PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG"

Transkripsi

1 PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG NASTITI PREMONO PUTRI ( ) DOSEN PEMBIMBING : IR. HERU PURWADIO,MSP

2 LATAR BELAKANG 60% DARI 108 JUTA M 3 AIR TANAH WILAYAH BANDUNG BERASAL DARI WILAYAH BANDUNG UTARA DAERAH ALIRAN SUNGAI DI KECAMATAN LEMBANG KECAMATAN LEMBANG ZONA KONSERVASI AIR TANAH IV DI WILAYAH CEKUNGAN BANDUNG. ZONA WILAYAH RESAPAN UTAMA AIR

3 PERKEMBANGAN WILAYAH DAN PERMINTAAN LAHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN MUDAH KONFLIK KEPENTINGAN KEPEMILIKAN LAHAN AKSESBILITAS MENUJU DAERAH RESAPAN LINDUNG MUDAH DAERAH RESAPAN AIR MULAI KRITIS ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG >2000 ha lahan konservasi di kecamatan Lembang telah dipenuhi oleh bangunan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung diperbolehkan ha (Penelitian Ibid,2007)

4 PETA EKSISTING VS PETA RENCANA PEMANFAATAN RUANG Sumber : Pergub Jawa Barat No 56 Thn 2011 ttg Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara

5 DAERAH RESAPAN AIR LAINNYA DI JAWA BARAT DAN KAWASAN BANDUNG UTARA Daerah Puncak Kabupaten Bogor Daerah Punclut Kota Bandung!SUDAH TERLAMBAT DAN SULIT DIKENDALIKAN!

6 RUMUSAN MASALAH Pembangunan lahan terbangun yang semakin meningkat dan laju perubahan daerah resapan menjadi lahan terbangun semakin cepat akibat perkembangan wilayah Mengurangi luas daerah resapan air di Kecamatan Lembang dan mengancam keberlanjutan dari fungsi daerah resapan air tersebut APA SAJAKAH YANG TERMASUK FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ALIH FUNGSI LAHAN RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG SEMAKIN MENINGKAT?

7 TUJUAN & SASARAN Merumuskan klasifikasi alih fungsi lahan daerah resapan air menjadi lahan terbangun. Menganalisa faktorfaktor penyebab alih fungsi lahan resapan air menjadi lahan terbangun Menentukan arahan pengendalian alih fungsi lahan daerah resapan air menjadi lahan terbangun

8 SINTESA PUSTAKA DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI LAHAN Pustaka Aspek Indikator Penelitian Variabel Dampak Luasan daerah resapan yang Perubahan terkonversi lahan terbangun Luas Lahan Terbangun Dampak perubahan lahan terhadap siklus hidrologi Aspek yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan Penurunan fungsi tanah Infiltrasi Tanah menyerap air Ekonomi Aksesbilitas Ketersediaan jaringan jalan Harga Lahan Pendapatan penduduk Harga lahan di pasaran Tingkat pendapatan penduduk Sosial Karakter masyarakat Sikap masyarakat terkait fungsi lindung daerah resapan air Kebijakan Regulasi dan kebijakan tata ruang Efektivitas fungsi kebijakan daerah dalam pengendalian alih fungsi lahan Sistem perizinan bangunan di wilayah penelitian Kontrol pemerintah daerah dalam mengawasi perubahan alih fungsi lahan Kependudukan Jumlah penduduk Tingkat pertumbuhan penduduk di wilayah penelitian Kepadatan penduduk Tingkat kepadatan penduduk di wilayah penelitian Migrasi penduduk Tingkat migrasi penduduk di wilayah penelitian Lingkungan Lahan terpakai dan tidak terpakai Luas Lahan terkonversi Luas Lahan Daerah Resapan Kualitas lahan Tingkat kekritisan lahan

9 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN

10 Sasaran Aspek Indikator Variabel Definisi Operasional Menganalisa Luas lahan Perbandingan Luas Luas lahan daerah klasifikasi yang beralih daerah resapan air resapan air (Ha) perubahan lahan fungsi dan lahan terbangun pada setiap periode berdasarkan dampak perubahan Penurunan Jumlah air hilang alih fungsi daerah kemampuan Infiltrasi Tanah yang diserap oleh resapan air tanah untuk lahan di daerah menyerap air resapan air setiap periodenya (m 3 ) Menganalisa faktor-faktor penyebab dari alih fungsi lahan resapan air menjadi lahan terbangun Ekonomi Aksesbilitas Ketersediaan jaringan jalan Sosial Harga Lahan Harga lahan di pasaran Pendapatan penduduk Karakter masyarakat Tingkat pendapatan penduduk wilayah Sikap masyarakat terkait fungsi lindung daerah resapan air Kemudahan akses menuju lokasi daerah resapan air dan tersedianya sarana jalan yang baik Perbandingan nilai jual lahan di pasaran (Rupiah/Ha) Jumlah rupiah yang dihasilkan penduduk tiap bulannya Sikap masyaraat terhadap fungsi lindung,daerah resapan air baik berupa dukungan maupun pelanggaran

11 Sasaran Aspek Indikator Variabel Definisi Operasional Menganalisa faktor-faktor penyebab dari alih fungsi lahan resapan air menjadi lahan terbangun Kebijakan Regulasi dan kebijakan tata ruang Efektivitas fungsi kebijakan daerah dalam pengendalian alih fungsi lahan Kontrol pemerintah daerah dalam mengawasi perubahan alih fungsi daerah resapan air Sistem perizinan bangunan di wilayah penelitian Kependudukan Jumlah penduduk Tingkat pertumbuhan penduduk Kepadatan penduduk Jumlah penduduk migrasi Lingkungan Lahan terpakai dan tidak terpakai Keefektifan kebijakan dan peraturan hukum setempat mengenai pengendalian pemanfaatan lahan Intensitas kontrol yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya alih fungsi daerah resapan Kemudahan sistem perizinan bangunan yang menarik kecenderungan alih fungsi lahan terbangun di wilayah penelitian Jumlah penduduk dan pertumbuhannya dihitung per desa Tingkat kepadatan Perbandingan jumlah penduduk penduduk dengan luas wilayah per desa Tingkat migrasi penduduk Jumlah angka migrasi penduduk per desa tiap tahunnya Luas Lahan terkonversi Luasan daerah resapan air yang terkonversi menjadi lahan budidaya Kualitas Lahan Lahan tidak produktif Tingkat kemampuan lahan dalam berproduksi

12 TEKNIK ANALISIS DATA Merumuskan klasifikasi alih fungsi lahan daerah resapan air menjadi lahan terbangun - Analisa Overlay GIS - Analisis Kuantitatif Statistik Pembagian klasifikasi wilayah alih fungsi berdasarkan dampak alih fungsi yang ditimbulkan Menganalisa faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan resapan air menjadi lahan terbangun - Analisis Deskriptif Kualitatif - Analisis Stakeholder - Analisis Delphi Faktor-faktor penyebab alih fungsi daerah resapan air Menentukan arahan pengendalian alih fungsi lahan daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang. - Analisis Triangulasi Arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air.

13 BAB 4 GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISA WILAYAH YANG TERMASUK KE DALAM KAWASAN LINDUNG TERMASUK KE DALAM 8 DESA DI KECAMATAN LEMBANG YAITU DESA CIKAHURIPAN, DESA JAYAGIRI, DESA CIKOLE, DESA CIKIDANG, DESA WANGUNHARJA, DESA CIBODAS, DAN DESA SUNTENJAYA. UTARA TIMUR BARAT : KABUPATEN SUBANG : KABUPATEN BANDUNG : KABUPATEN PURWAKARTA SELATAN :DESA GUDANGKAHURIPAN, DESA LEMBANG DAN DESA CIBOGO

14

15 TABEL 4.1 TABEL DESA DAN LUAS WILAYAH No Nama Desa Luas Wilayah (Ha) PENELITIAN 1 Desa Sukajaya 294,743 2 Desa Cikahuripan Desa Jayagiri Desa Cikole Desa Cikidang Desa Wangunharja Desa Cibodas Desa Suntenjaya Jumlah 3560 Sumber: Data Monografi Kecamatan Lembang 2009 dan perhitungan GIS

16

17

18 GRAFIK PERUBAHAN LUAS PEMANFAATAN LAHAN DI WILAYAH PENELITIAN TAHUN 2002, 2007 DAN Hutan Sawah Kebun Permukiman Sumber: Pencitraan Google Earth 2013 dan time reverse

19 KONDISI ALIH FUNGSI LAHAN DI WILAYAH PENELITIAN

20

21

22

23 PERUBAHAN LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR LEMBANG PERIODE

24

25 PERGUB JAWA BARAT NO 58 THN 2011

26 KEPENDUDUKAN WILAYAH PENELITIAN 9000 Suntenjaya 8000 Cibodas 7000 Wangunharja 6000 Cikidang Cikole Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 2009 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 2010 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 2011 Jayagiri Cikahuripan 0 Sukajaya Sukajaya Cikahuripan Jayagiri Cikole Cikidang Wangunharja Cibodas Suntenjaya

27 ANALISA DAMPAK DAN MENENTUKAN KLASIFIKASI WILAYAH ALIH FUNGSI ANALISA DAMPAK ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR DENGAN MENGETAHUI VOLUME AIR YANG HILANG PER PERIODE MENGGUNAKAN PERSAMAAN FFOLIOT R = (P ET). Ai. ( 1- Cro) Volume Air Hilang = R KETERANGAN: R = VOLUME AIR YANG MERESAP KE DALAM TANAH (M 3 ) P = CURAH HUJAN (MM) ET = EVAPOTRANSPIRASI (MM/TH) AI = LUAS LAHAN (M 2 ) CRO = KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN

28 ANALISA DAMPAK DAN MENENTUKAN KLASIFIKASI WILAYAH ALIH FUNGSI Desa Jumlah Air Hilang Tahun (m 3 ) Jumlah Air Hilang Tahun (m 3 ) Total (m 3 ) Rata-rata (m 3 ) (1) (2) (3) (4) (5) Sukajaya Cikahuripan Jayagiri Cikole Cikidang Cibodas Suntenjaya Wangunharja Total

29 ANALISA DAMPAK DAN MENENTUKAN KLASIFIKASI WILAYAH ALIH FUNGSI PENENTUAN klasifikasi ALIH FUNGSI BERDASARKAN DAMPAK ALIH FUNGSI YANG DITIMBULKAN Desa Total Jumlah Air klasifikasi Hilang (m 3 ) (1) (2) (3) Sukajaya Rendah Cikahuripan Tinggi Jayagiri Tinggi Cikole Tinggi Cikidang Rendah Cibodas Rendah Suntenjaya Rendah Wangunharja Rendah Rata-rata Tinggi :Jumlah Air yang Hilang > m 3 Rendah :Jumlah Air yang Hilang < m 3

30

31 ANALISA FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA ALIH FUNGSI WILAYAH R1 RESPONDEN UNTUK ANALISIS DELPHI : KASUBBID PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PERTANAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPEDA BANDUNG BARAT R2 : STAFF AHLI BIDANG TATA RUANG CIPTA KARYA BANDUNG BARAT R3 R4 R5 R6 R7 : KASIE PEMBANGUNAN DAN MASYARAKAT KECAMATAN LEMBANG : PAKAR TATA KOTA : DOSEN TATA GUNA LAHAN ITB : AKTIVIS LSM WALHI : TOKOH MASYARAKAT

32 HASIL ANALISIS STAKEHOLDER Keterangan : 1. Tingkat Kepentingan Stakeholders : 0 : Tidak diketahui kepentingannya 1 : Kecil / tidak penting 2 : Agak penting 3 : Penting 4 : Sangat Penting 5 : Program yang sangat tergantung padanya 1. Pengaruh Aktivitas Stakeholders : 0 : Tidak diketahui pengaruhnya 1 : Kecil/tidakada pengaruhnya 2 : Agak berpengaruh 3 : Berpengaruh 4 : Sangat Berpengaruh 5 : Sangat berpengaruh sekali

33 ANALISA FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA ALIH FUNGSI WILAYAH Analisa Faktor yang Berpengaruh pada Alih Fungsi Wilayah dengan Analisis Delphi klasifikasi Dampak Alih Fungsi Tinggi klasifikasi Dampak Alih Fungsi Rendah

34 ANALISA FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA ALIH FUNGSI WILAYAH KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI TINGGI

35 HASIL DELPHI TAHAP I EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI TINGGI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Disetujui Faktor Tidak Disetujui 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air 2. Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi 3. Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air 4. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air 5. Faktor Ketersediaan objek wisata 1. Faktor tingkat pendapatan penduduk di daerah resapan air yang tinggi. FAKTOR BELUM MENCAPAI KONSENSUS 1.Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air 2.Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air

36 HASIL DELPHI TAHAP II EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Disetujui Faktor Tidak Disetujui Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air

37 HASIL DELPHI TAHAP III EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Konsensus Faktor Tidak Disetujui 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air 2. Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi 3. Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air 4. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air 5. Faktor ketersediaan objek wisata di daerah resapan air 6. Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air 1. Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air

38 ANALISA FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA ALIH FUNGSI WILAYAH KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI RENDAH

39 HASIL DELPHI TAHAP I EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI TINGGI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Disetujui 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air 2. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Faktor Tidak Disetujui 1. Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi 2. Faktor tingkat pendapatan penduduk di daerah resapan air yang tinggi 3. Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air FAKTOR BELUM MENCAPAI KONSENSUS 1.Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air 2.Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air

40 HASIL DELPHI TAHAP II EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Disetujui Faktor Tidak Disetujui 1. Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air 1. Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air 2. Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air

41 HASIL DELPHI TAHAP III EKSPLORASI FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR DI KECAMATAN LEMBANG Faktor Konsensus Faktor Tidak Disetujui 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air 2. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air 3. Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air 1. Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi 2. Faktor tingkat pendapatan penduduk di daerah resapan air yang tinggi. 3. Faktor Peningkatan Perkembangan Penduduk di Daerah Resapan Air 4. Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air

42 ANALISIS ARAHAN PENGENDALIAN DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN Fakta Empiri dari Faktor yang Terbentuk Peraturan Daerah Literatur Arahan Pengendalian Lahan

43 ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN PADA KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TINGGI (DESA CIKOLE, DESA CIKAHURIPAN DAN DESA JAYAGIRI) FAKTOR PENINGKATAN PELAYANAN INFRASTRUKTUR UNTUK AKSESBILITAS MENUJU DAERAH RESAPAN AIR PENERAPAN DISINSENTIF UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN AKSESBILITAS MENUJU DAERAH RESAPAN AIR DI WILAYAH PENELITIAN BERUPA PEMBATASAN INFRASTRUKTUR DAN FASILITAS PENDUKUNG MENUJU DAERAH RESAPAN AIR YANG DILINDUNGI DI WILAYAH PENELITIAN DENGAN TIDAK MENAMBAH CABANG JARINGAN JALAN YANG ADA. MEMBERI BATAS BERUPA TANDA BATAS DAN PAPAN PERINGATAN SERTA PENGAWASAN KETAT SECARA BERKALA DI SEPANJANG JARINGAN JALAN UTAMA DI DESA CIKOLE, CIKAHURIPAN DAN JAYAGIRI FAKTOR TINGKAT HARGA LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR YANG TINGGI PEMERINTAH DAERAH HANYA MEMBERIKAN IZIN PEMANFAATAN TANAH SEBAGAI RTH UNTUK DAERAH RESAPAN AIR AGAR HARGA LAHAN DISEKITAR LAHAN YANG TELAH TERBANGUN TIDAK IKUT MENINGKAT.

44 FAKTOR KEKUATAN REGULASI DAN KEBIJAKAN TATA RUANG DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR PENERAPAN KEKUATAN REGULASI DAN KEBIJAKAN TATA RUANG DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENGENAI PENGENDALIAN PEMANFAATAN KAWASAN LINDUNG UNTUK RESAPAN AIR DI WILAYAH INI DENGAN LEBIH KONSISTEN DAN LEBIH KETAT. PENGATURAN KEMBALI ZONING REGULATION YANG DISAHKAN MELALUI PERDA. PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA BAGI PELANGGAR PEMANFAATAN RUANG KONTROL UTAMA DISERAHKAN KEPADA PEMERINTAH DARI KECAMATAN LEMBANG YAITU PADA BAGIAN SIE PEMBANGUNAN DAN MASYARAKAT KECAMATAN LEMBANG AGAR MEMPERMUDAH PENGAWASAN. MENINGKATKAN INTENSITAS KEGIATAN PEMANTAUAN DI DESA-DESA PADA KLASIFIKASI INI BEBERAPA KALI DALAM SATU TAHUN PEMKAB BANDUNG BARAT SEGERA MEMBUAT PERDA IMB UNTUK MEMPERKETAT IZIN BANGUNAN IZIN PENGEMBANGAN KAWASAN DAN/ATAU PEMBANGUNAN BANGUNAN DI WILAYAH INI, HARUS MENERAPKAN REKAYASA TEKNIK DAN/ATAU EKO ARSITEKTUR DAN/ATAU REKAYASA VEGETATIF, UNTUK MENGHINDARI PENURUNAN KAPASITAS PENYERAPAN AIR KE DALAM TANAH MENCABUT IZIN KEPEMILIKAN LAHAN MAUPUN KEPEMILIKAN BANGUNAN YANG MELANGGAR PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR FAKTOR PENURUNAN KUALITAS DAYA DUKUNG LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR PADA LAHAN YANG MENGALAMI KONDISI YANG TIDAK PRODUKTIF PERLU DILAKUKAN REHABILITASI SECARA INTENSIF DENGAN MEMBERIKAN VEGETASI YANG CUKUP UNTUK RESAPAN AIR. PENETAPAN ZONING REGULATION UNTUK DAERAH RESAPAN AIR YANG DILINDUNGI UNTUK DIJADIKAN PERDA MENAMBAH KEMAMPUAN PENYERAPAN AIR DI WILAYAH YANG TELAH BERALIH FUNGSI MENJADI LAHAN TERBANGUN DENGAN MENGEMBALIKAN FUNGSI PENYERAPAN AIR SEMULA DENGAN PENANAMAN VEGETASI DAN DIJADIKAN HUTAN LINDUNG

45 FAKTOR KARAKTER MASYARAKAT YANG KURANG MEMAHAMI REGULASI DAERAH DAN FUNGSI LINDUNG DAERAH RESAPAN AIR SETIAP MASYARAKAT YANG MELANGGAR PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR DIKENAKAN SANKSI MELIPUTI: PERINGATAN TERTULIS PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN PENUTUPAN LOKASI PENCABUTAN IZIN PEMERINTAH DAERAH BERSAMA LSM LINGKUNGAN HIDUP WALHI YANG CONCERN TERHADAP ALIH FUNGSI DI WILAYAH BANDUNG UTARA TERMASUK LEMBANG BERKOORDINASI DENGAN TOKOH-TOKOH MASYARAKAT SETEMPAT DALAM MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT UNTUK AKTIF DALAM MENJAGA DAERAH RESAPAN AIR FAKTOR KETERSEDIAAN OBJEK WISATA DI DAERAH RESAPAN AIR DAERAH RESAPAN AIR BOLEH DIJADIKAN WISATA ALAM DENGAN SYARAT TIDAK MENGUBAH KELESTARIAN EKOSISTEM DIDALAMNYA DAN MENGURANGI LUAS KAWASAN YANG TELAH DITENTUKAN MEMBATASI KUNJUNGAN WISATAWAN PADA WISATA KAWASAN PELESTARIAN ALAM AGAR MENCEGAH KEGIATAN YANG DAPAT MERUSAK EKOSISTEM LINGKUNGAN.

46 ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN PADA KLASIFIKASI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN RENDAH (DESA SUNTENJAYA, WANGUNHARJA, SUKAJAYA, CIBODAS,DAN CIKIDANG) FAKTOR PENINGKATAN PELAYANAN AKSESBILITAS MENUJU DAERAH RESAPAN AIR INFRASTRUKTUR DAN FASILITAS PENDUKUNG HANYA DIBATASI UNTUK PEMANFAATAN PERGERAKAN ORANG/BARANG DAN KENDARAAN SERTA TIDAK DILAKUKAN PERBAIKAN UNTUK JALAN MAKADAM YANG MENUJU DAERAH RESAPAN AIR YANG DILINDUNGI. PENGAMANAN MELALUI PATROLI KHUSUS YANG DILAKUKAN SECARA BERKALA SEPANJANG JARINGAN JALAN UTAMA MENUJU DAERAH RESAPAN AIR YANG DILINDUNGI FAKTOR KEKUATAN REGULASI DAN KEBIJAKAN TATA RUANG DALAM MENGENDALIKAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR PENGATURAN KEMBALI ZONING REGULATION YANG DISAHKAN MELALUI PERDA. PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA BAGI PELANGGAR PEMANFAATAN RUANG KONTROL UTAMA DISERAHKAN KEPADA PEMERINTAH DARI KECAMATAN LEMBANG YAITU PADA BAGIAN SIE PEMBANGUNAN DAN MASYARAKAT KECAMATAN LEMBANG AGAR MEMPERMUDAH PENGAWASAN. PEMKAB BANDUNG BARAT SEGERA MEMBUAT PERDA IMB UNTUK MEMPERKETAT IZIN BANGUNAN IZIN PENGEMBANGAN KAWASAN DAN/ATAU PEMBANGUNAN BANGUNAN DI WILAYAH INI, HARUS MENERAPKAN REKAYASA TEKNIK DAN/ATAU EKO ARSITEKTUR DAN/ATAU REKAYASA VEGETATIF, UNTUK MENGHINDARI PENURUNAN KAPASITAS PENYERAPAN AIR KE DALAM TANAH

47 FAKTOR KARAKTER MASYARAKAT YANG KURANG MEMAHAMI REGULASI DAERAH DAN FUNGSI LINDUNG DAERAH RESAPAN AIR SETIAP MASYARAKAT YANG MELANGGAR PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH RESAPAN AIR DIKENAKAN SANKSI MELIPUTI: PERINGATAN TERTULIS PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN PENUTUPAN LOKASI PENCABUTAN IZIN PEMERINTAH DAERAH BERSAMA LSM LINGKUNGAN HIDUP WALHI YANG CONCERN TERHADAP ALIH FUNGSI DI WILAYAH BANDUNG UTARA TERMASUK LEMBANG BERKOORDINASI DENGAN TOKOH-TOKOH MASYARAKAT SETEMPAT DALAM MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT UNTUK AKTIF DALAM MENJAGA DAERAH RESAPAN AIR

48 SEKIAN TERIMAKASIH

Arahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung

Arahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Pengendalian Alih Fungsi Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung Nastiti Premono Putri, Heru Purwadio

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Daerah bahaya yang termasuk daerah bahaya utama lintasan sesar lembang meliputi daerah yang akan terjadi kerusakan dampak besar akibat gemba bumi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab pertama studi penelitian ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode 30 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Tika (2005 : 6) adalah metode yang lebih mengarah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yang terdiri dari 16 desa diantaranya Lembang, Jayagiri, Kayuambon, Wangunsari, Gudangkahuripan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian disajikan dalam diagram langkah-langkah metodologi penelitian yang merupakan skema sistematis mengenai keseluruhan proses studi yang

Lebih terperinci

Tingkat Pendapatan Kelurahan Pendapatan Petambak

Tingkat Pendapatan Kelurahan Pendapatan Petambak Kelurahan Sememi, Kandangan dan Klakah Rejo memiliki fungsi jalan arteri sekunder. Dominasi kegiatan : Perdagangan, permukiman. Kelurahan Tambak Osowilangon memiliki fungsi jalan kolektor sekunder dan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan; Penataan ruang kota pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang studi, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang akan dicapai, metoda penelitian (meliputi ruang lingkup, pendekatan, sumber dan cara mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Rizky Rangga Wijaksono 1 Ardy Maulidy Navastara 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan beberapa temuan studi dari analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar

Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar Arlingga Tirta S 3607.100.024 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

Pengendalian pemanfaatan ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang Assalamu alaikum w w Pengendalian pemanfaatan ruang Surjono tak teknik UB Penyelenggaraan penataan ruang (UU no 26 /2007) PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: C-52

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: C-52 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-52 Pengendalian Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Untuk Mendukung Program

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA TUGAS AKHIR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA TUGAS AKHIR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA TUGAS AKHIR Devina Arifani 15404015 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR,PERENCANAAN,

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah dan pasti terjadi. Meskipun pertumbuhan tidak dapat dihindarkan, namun kecepatan pertumbuhan sangat bervariasi dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA

BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA Adanya pertumbuhan yang menyebabkan peningkatan produktifitas, kualitas sumberdaya manusia, pendapatan perkapita membuat pentingnya arti keseimbangan

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR : 38 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG GUNUNG CIREMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa Gunung Ciremai sebagai kawasan

Lebih terperinci

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG Abstrak Rizka Maria 1, Hilda Lestiana 1, dan Sukristiyanti 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 183 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik konversi hutan lindung menjadi kegiatan budidaya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP Tugas Akhir PW 09-1333 Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit dikabupaten Siak-Riau Ikhlas Saily NRP 3607 100 027 Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP PROGRAM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG Sidang Ujian PW 09-1333 ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG IKA RACHMAWATI SURATNO 3606100051 DOSEN PEMBIMBING Ir. SARDJITO, MT 1 Latar belakang Luasnya lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN. Gunung Merapi Kabupaten Sleman

Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN. Gunung Merapi Kabupaten Sleman Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN Oleh : Novia Destriani 3609 100 006 Dosen Pembimbing : Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. PhD Gunung Merapi

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang memiliki derajat pengaruh terbesar adalah faktor kerentanan fisik dan faktor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi komoditas pertanian pangan di kawasan budiddaya di Kecamatan Pasirjambu, analisis evaluasi RTRW Kabupaten Bandung terhadap sebaran jenis pertanian

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang Menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang di dalam

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

Faktor-faktor Penentu Konversi Hutan Mangrove di Kabupaten Pasuruan Berdasarkan Perkembangan Struktur Ruang. Nuniek Sri Widyanti

Faktor-faktor Penentu Konversi Hutan Mangrove di Kabupaten Pasuruan Berdasarkan Perkembangan Struktur Ruang. Nuniek Sri Widyanti Faktor-faktor Penentu Konversi Hutan Mangrove di Kabupaten Pasuruan Berdasarkan Perkembangan Struktur Ruang Nuniek Sri Widyanti 3607 100 056 PENDAHULUAN Perkembangan Struktur Ruang No. Kecamatan RUTRD

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung 50 BAB VI SINTESIS Untuk menetapkan zonasi perencanaan tapak diterapkan teori Marsh (2005) tentang penataan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membagi tapak menjadi tiga satuan lahan, yaitu Satuan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Gampong Lampulo (Per Dusun) Nama Dusun di Jumlah Luas Kepadatan Luas (Ha) Gampong Penduduk Wilayah Penduduk Lampulo (Jiwa) (Ha) (Jiwa/Ha) Dusun Teuku 1002 13,5

Lebih terperinci

ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA)

ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA) SIDANG TUGAS AKHIR (PW09-1333) ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA) Oleh : PUTRA JAYA PRADANA 3607

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

TATA RUANG & RUANG AIR TANTANGAN KOTA PALANGKA RAYA SEBAGAI CALON LOKASI PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA

TATA RUANG & RUANG AIR TANTANGAN KOTA PALANGKA RAYA SEBAGAI CALON LOKASI PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA TATA RUANG & RUANG AIR TANTANGAN KOTA PALANGKA RAYA SEBAGAI CALON LOKASI PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA Aris Subagiyo - Jurusan Perencanaan Wilayah & Kota - Universitas Brawijaya Disampaikan dalam Seminar Nasional

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara 36 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian merupakan sebuah pedoman untuk merancang penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan

Lebih terperinci

d. ketentuan tentang prosedur perubahan perizinan dari satu kegiatan menjadi kegiatan lain

d. ketentuan tentang prosedur perubahan perizinan dari satu kegiatan menjadi kegiatan lain 8.1 KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dalam pasal 26 ayat (1) UU No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa ketentuan pengendalian

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA

KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA Tineke Andriani 10040015161 Rizka Rahma Zahira 10040015162 Prasetyo Raharjo 10040015163 M. Rafil Hasan 10040015164 Claudhea Fauzia 10040015165 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci