REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)
|
|
- Yohanes Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) Disusun oleh: Maria Maureen Ridwan ( ) Pembimbing : dr. Pulo R. S. Banjarnahor, SpTHT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE 2017
2 BAB 1 PENDAHULUAN Tidur dan bernapas merupakan bagian proses fisiologis yang mendasar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bila proses bernapas berhenti sementara dalam beberapa menit, kehidupan manusia juga berhenti. Tidur merupakan bagian lain dari proses fisiologis tersebut, bila terjadi gangguan pada proses tidur akan berakibat gangguan pada kualitas hidup. Obstructive sleep apnea merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Keadaan ini terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas selama paling tidak 10 detik tiap episode yang terjadi. Episode henti nafas (apnea) sering berlangsung antara 10 detik sampai 60 detik. Obstructive sleep apnea (OSA) sebenarnya merupakan masalah mekanikal, pada saat tidur akan mengalami gangguan pada saluran pernafasan dikarenakan posisi lidah yang menutupi uvula dan soft palate dikarenakan terjadinya relaksasi pada otototot daerah lidah, sehingga uvula dan soft palate ini akan jatuh kebelakang dan menutupi tenggorokan. OSA sangat berhubungan dengan gejala-gejala seperti gangguan tidur akibat sesak dan tersedak, mengantuk disiang hari, mendengkur keras pada saat tidur, sakit kepala pada pagi hari, gangguan mental. Gangguan gangguan
3 ini yang biasanya sering terjadi pada penderita OSA. Orang-orang yang beresiko tinggi terkena OSA adalah yang memiliki kelainan anatomi pada tenggorokan yang menyebabkan kecilnya saluran pernafasan, obesitas, pria lebih beresiko dibandingkan dengan wanita, perokok aktiv dan seringnya mengkonsumsi alkohol. Gold Standard dalam mendiagnosa OSA adalah polisomnografi. Penatalaksaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan derajat keberatan OSA dan sumber yang menimbulkan OSA. Gangguan pernapasan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Di Amerika sekitar 12 juta orang usia tahun menderita OSA dan seitap tahun meninggal karena penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan gangguan pernapasan saat tidur. Gangguan ini dapat menyebabkan profesifiti gagal jantung dan prognosis yang buruk.
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstructive Sleep Apnea adalah penyakit yang sangat umum yang ditandai dengan episode berulang dari obstruksi jalan nafas atas berhubungan dengan penyempitan saluran nafas pada keadaan tidur yang dapat mengakibatkan terbangunnya pada saat tidur secara berulang dikarenakan adanya henti nafas, menurunnya ventilasi dan saturasi oksihemoglobin. 2.2 Epidemiologi Pada bangsa kaukasia, pria usia pertengahan prevalensi sebesar 4% dan perempuan 2%. Bangsa cina di Hongkong pria usia pertengahan sebesar 4% dan perempuan 2%. Populasi di atas usia 65 tahun prevalensinya lebih dari 10%. 2.3 Etiologi Usia Usia yang semakin tua akan lebih mudah terkena karena adanya perubahan struktur dari faring, dan otot-otot pernafasan mendapatkan sinyal yang terbatas dari otak agar tetap kaku sehingga menjadi lemah dan menutup jalan nafas Obesitas Kelebihan berat badan akan mempengaruhi mekanisme dari saluran pernafasan atas seperti : o Naiknya deposit lemak pada parapharyngeal, menyebabkan sempitnya jalanya pernafasan atas o Perubahan dalam mekanisme kompensasi syaraf yang menjaga jalan nafas o Ketidakstabilan dalam kontrol pernafasan Jenis Kelamin Pria beresiko tinggi terkena OSA dibandingkan dengan wanita Hal ini dimungkinkan berhubungan dengan pengaruh hormon Bentuk anatomi kepala dan leher
5 Dapat mempengaruhi besar kecilnya saluran pernafasan, dimana kecilnya saluran pernafasan memiliki resiko lebih tinggi Genetik Anatomi dari sistem pernafasan tidak jauh beda dari faktor keluarga Merokok dan alcohol Alkohol dapat membuat kolapsnya saluran pernafasan atas, dan dapat menyebabkan hypopnea, memperpanjang durasi apneu yang dapat menyebabkan hipoksemia pada saat tidur, dan dapat menyebabkan kolaps dari otot oropharyngeal. 2.4 Patofisiologi OSA merupakan hasil dari proses dinamik penyempitan atau lumpuhnya (collaps) saluran nafas atas selama tidur. Tempat paling sering terjadi obstruksi pada populasi dewasa adalah dibelakang ovula dan velofaring (palatum molle) kemudian pada oropharynx, atau kombinasi keduanya. Patensi saluran napas atas sebagian besar diatur oleh otot-otot faring, yang diklasifikasikan menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah otot fase inspirasi, misalnya musculus genioglossus yang mengatur kontraksi regular dengan menyesuaikan pada gerakan pernapasan. Fungsinya seperti diafragman. Tonus otot pada kelompok ini diatur selama periode tidur. Yang kedua adalah otot yang tonus ritmiknya konstan, misalnya musculus palatinus tensi. Tonus otot ini konstan, yang dapat hilang atau menurun tonusnya pada keadaan tidur. Tahanan pada saluran napas atas meningkat bermakna selama tidur, dan dapat lebih meningkat bila ada factor predisposisi yang mendukung terjadinya penutupan saluran napas, atau terjadi peningkatan beban pada otot-otot dilator faringeal. Lumpuhnya (collaps) saluran napas atas terjadi bila tekanan negative yang dibuat oleh otot-otot pernapasan lebih besar dari kemampuan otot-otot yang berfungsi melebarkan saluran napas atas. Periode apnea (tak bernapas), biasanya diakhiri dengan bentuk arousal dari tidur, di mana otot-otot yang berperan pada dilatasi saluran napas atas mulai bekerja normal dan aliran udara pernapasan kembali normal. Proses arousal selama periode tidur berakibat proses tidur mengalami fragmentasi, kadang pasien bisa terbangun mendadak.
6 Saturasi oksigen dapat menurun lebih dari 3% akibat obstruksi saluran napas lebih dari 80%. Pada hypopnea, obstruksi jalan napas berkisar antara 30% sampai 50% dengan penurunan saturasi oksigen lebih dari 3%. Kebanyakan pasien mengalami keadaan henti napas (apnea) antara 20 sampai 30 kejadian perjam dan bisa lebih dari 200 kali permalem. Keadaan ini menjadi penyebab utama hipersomnolen pada pasiennya. 2.5 Manifestasi Klinis Gejala malam hari saat tidur - Mengorok - Mengeluarkan air liur saat tidur - Mulut kering - Tidur tidak nyenyak / tebangun saat tidur - Dapat terjadi henti nafas saat tidur - Tersedak atau nafas tersengal saat tidur Gejala saat pagi atau siang hari - Mengantuk - Pusing saat bangun tidur pagi hari - Refluks gastroesofageal - Tidak bisa konsentrasi
7 - Depresi - Penurunan libido - Impotensi - Bangun tidur terasa tak segar 2.6 Diagnosis Diagnosis OSA dapat ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis dimulai dari anamnesis dengan menanyakan tentang riwayat mendengkur, waktu tidur, tersedak pada saat tidur, rasa ngantuk pada siang hari dan dapat dinali keparahannya dengan Epworth Sleepiness Scale, sakit kepala pada pagi hari, insomnia, berkurangnya daya ingat dan konsentrasi, sering atau tidaknya terpapar polusi udara, nocturia. Pemeriksaan fisik juga dapat mendukung diagnosis OSA dengan melakukan pemeriksaan respiratori, kardiovaskular dan neruologik untuk mengetahui penyebabnya dan ada atau tidaknya secondary infection seperti gagal jantung, hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, stroke, hipertensi pulmonal,. Adanya penyempitan saluran nafas atas, macroglossia, hipertrofi tonsil, pembesaran ulvula, abnormalitas nasal (terdapat polip, deviasi, pembesaran konka), pengecekan obesitas dengan menggunakan BMI (BMI 30 kg/m 2 ), besarnya ukuran lingkar kepala (>17 inci pada pria, >16 inci pada perempuan). Diagnosis pasti penderita PSA dapat dilakukan dengan pemeriksaan polisomnografi. Pada OSA untuk melihat episode berhentinya aliran udara yang berulang diikuti dengan upaya respirasi continue. POLISOMNOGRAFI Polisomnografi merupakan alat uji diagnostic mengevaluasi gangguan tidur, dilakukan pada saat malam hari di laboratorium tidur. Laboratorium tidur biasanya terdapat di klinik atau rumah sakit tetapi ruangan ini di desain sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesan sarana kesehatan. Pemeriksaan terdiri dari elektroensefalogram (EEG), electromyogram (EMG), elektrookulogram (EOG), parameter respirasi, electrocardiogram (ECG),
8 saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran. Penderita dimonitor selama 6 jam 10 menit. Mendengkur dan obesiti merupakan faktor resiko OSA, tanpa gejala klinis tidak merupakan indikasi pemeriksaan polisomnografi. Pemeriksaan ini cukup untuk mengevaluasi gangguan tidur selama rekaman satu malam, beberapa variable yang direkam selama penelitian tidur adalah stadium tidur, upaya pernafasan, aliran udara, saturasi oksihemoglobin arteri, posisi tubuh, gerakan anggota badan, irama dan denyut jantung. Polisomnografi merupakan baku emas diagnosis gangguan tidur, yang meneliti tidur penderita, analisa tingkat tidur dan saturasi oksigen, aliran udara melalui mulut dan hidung, gerakan nafas, pola elektrokardiografi, posisi tubuh dan gerakan anggota badan. Tujuan penelitian tidur ini untuk konfirmasi diagnosis OSA, beratnya apnea, pemilihan terapi dan evaluasi respon terapi. Tingkat tidur dinilai dengan EEG, EOG, EMG. Gambaran polisomnogram yang berbeda pada obstructive apnea.
9 Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur ringan dengan AHI 5-15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur sedang dengan AHI 15-30, saturasi oksigen 80-85% dan keluhan mengantuk dan sulit konsentrasi, apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kuran dari 80% dan gangguan tidur. Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat : 1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karenan sebab lain 2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan gangguan konsentrasi 3. Hasil PSG menunjukan AHI 5 (jumlah total apnea ditambah terjadi hypopnea perjam selama tidur) 4. Hasil PSG negative untuk gangguan tidur lainnya.
10 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan ditujukan terutama pada risiko terjadinya gangguan kardiovaskular dan kondisi hipersomnolen pada pasien OSA. Hipersomnolen pada siang hari dapat menyebabkan pasien OSA kehilangan kewaspadaan, yang dapat berakibat gangguan social, kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas. Penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan kejadian OSA adalah hipertensi, stroke, penyakit jantung iskemia, hipertensi pulmonal. Menurut penelitian dari Sleep Hearth Health Study, sindrom metabolic seperti dyslipidemia, resistensi insulin, obesitas sentral, intoleransi glukosa dapat merupakan kejadian mempengaruhi OSA.
11 Pengobatan Konservatif Manajemen konservatif termasuk perubahan posisi tidur miring ke samping kanan atau kiri, tergantung pada perbaikan IGR.Mengurangi berat badan, menghindari minuman mengandung alcohol dan mengurangi konsumsi obat-obat sedative termasuk juga pada manajemen konservatif. Penurunan berat badan sebesar 10% akan mengurangi IGR sebesar 26% Pengobatan dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) Penggunan CPAP berguna untuk mempertahankan patensi saluran nafas atas selama keadaan tidur. Tekanan oksigen disalurkan melalui masker hidung (nasal mask). Masker dihubungkan dengan tekanan oksigen yang dipompakan secara berkala, sesuai dengan frekuensi pernapasan dengan prinsip pneumatic. CPAP diindikasikan terutama pada pasien dengan IGR lebih dari 30 kejadian perjam, yang disertai tanda dan gejala hipersomnolen siang hari, gangguan konsentrasi dan adanya penyakit serebrovaskular (hipertensi, stroke, penyakit jantung coroner), memerlukan terapi CPAP. Manajemen dengan Alat Penopang Mulut (oral appliance) American Academy of Sleep Medicine, merekomendasikan alat ini untuk OSA derajat ringan sampai sedang, apabila pasien tidak dapat menggunakan CPAP. Prinsip alat ini adalah untuk tetap menjaga patensi saluran nafas atas. Penggunaan alat penopang mulut ini tidak menjamin keberhasilan terapi OSA secara bermakna. Manajemen Secara Pembedahan Tindakan bedah yang dilakukan untuk terapi OSA adalah uvulopalatofrangoplasti, ovulopalatoplasti dengan sinar laser, tonsilektomi, ablasi atau reseksi parsial lidah, rekonstruksi rahang atas atau bawah, sampai dengan tindakan trakeostomi. Hasil maksimal dengan tindakan bedah ini adalah 40%, untuk mengatasi OSA
12 2.8 Prognosis Pada pasien yang merima pengobatan dengan benar mempunyai prognosis yang baik. Pada mild OSA, dapat disembuhkan dengan perubahan gaya hidup seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan, dan menurunkan konsumsi alcohol. Penurunan berat badan 10% dapat menurunkan tingkat apnea
13 per jamnya dang memperbaiki waktu tidur. Pada moderate to severe OSA, membutuhkan perubahan gaya hidup dan CPAP dalam proses penyembuhan. Penurunan berat badan pada CPAP akan sangat membantu penyembuhan disbandingkan dengan hanya CPAP saja atau penurunan berat badan saja karena kombinasi keduanya dapat menurunkan tekanan darah pula. OSA yang tidak diobati dengan baik akan dapat menimbulkan masalah yang serius, berawal dari gangguan pernafasan saat tidur akan dapat menaikan tekanan darah sehingga menaikan resiko gagal jantung, stroke dan kematian.
14 BAB 3 PENUTUP Obstructive Sleep apnea merupakan suatu kondisi dimana adanya penyempitan saluran nafas pada keadaan tidur. OSA sangat sering terjadi dengan banyak etiologi serperti adanya kelainan dalam struktur anatomi saluran pernafasan, obesitas, konsumsi rokok dan alkohol yang berlebihan yang dapat menyebabkan keabnormalan dalam mekanisme jalannya pernafasan sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala seperti sulit bernafas pada saat tidur, mengorok pada saat tidur, rasa mengantuk pada siang hari, berkurangnya waktu tidur, tersedak pada saat tidur, sakit kepala pada pagi hari, perubahan personaliti. Diagnosa pasien dapat dilakukan anamnesis dengan melihat adanya gejala-gejala tersebut dan juga melihat kondisi pasien adanya penyakit seperti gagal jantung, hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi pulmonal, stroke untuk melihat ada atau tidaknya secondary infection. Dengan menggunakan Epworth Sleepiness Scale dapat menilai derajat keparahan pasien. Gold Standard untuk mendiagnosis pasien OSA adalah dengan menggunakan polisomnografi. OSA yang tidak dapat diobati dengan baik akan menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti gagal jantung, stroke dan akhirnya dapat menimbulkan kematian. Dalam pengobatan OSA dapat dilakukan sesuai dengan derajat keparahan dan patofisiologinya. Dengan mengetahui definisi, etiologi, cara diagnosis, merupakan kunci utama dalam memberi penatalaksanaan yang benar kepada pasien penderita OSA sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.
15 DAFTAR PUSTAKA 1. ELS, S. C. (2015, April 09). Obstructive Sleep Apnea Prognosis. Retrieved April 25, 2017, from Apnea-Prognosis.aspx 2. Obstructive Sleep Apnea. (n.d.). Retrieved April 25, 2017, from 3. Punjabi, N. M. (2008). The Epidemiology of Adult Obstructive Sleep Apnea. Proceedings of the American Thoracic Society, 5(2), doi: /pats mg 4. Motamedi, K. K., McClary, A. C., & Amedee, R. G. (2009). Obstructive Sleep Apnea: A Growing Problem. Retrieved April 25, 2017, from 5. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 6th ed. FKUI; Patil, S. P., Schneider, H., Schwartz, A. R., & Smith, P. L. (2007, July 01). Adult Obstructive Sleep Apnea: Pathophysiology and Diagnosis. Retrieved April 25, 2017, from 7. Epstein, L. J., D. K., & N. F. (2009). Journal of Clinical Sleep Medicine. Clinical Guideline for the Evaluation, Management and Long-term Care of Obstructive Sleep Apnea in Adults, 3, Retrieved March, B. A. (n.d.). Patogenesis, Diagnostik dan Skrinning OSA. Retrieved from ng.pdf
RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI
RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).
BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan gangguan napas saat tidur (Sleep- Disordered Breathing, SDB) yang ditandai dengan obstruksi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
Lebih terperinciPENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR
PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : DORINDA NIM : 060600126 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada orang dewasa (Hudak & Gallo, 2010). Hampir sekitar tiga perempat stroke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari gangguan neurologi yang sering terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula
Lebih terperinciABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA
ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA Cynthia Natalia, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan
Lebih terperinciDiabetes tipe 2 Pelajari gejalanya
Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah diatas kadar normal atau disebut sebagai hiperglikemia (ADA, 2011). Kenaikan kadar gula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan karakteristik berupa kolaps secara berulang saluran napas atas baik sebagian maupun total yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciStudi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi
Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea Dessy Amalia Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Skripsi ini memuat penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini di Indonesia penyakit stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab 48% kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari center for medicine and
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menghadapi beban ganda di bidang kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih tinggi diikuti dengan mulai meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang
BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan
Lebih terperinciFaktor Risiko dan Sistem Skor sebagai Prediksi OSAS pada Anak. Bambang Supriyatno, MD. PhD. Issue mendengkur
Faktor Risiko dan Sistem Skor sebagai Prediksi OSAS pada Anak Bambang Supriyatno, MD. PhD Issue mendengkur Mendengkur = tidur lelap? Hal biasa atau Masalah serius? Genetik? Lingkungan? Faktor risiko anak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah systolik diatas standar. Hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (angka prevalensi) yang cukup tinggi
Lebih terperinciHipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan perawatan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan harapan-harapannya. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan
Lebih terperinciBANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk
Lebih terperinciVENTRIKEL SEPTAL DEFECT
VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17% - 21% dari keseluruhan populasi orang dewasa artinya, 1 di antara 5 orang dewasa menderita hipertensi. Penderita hipertensi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner atau PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya penyempitan dan hambatan arteri koroner yang mengalirkan darah ke otot jantung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Empat jenis utama penyakit tidak menular menurut World Health Organization (WHO) adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia. Data epidemiologi untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,
Lebih terperincimenurut Kriteria Asia Pasifik (2000), dikatakan obesitas jika IMT 25 kg/m 2 (Sidartawan, 2006).
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi di mana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sleep apnea merupakan gangguan tidur yang berkaitan dengan pernafasan dan umumnya terjadi pada orang dewasa [1-2]. Diestimasikan 4% pria dan 2% wanita di dunia menderita
Lebih terperinciPROFIL PASIEN OSA (OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA) DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA
PROFIL PASIEN OSA (OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA) DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA SKRIPSI OLEH: Johanes Adiatna Mastan NRP: 1523011025 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 PROFIL PASIEN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB
Lebih terperinciGejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah
Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada
Lebih terperincicommit to user BAB V PEMBAHASAN
48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai
Lebih terperinciPenatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :
1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas. Menurut The Seventh Report of The Joint National
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi tetap menjadi masalah dikarenakan beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmhg dan tekanan darah diastolic 90 mmhg atau buila pasien memakai obat hipertensi. (7) 2. Manifestasi Klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciTopik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.
Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi
Lebih terperinciDiabetes Mellitus Type II
Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda
Lebih terperinciJournal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article
Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article Gestational Diabetes Mellitus : Challenges in diagnosis and management Bonaventura C. T. Mpondo, Alex Ernest and Hannah E. Dee Abstract Gestational
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciDiabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya
Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah pada dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama. Peningkatan atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Retinal Vein Occlusion (RVO) adalah sumbatan pada pembuluh darah vena di retina (Bradvica et al. 2012). Pertama kali dilaporkan oleh Liebrich pada tahun
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan
Lebih terperinci