ANALISIS STABILITAS LERENG UNTUK ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI DAS SECANG KULONPROGO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS STABILITAS LERENG UNTUK ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI DAS SECANG KULONPROGO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK."

Transkripsi

1 ANALISIS STABILITAS LERENG UNTUK ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI DAS SECANG KULONPROGO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK Danang Sri Hadmoko 1), Djati Mardiatno 2), Fajar Siddik 3) 1) Dosen di Fakultas Geografi UGM 2) Dosen di Fakultas Geografi UGM 3) Alumni Mahasiswa S1 Jurusan Geografi Fisik dan Lingkungan, Fakultas Geografi UGM Abstract The objectives of this research was to observe landslide susceptibility zonation at Secang Watershed and evaluate the accuracy of SINMAP model performance. The applied methodology that used in this research were field survey method, qualitative analysis method, quantitative analysis method and comparative analysis. Survey method were consists of observation, collecting actual landslide data, and soil sampling (undisturbed sample). Qualitative and quantitative analysis method were employed to measure variables input of SINMAP. Comparative method consists of validation and evaluation to modeling result. The accuration of SINMAP result was validated using success rate. The result shows that Secang Watershed were dominated by medium-very high susceptibility class. Very high susceptibility class covered an area about 5,8 km 2 (36,46 %). High susceptibility class covered an area about 7,21 km 2 (34,8%). Medium susceptibility class covered an area about 4,45 km 2 (21,29 %). The rest of 12,73% Secang Watershed area was classifed as safe area. Secang Watershed morphology that dominated by hills with steep slope and high rainfall was the main factor lead to high susceptibility to landslide. Validation of the model using success rate showed that SINMAP can predict landslide susceptibility class with value up to 79 % and almost all of landslide inventory was at medium-very high landslide susceptibility class. Keywords : landslide susceptibility, deterministic model, SINMAP, success rate I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsoran adalah salah satu proses geodinamis yang secara alami membentuk geomorfologi bumi. Kejadian longsor umumnya terjadi di daerah pegunungan, dan menjadi permasalahan bila menimbulkan bencana yang menghilangkan harta benda dan jiwa (Talib, 1997; Weerasinghe et al., 2002). Daerah Aliran Sungai (DAS) Secang yang berada pada wilayah perbukitan terdenudasi cukup rentan terhadap kejadian longsoran. Lereng yang curam, material penyusun yang rapuh, dan curah hujan yang tinggi memicu terjadinya longsor. Perbukitan terdenudasi yang secara umum tersusun oleh material yang telah mudah lapuk merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya gerakan massa tanah menuruni 1

2 lereng akibat adanya gaya gravitasi pada lereng-lereng yang curam. Aktivitas manusia seperti pemotongan lereng untuk jalan dan pemukiman memperbesar potensi lereng menjadi tidak stabil. Panizza (1996) menerangkan bahwa peningkatan populasi manusia diikuti oleh meningkatnya kebutuhan sumberdaya alam, ruang, teknologi dan taraf hidup menimbulkan perubahan terhadap lingkungan. Akibatnya terjadi berbagai kejadian alam seperti tanah longsor yang mampu merugikan manusia. Membuat peta zonasi rawan longsor yang memiliki informasi kerentanan medan terhadap kekritisan lereng (slope failure) dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk berbagai kebutuhan di bidang pembangunan dan mitigasi bencana (Talib, 1997). Model deterministik merupakan model yang memperhitungkan faktor aman lereng (safety factor) terhadap keruntuhan lereng sehingga mampu menghasilkan informasi bahaya longsor. Pengukuran dan studi geoteknis dilakukan untuk menilai tingkat stabilitas lereng (Jibson et al., 2000; Westen, 2004). Salah satunya model deterministik SINMAP (Stability Index Mapping) yang dikembangkan oleh Pack et al (1998). Penelitian terdahulu (Pack at al., 1998; Weerasinghe, 2002; Jelinek dan Wagner, 2007; Fowze et al., 2008; Klimes, 2008) zonasi rawan longsor dengan menggunakan SINMAP memiliki keakuratan hasil pemodelan longsor yang dapat diandalkan. Salah satu validasi yang dilakukan adalah dengan mengetahui jumlah kejadian longsor yang terjadi pada klas stabilitas lereng yang dihasilkan model. Berdasarkan penelitian tersebut hasil pemodelan menunjukkan bahwa titik longsor banyak terjadi pada klas lereng yang tergolong tidak stabil. Validasi yang dilakukan oleh Klimes (2007) dengan menggunakan success rate untuk mengetahui keakuratan hasil model SINMAP menunjukkan bahwa model mampu menghasilkan peta zona rawan langsor yang akurat. Metode komparatif yakni dengan melihat hasil pemodelan longsor dengan jumlah kejadian longsor pada tiap klas menunjukkan bahwa kejadian longsor terbanyak terjadi pada klas stabilitas lereng yang dianggap tidak stabil Permasalahan DAS Secang berada pada wilayah perbukitan terdenudasi yang rawan terhadap gerakan massa seperti longsoran. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan data kejadian longsor daerah penelitian dari PSBA tahun 2008 ditemukan gerakan massa baik berupa jatuhan batuan, longsoran, nendatan, dan rayapan tanah. Pemotongan lereng untuk pemukiman dan jalan akan mengganggu tingkat stabilitas lereng yang terancam longsor. Akibatnya timbul kerugian baik material maupun kehilangan jiwa. Oleh karena itu, diperlukan 2

3 suatu upaya pengurangan risiko bencana dengan membuat suatu peta rawan longsor di DAS Secang Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Model deterministik dengan memanfaatkan SINMAP (Stability Index Mapping) yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) diharapkan dapat mewujudkan peta zonasi rawan longsor terbaik secara kuantitatif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko bencana. Oleh karena itu permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana persebaran daerah rawan longsor di DAS Secang? 2. Bagaimana tingkat keakuratan SINMAP dalam memetakan daerah rawan longsor di DAS Secang? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persebaran daerah rawan longsor di DAS Secang. 2. Mengetahui tingkat keakuratan SINMAP dalam memetakan daerah rawan longsor di DAS Secang Tinjauan Pustaka Model deterministik SINMAP merupakan salah satu tool extension ArcView yang dapat digunakan untuk melakukan pemerian dan pemetaan indeks stabilitas lereng yang didasarkan atas informasi - informasi geografis, khususnya data elevasi digital (digital elevation data) (Pack et al, 1995). Penggunaannya ditujukan untuk menghitung dan menganalisis jenis kerawanan longsoran dangkal (shallow landslide) seperti longsoran translasional yang dikontrol oleh aliran airtanah dangkal. Hasil akhirnya berupa nilai indeks stabilitas lereng yang menggambarkan kondisi kestabilan medan yang terancam/rawan longsor. SINMAP bekerja atas dasar data grid (raster) yang didasarkan pada model stabilitas lereng tak terhingga (infinite slope stability model) dan konsep hidrologi aliran mantap (steady-state hydrologic concepts) (SINMAP User Manual, 1998). Model stabilitas lereng tak terhingga (infinite slope stability model) merupakan model yang memperhitungkan faktor aman lereng, yakni rasio antara gaya yang menahan dengan gaya yang mendorong terjadinya ketidakstabilan pada lereng. Komponen-komponen gaya penyebab ketidakstabilan seperti gaya gravitasi dengan komponen sudut geser (friction) dan kohesi yang terletak pada bidang kritis paralel dengan permukaan airtanah dianggap sejajar sesuai dengan bidang permukaan lereng (Pack et al, 1998). 3

4 Gambar 1.1. Skema Model Stabilitas Lereng Tak Terhingga (Sinmap User Manual, 1998) Dengan faktor aman (FS) dihitung dengan persamaan Hammond et al (1992) : 2 Cr Cs Cos [ s g(d - Dw ) ( sg - wg) D FS SI D g sin cos s w ] tan..... (1.1) dimana; Cr = kohesi akar (root cohesion), N/m 2 Cs = kohesi tanah (soil cohesion), N/m 2 = sudut lereng, derajat. ρ s = kerapatan massa tanah (soil wet density), kg/m 3 ρ w = rapat massa air (density of water), kg/m 3 g = percepatan gravitasi (9,81 m/s 2 ) D = kedalaman tanah vertikal, m (meter) D w = kedalaman vertikal muka airtanah dengan lapisan permeabel (lapisan batuan), m (meter) = sudut geser dalam tanah (friction angle), derajat. Persamaan 1.1 oleh SINMAP disederhanakan menjadi : dengan ; C cos [1- wr] tan FS sin w = D w /D = h w /h w : kelembaban relatif C = (Cr + Cs) / (h ρ s g) C : daya kohesi hingga kedalaman tanah (h) r = ρ w /ρ s r : rasio antara berat jenis air dengan berat jenis tanah..... (1.2) Konsep hidrologi aliran mantap (steady-state hydrologic concepts) oleh SINMAP direpresentasikan dalam bentuk indeks kelembaban topografi (topographic wetness index). SINMAP menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut. 1) Arah aliran dikontrol oleh gradien lereng pada suatu luasan lereng tertentu disebut catchment area (a). 4

5 2) Besarnya debit aliran memiliki konsep kondisi aliran mantap, yakni dikontrol oleh suplai curah hujan (R). 3) (1) dan (2) dinyatakan dengan persamaan matematis : q = R. A (1.3) 4. Oleh karena suatu lereng tersusun atas material (tanah) dengan sifat fisik (permeabilitas) dan dengan ketebalan tertentu, maka akan mempengaruhi respon lereng terhadap hujan. Hal ini terkait dengan adanya tekanan air pori. Dalam SINMAP direpresentasikan dengan transmisivitas tanah, dimana: dengan, T ks h T = (ks)*h (1.4) = transmissivitas tanah, (m 2 /jam) = konduktivitas hidraulik atau permeabilitas tanah, (m/jam) = ketebalan tanah, (m) SINMAP menggunakan rumus T/R untuk memenuhi data hidrologi lereng yang dibutuhkan. R merupakan debit airtanah pada keadaan mantap (steady state recharge) yang diperoleh dari data curah hujan harian. Sehingga besarnya nilai indeks kelembaban topografi dinyatakan dengan rumus : dengan, Ra w Min. 1 T sin w = indeks kelembaban topografi R = curah hujan maksimum rerata harian, mm/hari a = luasan daerah tangkapan (catchment area), m 2 T = Transmisivitas tanah, m 2 /jam (1.5) Persamaan 1.2 dan persamaan 1.5 dijadikan dasar untuk menentukan nilai indeks stabilitas lereng (SI) model SINMAP, sehingga: R a C cos [1- min r]tan T sin SI FS sin (1.6) Nilai indeks yang dihasilkan antara (SI < 0) (SI > 1,5) dan terdiri dari enam klas tingkat kestabilan lereng. Secara berurutan dari klas yang terkecil (1) hingga besar (6) menunjukkan kondisi daerah dengan lereng stabil hingga tidak stabil. 5

6 Tabel 1.1. Klasifikasi Indeks Stabilitas Lereng SINMAP Kondisi Klas Kategori Keterangan SI > Stable daerah dengan lereng stabil 1.5 > SI > Moderately Stable Zone 1.25 > SI > Quasi Stable Slope zone 1.0 > SI > Lower threshold slope zone 0.5 > SI > Upper threshold slope zone 0.0 > SI 6 Defended daerah dengan lereng stabil menengah quasi, disebut juga lereng stabil terkondisi (conditional stable). Apabila terjadi gangguan pada lereng berupa pemotongan lereng, pembebanan, dan gempa bumi dapat meningkatkan tingkat kerawanan lereng. daerah dengan tingkat kestabilan lereng lower threshold upper threshold dimana berdasarkan dari data parameter ketidakpastian (uncertainty factor) yang dihitung oleh model kemungkinan lereng dalam kondisi tidak stabil adalah kurang atau lebih dari 50 %. Dan faktor eksternal seperti pembebanan, pemotongan lereng, dsb, tidak diperhitungkan dalam klas ini, sehingga murni dari hasil keragaman (variasi) nilai parameterparameter ketidakpastian seperti geoteknik tanah, sifat fisik tanah dan curah hujan. Disebut juga lereng tidak stabil terkondisi (conditional unstable). daerah dengan tingkat kestabilan lereng sangat tidak stabil Sumber : SINMAP User s Manual, 1998 II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yakni metode survei (observasi), metode analisis kualitatif, metode analisis kuantitatif, dan analisis komparatif. Metode survei dilakukan dalam rangka kerja lapangan untuk melakukan pengamatan, pengukuran ketebalan tanah dan pengambilan sampel tanah. Sistem pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan sistem satuan bentuklahan. Metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif dilakukan untuk melakukan pemerian baik secara deskriptif maupun numerik terhadap variabel-variabel input yang 6

7 dibutuhkan oleh model. Metode komparatif dilakukan untuk kegunaan validasi terhadap hasil pemodelan longsor dengan longsor aktual yang terjadi. Validasi dilakukan dengan melihat hasil pemodelan longsor dengan banyaknya kejadian longsor pada tiap klas kerawanan dan dengan menggunakan succes rate untuk mengetahui derajat keberhasilan model Pemilihan Daerah Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah DAS Secang yang berada di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Topografi yang berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lereng yang terjal sangat berpotensi untuk terjadinya gerakan massa. Berdasarkan pemantauan di lapangan cukup banyak ditemukan hasil proses gerakan massa seperti longsoran tanah maupun jatuhan batuan. Pemotongan lereng untuk jalan maupun permukiman dikhawatirkan menjadi pemicu terjadinya longsor. Tersedianya data kejadian longsor menjadi salah satu alasan lain dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian Pengumpulan Data-Data Data Kejadian Longsor Data kejadian longsor diperoleh dari Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM 10 tahun ( ). Selanjutnya dilakukan cek lapangan untuk memperoleh data bila ada kejadian longsor aktual yang terjadi. Untuk kebutuhan model SINMAP maka informasi persebaran longsor dibutuhkan dalam bentuk titik (point) DEM (Digital Elevation Model) Data DEM diperoleh dari hasil analisis peta kontur daerah penelitian dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis 9.2. ekstensi 3D-Analyst. Titik ketinggian juga disertakan untuk menghasilkan kualitas data DEM yang baik Data Geoteknik dan Fisik Tanah Data-data geoteknik diperoleh dengan melakukan pengambilan sampel tanah dan analisis laboratorium. Sampel tanah yang diambil adalah jenis sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) untuk analisis kuat geser tanah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang mendasarkan pada pertimbangan satuan bentuklahan dan kemudahan lokasi untuk dicapai. Adapun data-data yang dikumpulkan terdiri dari kohesi tanah, kohesi akar, sudut geser dalam tanah, permeabilitas tanah, massa jenis tanah, dan ketebalan tanah. Data kohesi tanah dan sudut geser dalam diperoleh dari hasil analisis uji kuat geser langsung (direct shear strest) di laboratorium. Selanjutnya dihitung nilai indeks kohesi ( C ) : C = (Cr + Cs) \ (h. s.g) dengan, 7

8 C : indeks kohesi Cr : kohesi akar Cs : kohesi tanah. kg/cm 2 h : kedalaman tanah, m s : massa jenis tanah, kg/m 2 g : gravitasi 9,81 m/s 2 Ketebalan tanah diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap adanya singkapan atau bekas galian tanah, yang diukur mulai dari permukaan tanah hingga batas batuan dasar (bagian keras). Dalam penelitian ini nilai kohesi akar diperoleh dengan mengacu pada tetapan nilai indeks vegetasi. Sedangkan massa jenis tanah diperoleh dengan melakukan analisis BV (kerapatan massa tanah) Data Hidrologi Data hidologi yang dibutuhkan terdiri dari data curah hujan harian dan permeabilitas tanah untuk memperoleh nilai indeks kelembaban topografi. Dari data curah hujan harian yang tersedia diamati dan dipilih curah hujan maksimum selama enam hari berturut-turut. Kemudian dihitung reratanya untuk memperoleh data curah hujan rerata maksimum enam harian pada setiap bulan (R). Enam hari hujan dianggap sebagai waktu yang efektif untuk menyebabkan lereng menjadi tidak stabil akibat meningkatnya kejenuhan tanah. Selanjutnya dari hasil perhitungan rerata hujan maksimum enam harian tersebut diambil nilai terkecil sebagai Rmin (curah hujan minimum model), dan nilai terbesar sebagai Rmaks (curah hujan maksimum model). Nilai permeabilitas tanah diperoleh dari hasil uji permeabilitas di laboratorium, untuk memenuhi parameter hitung transmisivitas tanah pada persamaan (1.4). Selanjutnya nilai transmisivitas (T) dan curah hujan (R) digunakan untuk memenuhi parameter model indeks kelembaban topografi (T/R) Terapan Model SINMAP Penerapan model SINMAP dimulai dengan memilih data DEM lokasi penelitian. DEM yang dihasilkan sebaiknya memiliki kualitas baik untuk menghasilkan analisis model yang akurat. Selanjutnya memilih daerah kalibrasi yaitu poligon satuan bentuklahan dalam format data grid maupun vektor dengan memasukkan parameter-parameter input yang dibutuhkan seperti parameter indeks kelembaban (T/R), indeks kohesi (c), dan sudut geser dalam (ф). Nilai yang dimasukkan disesuaikan berdasarkan tiap satuan bentuklahan yang berbeda secara manual. SINMAP menerapkan batas maksimum dan minimum terhadap ketiga parameter input tersebut. Data kejadian longsor dalam bentuk titik (point) dimasukkan dalam 8

9 model dilengkapi dengan informasi berupa lokasi (kordinat) dan tipe dari gerakan massa. Langkah berikutnya mengoperasikan algoritma SINMAP hingga menghasilkan indeks stabilitas lereng dalam bentuk peta. Hasil akhir SINMAP adalah peta persebaran indeks stabilitas lereng daerah penelitian, dan informasi statistik hasil analisis dalam bentuk grafik scatter plot serta tabel persentase tingkat dan persebaran longsor lokasi penelitian. Tabel statistik memberikan informasi kondisi stabilitas lereng tiap satuan bentuklahan yang terdiri dari kriteria klas stabilitas lereng, luas daerah tiap klas stabilitas, persentase klas kerawanan longsor, kerapatan longsor dan persentasenya, serta jenis gerakan massa yang terdapat di satuan bentuklahan tersebut. Selanjutnya, hasil analisis model dibandingkan dengan kondisi longsor aktual yang terjadi dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik menggunakan succes rate. DEM Data Geoteknik & Fisik Tanah Data Kejadian Longsor Model SINMAP Data Hidrologi Peta Indeks Stabilitas Lereng/Peta Rawan Longsor Gambar 2.1. Skema parameter masukan Model SINMAP 2.4. Validasi Success Rate Succes rate dapat digunakan untuk mengukur atau memvalidasi seberapa baik indeks kerawanan longsor dalam memprediksi longsor (Huang, 2006). Interpretasi kesuksesan model dapat dilakukan dengan melihat hubungan antara persentase kerentanan longsor dengan jumlah longsor atau dengan menghitung luas area grafik di bawah kurva. Untuk memperoleh grafik success rate peta hasil pemodelan ditumpang susunkan dengan peta longsor aktual. Selanjutnya dilakukan klasifikasi ulang untuk memperoleh klas kerawanan longsor yang diinginkan. Langkah berikutnya menampilkan histogram untuk memperoleh data berupa nilai piksel atau jumlah piksel sebagai sumber data analisis success rate. Dari data yang diperoleh dilakukan penjumlahan secara kumulatif pada tiap nilai piksel atau jumlah piksel untuk memperoleh persen kumulatif. Hal yang sama juga dilakukan pada data longsor aktual. Selanjutnya dibuat grafik antara persentasi kumulatif pemodelan longsor pada sumbu x 9

10 dengan persen kumulatif longsor aktual pada sumbu y. Titik hasil pengeplotan kemudian dihubungkan dan dihitung luasan area dibawah grafik untuk memperoleh besaran nilai success rate sebagai derajat keberhasilan model. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Model SINMAP pada tahap akhir menghasilkan Peta Indeks Stabilitas Lereng yang kemudian dijadikan sebagai Peta Tingkat Kerawanan Longsor DAS Secang (Gambar 3.2) dan tabel statistik hasil pemodelan longsor model SINMAP (Tabel 3.1) berikut grafik scatter plot (Gambar 3.1) yang menggambarkan kondisi kerawanan longsor di DAS Secang. Indeks stabilitas dimulai dari nilai 0 yang menggambarkan kondisi lereng tidak stabil hingga nilai (>1,5) dengan kondisi lereng stabil. Tabel 3.1. Hasil Statistik Indeks Stabilitas dan Kerawanan Longsor DAS Secang Model SINMAP Tingkat Kestabilan Lereng Stable Moderately Stable Quasi- Stable Lower Threshold Upper Threshold Defended Tingkat Kerawanan Longsor Tidak Rawan Longsor Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Total Indeks stabilitas > 1,5 1,25 1,5 1 1,25 0,5-1 0,001 0,5 < 0 Luas Daerah (km 2 ) 2,64 0,31 0,38 4,45 7,21 5,8 20,71 % 12,73% 1,5% 1,82% 21,5% 34,8% 28% 100% Jumlah Longsor % Longsor 0% 0% 3,77% 26,42% 32,08% 37,74% 100% Kerapatan 0 0 5,31 3,14 2,36 3,45 2,56 Longsor* Sumber : hasil perhitungan statistik model SINMAP ( * ) : jumlah longsor/luas daerah Berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh bahwa persebaran tingkat kerawanan longsor di DAS Secang hasil analisis model SINMAP didominasi oleh tingkat kerawanan longsor sedang hingga sangat tinggi. Tingkat kerawanan longsor sangat tinggi meliputi 28% dari total luas DAS Secang atau seluas 5,8 km 2 dengan total kejadian longsor sebanyak 20 titik longsor dari 53 titik longsor yang terjadi. Dari total titik kejadian longor dibandingkan dengan luas daerah kerawanan maka diperoleh nilai kerapatan longsor 3,45 per longsor per km 2. Yang berarti bahwa ditemukan rata-rata 3 kejadian longsor pada setiap luasan 1 km 2. Tingkat kerawanan longsor tinggi meliputi 34,8% dari total luas DAS atau seluas 7,21 km 2 dengan kejadian longsor sebanyak 17 titik longsor dan kerapatan longsor sebesar 2,36 per longsor per km 2. Sedangkan 21,5 % dari total luas DAS Secang atau seluas 4,45 km 2 termasuk dalam tingkat 10

11 kerawanan longsor sedang atau tingkat stabilitas lower threshold. Terdapat 12,73% dari total luas DAS Secang memliki tingkat stabilitas lereng stabil atau tidak rawan longsor. Artinya DAS Secang secara umum termasuk dalam daerah yang memiliki potensi kejadian gerakan massa tinggi baik jatuhan batuan, longsoran, maupun rayapan yang dikontrol oleh kondisi kemiringan lereng yang curam, curah hujan yang tinggi, litologi, dan material tanah penyusun bentanglahan DAS Secang. Longsoran Rayapan Nendatan Jatuhan Gambar 3.1. Grafik SA (Slope Area) - Plot Persebaran Tingkat Kestabilan Lereng DAS Secang Gambar 3.1 merupakan grafik plot yang dihasilkan oleh model SINMAP memperlihatkan persebaran titik longsor dan kondisi kestabilan lereng yang ditinjau dari faktor kemiringan lereng sebagai absis dan total luasan daerah kajian sebagai ordinat. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa tingkat kestabilan lereng tidak stabil umumnya mulai terjadi pada kemiringan lereng antara 10 derajat hingga 40 derajat dengan luasan wilayah yang mencakup hampir 1000 m 2. Diantara kerapatan titik plot yang terbentuk ditemukan pula titik persebaran longsor yang terjadi. Secara umum kejadian longsor terjadi pada kondisi lereng 10 derajat hingga 35 derajat yang meliputi luasan 10 hingga 1000 m 2. Dari grafik juga dapat diketahui bahwa stabilitas lereng di daerah penelitian sangat ditentukan oleh kondisi kemiringan lereng. Hal ini dapat dilihat dari sebaran titik sangat rapat pada kemiringan lereng antara derajat dan tipe gerakan massa yang paling sering terjadi adalah longsoran. 11

12 mencakup hampir 1000 m 2. Diantara kerapatan titik-titik plot yang terbentuk ditemukan pula titik persebaran longsor Gambar 3.2. Peta Tingkat Kerawanan Longsor Hasil Model SINMAP 12

13 Gambar 3.3. Grafik Persebaran Tingkat Kerawanan Longsor di Tiap Satuan Bentuklahan DAS Secang Gambar 3.3 merupakan grafik yang menunjukkan persebaran kerawanan longsor di tiap satuan bentuklahan di DAS Secang. Terdapat 14 satuan bentuklahan dan dua diantaranya tidak dilakukan analisis karena merupakan bagian dari satuan bentuklahan berupa dataran. Berdasarkan Gambar 3.3. diketahui bahwa persentase tingkat kerawanan longsor sangat tinggi paling besar terdapat pada satuan bentuklahan lereng igir pegunungan denudasional Formasi Bemmelen, igir perbukitan denudasional berbatuan andesit tua, dan lereng perbukitan denudasional formasi nanggulan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kemiringan lereng yang terjal menjadi penyebab utama terjadinya longsoran pada satuan bentuklahan tersebut. Dari grafik (Gambar 3.3) dan Tabel 3.1 juga dapat diketahui bahwa tingkat kerawanan longsor tinggi mendominasi hampir seluruh satuan bentuklahan di DAS Secang. Upaya konservasi dapat dilakukan pada klas kerawanan longsor sedang hingga tinggi untuk mencegah lereng agar tidak longsor karena pada dua klas kerawanan ini kondisi lereng dalam keadaan tidak stabil terkondisi (conditional unstable) yang sewaktu-waktu dapat longsor bila terdapat faktor pemicu eksternal seperti gempa bumi maupun pembebanan oleh aktivitas manusia. Oleh karena itu, upaya pencegahan seperti pembuatan teras pada lereng yang curam, pembangunan 13

14 Persentase kejadian longsor sturktur penahan khususnya pada lereng terjal di sepanjang jalan, dan berbagai upaya konservasi lainnya dapat dilakukan dengan mengacu pada informasi klas kerawanan tersebut. Validasi dan Evaluasi Hasil Model SINMAP Keakuratan model dalam memprediksi tingkat kerawanan longsor di DAS Secang perlu untuk diuji tingkat keberhasilannya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan validasi menggunakan success rate dan membandingkan jumlah longsor pada tiap klas longsor yang dihasilkan oleh model. Hasil pemodelan dikatakan baik apabila data kejadian longsor terbanyak ditemukan pada klas longsor sangat rawan atau pada klas stabilitas lereng lower threshold defended. Success rate merupakan rasio keberhasilan model dalam memprediksi kejadian longsor aktual (Huang dan Kao, 2006). Interpretasi kesuksesan model dapat dilakukan dengan melihat hubungan antara persentase kerawanan longsor dengan persentase jumlah longsor yang terjadi atau dengan menghitung luas area grafik dibawah kurva (Dahal 2008, dalam Samodra,2008) Persentase model kerawanan longsor Gambar 3.4. Grafik validasi success rate Hasil Model SINMAP Dalam Zonasi Kerawanan Longsor di DAS Secang Hasil validasi dengan menggunakan success rate (Gambar 3.4) menunjukkan bahwa 50% model prediksi longsor menjelaskan 80% kejadian longsor yang terjadi, 70% model prediksi longsor menjelaskan 85% longsor aktual yang terjadi dan seterusnya. Atau dengan 14

15 menghitung luas area dibawah kurva diperoleh bahwa keberhasilan model SINMAP dalam memprediksi longsor di DAS Secang mencapai 79%. Jumlah longsor terbanyak terdapat pada klas rawan longsor sangat tinggi yakni sebanyak 20 kejadian longsor (Tabel 3.1). Sisanya berada pada klas kerawanan longsor rendah dengan 2 titik longsor, klas kerawanan longsor sedang dan tinggi masing-masing sebanyak 14 dan 17 titik longsor. Sedangkan pada klas kerawanan longsor sangat rendah dan aman tidak ditemukan titik longsor. Hal ini menunjukkan bahwa longsor aktual terjadi pada klas kerawanan longsor sangat tinggi sebagaimana yang dihasilkan model SINMAP. Menurut Varnes (1984) The past and present are keys to the future bahwa kejadian longsor pada masa lalu dan sekarang dapat menerangkan kejadian longsoran di masa yang akan datang. Daerah yang dianggap stabil atau memiliki kerawanan longsor rendah dengan dibuktikan tidak pernah terjadinya longsoran, bukan berarti tidak akan mengalami ketidakstabilan lereng (longsoran) pada masa yang akan datang. Aktivitas manusia seperti pemotongan lereng dan kejadian alam berupa gempa bumi mampu memicu terjadinya ketidakstabilan lereng. Hal ini berlaku pada hasil pemetaan rawan longsor yang dihasilkan, bahwa daerah dengan klas kerawanan longsor tertentu dapat meningkat klas kerawanannya apabila faktor pemicu longsoran terjadi. Kondisi ini berlaku pada klas stabilitas lereng moderat stable quasi stable yang termasuk dalam kondisi lereng stabil terkondisi (conditional stable) dan klas lereng lower threshold upper threshold yang merupakan lereng dengan kondisi tidak stabil terkondisi (conditional unstable). Apabila faktor eksternal seperti pemotongan lereng oleh manusia maupun oleh alam akibat aliran airtanah dan gempa bumi terjadi, maka klas lereng tersebut dapat meningkat kerawanannya menjadi klas kerawanan yang lebih tinggi. Pemodelan analisis stabilitas lereng SINMAP yang secara umum mendasarkan pendekatannya pada geoteknik dan model hidrologi lereng dengan disertai pendekatan geomorfologi dianggap cukup terbatas dalam menilai tingkat kerawanan longsor di DAS Secang. Model deterministik SINMAP terbatas pada pemodelan longsor aktual karena hanya didasarkan atas hasil pengujian dan perhitungan terhadap parameter geoteknik tanah serta kualitas data DEM yang digunakan. Apabila jumlah data kejadian longsor ditambahkan, maka tidak akan diikuti dengan perubahan terhadap hasil pemodelan. Namun, akan semakin meningkatkan kualitas validasi model yang dihasilkan. Dengan kata lain, bahwa model deterministik SINMAP cukup baik secara spasial namun memiliki kelemahan pada analisis temporalnya. Hal ini berbeda dengan model statistik, hasil pemodelan akan semakin baik apabila data kejadian longsor semakin banyak karena model prediksi longsor merupakan 15

16 probabilitas dari kejadian longsor sebelumnya (Westen, 2004). Salah satu keunggulan model statistik adalah pada faktor temporal yang cukup baik untuk menghasilkan prediksi longsor potensial. Selain itu, hasil pengukuran komponen geoteknik seperti uji kuat geser dengan menggunakan uji geser langsung yang dilakukan di laboratorium dinilai cukup subjektif. Ketidakstabilan dalam memutar tuas pemutar uji geser langsung, kesalahan laboran dalam pengujian seperti membaca nilai dan waktu uji serta kondisi sampel tanah mempengaruhi nilai parameter geoteknik sebagai salah satu data masukan model SINMAP. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbandingan terhadap metode lain dan uji ketelitian hasil pengukuran geoteknik untuk melihat perbedaan kekuratan data yang diperoleh. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis model SINMAP, maka diketahui bahwa DAS Secang didominasi oleh daerah dengan tingkat kerawanan longsor sedang hingga sangat tinggi. Daerah dengan tingkat kerawanan longsor sedang meliputi total luasan sebesar 21,5% atau seluas 4,45 km 2 dengan jumlah longsor 14 titik longsor. Daerah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi meliputi total luasan sebesar 34,8% atau 7,21 km 2 dengan jumlah longsor 17 titik longsor. Daerah dengan kerawanan longsor sangat tinggi mencakup luasan sebesar 28% dari total luas DAS Secang atau 5,8 km 2 dengan jumlah longsor 20 titik longsor. Morfologi yang didominasi oleh perbukitan dengan kemiringan lereng yang terjal dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor utama yang menyebabkan sebagian besar DAS Secang memiliki kerawanan longsor tinggi. Daerah yang termasuk dalam daerah aman seluas 2,64 km 2 (12,73%). Hasil validasi dengan success rate menunjukkan bahwa model SINMAP mampu memprediksi tingkat kerawanan longsor di DAS Secang dengan nilai keberhasilan model mencapai 79%. Sebanyak 51 kejadian longsor (96%) terjadi pada klas kerawanan longsor sedang hingga sangat tinggi. Hasil zonasi rawan longsor model SINMAP menghasilkan peta longsor aktual yang dapat diandalkan karena cukup baik secara spasial, namun memiliki kelemahan dalam aspek temporal. Daftar Pustaka Fowze, J.S.M., D.Buena, A.S. Daag., M. K.Hazarika., L. Samarkoon Spatial Modeling Of Rain-Triggered Landlsides A Case Study In Southern Leyte Province, Philippines. Paper Online. Diakses tanggal 1 Desember 2009 dari http: 16

17 Huang, J.C., S.J. Kao Optimal Estimator for Assessing Landslide Model Performance. Hydrology and Earth System Sciences, Vol. 10, hal Jibson, R.W., E.L. Harp, and J.A. Michael A method for producing digital probabilistic seismic landslide hazard maps: An Example from The Los Angeles, California, Area. USGS Open File Report USA. Klimes, Jan Analysis Of Preparatory Factors Of Landslides, Vsetínské Vrchy Highland, Czech Republic. Acta Research Reports, No. 17, hal Pack, R.T., D.G. Tarboton, C.N. Goodwin SINMAP User s Manual. Utah State University, Terratech Consulting Ltd., Canadian Forest Products Ltd And C.N. Goodwin Fluvial System Consulting. Pack, R.T., D.G. Tarboton, C.N. Goodwin The SINMAP Approach to Terrain Stability Mapping. Paper Submitted to 8 th Congress of the International Association of Engineering Geology, Vancouver. British Columbia. Panizza, Mario, Environmental Geomorphology. Elsevier Science B.V. Amsterdam. Samodra, Guruh Studi Geomorfologi Penilaian Kerentanan Longsor Dengan Metode Heuristik-Statistik di Das Kayangan Kulonprogo. Skripsi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Talib, Jasmi Ab Slope Instability and Hazard Zonation Mapping Using Remote Sensing and GIS Techniques in the Area of Cameron Highlands, Malaysia.GISdevelopment. Diakses tanggal 25 Oktober 2009, dari http: Thornbury, W.D., Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons, Inc. New York. Van Westen, C.J Geo-Information Tools for Landslide Risk Assessment. An Overview of Recent Developments. Diakses tanggal 10 Oktober 2009, dari http: www. Itc.nl/../vanwesten.pdf. Varnes, D.J Landslide Hazard Zonation : A Review of Principles and Practice. UNESCO. Paris. Jelinek, Robert., Peter Wagner Landslide hazard zonation by deterministic analysis. Springer-Verlag Article. Diterima pada 3 Juli Weerasinghe, K.M, H.V.M.P. Abeywickrema., J.S.M Fowze, L. Samarakoon, Use of A Deterministic Slope Stability Predicting Tool For Landslide Vulnerability Assessment in Ratnapura Area, Sri Lanka. NBRO s Paper. SriLanka. Zuidam, Van R.A and Cancelado, Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photographs,. International Institute For Aerial Survey and Earth Science (ITC) 350, Boulevard Al Enschede, The Netherlands. 17

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO Aji Bangkit Subekti adjie_2345@yahoo.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract This research

Lebih terperinci

BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP

BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP 3.1 Data Sebelum proses ini dilakukan, perlu dipersiapkan terlebih dulu data yang akan digunakan dalam metode SINMAP. Data spasial: 1. Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsorlahan (landslide) mewakili bencana yang luas pada wilayah pegunungan dan perbukitan yang telah menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan material. DAS kodil

Lebih terperinci

BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR

BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR 2.1 Fenomena Longsor Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun

Lebih terperinci

Karakteris Tanah Longsor di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat

Karakteris Tanah Longsor di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat Karakteris Tanah Longsor di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat Geby Dewinta, Ratna Saraswati, dan Tarsoen Waryono Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

Pemetaan Indeks Stabilitas Tanah Menggunakan SINMAP di Sub-DAS Rawatamtu

Pemetaan Indeks Stabilitas Tanah Menggunakan SINMAP di Sub-DAS Rawatamtu Technical Paper Pemetaan Indeks Stabilitas Tanah Menggunakan SINMAP di Sub-DAS Rawatamtu Mapping of Soil Stability Index Using SINMAP at Rawatamtu Sub Watershed Aulia Nafiza Andalina, Lab. Teknik Pengendalian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

Analisis Spasial Wilayah Potensi Longsor dengan Metode SINMAP dan SMORPH di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisis Spasial Wilayah Potensi Longsor dengan Metode SINMAP dan SMORPH di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Analisis Spasial Wilayah Potensi Longsor dengan Metode SINMAP dan SMORPH di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Lisa Triwahyuni 1, Sobirin 2, dan Ratna Saraswati 3 1 Departemen Geografi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik wilayah pegunungan dan perbukitan, sehingga seringkali terjadi bencana. Tanah merupakan salah satu bencana alam yang paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR UNTUK PENATAAN PENGGUNAAN LAHAN

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR UNTUK PENATAAN PENGGUNAAN LAHAN ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR UNTUK PENATAAN PENGGUNAAN LAHAN Syamsul Bachri Abstrak: Longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia terutama pada wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Gerakan konstan air dan perubahan dalam keadaan fisik di planet ini disebut siklus air, juga dikenal sebagai sifat kincir air, atau siklus hidrologi. Kata Siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INVERSE DISTANCE WEGHTING (IDW) UNTUK PEMBUATAN PETA TEMATIK PROPERTIES TANAH

PENGGUNAAN METODE INVERSE DISTANCE WEGHTING (IDW) UNTUK PEMBUATAN PETA TEMATIK PROPERTIES TANAH Tema: 2 pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman PENGGUNAAN METODE INVERSE DISTANCE WEGHTING (IDW) UNTUK PEMBUATAN PETA TEMATIK PROPERTIES TANAH Oleh Purwanto Bekti Santoso, Yanto, Arwan Apriyono,

Lebih terperinci

Kelongsoran pada Bantaran Sungai Studi Kasus Bantaran Kali Ciliwung Wilayah Jakarta Selatan dan Timur

Kelongsoran pada Bantaran Sungai Studi Kasus Bantaran Kali Ciliwung Wilayah Jakarta Selatan dan Timur Kelongsoran pada Bantaran Sungai Studi Kasus Bantaran Kali Ciliwung Wilayah Jakarta Selatan dan Timur Tommy Ilyas, Erly Bahsan, Agus Indrayono, Rita P, Siti Rasyidati Grup Riset Geoteknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE STABILITY INDEX MAPPING (SINMAP) (Studi Kasus: Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung)

ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE STABILITY INDEX MAPPING (SINMAP) (Studi Kasus: Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung) ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE STABILITY INDEX MAPPING (SINMAP) (Studi Kasus: Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung) TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,

Lebih terperinci

Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN:

Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: PEMETAAN KERAWANAN LONGSORLAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TINALAH KULON PROGO Dhandhun Wacano 1) Danang Sri Hadmoko 2) 1) Program BEASISWA UNGGULAN Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN)

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Identifikasi wilayah rawan longsor dengan menggunakan ekstensi SINMAP dalam Arc View 3.3

Identifikasi wilayah rawan longsor dengan menggunakan ekstensi SINMAP dalam Arc View 3.3 Identifikasi wilayah rawan longsor dengan menggunakan ekstensi SINMAP dalam Arc View 3.3 Oleh, Ardiansyah (Mahasiswa Geografi, Univ. Indonesia Tahun 2007) Sinmap merupakan salah satu ekstensi tambahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN...... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR...... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN...... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH I. PENDAHULUAN Keperluan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Juli 2015 Pengaruh Hujan Terhadap Perkuatan Lereng dengan Kondisi Partially Saturated Soil Menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan Vink (1983) dalam Samadikun (2009) menyatakan studi bentanglahan merupakan sebuah studi yang mengaitkan hubungan erat antara ruang dan waktu diantara fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH Usaha Pemahaman terhadap Stabilitas Lereng dan Longsoran sebagai Langkah Awal dalam Mitigasi Bencana Longsoran Imam A. Sadisun* * Departmen Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung * Pusat Mitigasi

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods in Surakarta is seldom before all, this caused

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI 1) Ika Meviana; 2) Ulfi Andrian Sari 1)2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) imeviana@gmail.com;

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Pemetaan Daerah Rawan PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Moch. Fauzan Dwi Harto, Adhitama Rachman, Putri Rida L, Maulidah Aisyah,

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat berakibat pada tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan terhadap lahan. Kecenderungan manusia untuk memanfaatkan lahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Penelitian ini meninjau kestabilan sebuah lereng yang terdapat Desa Tambakmerang, Kecamatan Girimarto, DAS Keduang, Wonogiri akibat adanya beban hujan 3 harian.

Lebih terperinci

KERENTANAN WILAYAH TANAH LONGSOR DI DAERAH ALIRAN CI CATIH, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

KERENTANAN WILAYAH TANAH LONGSOR DI DAERAH ALIRAN CI CATIH, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT UNIVERSITAS INDONESIA KERENTANAN WILAYAH TANAH LONGSOR DI DAERAH ALIRAN CI CATIH, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT SKRIPSI M. BARIED IZHOM 0806328562 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah merupakan alternatif lain dari pendekatan sektoral yang keduanya bisa saling melengkapi. Kelebihan pendekatan wilayah

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENELITIAN OLEH: ANITA NAOMI LUMBAN GAOL 061201012/ MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsorlahan merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Kejadian bencana alam ini kerap kali terjadi di saat musim penghujan. Intensitas curah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Mamasa

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR M a r w a n t o Jurusan Teknik Sipil STTNAS Yogyakarta email : marwantokotagede@gmail.com Abstrak Kejadian longsoran

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu)

Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu) Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu) Rahmawati Suparno Putri rahmawatisuparnoputri@ymail.com Totok Gunawan totokgunwan@yahoo.com Abstract This

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

TOMI YOGO WASISSO E

TOMI YOGO WASISSO E ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT POTENSI GERAKAN TANAH MENGGUNAKANSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA Artan Niki Alunita artan_niki@yahoo.com Projo Danoedoro projo.danoedoro@yahoo.com

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Semarang, maka diperlukan sarana jalan raya yang aman dan nyaman. Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas,

Lebih terperinci

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor, I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor, semakin tajam kemiringan lereng pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK UNTUK ZONASI RAWAN LONGSORLAHANDI SUB-DAS GINTUNG, KAB. PURWOREJO

ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK UNTUK ZONASI RAWAN LONGSORLAHANDI SUB-DAS GINTUNG, KAB. PURWOREJO ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK UNTUK ZONASI RAWAN LONGSORLAHANDI SUB-DAS GINTUNG, KAB. PURWOREJO Evita Pramudianti evitapramudianti@yahoo.co.id Danang Sri Hadmoko hadmoko@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu wilayah rawan longsor di bukit Ganoman Jalan Raya Matesih - Tawangmangu KM 03 + 400 04 + 100 Desa Koripan, Kecamatan Matesih,

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Longsorlahan Gerakan tanah atau yang lebih umum dikenal dengan istilah Longsorlahan (landslide) adalah proses perpindahan matrial pembentuk lereng berupa suatu massa tanah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Pengujian Sampel Tanah Berdasarkan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang tertera pada subbab 3.2, diperoleh hasil yang diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan dan pegunungan di daerah tropis seperti negara Indonesia. Longsor ialah

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE BISHOP/TRIANGLE (STUDI KASUS : KAWASAN MANADO BYPASS)

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE BISHOP/TRIANGLE (STUDI KASUS : KAWASAN MANADO BYPASS) ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE BISHOP/TRIANGLE (STUDI KASUS : KAWASAN MANADO BYPASS) Rony Palebangan, Arens E. Turangan, Lanny D. K. Manaroinsong Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam

Lebih terperinci

Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1. Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi dan Sains Bandung 2

Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1. Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi dan Sains Bandung 2 PEMODELAN DAMPAK PEMASANGAN INCLINED DRAIN HOLE PADA WALL PIT PT XXX TERHADAP PENURUNAN MUKA AIRTANAH Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1 Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 IDENTIFIKASI ZONA BIDANG GELINCIR DAERAH RAWAN LONGSOR HASIL PROSES TEKTONISME KOMPLEKS DI DISTRIK NAMROLE, KABUPATEN BURRU SELATAN, PULAU BURRU, MALUKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI

Lebih terperinci

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LAHAN KRITIS DAN EROSI (SILKER) MENGGUNAKAN FREE OPEN SOURCES SOFTWARE FOSS-GIS ILWIS Tahun ke 1 dari

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

: ROSMAWATI SITOMPUL / MANAJEMEN HUTAN

: ROSMAWATI SITOMPUL / MANAJEMEN HUTAN PERMODELAN SPASIAL DAERAH RAWAN BANJIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DELI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS SKRIPSI Oleh : ROSMAWATI SITOMPUL 041201016/ MANAJEMEN

Lebih terperinci