BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003) Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu : a) Tahu Suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajarisebelumnya.tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b) Paham Diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan denganbenar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materitersebut secara benar. c) Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang talah dipelajari pada situasi ataukondisi yang sebenarnya. d) Analisis Kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponenkomponenyang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu samalain, misalnya mengelompokkan dan membedakan. e) Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

2 f) Evaluasi Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a) Pengalaman Diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b) Pendidikan Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memilikipengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah. c) Keyakinan Diperoleh secara turun-menurun, baik keyakinan yang positif maupunkeyakinan yang negative, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. d) Fasilitas Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalahmajalah, radio, koran, televise, buku, dan lain-lain. e) Penghasilan Tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang.namun,jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakanfasilitas yang lebih baik. f) Kebudayaan Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

3 2.2. Obstruksi Sleep Apnea (OSA) Definisi Obstructive Sleep Apnea (OSA) ditandai dengan episode berulang dari keruntuhan dan obstruksi jalan napas atas saat tidur.episode obstruksi ini berhubungan dengan desaturasi oksihemoglobin secara berulang ketika tidur.osa terkait dengan rasa kantuk di siang hari yang berlebihan, ini biasanya disebut sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA).Meskipun penyakit ini umum, OSA adalah penyakit yang tidak terdeteksi oleh sebahagian besar dokter di Amerika Serikat (Rowley, 2009). Definisi Obstructive Sleep Apnea menurut WHO merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan berulangnya episode obstruksi saluran napas atas sehingga dapat mengurangi aliran udara pada hidung atau mulut.episode ini biasanya disertai dengan dengkuran keras dan hipoksemia, dan biasanya diakhiri dengan terbangun secara berulang, yang menyebabkan fragmentasi tidur.pasien dengan sindrom Obstructive Sleep Apnea biasanya tidak menyadari dirinya terbangun tetapi, mengakibatkan penurunan kualitas tidur yang menyebabkan kantuk di siang hari.kebanyakan pasien sindrom Obstructive Sleep Apnea tidak terdeteksi kelainan pernafasan saat terjaga (WHO, 2007). Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur.gangguan tidur dengan gejala utamanyamendengkur adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA).Apnea didefinisikan sebagai,henti nafas selama 10 detik atau lebih yang dapat mengakibatkan penurunan aliran udara 25% dibawah normal. Siapa pun bisa memiliki gangguan ini, tetapi kebanyakan orang menderita apnea tidur obstruktif adalah laki-laki, terutama orang-orang yang kelebihan berat badan(anwarusy Syamsi 2009). 2.3.Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah penyakit yang umum di Amerika Serikat. Data dari Wisconsin Cohort, studi menunjukkan prevalensi OSA pada orang berusia tahun adalah 9-24% untuk pria dan 4-9% untuk perempuan.

4 Estimasi prevalensi OSA adalah 2% untuk perempuan dan 4% untuk pria. Tujuh belas data serupa telah ditemukan dalam studi epidemiologi dari Pennsylvania.Prevalensi OSA dalam populasi non-amerika hanya dipelajari pada pria dan telah ditemukan paling rendah 0,3% di Inggris dan paling tinggi 20-25% di Israel dan Australia (Rinaldi, 2010). Dr. Syahrial MH Sp THT, juga mengatakan kematian pada usia produktif sebagian besar dikarenakan menderita OSA yang kemudian mengalami komplikasi. OSA lebih banyak menyerang pria daripada wanita, dengan perbandingan 7:1. Pada usia kurang dari 40 tahun, OSA menyerang 25% pria dan 10-15% wanita,sedangkan di atas usia 40 tahun, OSA menyerang 60% pria dan 40% wanita (Wika, 2008). Pada penelitian kesehatan kardiovaskular di Amerika Serikat yang meliputi 5000 penduduk berusia 65 tahun atau lebih,33%pria dan 19% wanita mendengkur.prevalensi mendengkur menurun pada kelompok usia di atas 75tahun. Mendapatkan hasil yang sama,dimana prevalensi mendengkur pada pria memuncak pada usia tahun dan selanjutnya menurun.sementara penelitian lain menemukan pada usia di atas 60 tahun,prevalensi OSA mencapai 45-62% di Nantes,Perancis,hamper 60% penduduk yang berusia tahun mendengkur (Anwarusy Syamsi 2009). 2.4.Patofisiologi Mendengkur dan OSA Secara konseptual, saluran napas bagian atas adalah lebih mudah dipengaruhi dan itu menyebabkan terjadi kollaps.kebanyakan pasien dengan sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA) menunjukkan obstruksi jalan napas atas baik pada bahagian lembutn yaitu nasopharynx atau bahagian lidah yaitu oropharynx.penelitian menunjukkan bahwa anatomi dan neuronmuskular merupakan faktor penting terjadinya OSA.Faktor anatomi misalnya pembesaran tonsil, luas permukaan lidah, jaringan lunak, atau dinding lateral faring, panjang dari bahagian lunak (posisi normal dari rahang atas dan rahang bawah) penurunan luas permukaan saluran napas atas meningkatkan tekanan udara sekitarnya yang mempengaruhi saluran nafas untuk kollaps (Rowley, 2009).

5 Gambar 2.1Faktor yang berperan meyebabkan patensi dan kolaps jalan nafas Aktivitas neuromuskuler saluran bahagian atas, termasuk aktivitas reflex akan menurun ketika tidur, dan penurunan ini akan lebih terasa pada pasien OSA. Berkurangnya ventilasi motor output pada otot saluran napas atas diyakini menjadi kejadian awal kritis untuk terjadinya obstruksi pada saluran napas bagian atas; efek ini yang paling menonjol pada pasien dengan jalan napas atas cenderung runtuh karena alasan anatomi (Wika,2009)

6 Gambar 2.2 Tiga mekanisme input saraf pada otot genioglossus ( fasik ) 2.5.Klasifikasi Tipe-tipe Sleep apnea: Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan mixed sleep apnea. A. Obstruktif Sleep apnea Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma).kelainan ini dapat disebabkan oleh penyempitan dan penutupan saluran nafas bagian atas saat tidur.obstruktif sleep apnea sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.akibat psikomotor pada

7 obstruktif sleep apnea adalah rasa kantuk berlebihan dan lelah pada siang hari serta kualitas tidur yang buruk karena pasien sering terbangun saat tidur. Gambaran 2.3Obstruktif sleep apnea(dorinda 2007). B. Central Sleep Apnea Kondisi ini kurang umum daripada OSA.Ini melibatkan masalah dalam jalur saraf yang merangsang dan mengontrol pernapasan.di sini, pernapasan oral, tenggorokan dan upaya pernapasan perut secara bersamaan terganggu.orangorang dengan Central Sleep Apnea mungkin berhenti bernapas untuk jangka waktu beberapa detik, napas mereka mungkin terlalu dangkal atau jarang menyediakan kebutuhan oksigen yang mencukupi untuk darah dan jaringan (Health-Cares.Net, 2005). C.Mixed Apnea Mixed Apnea, periode singkat Central Sleep Apnea diikuti dengan jangka waktu yang lama terjadi Obstructive Sleep Apnea.Pola ini dimulai dengan setral sleep apnea yang ditandai oleh tidak adanya aliran udara yang terdeteksi pada mulut dan hidung serta tidak adanya aktivitas otot pernafasan.pola diakhiri dengan obstruktif sleep apnea yang ditandai dengan penghentian udara pada mulut dan hidung (Sunitha 2007).

8 2.6.Gambaran Klinis Gejala nocturnal - Mendengkur, biasanya keras, dan mengganggu orang lain - Menyaksikan pasangan tidur apnea, yang sering mendengkur dan diakhiridengan mendengus - Sambil terengah-engah dan tersedak yang menimbulkan sensasi pasien daritidur gelisah - Pasien sering mengalami arousals dan melempar atau memutar pada malamhari Gejala pagi hari a. Tidak merasa segar saat bangun b. Sakit kepala c. Sakit atau rasa kering di tenggorokan d. Mengantuk saat aktivitas yang memerlukan kewaspadaan umum (misalnya,sekolah, bekerja, mengemudi). e. Kelelahan: letih, kurang memiliki energy f. Masalah dengan memori, konsentrasi, dan fungsi kognitif, terutama fungsieksekutif 2.7.Faktor resiko Jenis kelamin Sleep apnea lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.pria cenderung memiliki leher yang lebih besar dan berat lebih dari perempuan.namun, wanita cenderung untuk mendapatkan berat badan dan leher lebih besar setelah menopause, yang meningkatkan risiko mereka terserang sleep apnea (Punjabi, 2009). Usia Sleep apnea pada orang dewasa paling umum terjadi pada usia tahun. Namun demikian, sleep apnea dapat menimpa semua orang dari segala usia (Simon, 2009).

9 Ras dan Etnis Afrika-Amerika menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk Sleep apnea dibandingkan kelompok etnis lainnya di Amerika Serikat.Ada studi yang menunjukkan bahwa prevalensi OSA di Asia adalah sebanding dengan yang didokumentasikan di Amerika Utara dan Eropa.Pengamatan yang menarik dan tak terduga yang muncul adalah, bahwa orang Asia cenderung kurang obesitas dari kulit putih, prevalensi penyakit di Timur tidak kurang dari di Barat. Selain itu, untuk usia tertentu, jenis kelamin, dan BMI, Asia memiliki tingkat keparahan penyakit lebih besar dari kulit putih (Punjabi, 2009). Kegemukan Obesitas, khususnya yang memiliki lemak di sekitar perut (bentuk apel), merupakan faktor risiko untuk sleep apnea, bahkan pada remaja dan anak-anak. Namun, tidak semua orang yang obesitas menderita sleep apnea.sifat anatomis dan fisiologis tertentu dalam saluran udara lebih mungkin untuk hadir dalam penderita obesitas dengan apnea (MFMER, 2008). Kondisi Medis Terkait Sleep Apnea Diabetes Diabetes Dikaitkan dengan sleep apnea dan mendengkur.hal ini tidak jelas apakah ada hubungan antara dua kondisi atau apakah obesitas merupakan faktor umum saja. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) GERD adalah kondisi yang disebabkan oleh reflux asam lambung ke kerongkongan. GERD dan sleep apnea sering bersamaan.penelitian menunjukkan bahwa cadangan asam lambung dalam GERD dapat menyebabkan spasme di pita suara (larynx), sehingga menghalangi aliran udara ke paru-paru dan menyebabkan apnea atau apnea itu sendiri dapat menyebabkan perubahan tekanan yang memicu GERD.Obesitas umum dijumpai pada kedua kondisi dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi asosiasi.

10 Sindrom Ovarium Poli Kistik (PCOS) OSA dan kantuk siang hari yang berlebihan muncul pada sindrom ovarium polikistik (PCOS).Sekitar setengah dari pasien dengan PCOS juga memiliki diabetes.obesitas dan diabetes terkait dengan sleep apnea dan PCOS (The New York Times, 2010; Simon, 2009). 2.8.Diagnosis Pemeriksaan fisik Untuk mendiagnosa sleep apnea, dokter akan memeriksa indikasi fisik sleep apnea, termasuk: a. Kelainan di daerah lunak atau saluran udara bagian atas, termasuk tonsilmembesar. b. Obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 30): Ini merupakan faktor resiko utamasindrom apnea tidur obstruktif (OSA). Menurut studi Wisconsin Sleep Cohort,peningkatan 10% berat dikaitkan dengan risiko 6 kali lipat pengembanganpernapasan tidur-teratur. c. Sebuah pengukuran lebar leher mengesampingkan gangguan lainnya Jika sleepapnea tidak jelas setelah pemeriksaan fisik dan sejarah, dokter akan perlu untukmenyingkirkan masalah lain. Ini termasuk gangguan tidur, (seperti narkolepsi,insomnia, gelisah atau gangguan kaki), atau kondisi medis atau psikologis(sindrom kelelahan kronis, depresi) yang dapat menyebabkan kantuk di sianghari. Polisomnografi dan Home Sleep Studies Polisomnografi digunakan untuk studi tidur pada waktu malam yang melibatkan perekaman gelombang otak dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan tidur.polisomnografi melibatkan banyak pengukuran dan biasanya dilakukan di pusat tidur. Pasien datang sekitar 2 jam sebelum waktu tidur tanpa melakukan perubahan dalam kebiasaan sehari-hari. Polisomnografi elektronik memonitor pasien melalui berbagai tahapan tidur (Shanker, 2010; Kumar, 2006).

11 Epworth sleepiness scale (ESS) Evaluasi subjektif kantuk di siang hari; - Pasien sering kali meremehkan tingkat kantuk mereka, mungkin karena sleep apnea adalah suatu yang kronis, masalah tersembunyi tetapi berbahaya dan mereka menganggap normal pada masa itu. Epworth sleepiness scale (ESS) (lihat Tabel) adalah umum digunakan. Statistik kuesioner divalidasi untuk mengantuk di siang hari. Beberapa situasi terdaftar, dan pasien diminta untuk mengevaluasi kantuk. Skala berikut ini kemudian digunakan untuk memilih jumlah yang paling sesuai dengan situasi masing-masing; 0 = kemungkinan tertidur jarang 1 = kemungkinan tertidur sebentar 2 = kemungkinan tertidur sedang 3 = kemungkinan tertidurn sering 2.9.Pencegahan Pencegahan yang dapat membantu mencegah OSA adalah ; a. Berhenti merokok Nikotin dalam tembakau melemaskan otot-otot yang menjaga saluran udaraterbuka.jika tidak merokok, otot-otot cenderung tidak jatuh pada malam haridan mempersempit saluran udara (Apneareport.com, 2010). b. Posisi kepala Angkat kepala 4 6 inchi dengan meletakkan bantal di bawah tempat tidur.selain itu dapat juga digunakan bantal khusus (disebut bantal leher rahim)ketika tidur. Sebuah bantal leher rahim dapat membantu kepala tetap dalamposisi yang mengurangi sleep apnea. Menggunakan bantal reguler untukmengangkat kepala dan tubuh bagian atas tidakakan bekerja. Segera mengobatimasalah pernapasan, seperti hidung tersumbat disebabkan oleh alergi dinginatau hal ini dapat meningkatkan risiko mendengkur.hindari konsumsiantihistamin, karena mereka dapat membuat

12 mengantuk dan membuat episodeapnea parah. Sebaliknya pengunaan dekongestan menyebabkan drainase akanmenurun(webmed, 2009). c. Makan Sehat Cara terbaik untuk mencegah apnea adalah tetap sehat. Seperti telah dibahas,orang gemuk lebih mungkin untuk menderita OSA. Oleh karena itu jaringanyang berlebihan yang terbentuk di tenggorokan. Solusinya adalah makan sehatdan berolahraga rutin untuk menjaga berat badan terkendali (Apneareport.com,2010). d. Monitor Tekanan Darah Anda Individu dengan tekanan darah tinggi lebih mungkin untuk menderita sleepapnea dan sekitar 30% dari individu dengan tekanan darah tinggi juga memilikiapnea.individu yang sudah memiliki sleep apnea lebih cenderung mengalamitekanan darah tinggi. Menjaga tekanan darah dan tetap sehat tidak hanyamembantu mencegah apnea, malah mencegah penyakit lain (Apneareport.com,2010). e. Menghindari Alkohol dan Narkoba Konsumsi alkohol dan pil tidur dapat membuat jalan napas lebih cenderungruntuh saat tidur.akibatnya, periode apnea ditingkatkan. Alkohol adalahdepresan dan sementara mengkonsumsi alkohol dapat membantu tertidur,penarikan mendatang, sementara tidur dapat menambah masalah danmengakibatkan OSA. Demikian pula, merokok dapat menyebabkan salurannapas bagian atas membengkak.hal ini dapat menyebabkan mendengkur danmengakibatkan OSA. Bagi mereka yang sudah mulai, berhenti merokokmerupakan langkah utama untuk mencegah sleep apnea (Apneareport.com,2010). f. Mengubah Posisi Tidur Anda

13 Untuk seseorang yang cenderung OSA, tidur terlentang harus dihindari.hal ini menyebabkan jaringan longgar untuk memblokir jalan napas.posisi tidurterbaik untuk mencegah OSA adalah posisi samping.bantal dan perangkat khusus dapat digunakan untuk membantu menjaga seseorang dari berguling ke posisi telentang dan mencegah OSA terjadi (Apneareport.com, 2010) Terapi Terapi Non-Bedah Continuous positive airway pressure (CPAP) Continuous positive airway pressure (CPAP). Sleep apnea yang parah dianjurkan sebuah mesin yang memberikan tekanan udara melalui masker yang ditempatkan di atas hidung saat tidur. Jenis yang paling umum disebut continuous positive airway pressure (CPAP). Dengan terapi ini, tekanan nafas udara adalah kontinu.kompresi udara mencegah runtuhnya jalan napas di tenggorokan.hal ini mencegah apnea dan mendengkur (Rowley, 2009). CPAP adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengobati sleep apnea.namun, ada yang merasa canggung dan tidak nyaman.kebanyakan orang belajar untuk menyesuaikan masker untuk mendapatkan cocok nyaman dan aman. Segelintir orang juga mendapat manfaat dari menggunakan humidifier bersama dengan sistem CPAP mereka (Rowley, 2009) Mouthpiece (oral device) or Inter-oral devices (IODs) Pilihan lain adalah mengunakan perangkat oral yang dirancang untuk menjaga tenggorokan terbuka. Peralatan oral merupakan alternatif yang sukses untuk segelintir pasien. Beberapa perangkat dirancang untuk membuka tenggorokan dengan membawa rahang ke depan. Kadang-kadang hal ini dapat menghilangkan mendengkur dan OSA ringan. Perangkat lain menahan lidah dalam posisi yang berbeda. Saran dari dokter gigi, pengalaman diperlukan untuk pemasangan dan terapi tindak lanjut perangkat(punjabi, 2009). Terapi Posisi

14 Kebanyak orang mendapat manfaat dengan posisi tidur pada elevasi 30 derajat dari tubuh bagian atas.ini membantu mencegah keruntuhan gravitasi dari jalan napas.sebuah elevasi 30 derajat dari tubuh bagian atas dapat dicapai dengan tempat tidur diatur, atau baji tempat tidur ditempatkan di bawah kasur. Pendekatan ini dapat dengan mudah digunakan dalam kombinasi dengan perawatan lain dan sangat efektif untuk orang yang gemuk. Posisi tidur lateral (tidur di sisi) juga dianjurkan (Swierzewski,2000) Terapi bedah Tujuan dari pembedahan adalah untuk membuang kelebihan jaringan dari hidung atau tenggorokan yang dapat bergetar dan menyebabkan mendengkur.kelebihan jaringan mungkin memblokir saluran bahagian atas pernafasan dan menyebabkan sleep apnea. Beberapa tindakan bedah antara lain : a. (a). Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) adalah prosedur di mana jaringan daripada bagian belakang mulut dan tenggorokan bagian atas dibuang.tonsil dan adenoid biasanya dibuang juga.uppp biasanya dilakukan di rumah sakit dan memerlukan anestesi umum. b. Koreksi rahang Prosedur ini disebut kemajuan maxillomandibular. Tujuan tindakan ini adalahmemperbesar ruang belakang lidah dan langit-langit lunak, membuat obstruksikemungkinannya c. Implant Prosedur implant adalah pengobatan minimal invasif. Ini melibatkan penempatantiga batang poliester kecil di langit-langit lunak.untuk mencegah jatuhnya palatum molle.perawatan ini hanya disarankan untuk derajat ringan sampai sedang (Medical News Today, 2010). d. Laser-uvulopalatoplasty

15 Menghapus jaringan di bagian belakang tenggorokan dengan laser dengan ablasifrekuensi radio (Medical News Today, 2010; AAOMS, 2008). BAB 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap pengetahuan

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur

Lebih terperinci

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : DORINDA NIM : 060600126 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Retinal Vein Occlusion (RVO) adalah sumbatan pada pembuluh darah vena di retina (Bradvica et al. 2012). Pertama kali dilaporkan oleh Liebrich pada tahun

Lebih terperinci

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) Disusun oleh: Maria Maureen Ridwan (00000001681) Pembimbing : dr. Pulo R.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan napas bagian atas meskipun ada upaya untuk bernapas saat tidur. Adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan gangguan napas saat tidur (Sleep- Disordered Breathing, SDB) yang ditandai dengan obstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi

Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak. Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea. Dessy Amalia. Fakultas Psikologi Studi Kasus mengenai Gambaran Gangguan Konsentrasi Belajar pada Anak Usia 6 13 Tahun yang Mengalami Sleep Apnea Dessy Amalia Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Skripsi ini memuat penelitian

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO 42 ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan ( Di Susun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA

ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA ABSTRAK ANALISIS PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DENGAN KUESIONER BERLIN PADA SEKELOMPOK KARYAWAN DI JAKARTA Cynthia Natalia, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja,

Lebih terperinci

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke STROKE Penuntun untuk memahami Stroke Apakah stroke itu? Stroke merupakan keadaan darurat medis dan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Terjadi bila pembuluh darah di otak pecah, atau yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang terjadi akibat penyakit kardiovaskular. Kelainan terjadi pada pembuluh darah di otak dan bersifat fokal. Stroke merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi mengakibatkan perilaku penduduk berubah dan menimbulkan ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas yang lebih banyak kurang gerak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan karakteristik berupa kolaps secara berulang saluran napas atas baik sebagian maupun total yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama di negara maju maupun negara berkembang. Stroke mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan masalah global, dimana angka morbiditas dan mortalititasnya tinggi. Prevalensi di Amerika diperkirakan 82.6 juta orang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsillitis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan amandel sering diderita anakanak. Kejadian tersebut sering membuat ibu-ibu merasa khawatir, karena banyak berita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker kolorektal adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan kanker kolorektal menyumbang 9% dari semua kejadian kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan. Artinya bahwa laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan. Artinya bahwa laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi peringkat pertama penyebab kematian di beberapa Negara (Agustini, 2014). Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah arterial yang abnormal. Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder (Lewis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang dewasa dan usia balita. Jika kegemukan terjadi pada masa balita

BAB 1 PENDAHULUAN. orang dewasa dan usia balita. Jika kegemukan terjadi pada masa balita 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegemukan atau obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan bagi orang dewasa dan usia balita. Jika kegemukan terjadi pada masa balita kemungkinan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), sampai dengan tahun 2008, PJK masih

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), sampai dengan tahun 2008, PJK masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit jantung koroner (PJK) dan serangan jantung merupakan jenis penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian mendadak. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia. Prevalensi PJPD di 13 Negara Eropa yaitu Australia (laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tembakau diperkirakan sudah digunakan sejak 100 tahun sebelum masehi oleh suku Aborigin di Amerika (Geiss 2007). Kemudian ketika, Columbus mendarat di benua Amerika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan dibelakang kedua ujung lipatan belakang mulut.tonsil berfungsi sebagai mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan input utama pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing atau berkompetisi di era globalisasi dengan bangsa lain. Upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, suplai oksigen dan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, suplai oksigen dan kebutuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner berupa penyempitan atau penyumbatan yang dapat mengganggu proses transportasi bahan-bahan

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah faktor resiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di setiap negara. Data WHO (2011) menunjukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah

Lebih terperinci

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight? Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci