MAKALAH PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DAN ARBITRASE INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DAN ARBITRASE INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 MAKALAH PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DAN ARBITRASE INTERNASIONAL DOSEN PENGASUH : YURIKA FAHLIANY DEWI, SH. Disusun Oleh: NAMA : ERIK SOSANTO NIM : EAA JURUSAN : ILMU HUKUM KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS HUKUM TAHUN 2012 i

2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinnyalah saya masih diberikan kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas dan pedoman mengenai Pelaksanaan putusan arbitrase internasional Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan Pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya. Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis, maka tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Harapan penulis semoga tulisan yang penuh kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya tentang Pelaksanaan putusan arbitrase internasional Palangka Raya, 19 Juni 2012 Penyusun ii

3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penulisan Metode Penulisan Manfaat Penulisan... BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pelaksanaan putusan arbitrase internasional di indonesia pada kasus pertamina versus karaha bodas company ditinjau dari undang undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa Apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional dimaksud dan bagaimana solusinya... BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA iii

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prinsip umum yang berlaku dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak (freedom of contract principle). Melalui prinsip ini para pihak bebas menentukan isi perjanjian, bentuk perjanjian, dan sekaligus bebas untuk menentukan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi di kemudian hari. Penyelesaian sengketa (dispute resolution) merupakan unsur aksidentalia dalam sebuah kontrak yang sifatnya terbuka (open system). Walaupun demikian terkadang para pihak tidak memasukkan pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum) dalam kontrak yang mereka buat entah karena kelalaian atau memang kesengajaan. Sengketa dagang internasional adalah sengketa dagang yang timbul dari hubungan dagang internasional berdasarkan kontrak maupun tidak. Dalam formulasi pertama, sengketa dagang internasional dapat menyangkut substansi kontrak maupun mengenai hukum yang berlaku terhadap kontrak itu. Sengketa apapun bentuknya pada hakikatnya merupakan masalah yang diusahakan untuk dihindari oleh para pihak, karena adanya akan menghambat proses bisnis yang umumnya berpengaruh terhadap efisiensi waktu, biaya, dan bonafiditas perusahaan. Oleh karena kontrak dalam konteks ini mengandung elemenelemen asing, maka dalam pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan antara lain mengenai hukum manakah yang berlaku (applicable law) atas perjanjian atau kontrak tersebut dan forum (pengadilan) manakah yang berwenang mengadili jika terjadi sengketa hukum antara para pihak. Untuk mencari hukum yang berlaku dalam suatu kontrak yang mengandung unsur Hukum Perdata Internasional dapat dipergunakan bantuan titik-titik pertalian atau titik-titik taut sekunder, diantaranya adalah pilihan hukum (choice of law), tempat ditandatanganinya kontrak (lex loci contractus), atau tempat dilaksanakannya kontrak (lex loci solutionis). Kontrak yang dibuat antara Pertamina dengan Karaha Bodas Company merupakan kontrak yang dalam hal klausula pilihan hukum dan pilihan forum tunduk pada 1

5 UNCITRAL Arbitration Rules.Dengan demikian pada saat penandatanganan kontrak dimaksud para pihak dalam hal ini Pertamina dan Karaha Bodas Company telah sepakat untuk menyelesaikan segala sengketa yang timbul melalui forum Arbitrase, yakni UNCITRAL Arbitration Rules. Pada saat sengketa benar-benar terjadi, maka by operation of law para pihak terikat untuk menyelesaikannya melalui forum tersebut. Dalam kasus Pertamina vs KBC, sidang arbitrase di Jenewa memenangkan gugatan KBC berupa ganti biaya investasi USD 111 juta ditambah potensi keuntungan selama 30 tahun sebesar USD 150 juta serta bunga karena keterlambatan pembayaran. Putusan sebuah lembaga arbitrase berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bersifat final and binding, serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Pada kasus ini putusan yang dihasilkan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 termasuk dalam Putusan Arbitrase Internasional yaitu putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. Secara faktual kasus Pertamina Vs KBC yang telah diputus oleh forum arbitrase di Jenewa ternyata belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena adanya banyak faktor yang bermain termasuk di dalamnya faktor politis. Namun dalam makalah ini tidak membahas faktor politik tersebut secara mendalam, melainkan akan membahasnya dari perspektif hukum, khususnya dengan meninjau prinsip-prinsip Hukum Perdata Internasional yang salah satunya termuat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase internasional di indonesia pada kasus pertamina versus karaha bodas company ditinjau dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa? 2

6 b. Apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional dimaksud dan bagaimana solusinya? 1.3. Tujuan Penulisan Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk : a. Mengetahui proses bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase internasional di indonesia pada kasus pertamina versus karaha bodas company ditinjau dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. b. Mengetahui dan memahami apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional dimaksud dan bagaimana solusinya Metode Penulisan Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini yang bersumber pada buku-buku referensi dan situs internet yang langsung mengangkat permasalahanpermasalahan tentang Pelaksanaan putusan arbitrase internasional 1.5. Manfaat Penulisan Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut : a. Sebagai media untuk menambah wawasan. b.bahan referensi aktual dan Bahan bacaan serta pengetahuan. 3

7 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia pada Kasus Pertamina versus Karaha Bodas Company ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Karaha Bodas Company (KBC) adalah perusahaan dibawah kontrol Florida Oower & Light and Cithness Energy of New York yang berkerjasama dengan perusahaan Indonesia yaitu Pertamina. Sebagaimana tersebut di atas, kontrak yang dibuat khususnya dalam klausula penyelesaian sengketa tunduk pada UNCITRAL Arbitration Rules. Di tinjau dari aspek Hukum Perdata Internasional hal ini menggunakan titik pertalian berupa pilihan hukum (choice of law). Pilihan hukum ini dihormati dengan beberapa alasan, yaitu: Pertama, pilihan hukum sebagaimana dimaksud sangat memuaskan bagi mereka yang menganggap kebebasan individu adalah dasar murni dari hukum. Kedua, pilihan hukum dalam kontrak internasional memberikan kepastian berupa kemudahan para pihak untuk menentukan hukum yang mengatur kontrak tersebut. Ketiga, akan memberikan efisiensi, manfaat, dan keuntungan. Dan keempat, pilihan hukum akan memberikan kepada negara insentif bersaing.kebebasan dari para pihak dalam memilih hukum dan forum dimaksud tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak mengenai hukum yang bersifat memaksa (mandatory rules). Pembatasan ini ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi kehidupan modern, seperti perlindungan konsumen, pencegahan penyalahgunaan wewenang dari penguasa ekonomi serta menjaga iklim persaingan yang adil dalam ekonomi pasar. Dengan mempertimbangkan kepentingan hubungan perdata dan dagang internasional, pelaksanaan keputusan arbitrase asing dalam wilayah suatu negara umumnya diterima secara luas oleh negara-negara anggota masyarakat internasional. Alasan mengapa forum arbitrase dipilih sangat terkait erat dengan adanya kritik terhadap forum penyelesaian sengketa lain khusunya pengadilan antara lain: 1). Pengadilan nasional umumnya, kurang mempunyai hakim-hakim yang berkompeten atau yang berspesialisasi mengenai hukum komersial internasional. 4

8 2). Dikeluarkannya putusan pengadilan ternyata tidaklah otomatis perkara yang bersangkutan telah selesai, sebab pihak-pihak yang kurang puas dengan keputusan tersebut masih mempunyai saluran lain untuk melampiaskan ketidakpuasannya dengan cara mengajukan kembali sengketa tersebut ketingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat banding sehingga waktunya akan berlarut-larut. Sengketa antara Pertamina dan KBC terjadi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang kemudian mendorong Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden Nomor 47 Tahun 1997 ke dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997 yang isinya antara lain menghentikan proyek geothermal yang di dalamnya juga melibatkan PLN sebagai pihak. Merasa dirugikan KBC dengan mendasarkan pada kontrak membawa sengketa dimaksud ke Mahkamah Arbitrase di Switzerland dan putusan yang dihasilkan adalah menyatakan bahwa Pertamina dan PLN telah mengalami wanprestasi (breach of contract).dengan adanya putusan arbitrase asing atau yang dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 disebut Putusan Arbitrase Internasional, maka yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan dimaksud adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1). Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. 2). Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. 3). Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 4). Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan. 5

9 5). Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Secara a contrario Putusan Arbitrase Internasional yang tidak memenuhi persyaratan sebagaima dimaksud tidak dapat dilaksanakan. Di samping itu berdasarkan doktrin ada kemungkinan bagi para pihak untuk menolak keputusan tersebut didasarkan pada doktrin pembatalan (nullity doctrine). Alasan-alasan yang dapat diajukan antara lain yaitu: 1). Bila Mahkamah Arbitrase tidak mempunyai kewenangan dimana instrumen akan melaksanakan tugasnya tidak sah, atau belum mempunyai kekuatan berlaku/telah direalisir. 2). Jika arbiter yang dipilih telah melebihi wewenang yang diberikan para pihak dan gagal dalam menerapkan instruksi yang diberikan para pihak kepadanya, dalam kaitannya dengan hukum yang harus diterapkan/diminta untuk memilih alternatif yang harus diputuskan sendiri. 3). Bila mahkamah melebihi aturan dasar prosedur hukum dalam memutuskan perkara. 4). Prinsip bahwa kepada kedua belah pihak harus diberikan kesempatan yang sama untuk mempresentasikan kasusnya mengenai masalah yang mendasar. 5). Gagal untuk memberikan alasan suatu keputusan dapat dijadikan dasar untuk menolak keputusan arbitrase. Alasan suatu keputusan sangat penting bagi para pihak karena para pihak ingin mengetahui tanggapan dari mahkamah atas argumen yang diajukan lebih mendasar sehingga suatu alasan putusan menjamin bahwa mahkamah menentang godaan untuk menyederhanakan dan dasar keputusan merits of the case. 6). Suatu putusan merupakan putusan yang curang. Termasuk ketidakjujuran dalam mempresentasikan suatu kasus di depan mahkamah, atau korupsi oleh salah satu anggota mahkamah dan kesalah mendasar (essensial error). 6

10 Syarat ketiga yang menyatakan bahwa Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dalam implementasinya seringkali menimbulkan permasalahan. Hal ini terjadi karena ketertiban umum (public policy) itu berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, serta akan berbeda dari waktu-kewaktu. Adapun pengertian ketertiban umum adalah segala peraturan hukum Indonesia baik tertulis maupun tidak yang mengandung sendi-sendi azazi yang bersumber dari falsafah negara. Perjanjian yang didalilkan oleh pihak yang dikalahkan sebagai bertentangan dengan public policy sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap hak untuk membela diri (due process of law), dapat tidaknya tunduk kepada arbitrase (arbitrability), dan batal demi hukum (null and void). Namun kenyataannya menunjukkan bahwa pihak yang dikalahkan lebih condong untuk mempergunakan alasan public policy daripada alasan-alasan lain yang juga tersedia menurut Konvensi New York Berdasarkan Pasal 66 huruf e maka pelaksanaan putusan arbitrase dimaksud hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini terjadi karena Pertamina dan PLN merupakan BUMN yang notabene adalah perusahaan milik negara, in casu Pemerintah Indonesia menjadi pihak dalam sengketa dimaksud. Anehnya, pada saat yang hampir bersamaan Pertamina menggugat KBC terkait dengan keabsahan kontrak yang dibuatnya. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Pertamina, melarang KBC melakukan langkah-langkah untuk melaksanakan putusan arbitrase, dan menyatakan bahwa KBC berkewajban untuk membayar sejumlah uang kepada Pertamina. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menyatakan bahwa putusan dimaksud dapat dilaksanakan segera mungkin meskipun ada upaya banding. Berdasarkan hal itu tampak bahwa Putusan Arbitrase Internasional dalam Kasus KBC belum dapat diterima dan dilaksanakan di Indonesia. Adapun gugatan Pertamina kepada KBC, dimana di dalamnya memuat klausula arbitrase sebagai pilihan hukum pada dasarnya kurang tepat ditinjau dari Hukum Perdata Internasional. Alasan public policy sebagaimana tersebut di atas hendaknya digunakan seminimal mungkin. Menurut Sudargo Gautama bahwa lembaga ketertiban umum (openbare orde, public policy) yang memberi kemungkinan bagi hakim untuk dalam suatu hal tertentu mengenyampingkan pemakaian hukum asing yang seyogyanya harus dipakai hendaknya 7

11 merupakan rem darurat yang harus dipakai seirit mungkin. Lebih lanjut Beliau menyatakan bahwa fungsi lembaga ketertiban umum adalah sebagai tameng untuk membela diri dan bukan suatu pedang untuk menusuk hukum asing Mengingat aset Pertamina juga ada di negara-negara lain, maka KBC selain melakukan langkah agar putusan arbitrase dilaksanakan di Indonesia juga menempuh langkah hukum agar putusan dimaksud diterima dan dilaksanakan di negara lain dimana aset Pertamina berada. Misalnya terjadi di Amerika Serikat, dimana Mahkamah Agung negara Paman Sam itu memutuskan bahwa PT. Pertamina tetap harus membayar ganti rugi sebesar 265 juta US Dollar atas kasus pembatalan Proyek Listrik Tenaga Panas Bumi kepada Karaha Bodas Company. Putusan ini menguatkan pengadilan dibawahnya atas kasus KBC enam tahun lalu. Di luar negeri, yaitu Singapura Pertamina menang terhadap KBC. Pengadilan Banding Singapura memenangkan Pertamina pada kasus gugatan KBC atas aset Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak perusahaan Pertamina di Hongkong. Pengadilan Singapura juga menghukum KBC untuk menanggung biaya persidangan dan kerugian yang ditimbulkannya. Kemenangan Pertamina ini merupakan bagian dari upaya hukum yang terus-menerus dilakukan Pertamina secara konsisten sejak tahun 2000 terhadap keputusan Arbitrase International yang dinilai Pertamina sangat tidak adil dan merugikan Pertamina dan Pemerintah Indonesia.Dengan demikian terhadap Putusan Arbitrase Internasional di Jenewa belum dapat dilaksanakan secara efektif di Indonesia karena masih terdapat hambatan dari Indonesia terhadap pelaksanaan putusan dimaksud. Namun demikian terhadap aset Pertamina yang ada di negara lain tidak tertutup kemungkinan akan dapat dieksekusi oleh pengadilan lokal atas permintaan KBC sebagai pihak yang menang dalam proses Arbitrase di Jenewa berdasarkan asas Hukum Perdata Internasional yaitu asas lex rei sitae yang intinya menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana benda itu berada. 8

12 2.2. Hambatan Pelaksanaan Arbitrase Internasional dan Solusinya Berdasarkan pada pemaparan di atas menujukkan bahwa Putusan Arbitrase Asing yang dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 disebut dengan Putusan Arbitrase Internasional, terkadang tidak mudah diterima dan dilaksanakan, terutama di Negara dimana pihak yang dikalahkan berada. Berbagai alasan akan diajukan untuk menolak suatu pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Pada Kasus Putusan Arbitrase Internasional antara Pertamina dan PLN melawan PT. KBC terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan putusan tersebut tidak dapat diterima dan dilaksanakan, khususnya di Indonesia. Beberapa hambatan dapat diidentifikasi antara lain adalah sebagai berikut: 1) Ketertiban Umum (Public Policy) Ketertiban umum adalah lembaga hukum yang paling sering dipakai oleh kebanyakan negara untuk menolak berlakunya hukum asing. Hingga saat ini belum ada batasan yang pasti mengenai apa itu ketertiban umum (public policy). Setiap negara, bahkan setiap orang akan menafsirkan ketertiban umum secara berbeda. Dalam konteks negara ketertiban umum sangat terkait erat dengan ideologi yang dianutnya, serta konfigurasi politik yang ada pada saat itu. Lembaga ketertiban umum ini juga diterima dalam New York Convention dan UNCITRAL model law, dimana ketertiban umum adalah salah satu alasan untuk menolak suatu putusan arbitrase internasional. Berdasarkan Pasal V (2) huruf b Konvensi New York ditafsirkan sebagai clearly incompatible with public policy or with fundamentak principles of thelaw (public order) of the country in which the award is sought to be relied upon. Para penulis dan putusan arbitrase internasional menyatakan bahwa luasnya ketertiban umum menurut Konvensi New York 1958 ditafsirkan mencakup antara lain hak-hak untuk membela diri, sengketa-sengketa yang boleh diarbitrase, netralitas arbiter, dan batal demi hukumnya suatu putusan arbitrase.menggunakan argumentasi ketertiban umum untuk melawan sebuah putusan arbitrase internasional adalah langkah paling efektif bagi negara tuan rumah (host state), khususnya negara berkembang (developing country) selaku pihak yang dikalahkan untuk menolak putusan arbitrase internasional tersebut. Hal ini terjadi karena pengadilan lokal dimana putusan arbitrase internasional hendak dilaksanakan 9

13 secara relatif lebih bebas memberi penafsiran terhadap istilah ketertiban umum dimaksud. Pada kasus Pertamina Vs KBC, Pengadilan Indonesia mencampuri substansi dari kontrak, yakni men-judge bahwa proses negosiasi dan pembuatan kontrak di dalamnya terdapat unsur korupsi. Akibatnya bahwa kontrak yang bersangkutan tidak lagi berunsur privat, akan tetapi terkait dengan kebijakan publik negara Indonesia sehingga dalam konteks hukum Indonesia tidak dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Bahwa berdasarkan Pasal 66 huruf b bahwa putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan jika menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa pada term ketertiban umum, pada kasus KBC bisa mencakup tidak hanya pembelaan terhadap kepentingan umum, akan tetapi juga terkait dengan pembelaan diri untuk tidak dapat dilaksanakannya putusan arbitrase (non-arbitrability).dengan demikian lembaga ketertiban umum di satu sisi dapat memberikan perlindungan hukum bagi suatu negara dari putusan arbitrase internasional/arbitrase asing yang mungkin merugikan kepentingan negara yang bersangkutan, akan tetapi di sisi lain seringkali bisa dijadikan alat bagi negara yang dikalahkan untuk secara sengaja mencegah putusan arbitrase internasional tersebut walaupun secara material pada dasarnya putusan dimaksud dapat dilaksanakan. Penulis sepakat dengan pendapat Sudargo Gautama yang menyatakan bahwa lembaga ketertiban umum hendaknya digunakan seminimal mungkin. 2) Kepentingan Nasional (National Interest) Alasan lain yang seringkali digunakan untuk mencegah atau menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah alasan kepentingan nasional (national interest). Ada persyaratan bahwa hukum yang berlaku harus mendukung terhadap kepentingan nasional, sehingga setiap putusan pengadilan, termasuk juga putusan arbitrase pun hendaknya sesuai atau sejalan dengan kepentingan nasional. Sama dengan ketertiban umum, lembaga kepentingan nasional inipun tidak terdapat definisi yang pasti. Setiap negara dapat mendefinisikan sesuai dengan sudut pandang (point of view) masingmasing. Dalam kasus KBC, Pertamina berargumentasi bahwa proyek geothermal yang ditandatangani pada masa Orde Baru pada dasarnya tidak memberikan keuntungan bagi rakyat Indonesia. Pertamina juga berargumentasi bahwa KBC telah memanipulasi fakta 10

14 sehingga kontrak dengan Pertamina pada waktu itu dapat ditandatangani oleh para pihak. Dengan kata lain terdapat unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam negosiasi dan pembuatan kontrak. Berdasarkan alasan ini Pertamina meminta pengadilan untuk membatalkan putusan arbitrase dan ternyata pengadilan mengabulkannya. Dampak negatif penggunaan alasan kepentingan nasional untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah dapat mengurangi kepastian hukum (legal certainty). Hal ini akan membuat Indonesia semakin di cap sebagai negara yang tidak menjunjung tinggi asas kepastian hukum, baik dalam regulasi maupun dalam pelaksanaan kebijakannya terkait dengan Penanaman Modal Asing. 3) Adanya Gerakan Anti Investor Asing (Anti Foreign Investor Movement) Ada sebuah kepercayaan bahwa krisis moneter yang terjadi di Asia disebabkan oleh adanya investasi asing. Krisis ekonomi tidak hanya menyebabkan adanya dampak negatif bagi perekonomian negara-negara Asia tetapi juga menyebabkan terjadinya perubahan kondisi politik. Kondisi inilah yang menyebabkan beberapa Non Governmental Organisation (NGO) atau dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berargumentasi bahwa agen asing telah mengorbankan hak moral menentukan kebijakan antikorupsi di Indonesia. Hal ini ternyata juga berdampak bagi Pengadilan Indonesia untuk menjadikannya sebagai bukti dalam menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional, termasuk di dalamnya putusan arbitrase pada kasus Pertamina Vs KBC. Ketiga hal tersebut seringkali menjadi hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Bahwa pada dasarnya sebuah putusan arbitrase secara umum bersifat final and binding. Adanya klusula arbitrase (arbitration clause) dalam konteks hukum di Indonesia merupakan dasar kompetensi absolut bagi lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara para pihak. Putusan yang dihasilkan oleh lembaga arbitrase setelah didaftarkan ke Pengadilan Negeri atau untuk Putusan Arbitrase Internasional didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka putusan dimaksud seharusnya sudah dapat dilaksanakan oleh para pihak secara sukarela. Namun pada kenyataannya banyak celah (loop hole) yang secara legal dapat dijadikan alasan untuk 11

15 menolak pelaksanaan suatu putusan arbitase internasional tersebut. Alasan ketertiban umum (public policy), alasan kepentingan nasional (national interest), dan banyaknya gerakan anti investor asing merupakan alasan yang paling sering dipakai untuk mengelak dari pelaksanaan putusan yang arbitrase internasional. Solusi yang dapat ditempuh untuk mengurangi adanya hambatan tersebut antara lain adalah menerapkan lembaga ketertiban umum pada saat pembuatan perjanjian, bukan memakai lembaga ketertiban umum pada saat sengketa sudah terjadi dan putusan sudah dikeluarkan. Apabila telah ada putusan terhadap sengketa tertentu, maka seyogyanya penggunaan lembaga ketertiban umum termasuk alasan kepentingan nasional, dengan mengutip pendapat Sudargo Gautama adalah seirit mungkin. Hal ini penting, karena jika Indonesia tidak hati-hati dalam penggunaannya akan berdampak negatif berupa dikucilkannya Indonesia dalam pergaulan internasional karena dianggap tidak memperhatikan kepastian hukum dan keadilan sebagai hal mendasar dari hukum. Solusi ini memang masih bersifat abstrak dan kurang aplikatif, akan tetapi dengan adanya political will dari Pemerintah tentunya dapat dilaksanakan. Adanya merupakan faktor penting dan selaras dengan mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV yang merupakan tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 12

16 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pada pemaparan di atas terkait dengan pelaksanaan putusan arbitrase internasional ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1). Pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia pada Kasus Pertamina versus Karaha Bodas Company ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dengan menggunakan alasan Pasal 66 huruf b dan c intinya menyatakan bahwa putusan arbitrase dimaksud tidak termasuk lingkup hukum perdagangan dan bertentangan dengan ketertiban umum sehingga Pengadilan Indonesia menolak putusan dimaksud dan menyatakan tidak dapat dilaksanakan. 2). Hambatan dalam pelaksanaan arbitrase internasional, khususnya dalam kasus Pertamina Vs KBC adalah penggunaan alasan kepentingan umum, kepentingan nasional, dan adanya gerakan anti investor asing oleh Pengadilan Indonesia yang kemungkinan kurang tepat. Adapun solusinya adalah menerapkan prinsip ketertiban umum pada saat pembuatan perjanjian, bukan pada saat sengketa sudah terjadi dan putusan sudah dikeluarkan, serta dalam hal sudah ada putusan terhadap sengketa tertentu, maka seyogyanya penggunaan lembaga ketertiban umum termasuk alasan kepentingan nasional, dengan mengutip pendapat Sudargo Gautama adalah seirit mungkin. 13

17 3.2 Saran Berdasarkan pada permasalahan yang ada, Penulis memberikan saran atau rekomendasi sebagai berikut: 1). Perlu adanya keyakinan dari para pihak dalam memilih hukum (choice of law) dan memilih forum (choice of forum), misalnya dalam membuat klausula arbitrase (arbitration clause) hendaknya sekomprehensif mungkin. Di samping itu juga dalam ketentuan umum kontrak perlu dicantumkan pengertian ketertiban umum (public policy) dan kepentingan nasional (national interest) untuk kemudian secara jelas dijabarkan pada batang tubuh kontrak dimaksud. Pemilihan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) oleh investor asing juga dapat dijadikan alternatif, mengingat hukum yang dipakai adalah hukum Indonesia sehingga pelaksanaannya akan lebih mudah. 2). Sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama, Penulis menyarankan agar penggunaan lembaga ketertiban umum dan kepentingan nasional sehemat mungkin dan pemerintah hendaknya tidak seenaknya menggunakan lembaga ini, karena dapat menimbulkan dampak negatif di kemudian hari bagi Indonesia dalam pergaulan internasional. 14

18 DAFTAR PUSTAKA Adolf, Huala, 2007, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung: Refika Aditama. Anonim, 2006, Kasus KBC: Pertamina Harus Bayar USS 265 Juta, Artikel pada Forum Jurnalis Jakarta: Media Center, tanggal akses 3 April Suwardi, Sri Setianingsih, 2006, Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: UI Press. Widiyanti, Arin, 2005, Pertamina Menangkan Kasus KBC di Pengadilan Singapura, Artikel pada detikfinance, tanggal akses 3 April Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 15

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Ketentuan ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak komprehensifnya ketentuan-ketentuan pengakuan

Lebih terperinci

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) Astri Maretta astrimaretta92@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hambatan Pelaksanaan Putusan Arbitrase di Indonesia 1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase di Indonesia ditinjau dari Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya Hukum Bisnis, Sesi 9 Timbulnya Sengketa Transaksi dalam dunia bisnis, termasuk bisnis syariah mengandung risiko Salah satu risiko yang mungkin dan sering terjadi adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM HPI 1 PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX By Malahayati, SH., LLM TOPIK 2 PENGERTIAN CARA PILIHAN HUKUM LEX MERCATORIA LEX LOCI CONTRACTUS TEORI PENGERTIAN 3 Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PERSELISIHAN KERJASAMA DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Safrina No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 135-151. PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL ROLE OF COURTS IN THE IMPLEMENTATION OF THE DECISIONS OF INTERNATIONAL ARBITRATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI MENYELESAIKAN SENGKETA BISNIS DALAM HAL ADANYA KLAUSUL ARBITRASE SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Chandra Furna Irawan, Ketua Pengurus Yayasan Sharia

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Farizal Caturhutomo Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas

Lebih terperinci

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1 PROBLEMATIKA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS ELEKTRONIK INTERNASIONAL DALAM UNDANG- UNDANG (UU) NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi Terbatas ini mengatur tanggung jawab Research In Motion dan grup perusahaan afiliasinya ( RIM ) tentang BlackBerry

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional Untuk dapat mengetahui kekuatan hukum putusan arbitrase

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. Kuasa Hukum Wisye Hendrarwati., SH., MH, dkk II. III. OBJEK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Kasus 1: Kasus Indah Kiat.

Kasus 1: Kasus Indah Kiat. Bagaimana kita memahami tantangan global penegakan hukum? Cara paling mudah adalah memahaminya melalui kasus-kasus, dan untuk itu dibawah ini akan dituliskan 3 (tiga) kasus hukum yang memiliki dimensi

Lebih terperinci

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Vannia Nur Isyrofi, and Hary Stiawan (lecturer and students at the Faculty of

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS 45 MAKASSAR

UNIVERSITAS 45 MAKASSAR Tugas Mata Kuliah D o s e n : HUKUM PERIKATAN : HAMZAH TABA, SH., MH KEKALAHAN PERTAMINA VS KARAHA BODAS CO DALAM PERADILAN ARBITRASE INTERNASIONAL HARRY KATUUK No.Pokok 45 100 15 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Laksana. Berdasarkan Pasal 185 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api (Persero)

Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Laksana. Berdasarkan Pasal 185 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api (Persero) 9 Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Laksana Kantor Pusat Bidang Hukum : Berdasarkan Pasal 185 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api (Persero) Tentang Perubahan dan Tambahan Keutusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi

Lebih terperinci

Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts

Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Mr. Zairul Alam, Ms. Ranitya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO. , i,'" t '~ I.~ " NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO. 30 TAHUN 1999 "'~"'-:, ;,.",.IC.~;~"'~,~.~ "~ ::":>~ FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2001

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang Pedoman Pasal Tentang Ketentuan Pasal 50 Huruf a dalam Persaingan Usaha KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 253/KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 50 HURUF a UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik I. PEMOHON Mohammad Sabar Musman. selanjutnya disebut Pemohon. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci