BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA. BEBERAPA ORANG BERSAMA-SAMA ATAU SUATU BADAN HUKUM. BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN KELUARGANYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA. BEBERAPA ORANG BERSAMA-SAMA ATAU SUATU BADAN HUKUM. BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN KELUARGANYA"

Transkripsi

1 BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA. BEBERAPA ORANG BERSAMA-SAMA ATAU SUATU BADAN HUKUM. BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN KELUARGANYA

2

3 BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA A. Cara Memperoleh Tanah Cara-cara memperoleh Tanah, apabila: a. Tanah Negara 1. Pemberian Tanah Negara Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum. Selanjutnya, pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan bahwa : tiap-tiap warga negara Indonesia, baik Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Sedangkan yang bukan warga negara Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak pakai atau hak sewa saja. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai semua hak atas tanah kecuali hak milik yang terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lebih lanjut mengenai cara memperoleh tanah, diatur dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, menjelaskan bahwa: Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak. Sedangkan tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tanah Negara yang belum dilekati hak sebelumnya bisa diperoleh atau diberikan berdasarkan penetapan pemerintah berdasarkan ketentuan yang berlaku. 2. Dasar Hukum Cara Memperoleh Tanah Negara Kewenangan pemberian hak atas tanah dilaksananakan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan

4 Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa : Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum. Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa : Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberikan keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III. Selain dari pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara di atas, dasar hukum tata cara memperoleh tanah Negara juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. 3. Tata Cara/Prosedur Permohonan Hak Atas Tanah Negara Tata cara permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah Negara diawali dengan syarat-syarat bagi pemohon. dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan menentukan bahwa : Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas tanah negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya melikputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam permohonan tersebut memuat keterangan mengenai pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik serta keterangan lainnya berupa keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon serta keterangan lain yang dianggap perlu. Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri Negara Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk diproses lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu sebagai berikut : a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik. b) Mencatat dalam formulir isian. c) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian

5 d) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah lengkap dan telah diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran haknya ke Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai tanda lahirnya hak atas tanah tersebut. b. Tanah Hak 1. Pengertian Tanah Hak Tanah Hak adalah tanah yang sudah dilekati atau dibebani dengan suatu hak tertentu. Tanah Hak tersebut misalnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai. Tanah Hak dapat diperoleh dengan cara pelepasan hak atas tanah/pembebasan tanah, pemindahan hak atas tanah, dan pencabutan hak atas tanah. 2. Pelepasan /Pembebasan Tanah Pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah merupakan 2 (dua) cara untuk memperoleh tanah hak, di mana yang membutuhkan tanah tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Sedangkan pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Kedua perbuatan hukum di atas mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya dilakukan untuk lahan tanah yang luas, sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat dari yang memiliki tanah, dimana ia melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyerahan sukarela ini yang disebut dengan melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang menyatakan bahwa: Hak milik hapus bila: a) tanahnya jatuh kepada Negara: 1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya 3. karena diterlantarkan 4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2 b) tanahnya musnah. 3. Pemindahan Hak Atas Tanah Pemindahan hak atas tanah

6 adalah perbuatan hukum pemindahan hak-hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Pemindahan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya. Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah ditempuh apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan, yaitu apabila tanah yang tersedia adalah tanah hak lainnya yang berstatus HM, HGU, HGB, dan Hak Pakai maka dapat digunakan cara perolehan tanahnya melalui pemindahan hak misalnya dalam bentuk jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya. 4. Pencabutan Hak Atas Tanah Dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah diatur oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas adalah Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, dan Inpres No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ini merupakan pelaksanaan dari asas dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yaitu bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Sejalan dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan

7 Dasar Pokok-pokok Agraria di atas, Effendi Perangin (1981: 38) menambahkan bahwa: Pencabutan hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria adalah pengambil-alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum. Pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah hak yang diperlukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum setelah berbagai cara melalui musyawarah tidak berhasil Materi Hukum, "Pendaftaran Tanah dan Cara Memperoleh Tanah Negara, Wordpress, diakses dari a/,pada tanggal 1 April 2016 pukul Tanah-tanah yang haknya dapat dimohonkan adalah apabila tanah yang tersedia berstatus : 1. Tanah Negara Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Langsung dikuasai yang artinya tidak ada hak pihak lain di atas tanah itu. Tanah itu yang disebut juga tanah Negara bebas. 16 Dalam pengertian ini termasuk tanah Negara yang berasal dari pembebasan hak atau pelepasan hak untuk kepentingan pihak lain. Yang melalui tata cara tersebut diperoleh tanah dengan hak-hak atas tanah yang primer, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai. 17 Menurut Effendi Perangin dalam bukunya yang berjudul Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Tanah Negara yang ada sekarang berasal dari: a) Sejak Semula Tanah Negara Tanah yang sejak semula berstatus tanah Negara, berarti di atas tanah itu belum pernah ada hak pihak tertentu selain Negara. Dalam sistem Hukum Tanah sebelum UUPA berlaku, ditetapkan asas bahwa Negara adalah pemilik tanah apabila tidak ada orang/badan yang dapat membuktikan bahwa tanah itu adalah miliknya. Asas itu disebut asas domein. Namun setelah berlakunya UUPA, sejak tanggal 24 September 1960, asas domein dicabut. Sejak itu Negara tidak lagi sebagai pemilik tanah yang disebut asas domein, tetapi beralih menjadi penguasa tanah. Negara sebagai penguasa yang menguasai tanah diseluruh kawasan 16 Effendi Perangin, op. cit., hlm. 3 Irene Eka Sihombing, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta,2005, hlm Negara Republik Indonesia, baik yang sudah ada hak orang diatasnya maupun yang bebas dari hak orang. b) Bekas Tanah Partikelir Pemerintah Hindia Belanda dulu banyak menjual tanah kepada badan hukum atau orang tertentu. Orang itu pada umumnya adalah orang Tionghoa, Arab dan Belanda. Dan biasanya tanah yang dijual itu sangat luas rata-rata diatas 10 ha. Jual-beli itu sedemikian rupanya, sehingga si pembeli juga berhak mengatur pemerintahan kedua dikawasan tanah yang dibelinya. Ia berhak membuat peraturan yang berlaku bagi warga Negara yang berada di atas tanah itu. Peraturan itu biasanya bertujuan memeras warga dan mengolah tanah itu sehingga sipemilik memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Peraturan itu biasanya mewajibkan penduduknya kerja paksa dan pembayaran pajak paksa. Karena demikian, maka pada tahun 1958, melalui UndangUndang Penghapusan Tanah Partikelir (UU No.1/1958) maka semua tanah partikelir di Indonesia dihapuskan, karena penghapusan itu, maka tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara. c) Bekas Tanah Hak Barat Pada 24 September 1980, bekas tanah Hak Barat telah habis jangka waktu berlakunya (kecuali yang sudah dikonversi menjadi hak milik). Tanah itu semuanya menjadi tanah Negara. d) Bekas Tanah Hak

8 Tanah hak adalah tanah yang diatasnya ada hak seseorang atau badan hukum. Suatu tanah hak dapat menjadi tanah Negara karena hak yang ada di atasnya: - Dicabut oleh yang berwenang; - Dilepaskan secara sukarela oleh yang berhak; - Habis jangka waktunya; - Karena pemegang hak bukan subjek hak Tanah Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan meemberikan wewenang kepada pemegangnya untuk: a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan peksanaan usahanya; c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian ha katas tanah kepada pihak ketiga dilakukan oleh pejabat yang berwenang. 19 B. Subjek Yang Berhak MemohonDan Instansi Pemerintah Yang Berwenang Memberikan Hak Atas Tanah Dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria disebutkan bahwa: Effendi Perangin, op. cit., hlm. 4 Ibid, hlm.8 tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya Dan yang bukan merupakan Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang memiliki perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak pakai atau hak sewa saja. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 42 dan pasal 45 Undang-undang Pokok Agraria Pasal 42. Yang dapat mempunyai hak pakai ialah 1. warga-negara Indonesia; 2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

9 dan berkedudukan di Indonesia; 4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pasal 45. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah: 1. warga-negara Indonesia; 2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 huruf b dan Pasal 36 ayat 1 huruf b, Undan-undang Nomor 5 Tahun 1960, untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia berhak mendapatkan semua hak atas tanah terkecuali pada hak milik yang terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1963 dalam pasal 1, Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah adalah: 1. bank-bank milik Negara; 2. koperasi pertanian; 3. badan-badan sosial dan keagamaan tertentu. 20 Dalam pemberian hak-hak atas tanah yang dimohon, pejabat yang diberi kewenangan untuk memberikan hakatas tanah tersebut adalah: 1. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap Provinsi; 3. Kepala Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap Kabupaten/Kota. 21 Dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara, maka peraturan perundangan yang ada sebelumnya menjadi tidak berlaku.22 Peraturan ini mengatur sebagai berikut: Didalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999, pasal 2 disebutkan: 20 Ibid, hlm.15 Irene Eka Sihombing, op. cit., hlm Boedi Djatmiko, Tanah Negara dan Wewenang Pemberian Haknya, Blogspot, diakses dari pada tanggal 27 Maret 2016, pukul (1) dengan peraturan ini kewenangan pemberian hak atas tanah secara individual dan secara kolektif, dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah dilimpahkan sebagian kepada kepala

10 kantor wilayah BPN atau Kepala kantor Pertanahan kabupaten / kotamadya (2) pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan ini meliputi pula keewenangan untuk menegasan bahwa tanah yang akan diberikan dengan sesuatu hak atas tanah adalah tanah Negara; (3) dalam hal tidak ditentukan secara khusus dalam pasal atau ayat yang bersangkutan, maka pelimpahan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya meliputi kewenangan mengenai hak atas tanah Negara yang sebagian kewenangan mengusai dari Negara tidak dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan hak pengelolaan. Kewenangan Kepala Kantor untuk memberikan hak diatur dalamperaturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 pasal 3, 4 dan 5 sebagai berikut: Hak milik (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, pasal 3), Kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai: 1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih 2. pemberian hak milik atas atanh non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha; 3. pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: a. transmigrasi; b. redistribusi; c. Konsolidasi; d. pendaftaran tanah secara masal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik Hak Guna Bangunan (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, pasal 4), Kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai: a. pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna bangunan; b. semua pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan; Hak Pakai (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, Pasal 5), Kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi

11 keputusan mengenai: a.pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha; b.pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000m2, c.semua kecuali pemberian mengenai hak pakai tanah bekas hak atas tanah hak guna usaha; pengelolaan; didalam pasal 6 perubahan hak, kepala kantor pertanahan memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan hak guna usaha menjadi hak lain; Kewenangan Kantor Wilayah BPN Propinsi diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 pasal 7, 8, 9 dan 10 sebagai berikut: PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 7, kepala kantor wilayah BPN propinsi memberi keputusan mengenai: 1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha; 2. pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5000m2, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten / kota madya sebagaimana dimaksud dalam pasal 3; PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 8 hak guna usaha, kepala kantor wilayah BPN propinsi memberikan keputusan mengenai pemberian hak guna usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 ha. PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 9 hak guna bangunan, kepala kantor wilayah BPN Propinsi emberi keputusan mengenai pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari m2, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor pertanahan kabupaten / kotamadya. PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 10

12 Hak pakai, Kepala kantor wilayah BPN Propinsi memberi keputusan mengenai: a. pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha. b. Pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari m2 kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada kantor pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaiman dimaksuf dalam pasal 5; PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 11 pemberian hak lain, Kepala kantor wilayah BPN Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah yang sudah dilimpahkan kewenangan pemberiannya kepada kepala kantor pertanahan kabpaten / kotamadya sebagaimana dimaksud dalam bab II apabila atas laporan kepala kantor pertanahan kabupaten /kotamadya hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan dilapangan. PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 12 pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah, Kepala kantor wilayah BPN propinsi memberi keputusan mengenai: a. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya yang terdapat cacat hukum dalam penerbitannya b. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberian nya dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya dan kepada kepala kantor wilayah BPN propinsi, untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 13, Menteri Negara Agraria / kepala BPN menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum. Selanjutnya didalam Pasal 14 disebutnya: (1) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala Kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III (2) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tamah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaimana dimaksud bab II dan III apabila atas laporan kepala kantor wilayah BPN ptropinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan dilapangan. C. Tahapan Cara Proses Permohonan Hak Atas Tanah Dan Syarat Untuk Memperoleh Hak Atas Tanah Di Indonesia Menurut S.Chandra dalam bukunya berjudul Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan syarat yang harus dipenuhi dalam permohonan hak atas tanah pertama kali untuk status tanah: 1. Penegasan Hak Atas Tanah Penegasan Hak Atas Tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional, yaitu mengenai penegasan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik adat, ditegaskan untuk pemohon melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan dengan pemenuhan syarat permohonan, sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon, c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan; d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan; e. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, yakni i. Surat bukti hak milik yang terbit berdasarkan peraturan swapraja; ii. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No 9/1959; iii. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi setelah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; iv. Petuk pajak bumi/landrente, Girik, Pipil, Kiktir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No 10/1961 v. Akta

13 pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/ Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan. vi. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, vii. Akta ikrar wakaf/ akta pengganti ikrar wakaf/ surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah No 28/1977 dengan disertai alas hak wakafnya viii. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang berwenang yang tanahnya belum dibukukandengan disertai alas hak yang dialihkan ix. Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh pemerintah daerah, atau x. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak atas tanah yang dialihkan xi. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II, VI, dan VII Ketentuanketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria xii. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakunya Undang- Undang Pokok Agraria Pengakuan Hak Atas Tanah Pengakuan Hak Atas Tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional, yaitu sehubungan dengan pengakuan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik adat yang diakui melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan dengan memenuhi persyaratan permohonan, yakni sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi KTP atau identitas dari pemohon; c. Fotokopi KTP atau identitas dari penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika pemohonnya dikuasakan; d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan; e. Bukti tertulis hak atas tanah asli disertai dengan i. Surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah ii. Surat keterangan dari kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat Pemberian Hak Atas Tanah Pemberian hak atas tanah adalah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional, yaitu pemberian hak atas tanah kepada pemohon yang berasal S.Chandra, op.cit., hlm.51 Ibid, hlm.53 dari tanah Negara melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan, dengan melengkapi persyaratan permohonan sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon; c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan; d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan; e. Surat pernyataan tanda batas sudah dipasang; f. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, atau g. Apabila tidak ada bukti lainnya maka dibuat surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah dan didukung oleh surat keterangan kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh tetua masyarakat setempat Hak Milik Tanah Wakaf Hak Milik Tanah Wakaf adalah keputusan Badan Pertanahan Nasional, yaitu mengenai hak milik atas tanah wakaf yang diberikan kepada pemohon, baik yang berasal dari tanah yang sudah ada haknya maupun tanah Negara melalui prosedur peralihan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan, dengan melengkapi persyaratan permohonan sebagai berikut: a. Surat permohonan; 25

14 Ibid, hlm 55 b. Fotokopi KTP atau identitas diri wakaf; c. Fotokopi KTP atau identitas diri nadzir; d. Fotokopi surat pengesahan nadzir; e. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika pemohonnya dikuasakan; f. Akta ikrar wakaf; g. Sertifikat hak atas tanah asli; atau h. Bukti tertulis hak atas tanah lainnya, yakni: i. Surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah, dan ii. Surat keterangan dari kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan merupakan Keputusan Badan Pertanahan Nasional mengenai pemberian hak pengelolaan kepada pemohon, baik yang berasal dari tanah Negara maupun tanah hak pengelolaan melalui prosedur perolehan sertifikat hak di kantor pertanahan dengan pemenuhan persyaratan sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon; 26 Ibid, hlm.56 c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika pemohonnya dikuasakan; d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan; e. Fotokopi anggaran dasar perusahaan; f. Fotokopi keputusan pejabat berwenang atau akta pendirian perusahaan disahkan menteri; g. Bukti penguasaan tanah berdasarkan bukti data yuridis dan bukti data fisik; h. Bukti pelepasan tanah kawasan hutan jika objek berasal dari tanah kawasan hutan; i. Bukti izin lokasi; j. Bukti penunjukkan dari pemegang hak pengelolaan jika objek berasal dari tanah hak pengelolaan. 27 Syarat permohonan hakatas tanah terdiri atas 2 jenis yaitu syarat umum dan syarat khusus. 1. Syarat Umum : 1. Surat /Blanko Permohonan 2. Identitas Pemohon 3. Identitas Kuasa/Surat Kuasa (apabila dikuasakan) 4. SPPT PBB (NJOP) 2. Syarat Khusus : 1. Pengukuran dan Pemetaan Fotocopi suratsurat tanah/ijin lokasi 27 Ibid, hlm.60 Sket lokasi Surat pernyataan batas dan luas tanah bermeterai cukup 2. Pemberian/Pembaharuan Hak a. Surat Pernyataan riwayat tanah/bukti perolehan tanah bermeterai, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh Kepala Desa/Kelurahan. b. Surat pernyataan telah memasang tanda batas bidang tanah (bermeterai) c. Hak Milik untuk Badan Keagamaan/Badan Sosial : - SK Penunjukan badan Hukum - Surat pernyataan Penggunaan Tanah oleh Pemohon. d. Hak Milik untuk Bank-Bank Pemerintah - SK Penunjukan badan Hukum - Surat pernyataan penggunaan tanah - Surat Rekomendasi dari Kepala BPN e. Hak Milik untuk perkumpulan koperasi pertanian - Surat Rekomendasi dari Kepala BPN f. HGU Badan Hukum - Ijin Lokasi - Ijin Usaha - SK Pelepasan Kawasan Hutan (apabila berasal dari kawasan Hutan) - Penyerahan dari masyarakat adat (apabila tanahnya berasal dari tanah adat/ulayat)

15 - Rekomendasi dari menteri pertambangan (apabila tanahnya terletak pada kawasan pertambangan) -Persetujuan dari BKPM (apabila menggunakan fasilitas PMA/PMDN) g. Hak Pakai Badan Hukum - Ijin Lokasi (sesuai ketentuan yang berlaku) h. Hak Pengelolaan - Proposal pengusahaan tanah jangka penjang dan jangka pendek - SK Pencadangan tanah dari Gubernur/Bupati (untuk program Transmigrasi) i.untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Pusat (Departemen/LPND/BUMN) - Ijin Pelepasan dari Menteri BUMN (asset BUMN) - Ijin Pelepasan dari Menkeu (asset Departemen, LPND) - SK Persetujuan DPR/Presiden/Menkeu (perolehan tanah setelah UU No. 1 tahun 2004) - SK Pelepasan dari Menteri Pengguna asset - Berita Acara Pelepasan Hak - Bukti Sertipikat Tanah atas nama Departemen/LPND/BUMN j. Untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Propinsi dan BUMD - Ijin Mendagri (perolehan tanah sebelum otda) - Persetujuan dari DPRD Propinsi - Persetujuan Gubernur - Berita Acara penghapusan Asset k.untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan BUMD - Ijin Mendagri (perolehan tanah sebelum otda) - Persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota - Persetujuan Bupati/Walikota - Berita Acara penghapusan asset l. Untuk tanah yang berasal dari pemerintah desa - Surat Pernyataan Penguasaan fisik - Penetapan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi - Berita Acara serah terima tanah Pengganti - Akte/Surat pelepasan hak atas tanah Kas Desa yang dibuat dihadapan Camat/Kepala Kantor Setempat - Foto Copi Petok D/Girik/Letter C Desa yang dilegalisir oleh kepala desa setempat (bagi yang sudah terdaftar dalam buku c desa) - Fotocopi sertipikat tanah pengganti atas nama Pemerintah desa yang bersangkutan (jika perolehannya berasal dari tukar menukar) m. Untuk tanah yang berasal dari Bekas Milik Asing/badan hukum - Rekomendasi Tim Asistensi Propinsi - Persetujuan Menkeu cq. Dit Perbendaharaan - Berita Acara Penaksiran oleh Tim Interdep - Bukti pelunasan pembayaran tanah yang dimohon - Surat pernyataan tidak sengketa - Surat

16 pernyataan tanah-tanah yang dipunyai pemohon. n. Untuk Tanah yang berasal dari P3MB/Prk. 5 - Surat ijin penghunian dari instansi yang berwenang - Surat dari kantor imigrasi - Surat keterangan dari lembaga versiuis, badan peradilan, instansi pajak - Pengumuman di media cetak - Ijin membeli (dari BPN) - Berita Acara penaksiran oleh tim Penaksir o. HGB/HP diatas Tanah Hak Pengelolaan - Surat perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah yang memuat antara lain : perjanjian pemanfaatan tanah HPL p. Perpanjangan jangka waktu Hak Atas Tanah - Sertipikiat Hak Atas Tanah - Rekomendasi dari Instansi Terkait (Apabila diperlukan) - Surat pernyataan tidak sengketa q. Perpanjangan jangka waktu Pembayaran Uang Pemasukan kepada Negara dan Pendaftaran Hak Atas Tanah - Surat Keputusan Pemberian Hak Atas tanah - Keterangan alasan keterlambatan pembayaran 3. Ralat Surat keputusanpemberian/pembaharuan Hak Atas Tanah a. SKPH b. Keterangan alas an permohonan ralat 4. Peralihan Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Tanah Wakaf a. Sertipikat Hak Atas Tanah b. Akta PPAT atau Risalah Lelang atau Putusan Pengadilan atau akta ikrar wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf c. Bukti pembayaran BPHTB 5. Pengakuan Hak dan Penegasan Hak/Konversi a. Bukti pemilikan bekas hak lama b. Pernyataan penguasaan oleh yang bersangkutan 6. Pendaftaran Tanah Wakaf a. Surat pengesahan sebagai nadzir b. Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) c. Surat-surat tanah atau sertipikat 7. Pendaftaran, Cessi/Subrogasi dan Roya Hak Tangungan a. Pendaftaran Hak Tanggungan - Sertipikat hak Atas Tanah Asli - Lembar ke 2 APHT - Salinan APHT - SKMHT (bila ada) b. Roya Hak Tanggungan - Sertipikat Hak Atas Tanah - Sertipikat hak Tanggungan - Concent Roya (apabila sertipikat Hak Tanggungan tidak dapat diserahkan - Surat Keterangan tentang hapusnya hak tanggungan yang dibuktikan dengan : Þ Pernyataan kreditor bahwa hutangnya lunas atau Þ Risalah lelang atau Þ Penetapan pengadilan tentang kepailitan kreditor c. Peralihan Hak Tanggungan - Sertipikat Hak Atas Tanah - Sertipikat hak Tanggungan - Akta Cessie atau Akta Subrogasi 8. Pencatatan dan Pengangkatan Sita Jaminan, Blokir dan Catatan lainnya a. Pencatatan (permohonan blokir, sita jaminan dan catatan lainnya) - Untuk perorangan (hanya untuk permohonan blokir) - Surat gugatan (apabila ada) - Untuk pro justita - Surat dari pengadilan negeri, Jaksa, Polisi, Kantor Lelang, atau instansi lain yang berwenang. - Berita Acara dan Salinan Penetapan Sita Jaminan b. Penghapusan - Untuk perorangan (hanya untuk permohonan blokir) - Batas waktu telah berakhir (apabila tidak diikuti dengan gugatan) -Untuk Pro Justita - Surat pemberitahuan pengakuan sita jaminan, blokir dan catatan lain dari Pengadilan Negeri, Jaksa, Polisi Kantor Lelangatau instansi lain yang berwenang. - Berita Acara dan Salinan Penetapan Pengangkatan Sita Jaminan 9. Perubahan/Ganti Nama Sertipikat a. Keterangan perubahan dari Notaris (untuk Badan Hukum) b. Penetapan Pengadilan (untuk perorangan yang tunduk pada hukum perdata) c. Surat pernyataan yang dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat d. Keputusan pejabat yang berwenang perubahan 10. Perubahan Hak Atas Tanah a. Perubahan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan /Hak Pakai menjadi Hak Milik untuk Rumah Susun - Sertipikat Hak Guna Bangunan /Hak Pakai (luas tidak lebih dari 200 M2 untuk perkotaan atau tidak lebih dari 400 M2 untuk luar perkotaan) - Akta

17 Jual Beli / Surat Perolehan (tidak lebih dari Rp ,-) - Surat persetujuan dari Debitor (jika dibebani Hak Tanggungan) b. Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai - Sertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan - Kutipan Risalah Lelang - Surat Persetujuan dari Debitor (jika dibebani Hak Tanggungan) 11. Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan Hak a. Sertipikat Hak Atas Tanah b. Ijin/Rekomendasi (bagi yang memerlukan ijin/rekomendasi) 12. Sertipikat Pengganti a. Sertipikat yang rusak atau sertipikat blanko lama b. Surat keterangan dari kepolisian dan pengumuman (bagi sertipikat hilang) 13. Pembatalan Hak Atas Tanah a. Sertipikat atau pengumuman (jika sertipikat tidak dapat dilampirkan) b. Salinan putusan pengadilan dan Berita Acara Eksekusi (apabila didasarkan pada putusan pengadilan) 14. Pengecekan sertipikat dan permohonan SKPT Sertipikat hak Atas tanah dan atau fotocopinya 15. Fotocopi warkah (ijin tertulis dari Kakanwil BPN) 16. Pendaftaran tanah hasil Redistribusi (Sertipikat hak atas Tanah) 17. Mediasi dan Fasilitas Bidang Pertanahan a. Peta bidang tanah/surat ukur b. Data kepemilikan penguasan tanah c. Fotocopi sertipikat/buku tanah, SK pemberian Hak Atas Tanah d. Dokumen-dokumen mengenai obyek tanah e. Surat lain yang berkaitan dengan obyek tanah 18. Ijin Perubahan Penggunaan tanah pertanian ke Non Pertanian a. Fotocopi tanda bukti hak tanah/sertipikat b. Surat pernyataan permohonan c. Rencana kegiatan pembangunan dari pemohon d. Denah/Gambar rencana pembangunan 19. Ijin Peralihan hak Tanah Pertanian a. Tanda Bukti hak Tanah (sertipikat atau kutipan C desa) b. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) c. Surat pernyataan pemohon. 28 Menurut Sunario Basuki, urut-urutan permohonan untuk memperoleh hak atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan hak dengan mengisi formulir Permohonan Hak yang tersedia dengan dilampirkan surat-surat yang diperlukan mengenai pemohon dan surat-surat tanah yang dimohonkan hak atas tanahnya. Surat permohonan diajukan kepada pejabat yang berwenang memberikan hak sesuai dengan: a. Jenis hak yang dimohon; b. Peruntukan tanahnya (tanah pertanian atau non pertanian); c. Luas tanah yang dimohon. Permohonan ini diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi Desa/Kelurahan letak tanahnya. Dalam mengajukan permohonan hak, pemohon melampirkan: 1) Surat-surat bukti perolehan tanahnya; 2) Surat-surat tentang Pemohon ( Orang atau Badan Hukum); 3) Surat-surat tentang prosedur, antara lain biaya yang harus dibayar terlebih dahulu. Sebelum menerima Surat Keputusan Pemberian Hak membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Kegiatan Kantor Pertanahan 28 Herman, Syarat-syarat Permohonan Hak Atas Tanah, Blogspot, diakses dari pada tanggal 27 Maret, pukul Kepala Kantor Pertanahan memeriksa surat-surat dan kelengkapan datanya tentang tanah yang dimohon dan pemohonnya. Dibantu panitia pemeriksa Tanah (Panitia A atau Panitia B), dibuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah. Surat rekomendasi (dikabulkan atau ditolak) permohonan hak yang bersangkutan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang memberikan hak. Penerbitan Surat

18 Keputusan Pemberian Hak (SKPH) oleh pejabat yang berwenang memberikan hak dan disampaikan kepada penerima hak dan Kepala Kantor Pertanahan dimana bidang tanah hak tersebut terletak. 3. Penerima Hak Berdasarkan SKPH yang diterima, penerima hak memenuhi kewajibannya sehubungan dengan pemberian hak, sebagai berikut: a. Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) b. Membayar uang pemasukan c. Mendaftarkan hak yang bersangkutan di Kantor Pertanahan (Kabupaten/Kota) Penetapan besarnya uang pemasukan sejak tanggal 27 Agustus 2002 diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Sehubungan dengan penguasaan tanahnya penerima hak atas tanah berkewajiban: 1) Memelihara tanda-tanda batas 2) Menggunakan tanahnya secara optimal 3) Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah 4) Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup 5) Kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya Apabila penerima hak tidak memenuhi kewajibannya, Menteri dapat membatalkan haknya (Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN Nomor 9 Tahun 1999) 4. Proses Pendaftaran Hak Yang Bersangkutan Kepala seksi pendaftaran tanah membukukan hak yang bersangkutan dalam buku tanah dan mencantumkan nomor urut hak yang bersangkutan di Kelurahan/Desa letak tanahnya dan dilampirkan Surat Ukur pada Buku Tanah tersebut. Surat ukur telah dibuat terlebih dahulu setelah bidang tanah tersebut ditetapkan batas-batasnya dan

19 diukur luasnya berdasarkan Peta Pendaftaran. Menyalin data tersebut dalam Salinan Buku Tanah sebagai bagian dari Sertifikat Hak Atas Tanah bersama Surat Ukur. 5. Pemegang Hak Kepada pemegang hak diserahkan Sertifikat (terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur) sebagai tanda bukti haknya. Apabila proses tersebut sudah dilaksanakan, kapan hakatas tanah yang diproses lahir? Hak atas tanah yang diperoleh karena pemberian hak, lahir (terjadi) pada saat dibuatkan buku tanah hak yang bersangkutan (pendaftaran pertama kali), yaitu dicatat jenis haknya, dan nama pemegang haknya. Secara yuridis ditetapkan tanggal lahirnya hak yang bersangkutan secara pasti, yaitu hari kerja ke tujuh terhitung sejak surat-surat untuk keperluan pendaftaran hak yang bersangkutan dinyatakan lengkap. Kepala seksi pendaftaran hak memberikan surat tanda terima kepada penerima hak. Dalam permohonan hak ini, fungsi pendaftaran tanah adalah: 1) Untuk keperluan pembuktian 2) Sebagai syarat konstitutif (syarat yang harus dipenuhi untuk lahirnya hak yang bersangkutan) Irene Eka Sihombing, op. cit., hlm.61

20

BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA. beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum. bagi diri sendiri maupun keluarganya.

BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA. beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum. bagi diri sendiri maupun keluarganya. BAB II TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA A. Cara Memperoleh Tanah Cara-cara memperoleh Tanah, apabila: a. Tanah Negara 1. Pemberian Tanah Negara Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BPN-RI NOMOR 6 TAHUN 2008 PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 4. Peraturan Menteri Negara

Lebih terperinci

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya, belum mendapatkan perlindungan hukum yang sepenuhnya atas sertifikat yang dimilikinya karena sewaktu-waktu masih dapat diganggu oleh pihak lain. Meskipun sertifikat telah diterbitkan, pemegang hak atas

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.D. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.D. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph. LAMPIRAN I : PERATURAN KEPALA BPN RI NOMOR 6 TAHUN 2008 LAMPIRAN II : PERATURAN KEPALA BPN RI NOMOR 6 TAHUN 2008 PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT 1. Undang-Undang Nomor Nomor 24 Tahun. Nomor 46 Tahun

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH MELALUI PENEGASAN KONVERSI MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Calvin Brian Lombogia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Mengenai tata cara memperoleh hak atas tanah, Hukum Tanah Nasional (HTN) menyediakan

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK DI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG LUASNYA TIDAK LEBIH DARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Negara 2.1.1 Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu

Lebih terperinci

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN TERLETAK PADA KOORDINAT : 112

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah? 16 Januari 2016 Pertanyaan: Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah? Ringkasan Jawaban: 1. Surat tanah yang ada di Indonesia bermacam-macam, dan dibagi ke dalam dua kelompok garis besar,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun 2.1.1 Pengertian Seputar Rumah Susun Rumah susun sebagaimana diatur oleh Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN PERUBAHAN DATA PENDAFTARAN TANAH

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak BAB V PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Milik TNI AD Pelaksanaan redistribusi milik Kodam V/Brawijaya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak Ir.Heru

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 14 BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah

I. PENDAHULUAN. sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah salah satu kebutuhan hidup manusia, ia memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah dengan segala kebutuhannya

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA PEMERIKSAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM

FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM ISSN : NO. 0854-2031 TERAKREDITASI BERDASARKAN SK.DIRJEN DIKTI NO.55a/DIKTI/KEP/2006 FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM Haryati * ABSTRACT To get legal certainty and legal

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 19 TAHUN 1989 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN KONFIRMASI PENCADANGAN TANAH, IZIN LOKASI DAN PEMBEBASAN TANAH, HAK ATAS

Lebih terperinci

TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN

TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN Yoga Dwi Santosa Sarjana Hukum Program Sarjana Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABTRAKSI Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN

PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 22 September 2016 PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN Rapat Koordinasi Tata Laksana

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 10 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 2. 1. TINJAUAN TENTANG TANAH DAN HAK YANG MELEKAT DI ATASNYA Pengaturan tanah di wilayah Indonesia tercantum

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa Biaya Pendaftaran Tanah sebagaimana

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENDAFTARAN TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN II.1. PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PADA PENDAFTARAN TANAH Sejak berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH [[[ SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

WALIKOTA LHOKSEUMAWE WALIKOTA LHOKSEUMAWE QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LHOKSEUMAWE, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA BADAN PERTANAHAN NASIONAL STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN (SPOPP) BADAN PERTANAHAN NASIONAL PUSAT KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA BUKU IV KOMPUTER BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEMBUATAN AKTA ATAU RISALAH LELANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 3 Tahun 2010 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. dengan Hak Milik adalah: Hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

BAB II. A. Tinjauan tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. dengan Hak Milik adalah: Hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat BAB II AKIBAT HUKUM KEDUDUKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PROSES PENDAFTARAN GANTI NAMA TERHADAP PERUBAHAN DARI PERUSAHAAN DAERAH MENJADI PERSEROAN TERBATAS PADA BANK SUMUT A. Tinjauan tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci