BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan
|
|
- Lanny Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan karakteristik berupa kolaps secara berulang saluran napas atas baik sebagian maupun total yang terjadi pada saat tidur. Kolaps saluran napas berhubungan dengan penurunan atau berhentinya aliran udara meskipun masih terdapat effort untuk bernapas (DeBacker, 2006). Kolaps saluran napas atas yang terjadi berhubungan dengan terjadinya episode tidur yang terfragmentasi dan penurunan berulang saturasi oksihemoglobin (White, 2006). Gejala tersering OSA adalah mendengkur, kelelahan atau mengantuk sepanjang hari (excessive daytime sleepiness/eds) (Patil et al., 2007). Gold standard untuk memastikan diagnosis OSA saat ini menggunakan pemeriksaan polisomnografi/psg (American Academy of Sleep Medicine, 1999). Prevalensi OSA di masyarakat diperkirakan terjadi pada 1 dari 20 populasi dewasa (Young et al., 2002). Obstructive sleep apnea terjadi setidaknya pada 4% laki-laki dan 2% perempuan (McNicholas, 2008). Prevalensi OSA di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 5-10% populasi (Hiestand et al., 2006). Penelitian di wilayah Asia (China) menemukan prevalensi OSA pada populasi usia tahun sekitar 4,1% laki-laki dan 2,1 % perempuan (Ip et al., 2001; Ip et al., 2004). Data prevalensi OSA pada populasi di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
2 2 Sebuah penelitian pada salah satu perusahaan taksi di Jakarta menunjukkan sekitar 25% pengemudi kemungkinan menderita OSA (Wiadnyana et al., 2010). Hal ini menunjukkan potensi besarnya masalah OSA di Indonesia. Konsekuensi OSA terbagi atas 2 hal yaitu disfungsi neurokognitif dan masalah kardiovaskular. Disfungsi neurokognitif timbul sebagai akibat tidur yang terfragmentasi dan hipoksemia yang terjadi selama tidur (White, 2006; Durmer et al.,2005; Bucks et al.,2013). Sleep Apnea secara jelas meningkatkan rasa mengantuk (sleepiness) sepanjang hari/eds (George, 2007). Berbagai kondisi tersebut pada subjek OSA berimplikasi pada kecenderungan tertidur (microsleep), penurunan kesiagaan dan kewaspadaan, penurunan koordinator psikomotor dan akhirnya terjadi perlambatan waktu reaksi (Scott,2003; Durmer et al.,2005; Bucks et al.,2013). Waktu reaksi subjek dengan OSA umumnya lebih lambat (memanjang) dibandingkan subjek tanpa OSA (Mazza et al.,2005; Stoohs, 2013; Gelir et al., 2014). Perlambatan waktu reaksi pada OSA kemungkinan berhubungan dengan kelelahan, rasa mengantuk (sleepiness), kecenderungan tertidur (microsleep), penurunan kewaspadaan, gangguan psikomotor serta disfungsi kognitif lainnya (Durmer et al.,2005; Bucks et al.,2013). Kondisi OSA berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih rendah, termasuk kualitas tidur yang kurang, fungsi kognitif yang kurang,
3 3 penurunan kesiagaan dan kewaspadaan serta produktivitas yang rendah (Scott, 2003; Eckert & Malhotra, 2008). Kondisi tersebut disertai peningkatan rasa mengantuk (sleepiness) pada OSA akhirnya meningkatkan risiko kecelakaan kendaraan bermotor (George, 2007). Data kecelakaan lalu lintas di Indonesia sampai tahun 2009 sebanyak kasus yang melibatkan kendaraan (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2010). Data kecelakaan di Jakarta yang melibatkan kendaraan komersial dalam hal ini angkutan umum tahun 2009 melebihi angka 2 ribu kasus. Berdasarkan catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, sepanjang tahun 2009 tercatat 2687 kecelakaan yang melibatkan angkutan umum termasuk taksi di dalamnya (Noviansyah, 2010). Risiko kecelakaan selama mengemudi dapat disebabkan oleh faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor lingkungan. Carter (2006) menyatakan bahwa lebih dari 95% kasus kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan oleh faktor manusia (pengemudi) dan kurang dari 5% disebabkan oleh faktor kendaraan atau lingkungan. Intervensi pada faktor manusia (pengemudi) menjadi sangat penting dilakukan untuk mengurangi risiko kecelakaan. Beberapa faktor manusia yang diindikasikan sebagai penyebab kecelakaan adalah usia, status gizi, tingkat agresivitas, perilaku tidak aman, keterampilan mengemudi, penggunaan obat-obatan atau alkohol selama mengemudi dan kondisi kesehatan (University Health and Safety Policy Committee, University of
4 4 Ballarat Australia, 2007). Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan salah satu kondisi kesehatan yang terkait dengan kejadian kecelakaan transportasi (Scott, 2003; Carter, 2006). Faktor kendaraan merupakan penyebab yang bersifat langsung pada kejadian kecelakaan kendaraan. Faktor tersebut antara lain kondisi kendaraan, perawatan kendaraan, peralatan keselamatan dan faktor ergonomi. Lingkungan juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan seperti cuaca, kondisi jalan, mengemudi malam hari, kemacetan, rute perjalanan, jarak tempuh dan lama mengemudi serta pengaturan shift kerja ataupun schedule kerja (Health and Safety Executive Department for Transport UK, 2000; University Health and Safety Policy Committee, University of Ballarat Australia, 2007) Prevalensi OSA pada pengemudi kendaraan bermotor cukup tinggi. Data epidemiologis menunjukkan kejadian OSA pengemudi komersil bervariasi 15,8-17,6% (George, 2004). Risiko kecelakaan 2-10 kali lebih tinggi pada pengemudi dengan OSA dibandingkan tanpa OSA (Hartenbaum, 2006). The National Commission On Sleep Disorder Research di Amerika Serikat tahun 1994 melaporkan OSA menjadi penyebab langsung pada 36% kecelakaan yang berakibat fatal, serta 42% hingga 54% dari total kecelakaan yang terjadi (Leger, 1994). Penelitian terkait OSA pada pengemudi umumnya pada pengendara sepeda motor, pengemudi komersil seperti truk dan bus (George, 2007). Penelitian OSA khusus pada pengemudi taksi masih
5 5 sangat sedikit dan umumnya menggunakan kuesioner. Gulbay et al. (2003) melaporkan 5,9% pengemudi taksi menunjukkan gejala OSA dan 23,7% menunjukkan excessive daytime sleepiness (EDS). Sebanyak 67,8 % pengemudi taksi mempunyai riwayat kecelakaan dan terdapat hubungan signifikan antara kecelakaan lalulintas yang terjadi dengan EDS dan gejala OSA. Firestone et al. (2009) memperkirakan prevalensi OSA sedang dan berat pada pengemudi taksi di Wellington, Selandia Baru sekitar 18%. Penelitian Wiadnyana et al. (2010) melaporkan kejadian kemungkinan OSA pada pengemudi taksi X di Jakarta sekitar 25%. Berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat bahwa potensi kejadian OSA pada pengemudi taksi cukup tinggi sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Kecelakaan pada taksi akan berdampak pada pengemudi, penumpang dan perusahaan. Taksi adalah salah satu moda transportasi yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat di kota-kota besar di Indonesia. Data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (2010) menunjukkan armada taksi di Indonesia tahun 2009 berjumlah dengan armada (38,9%) berada di Jakarta. Perusahaan PT. X adalah salah satu perusahaan taksi terbesar di Jakarta dengan jumlah pengemudi taksi meter sampai Januari 2011 berjumlah orang. Pengamatan peneliti dari data rekapitulasi kecelakaan pada pengemudi taksi pool B PT. X selama tahun 2009 menunjukkan telah terjadi sekitar kecelakaan. Data training centre Pool B PT. X menunjukkan 60% dari kecelakaan yang terjadi
6 6 diperkirakan karena mengantuk (sleepiness). Mengantuk bisa terjadi antara lain karena kurang tidur ataupun kualitas tidur yang menurun dan kelelahan. Kondisi tersebut bisa terjadi pada seseorang dengan OSA. Hasil evaluasi pada kasus kecelakaan pengemudi taksi PT X tahun 2009 menunjukkan cukup banyak pengemudi yang mengalami kecelakaan berat terdapat gejala OSA. Penelitian Wati (2010) di PT X menunjukkan bahwa 27,5% pengemudi taksi mengalami kelelahan sebelum kerja dan 43,44% kelelahan sesudah bekerja. Penelitian tersebut menunjukkan telah terjadi penurunan waktu reaksi pengemudi taksi PT X sebelum bekerja yang ditunjukkan dengan waktu reaksi yang memanjang > 240 milidetik. Melihat besarnya masalah OSA dan risiko kecelakaan yang ditimbulkannya, diperlukan pengendalian OSA pada pengemudi kendaraan pada umumnya dan khususnya pada profesi pengemudi taksi. Tatalaksana OSA pada pengemudi taksi dengan OSA diharapkan terjadi perbaikan fungsi kognitif, performa mengemudi, kewaspadaan selama mengemudi meningkat dan angka kecelakaan menurun. Berbagai modalitas terapi OSA tersedia mulai dari modifikasi pola hidup, continuous positive airway pressure (CPAP), oral appliance dan pembedahan. Pemilihan modalitas terapi bersifat individual, tergantung pada beratnya OSA dan karakteristik masing-masing individu (Scottish Intercollogiate Guidelines Network, 2003).
7 7 Penggunaan CPAP merupakan pilihan utama (treatment of choice) terapi pasien OSA (Ballester, 1999). Penggunaan secara aktif CPAP pada pengemudi dengan OSA menunjukkan perbaikan bermakna performans mengemudi dan perbaikan waktu reaksi (George, 1997). Penggunaan CPAP juga terbukti menurunkan kejadian kecelakaan pada pasien OSA. Findley et al. (2000) melaporkan bahwa pasien OSA yang diterapi nasal CPAP mempunyai rata-rata kecelakaan lebih rendah dibanding sebelum diterapi (0,07 vs 0 kecelakaan per pengemudi pertahun). Sampai saat ini CPAP merupakan pilihan utama terapi pasien OSA (Ballester,1999), tetapi mempunyai keterbatasan terkait kepatuhan penggunaan (compliance) dan ketidaknyamanan (Ballard RD, 2008) serta relatif mahal (Collop et al.,2007;boughton, 2010). Peneliti berpendapat bahwa penggunaan CPAP sangat baik untuk pengemudi taksi dengan OSA, tetapi akan sulit dilaksanakan terutama masalah biaya. Pengendalian OSA yang mudah dan aplikatif pada profesi pengemudi dalam hal ini perlu dipikirkan untuk menurunkan risiko kecelakaan. Salah satu upaya yang dapat dipertimbangkan adalah penyiapan sebelum dan selama bekerja atau penyiapan kerja. Penyiapan kerja berupa modifikasi pola hidup (lifestyle programme) pada pengemudi baik bersifat fisis dan mental termasuk didalamnya modifikasi pola hidup untuk OSA. Hasil pengamatan peneliti pada pengemudi taksi PT X menunjukkan cukup banyak pengemudi tidak melakukan penyiapan kerja
8 8 berupa modifikasi pola hidup dengan baik disamping terdapat keluhan kelelahan kerja dan kecelakaan kerja. Modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan pada pasien OSA ringan terbukti menunjukkan perbaikan gejala, derajat OSA dan kualitas hidup (Tuomilehto et al., 2009). Hal ini sejalan dengan pernyataan Yamaguchi bahwa total health promotion plan merupakan kunci keberhasilan mengendalikan kecelakaan dalam kerja melalui pengendalian kelelahan (Setyawati, 2009). Total health promotion plan dapat dilakukan melalui lifestyle programme antara lain menjauhi asap rokok, nutrisi, minum air minimal 2 liter perhari, olahraga teratur, kontrol berat badan ideal, cukup tidur, konsultasi dengan dokter apabila stress dan ada gangguan kesehatan disamping untuk pemeliharaan kesehatan (Setyawati, 2009). Lifestyle programme merupakan bentuk penyiapan kerja yang baik. Lifestyle programme diharapkan dapat meningkatkan fungsi kognitif sehingga perhatian, waktu reaksi selama mengemudi menjadi lebih baik dan risiko kecelakaanpun menurun. Kecelakaan pada taksi akan berdampak pada pengemudi, penumpang dan perusahaan. Kecelakaan dapat terjadi karena faktor kendaraan, lingkungan dan terutama faktor manusia dalam hal ini pengemudi. Faktor pengemudi yang terkait dengan risiko kecelakaan adalah usia, status gizi, keterampilan mengemudi, perilaku mengemudi, penggunaan obat-obatan atau alkohol saat mengemudi, mengantuk (sleepiness) saat mengemudi serta kondisi kesehatan. Obstructive sleep
9 9 apnea (OSA) merupakan salah satu kondisi kesehatan pada pengemudi yang terkait dengan kejadian kecelakaan kendaraan pada umumnya. B. Rumusan Masalah Kejadian OSA pada pengemudi taksi yang cukup tinggi ini berpotensi menurunkan waktu reaksi pengemudi yang pada akhirnya berisiko kecelakaan saat mengemudi. Pengendalian OSA yang mudah dan aplikatif pada pengemudi taksi dengan OSA dan tanpa OSA diperlukan untuk memperbaiki fungsi kognitif sehingga dapat memperbaiki waktu reaksi dan menurunkan risiko kecelakaan. Melihat latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah adalah : 1. Apakah penyiapan kerja yang baik pada pengemudi taksi dengan obstructive sleep apnea (OSA) dan tanpa OSA memperbaiki waktu reaksi? 2. Apakah penyiapan kerja yang baik pada pengemudi taksi dengan obstructive sleep apnea (OSA) dan tanpa OSA menurunkan risiko kecelakaan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Diketahuinya peran penyiapan kerja pengemudi taksi dengan obstructive sleep apnea (OSA) dan tanpa OSA pada waktu reaksi. 2. Diketahuinya peran penyiapan kerja pengemudi taksi dengan obstructive sleep apnea (OSA) dan tanpa OSA pada risiko kecelakaan.
10 10 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada pengemudi, perusahaan, masyarakat, institusi pendidikan dan instansi terkait. 1. Manfaat bagi pengemudi a. Menjadi masukan bagi pengemudi secara umum dan pengemudi dengan OSA ataupun kemungkinan OSA tentang hal-hal yang harus dipersiapkan diri sebelum dan selama bekerja. b. Penyiapan kerja membuat pengemudi lebih segar dan performa mengemudi menjadi lebih baik. 2. Manfaat bagi perusahaan a. Merupakan bahan masukan tentang kejadian OSA pada pengemudi sehingga dapat dilakukan deteksi dini ataupun pencegahan. b. Merupakan bahan masukan perlunya penyiapan kerja yang baik pengemudi taksi dengan OSA atau kemungkinan OSA dalam rangka meminimalkan risiko kecelakaan. c. Merupakan bahan masukan untuk menyusun program kesehatan kerja dalam rangka meminimalkan risiko kecelakaan. 3. Manfaat bagi masyarakat a. Pengguna taksi/penumpang akan lebih tenang dan nyaman apabila naik taksi. b. Kerugian baik fisis ataupun material akibat kecelakaan taksi berkurang.
11 11 4. Manfaat bagi institusi a. Memperkaya informasi tentang OSA pada pengemudi. b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain di bidang OSA. c. Sebagai bahan masukan Kementerian Perhubungan tentang perlunya aturan terkait kemungkinan OSA pada pengemudi dan dampaknya terhadap kecelakaan khususnya pada pengemudi taksi serta angkutan umum lainnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang OSA pada pengemudi taksi sangat sedikit. Tercatat ada tiga penelitian pada pengemudi taksi yang hanya menggunakan kuesioner untuk menilai OSA yaitu dua di luar negeri oleh Gulbay et al. (2003) dan Firestone et al. (2009) serta satu di dalam negeri yaitu Wiadnyana et al. (2010). Sampai saat ini belum ada data penelitian OSA pada pengemudi taksi dengan menggunakan pemeriksaan gold standard yaitu polisomnografi (PSG). Sampai saat ini telah terdapat sejumlah penelitian yang menilai pengaruh tatalaksana OSA dalam memperbaiki waktu reaksi dan penurunan kecelakaan. Sebagian besar penelitian menggunakan intervensi CPAP atau pembedahan. Beberapa penelitian mengenai modifikasi pola hidup pada OSA hanya menilai perbaikan kualitas hidup, gejala OSA dan derajat OSA. Penelitian yang sudah ada, umumnya dilakukan di luar negeri.
12 12 Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran penyiapan kerja berupa modifikasi pola hidup (lifestyle programme) pada pengemudi taksi dengan OSA ataupun tanpa OSA dalam hubungannya dengan waktu reaksi dan risiko kecelakaan. Berdasar penelusuran ilmiah yang dilakukan, terdapat beberapa penelitian yang menilai talalaksana OSA dalam hubungannya dengan waktu reaksi dan risiko kecelakaan. Beberapa penelitian tersebut di antaranya adalah : 1. George et al. (1997) melakukan penelitian pengaruh penggunaan CPAP aktif pada pengemudi dengan OSA terhadap kemampuan mengemudi dan waktu reaksi. Pengemudi dengan OSA mendapat terapi CPAP aktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan secara aktif CPAP terjadi perbaikan bermakna kemampuan mengemudi, performans selama mengemudi dan waktu reaksi. Waktu reaksi menurun dari 3,2 detik sebelum terapi menjadi 2,8 detik setelah terapi CPAP. 2. Munoz et al. (2000) melakukan penelitian pengaruh CPAP pada sleepiness, kewaspadaan dan waktu reaksi pasien sleep apnea syndrome (SAS). Penilaian dilakukan setelah penggunaan CPAP selama 1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi CPAP jangka panjang pada pasien SAS terjadi perbaikan minimal waktu reaksi. 3. Orth et al. (2005) melakukan penelitian performa pasien OSA pada simulator mengemudi dan tes neuropsikologi dengan terapi CPAP.
13 13 Parameter waktu reaksi menunjukkan perbaikan dari 432,1 + 90,5 milidetik sebelum terapi menjadi 391,9 + 56,8 milidetik setelah terapi CPAP selama 42 hari. 4. Mazza et al. (2006) melakukan penelitian tentang kemampuan mengemudi dan waktu reaksi pasien OSA sebelum dan sesudah terapi CPAP. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan waktu reaksi pengemudi dengan OSA dari 380,09±49,11 milidetik menjadi 377,52±42,95 milidetik setelah terapi CPAP. 5. Woodson et al. (2003) menilai peran pembedahan dengan temperature-controlled radiofrequency tissue ablation (TCRFTA) pada subjek OSA terhadap kualitas hidup, sleepiness dan waktu reaksi. Teknik pembedahan TCRFTA pada pasien OSA terbukti memperbaiki kualitas hidup, sleepiness dan waktu reaksi. 6. Haraldsson (1995) melakukan penelitian terkait pengaruh pembedahan uvulophalatoplasty pada pasien OSA terhadap kemampuan mengemudi dan risiko kecelakaan. Hasil penelitian menunjukkan uvulophalatoplasty pada pasien OSA berhubungan dengan perbaikan kewaspadaan, performa mengemudi dan menurunkan risiko kecelakaan di jalan raya. 7. Cassel et al. (1996) menilai efektivitas CPAP pada risiko kecelakaan pasien dengan OSA. Terapi CPAP terbukti menurunkan risiko kecelakaan dari 0,8 per km sebelum diterapi menjadi 0,15 per km setelah diterapi.
14 14 8. Krieger et al. (1997) melakukan penelitian pengaruh penggunaan CPAP pada pasien OSA terhadap kecelakaan. Penilaian kecelakaan dilakukan 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah terapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan CPAP berhubungan dengan penurunan risiko kecelakaan. Rata-rata kecelakaan tiap pasien selama 1 tahun menurun dari 1,57 kali menjadi 1,11 kali setelah terapi CPAP. 9. Findley et al. (2000) melakukan penelitian tentang penggunaan CPAP pada pasien OSA dan hubungannya dengan kecelakaan di Colorado. Penilaian kecelakaan dilakukan 2 tahun sebelum diagnosis dan 2 tahun setelah diagnosis. Pasien OSA yang mendapatkan terapi nasal CPAP secara terus menerus menunjukkan penurunan kecelakaan dibanding sebelum diterapi yaitu 0,07 kali kecelakaan pertahun menjadi tidak mengalami kecelakaan selama 1 tahun. 10. Horstmann et.al. (2000) melakukan penelitian pengaruh terapi CPAP pada pasien OSA terhadap risiko kecelakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama terapi nasal CPAP pada 85 pasien sleep apnea syndrome, rata-rata kecelakaan kendaraan bermotor menurun dari 10,6 per juta km menjadi 2,7 per juta km. 11. George (2001) melakukan penelitian risiko kecelakaan pasien OSA setelah mendapat terapi CPAP. Kecelakaan dinilai selama 3 tahun sebelum terapi dan 3 tahun sesudah terapi. Hasil penelitian
15 15 menunjukkan rata-rata kecelakaan tiap pengemudi pertahun menurun dari 0,18 sebelum terapi menjadi 0,06 setelah terapi. Modifikasi pola hidup merupakan tatalaksana medis pada OSA. Penelitian modifikasi pola hidup pada OSA umumnya menilai dampaknya terhadap kualitas hidup, gejala OSA dan parameter derajat OSA. Beberapa penelitian tersebut antara lain : 1. Kansanen et al. (1998) melakukan penelitian pengaruh modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan melalui diet ketat terhadap derajat OSA. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan oksigenasi malam hari dan penurunan respiratory disturbance index (RDI). 2. Kajaste et al. (2004) melakukan penelitian modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan pada pasien OSA dengan atau tanpa CPAP. Parameter hasil yang dinilai adalah penurunan berat badan dan indeks desaturasi oksigen / oxygen desaturation index (ODI). Modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan terbukti memperbaiki indeks desaturasi oksigen pasien OSA. 3. Kemppainen et al. (2008) melakukan penelitian prospektif, randomized controlled parallel dengan konseling diet dan intervensi pola hidup (lifestyle) selama lebih dari 3 bulan pada pasien OSA. Intervensi menunjukkan perubahan nilai AHI lebih besar (3,2 kali/jam) dibandingkan kelompok kontrol (1,3 kali/jam).
16 16 4. Tuomilehto et al.( 2009) melakukan penelitian modifikasi pola hidup pada OSA ringan dan hubungannya dengan gejala OSA, kualitas hidup dan derajat OSA. Modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan pada pasien OSA ringan terbukti menunjukkan perbaikan gejala, derajat OSA dan kualitas hidup. 5. Johansson et al. (2009) melakukan penelitian modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan melalui diet pada OSA sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan apnea hypopnea index (AHI), perbaikan oksigenasi di malam hari dan pengurangan rasa mengantuk di siang hari. 6. Nerfeldt et al. (2010) melaporkan hasil penelitian terkait modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan selama lebih dari 2 tahun pada pasien OSA. Hasilnya adalah tidak ada perubahan bermakna pada AHI, terjadi penurunan ODI, indeks arousal dan skor Epwort Sleepines Scale (ESS). Dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada, penelitian ini memiliki beberapa nilai kebaruan (novelty), yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan program penyiapan kerja yang merupakan gabungan modifikasi pola hidup pada OSA sebagai penyiapan kerja khusus dan pola hidup sehat sebagai penyiapan kerja umum. Berdasarkan penelurusan berbasis internet dan datadata jurnal penelitian hingga saat ini belum ada program penyiapan
17 17 kerja yang merupakan gabungan penyiapan kerja umum dan penyiapan kerja khusus pada pengemudi dengan OSA. 2. Sepanjang yang diketahui peneliti, sampai saat ini belum ada penelitian di dunia dan di Indonesia yang menilai peran atau pengaruh penyiapan kerja yang merupakan modifikasi pola hidup pada pengemudi taksi dengan OSA terhadap waktu reaksi dan risiko kecelakaan. Penelitian yang ada menilai terapi CPAP dan pembedahan terhadap waktu reaksi dan kecelakaan. Penelitian terkait modifikasi pola hidup pada OSA yang sudah ada berhubungan dengan gejala, kualitas hidup dan parameter derajat OSA. 3. Penerapan penyiapan kerja pada pengemudi taksi menggunakan modul penyiapan kerja. Modul penyiapan kerja berisi hal-hal pokok yang harus dilakukan pengemudi taksi terkait penyiapan kerja umum dan penyiapan kerja khusus untuk OSA dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti. Sejauh yang diketahui, penggunaan modul penyiapan kerja pada pengemudi taksi dengan OSA belum pernah dilakukan.
Peran Penyiapan Kerja Pengemudi Taksi dengan Obstructive Sleep Apnea dan Tanpa Obstructive Sleep Apnea terhadap Waktu Reaksi dan Risiko Kecelakaan
Peran Penyiapan Kerja Pengemudi Taksi dengan Obstructive Sleep Apnea dan Tanpa Obstructive Sleep Apnea Agus Dwi Susanto, 1,4 Barmawi Hisyam, 2,3 Lientje Setyawati Maurits, 3 Faisal Yunus 4 1 Peserta Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan.
Lebih terperinciRITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI
RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).
BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur
Lebih terperinciPrevalensi Obstructive Sleep Apnea Berdasarkan Kuesioner Berlin pada Polisi Lalu Lintas di Jakarta Timur
Prevalensi Obstructive Sleep Apnea Berdasarkan Kuesioner Berlin pada Polisi Lalu Lintas di Jakarta Timur Agus Dwi Susanto, Faisal Yunus, Budhi Antariksa, Feni Fitriani, Amir Luthfi, Annisa Dian Harlivasari
Lebih terperinciPrevalensi Kemungkinan Obstructive Sleep Apnea dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Taksi X di Jakarta
Prevalensi Kemungkinan Obstructive Sleep Apnea dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Taksi X di Jakarta I Putu Gede Panca Wiadnyana *, Agus Dwi Susanto **, Zarni Amri *, Budhi Antariksa **,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Pratiwi Andiningsari, FKM UI,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan jalan bebas hambatan (jalan Tol) Cipularang (Cikampek- Purwakarta-Padalarang) pada tahun 2005 merupakan salah satu bentuk perkembangan pembangunan nasional
Lebih terperinciBUKU MONITORING KESEHATAN PENGEMUDI
B A B A K T I S H U A D A KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BUKU MONITORING KESEHATAN PENGEMUDI A K T I S H U A D KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI DITJEN PENGENDALIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini kondisi jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor
Lebih terperinciBAB 6 HASIL PENELITIAN
BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai kecelakaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat mungkin dialami oleh setiap pengguna jalan. Hal ini terjadi karena pengemudi kendaraan
Lebih terperinciStudi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi
Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea Dessy Amalia Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Skripsi ini memuat penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Yuda Rizky, FKM UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak penemuan kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan jalan (road crashes). Kajian terbaru menunjukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di berbagai bidang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,
Lebih terperinciFaktor Risiko dan Sistem Skor sebagai Prediksi OSAS pada Anak. Bambang Supriyatno, MD. PhD. Issue mendengkur
Faktor Risiko dan Sistem Skor sebagai Prediksi OSAS pada Anak Bambang Supriyatno, MD. PhD Issue mendengkur Mendengkur = tidur lelap? Hal biasa atau Masalah serius? Genetik? Lingkungan? Faktor risiko anak
Lebih terperinciPROFIL PASIEN OSA (OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA) DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA
PROFIL PASIEN OSA (OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA) DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA SKRIPSI OLEH: Johanes Adiatna Mastan NRP: 1523011025 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 PROFIL PASIEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Sektor transportasi merupakan hal mutlak untuk mempermudah mobilisasi penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road. jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, dunia mengalami perubahan pola penyakit. Penyakit yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non infeksi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa angkutan bus ini merupakan salah satu angkutan darat yang memiliki Frekuensi kerja yang sangat tinggi dengan dibuktikan dijumpainya bus yang melintas di jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migren Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. 11 Nyeri kepala merupakan penyebab tersering anak-anak dirujuk ke ahli neurologi anak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. tahun 2010 jumlah kecelakaan yang terjadi sebanyak sedangkan pada tahun
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sering terjadi. Jumlah kecelakaan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Di Indonesia, pada tahun 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur multidisipliner yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Keperawatan merupakan bagian integral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan utama yang sering terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Lebih terperinciREFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)
REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) Disusun oleh: Maria Maureen Ridwan (00000001681) Pembimbing : dr. Pulo R.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi/angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya, dibalik setiap rutinitas yang dilakukan, manusia juga membutuhkan tidur untuk mengistirahatkan tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco & Barros (2012), mendefinisikan tidur sebagai suatu kondisi dimana proses pemulihan harian terjadi.
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2000), menyatakan bahwa risiko kematian tertinggi akibat lintas berada di wilayah Afrika, sebanyak 24,1 per 100.000 penduduk, sedangkan risiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kendaraan juga berbanding lurus dengan meningkatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Tuntutan kebutuhan masyarakat untuk melakukan mobilisasi sangat dipengaruhi oleh transportasi, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Lebih terperinciA. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Retinal Vein Occlusion (RVO) adalah sumbatan pada pembuluh darah vena di retina (Bradvica et al. 2012). Pertama kali dilaporkan oleh Liebrich pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling
Lebih terperinciberada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
Lebih terperinciABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA
ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA Cynthia Natalia, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Bersamaan dengan berlangsungnya periode pertumbuhan dan perkembangan Indonesia pada berbagai bidang, transportasi menjadi salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah satunya adalah kegiatan tidur. Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar saat seseorang dapat dibangunkan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150
BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember 2015. Dari 150 mahasiswa ini kemudian dinilai lama penggunaan telepon
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al.,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik maupun
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN V.1 Kualitas Data Jumlah kasus cedera pada kecelakaan lalu lintas pada kendaraan roda dua yang tercatat di Rekam Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2007 ada 618 kasus. Namun,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah salah satu hak dasar bagi pekerja yang merupakan komponen dari hak asasi manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan terutama oleh negara yang sedang berkembang. Karena transportasi menjadi nadi perkembangan suatu negara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul Lembar Persetujuan Presentasi Pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Singkatan Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Bagan
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Persetujuan Presentasi Pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Singkatan Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Bagan i ii iii iv vi ix x xii xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan gangguan napas saat tidur (Sleep- Disordered Breathing, SDB) yang ditandai dengan obstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% diantaranya adalah gangguan kesulitan bernapas saat tidur (obstructive sleep apneu syndrome: OSAS) (Owens,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta individu di dunia (WHO, 2005a). Epilepsi di wilayah Asia Tenggara berkisar 1% dari populasi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus berkembang dari tahun ke tahun dan membuahkan banyak komplikasi. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik jumlah dan frekuensinya (Balitbangkes 2008). penduduk di berbagai Negara yang dengan berkembang yang cenderung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini telah membawa berbagai perubahan dalam kehidupan. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman modern sekarang ini banyak masyarakat yang menggunakan transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan ketepatan waktu di kehidupan sehari-hari,
Lebih terperinciEpidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tentang epidemiologi kecelakaan dan pencegahannya
Lebih terperinciDRIVER MANAGEMENT SYSTEM
DRIVER MANAGEMENT SYSTEM Manajemen Pengemudi merupakan salah satu elemen yang berhubungan dengan para Pengemudi dan kegiatan yang menyangkut didalamnya, yang juga salah satu Pilar kinerja dalam Sistim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkendara dengan aman sangatlah penting bagi semua pengguna jalan, termasuk bagi pengendara sepeda motor, karena dalam kecelakaan lalu lintas, kerentanan pengendara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, merekognisi, menilai, dan mengendalikan suatu bahaya yang berasal atau terdapat di tempat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3.
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja adalah penduduk yang produktif dan oleh karena itu sangat besar peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan atau memberikan nilai tambah, kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, saat ini aktivitas kehidupan manusia telah mencapai taraf kemajuan semakin kompleks
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 tentang kondisi pencapaian program kesehatan anak di Indonesia, mencatat populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi asma di berbagai negara sangat bervariasi, namun perbedaannya menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN
HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN Najid Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara e-mail: najid29@yahoo.com mobile phone: 818156673 Abstract: Rapid
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan menjadi penyebab tertinggi kematian manusia pada usia 15-29 tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, dan menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah keadaan progresif lambat yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, 2004).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda hidup mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. Kegiatan transportasi ini membutuhkan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Semakin berkembang suatu wilayah maka kebutuhan transportasi akan semakin meningkat dan permasalahan di dalamnya pun akan bertambah. Masyarakat dituntut untuk memiliki mobilitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kecelakaan kendaraan bermotor di Indonesia termasuk dalam kondisi yang memprihatinkan. Sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2013 terjadi 541,804 kasus (Dephub, 2013).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan melalui upaya kesehatan lingkungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997, kemudian dipicu dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi sehari-hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan alat komunikasi jaman moderen yang sangat praktis karena dapat dibawa kemanamana. Kecanggihan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pemilihan Moda Menurut Tamin (2003), pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebabkan karena
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN
Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, perkembangan teknologi semakin pesat. Berbagai penemuan dan teknologi baru telah banyak mengubah kehidupan manusia. Membuat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan
Lebih terperinci