BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistologi) dan untuk apa (aksiologi). Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap, menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalaman. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi sehingga sikap berfungsi sebagai suatu skema, suatu cara strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal untuk melakukan evaluasi tingkatan pengetahuan. Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu : 1. Tahu (know) adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. atau diartikan sebagai pengikat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkatan pengetahuan ini dipergunakan menyebutkan, menguraikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpetasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya, dalam hal ini mencakup kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarkan, yang ditunjukkan dalam bentuk kemampuan menguraikan ini pokok dari suatu bacaan misalnya menjelaskan,

2 menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap materi atau substansi yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) adalah kemampuan menggunakan materi yang dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada kondisi nyata. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan. 4. Analisis (analysis) atau sintetsis adalah kemampuan menggabungkan komponen-komponen yang terpisah-pisah sehingga membentuk suatu keseluruhan, misalnya menggabungkan, menyusun kembali dan mendiskusikannya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan essay disebut pertanyaan

3 subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai yang satu dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda, betul-salah, menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari penilai. Pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum yaitu pertanyaan subjektif dari peneliti. Pertanyaan objektif khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan lebih cepat. Proses seseorang menghadapi pengetahuan menurut Notoatmodjo bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi proses berurutan yakni awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa tertarik) terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 2.2 Obstructive Sleep Apnea (OSA) Definisi Obstructive Sleep Apnea (OSA) ditandai dengan episode berulang dari keruntuhan dan obstruksi jalan napas atas saat tidur. Episode obstruksi ini berhubungan dengan desaturasi oksihemoglobin secara berulang ketika tidur. OSA terkait dengan rasa kantuk di siang hari yang berlebihan, ini biasanya disebut sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA). Meskipun penyakit ini umum, OSA adalah penyakit yang tidak terdeteksi oleh sebahagian besar dokter di Amerika Serikat (Rowley, 2009).

4 Definisi Obstructive Sleep Apnea menurut WHO merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan berulangnya episode obstruksi saluran napas atas sehingga dapat mengurangi aliran udara pada hidung atau mulut. Episode ini biasanya disertai dengan dengkuran keras dan hipoksemia, dan biasanya diakhiri dengan terbangun secara berulang, yang menyebabkan fragmentasi tidur. Pasien dengan sindrom Obstructive Sleep Apnea biasanya tidak menyadari dirinya terbangun tetapi, mengakibatkan penurunan kualitas tidur yang menyebabkan kantuk di siang hari. Kebanyakan pasien sindrom Obstructive Sleep Apnea tidak terdeteksi kelainan pernafasan saat terjaga (WHO, 2007) Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah penyakit yang umum di Amerika Serikat. Data dari Wisconsin Cohort, studi menunjukkan prevalensi OSA pada orang berusia tahun adalah 9-24% untuk pria dan 4-9% untuk perempuan. Estimasi prevalensi OSA adalah 2% untuk perempuan dan 4% untuk pria. Tujuh belas data serupa telah ditemukan dalam studi epidemiologi dari Pennsylvania (Rinaldi, 2010). Prevalensi OSA dalam populasi non-amerika hanya dipelajari pada pria dan telah ditemukan paling rendah 0,3% di Inggris dan paling tinggi 20-25% di Israel dan Australia (Rinaldi, 2010). Dr. Syahrial MH Sp THT, juga mengatakan kematian pada usia produktif sebagian besar dikarenakan menderita OSA yang kemudian mengalami komplikasi. OSA lebih banyak menyerang pria daripada wanita, dengan perbandingan 7:1. Pada usia kurang dari 40 tahun, OSA menyerang 25% pria dan 10-15% wanita,

5 sedangkan di atas usia 40 tahun, OSA menyerang 60% pria dan 40% wanita (Wika, 2008) Patofisiologi Mendengkur dan OSA Secara konseptual, saluran napas bagian atas adalah lebih mudah dipengaruhi dan itu menyebabkan terjadi kollaps. Kebanyakan pasien dengan sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA) menunjukkan obstruksi jalan napas atas baik pada bahagian lembut (yaitu, nasopharynx) atau bahagian lidah (yakni, oropharynx). Penelitian menunjukkan bahwa anatomi dan neuromuskular merupakan faktor penting terjadinya OSA. Faktor anatomi misalnya pembesaran tonsil, luas permukaan lidah, jaringan lunak, atau dinding lateral faring, panjang dari bahagian lunak (posisi normal dari rahang atas dan rahang bawah) penurunan luas permukaan saluran napas atas meningkatkan tekanan udara sekitarnya yang mempengaruhi saluran nafas untuk kollaps (Rowley, 2009). (Judarwanto, 2009).

6 Aktivitas neuromuskuler saluran bahagian atas, termasuk aktivitas reflex akan menurun ketika tidur, dan penurunan ini akan lebih terasa pada pasien OSA. Berkurangnya ventilasi motor output pada otot saluran napas atas diyakini menjadi kejadian awal kritis untuk terjadinya obstruksi pada saluran napas bagian atas; efek ini yang paling menonjol pada pasien dengan jalan napas atas cenderung runtuh karena alasan anatomi (Rowley, 2009). (Judarwanto, 2009) Klasifikasi Obstructive Sleep Apnea (OSA) OSA melibatkan beberapa jenis obstruksi di jalan napas. Dalam OSA, udara terhenti mengalir melalui hidung dan mulut. Malah, upaya pernafasan melalui tenggorokan dan perut juga turut terganggu. Dengkuran terjadi ketika bagian belakang dari mulut (bahagian lunak dan jaringan berbentuk kerucut-anak lidah yang jatuh dari itu) santai dan bergetar saat udara masuk dan keluar. Pergerakkan arus udara antara langit-langit dan pangkal lidah,

7 menyebabkan mendengkur (Health-Cares.Net, 2005; Schoenstadt, 2006). Biasanya, individu akan bangun, berdengus kuat, lalu segera kembali tidur. OSA lebih umum di kalangan pria daripada wanita, yaitu 1 dari 100 orang antara usia 40 hingga 70. Pria yang kelebihan berat badan, bahkan dengan hanya beberapa pon, umumnya rentan untuk terjadinya OSA. Penyebab lain dari OSA termasuk hypothyroidism, tonsil membesar, atau penyempitan saluran hidung dan pernafasan karena alergi kronis atau cacat lahir (Health-Cares.Net, 2005; Schoenstadt, 2006). Central Sleep Apnea Kondisi ini kurang umum daripada OSA. Ini melibatkan masalah dalam jalur saraf yang merangsang dan mengontrol pernapasan. Di sini, pernapasan oral, tenggorokan dan upaya pernapasan perut secara bersamaan terganggu. Orang-orang dengan Central Sleep Apnea mungkin berhenti bernapas untuk jangka waktu beberapa detik, napas mereka mungkin terlalu dangkal atau jarang menyediakan kebutuhan oksigen yang mencukupi untuk darah dan jaringan (Health-Cares.Net, 2005). Mixed Apnea Mixed Apnea, periode singkat Central Sleep Apnea diikuti dengan jangka waktu yang lama terjadi Obstructive Sleep Apnea (ICBC.inc, 2007; Sunitha, 2010) Gambaran Klinis

8 Sejarah Obstructive Sleep Apnea (OSA) gejala umumnya mulai diam-diam dan sering hadir selama bertahun-tahun sebelum pasien dirujuk untuk evaluasi (Rinaldi, 2010). Gejala nocturnal a. Mendengkur, biasanya keras, dan mengganggu orang lain b. Menyaksikan pasangan tidur apnea, yang sering mendengkur dan diakhiri dengan mendengus c. Sambil terengah-engah dan tersedak yang menimbulkan sensasi pasien dari tidur gelisah d. Pasien sering mengalami arousals dan melempar atau memutar pada malam hari Gejala pagi hari a. Tidak merasa segar saat bangun b. Sakit kepala c. Sakit atau rasa kering di tenggorokan d. Mengantuk saat aktivitas yang memerlukan kewaspadaan umum (misalnya, sekolah, bekerja, mengemudi). e. Kelelahan: letih, kurang memiliki energy f. Masalah dengan memori, konsentrasi, dan fungsi kognitif, terutama fungsi eksekutif Fisik Pemeriksaan fisik umum sering normal pada pasien dengan sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA), selain adanya obesitas (BMI> 30 kg/m2), lingkar leher besar, dan hipertensi. Melakukan evaluasi saluran napas bagian atas pada semua pasien, tetapi terutama pada orang dewasa nonobese dengan gejala yang

9 konsisten dengan OSA. Berikut adalah beberapa fitur telah dikaitkan dengan kehadiran OSA; a. Lingkar leher: lebih besar dari 43 cm (17 inchi) pada pria dan 37 cm (15 inchi) pada wanita telah dikaitkan dengan peningkatan risiko OSA. b. Mallampati skor; Skor ini telah digunakan selama bertahuntahun untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko untuk intubasi trakea sulit. Klasifikasi memberikan skor 1-4 berdasarkan fitur anatomis jalan napas terlihat saat pasien membuka mulutnya dan lidah menonjol. Sebuah studi 2006 menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan 1 unit di nilai Mallampati, rasio kemungkinan memiliki OSA (didefinisikan oleh AHI> 5) meningkat sebanyak 2,5. Selain itu, AHI meningkat sebesar 5 Peristiwa per hour. c. Tersempitnya dinding lateral saluran pernapasan, yang merupakan prediktor independen terhadap keberadaan OSA pada pria tapi tidak pada wanita. d. Pembesaran tonsil ( ). e. Retrognathia atau micrognathia. f. Tinggi lengkung langit-langit keras (Rinaldi, 2010; Kirk, 2003) Faktor resiko Jenis kelamin Sleep apnea lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Pria cenderung memiliki leher yang lebih besar dan berat lebih dari perempuan. Namun, wanita cenderung untuk mendapatkan berat badan dan leher lebih besar setelah menopause, yang meningkatkan risiko mereka terserang sleep apnea (Punjabi, 2009).

10 . Usia Sleep apnea pada orang dewasa paling umum terjadi pada usia tahun. Namun demikian, sleep apnea dapat menimpa semua orang dari segala usia (Simon, 2009). Ras dan Etnis Afrika-Amerika menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk Sleep apnea dibandingkan kelompok etnis lainnya di Amerika Serikat. Ada studi yang menunjukkan bahwa prevalensi OSA di Asia adalah sebanding dengan yang didokumentasikan di Amerika Utara dan Eropa. Pengamatan yang menarik dan tak terduga yang muncul adalah, bahwa orang Asia cenderung kurang obesitas dari kulit putih, prevalensi penyakit di Timur tidak kurang dari di Barat. Selain itu, untuk usia tertentu, jenis kelamin, dan BMI, Asia memiliki tingkat keparahan penyakit lebih besar dari kulit putih (Punjabi, 2009) Riwayat Keluarga Orang dengan riwayat keluarga OSA akan meningkatkan risiko terjadinya kondisi sleep apnea (Punjabi, 2009). Kegemukan Obesitas, khususnya yang memiliki lemak di sekitar perut (bentuk apel), merupakan faktor risiko untuk sleep apnea, bahkan pada remaja dan anak-anak. Namun, tidak semua orang yang obesitas menderita sleep apnea. Sifat anatomis dan fisiologis tertentu dalam saluran udara lebih mungkin untuk hadir dalam penderita obesitas dengan apnea (MFMER, 2008).

11 Karakteristik Fisik Leher besar Lingkar leher (17 inchi atau lebih besar pada pria dan 16 inchi atau lebih besar pada wanita) merupakan faktor risiko untuk sleep apnea (Mayoclinik, 2008). Karakteristik wajah dan tengkorak. Kelainan struktural di wajah dan tengkorak berkontribusi banyak pada kasus sleep apnea. Ini termasuk panjang bahagian bawah dari wajah. Brachycephaly, kelainan bawaan di mana kepala cenderung lebih pendek dan lebih luas dari rata-rata. Rahang atas sempit, dagu surut, overbite dan lidah lebih besar (Simon, 2009). Karakteristik Langit-langit lunak Beberapa orang memiliki kelainan khusus di daerah lunak (langitlangit) di bagian belakang mulut dan tenggorokan yang dapat menyebabkan sleep apnea. Kelainan ini meliputi langit-langit lunak lebih kaku, lebih besar dari biasanya, atau keduanya. Langitlangit lunak yang besar dapat menjadi faktor risiko yang signifikan untuk sleep apnea. Langit-langit lunak dan dinding tenggorokan di sekitarnya kollaps dengan mudah (Simon, 2009). Merokok dan Penggunaan Alkohol Perokok memiliki risiko lebih tinggi untuk sleep apnea. Orang yang merokok lebih dari 2 bungkus sehari memiliki risiko 40 kali lebih besar dibanding dengan bukan perokok. Minum alkohol juga dapat berhubungan dengan sleep apnea. Pasien didiagnosis dengan sleep apnea dianjurkan untuk tidak minum alkohol sebelum tidur (Simon, 2009; Punjabi, 2009).

12 . Kondisi Medis Terkait Sleep Apnea Diabetes Diabetes dikaitkan dengan sleep apnea dan mendengkur. Hal ini tidak jelas apakah ada hubungan antara dua kondisi atau apakah obesitas merupakan faktor umum saja (Simon, 2009). Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) GERD adalah kondisi yang disebabkan oleh reflux asam lambung ke kerongkongan. GERD dan sleep apnea sering bersamaan. Penelitian menunjukkan bahwa cadangan asam lambung dalam GERD dapat menyebabkan spasme di pita suara (larynx), sehingga menghalangi aliran udara ke paru-paru dan menyebabkan apnea atau apnea itu sendiri dapat menyebabkan perubahan tekanan yang memicu GERD. Obesitas umum dijumpai pada kedua kondisi dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi asosiasi (Simon, 2009). Sindrom Ovarium Poli Kistik (PCOS) OSA dan kantuk siang hari yang berlebihan muncul pada sindrom ovarium polikistik (PCOS). Sekitar setengah dari pasien dengan PCOS juga memiliki diabetes. Obesitas dan diabetes terkait dengan sleep apnea dan PCOS (The New York Times, 2010; Simon, 2009) Diagnosis Gejala-gejala OSA tidak spesifik. Ini berarti bahwa banyak orang yang mendengkur pada malam hari atau yang merasa lelah di siang hari mungkin tidak memiliki sleep apnea. Alasan medis lainnya untuk kantuk di siang hari harus dipertimbangkan oleh dokter sebelum rujuk ke Spesialis THT-KL (Konsultan Gangguan Tidur) untuk tes diagnostik tidur. Mereka termasuk:

13 - Memiliki jam kerja yang berlebihan atau berbagai shift (malam, akhir pekan). - Obat-obatan (penenang, obat tidur, antihistamin beta blockers. - Penyalahgunaan alcohol. - Kondisi medis (seperti hypothyroidism, hypercalcemia, dan hiponatremia / hipernatremia. - gangguan tidur lain, seperti narkolepsi, insomnia atau gelisah. - Sindrom kelelahan kronis. - Depresi atau dysthymia. Gejala yang memerlukan evaluasi dari Spesialis THT-KL (Konsultan Gangguan Tidur) adalah: - Kantuk mengganggu kualitas hidup pasien. - Kantuk di tempat kerja (dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau orang lain). - Penyakit medis lainnya yang mungkin diperburuk oleh OSA. - Anak-anak yang mendengkur mudah tersinggung, tidak berkembang tumbuh dengan baik, atau memiliki masalah perilaku. Jika timbul gejala mengindikasikan OSA atau gangguan tidur lainnya, pengujian diagnostik lebih lanjut akan dilakukan. Seorang spesialis THT-KL (Konsultan Gangguan Tidur) atau pusat gangguan tidur akan melakukan sejarah medis dan pemeriksaan fisik. Pusat harus diakreditasi oleh American Academy of Sleep Medicine (Simon, 2009).

14 Sejarah Tidur Untuk membantu menentukan adanya sleep apnea, dokter akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut; - Apakah pasien mengambil obat? - Berapa banyak periode kantuk yang ada setiap hari dan kapan itu terjadi? (Pasien dengan apnea seringkali tidak menjelaskan gejala ini sebagai merasa "mengantuk". Mereka lebih tepat untuk menggambarkan perasaan ini sebagai "kekurangan energi" atau. "Merasa lelah sepanjang hari."). - Apakah sakit kepala terjadi secara teratur di pagi hari? - Apakah pasien mengambil stimulan seperti kopi atau tembakau? - Berapa banyak alkohol yang dikonsumsi per hari? - Apakah pasien memiliki masalah dengan fungsi mental atau emosional? - Apakah pasien menderita heartburn? - Bagaimana kebiasaan posisi tidur (belakang, samping, atau telungkup)? - Jika ada pasangan tidur, apakah ia mengeluh tentang pasien mendengkur dan terbangun (Sering kali sangat berguna untuk wawancara pasangan tidur). - Apakah pasien tertidur dengan segera? (Mungkin menjadi tanda kurang tidur). Untuk membantu menjawab pertanyaan ini, pasien harus membuat catatan tidur. Setiap hari selama 2 minggu, pasien harus mencatat semua informasi yang berhubungan dengan tidur, termasuk tanggapan atas pertanyaan yang tercantum di atas diuraikan dalam hitungan hari. Rekaman perilaku tidur dengan menggunakan

15 extended-play audio atau rekaman video dapat membantu dalam mendiagnosa sleep apnea (Simon, 2009). Pemeriksaan fisik Untuk mendiagnosa sleep apnea, dokter akan memeriksa indikasi fisik sleep apnea, termasuk: a. Kelainan di daerah lunak atau saluran udara bagian atas, termasuk tonsil membesar. b. Obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 30): Ini merupakan faktor resiko utama sindrom apnea tidur obstruktif (OSA). Menurut studi Wisconsin Sleep Cohort, peningkatan 10% berat dikaitkan dengan risiko 6 kali lipat pengembangan pernapasan tidur-teratur (SDB) (Shanker, 2010). c. Sebuah pengukuran lebar leher mengesampingkan gangguan lainnya Jika sleep apnea tidak jelas setelah pemeriksaan fisik dan sejarah, dokter akan perlu untuk menyingkirkan masalah lain. Ini termasuk gangguan tidur, (seperti narkolepsi, insomnia, gelisah atau gangguan kaki), atau kondisi medis atau psikologis (sindrom kelelahan kronis, depresi) yang dapat menyebabkan kantuk di siang hari (NHLBI, 2009). Polisomnografi dan Home Sleep Studies Polisomnografi digunakan untuk studi tidur pada waktu malam yang melibatkan perekaman gelombang otak dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan tidur. Polisomnografi melibatkan banyak pengukuran dan biasanya dilakukan di pusat tidur. Pasien datang sekitar 2 jam sebelum waktu tidur tanpa melakukan perubahan dalam kebiasaan sehari-hari. Polisomnografi elektronik memonitor pasien melalui berbagai tahapan tidur (Shanker, 2010; Kumar, 2006).

16 Epworth sleepiness scale (ESS) Evaluasi subjektif kantuk di siang hari; - Pasien sering kali meremehkan tingkat kantuk mereka, mungkin karena sleep apnea adalah suatu yang kronis, masalah tersembunyi tetapi berbahaya dan mereka menganggap normal pada masa itu. Epworth sleepiness scale (ESS) (lihat Tabel) adalah umum digunakan. Statistik kuesioner divalidasi untuk mengantuk di siang hari. Beberapa situasi terdaftar, dan pasien diminta untuk mengevaluasi kantuk. Skala berikut ini kemudian digunakan untuk memilih jumlah yang paling sesuai dengan situasi masing-masing; 0 = kemungkinan tertidur jarang 1 = kemungkinan tertidur sebentar 2 = kemungkinan tertidur sedang 3 = kemungkinan tertidurn sering Tabel 2.1: Contoh Skoring pada Skala Kantuk Epworth Keadaan Kemungkinan tertidur Duduk dan membaca Menonton televisi Duduk tidak aktif di tempat umum (misalnya, teater) Sebagai penumpang mobil selama satu jam tanpa istirahat Berbaring untuk beristirahat di sore hari

17 Duduk dan berbicara dengan seseorang Diam-diam duduk tenang setelah makan siang tanpa alcohol Diam-diam duduk tenang setelah makan siang tanpa alkohol Dalam mobil, sementara berhenti untuk beberapa menit dalam lalu lintas Jumlah Penafsiran yang berlaku umum Epworth sleepiness scale (ESS) adalah sebagai berikut: Skor 0-5 harus ditafsirkan sebagai luar biasa. Skor 5-10 harus ditafsirkan sebagai normal. Skor harus ditafsirkan sebagai mengantuk. Skor harus ditafsirkan sebagai sangat mengantuk. Skor lebih dari 20 harus ditafsirkan sebagai berbahaya kerana sangat mudah mengantuk (Shanker, 2010; Judarwanto, 2009 ) Pencegahan Pencegahan yang dapat membantu mencegah OSA adalah ; a. Berhenti merokok Nikotin dalam tembakau melemaskan otot-otot yang menjaga saluran udara terbuka. Jika tidak merokok, otototot cenderung tidak jatuh pada malam hari dan mempersempit saluran udara (Apneareport.com, 2010). b. Posisi kepala Angkat kepala 4 6 inchi dengan meletakkan bantal di bawah tempat tidur. Selain itu dapat juga digunakan bantal khusus (disebut bantal leher rahim) ketika tidur. Sebuah

18 bantal leher rahim dapat membantu kepala tetap dalam posisi yang mengurangi sleep apnea. Menggunakan bantal reguler untuk mengangkat kepala dan tubuh bagian atas tidak akan bekerja. Segera mengobati masalah pernapasan, seperti hidung tersumbat disebabkan oleh alergi dingin atau hal ini dapat meningkatkan risiko mendengkur. Hindari konsumsi antihistamin, karena mereka dapat membuat mengantuk dan membuat episode apnea parah. Sebaliknya pengunaan dekongestan menyebabkan drainase akan menurun(webmed, 2009). c. Makan Sehat Cara terbaik untuk mencegah apnea adalah tetap sehat. Seperti telah dibahas, orang gemuk lebih mungkin untuk menderita OSA. Oleh karena itu jaringan yang berlebihan yang terbentuk di tenggorokan. Solusinya adalah makan sehat dan berolahraga rutin untuk menjaga berat badan terkendali (Apneareport.com, 2010). d. Monitor Tekanan Darah Anda Individu dengan tekanan darah tinggi lebih mungkin untuk menderita sleep apnea dan sekitar 30% dari individu dengan tekanan darah tinggi juga memiliki apnea. Individu yang sudah memiliki sleep apnea lebih cenderung mengalami tekanan darah tinggi. Menjaga tekanan darah dan tetap sehat tidak hanya membantu mencegah apnea, malah mencegah penyakit lain (Apneareport.com, 2010). e. Menghindari Alkohol dan Narkoba Konsumsi alkohol dan pil tidur dapat membuat jalan napas lebih cenderung runtuh saat tidur. Akibatnya, periode apnea

19 ditingkatkan. Alkohol adalah depresan dan sementara mengkonsumsi alkohol dapat membantu tertidur, penarikan mendatang, sementara tidur dapat menambah masalah dan mengakibatkan OSA. Demikian pula, merokok dapat menyebabkan saluran napas bagian atas membengkak. Hal ini dapat menyebabkan mendengkur dan mengakibatkan OSA. Bagi mereka yang sudah mulai, berhenti merokok merupakan langkah utama untuk mencegah sleep apnea (Apneareport.com, 2010). f. Mengubah Posisi Tidur Anda Untuk seseorang yang cenderung OSA, tidur terlentang harus dihindari. Hal ini menyebabkan jaringan longgar untuk memblokir jalan napas. Posisi tidur terbaik untuk mencegah OSA adalah posisi samping. Bantal dan perangkat khusus dapat digunakan untuk membantu menjaga seseorang dari berguling ke posisi telentang dan mencegah OSA terjadi (Apneareport.com, 2010) Terapi Terapi Non-Bedah Continuous positive airway pressure (CPAP) Continuous positive airway pressure (CPAP). Sleep apnea yang parah dianjurkan sebuah mesin yang memberikan tekanan udara melalui masker yang ditempatkan di atas hidung saat tidur. Jenis yang paling umum disebut continuous positive airway pressure (CPAP). Dengan terapi ini, tekanan nafas udara adalah kontinu. Kompresi udara mencegah runtuhnya

20 jalan napas di tenggorokan. Hal ini mencegah apnea dan mendengkur (Rowley, 2009; Medline.Plus, 2009) CPAP adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengobati sleep apnea. Namun, ada yang merasa canggung dan tidak nyaman. Kebanyakan orang belajar untuk menyesuaikan masker untuk mendapatkan cocok nyaman dan aman. Segelintir orang juga mendapat manfaat dari menggunakan humidifier bersama dengan sistem CPAP mereka (Rowley, 2009; Medline.Plus, 2009) Mouthpiece (oral device) or Inter-oral devices (IODs) Pilihan lain adalah mengunakan perangkat oral yang dirancang untuk menjaga tenggorokan terbuka. Peralatan oral merupakan alternatif yang sukses untuk segelintir pasien. Beberapa perangkat dirancang untuk membuka tenggorokan dengan membawa rahang ke depan. Kadang-kadang hal ini dapat menghilangkan mendengkur dan OSA ringan. Perangkat lain menahan lidah dalam posisi yang berbeda. Saran dari dokter gigi, pengalaman diperlukan untuk pemasangan dan terapi tindak lanjut perangkat (Medical News Today, 2010; AAOMS, 2008). Stimulan Jika gejala kantuk di siang hari yang sangat parah, dosis jangka pendek yang dikenal sebagai obat perangsang mungkin dianjurkan. Stimulan kerja dengan meningkatkan aktivitas sistem saraf agar pasien merasa lebih waspada dan terjaga (Medical News Today, 2010).

21 Obat yang disebut modafanil mungkin dianjurkan. Efek samping dari modfanil dapat mencakup pusing dan penglihatan kabur. Dalam situasi langka, modafanil dapat menyebabkan depresi dan membuat orang berpikir bunuh diri pikiran. Penggunaan jangka panjang obat-obat perangsang tidak dianjurkan karena mereka bisa menjadi kecanduan (Medical News Today, 2010). Terapi Posisi Kebanyak orang mendapat manfaat dengan posisi tidur pada elevasi 30 derajat dari tubuh bagian atas. Ini membantu mencegah keruntuhan gravitasi dari jalan napas. Sebuah elevasi 30 derajat dari tubuh bagian atas dapat dicapai dengan tempat tidur diatur, atau baji tempat tidur ditempatkan di bawah kasur. Pendekatan ini dapat dengan mudah digunakan dalam kombinasi dengan perawatan lain dan sangat efektif untuk orang yang gemuk. Posisi tidur lateral (tidur di sisi) juga dianjurkan (Swierzewski, 2000) Terapi bedah Tujuan dari pembedahan adalah untuk membuang kelebihan jaringan dari hidung atau tenggorokan yang dapat bergetar dan menyebabkan mendengkur. Kelebihan jaringan mungkin memblokir saluran bahagian atas pernafasan dan menyebabkan sleep apnea. Beberapa tindakan bedah antara lain : - Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) adalah prosedur di mana jaringan dari bagian belakang mulut dan tenggorokan

22 bagian atas dibuang. Tonsil dan adenoid biasanya dibuang juga. UPPP biasanya dilakukan di rumah sakit dan memerlukan anestesi umum (Medical News Today, 2010; AAOMS, 2008). - Koreksi rahang Prosedur ini disebut kemajuan maxillomandibular. Tujuan tindakan ini adalah memperbesar ruang belakang lidah dan langit-langit lunak, membuat obstruksi kemungkinannya (Medical News Today, 2010).. - Implant Prosedur implant adalah pengobatan minimal invasif. Ini melibatkan penempatan tiga batang poliester kecil di langitlangit lunak. Untuk mencegah jatuhnya palatum molle. Perawatan ini hanya disarankan untuk derajat ringan sampai sedang (Medical News Today, 2010). - Laser-uvulopalatoplasty Menghapus jaringan di bagian belakang tenggorokan dengan laser dengan ablasi frekuensi radio (Medical News Today, 2010; AAOMS, 2008).

23 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Obstructive sleep apnoe ( OSA ) - Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) angkatan Baik Sedang Buruk 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Aspek Pengukuran Variable yang telah diukur adalah tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran (USU) tentang obstructive sleep apnoe (OSA). 1. Pengetahuan Pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) akan diukur dengan menggunakan metode scoring terhadap jawaban yang telah diberikan bobot. Ukuran tingkat pengetahuan mahasiswa diukur berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden menurut Pratomo (1990): - Tingkat pengetahuan baik, bila skor responden lebih dari 75% dari seluruh pertanyaan. - Tingkat pengetahuan sedang, bila skor responden antara 40% hingga 75% dari seluruh pertanyaan. - Tingkat pengetahuan kurang bila skor responden kurang dari 40% dari seluruh pertanyaan.

24 Berdasarkan metode scorring pernilaian terhadap pengetahuan responden adalah apabila menjawab benar dari : - 15 hingga 20 pertanyaan : Baik - 8 hingga 14 pertanyaan : Sedang - 0 hingga 7 pertanyaan : Kurang Table 3.2. Variable, Definisi Oprasional, metode, cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Variable Tingkat pengetahuan Definisi Operasional Pengetahuan mahasiswa tentang obstructive sleep apnoe ( OSA ) Metode Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur Angket Kuesioner Baik, apabila Ordinal yang terdiri menjawab dari 20 benar > 75% pertanyaan Sedang, apabila menjawab benar % Kurang, apabila menjawab benar < 40 %

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi

Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea Dessy Amalia Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Skripsi ini memuat penelitian

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : DORINDA NIM : 060600126 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

C. Penyimpangan Tidur Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme, enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll

C. Penyimpangan Tidur Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme, enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Dan Tidur 1.2.1 Pengkajian Aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi mengenai gangguan kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkaiian

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) Disusun oleh: Maria Maureen Ridwan (00000001681) Pembimbing : dr. Pulo R.

Lebih terperinci

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight? Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang

Lebih terperinci

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA

ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA Cynthia Natalia, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kabo (2010) hipertensi adalah suatu penyakit kronis dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh Report of the Joint National Committe

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang paling sering di jumpai di kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke STROKE Penuntun untuk memahami Stroke Apakah stroke itu? Stroke merupakan keadaan darurat medis dan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Terjadi bila pembuluh darah di otak pecah, atau yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Retinal Vein Occlusion (RVO) adalah sumbatan pada pembuluh darah vena di retina (Bradvica et al. 2012). Pertama kali dilaporkan oleh Liebrich pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

PLAN OF ACTION (Oktober 2016-Juli2017) Mengetahui, Malang, 2 Oktober 2016

PLAN OF ACTION (Oktober 2016-Juli2017) Mengetahui, Malang, 2 Oktober 2016 Lampiran 1 Nama : Agung Prasetio NIM : 1401100116 No. Kegiatan Penelitian I II III Tahap Persiapan a. Penentuan Judul b. Mencari Literatur c. Penyusunan Proposal d. Konsultasi Proposal e. Perbaikan Proposal

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada pembangunan sumber daya manusia,

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang terjadi akibat penyakit kardiovaskular. Kelainan terjadi pada pembuluh darah di otak dan bersifat fokal. Stroke merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istirahat atau tidur yang cukup merupakan kebutuhan setiap orang agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Maslow mengatakan kebutuhan fisiologis dasar manusia terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing BAB VI HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini disajikan dengan penyajian hasil analisis univariat. Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing variabel yang diteliti

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan gangguan napas saat tidur (Sleep- Disordered Breathing, SDB) yang ditandai dengan obstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah periode kritis antara masa anak anak dan masa dewasa (WHO). Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek biologis, kognitif, emosional, dan sosial

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Menonton Televisi Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO 42 ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan ( Di Susun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan berulang. Kegagalan atau ketidaksesuaian terapi antibiotik pada penderita tonsilitis

Lebih terperinci

commit to user BAB V PEMBAHASAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya, dibalik setiap rutinitas yang dilakukan, manusia juga membutuhkan tidur untuk mengistirahatkan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY). Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan kesehatannya dengan membuka poliklinik. Pada tahun 1986 rumah sakit Ridogalih berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah faktor resiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di setiap negara. Data WHO (2011) menunjukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci