takikardia minimal. 2. Biasanya tidak ada perubahan dalam TD, tekanan nadi, atau frekuensi napas. 3. Keterlambatan pengisian kembali kapiler lebih dari 3 detik sebanding dengan kehilangan volume 10%. Perdarahan kelas II (kehilangan 15-30%) 1. Gejala klinik mencakup takikardia ( >100 detak permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit dingin dan lembab, pengisian kapiler terlambat dan sedikit cemas. 2. Penurunan tekanan nadi adalah hasil dari peningkatan kadar katekolamin yang menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh darah tepi yang disusul dengan peningkatan TD diastolik. Perdarahan Kelas III (kehilangan 30-40%) 1. Pada titik ini, biasanya pasien sudah takipnea dan takikardia mencolok, TO sistolik turun, oliguria, perubahan status mental bermakna, misal bingung atau gaduh gelisah. 2. Pada pasien tanpa cedera lain atau tanpa kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah terkecil dari kehilangan darah yang selalu menyebabkan penurunan TD sistolik. 3. Sebagian besar dari pasien ini membutuhkan transfusi darah, namun keputusan memberikan darah harus didasarkan atas respons awal terhadap pemberian cairan. Perdarahan Kelas IV (kehilangan >40%) 1. Gejala-gejala mencakup: takikardia dan penurunan TD sistolik mencolok, tekanan nadi mengecil (atau tekanan diastofik tidak terukur), jumlah urin sedikit atau tidak ada, status mental depresi (atau kehilangan kesadaran), kulit dingin dan pucat. 2. Jumlah perdarahan ini mengancam jiwa. 3. Pada pasien trauma, perdarahan biasanya dianggap sebagai penyebab syok. Walaupun demikian, ini harus dibedakan dari sebab-sebab syok lainnya, antara 20

6 lain:tamponade jantung ( bunyi jantung halus, vena leher distensi), tension pneumothorax (deviasi trakea, bunyi napas berkurang pada satu sisi), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, takikardia tidak sebesar yang diduga, defisit neurologis). II.2 Evaluasi Klinis Evaluasi klinis pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan bertujuan untuk menentukan seberapa besar kekurangan volume darah dan pengaruhnya terhadap aliran sirkulasi dan fungsi organ. 1,3,4 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis pada pasien dengan syok hemoragik dilakukan untuk mengetahui sebab dan jumlah darah yang keluar akibat terjadinya perdarahan seperti mekanisme trauma, lama perdarahan, dan kelainan yang terdapat pada pasien. Selain itu, perlu ditanyakan penanganan pre rumah sakit terutama pemberian cairan, perubahan tanda vital, dan lama penanganan yang diberikan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi: 1. Kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan a. Sumber perdarahan biasanya terlihat b. Aliran darah kulit kepala banyak dan dapat menghasilkan perdarahan yang signifikan c. Perdarahan intrakranial terutama pada usia muda 2. Dada a. Perdarahan rongga toraks dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik b. Hemotoraks dapat meliputi distres pernapasan, penurunan bunyi napas, dan perkusi pekak c. Tension hemothorax 3. Abdomen a. Perlukaan terhadap hati atau limpa adalah penyebab umum syok perdarahan. Ruptur spontan aneurisma aorta abdominal dapat juga menyebabkan perdarahan intraabdominal berat dan syok b. Darah dapat mengiritasi rongga peritoneal dan dapat menimbulkan nyeri tekan dan peritonitis c. Distensi abdominal progresif pada syok perdarahan menjadi temuan pada perdarahan intraabdominal 21

7 4. Pelvis a. Fraktur dapat menyebabkan perdarahan masif b. Ekimosis pada panggul belakang dapat mengindikasikan perdarahan retroperitoneal 5. Ekstremitas a. Perdarahan ekstremitas dapat terlihat atau tersembunyi b. Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah signifikan 6. Sistem Saraf a. Agitasi dapat dilihat pada tahap awal syok perdarahan b. Penurunan kesadaran dapat timbul apabila terjadi hipoperfusi serebral Tanda Vital Takikardi (denyut nadi > 90 kali per menit) sering diasumsikan sebagai hal yang umum ditemukan pada pasien hipovolemik, namun pada posisi terlentang tidak dtemukan takikardi pada mayoritas pasien dengan perdarahan sedang hingga berat. Kenyataannya, dapat lebih sering ditemukan bradikardi pada perdarahan akut. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmhg) pada posisi terlentang juga merupakan penanda perdarahan akut yang tidak sensitif. Hipotensi umumnya timbul pada hipovolemia tahap lanjut, saat kehilangan darah melebihi 30% dari volume darah total. Metode yang digunakan untuk mengukur tekanan darah merupakan pertimbangan yang penting pada pasien yang mengalami perdarahan, karena pada tahap aliran rendah, pengukuran noninvasif sering memberikan nilai rendah yang palsu. Untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya, direkomendasikan pemeriksaan intraarterial langsung untuk memonitor tekanan darah pada pasien yang mengalami perdarahan. Hematokrit Penggunaan hematokrit (dan konsentrasi hemoglobin dalam darah) untuk menentukan luasnya perdarahan akut cukup sering dilakukan meskipun tidak pada tempatnya. Perubahan kadar hematokrit tidak terlalu berkorelasi dengan kurangnya volume darah dan eritrosit pada perdarahan akut. Perdarahan akut meliputi kehilangan whole blood, dengan penurunan yang proporsional pada volume plasma dan eritrosit. Akibatnya, hematokrit tidak akan berubah secara signifikan pada periode awal setelah darah hilang. Bila resusitasi volume tidak dilakukan, pada akhirnya hematokrit akan menurun karena hipovolemia mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, sehingga memicu ginjal untuk mempertahankan natrium dan air 22

8 dan menambah volume plasma. Proses ini dimulai pada 8 hingga 12 jam setelah perdarahan akut dan diperlukan beberapa hari untuk benar-benar terbentuk. II.3 Penatalaksanaan Syok Hemorargik Penatalaksanaan pasien dengan syok hemoragik adalah resusitasi cairan. Selain itu dicari sumber perdarahan dan dilakukan usaha menghentikan perdarahan yang terjadi. Seperti halnya resusitasi kasus lain, jalan napas dan pernapasan (airway dan breathing) tetap diperhatikan. 2,5 Kombinasi dari syok dan gagal napas mengakibatkan mortalitas yang sangat tinggi. Dengan demikian setiap pasien syok harus diberikan oksigen tinggi menggunakan masker. Bila pernapasan tidak adekuat, intubasi secepatnya dilakukan. Perdarahan luar yang terlihat segera dikontrol dengan penekanan lokal. Bila usaha resusitasi menunjukkan kemungkinan perdarahan intraabdominal atau perdarahan intratorakal yang sedang berlangsung. Pemeriksaan yang rumit seminimal mungkin dilakukan dan usaha operasi definitif secepatnya dilakukan. II.4 Dasar Resusitasi Cairan Keberhasilan dalam penanganan pasien dengan hipovolemi ditentukan oleh penggantian cairan dengan cepat, di mana angka kematian akibat syok hipovolemik secara langsung berhubungan dengan derajat dan durasi hipoperfusi organ. Di bawah ini dibahas mengenai resusitasi cairan dan hal-hal yang berhubungan. 4 Kanulasi Vena Hal yang perlu dipikirkan dalam resusitasi cairan adalah akses pemberian cairan. Pada pasien dengan trauma multipel berat syok hemoragik, akses vena diperlukan untuk mengembalikan cairan yang hilang. Faktor yang mempengaruhi akses vena adalah letak anatomis vena, beratnya cedera pada tubuh serta kemampuan dan pengalaman dokter yang menolong. Akses vena tidak boleh diberikan pada ekstremitas yang terluka. Jika terdapat cedera pada tubuh dibawah difragma, akses vena setidaknya pada vena yang berhulu pada vena kave superior. Pada pasien dengan trauma dada dan abdomen, akses vena diberikan pada satu vena di atas dan satu vena di bawah diafragma. Kateter yang digunakan sebaiknya yang pendek dengan diameter yang besar. Terdapat kecenderungan untuk melakukan kanulasi vena sentral untuk resusitasi karena vena yang lebih besar memungkinkan jumlah cairan masuk lebih banyak. Walaupun begitu laju volume infus tidak bergantung pada besar vena melainkan pada panjang kateter vena. Kateter yang digunakan pada kanulasi vena sentral panjangnya bisa 23

9 mencapai cm sementara kateter vena perifer hanya 5 cm saja. Dengan begitu untuk resusitasi cairan pada hipovolemi, kanulasi vena perifer pendek lebih dipilih dibanding kanulasi vena sentral yang panjang. Diameter kateter yang besar akan menghasilkan laju yang lebih cepat. Laju yang sangat cepat dapat dicapai dengan penggunaan kateter introducer. Panjang kateter ini adalah 12,5-15 cm dengan diameter 2,7-3 mm. Kateter introducer umumnya digunakan pada pemasangan kateter vena sentral tapi alat ini dapat digunakan bila diinginkan laju infus yang cepat. Dengan gaya gravitasi, laju cairan viskositas rendah bebas sel lewat kateter ini mencapai 15 ml/detik, sedikit lebih rendah dari kateter vena biasa dengan diameter 3 mm yaitu 18 ml/detik. Menurut acuan dari ATLS, pada kasus syok hemoragik, akses vena yang disarankan adalah dua infus vena dengan diameter besar. Pilihan pertama adalah infus perifer seperti vena pergelangan tangan dan punggung tangan, pada fosa antekubiti dan vena savena. Tempat lain yang jarang dipilih adalah vena femoralis dan jugularis. Vena subklavia dan jugular interna sebaiknya tidak secara rutin diberikan pada syok hipovolemik. Komplikasinya tinggi dan keberhasilannya rendah karena vena sering kolaps. Akses cairan melalui vena perifer dapat menjadi sulit pada pasien syok hipovolemik dengan vena yang sudah kolaps, edema, kegemukan, jaringan parut, riwayat penggunaan obat intravena dan luka bakar. Pada keadaan tertentu akses vena sentral dengan kateter diameter besar dapat dicoba pada vena femoral secara perkutan atau vena seksi. Akses vena subklavia menyediakan akses cepat dan aman di tangan ahli. Komplikasi tersering adalah pneumotoraks. Pneumotoraks terjadi pada paru kiri karena secara anatomis pleura pada paru kiri lebih tinggi. Komplikasi lainnya seperti perforasi vena atau arteri atau emboli udara vena. Pada pasien trauma, akses vena jugular jarang digunakan karena kecurigaan trauma servikal. Aliran Cairan Resusitasi Terdapat tiga jenis cairan resusitasi, yaitu: 1. Cairan yang mengandung sel darah merah (whole blood dan konsentrat eritrosit/ packed cells) 2. Cairan yang mengandung molekul-molekul besar yang kemampuan terbatas untuk keluar dari pembuluh darah (cairan koloid) 3. Cairan yang hanya mengandung elektrolit (natrium dan klorida) dan molekul-molekul kecil yang dapat keluar masuk pembuluh darah secara bebas (cairan kristaloid) 24

10 Laju aliran ketiga jenis cairan resusitasi ini bergantung pada viskositasnya. Cairan yang mengandung sel darah merah adalah satu-satunya cairan resusitasi yang memiliki viskositas lebih tinggi dari air. Viskositas yang tinggi ini adalah akibat dari kepadatan eritrosit atau hematokrit. Dengan demikian laju aliran whole blood lebih rendah dari air dan albumin 5% sementara aliran packed RBCs adalah yang paling lambat. Aliran yang lambat ini dapat ditingkatkan dengan pemberian tekanan pada kolf darah menggunakan manset. Dapat juga ditambahkan cairan garam faal pada infus yang dapat menurunkan viskositas darah. Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah pernyataan bahwa laju aliran koloid lebih rendah dibanding laju aliran cairan kristaloid atau air. Viskositas adalah fungsi dari densitas sel sehingga laju aliran cairan tanpa sel sama dengan laju aliran air. II.5 Strategi Resusitasi Resusitasi yang dilakukan dalam mengatasi syok hemorargik terdrir atas dua tahap yaitu resusitasi dini (early resuscitation) dan resusitasi lambat (late resuscitation). 6 Pembagian kedua tahapan ini dikarenakan adanya suatu siklus yang menyebabkan resusitasi tidak dapat dilakukan hanya di awal saja. Ketika terjadi syok hemorargik dan dilakukan resusitasi cairan, akan terjadi dilusi dari sel darah merah yang akan mengurangi pengantaran oksigen. Hal tersebut akan menyebabkan hipotermia dan koagulopati. Selain itu, cairan tubuh yang meningkat akan meningkatkan tekanan darah, dan karena adanya efek reversal dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan yang semakin banyak sehingga membutuhkan lebih banyak cairan resusitasi. Pada akhirnya, siklus kenaikan tekanan darah dalam waktu singkat, perdarahan yang makin banyak, dan kembali ke hipotensi akan terjadi terus menerus bila resusitasi tidak dilakukan dalam dua tahap. Resusitasi dini dilakukan ketika perdarahan aktif masih berlangsung pada pasien. Resusitasi lambat dilakukan setelah seluruh perdarahan dapat dikontrol. Karena dilakukan pada kondisi yang berbeda, maka tujuan dari kedua resusitasi ini berbeda. Tujuan dari resusitasi dini adalah: 6 - Mempertahankan tekanan darah sistolik pada level mmhg. - Mempertahankan hematokrit 25-30%. - Mempertahankan PT dan PTT pada kisaran normal. - Mempertahankan trombosit > Mempertahankan kalsium terionisasi serum dalam batas normal. - Mempertahankan suhu > 35 C. 25

11 - Mempertahankan fungsi oksimetri denyut. - Mencegah peningkatan serum laktat. - Mencegah perburukan asidosis. Setelah perdarahan terkontrol, resusitasi akan memasuki fase selanjutnya yaitu fase lambat. Tujuan dari resusitasi fase lambat adalah: 6 - Mempertahankan tekanan darah sistolik di atas 100 mmhg. - Memperahankan hematokrit di atas batas transfusi individu. - Normalisasi status koagulasi. - Normalisasi keseimbangan elektrolit. - Normalisasi temperatur tubuh. - Mengembalikan output urin ke batas normal. - Maksimalisasi curah jantung dengan metode invasif maupun non invasif. - Memperbaiki asidosis sistemik. - Menurunkan laktat ke batas normal. Pada saat resusitasi fase lambat ini dilakukan, pemberian cairan tetap dilakukan sampai diyakini sudah terjadi perfusi sistemik yang adekuat. Tujuan utama penggantian cairan pada kehilangan darah akut adalah mempertahankan ambilan oksigen (VO 2 ) oleh jaringan dan mempertahankan kelangsungan metabolisme aerobik. 4 Cairan pengganti logikanya sesuai dengan cairan yang keluar atau yang mendekati. Kontroversi masih terjadi seputar penggunaan cairan kristaloid maupun koloid sebagai pengembang plasma. Pendukung koloid berpendapat bahwa resusitasi menggunakan koloid lebih cepat dan aman bagi paru-paru. Sementara pengguna kristaloid berpendapat bahwa kristaloid lebih tepat menangani syok karena menggantikan cairan intravaskular dan ekstravaskular (karena pada syok terjadi pengecilan volume cairan ekstraselular). Kristaloid lebih murah walaupun dibutuhkan volume yang lebih besar (dibutuhkan 2-4 kali cairan kristaloid agar efek resusitasinya sama dengan koloid). Cairan koloid memiliki efek alergi lebih sedikit. Walaupun begitu tidak terdapat bukti yang mengharuskan seseorang menggunakan salah satu cairan. Penggunaan kedua cairan bersama-sama sering digunakan dalam klinis sehari-hari. Kehilangan darah akut mempengaruhi dua komponen yaitu curah jantung dan konsentrasi hemoglobin dalam darah. Dengan begitu resusitasi mencakup bagaimana cara meningkatkan curah jantung dan mengoreksi kekurangan hemoglobin. 26

12 Meningkatkan Curah Jantung Konsekuensi dari curah jantung yang menurun jauh lebih membahayakan dari konsekuensi anemia, jadi prioritas pertama dalam penatalaksanaan pasien dengan perdarahan adalah meningkatkan curah jantung. Cairan resusitasi dan curah jantung Kemampuan setiap jenis cairan untuk meningkatkan curah jantung dinilai dengan mengukur dan membandingkan infus whole blood (1 unit = 450 ml), packed cells (2 unit = 500 ml), dextran-40 (500 ml). Didapatkan efek infus ketiga cairan ini selama satu jam dalam meningkatkan curah jantung adalah sama. Sedangkan kemampuan cairan Ringer laktat (1 L) adalah dua kali cairan lainnya. Bila dibandingkan volume per volume maka cairan koloid adalah yang paling efektif. Koloid dua kali lebih efektif dibanding whole blood, enam kali lebih efektif dari packed cells dan delapan kali lebih efektif dibanding cairan kristaloid (RL). Kemampuan darah yang terbatas untuk meningkatkan curah jantung adalah karena efek viskositas darah. Jika peningkatan curah jantung adalah prioritas pertama dalam penatalaksanaan perdarahan akut maka darah bukanlah cairan yang dipilih sebagai terapi awal resusitasi cairan. Cairan koloid dan kristaloid Kedua jenis cairan ini memiliki viskositas mendekati air karena keduanya tidak mengandung sel. Perbedaan keduanya adalah pada distribusi volume cairannya. Cairan kristaloid tersusun atas natrium yang terdistribusi merata pada cairan ekstraselular. Plasma darah mewakili 20% cairan ekstraselular sehingga cairan kristaloid yang mengisi pembuluh darah hanya 20% cairan yang masuk. Delapan puluh persen sisanya akan keluar ke cairan interstisial. Cairan koloid di lain pihak akan menambah volume plasma karena molekul koloid yang besar tidak dengan mudah keluar pembuluh darah. Sekitar 75 atau 80% cairan infus koloid akan tetap berada di ruang vaskular dan menambah volume plasma paling tidak pada jam-jam awal infus. Peningkatan curah jantung adalah efek dari peningkatan preload (peningkatan volume darah) dan efek penurunan afterload (efek dilusi dari viskositas darah). Berikut poin penting dalam resusitasi cairan: Cairan koloid lebih efektif dari whole blood, packed cells dan cairan kristaloid untuk meningkatkan curah jantung Konsentrat eritrosit relatif tidak efektif untuk meningkatkan curah jantung sehingga sebaiknya tidak digunakan sendirian pada resusitasi 27

13 Cairan koloid menambah volume plasma sementara cairan kristaloid menambah volume interstisial Untuk mendapatkan efek yang sama pada curah jantung, volume infus cairan kristaloid setidaknya tiga kali lebih banyak dari volume infus cairan koloid Memperkirakan volume cairan total Pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: Memperkirakan jumlah volume darah normal. Caranya adalah dengan menghitung berat badan dikali 66 ml (laki-laki) atau 60 ml (perempuan). Memperkirakan jumlah darah yang keluar. Kelas I bila kehilangan darah < 15% volume darah, kelas II bila kehilangan darah 15-30% volume darah, kelas III bila kehilangan darah 30-40% dan kelas IV bila kehilangan darah lebih dari 40% volume darah. Menghitung defisit volume dengan mengkalikan volume darah normal dikali % kehilangan darah Menghitung jumlah cairan untuk masing-masing jenis cairan yang dibutuhkan dengan anggapan bahwa peningkatan volume darah adalah 100% volume infus whole blood, 50-75% volume infus cairan koloid dan 20-25% volume infus cairan kristaloid. Volume resusitasi setiap cairan dihitung dari defisit volume dibagi persen retensi cairan. Sebagai contoh jika defisit volume 2 L dan cairan resusitasi yang digunakan adalah koloid (50-75% tertahan di intra vaskular) maka volume resusitasi adalah 2/0,75 = 3 L hingga 2/0,5 = 4 L cairan koloid. Tabel 4. Estimasi Volume Resusitasi Tahapan Determinasi Jumlah Volume 1. Estimasi volume darah normal (BV) BV = 66mL/kg ( ) = 60 ml/kg ( ) 2. Estimasi % volume darah yang hilang Kelas I: < 15% Kelas II: 15-30% Kelas III: 30-40% Kelas IV: > 40% 3. Kalkulasi defisit volume (VD) VD = BV x % BV yang hilang 4. Determinasi volume resusitasi (RV) RV = VD x 1 (koloid) = VD x 3 (kristaloid) Setelah volume penggantian total dihitung, kecepatan penggantian cairan dihitung berdasarkan kondisi klinis pasien. 28

14 Pemantauan Resusitasi Selama resusitasi perlu dipantau laju jantung, tekanan darah, frekuensi napas, urin yang keluar, status mental dan suhu tubuh. Vena sentral dapat digunakan untuk memantau preload pada ventrikel kanan. Pemeriksaan laboratorium rutin termasuk diantaranya gas darah, elektrolit dan keseimbangan asam basa, fungsi hati dan ginjal, gula darah, hematologi dan koagulasi rutin. Kadar laktat cukup sering digunakan untuk mengetahui efektivitas dukungan kardiovaskular. II.6. Transfusi Darah Tujuan dasar pemberian transfusi darah adalah oksigenasi jairngan tubuh. Dengan meningkatkan nilai Hb maka kapasitas pengangkutan oksigen ikut meningkat. Keadaan itu menjamin suplai oksigen ke jaringan yang mengalami hipoksia. Rekomendasi transfusi sel darah merah 9 1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb <7g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimtomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima. (Rekomendasi A) 2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium. (Rekomendasi C) 3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat). (Rekomendasi A) 4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb 11 g/dl; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dl (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb 13 g/dl. (Rekomendasi C) Rekomendasi transfusi trombosit 9 29

15 1. Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/µl, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi < /µl. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-masing. (Rekomendasi C) 2. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/µlpada pasien yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif. (Rekomendasi C) 3. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan. (Rekomendasi C) Rekomendasi transfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma) 9 1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibisi koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi. (Rekomendasi C) 2. Netralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam nyawa. (Rekomendasi C) 3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfuse masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati. (Rekomendasi C) Rekomendasi transfusi kriopresipitat 9 1. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan. (Rekomendasi C) 2. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. (Rekomendasi C) Algoritma Transfusi Darah Perioperatif Evaluasi preoperatif Evaluasi preoperatif menilai riwayat kesehatan/penyakit sebelumnya, melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan faktor risiko pasien, misalnya penyakit kardiorespirasi atau koagulopati. Pada koagulopati, pemakaian warfarin, clopidogrel, dan aspirin dapat mempengaruhi komponen darah transfusi. Selain itu, evalusai preoperatif juga perlu menilai adanya penyakit darah kongenital atau didapat, penggunaan vitamin atau 30

16 suplemen herbal yang dapat mengganggu koagulasi, serta pemakaian obat seperti aprotinin yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Pasien perlu diberi tahu (informed consent) terhadap segala risiko atau komplikasi yang timbul akibat reaksi transfusi. a. Anamnesis Mengkaji riwayat kesehatan/penyakit pasien Anamnesis dan pemeriksaan fisik Kondisi pasien b. Tes laboratorium Hb atau Ht Profil koagulasi 2. Persiapan preoperatif a. Langkah-langkah untuk mencegah perdarahan Menghentikan antikoagulasi Menunda operasi sampai efek obat yang sebelumnya diminum (warfarin, clopidrogel, aspirin) menurun b. Mencegah/mengurangi jumlah darah transfusi allogenik Obat untuk mencegah anemia perioperatif (eritropoietin dan vitamin K) Mempersiapkan darah autolog Obat untuk merangsang koagulasi dan meminimalkan perdarahan (aprotinin, Є-asam aminokaproat, asam traneksamat) 3. Intervensi intraoperatif dan postoperatif a. Transfusi sel darah merah Memantau perfusi dan oksigenasi (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dan saturasi oksigen). Echokardiografi bila memungkinkan. Memantau indikasi transfusi (apakah ada iskemia jantung, Hb, Ht, profil koagulasi) Transfusi dilakukan bila Hb <6 g/dl. Tidak diberikan bila Hb masih >10 g/dl. Bila Hb antara 6-10 g/dl, menentukan perlu tidaknya transfusi adalah dengan melihat apakah ada organ iskemia, potensi perdarahan berlanjut, status volume intravaskular pasien, dan faktor risiko komplikasi terhadap oksigenasi inadekuat. Transfusi eritrosit allogenik Transfusi darah autolog b. Tatalaksana koagulopati 31

17 Menilai lapangan pembedahan dan monitoring laboratorium terhadap tanda koagulopati. Lapangan pembedahan perlu dinilai bersamaan antara dokter bedah dan anestesiologis, apakah terjadi perdarahan mikrovaskular yang masif. Penilaian perdarahan masif perlu juga dinilai dari darah suction, spons, dan drainase. Laboratorium: trombosit, PT dan APTT. Tes lain adalah kadar fibrinogen, fungsi trombosit, tromboelastogram, D-dimer, dan thrombin time. Transfusi trombosit Transfusi trombosit jarang diindikasikan bila trombosit >100 x 10 9 /l dan baru diberikan bila <50 x 10 9 /l. Indikasi lain adalah bila didapatkan disfungsi trombosit. Pada kasus trombositopenia yang terjadi karena dekstruksi trombosit seperti heparin-induced thrombocytopenia, idiopathic thrombocytopenic purpura, thrombotic thrombocytopenic purpura, transfusi trombosit profilaksis tidak efektif. Transfusi FFP Bila mungkin, uji koagulasi (PT dan APTT) dilakukan sebelum memberikan FFP. Transfusi FFP tidak diberikan bila PT dan APTT normal serta tidak diindikasikan untuk meningkatkan volume plasma. Indikasi FFP adalah (1) perdarahan mikrovaskular masif (koagulopati) dengan PT >1,5 kali, INR >2 kali, atau APTT >2 kali dari normal; (2) perdarahan mikrovaskular masif akibat sekunder dari defisiensi faktor koagulasi atau ketika PT/APTT tidak dapat diperiksa pada saat itu; (3) penghentian tiba-tiba terapi warfarin; (4) diketahuinya faktor koagulasi yang mengalami defisiensi tetapi komponen transfusi tersebut tidak tersedia; (5) resistensi heparin (defisiensi antitrombin III) pada pasien yang memerlukan heparin. Transfusi kriopresipitat Sebelum memberikan kriopresipitat, kadar fibrinogen perlu diperiksa. Transfusi kriopresipitat jarang diindikasikan bila kadar fibrinogen >150 mg/dl. Indikasi (1) kadar fibrinogen < mg/dl dengan perdarahan mikrovaskular masif, (2) defisiensi fibrinogen kongenital. Satu unit kriopresipitat mengandung mg fibrinogen. Satu unit FFP mengandung 2-4 mg fibrinogen/ml. Oleh karena itu, satu unit FFP memberikan jumlah fibrinogen yang sama dengan 2 unit kriopresipitat. 32

18 Obat untuk mengurangi perdarahan masif (desmopresin, atau hemostatik topikal seperti lem fibrin, gel trombin) 33

19 BAB III ILUSTRASI KASUS I. Identitas Pasien Nama : Ny. Sukinem Usia : 41 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Kesehatan RT 003/ 06 Pamulang Tangerang Banten Agama : Islam Suku : Jawa Warga negara : Indonesia Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Nomor RM : Masuk IGD RSF : 08 Novemer 2008 pukul II. Riwayat Pemeriksaan Rawat Darurat Anamnesis Keluhan Utama: Rujujukan bidan perdarahan pervaginam sejak 2,5 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: Perdarahan pervaginam ± 1 kain merah segar sejak 2,5 jam SMRS, mules (-), nyeri (+), air (-), USG (-), ANC di bidan. Riwayat Haid: Menarche : 16 tahun Siklus: 28 hari Riwayat Perkawinan: Kawin : 1 kali Usia perkawinan : 19 tahun Riwayat Penyakit Dahulu PEB anak ke-10 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keterangan 34

20 Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan : buruk : compos mentis : 80/50 mmhg : 120 X/menit, regular : 22 X/menit Status generalis Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-) Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen : membuncit sesuai kehamilan Ekstremitas : akral dingin +/+ Status ginekologi TFU : 28 cm His : kontraksi tertarik DJJ : - Inspeksi : tampak perdarahan pervaginam VT : porsio kaku belakang, teraba 2 cm, diameter 1 cm, selaput (+), kepala H 1 USG : H 26 mgg, IUFD, solusio plasenta Daftar Masalah Syok hipovolemik e.c. HAP e.c. solusio plasenta pada G 11 P 10 A 0 H 26mgg IUFD Belum inpartu Rencana Terapi Pemeriksaan DPL, GDS, BT, CT, AGD, elektrolit DPL hemostasis Cross match Observasi tanda vital/ 15 menit Observasi perdarahan pervaginam 35

21 Resusitasi cairan: pasang IV line (3 line) Pasang FC monitoring cairan Transfusi PRC sampai Hb 10 g/dl Transfusi FFP 10 kantung Evaluasi/ terminasi pedarahan: histerektomi Hasil Laboratorium 08 November 2008 (4: 41: 12 am) 36

22 Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hematologi - Hemoglobin - Hematokrit - Leukosit - Trombosit - Eritrosit VER/HER/KHER/RDW - VER - HER - AHER - RDW - Masa perdarahan - Masa pembekuan Hemostasis - APTT - PT - Fibrinogen - D-dimer Kimia klinik Fungsi hati - SGOT - SGPT - Protein total - Albumin - Globulin Fungsi ginjal - Ureum darah - Creatinin Diabetes Glukosa sewaktu - Glukosa darah sewaktu Gas darah - ph - PCO 2 - PO 2 - Suhu - FIO 2 - BP - HCO > > mmhg g/dl % ribu/ul ribu/ul juta/ul fl pg gr/dl % menit menit detik detik mg/ml - < 200 mg/ml Ul U/l g/dl - 3,40 4,86 g/dl - 2,50 3,00 g.dl mg/dl - 0,6 1,5 mg/dl ,8 7,

23 III. Riwayat Masuk OK CITO Pasien diantar dari IGD RSUP Fatmawati ke OK CITO pada jam masih dalam keadaan syok dan terpasang PRC, pernapasan dibantu dengan nasal kanul. Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan : buruk : apatis : 79/46 mmhg : 113 X/menit, reguler : 18 X/menit Status generalis Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-) Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen : membuncit sesuai kehamilan Ekstremitas : akral dingin +/+. Daftar Masalah Syok hipovolemik e.c. HAP e.c. solusio plasenta pada G 11 P 10 A 0 H 26mgg IUFD Pasien dikategoikan ke dalam ASA 3E dengan syok hipovolemik Rencana terapi 38

24 Atasi syok dengan resusitasi cairan Tentukan jenis anestesi yang sesuai SC dengan histerektomi Post op rawat di ICU Resusitasi cairan pre operatif Untuk mengembalikan kehilangan cairan pada pasien perlu dilakukan pemberian cairan dengan cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak akses vena, menggunakan ukuran jarum yang lebih besar, dan menggunakan kanul vena yang lebih pendek, akses vena terpasang 3 line di tangan kanan, tangan kiri, dan kaki kanan. Pemberian cairan kristaloid: Ringer Laktat 500 cc dengan cara diguyur selama 10 menit.pemberian cairan koloid: PRC 200 cc dan gelofusin 250 cc selama 10 menit. Setelah resusitasi selama 10 menit tekanan darah meningkat dari 79/46 mmhg 95/50 mmhg. Produksi urin sedikit sekali. Untuk membantu meningkatkan tekanan darah pasien diberi ephedrine 30 mg IV. Tindakan anestesi dan monitoring intraoperatif Setelah resusitasi cairan dan ada peningkatan tekanan darah diuputuskan untuk dilakukan regional anesthesia dengan menggunakan Marcain 20 mg dengan pemnatauan. Akan tetapi pasca pemberian marcain tekanan darah OS menurun kembali sehingga dilakukan general anesthesia, induksi dengan ketamin, relaksasi dengan esmeron, kemudian dipasang ETT kingking no. 7,5, cuff (+), guedel (+) untuk oksigenisasi yang lebih adekuat, maintenance dengan isoflurane. Selain itu, untuk mencegah hilangnya cairan lebih lanjut, juga diperlukan penghentian perdarahan. Pemberian cairan pada pasien dapat berupa kristaloid atau koloid. Pada pasien, digunakan cairan Ringer Laktat, Asering dan Gelofusin. Jumlah cairan yang diberikan dihitung dengan lebih dulu menentukan jumlah volume darah pasien. Hal ini bisa didapat dengan mengalikan 70 (berat badan pasien) dengan 60 (perkiraan jumlah darah wanita per kilogram), sehingga didapatkan 4200 ml. Kemudian, ditentukan jumlah darah yang hilang. Pada pasien ini, diperkirakan jumlah darah yang hilang sekitar 36 persen. Jadi, dalam mililiter jumlah darah yang hilang 39

25 adalah 1500 ml. Dengan demikian, jumlah cairan kristaloid yang diberikan seharusnya tiga kali volume darah yang hilang yaitu 4500 ml. Sedangkan koloid yang diberikan sebanyak satu kali volume darah yang hilang yaitu 1500 ml. Pada pasien ini, diberikan 2800 ml kristaloid, 500 ml koloid, 600 ml PRC, dan FFP 1000 ml. Untuk menghentikan perdarahan, pada pasien dilakukan SC (histerektomi). Kehilangan darah yang diperbolehkan dalam operasi adalah 20% dari perkiraan jumlah darah yaitu 840 ml. Jumlah ini masih ditambah lagi dengan urin yang dikeluarkan selama operasi sebesar 500 ml. Perdarahan yang terjadi selama operasi 1500 ml. Pada pasien ini, diberikan transfusi darah berupa PRC. Pemberian darah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen, terutama ke daerah yang mengalami hipoksia. Pada pasien ini, transfusi didasarkan atas kadar hemoglobin yang sebesar 4.2 g/dl. Transfusi yang dilakukan menggunakan PRC daripada whole blood mengingat sifatnya yang lebih aman. Setelah dilakukan resusitasi cairan dengan baik, makan keadaan hemodinamik pasien cukup stabil, dilihat dari perubahan tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan produksi urin. Keadaan post operasi Tekanan darah : 105/57 mmhg Nadi : 75 X/menit, reguler Sianosis : (+) Refleks : (-)/(-) Muntah : (-) Diagnosis post op : PEB, DIC, hipoalbumin Pasien diantar ke ICU 40

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

M/ WITA/ P4A0

M/ WITA/ P4A0 RESUME 1.Ny. E/35 tahun/mrs 7 Juni 2015 jam 05.15 WITA/ G 3 P 2 A 0 Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif, PER 2.Ny. M/17 tahun/mrs 6 Juni 2015 jam 15.30 WITA/ G 1 P 0 A 0 gravid 40 minggu, janin tunggal hidup,

Lebih terperinci

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN Identitas a. Nama : Ny T b. Umur : 37 tahun c. Tanggal lahir : 12/09/2014 d. No. MR : 01213903 e. Alamat : Jl. A RT 01 RW 08 f. Telefon : - g. Nama suami : S h. Umur

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Syok Hipovolemik 2.1.1 Definisi Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Dari data subjektif didapatkan hasil, ibu bernama Ny. R umur 17 tahun, dan ini merupakan

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Demografi Nama Umur Pekerjaan Alamat a. Aktifitas dan istirahat Ø Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal Ø Dispnea nokturnal karena pengerahan tenaga b. Sirkulasi

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali

Lebih terperinci

Perdarahan Post Partum. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Perdarahan Post Partum. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Perdarahan Post Partum Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Perdarahan Pascasalin adalah kehilangan darah lebih dari 500 cc pada persalinan per vaginam ataupun 1000 cc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 8,9 Sedangkan literatur

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN HPP

ASUHAN KEPERAWATAN HPP 1. Pengertian Haemoragik Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi.hpp diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan

Lebih terperinci

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Hirawati, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan :

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan : FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

TRANSFUSI DARAH. Maimun ZA. Laboratorium Patologi Klinik FKUB-RSSA Malang

TRANSFUSI DARAH. Maimun ZA. Laboratorium Patologi Klinik FKUB-RSSA Malang TRANSFUSI DARAH Maimun ZA Laboratorium Patologi Klinik FKUB-RSSA Malang Pendahuluan Transfusi darah adalah terapi medis yang memiliki risiko penyulit terbesar baik dalam waktu pendek (reaksi transfusi),

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena

Lebih terperinci

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab : Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

PORTOFOLIO KASUS MEDIK PORTOFOLIO KASUS MEDIK Oleh: dr. Sukron Nanda Firmansyah PENDAMPING: dr. Moch Jasin, M.Kes Portofolio Kasus No. ID dan Nama Peserta : dr. SukronNanda Firmansyah No. ID dan Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Pada pemeriksaan didapatkan hasil data subjektif berupa identitas pasien yaitu

Lebih terperinci

Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES

Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES Latar Belakang Trauma masih merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia yaitu sekitar 3% (CDC,2012) Trauma juga masih merupakan

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa, yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Rice 1991). Komponen-komponen aliran darah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep A. DEFENISI Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID/DIC) adalah suatu sindrom

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien BAB III TINJAUAN KASUS Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien post Sectio Caesaria dengan indikasi Preeklamsia di Ruang Baitu Nisa RS Sultan Agung pada tanggal

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK ASUHAN KEPERAWATAN SYOK Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore,

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) ANTENATAL CARE (ANC) IBU HAMIL DI POLIKLINIK KIA PUSKESMAS KALITIDU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Tanggal : 17 Maret 2015 pukul : 12.30 WIB Pada pemeriksaan didapatkan hasil data

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Oleh : Dewi Rahmawati 201420461011056 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS RAJAWALI - BANDUNG

STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS RAJAWALI - BANDUNG STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS RAJAWALI - BANDUNG Anamnesis Dilakukan autoanamnesis tanggal 16 Juni 2015 Pukul 20.15 WIB Keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan

BAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk yang menyebar paling cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci

Penatalaksanaan DBD Pada Dewasa

Penatalaksanaan DBD Pada Dewasa Penatalaksanaan DBD Pada Dewasa Armon Rahimi Definisi : Demam Dengue : Demam akut 2 7 hari + 2 atau lebih : - Nyeri kepala - Nyeri retroorbital - Mialgia / artralgia - Ruam kulit - Manifestasi perdarahan

Lebih terperinci

No Identitas Tempat Jam Pemantauan 1 Ny.TS 32th

No Identitas Tempat Jam Pemantauan 1 Ny.TS 32th No Identitas Tempat Jam Pemantauan 1 Ny.TS 32th Pabedilan (17-06-2015) IGD 12.07 G3P1A1 ibu 32 tahun datang dengan rujukan serotinus. Keluhan keluar air-air dan mules belum dirasakan, gerakan anak masih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Tanggal : 22 Maret 2016 Pukul : 10.30 WIB Data subjektif pasien Ny. T umur 50 tahun bekerja

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Dr. Suparyanto, M.Kes GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT CAIRAN TUBUH Cairan tubuh adalah larutan isotonik yang tersusun atas air dan zat terlarut (mineral)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SC, dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5

BAB I PENDAHULUAN. SC, dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian sectio caesarea (SC) terjadi peningkatan di Indonesia sejak dua dekade terakhir ini. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya persalinan melalui SC, dalam

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi cairan Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah. 6,13 Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin 42 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kadar hemoglobin digunakan sebagai patokan dalam dunia medis untuk mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin seseorang sulit ditentukan

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan. EMBOLI AIR KETUBAN A. Pengertian Emboli air ketuban adalah terdapatnya air ketuban dalam aliran darah ibu (Maclean,2003:25). Emboli air ketuban merupakan komplikasi tidak dapat diduga,sangat berbahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Jurnal I Anderson. M. W, Watson. G. (2013). Traumatic shock : The fifth shock. Journal Of trauma Nursing 20 (1) Syok didefinisikan sebagai keadaan transportasi oksigen dan tidak

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh perdarahan. 1,2,3 Menurut data di Inggris (2010) sebanyak 80% kematian diakibatkan perdarahan yang menyebabkan syok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

PERDARAHAN POST PARTUM E.C. RETENSIO SISA PLASENTA. Pembimbing: Dr. H. Agung Suhadi, Sp.OG (K) Oleh: Tejo Sujatmiko

PERDARAHAN POST PARTUM E.C. RETENSIO SISA PLASENTA. Pembimbing: Dr. H. Agung Suhadi, Sp.OG (K) Oleh: Tejo Sujatmiko PERDARAHAN POST PARTUM E.C. RETENSIO SISA PLASENTA Pembimbing: Dr. H. Agung Suhadi, Sp.OG (K) Oleh: Tejo Sujatmiko STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 383 thn Alamat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA SHOCK. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns

PROSES TERJADINYA SHOCK. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns PROSES TERJADINYA SHOCK MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns Definisi Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan tekanan onkotik dan volume intravaskuler. Partikel ini tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan tekanan onkotik dan volume intravaskuler. Partikel ini tidak 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koloid Larutan koloid adalah larutan homogen yang mengangandung partikel dengan berat molekul besar yaitu >20.000 dalton sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan

Lebih terperinci

Hemoragik antepartum (HAP) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hemoragik antepartum (HAP) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hemoragik antepartum (HAP) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi HAP dapat dikategorikan menjadi tiga berdasarkan usia kehamilan saat kejadian perdarahan terjadi, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci