Nun jauh di pedalaman ujung baratdaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Nun jauh di pedalaman ujung baratdaya"

Transkripsi

1 nung! Konsep Mandala dalam Dunia Urang Kanekes Sebuah Tinjauan dari Luar * Rain Kamandak Urang Kanekes dicemooh sekaligus dipuji. Dicemooh sebab mereka dianggap sebagai masyarakat terbelakang yang bodoh. Ukuran keterbelakangan dan kebodohan di sini subjektif, yakni karena menolak berbagai institusi dan produk dunia modern. Namun, mereka juga dipuji, justru, karena prinsip hidup yang membuat mereka menolak berbagai institusi dan produk dunia modern itu. Three Sacred Circles Atma Drackonia Nun jauh di pedalaman ujung baratdaya Pulau Jawa, tinggallah sebuah masyarakat adat sub-etnis Sunda. Mereka tinggal di kawasan Gunung Kendeng, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Orang-orang mengenal mereka sebagai Orang Baduy. Ada juga yang menyebut mereka Orang Rawayan. Hanya sedikit orang yang menyebut mereka Urang Kanekes (baca: Kanékés). Apa pun sebutannya, yang dimaksud adalah satu komunitas adat di Banten yang masih memegang teguh norma-norma yang diwariskan dari leluhurnya. * Sebuah tinjauan hipotetis. Penulis menyusunnya hanya berdasarkan studi tangan kedua (literatur), tidak secara langsung berinteraksi dengan komunitas yang diteliti. Orang Baduy atau Urang Kanekes? Penulis pernah mendapat informasi lisan bahwa komunitas tersebut enggan disebut sebagai Orang Baduy bahwa sebutan itu diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut sebagai ejekan. Informasi ini juga banyak Penulis temukan dalam berbagai literatur yang membahas atau menyinggung masyarakat adat ini. Konon, sebutan Orang Baduy berasal dari para peneliti Belanda yang, agaknya, mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat nomad (tidak 22 Jawara Majalah Kebudayaan No Jawara Majalah Kebudayaan No

2 menetap). Mereka menyebutnya badoe i, badoej, badoewi, Urang Kanekes, dan Rawayan. 1 Istilah ini berkonotasi kurang baik karena berkenaan dengan kelompok pengembara padang pasir di tanah Arab yang dipandang rendah peradabannya 2 atau kaum pedalaman gurun yang menolak ajaran Islam yang dibawa Muhammad Rasulullah. Dari sini, besar kemungkinan bahwa sebutan Baduy merupakan penamaan pejoratif yang berasal dari masyarakat sekitarnya yang telah beradab dan telah memeluk agama Islam. 3 Karena itulah, mereka enggan disebut dengan panggilan yang mencemooh itu. Mereka lebih suka menyebut diri sebagai Urang Kanekes, sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka, seperti Urang Cibeo, Urang Cikartawana, atau Urang Cikeusik. Ada kemungkinan lain bagi sebutan Orang Baduy itu, yakni karena adanya Sungai Cibaduy dan Bukit Baduy di bagian utara wilayah mereka. 1 Judistira K. Garna, Orang Baduy dari Kanekes : Ketegaran dalam Menghadapi Tantangan Zaman. Makalah dalam Seminar Sehari dengan Orang Baduy (Museum Negeri Jawa Barat, Bandung, 1992): 2. 2 Edi S. Ekajati, Kebudayaan Sunda, Suatu Pendekatan Sejarah ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1995): Syarif Moeis, Konsep Ruang dalam Kehidupan Orang Kanekes. Makalah dalam Diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah (FPIPS UPI, Bandung, 2010), SEJARAH/ SYARIF_MOEIS/ MAKALAH 1.pdf (Diakses 3 April 2016). Kata mandala yang berarti wilayah kekuasaan lembaga keagamaan diserap dari bahasa Sanskerta dan berarti lingkaran suci. Namun, mengasalkan sebutan Orang Baduy kepada gunung yang ada di wilayah mereka mungkin anakronistik. Bisa jadi, Sungai Cibaduy dan Bukit Baduy baru diberi nama demikian, justru, setelah mereka bermukim di sana dan sebutan sebagai Orang Baduy sudah dilekatkan kepada mereka. Meskipun demikian, informasi bahwa mereka lebih suka menyebut diri sebagai Urang Kanekes ini dibantah oleh Ayah Mursid Wakil Jaro Cibeo. Menurutnya, istilah Baduy diambil dari nama sungai (Cibaduy) atau bukit (Baduy) yang berada di kawasan mereka, sementara istilah Kanekes adalah sebutan yang terhitung baru dan berhubungan dengan dibentuknya Jaro Pamarentah di Kanekes. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Jaro Dainah sebagai Jaro Pamarentah Desa Kanekes yang mengatakan bahwa Kanekes adalah nama desa, Baduy nama masyarakatnya. 4 Ala kulli hal, apa pun penyebabnya, disanggah atau diterima, mereka telanjur telah dikenal sebagai Orang Baduy: sebuah masyarakat adat di Banten yang memegang teguh ajaran para leluhur untuk berperilaku selaras dan menghormati tanah tempat mereka hidup, sesuai dengan tugas mereka. Dalam tulisan ini, Penulis akan menyebut mereka, berdasarkan daerah tempat tinggal mereka, sebagai Urang Kanekes dengan bunyi /é/ dalam pengertian yang serupa dengan sebutan orang Balaraja, orang Kronjo, atau orang Serang. Urang Kanekes dan Konsep Mandala Tugas Urang Kanekes adalah melakukan tapa (bekerja, beraktivitas) di mandala. Hal itu karena, dalam sejarah masyarakat Sunda secara keseluruhan, masyarakat Baduy memunyai kedudukan sebagai mandala. Sedangkan, masyarakat Sunda lainnya di luar mandala berkedudukan sebagai nagara dan semua warganya mengemban tugas untuk melakukan tapa di 4 Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara ( Jakarta: Bumi Aksara, 2010): nagara. 5 Tugas dan kedudukan masing-masing ini mereka emban secara turun-temurun. Kata mandala yang berarti wilayah kekuasaan lembaga keagamaan 6 diserap dari 5 Saleh Danasasmita & Anis Djatisunda, Kehidupan Masyarakat Kanekes (Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda Depdikbud, 1986) dalam Syarif Moeis, op. cit.. Dari Amanat Buyut Urang Kanekes bisa diketahui bahwa ada 33 nagara di dalam wilayah Kanekes: buyut nu dititipkeun ka pu-un, nagara satelung puluh telu (buyut yang dititipkan kepada pu-un, nagara tiga puluh tiga). Lihat Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, op. cit.: vi. 6 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Ketiga ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002): 709. J. Iskandar & R. Ellen, In Situ Conservation of Rice Landraces among the Baduy of West Java, Journal of Ethnobiology, Summer 1999, 19(1): 100. bahasa Sanskerta dan berarti lingkaran suci. 7 Dalam kerajaan Sunda lama, mandala berarti tempat suci untuk pusat kegiatan keagamaan tempat para pendeta, murid-murid, atau bahkan pengikut mereka hidup untuk membaktikan seluruh hidupnya bagi kepentingan kehidupan beragama. Ini artinya masyarakat hanya boleh tinggal di sana selama mematuhi seluruh aturan yang ada. Kawasan mandala juga berarti tidak boleh didatangi oleh sembarang orang. 8 Dari prasasti Banten dan naskah Sunda kuno diketahui bahwa, dalam masyarakat Sunda lama, mandala disebut juga kabuyutan dan terdiri dari dua macam: Lemah Dewasasana dan Lemah Parahiyangan. Lemah Dewasasana adalah mandala untuk pemujaan dewa bagi penganut agama Hindu; sedangkan Lemah Parahiyangan disebut juga kabuyutan jatisunda adalah mandala untuk pemujaan hiyang bagi penganut yang memuja arwah leluhur (nenek moyang). Dari prasasti dan naskah-naskah itu dapat diketahui beberapa buah mandala di tanah Sunda, salah satunya adalah Kanekes. 9 Dalam kosmologi Urang Kanekes, alam semesta terbagi menjadi tiga tingkatan dunia. Dunia tertinggi adalah Buana Nyungcung disebut 7 Rosita Dellios,, Mandala: From Sacred Origins to Sovereign Affairs in Traditional Southeast Asia, The Centre for East-West Cultural and Economic Studies, Research Paper No papers/8 (Diakses 3 April 2016). 8 Jamaludin, Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy, Mozaik, 11(1), Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, ac.id/kti/wp-content/uploads/2012/10/ Makna-Simbolik- Huma-di-Masyarakat-Baduy.pdf (Diakses 3 April 2016). 9 Syarif Moeis, ibid. 24 Jawara Majalah Kebudayaan No Jawara Majalah Kebudayaan No

3 juga Buana Luhur atau Ambu Luhur. Dunia itu dihuni oleh para dewa dalam konsep agama Hindu (Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama, dll.) dengan kekuasaan tertinggi dimiliki oleh Sang Hyang Keresa (Yang Mahakuasa) disebut juga Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki) atau Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dunia menengah adalah Buana Panca Tengah disebut juga Buana Tengah atau Ambu Tengah yang dihuni oleh manusia dan makhluk lainnya. Dunia terendah adalah Buana Larang disebut juga Buana Handap atau Ambu Handap yaitu neraka. 10 Buana Panca Tengah dibedakan berdasarkan tingkatan kesuciannya. Tempat yang merupakan pusat paling suci adalah Arca Domas disebut juga Pada Ageung atau Sasaka Pusaka Buana. 11 Letaknya di bukit Pamutuan, daerah hulu sungai Ciujung di ujung barat pegunungan Kendeng. Tanggung jawab pemeliharaan sasaka ini berada di tangan pu-un (pemimpin adat) Cikeusik dan hanya pu-un Cikeusik dengan beberapa orang kepercayaannya yang mengetahui lokasi tepatnya. 12 Selain itu, ada pula Sasaka Domas atau Mandala Parahiyang. Lokasinya di hulu sungai Ciparahiyang, jauh di dalam kompleks hutan larangan. Tanggungjawab pemeliharaannya berada di tangan pu-un Cibeo. Menurut mitologi Urang Kanekes, di sinilah tempat ketika Batara Cikal (atau Batara Tunggal) turun ke bumi. Batara Cikal adalah tokoh utama yang dianggap sebagai leluhur cikal-bakal Urang Kanekes. Di sekitar tempat itulah arwah para leluhur yang telah meninggal berkumpul dengan Batara Cikal. 13 Selanjutnya, berurutan dengan tingkat kesucian makin menurun adalah kampung dalam, kampung luar, Banten, Tanah Sunda, dan luar Sunda. 10 Syarif Moeis, ibid. 11 Arca Domas berarti 800 patung. Angka 800 di sini hendaknya dimaknai sebanai banyak, bukan bilangan yang pasti. Sasaka Pusaka Buana berarti pusaka dunia yang disucikan. Lihat, Robert Wessing & Bart Barendregt, Tending the Spirit s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java, Moussons, 2005, 8: Syarif Moeis, ibid. 13 Robert Wessing & Bart Barendregt, op. cit.: 6. Teras rendah Arca Domas. Di latar depan adalah sungai Ciujung. Tiga Mandala dan Tiga Ada semacam stratifikasi sosial dalam masyarakat Urang Kanekes. Berdasarkan tingkat kemandalaannya, mereka membagi wilayah Kanekes menjadi tiga lingkaran konsentris:, Panamping, dan Dangka. 1. Kawasan adalah wilayah dengan tingkat kemandalaan tertinggi. Kawasan ini terletak paling jauh dari masyarakat luar dan meliputi tiga kampung: Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo karena itu, kawasan ini disebut juga sebagai Tilu. Penghuninya disebut Urang atau masyarakat Baduy Dalam 14 dan dituntut secara penuh untuk hidup sesuai dengan aturan kemandalaan. 14 Peraturan Desa Kanekes, Nomor 01, Tahun 2007, Tentang Saba Budaya Dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy): 4. moon/adat-indigenous/peraturan Desa Kanekes.pdf (Diakses 4 April 2016). W.C.B. Koolhoven, Een en ander omstrent het land der Badoei s (Zuid Bantam), Mijningenieur, 1932, 13: 66 dalam Wessing & Barendregt, Tending the Spirit s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java, Moussons, 2005, 8: Kawasan Panamping memiliki tingkat kemandalaan yang lebih rendah dan terletak di luar kawasan. Wilayahnya meliputi semua perkampungan di luar kawasan, tetapi masih berada di dalam wilayah Desa Kanekes. Penghuninya disebut sebagai Urang Panamping atau masyarakat Baduy Luar dan tidak terlalu dituntut untuk hidup sesuai dengan aturan kemandalaan. 3. Kawasan Dangka memiliki tingkat kemandalaan yang paling rendah dan terletak di luar kawasan Panamping. Wilayahnya, secara administratif, berada di luar wilayah Desa Kanekes. Pada umumnya, penduduknya masih memiliki keterikatan kekerabatan dan kosmik dengan warga serta tata aturan dan sistem yang berlaku di Tatar Kanekes, 15 tetapi samasekali tidak dituntut untuk hidup sesuai dengan aturan kemandalaan. Selanjutnya, masyarakat, secara khusus, juga terbagi ke dalam tiga kelompok sosial dengan tugasnya masing-masing. Konsep Tilu (Tiga ) ini serupa dengan konsep Tri sebagaimana digunakan dalam kerajaan Sunda kuno yang merupakan kesatuan antara tiga unsur peneguh dunia dan dilambangkan dengan rama (dunia kesejahteraan), raja (dunia pemerintahan), dan resi (dunia bimbingan). a. Masyarakat kampung Cikeusik disebut sebagai Pada Ageung dan memunyai tugas untuk berfungsi sebagai Rama (sumber perilaku). b. Masyarakat kampung Cikartawana disebut sebagai Kadu Kujang dan memunyai tugas untuk berfungsi sebagai Resi (sumber bimbingan). c. Masyarakat kampung Cibeo disebut sebagai Parahiyang dan memunyai tugas untuk berfungsi sebagai Raja (sumber wibawa) Peraturan Desa Kanekes, ibid. 16 Syarif Moeis, ibid.; Panamping Dangka Tiga mandala dalam masyarakat Urang Kanekes. Setiap dalam Tilu itu dipimpin oleh seorang pu-un. Jadi, keseluruhannya ada tiga pu-un: Pu-un Cikeusik, Pu-un Cikartawana, dan Pu-un Cibeo. Buyut untuk Menjaga Kemurnian Mandala Konsep kemandalaan yang tidak berlaku di masyarakat luar Kanekes memisahkan Urang Kanekes dari masyarakat lain dalam sistem kepercayaan. Mereka menyebut orang Sunda di luar Kanekes sebagai Urang Eslam dan menganggap mereka sebagai urang are atau dulur are. Istilah urang are atau dulur are, kurang lebih, berarti orang/saudara yang berbeda keyakinan. 17 Dalam menjalankan tugas kosmiknya di mandala, Urang Kanekes berpegang pada norma leluhur yang mereka sebut sebagai pikukuh karuhun. Untuk mempertahankan pikukuh itu, mereka memiliki aturan yang disebut buyut (Indonesia: larangan, tabu, Sunda: pamali), yaitu norma-norma larangan yang tak boleh dilanggar oleh Urang Kanekes. Prinsip utama buyut adalah konsep menerima apa adanya, tanpa perubahan 17 Harti urang are ta ja dulur are. Dulur dulurna mah, ngan Eslam, hanteu sabagi kami di dieu (Arti urang are itu sama dengan dulur are. Saudara sih saudara, tapi beragama Islam, tidak seperti saya di sini). Lihat Wilodati, Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy, M_K_D_U/ WILODATI/JuRNAL_ BADUY.pdf (Diakses 4 April 2014). CIbeo Parahiyang Raja CIKEUSIK Pada Ageung Rama CIKartawana Kadu Kujang Resi Pembagian kawasan menjadi Tilu. 26 Jawara Majalah Kebudayaan No Jawara Majalah Kebudayaan No

4 P jpg baduywisata.blogspot.com 5.IV.2016 sedikit pun atau tanpa perubahan apa pun. Prinsip utama buyut tersebut disarikan dalam ungkapan: lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Buyut (tabu), dalam kehidupan Urang Kanekes, terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Buyut demi melindungi kemurnian sukma, yaitu perlindungan terhadap roh/jiwa karena sukma adalah roh manusia yang diturunkan ke alam dunia dalam keadaan bersih dan suci. Jika seseorang meninggal, maka sukma yang kembali ke asal harus tetap bersih dan suci. 2. Buyut demi melindungi kemurnian mandala, yaitu penghormatan terhadap Desa Kanekes karena dianggap inti jagat (pusat semesta) sebagai tempat diturunkannya Nabi Adam ke dunia. Desa Kanekes harus dijaga kemurniannya melalui larangan agar tak sembarang orang memasukinya. 3. Buyut demi melindungi kemurnian tradisi, yaitu perlindungan terhadap adat istiadat yang ditetapkan dan diturunkan atas kandungan nilai kehidupan yang terbukti telah menyelamatkan perjalanan hidup mereka. 18 Konsistensi dalam mematuhi berbagai buyut untuk memelihara dan melestarikan pikukuh karuhun agar tidak mengubah apa pun yang telah diwariskan itulah yang membuat Urang Kanekes bersikukuh menolak berbagai institusi dan produk dunia modern. Konsistensi itu melekat pada diri mereka, menyatu dalam jiwa, menjelma dalam perbuatan, dan tidak tergoyahkan oleh perkembangan zaman di masyarakat luar. Konsistensi yang dilestarikan secara turun-temurun dan telah bertahan selama berabad-abad. Di antara ratusan butir buyut dalam pikukuh karuhun, Urang Kanekes juga berpegang teguh kepada sepuluh buyut yang menjadi pedoman hidup mereka sehari-hari yang dikenal sebagai Dasa Sila, yaitu: 1. Moal megatkeun nyowa nu lian (tidak membunuh orang). 2. Moal mibanda pangaboga nu lian (tidak mengambil barang orang lain) 18 Saleh Danasasmita & Anis Djatisunda, op. cit. dalam Wilodati, op. cit. 3. Moal linyok moal bohong (tidak ingkar dan tidak berbohong) 4. Moal mirucaan kana inuman nu matak mabok (tidak mabuk-mabukan) 5. Moal midua ati ka nu sejen (tidak menduakan hati pada yang lain) 6. Moal barang dahar dina waktu nu ka kungkung ku peting (tidak makan di waktu sahur) 7. Moal make kekemhangan jeung seuseungitan (tidak memakai wangi-wangian). 8. Moal ngageunah-geunah geusan sare (tidak melelapkan diri dalam tidur) 9. Moal nyukakeun ati ku igel, gamelan, kawih, atawa tembang (tidak menyenangkan hati dengan tarian, musik, atau nyanyian). 10. Moal make emas atawa salaka (tidak memakai emas atau perak). 19 Zona Leuweung kolot (Hutan Tua) Zona Heuma (Tanah Garapan) Zona Reuma (Permukiman) Zona Leuweung kolot Zona Heuma Zona Reuma Ilustrasi pembagian zona lingkungan di wilayah Urang Kanekes (tampak samping dan tampak atas) Konsep Mandala dan Tata Lingkungan Urang Kanekes Selain harus ditaati oleh penduduk Kanekes sendiri, berbagai buyut pikukuh karuhun itu 19 M.S. Djoewisno, Potret Kehidupan Masyarakat Baduy ( Jakarta: Percetakan Setia Offset, 1987) dalam Gunggung Senoaji, Pemanfaatan Hutan dan Lingkungan oleh Masyarakat Baduy di Banten Selatan, Jurnal Manusia dan Lingkungan, 2004, XI(3): 148. juga harus dihormati oleh masyarakat luar yang berkunjung ke tanah ulayat 20 mereka. Siapa pun, tidak terkecuali, tak memiliki hak atau kekuasaan untuk melanggar atau mengubah tatanan kehidupan yang ada dan sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Para pu-un memiliki kedudukan dan kewenangan untuk memelihara keseluruhan sistem sosial budaya mereka. Kedudukan dan kewenangan itu mereka dapatkan secara turun temurun dan sudah ditentukan oleh para karuhun (leluhur) demi menyelamatkan taneuh titipan (tanah titipan, wilayah Kanekes) yang mereka percaya sebagai inti jagat (pusat semesta). Sebab itu, jika taneuh titipan itu rusak atau hancur, akan rusak dan hancur pula seluruh kehidupan di dunia. Adanya aturan seperti inilah yang menjadikan hutan di wilayah Urang Kanekes tetap terjaga, lestari, dan utuh sampai saat ini. 21 Konsep sakralitas mandala yang berlaku di masyarakat Urang Kanekes tercermin juga dalam pengelolaan tata lingkungan mereka. Pertama, Urang Kanekes membagi kawasan menjadi tiga zona yang juga merupakan tiga lingkaran konsentris: zona bawah (untuk permukiman), zona tengah (untuk bercocok tanam), dan zona atas (untuk praktik pemujaan). 1. Zona bawah atau heuma adalah wilayah di lembah bukit yang relatif datar dan dekat dengan sumber air (sungai atau mata air). Areal ini digunakan sebagai zona permukiman yang terdiri dari rumah penduduk biasa, rumah pu-un, balai pertemuan (balé kapuunan), penumbukan padi (saung lisung), lapangan, tempat penyimpanan padi penduduk (leuit), sumber-sumber air minum, 20 Kemungkinan diserap dari bahasa Arab, wilāyah, melalui bahasa Persia, vilayet, yang berarti wilayah atau daerah perwalian/perlindungan. 21 Gunggung Senoaji, Masyarakat Baduy, Hutan, Dan Lingkungan, Jurnal Manusia dan Lingkungan, (2): Jawara Majalah Kebudayaan No Jawara Majalah Kebudayaan No

5 7.jpg 5.IV.2016 MCK, dan pekuburan penduduk. 22 Hutan di sekitar permukiman penduduk ini disebut dukuh/leuweung lembur (hutan kampung). 2. Zona tengah atau reuma adalah wilayah di luar permukiman penduduk di zona bawah, terletak di atas lembah-lembah yang terdiri dari hutan sekunder atau hutan produksi yang dibersihkan untuk dipergunakan sebagai lahan pertanian intensif tadah hujan dengan pola peladangan berpindah. Lahan untuk berladang tersebut digunakan selama satu tahun. Setelah itu, lahan akan dibiarkan hingga menjadi hutan kembali, minimal, selama tiga tahun Zona atas atau leuweung kolot adalah wilayah di puncak bukit yang dianggap suci dan hutannya terlarang untuk diberdayakan untuk kehidupan praktis. Hutan di sini 22 Yudistira Garna, Pola Kampung dan Desa, Bentuk Serta Organisasi Rumah Masyarakat Sunda, dalam Edi S. Ekajati, Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya, ( Jakarta: Giri Mukti, 1980): Suparmini dkk., Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal [Laporan Penelitian], (Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012): 85. disebut leuweung kolot (hutan tua) atau leuweung titipan (hutan titipan), berupa hutan lindung yang diperuntukan sebagai tempat untuk melakukan upacara keagamaan dan harus dijaga kelestariannya. Penduduk dilarang memasuki hutan ini tanpa seizin petinggi adat. 24 Kedua, berdasarkan fungsi dan lokasinya, mereka juga membagi hutan menjadi tiga jenis, yaitu hutan larangan, hutan dudungusan, dan hutan garapan. 1. Hutan larangan. Berada di sebelah selatan permukiman, pada lokasi yang paling dalam dan paling tinggi di kawasan hutan Kanekes, hutan larangan adalah hutan lindung yang tidak boleh dimasuki oleh siapa pun, tidak diperkenankan mengusiknya, mengambil sesuatu darinya, bahkan sehelai daun, sepucuk ranting, atau setetes madu pun tidak boleh diambil darinya. Hutan ini adalah hutan larangan bukan karena angker atau keramat, melainkan karena Urang Kanekes sangat menghormati dan menghargai alam atas dasar pemahaman 24 Idem. terhadap potensi yang dikandungnya. Hanya sekali setahun hutan larangan ini dikunjungi dan hanya oleh enam orang, yakni pu-un dan wakilnya dari Baduy Dalam untuk melaksanakan suatu upacara adat. Dari hutan larangan inilah mata air Sungai Ciujung dan Cisemeut berawal Hutan dungusan atau dudungusan. Ini adalah hutan lindung yang dilestarikan karena berada di hulu sungai atau karena di dalamnya terdapat keramat yang diyakini sebagai tempat leluhur Urang Kanekes. Hutan dudungusan dilindungi demi menjaga keberlanjutan tersedianya air sungai untuk kebutuhan vital masyarakat sehari-hari. Hutan dudungusan ini terdapat di hulu-hulu sungai antara lain, dudungusan Cihalang (terletak antara kampung Gajeboh dan Cicatang), dudungusan Cikondang (antara kampung Gajeboh dan Cicakal), dudungusan Cimambiru (dekat kampung Balimbing), dudungusan Cigaru (dekat kampung Gajeboh), dudungusan Jambu (dekat kampung Cicakal), dudungusan Cikuya (dekat kampung Marengo), dan dudungusan Kalagian (dekat kampung Cibeo) Hutan garapan. Tampilan fisiknya tidak sama seperti hutan dalam pengertian konvensional karena hutan garapan merupakan areal hutan yang dibuka dan difungsikan sebagai ladang atau huma. 27 Di hutan ini, Urang Kanekes bisa membuka dan menggarap ladangnya. Urang Kanekes dan Kelestarian Lingkungan Konsep mandala dengan pembagian wilayah berdasarkan tingkat kesakralannya bisa diamati dalam tata sosial dan tata guna lahan Urang Kanekes. Dalam praktiknya, konsep itu menjadi instrumen utama bagi pengelolaan lingkungan 25 Ibid.: Raden Cecep Eka Permana dkk., Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy, Makara, Sosial Humaniora, 2011, 15(1): Suparmini dkk., op. cit.: 92. di wilayah mereka, ketika mereka memandang alam dalam kemandalaan mereka sebagai warisan leluhur yang sakral dan tak boleh berubah. Sikap hormat mereka kepada alam itu didasarkan pada pikukuh karuhun yang dijaga dan dilestarikan melalui berbagai buyut yang mengatur cara hidup mereka. Pikukuh yang mereka pegang erat itu telah terinternalisasi demikian kuat dalam setiap jiwa Urang Kanekes dan, pada gilirannya, berpengaruh positif terhadap segala tindakan mereka menjaga lingkungan dari kerusakan. Semua itu didukung pula oleh keyakinan bahwa mereka adalah kaum yang ditugaskan sebagai penjaga alam desa Kanekes yang merupakan pusat semesta (inti jagat). Bagi Urang Kanekes, menjaga kelestarian alam bukanlah agenda cantik yang bisa dijual kepada kaum kapitalis yang berkedok pencinta lingkungan. Bagi mereka, kelestarian lingkungan berarti keberlangsungan hidup mereka karena kerusakan lingkungan atau perubahan terhadap bentuk lingkungan, justru, akan mengancam sumber kehidupan mereka sendiri. Karena itu, mereka berkepentingan untuk menjaga lingkungannya tanpa perlu mempelajari dahulu prinsip pembangunan berkelanjutan. Tanpa dukungan dana dari funder luar negeri, tanpa pernah berminat mendapatkan Kalpataru, tanpa mengajukan proposal ke lembaga mana pun, Urang Kanekes telah melakukan berbagai upaya konservasi alam sejak ratusan tahun yang lalu. Hal itu, di antaranya, mereka lakukan melalui konsep pengelolaan lingkungan dengan sistem zonasi yang sejalan dengan konsep kemandalaan wilayah yang mereka pegang sebagai amanat pikukuh karuhun. Sebagaimana dikatakan pada catatan kaki di muka, ini hanyalah sebuah tinjauan hipotetis sebab Penulis menyusunnya hanya berdasarkan studi tangan kedua (literatur), tidak secara langsung berinteraksi dengan komunitas yang diteliti. Karena itu, pada tempatnyalah jika Penulis mengakhiri tulisan ini dengan wallāhu a lam bil-shawāb. Rain Kamandak Hana nguni, hana mangké. Tan hana nguni, tan hana mangké. 30 Jawara Majalah Kebudayaan No Jawara Majalah Kebudayaan No

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP :

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP : KONSEP RUANG DALAM KEHIDUPAN ORANG KANEKES (Studi Tentang Penggunaan Ruang dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kenekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten) Makalah Disajikan dalam diskusi Jurusan

Lebih terperinci

SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY

SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY (Suatu Kajian terhadap Perubahan Sosial dan Kelestarian Nilai-nilai Tradisional Masyarakat Baduy) Oleh : Wilodati Abstrak Kajian tentang perubahan sosial

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI OBYEKTIF DAERAH PENELITIAN

BAB II KONDISI OBYEKTIF DAERAH PENELITIAN BAB II KONDISI OBYEKTIF DAERAH PENELITIAN A. Asal Usul Suku Baduy Baduy adalah sebutan yang melekat pada orang yang tinggal di sekitar kaki pegunungan kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan budaya yang berbeda-beda. Salah saru diantaranya adalah masyarakat Kanekes (Baduy) yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy Jamaludin Abstrak Berbeda dengan umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia yang bercocok tanam padi di sawah, masyarakat Baduy di desa Kanekes kecamatan

Lebih terperinci

SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA. Deni Miharja*

SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA. Deni Miharja* SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA Deni Miharja* Abstrak Sistem kepercayaan suatu masyarakat terbentuk secara alamiah. Dimana sistem kepercayaan merupakan pedoman hidup yang diyakini oleh suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Setelah penulis memaparkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian, maka skripsi yang penulis beri judul Pewarisan Nilai Adat Pikukuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat telah berhasil menarik perhatian baik masyarakat asing maupun masyarakat lokal. Ketertarikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK Nomor : 1 Tahun 1991 Seri D PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK NOMOR : 13 TAHUN 1990 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT

Lebih terperinci

Gunggung Senoaji : Dinamika Sosial dan Budaya Masyarakat Baduy dalam Mengelola... ulayat yang diberikan oleh pemerintah. Pola kehidupan masyarakat Bad

Gunggung Senoaji : Dinamika Sosial dan Budaya Masyarakat Baduy dalam Mengelola... ulayat yang diberikan oleh pemerintah. Pola kehidupan masyarakat Bad DINAMIKA SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT BADUY DALAM MENGELOLA HUTAN DAN LINGKUNGAN Gunggung Senoaji Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu E-mail : senoaji1211@gmail.com Abstract Baduy

Lebih terperinci

SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *)

SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *) SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *) Abstrak Kajian tentang sistem perladangan masyarakat Baduy sebagai salah satu suku terasing di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat menarik.

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL Suparmini, Sriadi Setyawati, dan Dyah Respati Suryo Sumunar FIS Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: respatisuryo@yahoo.com Abstrak: Pelestarian

Lebih terperinci

Gunggung Senoaji. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Abstrak. Abstract

Gunggung Senoaji. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Abstrak. Abstract Manusia dan Lingkttngan, Vol. XI, No. 3, November 2004, hal. 143-149 Pusot Studi Lingkungan Hidup Universitas Gaclj ah Mada Yogtakarta, I nclones ia PEMANFAATAN HUTAN DAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT BADUY

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000 Vol. 1 No. 1 tahun 2012 [ISSN 2252-6633] Hlm. 18-22 SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000 Risna Bintari Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat dan tradisi yaitu suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten

Lebih terperinci

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN ABSTRAK Masyarakat Baduy di desa Kanekes kehidupannya tidak lepas tidak lepas dari bertani, hanya saja pertanian yang mereka lakukan secara berpindah-pindah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi Perubahan Sosial

Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi Perubahan Sosial Seminar Antarabangsa Bersama Universiti Kebangsaan Malaysia dan Universitas Indonesia (SEBUMI 3), 16-18 Desembe 2010 di Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL Bidang Ilmu: Sosial ARTIKEL ILMIAH PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL Oleh : Suparmini, M.Si. Sriadi Setyawati, M.Si. Dyah Respati Suryo Sumunar, M.Si. Dibiayai oleh DIPA-UNY

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, R. Cecep Eka Permana, dkk 27

Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, R. Cecep Eka Permana, dkk 27 Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, R. Cecep Eka Permana, dkk 27 SOSIALISASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY DALAM MITIGASI BENCANA DI PERBATASAN WILAYAH BADUY R. Cecep Eka Permana, Isman Pratama

Lebih terperinci

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer CIRI-CIRI SOSIAL DAN KONDISI MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES Oleh: Ade Makmur K Pengantar Materi ini merupakan bahan kuliah tamu pada Program Magister Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

NGAREKSAKEUN SASAKA PUSAKA BUANA: PANDANGAN ETIKA URANG KANEKES TENTANG HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM. Oleh: Helmy Faizi Bahrul Ulumi 1

NGAREKSAKEUN SASAKA PUSAKA BUANA: PANDANGAN ETIKA URANG KANEKES TENTANG HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM. Oleh: Helmy Faizi Bahrul Ulumi 1 NGAREKSAKEUN SASAKA PUSAKA BUANA: PANDANGAN ETIKA URANG KANEKES TENTANG HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM Oleh: Helmy Faizi Bahrul Ulumi 1 Abstract The environmental ethic of the Kanekes people lies in their

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

Model Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, Isman Pratama Nasution, dkk 79

Model Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, Isman Pratama Nasution, dkk 79 Model Sosialisasi Kearifan Lokal Masyarakat Baduy, Isman Pratama Nasution, dkk 79 MODEL SOSIALISASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY DALAM PELESTARIAN HUTAN KEPADA GENERASI MUDA DI KAMPUNG BALIMBING, BADUY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL Bidang Ilmu: Sosial LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2012 PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL Oleh : Suparmini, M.Si. Sriadi Setyawati, M.Si. Dyah Respati Suryo

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG YULIYA HASANAH A

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG YULIYA HASANAH A KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG (Studi Kasus : Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, Desa Kanekes - Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Terdapat tiga komponen yang harus ada dalam suatu kegiatan komunikasi, yakni pembicara, lawan bicara,

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Pariwisata, Banten, Kearifan Lokal, Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan. Abstract

Abstrak. Kata kunci : Pariwisata, Banten, Kearifan Lokal, Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan. Abstract 133 PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS KEUNIKAN PENDUDUK LOKAL DI WILAYAH BANTEN (STUDI DI WILAYAH BADUY) Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Jakarta isugiwa@gmail.com Abstrak Industri pariwisata kini lebih

Lebih terperinci

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN Djumiko Abstrak Suku Baduy merupakan masyarakat yang hidup di daerah Lebak, Banten dan merupakan masyarakat yang hidup dengan tetap memelihara

Lebih terperinci

Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes

Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes Jurnal Rekajiva Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Desain Interior Itenas/no.x/vol.xx Januari 2013 Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes Jamaludin, M.Ginanjar Ilham Permadi,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 178 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Situs Kabuyutan Ciburuy, terletak di Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Di dalam lingkungan situs ini terdapat artefak-artefak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya di Provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000 memekarkan diri dari Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT Evaluation of the Inner Baduy Community s Sustainability Based on Community Sustainability Assessment Mieske

Lebih terperinci

UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY

UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY Upacara Seba pada Masyarakat Baduy (Endang Supriatna) 481 UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY Seba Ceremony in Baduy Society Oleh Endang Supriatna Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jln. Cinambo No.

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY Oleh: BAIQ SETIANI Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryadarma, Jakarta baiq_setiani@yahoo.com ABSTRAK Seperti masyarakat pada umumnya, sesungguhnya dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1. Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp. Agatha Trisari Swastikanthi

DAFTAR ISI. 1. Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp. Agatha Trisari Swastikanthi Vol 13 No 1 (Januari-Juni) 2013 ISSN 1412-999x DAFTAR ISI 1 Morfologi Cerita Rakyat Malin Tembesu Berdasarkan Struktur Naratif Propp Agatha Trisari Swastikanthi 1-19 2 Constructing National Identity in

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki*

IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* Abstrak Sampai saat ini masih kuat teori yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun masyarakat di dunia ini yang tidak mempunyai konsep tentang agama

Lebih terperinci

Kata Kunci : Identitas, Agama, Baduy

Kata Kunci : Identitas, Agama, Baduy IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* Abstrak Sampai saat ini masih kuat teori yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun masyarakat di dunia ini yang tidak mempunyai konsep tentang agama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy

TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy 9 TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy Menurut Adimihardja (2007) komunitas adat sebagai bagian dari masyarakat Indonesia adalah kelompok masyarakat yang terisolasi, baik secara fisik, geografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Suku Baduy. Dibuat Oleh : Ade Luqman Hakim ( ) Ilmu Sejarah. Universitas Negeri Yogyakarta

Suku Baduy. Dibuat Oleh : Ade Luqman Hakim ( ) Ilmu Sejarah. Universitas Negeri Yogyakarta Suku Baduy Dibuat Oleh : Ade Luqman Hakim (14407141059) Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam budaya serta banyak kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jovi Nuriana Putra, 2015 Pewarisan Nilai Adat Pikukuh Tilu dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jovi Nuriana Putra, 2015 Pewarisan Nilai Adat Pikukuh Tilu dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dengan ragam masyarakat yang sangat majemuk, beragam suku, ras, bahasa, kebudayaan, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL TENTANG MITIGASI BENCANA PADA MASYARAKAT BADUY

KEARIFAN LOKAL TENTANG MITIGASI BENCANA PADA MASYARAKAT BADUY MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 1, JULI 2011: 67-76 KEARIFAN LOKAL TENTANG MITIGASI BENCANA PADA MASYARAKAT BADUY Raden Cecep Eka Permana*, Isman Pratama Nasution, dan Jajang Gunawijaya Program

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

Kearifan Lokal dalam Menjaga Kelestarian Hutan: Kajian Awal pada Masyarakat Banten dan Jawa Barat

Kearifan Lokal dalam Menjaga Kelestarian Hutan: Kajian Awal pada Masyarakat Banten dan Jawa Barat Kearifan Lokal dalam Menjaga Kelestarian Hutan: Kajian Awal pada Masyarakat Banten dan Jawa Barat Dr. Ali Akbar Faculty of Humanities, University of Indonesia ali.akbar@ui.ac.id Abstract The destruction

Lebih terperinci

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Kuwati, M. Martosupono dan J.C. Mangimbulude Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email: kuwatifolley@yahoo.co.id Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dengan sumber daya Hutan Wonosadi antara lain :

BAB III PENUTUP. dengan sumber daya Hutan Wonosadi antara lain : BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Wujud-wujud kearifan lokal warga masyarakat adat dalam interaksi dengan sumber daya Hutan Wonosadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam

Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam Available online at : http://edujurnal.iainjambi.ac.id/index.php/ijer IJER, 2 (1), 2017, 11 17 Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam Hasyim Asy ari *, Syaripullah, Rudini Irawan Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN

MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN Karina Dewi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Cipondoh Makmur Jalan Fajar II Blok F.III No. 38 Karina_13.dewi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lia Yosephin Sinaga, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lia Yosephin Sinaga, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan fungsi lingkungan merupakan masalah nyata yang dihadapi manusia dan disebabkan perilaku manusia yang tidak selaras dengan lingkungan. Masalah perubahan fungsi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB II KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT BADUY MUSLIM

BAB II KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT BADUY MUSLIM BAB II KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT BADUY MUSLIM A. Sejarah Suku Baduy Suku Baduy adalah salah satu etnis yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan posisi geografis dan administrative

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM ( ADAT MERAGREH UTEN ) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja Sunda..ba(r) pulihkan haji sunda.. Dengan Sanjaya dalam ki tab

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Eksplorasi 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Eks.plo.ra.si /éksplorasi/ n penjelajahan lapangan dng tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tt keadaan), terutama sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci