TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Adat Terpencil Baduy Menurut Adimihardja (2007) komunitas adat sebagai bagian dari masyarakat Indonesia adalah kelompok masyarakat yang terisolasi, baik secara fisik, geografi, maupun sosial budaya. Sebagian besar komunitas ini bertempat tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Pranata sosial dalam komunitas adat ini umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan yang sangat terbatas dan homogen. Kehidupan mereka sehari-hari masih didasarkan pada interaksi tradisional yang bersifat biologis darah dan ikatan tali perkawinan. Abdullah (2004) berpendapat kelompok masyarakat inilah yang dikategorikan sebagai Komunitas Adat yang masih hidup terpencil, keterpencilan itu ada 2 (dua) aspek yaitu secara eksternal: kenapa pihak luar belum atau sulit memberikan akses pelayanan sosial dasar pada mereka. Secara internal: Kenapa mereka belum dan atau sulit mendapatkan akses pelayanan sosial dasar. Pengertian Komunitas Adat Terpencil (KAT) dalam surat Keputusan Presiden No 111 tahun 1999, adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kelompok masyarakat tertentu dapat dikategorikan sebagai Komunitas Adat Terpencil jika terdapat ciri-ciri umum yang berlaku universal sebagai berikut: (a) Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen. (b) Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan. (c) Pada umumnya lokasinya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau. (d) Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi sub-sisten. (e) Peralatan teknologinya sederhana, sangat tradisionil (f) Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi. (g) Akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik terbatas. Dengan demikian maka berdasarkan pengertian, dan gambaran ciri-ciri KAT dalam Keppres No. 111 Tahun 1999, Komunitas Adat Terpencil dapat dikelompokkan berdasarkan habitat, dan atau lokalitas sebagai berikut:

2 10 (a) Dataran tinggi / pegunungan; (b) Dataran rendah; Daerah rawa; Daerah aliran sungai (c) Daerah pedalaman; Daerah perbatasan; (e) Di atas perahu; Pantai dan di pulau-pulau kecil. Komunitas Adat Terpencil juga dapat dikategorikan orbitasinya sebagai berikut: Kelana, Menetap Sementara, dan Menetap. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa komunitas adat terpencil adalah kelompok masyarakat yang masih terbatas mendapatkan berbagai akses pelayanan dasar sosial yang disebabkan secara geografis sulit dijangkau, dan cenderung sifat masyarakatnya tertutup. Gambaran Umum dan Sekilas Asal Usul Orang Baduy Sebutan Orang Baduy atau Urang Baduy yang digunakan untuk kelompok masyarakat ini bukan berasal dari mereka sendiri. Penduduk wilayah Banten Selatan yang sudah beragama Islam, biasa menyebut masyarakat yang suka berpindah-pindah seperti halnya orang Badawi di Arab, dengan sebutan Baduy. Orang-orang Belanda seperti Hoevell, Jacobs, Meijer, Penning, Pleyte, Trcht, dan Geise menyebut mereka badoe i, badoej, badoewi, dan orang kanekes seperti dikemukakan dalam laporan-laporannya. Sekitar tahun 1980-an, ketika KTP (Kartu Tanda Penduduk) diberlakukan di sini, hampir tidak ada yang menolak dengan sebutan Orang Baduy. Walaupun, sebutan diri yang biasa mereka gunakan adalah Urang Kanekes, Urang Rawayan, Urang Tangtu (Baduy Dalam) dan Urang panamping (Baduy Luar). Nama Baduy mungkin diambil dari nama sungai Cibaduy dan nama gunung Baduy yang kebetulan berada di wilayah Baduy (Garna, 1993a:120). Salah satu tulisan paling awal mengenai komunitas Baduy berasal dari laporan C.L Blume ketika melakukan ekspedisi botani ke daerah tersebut pada tahun 1822, ia menulis: dipangkuan sebuah rangkaian pegunungan, yang menjulang tinggi di Kerajaan Bantam di Jawa Barat... kami mendapatkan beberapa kampong pribumi, yang dengan sengaja bersembunyi dari penglihatan orang-orang luar Di sebelah Barat dan di Selatan gunung itu yang tidak dimasuki

3 oleh ekspedisi Hasanuddin dalam kegelapan hutan yang lebat, mereka masih dapat memuja para dewa mereka selama berabad-abad Menurut Blume, komunitas Baduy beasal dari Kerajaan Sunda Kuno, yaitu Pajajaran, yang besembunyi, ketika kerajaan ini runtuh pada awal abad ke- 17 menyusul bergeloranya ajaran Islam dari Kerajaan Banten. (Garna, 1993b:144). Kisah yang hampir sama muncul dalam cerita rakyat di daerah Banten. Kisah tersebut menceritakan bahwa dalam suatu pertempuran, Kerajaan Pajajaran tidak dapat membendung serangan Kerajaan Banten. Pucuk pimpinan Pajajaran saat itu, Prabu Pucuk Umun (keturunan Prabu Siliwangi), beserta punggawa yang setia berhasil lolos meninggalkan kerajaan dan masuk ke dalam hutan belantara. Akhirnya mereka tiba di daerah Baduy sekarang ini dan membuat pemukiman di sana.(djuwisno, 1987:1-2) Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1925, menyangkal teori tersebut. Menutur dia, mereka adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b:146). Orang Baduy sendiri pun menolak jika dikatakan mereka berasal dari orang-orang pelarian Kerajaan Pajajaran. Manurut Danasasmita dan Djatisunda (1986:4-5) Orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya diwajibkan memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kabuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan (wiwitan = asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun di bernama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiska, yaitu raja Sunda ke-13, keturunan Sri Jayabupati, generasi kelima. Apabila kita menanyakan mengenai asal usul orang Baduy, jawaban yang akan diperoleh adalah mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Baduy 11

4 12 mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Pendapat mengenai asal-usul orang Baduy tersebut adalah berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Cina, dan ceritera rakyat mengenai Tatar Sunda yang cukup minimal keberadaannya. Masyarakat Baduy dikaitkan dengan Kerajaan Sunda atau yang lazim disebut sebagai Kerajaan Pajajaran, pada abad 15 dan 16, atau kurang lebih enam ratus tahun yang lalu. Wilayah Banten pada waktu itu merupakan bagian penting dari Kerajaan Pajajaran, yang berpusat di Pakuan (wilayah Bogor sekarang). Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000:47-59). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran. Dalam Pasal 11 Angka 6 Perda Kabupaten Lebak No. 32 tahun 2001, yang dimaksud dengan masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum.

5 13 Luas Wilayah, Kondisi Tanah dan Tata Guna Lahan di Baduy Menurut laporan A.J. Span (1987) dan B van Tricht (1929) dalam Permana (2006:19) pada akhir abad ke-18 wilayah Baduy terbentang mulai dari Kecamatan Leuwidamar sekarang sampai ke pantai selatan. Batas desa seperti yang ada sekarang ini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan pembukaan perkebunan karet di desa Leuwidamar dan sekitarnya. Sementara itu menurut perkiraan Judhistira K Garna, luas wilayah Baduy meliputi beberapa kecamatan, seperti Muncang, Sajra, Cimarga, Maja, Bojong Manik, dan Leuwidamar. Hal ini didasarkan atas kesamaan kepercayaan Sunda Lama dan pertalian kerabat masyarakat yang menempati daerah-daerah tersebut. Wilayah Baduy terus dipersempit pada masa Kesultanan Banten dalam rangka penyebarluasan agama Islam, Garna, (1993), Permana (2006:19) Menurut Permana (2006:19) luas wilayah Baduy secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam tata guna lahan, yaitu lahan usaha pertanian, hutan tetap, dan permukiman. Lahan usaha pertanian terbesar dalam penggunaan lahan, yakni mencapai 2,585,29 ha atau 50,67%. Lahan ini terdiri atas lahan yang ditanam / diusahakan 709,04 ha atau 13,90% dan lahan yang tidak ditanam (bera) seluas 1.876,25 ha atau 36,77%. Penggunaan lahan terkecil adalah untuk pemukiman, yang hanya meliputi 24,50 ha atau 0,48%. Adapun sisanya, seluas ha atau 48,85%, merupakan hutan tetap sebagai hutan lindung yang tidak boleh digarap untuk dijadikan lahan pertanian. Dalam dua dekade terakhir, belum ada catatan khusus tentang tata guna lahan, namun dapat dipastikan lahan permukiman bertambah. Menurut catatan Kantor Desa Kanekes tahun 2008, jumlah kampung di Baduy sudah mencapai 57 kampung. Berdasarkan jenis tanah, umumnya wilayah Baduy tergolong dalam jenis latosol coklat. Sifat tanah latosol ini termasuk ke dalam kelas tekstur liat (clay), tersusun oleh pertikel-pertikel berfraksa liat 56,9%, debu 32,2%, dan pasir 10,9%. Hal ini juga menandakan bahwa jenis tanah yang ada di wilayah Baduy ini peka terhadap erosi, Purnomohadi (1985) (Permana, 2006:18).

6 14 Curah hujan rata-rata tahunan selama dasawarsa terakhir umumnya melebihi 3000 mm/tahun hingga 4000 mm/tahun. Curah hujan disini kebih tinggi dibandingkan denga wilayah-wilayah di Leuwidamar lainnya. Menurut metode klasifikasi iklim Koppen, wilayah Baduy termasuk kelas AW, yang berarti ada bulan-bulan kering degan curah hujan < 60 mm dan suhu udara rata-rata bulanan > 18 derajat C. Kelas AW juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara musim hujan dan kemarau. Bulan-bulan kering antara Juni sampai September, sedangkan bulan-bulan lain merupakan bulan basah. Purnomohadi (1985) (Permana, 2006:18). Sistem Sosial dan Pemerintahan Masyarakat Baduy Secara umum, masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga kelompok, yakni tangtu (pendahulu, cikal bakal, pokok); panamping (pinggir, buangan); dan dangka (rangka, kotor). Tangtu dan panamping berada di wilayah desa Kanekes, sedangkan dangka terdapat di luar desa Kanekes. Bila dilihat dari tingkat ketaatan pada adat, maka tangtu lebih tinggi dari panamping, dan panamping lebih tinggi dari dangka. Meski demikian, pengelompokan yang sering digunakan adalah tangtu merujuk pada masyarakat Baduy Dalam, sedangkan panamping dan dangka merujuk pada masyarakat Baduy Luar. Baduy Dalam (disebut juga Baduy Jero, Urang kajeroan) sebagai pemegang adat yang teguh, memiliki tiga kampung, yaitu (1) Cikeusik, disebut juga Tangtu Pada Ageung, (2) Cibeo, disebut juga Tangtu Parahiyang, dan (3) Cikartawana, disebut juga Tangtu Kujang. Ketiga kampung suci ini disebut juga sebagai telu tangtu (tiga tangtu). Sebutan lain untuk masyarakat tangtu adalah Urang Rawayan. Menurut orang Baduy sebutan itu disebabkan oleh adanya rawayan jembatan yang dilalui jika keluar-masuk wilayah tangtu. Jumlah perkampungan Baduy Luar terdiri dari 55 Kampung dalam Data Penyebaran Penduduk Desa Kanekes Tahun Bila melihat Perda Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001 tentang Hak Ulayat Masyarakat Baduy, ada 51 Kampung.

7 15 Seluruh Perkampungan Baduy Luar tersebar di sebelah Barat, Timur, dan Utara dari Baduy Dalam. Di sebelah Selatan tidak ada pemukiman/kampung, kecuali Sasaka Domas tempat atau objek pemujaan yang dianggap paling suci bagi Orang Baduy (Danasasmita, 1986; Garna, 1993,Permana,2001). Tanah tempat masyarakat tangtu berdiam dianggap suci oleh orang Baduy, oleh karenanya wilayah tangtu disebut daerah Tanah Larangan, yaitu daerah yang dilindungi dan tidak boleh sembarangan orang masuk dan berbuat sekehendak di wilayah tersebut. Ada beberapa hal yang ditabukan misalnya dilarang menghidupkan peralatan elektronik seperti radio, bertelepon, memotret, dan merekam baik audio maupun visual. Penamping menurut orang Baduy, berasal dari kata tamping yang berarti kata kerja buang ; jadi penamping berarti pembuangan. Dengan kata lain, penamping merupakan tempat bagi orang tangtu yang dibuang atau dikeluarkan karena melanggar adat. Pendapat lain mengatakan bahwa penamping berarti pinggir atau daerah pinggiran. Masyarakat Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yakni sistem nasional dan sistem tradisional (adat). Dalam sistem nasional, masyarakat Baduy termasuk dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, setiap desa terdiri atas sejumlah kampung. Di daerah Baduy, kampung-kampug tersebut terbagi menjadi kampung tangtu, kampung penamping, dan kampung dangka. Kecuali kampung tangtu, terdapat juga RK (Rukun Kampung) yang disebut kokolot lembur. Desa Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut jaro pamarentah (awalnya disebut Jaro Warega, dan pada zaman kolonial disebut Jaro Gubernemen). Seperti kepala desa atau lurah desa lain, ia berada di bawah camat, kecuali untuk urusan adat yang tunduk kepada kepala pemerintahan tradisional (adat) yang disebut Puun. Uniknya, bila desa lain dipilih oleh warga, untuk Desa Kanekes yang menunjuk Puun, baru kemudian diajukan kepada Bupati melalui Camat untuk dikukuhkan sebagai kepala Desa. Secara tradisional pemerintahan pada masyarakat Baduy bercorak kesukuan disebut Kapuunan, dan Puun menjadi pimpinan tertinggi. Puun di

8 16 wilayah Baduy ada tiga, masing-masing Puun Cikeusik, Puun Cibeo, dan Puun Cikartawana. Puun-Puun ini merupakan tritunggal, karena selain berkuasa di daerah masing-masing, juga secara bersama-sama memegang kekuasaan pemerintahan tradisional. Walaupun merupakan satu kesatuan kekuatan, ketiga Puun tersebut juga mempunyai wewenang tugas berlainan. Menurut Permana, (2006:34) wewenang Kepuunan Cikeusik menyangkut urusan keagamaan dan ketua pengadilan adat, yang menentukan pelaksanaan upacara-upacara (seren tahun, kawalu, seba) dan memutuskan bagi para pelanggar adat. Wewenang Kepuunan Cibeo menyangkut pelayan kepada warga dan tamu ke kawasan Baduy, termasuk pada urusan administrator tertib wilayah, pelntas batas, dan berhubungan dengan daerah luar. Adapun wewenang Puun Cikartawana menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan, atau sebagai badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan dengan kawasan Baduy. Para Puun dibantu oleh Jaro (pelaksana harian Kapuunan), Girang Seurat (pemangku adat), Baresan (keamanan), dan Tangkesan (kepala dukun). Di Baduy Luar tidak ada Puun, pemimpin tertinggi di sini dipegang oleh Jaro (sebagai kepala kampung) beserta pembantu-pembantunya (Garna, 1993, Permana, 2001). Dalam lembaga Kapuunan terdapat beberapa jabatan antara lain: Puun; Girang Serat; Baresan; Jaro; Palawari; dan Tangkesan. Berikut penjelasan singkat masing- masing jabatan, sebagaimana dikemukakan Permana (2006:35-37), dan wawancara dengan Ayah Mursid (Wakil Jaro Tangtu) November Puun merupakan jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu. Menurut pikukuh (peraturan adat), jabatan itu berlangsung turun temurun, kecuali bila ada hal lain yang tidak mungkinkannya. Jabatan puun boleh diwariskan kepada keturunannya atau kerabat dekatnya. Lama jabatan tidak ditentukan, pada dasarnya dinilai berdasarkan mampu tidaknya seseorang menjalankan jabatannya. Ada yang menjabat sampai tutup usia, namun kebanyakan mengundurkan diri karena usia tua. Dalam wilayah tangtu, puun selalu berlaku formal, sehingga berlaku protokol kapuunan, kecuali bila berada di ladang, ia yang akan berlaku sebagai warga biasa. Oleh karena itu, untuk bertemu puun bukan dalam rangka dinas, biasanya dilakukan di saung huma pondokan di ladang. Sehubungan

9 17 dengan jabatannya puun harus menempati rumah dinas. Lokasi rumah puun berada di daerah sakral, yaitu terletak paling selatan di dalam suatu pemukiman, tidak boleh ada rumah lain di selatan rumah puun. Girang seurat, atau kadang disebut seurat saja, merupakan jabatan tertinggi kedua setelah puun. Girang seurat merupakan sekretaris puun atau pemangku adat dan juga bertugas mengurus huma serang ladang bersama dan menjadi penghubung serta pembantu utama puun. Setiap orang yang mau bertemu puun harus melalui girang seurat. Tamu dari luar lebih sering dihadapi girang seurat yang bertindak mewakili puun. Jabatan pembantu puun hanya ada di tangtu Cikeusik dan Cibeo, sedangkan di Cikartawana tugas tersebut dilaksanakan oleh kokolot tetua kampung. Baresan adalah semacam petugas keamanan kampung yang bertugas dan bertanggung jawab dalam bidang ketertiban. Mereka termasuk dalam anggota sidang kapuunan atau semacam majelis yang berangotakan sebelas orang di Cikeusik, sembilan orang di Cibeo, dan lima orang di Cikartawana. Mereka juga dapat menggantikan puun menerima tamu yang akan menginap dan dalam berbagai upacara adat. Jaro, merupakan pelaksana harian urusan pemerintahan kepuunan. Tugas jaro sangat berat karena meliputi segala macam urusan. Ada empat jabatan jaro, yakni jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertugas sebagai pengawas pelaksana hukum adat warga tangtu. Ia bekerjasama dengan girang seurat mendampingi puun dalam kegiatan upacara adat atau menjadi utusan kepala adat ke luar Desa Kanekes. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang berada di dalam dan di luar Desa Kanekes. Ia juga bertugas menyadarkan kembali orang tangtu yang dibuang karena melanggar adat. Jaro dangka berjumlah sembilan orang, yaitu tujuh orang berada di luar Desa, dan dua lainnya berada di desa. Kesembilan jaro dan ditambah dengan tiga orang jaro tangtu disebut dengan jaro duabelas, dikepalai oleh salah seorang diantaranya dan disebut jaro tanggungan duabelas. Jaro pamarentah bertugas sebagai penghubung antara pemerintahan adat dengan dan masyarakat Baduy dengan pemerintah, dan bertindak sebagai Kepala

10 18 Desa Kanekes yang berkedudukan di Kaduketug. Dalam tugasnya ia dibantu dengan pangiwa, carik, dan kokolot lembur. Palawari, merupakan kelompok khusus (semacam panitia tetap) yang bertugas pembantu, pesuruh, dan perantara dalam berbagai kegiatan upacara adat. Mereka mendapat tugas dari tangkesan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan suatu upacara adat. Sewaktu melaksanakan upacara, mereka inilah yang bertugas menyediakan makanan untuk semua petugas, dan warga yang terlibat dalam upacara tersebut. Tangkesan merupakan menteri kesehatan atau dukun kepala dan sebagai atasan dari semua dukun yang ada di baduy. Dialah juru ramal bagi segala aspek kehidupan orang baduy. Ia terlibat dalam penentuan orang yang pantas menjadi puun. Oleh karena itu, mereka menjabatnya harus cendikia dan menguasai ilmu obat-obtan, dan mantera-mantera, serta memberi restu kepada orang yang ingin menjadi dukun. Sekalipun tangkesan dapat memberi nasehat pada puun dan menjadi tempat bertanya bagi puun, jabatan ini dapat dipegang oleh orang Baduy Luar, biasanya keturunan dari tangkesan sebelumnya. Pada masyarakat Baduy dikenal beberapa istilah untuk menyebut dukun, yaitu paraji dukun beranak, panghulu (dukun khusus mengurus orang meninggal), bengkong jalu (dukun sunat untuk pria), dan bengkong bikang (dukun sunat untuk wanita). Berikut struktur kepemimpinan (pemerintahan tradisionil) dalam komunitas Baduy.

11 19 Puun tangkesan Girang Seurat Baresan Jaro Tangtu Jaro dangka/ jaro 12 Jaro Pamarentahan Kokolot Adat Pangiwa & Carik Palawari Masyarakat Baduy Dalam Masyarakat Baduy Luar Keterangan : : garis perintah dalam upacara adat : garis perintah dan konsultasi Gambar 1. Struktur organisasi Komunitas Adat Baduy Sumber : Permana (2006) Kepercayaan Orang Baduy Pada dasarnya kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang. Menurut Bupati Serang P.A.A. Djajadiningrat (1908), berdasarkan keterangan dari kokolot kampung Cikeusik bernama Naseni, orang Baduy bukanlah penganut agama Hindu, Budha, atau pun Islam, melainkan animisme, yakni kepercayaan yang memuja roh atau arwah nenek moyang. Hanya saja dalam kepercayaan tersebut sekarang telah dimasuki oleh unsurunsur agama Hindu dan juga Islam (Ekadjati, 1995:72). Sebagian besar upacara keagamaan orang Baduy tidak lepas dari hubungannya dengan padi dan perladangan. Sistem kalender atau penanggalan orang Baduy pun berkaitan erat dengan tata urutan kegiatan mereka. Awal penyiapan lahan ladang, yang dikenal dengan kegiatan narawas dan nyacar, juga merupakan awal masuknya tahun baru orang Baduy, yaitu bulan kapat.

12 20 Awal bulan pertama tiap permulaan tahun dalam istilah orang Baduy sering dikatakan nanggalkeun kidung (awal kemunculan bintang kidang atau bintang waluku). Menurut pengetahuan orang Baduy, awal tahun harus jatuh pada saat matahari sedang berada di belahan bumi utara, yang dalam istilah mereka disebut matapoe geus dengkek ngaler matahari sudah condong ke utara. Saat itu keadaan tanah sudah dingin sehingga sudah siap untuk kegiatan perladangan. Dalam penentuan waktu, orang Baduy juga menggunakan alat bantu yang disebut kolenjer, yakni kalender tradisionil, terbuat dari kulit kayu, berisikan penentuan hari, tanggal, bulan, dan tahun, bahkan juga dilengkapi dengan ramalan-ramalan waktu dan arah yang baik dan buruk (Danasasmita dan Djatisunda, 1986:39). Pusat pemujaan mereka berada di puncak gunung yang disebut Sasaka Domas atau Sasaka Pusaka Buana. Objek pemujaan ini pada dasarnya sisa peninggalan megalitik berupa bangunan berundak atau berteras-teras dengan sejumlah menhir dan arca di atasnya. Inilah yang dianggap oleh orang Baduy sebagai tempat karuhun, nenek moyang, berkumpul. Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy adalah tanpa perubahan apapun, seperti tertuang dalam buyut titipan karuhun (Garna, 1988:53, 1993:139) sebagai berikut: Buyut nu dititipkeun ka puun Negara satelung puluh telu Bangsawan sawidak lima Pancer salawe nagara Gunung teu meunang dilebur Lebak teu meunang dirempak Buyut teu meunang dirobah Lojor teu meunang dipotong Pondok teu menang disambung Nu lain kudu di lainkeun Nu ulah kudu diulahkeun Nu enya kudu dienyakeun (buyut yang dititipkan kepada puun negara tigapuluhtiga sungai enampuluhlima pusat duapuluhlima negara gunung tak boleh dihancur lembah tak boleh dirusak larangan tak boleh dilanggar buyut tak boleh diubah panjang tak boleh dipotong pendek tak boleh disambung yang bukan harus ditiadakan yang lain harus dipandang lain yang benar harus dibenarkan. Istilah buyut di sini mengandung pengertian semacam tabu atau pantangan. Menurut orang Baduy buyut sesungguhnya berarti segala sesuatu yang melanggar pikukuh, terbagi atas buyut adam tunggal dan buyut nahun. Buyut adam tunggal berarti tabu pokok beserta tabu-tabu kecil lainnya (tanpa

13 21 kecuali) yang berlaku untuk orang tangtu, sedangkan buyut nahun merupakan tabu berdasarkan hal-hal pokok saja dan berlaku untuk orang penamping atau dangka. Contoh, tabu bagi orang tangtu mengolah pertanian menjadi sawah dan menanam tanaman tertentu seperti kopi dan cengkeh; namun orang penamping dan dangka, walaupun tabu pertanian bersawah diikuti, juga menanam kopi dan cengkeh. Konsep penting lain dari kepercayaan orang Baduy adalah karuhun dan pikukuh adalah generasi pendahulu yang sudah meninggal. Mereka berkumpul di Sasaka Domas, yaitu tempat suci di hutan tua di hulu Sungai Ciujung. Karuhun dapat menjelma atau datang dalam bentuk asalnya, menengok keturunannya melalui jalan hutan kampung (leuweung lembur), Para puun, menurut keyakinan ini, bukan hanya pemimpin tertinggi melainkan merupakan keturunan karuhun yang langsung mewakili mereka di dunia. Dalam kaitan dengan konsep karuhun, ada konsep guriang, sanghyang, dan wangatua. Guriang dan sanghyang dianggap penjelmaan para karuhun untuk melindungi keturunannya dari segala marabahaya, baik gangguan orang lain maupun makhlukmakhluk halus yang jahat. Adapun wangtua adalah roh atau penjelmaan roh ibu bapak yang sudah meninggal dunia (Garna, 1993a:140, 1994:15). Pikukuh, merupakan aturan dalam sunda wiwitan yang tidak terlepas dari ketentuan untuk (1) ngabaratakeun melakukan tapa terhadap inti jagat dan dunia, (2) ngareremokeun menghormati dengan menjodohkan dewi padi yang disebut sanghyang asri, dan (3) mengekalkan pikukuh dengan melaksanakan semua ketentuan yang ada (Garna, 1994:15). Gejala Perubahan Sosial di Baduy Tidaklah mudah untuk menggambarkan secara selintas tentang perubahan sosial di Indonesia; mungkin lebih baik membahas tentang perubahan sosial secara makro yang lebih berupa potret kelompok masyarakat. Kelompok yang seringkali disebut masyarakat terpencil dikategorikan sebagai masyarakat yang tertinggal oleh proses perubahan sosial, atau yang relatif terbelakang kehidupannya. Kelompok ini biasanya diangap tidak maju, alam pikirannya bersahaya dan kuat memegang tradisi, bahkan diangap tak termasuk kelompok etnik tempat bermukimnya.

14 Masyarakat dalam pandangan teori evolusi, perspektif ini merupakan perspektif yang paling awal dalam sosiologi. Didasarkan pada karya Comte ( ) dan Spencer ( ), perspektif ini memberikan keterangan tentang cara masyarakat manusia berkembang dan tumbuh. Menurut Horton dan Hunt (1991:17), perspektif ini digunakan untuk mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda, untuk mengetahui ada tidaknya urutan umum yang dapat ditemukan. Mungkin mereka bertanya apakah faham komunisme Cina akan berkembang sama seperti faham komunisme Rusia, atau apakah pengaruh proses industrialisasi terhadap keluarga di negara berkembang akan sama dengan yang ditemui di negara Barat? Bila dikaitkan dengan masalah penelitian, perspektif ini dapat juga menjelaskan perkembangan komunitas adat Baduy Luar. Perspektif evolusioner adalah perspektif yang aktif, sekalipun bukan perspektif utama dalam sosiologi. Perubahan merupakan proses yang terus menerus terjadi dalam setiap masyarakat. Proses perubahan itu ada yang berjalan sedemikian rupa sehingga tidak terasa oleh mayarakat pendukungnya. Gerak perubahan yang sedemikian itu disebut evolusi. Sosiologi mempunyai gambaran adanya perubahan evolusi masyarakat dari masyarakat sederhana ke dalam masyarakat modern. Proses gerak perubahan tersebut ada dalam satu rentang tujuan ke dalam masyarakat modern. Manurut Comte, Martindale (Amiruddin, 2008:37), mengenai perkembangan masyarakat, yakni: Pertama, masyarakat berkembang secara linier (searah), yakni dari primitif ke arah masyarakat yang lebih maju. Kedua, proses evolusi yang dialami masyarakat mengakibatkan perubahan-perubahan yang berdampak terhadap perubahan nilai-nilai dan berbagai anggapan yang dianut masyarakat. Ketiga pandangan subyektif tentang nilai dibaurkan dengan tujuan akhir perubahan sosial. Hal ini terjadi karena masyarakat modern merupakan bentuk masyarakat yang dicita-citakan memiliki label yang baik dan lebih sempurna, seperti kemajuan, kemanusiaan, dan sivilisasi. Keempat, perubahan sosial yang terjadi dari masyarakat sederhana ke arah masyarakat modern berlangsung lambat, tanpa menghancurkan fondasi yang membangun masyarakat, sehingga memerlukan waktu yang panjang. 22

15 23 Menurut Micklin (1973), tiap sistem sosial secara terus-menerus mengikuti perubahan, oleh karena lingkungan selalu mengalami perubahan terus menerus. perubahan pada umumnya adalah sebuah perubahan, pengaruh tersebut dapat berasal dari fisik atau lingkungan, misalnya; (1) Teknologi sebagai penyebab perubahan sosial Teknologi tidak hanya membuat berbagai hal menjadi lebih sederhana atau lebih efisien atau lebih cepat tetapi juga membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Baldriges (1975) menyatakan bahwa yang dapat diubah dan disempurnakan oleh teknologi: (a) Perubahan pada teknologi agrikultur yang menghasilkan surplus makanan bagi pertumbuhan yang penting dari kota. (b) Perubahan pada teknologi senjata yang sering merepotkan negara-negara dan kerajaan. (c) Pengenalan tentang tenaga uap yang mendorong dunia ke dalam revolusi industri, dan (d) Penemuan dari mesin pemisah biji kapas yang menghidupkan kembali perdagangan dan membantu sejarah manusia kembali. (2) Gerakan massa Di dalam suatu masyarakat ada sub-sub kelompok tertentu sebagai suatu pergerakan sosial, yang sangat kuat dan aktif bahwa mereka dapat memulai perubahan sosial atau mempercepat perubahan. Yang mungkin dapat digolongkan seperti seorang reaksioner, konservatif, penganut pembaharuan, dan revolusioner (Storer,1980) (3) Adanya nilai-nilai dan gagasan baru. Perubahan sosial terjadi ketika ada gagasan yang baru dan nilai-nilai baru. Gagasan dan nilai-nilai baru memungkinkan mereka untuk hidup menjadi lebih selaras dengan lingkungan yang berubah. (4) Perubahan pada transportasi dan komunikasi. Telah ada suatu tambahan kecepatan (akselerasi) dari perubahan transportasi dan komunikasi dari masa lalu sampai dengan saat ini. oleh karena perubahan ini, orang bisa menaklukkan ruang dan waktu (Amiruddin, 2008:39-41).

16 24 Menurut Soekanto (1974) faktor yang mendorong adanya perubahan dalam suatu masyarakat adalah: (a) Kontak dengan kebudayaan lain, (b) Sistem pendidikan yang maju, (c) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan ada keinginan untuk maju, (d) Toleransi terhadap pembuatan yang menyimpang, sistem terbuka dalam lapisan masyarakat, (e) Pendudukan yang heterogen, (f) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu, (g) Disorganisasi dalam masyarakat, (h) Sikap mudah menerima, dan (i) Sikap modern. Soekanto (1974) juga menjelaskan bahwa faktor yang dianggap penghambat adanya perubahan dalam suatu masyarakat adalah: (1) Hambatan Budaya. Hambatan budaya menuju ke perubahan sosial dibagi lagi ke dalam tiga nilai-nilai kelompok dan sikap, struktur budaya. Nilai-nilai dan sikap mempunyai komponen sebagai berikut: tradisi, fatalisme, budaya etnosentris, kebanggaan dan martabat, norma-norma dari kesederhanaan, nilai relatif dan takhyul. (2) Tradisi. Tradisi akan membentuk arah yang stabil tentang kultur sebagai memelihara keadaan tetap pada suatu saat tertentu dari suatu kelompok sosial. (3) Fatalisme. Fatalisme adalah suatu kecenderungan yang lebih lazim di dalam negara-negara yang lemah/miskin. (4) Budaya etnosentris. Budaya etnosentris adalah kecenderungan dari orangorang untuk tak mengindahkan inovasi apapun karena mereka sangat percaya kepada kepercayaan mereka. (5) Kebanggan dan martabat. Kebanggaan dan martabat atau kebenaran bisa merupakan suatu penghalang untuk maju. (6) Nilai relatif. Nilai relatif tidak bisa menghapuskan prasangka orang-orang persis sama benar berubah. (7) Penghalang sosial untuk berubah. Penghalang sosial untuk berubah. menggolongkan kesetiakawanan, sumber dari otoritas, dan karakteristik dari

17 25 struktur sosial adalah di antara penghalang sosial yang spesific untuk berubah. (8) Sumber Otoritas. Sumber otoritas didalam lembaga yag kuat seperti keluarga, struktur politik di pemerintahan, dan pengaruh individu yang dipengaruhi bakat luar biasa. (9) Karakteristik dari struktur sosial. Karakteristik struktur sosial seperti kasta/suku bangsa dan penghalang kelas membuat perubahan mustahil terutama berasal dari lapisan bawah. (10) Penghalang psikologis. Foster (1973) menggolongkan penghalang yang psikologis ke dalam dua kategori yang utama, perbedaan persepsi budaya tentang permasalahan komunikasi. Menurut Garna (1992:96), yang penting dalam membahas masyarakat terpencil ialah: pertama, kelompok tersebut tidaklah statis seperti dianggap orang atau memiliki alam pikiran bersahaja yang dipengaruhi oleh tradisi, ataupun tidak memiliki kepercayaan. Hal kedua ialah seperti tampak pada pengertian tentang masyarakat terpencil sebagai konsep kerja atau operasional para penyuluh masyarakat berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan pandangan pemerintah sebagai pendorong pembangunan; memang perubahan telah berlangsung sebagai akibat pengaruh luar serta kehendak mereka sendiri, atau terpaksa dilakukan sebagai solusi penyelamatan diri. Dilihat dari perspektif perubahan sosial, jelaslah bahwasanya masyarakat yang sederhana pun tidak statik tetapi dinamik. Garna (1992:96) berpendapat bahwa kontak warga masyarakat luar memungkinkan suatu kelompok masyarakat mengalami perubahan sosial, dalam waktu cepat atau melalui kurun waktu panjang, tergantung oleh berbagai aspek dorongan dari dalam dan luar masyarakat. Dalam kurun waktu ratusan tahun misalnya, kelompok orang Baduy di Banten tidak statis seperti dianggap orang tetapi telah mengalami perubahan sosial pada berbagai unsur kehidupan mereka. Adapun masalah apakah perubahan sosial itu bermanfaat dan mendorong peningkatan kualitas kehidupan mereka, perlu diamati dari sisi pandang dan kepentingan mana hal itu berlaku? Sebagaimana berlangsung pada akhir-akhir ini oleh pengaruh dan kepentingan

18 26 luar yang deras melanda mereka telah berdampak kepada struktur sosial penting, yaitu terjadi krisis dalam sistem kepemimpinan mereka. Padahal para pemimpin inti Orang Baduy sendiri belum bersedia mengubah otoritas mereka sebagai pemimpin adat, agama, dan sosial kepada kekuasaan lain (Garna, 1992:96). Dalam upaya memahami dan mengembangkan kelompok masyarakat terpencil yang masih banyak tersebar di Indonesia, kiranya tidak hanya antropolog dan sosiolog saja yang dapat berperan. Ilmu Penyuluhan dapat mempelajari tentang hakekat perubahan perilaku dan penggalian potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, atau ilmu ekonomi pun dapat mempelajari tentang hakekat subsisten, pengaruh ekonomi kota, mitos kerja dan kerjasama, serta sistem logistik padi huma di leuit (lumbung padi) secara mikro guna menyusun model-model koperasi, logistik, dan ekonomi subsisten misalnya. Menurut Garna (1992:97), untuk mengawali operasionalisasi kajian perlu mengubah anggapan, misalnya tentang istilah masyarakat terasing atau terpencil menjadi sukubangsa berkembang, yang mengandung adanya proses dan tahapan dalam perubahan sosial yang sesuai dengan kenyataan masyarakat tersebut. Menurut Sihabudin dan Amiruddin (2007) survey tentang prasangka antar kelompok di Baduy, masyarakat masih ragu-ragu dan samar-samar tentang perubahan, dan mereka sebenarnya tidak anti pada perubahan, asalkan perubahan tersebut tidak mengubah tatanan adat. Termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga. Dari uraian tersebut tampak jelas bahwa tradisi itu sebenarnya adalah dunia sosial mereka yang paling mereka kenali dan yakini. Kelenturan budaya yang seringkali mencuat dalam peristiwa kontak budaya tidak saja memberikan peluang adaptasi terhadap ruang dan waktu kehidupan yang sedang serta akan mereka jalani, tetapi akal budi mereka sebagai manifestasi dari kearifan tradisionil. Gejala perubahan pada Orang Baduy menurut Garna (1993:97), terjadi yaitu mulai dari masa pra Islam, masa Islam, masa Penjajahan, dan setelah tahun 1945 perubahan yang terjadi pada wilayah enklaf Baduy, ekonomi subsisten

19 27 menjadi ekonomi kota, kepala pemerintahan dari Jaro Gubernemen menjadi kepala Desa, Pesta Kawalu menjadi Seba, Seba Sultan Banten menjadi Seba Pemerintah. Demikian penjelasan dan gambaran komunitas adat Baduy mengenai asal usul, kondisi wilayah, sistem kepercayaan, pemerintahan, dan gejala peruabahannya. Masyarakat Baduy dapat dikelompokan sebagai masyarakat yang termasuk dalam kriteria Komunitas Adat Terpencil sebagaimana dikemukakan dalam Keppres No.111/1999, juga pendapat-pendapat ahli. Selanjutnya akan dijelaskan konsep dan peubah-peubah yang terkait dengan masalah penelitian. Kebutuhan Hidup Keluarga Seperti semua lembaga, keluarga adalah suatu sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting. Mendefinisikan keluarga tidak begitu mudah karena istilah ini digunakan dengan berbagai cara. Suatu keluarga mungkin merupakan: (1) suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama, (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan, (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak, (4) pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak, dan (5) satu orang dengan beberapa anak (Horton dan Hunt, 1991). Para anggota suatu komune mungkin menyebut dirinya keluarga. Tetapi pada umumnya tidak mampu tinggal dalam sebuah rumah di suatu daerah yang ditetapkan sebagai daerah tempat tinggal keluarga tunggal. Contoh lain kalau sejumlah mahasiswa menyewa dan tinggal bersama dalam sebuh rumah di daerah semacam itu, maka mereka akan menemukan bahwa definisi sebuah keluarga adalah penting. Pasangan kumpul kebo yang hidup bersama tanpa nikah tidak diakui sebagai keluarga oleh Biro Sensus Amerika Serikat (Horton dan Hunt, 1991). Pengertian emosional yang sangat mendalam mengenai hubungan keluarga bagi hampir semua anggota masyarakat telah diobservasi sepanjang sejarah peradaban ummat manusia. Para ahli filsafat dan analisis sosial telah melihat bahwa masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga, dan bahwa keanehan-keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan

20 28 menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlangsung di dalamnya (Goode, 1985). Bila kita berbicara mengenai keluarga, biasanya kita akan langsung berpikir tentang suami isteri, anak-anak mereka dan kadang-kadang seorang sanak saudara lain. Karena keluarga didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami-isteri, maka disebut keluarga kehidupan suami isteri (conjungal family), Namun istilah itu lebih sering diacu pada keluarga batih (nuclear family). Keluarga hubungan kerabat sedarah (consanguine family) tidak didasarkan pada pertalian kehidupan suami isteri, melainkan pada pertalian darah dari sejumlah orang kerabat. (Horton dan Hunt 1991). Dalam masyarakat pada umumnya ada dua tipe keluarga, keluarga yang terdiri atas ibu, bapak dan anak-anak, serta keluarga yang terdiri atas satu orang tua dan anak-anak. Kedua tipe keluarga tersebut terdapat pada semua lapisan kelas sosial Horton dan Hunt (1990:12). Dalam penelitian ini difokuskan pada tipe keluarga inti (nuclear) yaitu ayah-ibu, dan anak-anak pada Komunitas Adat Baduy Luar. Setiap komunitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan memiliki cara yang berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhannya dalam hidup. Suatu kenyataan dalam komunitas Baduy, sebagaimana telah dikemukakan terdahulu masyarakat Baduy terdiri dari Baduy Dalam dan Baduy Luar. Hal ini bila kita kaji dari perspektif kebutuhan masyarakat, ada kebutuhan yang tidak terpenuhi di dalam komunitas keluarga Baduy Dalam, mereka coba penuhi di lingkungan Baduy Luar. Sebelum memahami kebutuhan hidup keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan hidup, maka perlu memahami pengertian kebutuhan dan kebutuhan hidup keluarga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) kebutuhan berasal dari kata butuh yang berarti sangat perlu menggunakan atau memerlukan, sehingga kebutuhan diartikan yang dibutuhkan. Doyal dan Ian (1991) mendefinisikan secara operasional, bahwa kebutuhan muncul karena ada ketidakseimbangan dalam diri seseorang terhadap sesuatu, dan ini akan melahirkan motif untuk bertindak. Slamet (2003) membedakan antara kebutuhan

21 29 dengan keinginan. Kebutuhan bila tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakseimbangan pada fisiologis dan psikologisnya. Manusia yang hidup bermasyarakat membutuhkan hal-hal yang dapat menunjang dan menjalankan proses kehidupan, sedangkan kebutuhannya itu adalah bersifat sejagat, artinya kebutuhan merupakan berbagai hal yang harus dipenuhi manusia untuk dapat melangsungkan kehidupannya dan untuk dapat hidup lebih baik. Menurut Huntington (Garna, 2007:18) berbagai kebutuhan manusia itu dapat dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu: (1) Kebutuhan utama atau primer, kebutuhan yang kemunculannya bersumber pada aspek biologi atau organisma tubuh manusia, seperti makanan dan minuman, perlindungan dari iklim, istirahat, dan kesehatan. (2) Kebutuhan sosial atau kebutuhan sekunder, kebutuhan yang terwujud sebagai akibat atau hasil dari usaha memenuhi kebutuhan primer, dan yang harus dipenuhi dengan melibatkan sejumlah orang, seperti berhubungan dengan sesama, kegiatan yang dilakukan bersama, sistem pendidikan, dan keteraturan serta kontrol sosial. (3) Kebutuhan integratif, kebutuhan yang muncul dan terpencar dari hakekat manusia sebagai makhluk berfikir dan bermoral, yang fungsinya menggabungkan berbagai kebutuhan dan perangkat tingkah lakunya menjadi suatu sistem yang bulat serta menyeluruh dan masuk akal bagi para pendukung kebudayaannya, seperti perasaan tentang yang benar dan yang salah, ungkapan perasaan bersama, rasa keyakinan diri, rekreasi dan hiburan. Dalam memenuhi kebutuhan dan manfaat pada proses kehidupan manusia maka kebudayaan dapat dilihat sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang terdiri dari perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan melakukan interpretasi lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong serta melaksanakan tindakan yang diperlukan, Spradley (1972) (Garna, 2007:18). Kadar dan arah perubahan suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh kebutuhan yang dianggap perlu oleh para anggota masyarakat itu. Menurut Horton dan Hunt (1990:221), kebutuhan bersifat subyektif. Kebutuhan

22 30 dianggap nyata jika orang merasa bahwa kebutuhan itu memang nyata. Di banyak bagian dunia yang terbelakang dan kekurangan pangan orang bukan saja memiliki kebutuhan obyektif akan tambahan pangan, tetapi juga memerlukan berbagai jenis pangan, terutama sayur-sayuran, dan kacang-kacangan. Perubahan di bidang pertanian yang menghasilkan tambahan pangan lebih mudah diterima daripada yang menghasilkan berbagai jenis pangan, karena orang menganggap tidak perlu. Jika orang belum merasa butuh, maka orang akan tetap menolak perubahan; hanya kebutuhan yang dianggap perlu oleh masyarakat yang memegang peran menentukan. Contoh beberapa penemuan praktis, ritsleting (kancing tarik) ditemukan pada tahun 1891, tetapi diabaikan hampir seperempat abad. Ban angin ditemukan dan dipatenkan pada tahun 1845, tetapi tidak mendapat perhatian hingga saat kepopuleran sepeda menimbulkan kesadaran akan betapa pentingnya ban angin tersebut, kemudian ban angin ditemukan kembali oleh Dunlop pada tahun 1888 (Horton dan Hunt, 1990). Slamet (2003) berpendapat bahwa orang tidak akan sadar terhadap kebutuhannya kalau dia belum mampu mengevaluasi kondisi dirinya sendiri. Dikatakannya, harus ada suatu strategi pemberdayaan yang dapat menyadarkan orang dalam mengevaluasi dirinya sehingga dapat mengetahui kemampuankemampuan dan kelemahan-kelemahannya dan akhirnya akan mampu mengidentifikasi kebutuhannya sendiri atau karakteristik pribadinya. Dari pendapat tersebut bila dijelaskan dalam perspektif kebutuhan, menurut Maslow (Maryani, 2007), masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, ketika tidak terpenuhi mereka mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya. mengidentifikasi hirarki kebutuhan yang menurutnya memainkan peran sangat penting dalam motivasi manusia. Orang yang lelah, lapar, dan kesakitan akan termotivasi untuk mendapatkan kebutuhan fisiologi / biologis sebelum menjadi tertarik untuk mencari kebutuhan yang lain. Menurut Maslow (Alwisol, 2004), semua manusia mempunyai kebutuhan dasar umum yang terdiri atas beberapa tingkatan yakni tingkatan kebutuhan dasar fisik harus terpenuhi lebih dulu atau sekurang-kurangnya sebagian terpenuhi agar kehidupan terus berlanjut. Lebih jauh Maslow berpendapat, bahwa orang akan

23 31 berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya, karena mempunyai dorongan atau motivasi untuk mencapai potensi setinggi-tingginya. Konsep hirarki kebutuhan Maslow diartikan sebagai proses atau sistem yang menempatkan materi dan orang menurut derajat pentingnya. Hirarki kebutuhan adalah penempatan persyaratan atau keperluan fungsi manusia berdasarkan derajat (urutan) tingkatan pentingnya. Ia mengembangkan suatu tingkatan atau hirarki kabutuhan manusia terdiri lima kategori, yaitu kebutuhan fisiologi, keselamatan, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Semua kebutuhan ini merupakan bagian penting dari sistem manusia, tetapi kebutuhan fiosiologi merupakan kebutuhan primer karena bila tidak terpenuhi akan mempengaruhi pada kebutuhan lainnya. Jika kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi maka kebutuhan keselamatan merupakan prioritas selanjutnya, begitu seterusnya sampai pada tingkatan teratas, yaitu aktualisasi diri. Semua kebutuhan ini terdapat dalam setiap individu, tetapi prioritas dapat berubah dengan waktu, tempat, dan kegiatan individu. Tingkat kebutuhan yang lebih tinggi adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan dicintai dan dimiliki, kebutuhan harga diri serta kebutuhan perwujudan diri. Tingkat kebutuhan tersebut merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi karena setiap manusia membutuhkannya. Misalnya pada sistem sosial Orang Baduy, prioritas utamanya adalah kebutuhan fisiologisnya, namun tidak dipungkiri bahwa kebutuhan selanjutnya adalah rasa aman, kasih sayang, dan aktualisasi diri sesuai dengan kondisi taraf kehidupannya. Pendapat Maslow tersebut bila dikaitkan dengan masalah penelitian, adalah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang keluarga masyarakat Baduy Luar. Sebagaimana dikemukakan Maslow aspek motivasi menentukan kebutuhan mereka. Dengan kata lain yang mendorong komunitas Baduy Luar untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan hal-hal yang mereka butuhkan tersebut.

24 32 Persepsi Orang awam mengatakan persepsi adalah kesan kita terhadap suatu obyek, bisa keadaan, benda, atau suatu peristiwa. Ada beberapa definisi persepi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Litterer ( Asngari, 1984) persepsi adalah the understanding or view people have of things in the world around them, sedangkan Hilgard (Asngari, 1984), menyebutkan bahwa perception in the process of becoming aware of objection. Combs, Avila dan Purkey (Asngari, 1984) mendefinisikan persepsi sebagai berikut: Perception is the interpretation by individuals of how things seem to them, especially in reference to how individuals view themselves in relation to the world in which they are involved. Dilain pihak Allport (Asngari, 1984) menyebutkan bahwa: it (perception) has something to do with awareness of the objects or condition about us. It is dependent to a large extent upon the impression these objects make upon our senses. It is the way things look to us, or the way they sound feel,taste or smell. But perception also involves, to some degress, and understanding awarness, a meaning or a recognition of these objects. Menurut Rakhmat (2004:51) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Desederato (Rakhmat, 2004:51) persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Ada hubungan sensasi dengan persepsi, sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori. Maramis (2006) menjelaskan bahwa persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima pancaindera (hal ini dinamakan sensasi), kemudian stimulus diantar ke otak yang didekode serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti sesuatu yang diindera itu. Ada yang

25 33 dengan singkat mengatakan: persepsi adalah memberikan makna pada stimulus inderawi. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai informasi itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam dan dahulu memegang peranan yang penting. Dengan demikian makna tersebut sangat penting bagi pengertiannya. Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami penulis bahwa persepsi adalah proses pengertian dan penafsiran makna informasi yang diterima peralatan pancaindera kita, dalam proses pemberian makna dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor personal dan faktor situasional. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Proses terbentuknya persepsi, menurut Krech dan Crutchfield (Rakhmat, 2004:55-59) ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk hal-hal apa yang kita sebut sebagai faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi krakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan (frame of reference). Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Artinya, obyek-obyek yang mendapat perhatian khusus yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya. Bila orang lapar duduk di restoran, tentunya yang pertamakali dilihat adalah makanan, nasi, lauk-pauk dan baru kemudian minumannya. Kebutuhan biologis menyebabkan kebutuhan yang berbeda. Faktor struktural yang menentukan persepsi, berasal dari semata-mata dari sifat stimuli dan efek-efek yang ditimbulkannya pada sisem saraf individu. Para psikolog Gestalt seperti Kohler, Wartheimer dan Koffka (1959) (Rakhmat,

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat dan tradisi yaitu suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan budaya yang berbeda-beda. Salah saru diantaranya adalah masyarakat Kanekes (Baduy) yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat telah berhasil menarik perhatian baik masyarakat asing maupun masyarakat lokal. Ketertarikan

Lebih terperinci

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer CIRI-CIRI SOSIAL DAN KONDISI MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES Oleh: Ade Makmur K Pengantar Materi ini merupakan bahan kuliah tamu pada Program Magister Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran

Lebih terperinci

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN ABSTRAK Masyarakat Baduy di desa Kanekes kehidupannya tidak lepas tidak lepas dari bertani, hanya saja pertanian yang mereka lakukan secara berpindah-pindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Terdapat tiga komponen yang harus ada dalam suatu kegiatan komunikasi, yakni pembicara, lawan bicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY

SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY SISTEM TATANAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN ORANG BADUY (Suatu Kajian terhadap Perubahan Sosial dan Kelestarian Nilai-nilai Tradisional Masyarakat Baduy) Oleh : Wilodati Abstrak Kajian tentang perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK Nomor : 1 Tahun 1991 Seri D PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK NOMOR : 13 TAHUN 1990 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT

Lebih terperinci

Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi Perubahan Sosial

Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi Perubahan Sosial Seminar Antarabangsa Bersama Universiti Kebangsaan Malaysia dan Universitas Indonesia (SEBUMI 3), 16-18 Desembe 2010 di Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Menghadapi

Lebih terperinci

Pengaruh Interaksi Sosial Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga

Pengaruh Interaksi Sosial Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga Jurnal Penyuluhan, Maret Vol. 6 No. Pengaruh Interaksi Sosial Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga Ahmad Sihabudin, Basita Ginting S, Djoko Susanto, Pang S Asngari Universitas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

PAMARENTAHAN BADUY DI DESA KANEKES: PERSPEKTIF KEKERABATAN PAMARENTAHAN BADUY IN KANEKES: KINSHIP PERSPECTIVE

PAMARENTAHAN BADUY DI DESA KANEKES: PERSPEKTIF KEKERABATAN PAMARENTAHAN BADUY IN KANEKES: KINSHIP PERSPECTIVE Pamarentahan Baduy di Desa Kanekes: Perspektif Kekerabatan (Ade Makmur K dan Adi Purwanto) PAMARENTAHAN BADUY DI DESA KANEKES: PERSPEKTIF KEKERABATAN Ade Makmur K. dan Adi Purwanto Pusat Penelitian Kemasyarakatan

Lebih terperinci

Pengaruh Interaksi Sosial KAT Baduy Luar terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga

Pengaruh Interaksi Sosial KAT Baduy Luar terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 Pengaruh Interaksi Sosial KAT Baduy Luar terhadap Persepsinya pada Kebutuhan Keluarga Ahmad Sihabudin ABSTRACT The objectives of this study are (1) to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya yang sudah jelas terdefinisi, sehingga diduga kemungkinan besar persepsi dan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *)

SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *) SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY Oleh : Wilodati *) Abstrak Kajian tentang sistem perladangan masyarakat Baduy sebagai salah satu suku terasing di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat menarik.

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISA DAN DATA. Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari

BAB 2 ANALISA DAN DATA. Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari BAB 2 ANALISA DAN DATA 2.1 Sumber Data dan Informasi Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari beberapa sumber yang terdiri dari: 2.1.1 Website : http://www. my-curio.us

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

PERSEPSI KOMUNITAS ADAT BADUY LUAR TERHADAP KEBUTUHAN KELUARGA DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN AHMAD SIHABUDIN

PERSEPSI KOMUNITAS ADAT BADUY LUAR TERHADAP KEBUTUHAN KELUARGA DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN AHMAD SIHABUDIN PERSEPSI KOMUNITAS ADAT BADUY LUAR TERHADAP KEBUTUHAN KELUARGA DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN AHMAD SIHABUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin

Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy Jamaludin Abstrak Berbeda dengan umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia yang bercocok tanam padi di sawah, masyarakat Baduy di desa Kanekes kecamatan

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000 Vol. 1 No. 1 tahun 2012 [ISSN 2252-6633] Hlm. 18-22 SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000 Risna Bintari Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada penanaman nilai dan karakter bangsa. Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

Nun jauh di pedalaman ujung baratdaya

Nun jauh di pedalaman ujung baratdaya nung! Konsep Mandala dalam Dunia Urang Kanekes Sebuah Tinjauan dari Luar * Rain Kamandak Urang Kanekes dicemooh sekaligus dipuji. Dicemooh sebab mereka dianggap sebagai masyarakat terbelakang yang bodoh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Setelah penulis memaparkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian, maka skripsi yang penulis beri judul Pewarisan Nilai Adat Pikukuh

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug Ratu Arum Kusumawardhani (1), Ryan Hidayat (2) arum_q@yahoo.com (1) Program Studi Arsitektur/Fakultas

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT 71 KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT Anggota masyarakat yang menjadi sampel sekaligus menjadi responden berjumlah orang yang merupakan anggota KTH dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan

diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Menurut Undang Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional (UU RI Nomor 2 Tahun 1989), pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Suku Baduy Luar Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional di Desa Kanekes Kecamatan Rangkas Bitung Kabupaten Lebak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Hakekat Perubahan Sosial yang Terjadi di Masyarakat Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat, baik perubahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN

MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN Karina Dewi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Cipondoh Makmur Jalan Fajar II Blok F.III No. 38 Karina_13.dewi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki*

IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* Abstrak Sampai saat ini masih kuat teori yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun masyarakat di dunia ini yang tidak mempunyai konsep tentang agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

Kata Kunci : Identitas, Agama, Baduy

Kata Kunci : Identitas, Agama, Baduy IDENTITAS AGAMA ORANG BADUY Oleh: Kiki Muhamad Hakiki* Abstrak Sampai saat ini masih kuat teori yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun masyarakat di dunia ini yang tidak mempunyai konsep tentang agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG YULIYA HASANAH A

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG YULIYA HASANAH A KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG (Studi Kasus : Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, Desa Kanekes - Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum tua, dan lambat laun mulai ditinggalkan karena berbagai faktor penyebab.

BAB I PENDAHULUAN. kaum tua, dan lambat laun mulai ditinggalkan karena berbagai faktor penyebab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya pengetahuan pengobatan tradisional hanya dikuasai oleh kaum tua. Generasi muda saat ini kurang termotivasi untuk menggali pengetahuan dari kaum tua,

Lebih terperinci

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP :

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP : KONSEP RUANG DALAM KEHIDUPAN ORANG KANEKES (Studi Tentang Penggunaan Ruang dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kenekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten) Makalah Disajikan dalam diskusi Jurusan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY Oleh: BAIQ SETIANI Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryadarma, Jakarta baiq_setiani@yahoo.com ABSTRAK Seperti masyarakat pada umumnya, sesungguhnya dalam

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

Prasangka Sosial dan Efektivitas Komunikasi Antarkelompok

Prasangka Sosial dan Efektivitas Komunikasi Antarkelompok Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 Prasangka Sosial dan Efektivitas Komunikasi Antarkelompok Ahmad Sihabudin dan Suwaib Amiruddin ABSTRACT Baduy community is one of ethnics known as Isoated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY

UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY Upacara Seba pada Masyarakat Baduy (Endang Supriatna) 481 UPACARA SEBA PADA MASYARAKAT BADUY Seba Ceremony in Baduy Society Oleh Endang Supriatna Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jln. Cinambo No.

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dengan ragam masyarakat yang sangat majemuk, beragam suku, ras, bahasa, kebudayaan, adat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA. Deni Miharja*

SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA. Deni Miharja* SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT SUNDA Deni Miharja* Abstrak Sistem kepercayaan suatu masyarakat terbentuk secara alamiah. Dimana sistem kepercayaan merupakan pedoman hidup yang diyakini oleh suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci