CHECKLIST REVIU LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. BADAN NARKOTIKA NASIONAL TA No Pernyataan Y/T Keterangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CHECKLIST REVIU LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. BADAN NARKOTIKA NASIONAL TA No Pernyataan Y/T Keterangan"

Transkripsi

1

2

3

4 CHECKLIST REVIU LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN NARKOTIKA NASIONAL TA No Pernyataan Y/T Keterangan I Format 1. Laporan Kinerja (LKj) telah menampilkan data penting IP Uraian singkat organisasi Y LKj sudah menyajikan uraian singkat organisasi pada bagian BAB I. Pendahuluan Rencana & target kinerja yang ditetapkan Y LKj sudah menyajikan rencana dan target kinerja pada bagian BAB II. Perjanjian Kinerja Pengukuran Kinerja Y LKj sudah menyajikan kinerja sebanyak 9 (Sembilan) indicator Kinerja Utama (IKU) pada BAB III. Akuntabilitas Kinerja. Evaluasi & Analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/kegiatan & kondisi terakhir yang seharusnya terwujud Y LKj sudah dievaluasi dan dianalisis 2. LKj telah menyajikan informasi target kinerja 3. LKj telah menyajikan ringkasan/ikhtisat PK tahun yang bersangkutan Y LKj telah menyajikan ringkasan/ikhtisar Perjanjian Kinerja (PK) tahun yang 2017 terdapat di BAB II. Perjanjian Kinerja dengan 9 (Sembilan) IKU yang menyajikan informasi target kinerja 1

5 No Pernyataan Y/T Keterangan 3. LKj telah menyajikan capaian kinerja IP yang memadai LKj telah menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi Y Pada dasarnya penyajian capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi BNN dengan 9 (sembilan) IKU sudah cukup memadai tersaji pada BAB III 4. Telah menyajikan dengan lampiran yang mendukung informasi pada badan laporan Untuk setiap capaian kinerja dilakukan analisis yang memadai (kriteria lihat tabel) Menyajikan perbandingan capaian kinerja antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya Adanya lampiran pendukung informasi Y Penyajian capaian kinerja telah diformulasikan dalam table dan diikuti dengan penjelasannya. Y Penyajian perbandingan capaian kinerja disajikan dalam bentuk grafik Y Data rinci sudah dijabarkan di badan laporan, jadi tidak dilampirkan lagi 5. Telah menyajikan upaya perbaikan ke depan Telah dibuat rekomendasi untuk perbaikan Y Sudah, tetapi upaya perbaikan yang disampaikan masih bersifat umum, tidak spesifik sesuai dengan hamabatan/kendala yang dihadapi 6. Telah menyajikan akuntablitas keuangan Penyajian informasi keuangan harus mencerminkan dukungan terhadap nilai kinerja Y Aspek pengukuran nilai kinerja terdiri dari aspek implementasi dan aspek manfaat 2

6 No Pernyataan Y/T Keterangan II Mekanisme penyusunan 1. LKj IP disusun oleh unit kerja yang memiliki tugas fungsi untuk itu LKj disusun sesuai Tupoksi Organisasi penyusunan atau Tim yang dibentuk dengan Keputusan Kepala BNN Y LKj disusun sesuai dengan Tusi masing-masing satker sesuai dengan Perka BNN No.16 tahun 2014 dan Perka BNN No. 3 tahun 2015 sebagaimana yang telah dirubah pada Perka BNN No. 23 tahun Informasi yang disampaikan dalam LKj telah didukung dengan data yang memadai Untuk setiap sasaran yang disajikan didukung dengan data resmi dari masing-masing Satker BNN Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini Y Telah mengkonfirmasi terhadap masing-masing satker Y Telah disajikan dalam bentuk tabel Membandingkan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternative solusi yang telah dilakukan Y Y Telah disajikan dalam bentuk tabel Telah dilakukan analisis 3

7 No Pernyataan Y/T Keterangan Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Y Telah dilakukan analisa Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja Y Sudah dilaksanakan Realisasi anggaran yang digunakan dan dibandingkan dengan anggaran yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen perjanjian kinerja Y Sudah dilaksanakan 3. Telah terdapat mekanisme penyampaian data dan informasi dari unit kerja ke unit penyusun LKj Adanya Surat Edaran yang berisis mekanisme penyampaian data dan informasi dari unit kerja ke unit penyusun LKj Y Keputusan Kepala BNN No. 388 tahun 2015 tentang mekanisme penyajian LKIP 4. Telah ditetapkan Penetapan penanggung jawab penanggung jawab pengumpulan data/informasi di pengumpulan setiap unit kerja khususnya berkaitan dengan penyusunan data/informasi di setiap LKIP unit kerja Y Telah ditunjuk penanggungjawab 4

8 No Pernyataan Y/T Keterangan 5. Data/informasi kinerja yang disampaikan dalam LKj telah diyakini keandalannya Data yang disajikan telah didukung dengan informasi yang akurat dan diyakini kebenarannya Y Telah dilakukan konfirmasi kepada masing-masing satker terkait 6. Analisis/penjelasan dalam LKj telah diketahui oleh unit kerja terkait 7. LKj IP bulanan merupakan gabungan partisipasi dari dibawahnya. Informasi yang disajikan telah dianalisis serta diberikan penjelasan oleh unit kerja terkait Masing-masing unit kerja telah membuat LKj dan berbeda dengan LKj IP Y Sudah disajikan dan paparkan kembali kepada masing-masing satker terkait Y Masing-masing satker memiliki sasaran kinerja III Substansi 1. Tujuan/sasaran dalamtarget tujuan/sasaran telah LKj telah sesuai denganditentukan dalam renstra tujuan/sasaran dalam perjanjian kinerja Y Sasaran dalam LKj telah sesuai dengan sasaran dalam perjanjian kinerja 2. Tujuan/sasaran dalam LKj telah selaras dengan rencana strategis Sasaran telah ditentukan dalam renstra Y Sasaran dalam LKj telah selaras dengan rencana strategis 5

9 No Pernyataan Y/T Keterangan 3. Jika butir 1 dan 2 jawabannya tidak, maka terdapat penjelasan yang memadai Tujuan/sasaran dalam LKjTarget Indikator telah telah sesuai denganditentukan dalam renstra tujuan/sasaran dalam Indikator Kinerja 5. Tujuan/sasaran dalam IKU telah ditentukan dalam LKj telah sesuai dengan Renstra tujuan/sasaran dalam Indikator Kinerja Utama 6. Jika butir 4 dan 5 jawabannya tidak, maka terdapat penjelasan yang memadai Y Y Telah sesuai 7. Telah terdapat perbandingan data kinerja dengan tahun lalu, standar nasional dan sebagainya yang bermanfaat - T Standar nasional belum ada 6

10

11 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan hidayah-nya, Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2017 ini, dapat diselesaikan sesuai dengan target waktu yang ditentukan. Penyusunan laporan kinerja ini dimaksudkan sebagai implementasi Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menetapkan, bahwa setiap penyelenggara negara wajib mempertanggungjawabkan hasil akhir setiap program dan kegiatan yang telah dilakukan kepada masyarakat. Pelaksanaan pelaporan kinerja ini, juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, yang menegaskan bahwa setiap entitas pelaporan wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan kinerja yang berisi tentang ringkasan keluaran dari masingmasing progam dan kegiatan yang telah dilaksanakan Tahun Anggaran 2017, BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, telah melaksanakan 2 (dua) Program yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN dan Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), yang dalam implementasi progam dan kegiatan mengacu pada rencana strategis lembaga dalam upaya mewujudkan visi dan misi organisasi. Sebagai penanggung jawab program dan kegiatan di bidang P4GN, kepala BNN wajib melaporkan dan mempertanggung jawabkan kinerja secara akuntabel baik kepada Presiden sebagai Kepala Negara maupun masyarakat sebagai penerima manfaat program dan kegiatan yang digulirkan. Sebagai gambaran bahwa capaian sasaran strategis yang telah ditetapkan BNN, ada yang telah mencapai target dengan baik bahkan terdapat sasaran kinerja yang melebihi target yang ditentukan, disisi lain juga masih terdapat target kinerja yang belum mencapai hasil secara optimal, tentunya keberhasilan dan kegagalan i

12

13 RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2017 Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian telah melaksanakan 2 Program yaitu: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN. 2. Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)., Realiasi target kinerja kedua program tersebut di implementasikan melalui 5 (lima) Sasaran Strategis dengan 9 (sembilan) Indikator Kinerja Utama, dengan kriteria capaian sebagai berikut: 1. Capaian di atas 100% sebanyak = 4 Indikator Kinerja Utama; 2. Capaian 90 s/d 100% sebanyak = 4 Indikator Kinerja Utama; dan 3. Capaian 30 sd 40% sebanyak = 1 Indikator Kinerja Utama. Capaian target kinerja BNN Tahun 2017, telah menggambarkan semakin berfungsinya peran dari berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan program P4GN. Dukungan dan peran serta masyarakat ditandai dengan semakin berkembangnya kerjasama dalam pelaksanaan program baik dengan Kementerian/Lembaga/Instansi maupun Organisasi Kemasyarakatan sedangkan Kerjasama Internasional sudah membuahkan hasil dengan informasi yang jelas dan akurat yang berdampak pada hasil pengungkapan kasus penyelundupan berbagai jenis narkotika yang diselundupkan untuk di edarkan di Indonesia. Berdasarkan evaluasi bahwa kinerja Satker setiap tahunnya sudah menunjukkan peningkatan yang berarti, namun dibalik peningkatan kinerja tidak lepas dari permasalahan dan kendala terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas, sumber daya manusia yang paling dibutuhkan saat ini terutama bidang pemberantasan. Sampai saat ini bidang pemberantasan di beberapa Satker di ke wilayahan belum terisi baik struktural maupun fungsional. iii

14 Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi kendala keterbatasan sumberdaya dilakukan dengan pergeseran personil pada satuan kerja yang sangat membutuhkan dan tergolong rawan peredaran narkoba. Disamping itu mengoptimalkan anggaran yang tersedia khususnya yang berkaitan dengan belanja pegawai. Walaupun tahun 2017 pemerintah telah membuka keran penerimaan pegawai negeri, namun BNN belum mendapatkan personil sesuai jumlah alokasi yang ada. Penerimaan pegawai negeri dengan satu pintu diharapkan akan menghasilkan pegawai yang profesional. Adapun upaya mengatasi kekurangan sumber daya manusia sekarang ini tetap dengan kerjasama dengan pemerintah daerah. Disisi lain pemerintah daerah juga mengalami hal yang sama karena dalam beberapa tahun belakangan ini tidak ada penambahan pegawai, disisi lain pengurangan pegawai secara alami karena pensiun dan juga oleh sebab lainnya. Dari segi penyerapan anggaran, BNN Tahun 2017 berhasil menyerap anggaran sebesar 90,6%. Sisa anggaran merupakan sumbangan dari sisa Belanja Barang dan Belanja Modal. Penambahan anggaran melalui APBNP yang pengesahannya mendekati akhir tahun anggaran, sangat mungkin mengakibatkan keterlambatan baik dalam pembayaran maupun dalam penyelesaian pekerjaan. iv

15 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GRAFIK... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Dasar Hukum... 3 C. Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan... 4 D. Struktur Organisasi... 7 E. Sistematika... 8 BAB II PERENCANAAN KINERJA... 9 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi B. Realisasi Anggaran BAB IV PENUTUP v

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur Standar Layanan Rehabilitasi Berkesinambungan Gambar 2 Pencapaian Indikator Kinerja Fasilitas Rehabilitasi Gambar 3 Pencapaian Kinerja Anggaran BNN pada Sismonev Kemenkeu vi

17 DAFTAR TABEL Tabel 1 Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran Tabel 2 Realisasi Capaian Kinerja BNN Tahun Tabel 3 Tabel Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk 371 Responden melalui Media Sosial Tabel 4 Tabel Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk Responden melalui Media Sosial Tabel 5 Karakteristik Kriteria dalam IKP Tabel 6 Bobot Penghitungan Indeks Kemandirian Partisipasi Masyarakat. 23 Tabel 7 Perhitungan Indeks Kemandirian Partisipasi Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun Tabel 8 Kategori Penilaian Standar Pelayanan Minimal Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah Tabel 9 Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Tabel 10 Penilaian Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Sudah Beroperasional Tabel 11 Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Tabel 12 Kondisi Pertanggungjawaban Keuangan pada Badan Narkotika Nasional dalam Opini BPK RI Tabel 13 Perbandingan Nilai Hasil Capaian Kinerja BNN Tabel 14 Kriteria Pengukuran Opini Publik terhadap Layanan BNN Tabel 15 Realisasi Anggaran BNN Tahun Anggaran Tabel 16 Nilai Kinerja Anggaran BNN Berdasarkan PMK 249 Tahun vii

18 DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Grafik Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk 371 Responden melalui Media Sosial Grafik 2 Grafik Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk Responden melalui Media Sosial Grafik 3 Klasifikasi Pencapaian Indikator Responsif Grafik 4 Perbandingan Capaian Kinerja Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2016 dengan Grafik 5 Jumlah Tingkat Kemandirian di 34 Provinsi pada Tahun Grafik 6 Proyeksi Skala IKP Tahun Grafik 7 Jumlah Fasilitas Rehabilitasi Baik Milik Instansi Pemerintah maupun Komponen Masyarakat yang Diberikan Peningkatan Kemampuan Grafik 8 Persebaran Fasilitas Rehabilitasi yang Sudah Operasional di Setiap Provinsi Grafik 9 Sebaran Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkoba yang Direhabilitasi Grafik 10 Jumlah Fasilitasi Program Pascarehabilitasi Grafik 11 Penilaian terhadap 70 Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah Grafik 12 Kategori Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Grafik 13 Hasil Proses Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Bidang Rehabilitasi viii

19 Grafik 14 Hasil Proses Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Bidang Rehabilitasi Grafik 15 Jumlah Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba yang Terungkap Grafik 16 Perbandingan Penanganan Berkas Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang P-21 Tahun 2016 dan Tahun Grafik 17 Perbandingan Capaian Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN Grafik 18 Persentase Rata-Rata Opini Publik terhadap BNN Grafik 19 Komposisi Pagu BNN per Bidang Tahun Anggaran Grafik 20 Realisasi Anggaran BNN Tahun ix

20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran Lampiran 2 Hasil Pengukuran Aspek Manfaat P4GN TA Lampiran 3 Sebaran Informasi Bidang Pencegahan Lampiran 4 Daftar Hasil Pemetaan Jaringan Sindikat Narkotika Tahun Lampiran 5 Data Penanganan Kasus Narkotika Tahun x

21 BAB I PENDAHULUAN

22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang melanda dunia juga telah menjadi salah satu masalah yang menakutkan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia, Narkoba dan obat-obatan psikotropika sudah merambah ke seluruh wilayah tanah air dan menyasar ke berbagai lapisan masyarakat tanpa kecuali. Sasaran peredaran Narkoba bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah merambah ke daerah pemukiman, kampus, ke sekolahsekolah, rumah kos, dan bahkan di lingkungan rumah tangga. Penanganan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba memerlukan keseriusan dan kerjasama oleh seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena permasalahan Narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa, terorganisir, tanpa batas (global), dan sudah multi etnis (melibatkan berbagai suku bangsa). Berdasarkan data yang ada di BNN, bahwa korban penyalahgunaan Narkoba di Indonesia tidak terbatas pada kalangan kelompok masyarakat yang mampu, tetapi juga sudah merambah ke kalangan masyarakat ekonomi rendah. Modus untuk kalangan pemakai pemula, para bandar dan pengedar tidak mematok harga, namun dilakukan dengan cara pemberian secara gratis sampai si korban menjadi ketergantungan, dan setelah si korban ketergantungan saat itulah keberhasilan bandar untuk mencari pangsa pasar baru. Mencermati perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang terjadi akhir-akhir ini, menjadi situasi yang sangat mengkhawatirkan, sehingga menjadi persoalan kenegaraan yang mendesak. Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla, telah menyatakan kepada seluruh bangsa Indonesia, bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat narkoba. Perang besar terhadap Narkoba yang diserukan 1

23 pemimpin bangsa ini menuntut seluruh elemen bangsa untuk bergerak melawan kejahatan terorganisir yang bersifat lintas negara tersebut. Korban penyalahgunaan Narkoba tidak hanya menyasar orang dewasa, mahasiswa dan pelajar SMU tetapi sudah sampai pada pelajar setingkat SD. Kaum remaja menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba, karena selain memiliki sifat dinamis, energik, selalu ingin tahu. Mereka juga mudah putus asa dan mudah dipengaruhi oleh pengedar yang berakibat jatuh pada masalah penyalahgunaan Narkoba. Bahkan hasil temuan terakhir, ditemukan anak yang baru berusia 6 (enam) bulan sudah terdeteksi kena narkoba. Hal ini menggambarkan bahwa orang tua anak tersebut merupakan pengguna narkoba, yang apabila tidak dilakukan penanganan serius akan berakibat bisa kehilangan generasi (lost generation) Sebagai focal point penanggulangan Narkoba di tanah air, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah melakukan berbagai upaya penanggulangan dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi P4GN kepada seluruh lapisan masyarakat melalui Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Rehabilitasi, dan Pemberantasan serta meningkatkan kerjasama nasional dan internasional. Pelaksanaan kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di tingkat pusat dengan Kementerian/Lembaga/Instansi didukung dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah dalam sistem penganggaran dari semula penganggaran berbasis fungsi (Money Follow Function) berubah menjadi penganggaran berbasis program (Money Follow Program) yang berdampak pada kemudahan bagi K/L/I mengalokasikan anggaran masing-masing dalam pelaksanaan program P4GN. Penulisan Laporan Kinerja ini merupakan bentuk pertanggungjawaban Kepala BNN kepada Presiden dan para pemangku kepentingan lainnya atas pelaksanaan Program dan Kegiatan yang telah diperjanjikan di awal tahun anggaran 2017, dan dalam hal ini Kepala BNN juga melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 2

24 B. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 5. Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. 6. Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). 7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. 8. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional. 9. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota sebagaimana telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir dengan Peraturan Kepala Nomor 23 Tahun Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang Diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah maupun Masyarakat. 3

25 C. Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan 1. Kedudukan Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNN dipimpin oleh seorang Kepala. 2. Tugas a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. g. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkoba. h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor Narkotika. i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. 4

26 Selain tugas sebagaimana dimaksud, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. 3. Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, BNN menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang P4GN. b. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria P4GN. c. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN. d. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang P4GN. e. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Pemberantasan, Rehabilitasi, Hukum dan Kerja Sama. f. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN. g. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. h. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN. i. Pelaksanaan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta masyarakat. j. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan peredaran gelap Narkoba. k. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang Narkoba. 5

27 l. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba. m. Pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkoba yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. n. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang teruji keberhasilannya. o. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian, dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN. p. Pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang P4GN. q. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN. r. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN. s. Pelaksanaan penegakkan disiplin, kode etik pegawai BNN, dan kode etik profesi penyidik BNN. t. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN. u. Pelaksanaan pengujian Narkoba. v. Pengembangan laboratorium uji Narkoba. w. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. 4. Kewenangan Kewenangan BNN secara umum terlihat secara implisit pada tugasnya, namun kewenangan yang dikhususkan oleh undang-undang adalah tugas dalam melaksanakan pemberantasan jaringan sindikat Narkoba, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. 6

28 D. Struktur Organisasi Struktur Organisasi sebagaimana disebut dalam Peraturan Kepala BNN Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional adalah sebagai berikut: 1. Kepala BNN; 2. Sekretariat Utama; 3. Inspektorat Utama; 4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat; 6. Deputi Bidang Pemberantasan; 7. Deputi Bidang Rehabilitasi; 8. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama; 9. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi; dan 10. Instansi Vertikal. STRUKTUR ORGANISASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL 7

29 E. Sistematika Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) di bidang P4GN ini disusun dengan sistimatika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan; Bab II Perencanaan Kinerja; Bab III Akuntabilitas Kinerja; dan Bab IV Penutup. Lampiran: 1. Perjanjian Kinerja; dan 2. Lain-lain yang dianggap perlu. 8

30 BAB II PERENCANAAN KINERJA

31 BAB II PERENCANAAN KINERJA Sasaran pembangunan nasional terkait dengan penanganan permasalahan narkoba difokuskan pada upaya penguatan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba dengan indikator keberhasilan terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut disebabkan akibat dampak buruk narkoba yang sangat luar biasa bagi kelangsungan dan kemajuan bangsa, menjadikan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menjadi salah satu agenda pembangunan nasional. Pernyataan tersebut telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu: Dengan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat. Adapun yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu RPJM tersebut adalah menguatnya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba yang ditandai dengan terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba. Dalam RPJMN tersebut telah ditetapkan Laju peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkobadi Indonesia sebesar 0,03% per tahun. Sedangkan arah kebijakan BNN dalam rangka mencapai sasaran menguatnya pencegahan dan penanggulangan Narkoba adalah dengan: 1. Mengintensifkan upaya sosisalisasi bahaya penyalahgunaan Narkoba (demand side); 2. Meningkatnya upaya terapi dan rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba (demand side); dan 3. Meningkatnya efektivitas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (supply side). Adapun strategi BNN untuk melaksanakan arah kebijakan di atas adalah: 1. Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di daerah; 2. Diseminasi informasi tentang bahaya Narkoba melalui berbagai media; 3. Penguatan lembaga terapi dan rehabilitasi; 9

32 4. Rehabilitasi pada korban penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba; dan 5. Kegiatan intelijen Narkoba. Sejalan dengan RPJMN tersebut, BNN sebagai focal point penanggulangan Narkoba di tanah air, menetapkan visi, misi, tujuandan sasaran strategis untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unit kerja BNN sebagai berikut: Visi : Menjadi lembaga yang profesional, tangguh, dan terpercaya dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Adapun misi yang dirumuskan untuk mewujudkan visi tersebut adalah: 1. Mengembangkan dan memperkuat kapasitas kelembagaan; 2. Mengoptimalkan sumber daya dalam penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; 3. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika secara komprehensip; dan 4. Memberantas peredaran gelap narkotika secara profesional. Sedangkan Tujuan yang ditetapkan adalah: 1. Peningkatan perlindungan dan penyelamatan masyarakat dari ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; 2. Pelemahan jaringan sindikat peredaran gelap narkotika; 3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P4GN; dan 4. Peningkatan tata kelola sumber daya organisasi. Adapun langkah yang ditetapkan dan diperjanjikan dalam upaya mewujudkan visi, misi, tujuan dalam rangka peningkatan penanganan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba ditetapkan melalui Perjanjian Kinerja BNN Tahun 2017 sebagaimana tabel di bawah ini. 10

33 Tabel 1. Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran 2017 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Meningkatnya daya tangkal (faktor protektif) masyarakat terhadap pengaruh buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam penanganan P4GN Meningkatnya upaya pemulihan pecandu narkotika melalui layanan rehabilitasi yang komprehensif dan berkesinambungan Meningkatnya pengungkapan jaringan, penyitaan barang bukti, dan aset sindikat peredaran gelap narkotika 2 Terwujudnya manajemen organisasi yang proporsional, profesional, dan produktif Persentase pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika Indeks kemandirian masyarakat Jumlah fasilitas rehabilitasi yang telah memenuhi standar layanan minimal Jumlah jaringan sindikat tindak pidana narkotika yang terungkap Persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika Opini Laporan Keuangan Nilai LKIP Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN 70% 2,8 140 Fasilitas 24 Jaringan 100% WTP B 60 Opini publik terhadap BNN 70 11

34 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN

35 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN A. Capaian Kinerja Organisasi Pada awal tahun anggaran 2017, BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, telah melakukan penetapan Perjanjian Kinerja di lingkungan BNN, Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk komitmen dari pimpinan organisasi untuk mewujukan setiap sasaran strategis yang diperjanjikan. Adapun Perjanjian Kinerja Tahun 2017 ditetapkan 5 (lima) sasaran strategis dengan 9 (sembilan) Indikator Kinerja Utama (IKU). Kelima sasaran strategis tersebut, meliputi 4 (empat) sasaran bidang operasional yang berhubungan langsung dengan kepentingan umum sedang 1 sasaran lainnya menjadi penyanggah untuk memperkuat/mendukung pencapaian sasaran kepentingan umum. Berikut gambaran capaian, setiap sasaran dan indikator kinerja utama sebagai berikut: Tabel 2. Realisasi Capaian Kinerja BNN Tahun 2017 No. Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Kinerja Utama Meningkatnya daya Persentase 70% 84% 120 tangkal (faktor protektif) pemahaman masyarakat terhadap masyarakat pengaruh buruk terhadap bahaya penyalahgunaan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkotika narkotika 2. Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam penanganan P4GN 3. Meningkatnya upaya pemulihan pecandu narkotika melalui layanan rehabilitasi yang komprehensif dan berkesinambungan Indeks kemandirian masyarakat Jumlah fasilitas rehabilitasi yang telah memenuhi standar layanan minimal Capaian (%) 2,8 2,71 96, Fasilitas 127 Fasilitas 90,71 12

36 No. Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian Kinerja Utama (%) Meningkatnya Jumlah jaringan ,50 pengungkapan jaringan, penyitaan barang bukti, dan aset sindikat peredaran gelap narkotika sindikat tindak pidana narkotika yang terungkap Persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak Jaringan 100% Jaringan 38% Terwujudnya manajemen organisasi yang proporsional, profesional, dan produktif pidana narkotika Opini Laporan WTP WTP 100 Keuangan Nilai LKIP B B 100 Nilai Indeks 60 66,27 110,45 Reformasi Birokrasi BNN Opini publik terhadap BNN 70 78,8 112,57 Capaian kinerja BNN selama kurun waktu tahun 2017, diuraikan melalui pemantauan langsung kepada para penerima program melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan juga melalui masukan baik langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, dan hasil masukan dari penerima program dilakukan analisis data yang berkaitan dengan pencapaian kinerja tahun berjalan. Analisis dilakukan dengan menyajikan perkembangan capaian, baik dalam bentuk narasi maupun tabel atau grafik. 1. Sasaran : Meningkatnya daya tangkal (faktor protektif) masyarakat terhadap pengaruh buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas diukur melalui Indikator Kinerja Utama (IKU) berikut ini: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 1. Persentase pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika 70% 84%

37 Secara definisi, yang dimaksud dengan tingkat pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba merujuk pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pemahaman masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba baik terhadap materi yang disampaikan/disebarkan melalui media elektronik maupun non elektronik dan ditunjukan pula sampai pada keaktifan/kemauan mengajak menjauhi bahaya penyalahgunaan narkoba; dan 2. Responsifitas instansi/lembaga dalam melakukan kegiatan P4GN ditunjukan dengan berbagai aktivitas dan peran serta aktif dalam pencegahan. Dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap Indikator Kinerja di atas diperoleh hasil pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika sebesar 84%, dimana hasil kinerja tersebut dikaji kembali sejauh mana efektivitas program pencegahan yang dilakukan melalui survei secara langsung terhadap penerima program Bidang Pencegahan baik melalui media diseminasi informasi maupun advokasi. Pengukuran pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba dilakukan melalui survei terhadap seluruh sasaran masyarakat yang mendapatkan informasi melalui media penyiaran, online, cetak, dan konvensional. Dari hasil survei tersebut dengan total responden sebanyak (sampling dari 30% yang telah terpapar informasi P4GN) didapatkan data sebagai berikut: 1. Kelompok survei terhadap pengguna media sosial sebanyak 371 orang dengan hasil tingkat pemahaman dan keaktifan dalam mengajak untuk menjauhi penyalahgunaan narkoba terlihat dari pertanyaan dalam kuesioner: Setelah melihat iklan bahaya penyalahgunaan narkoba di media online, berniat turut aktif mengajak teman/saudara untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. 14

38 Tabel 3. Tabel Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk 371 Responden melalui Media Sosial Item Jawaban Sangat Berminat Sekali 54% Berminat Sekali 17% Berminat 15% Cukup Berminat 8% Rata-rata 94% N = 371 Grafik 1. Grafik Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk 371 Responden melalui Media Sosial Sehingga tingkat pemahaman dan keaktifan dalam mengajak untuk menjauhi penyalahgunaan narkoba untuk 371 responden melalui media sosial sebesar 94%. 2. Kelompok survei di BNN dengan responden sebanyak orang dengan hasil tingkat pemahaman dan keaktifan dalam mengajak untuk menjauhi penyalahgunaan narkoba terlihat dari pertanyaan dalam kuesioner: Setelah melihat iklan bahaya penyalahgunaan narkoba di media online (website/instagram/twitter/facebook/youtube), berniat turut aktif mengajak teman/saudara untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. 15

39 Tabel 4. Tabel Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk Responden melalui Media Sosial Item Jawaban Sangat Berminat Sekali 50% Berminat Sekali 28% Berminat 14% Cukup Berminat 5% Rata-rata 97% N = Grafik 2. Grafik Tingkat Pemahaman dan Keaktifan dalam Mengajak untuk Menjauhi Penyalahgunaan Narkoba untuk Responden melalui Media Sosial Sehingga tingkat pemahaman dan keaktifan dalam mengajak untuk menjauhi penyalahgunaan narkoba untuk responden melalui media sosial sebesar 97%. Dapat disimpulkan, dari Diseminasi Informasi tingkat pemahaman masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba baik terhadap materi yang disampaikan/disebarkan melalui media elektronik maupun non elektronik dan ditunjukan pula sampai pada keaktifan/kemauan mengajak menjauhi bahaya penyalahgunaan narkoba secara rata-rata berada pada angka 96%, dengan perhitungan sebagai berikut: 16

40 Pemahaman responden N = 371 Pemahaman responden N = % 97% = 94% + 97% = 191% Sehingga tingkat pemahaman dua kelompok responden = 191% 2 = 96% Selain mengukur tingkat pemahaman serta keaktifan dalam mengajak menjauhi bahaya penyalahgunaan narkoba, dilakukan juga pengukuran indikator lain yang relevan dan mendukung kondisi tersebut antara lain pengukuran terhadap efektivitas media sosialisasi yang digunakan serta pengaruhnya terhadap kemauan/niat dalam mengajak menghindari bahaya narkoba dengan menggunakan analisa hubungan antar indikator. Dari hasil survei didapatkan data untuk masing-masing media, baik tatap muka, TV, Radio, Cetak, dan Online berada pada hubungan yang kuat antar masingmasing variabel (dapat dilihat pada Lampiran 3). Metode yang dilakukan secara ringkas sebagai berikut: 1. Responden: a. Dilakukan secara massal dalam jangka waktu tertentu; dan b. Dilakukan secara acak. 2. Metode Penarikan Sampel: a. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik kuota sampling, dimana jumlah sampling ditentukan antara responden pada tiap-tiap sub kelompok populasi; b. Terdapat 2 kelompok penelitian yaitu: 1) Kelompok survei terhadap pengguna media sosial sebanyak 371 orang (terlampir); dan 2) Kelompok survei di BNNP dan BNN Kabupaten/Kota dengan responden sebanyak orang (terlampir). 3. Metode Pengumpulan Data: a. Alat pengumpulan data adalah kuesioner (terlampir); dan b. Sifat kuisioner adalah Close Ended Questionare. 17

41 4. Pengukuran: a. Menggunakan skala interval; dan b. Teknik mengukuran semantic deferensial. Sedangkan untuk tingkat pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba dalam konteks responsifitas dapat dipahami sebagai adanya bentuk perwujudan komitmen dari sebuah instansi atau lembaga. Dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan Anti Narkoba pada instansi atau lembaga, maka program dan kegiatan disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing baik di lingkungan Pemerintahan, Perusahaan, Pendidikan, maupun Organisasi Kemasyarakatan. Untuk mengukur tingkat responsif yang dilakukan oleh instansi dan lembaga, bahwa yang dimaksudkan adalah yang memenuhi 3 indikator sebagai berikut: 1. Lembaga/Institusi memiliki regulasi atau kebijakan; 2. Lembaga/Institusi memiliki kegiatan dalam upaya P4GN; dan 3. Membentuk Relawan di lembaga/institusi. Pendekatan advokasi yang dilakukan telah mampu mempengaruhi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan agar memberikan dukungan dan berperan aktif dalam program P4GN sesuai kewenangannya di lingkungan setempat. Guna mendapatkan realisasi pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba dalam konteks responsifitas dapat dipahami sebagai adanya bentuk perwujudan komitmen dari sebuah instansi atau lembaga, BNN melakukan survei terhadap institusi di kewilayahan terkait indikator responsif yang dimaksud. Dari hasil survei kinerja BNNP dan BNNK yang berada di wilayah diperoleh data bahwa target sebanyak 555 lembaga yang menjadi sasaran program melalui pendekatan Advokasi sudah menunjukkan respon dan komitmen terhadap upaya P4GN sebanyak 72% dengan 3 kelas klasifikasi dalam pencapaian indikator responsifnya. 18

42 Grafik 3. Klasifikasi Pencapaian Indikator Responsif BNNP 1318 BNNK Dalam pencapaian realisasi ini, dapat dilihat bahwa institusi dan lembaga setelah adanya kegiatan advokasi selama tahun 2017 mampu mempengaruhi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan agar memberikan dukungan dan berperan aktif dalam program P4GN sesuai dengan kewenangannya di lingkungan setempat, serta membentuk relawan di lingkungan masing-masing. Oleh karena itu, Persentase pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika di level outcome/indikator kinerja Bidang Pencegahan dapat disimpulkan sebagai berikut: Presentase Realisasi Kinerja Diseminasi Informasi + Presentase Realisasi Kinerja Advokasi 2 96% + 72% 2 = 84% % 19

43 Sehingga persentase pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba sebesar 84%. Capaian tahun 2017 pada tingkat pemahaman ini tidak dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2016 dikarenakan adanya Reviu Renstra tahun Faktor keberhasilan tercapainya indikator kinerja program Bidang Pencegahan antara lain: 1. Penyebaran informasi yang semakin massive di berbagai media; 2. Program BNN yang mendapat dukungan dari masyarakat; dan 3. Dukungan pemerintah pusat maupun daerah turut mendukung program pembangunan berwawasan anti narkoba, diantaranya: Permenpan Nomor 50 tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di lingkungan Instansi Pemerintah dan Permendagri Nomor 31 tahun 2016 tentang Pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran Walupun program sudah menunjukkan keberhasilan, namun masih dihadapkan pada permasalahan yang perlu dilakukan upaya perbaikan ke depan, antara lain: 1. Intensitas Bimtek yang masih kurang efektif; 2. Peran Satker pembina fungsi dalam rangka monitoring dan evaluasi kinerja Satker di kewilayahan masih belum optimal; 3. Disiplin pelaporan secara realtime/online masih kurang; 4. Sarana prasana untuk mendukung penyebaran informasi P4GN terutama di wilayah/kawasan terpencil/wilayah terluar masih kurang; 5. Cascading mekanisme perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan pelaporan masih harus terus ditingkatkan agar pusat dan daerah memiliki pemahaman dan persamaan persepsi terhadap pelaksanaan program dan kegiatan. 20

44 Adapun solusi dan rekomendasi sebagai langkah perbaikan ke depan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kapasitas sumber daya Bidang Pencegahan dengan memperluas cakupan peserta bimtek; 2. Memperkuat peran dari pembina fungsi dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja Satker di kewilayahan; 3. Meningkatkan sarana prasana untuk mendukung penyebaran informasi P4GN terutama di wilayah/kawasan terpencil/wilayah terluar masih kurang; 4. Semakin meningkatkan sinergi dan kemitraan baik secara internal BNN dan eksternal antar instansi pemerintah dan swasta, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat; dan 5. Sinkronisasi program dan kegiatan antara Bidang Pencegahan dan Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Selanjutnya program P4GN dikembangkan dengan sasaran strategis berikut di bawah ini, yaitu: 2. Sasaran : Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam penanganan P4GN Capaian sasaran strategis tersebut di atas diperoleh melalui implementasi program dengan Indikator Kinerja Utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 1. Indeks kemandirian masyarakat 2,8 2,71 96,78 Indeks kemandirian partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P4GN adalah akumulasi jumlah indeks (indikator) peran serta masyarakat yang secara mandiri dalam P4GN. Masyarakat adalah kelompok-kelompok individu yang ada di lingkungan masyarakat (desa, kelurahan, komunitas, orsosmas, LSM, paguyuban, dll), lingkungan pendidikan (sekolah, kampus, pondok pesantren, kursus, dll), dan lingkungan rawan Narkoba di perdesaan (wilayah kultivasi Ganja) dan perkotaan (wilayah peredaran gelap Narkoba). 21

45 Metode pengukuran Indeks kemandirian partisipasi (IKP) dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-masing 10 kriteria yang terdiri dari: 1. Adanya tokoh anti narkoba di suatu lingkungan masyarakat yang menjadi figur dan biasa menyuarakan, mengajak, dan berbuat P4GN di dalam dan di luar lingkungannya yang memiliki (bobot 2); 2. Adanya penggiat anti narkoba yaitu orang yang pernah mengikuti pengembangan kapasitas, pelatihan, TOT pemberdayaan anti Narkoba yang diadakan oleh BNN yang kemudian ditularkan kembali ke orang lain di dalam dan di luar lingkungannya yang memiliki (bobot 1); 3. Adanya Pelatihan, Konseling, dan Pelaksanan Tes Urine atau kegiatan lain yang membawa pesan P4GN memiliki (bobot 2); 4. Adanya penyuluhan, sosialisasi dan sebagainya yang dilakukan di dalam dan di luar lingkungan masyarakat tersebut dan disampaikan oleh tokoh anti narkoba, penggiat anti narkoba atau BNN memiliki (bobot 1); 5. Adanya anggaran secara swadaya untuk melaksanakan kegiatan P4GN di dalam dan di luar lingkungan masing-masing yang memiliki (bobot 1); 6. Adanya anggaran dari Sponsorship atau bantuan pihak lain untuk melaksanakan kegiatan P4GN di dalam dan di luar lingkungannya memiliki (bobot 1); 7. Adanya sarana dan prasarana yang tidak tersedia yang diadakan melalui kreativitas dan inovasi maupun sudah tersedia, yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan P4GN di dalam dan di luar lingkungannya yang memiliki (bobot 2); 8. Adanya sarana dan prasarana yang telah tersedia yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan P4GN di dalam dan di luar lingkungannya yang memiliki (bobot 1); 9. Adanya aturan yang mengikat yang digunakan untuk mendukung atau memperkuat pelaksanaan kegiatan P4GN di lingkungan Masyarakat tersebut (bobot 2); dan 10. Adanya aturan yang tidak mengikat yang digunakan untuk mendukung atau memperkuat pelaksanaan kegiatan P4GN di lingkungan Masyarakat tersebut (bobot 1). 22

46 Berdasarkan Perjanjian Kinerja (PK) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2017 sesuai target indeks kemandirian partisipasi masyarakat 2,8 (mandiri), capaian target mencapai 2,71 (96,78%). Yang dimaksud dengan Masyarakat Mandiri adalah: Masyarakat yang telah memenuhi 10 kriteria di atas dengan nilai interval 2,51 ke atas sedangkan Masyarakat kurang mandiri adalah masyarakat yang mencapai nilai interval kurang dari 2,51. Sebagaimana tabel di bawah ini. JAWABAN NILAI Tabel 5. Karakteristik Kriteria dalam IKP NILAI INTERVAL KATEGORI KRITERIA KUESIONER INTERVAL KONVERSI IKP MANDIRI 0 1,00 1,75 25,00 43,75 D Tidak Mandiri 1 1,76 2,50 43,76 62,50 C Kurang Mandiri 2 2,51 3,25 62,51 81,25 B Mandiri 3 3,26 4,00 81,26 100,00 A Sangat Mandiri Bobot penghitungan Indeks Kemandirian Partisipasi masyarakat sebagimana tabel di bawah ini: Tabel 6. Bobot Penghitungan Indeks Kemandirian Partisipasi Masyarakat INDEKS NO. KRITERIA PENILAIAN BOBOT X NILAI ASPEK 1. Tokoh anti narkoba (2) X 2 MANUSIA 2. Penggiat anti narkoba (1) X 2 ASPEK 3. Metode 1, pelatihan, dll (2) X 2 METODE 4. Metode 2, penyuluhan (1) X 2 ASPEK 5. Mandiri/swadaya (2) X 6 ANGGARAN 6. Sponsorship/bantuan (1) X 2 ASPEK 7. Aturan mengikat (2) X 4 SISTEM 8. Aturan tidak mengikat (1) X 1 ASPEK 9. Sarpras yang diadakan (2) X 4 SARPRAS 10. Sarpras yang telah tersedia (1) X 1 Jumlah Total Kemandirian Partisipasi 26 Capaian sasaran Program Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat dalam mewujudkan kemandirian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelapa Narkoba) sebesar 96,78%. Dari target 2,80 terealisasi 2,71. 23

47 Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2016 dari target 2,50 terealisasi 2,39 atau sebesar 95,07%. Apabila dihitung maka terjadi peningkatan kinerja sebesar 1,08% dari kurun waktu Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah tokoh yang mendukung P4GN, bertambahnya jumlah Penggiat Anti Narkoba. Perbandingan capaian Kinerja Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2016 dengan 2017 sebagai berikut: Grafik 4. Perbandingan Capaian Kinerja Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2016 dengan ,5 2,8 2,39 2,71 Target 2016 Realisasi 2016 Target 2017 Realisasi 2017 Tabel 7. Perhitungan Indeks Kemandirian Partisipasi Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2017 No. BNNP Lingja Lingmas Lingdik Rata- Rata Kriteria ACEH 1,74 2,04 2,77 2,18 Kurang Mandiri 2 SUMUT 1,67 2,51 2,83 2,34 Kurang Mandiri 3 SUMBAR 2,37 3,30 3,25 2,97 Mandiri 4 RIAU 2,12 1,62 2,27 2,00 Kurang Mandiri 5 JAMBI 3,82 3,90 3,83 3,85 Sangat Mandiri 6 SUMSEL 1,7 2,65 1,83 2,06 Kurang Mandiri 7 BENGKULU 3,46 3,60 3,73 3,60 Sangat Mandiri 8 BABEL 3,35 2,73 1,63 2,57 Mandiri 9 KEPRI 2,47 2,80 2,70 2,66 Mandiri 10 LAMPUNG 3,32 2,23 3,06 2,87 Mandiri 11 BANTEN 2,73 2,33 2,83 2,63 Mandiri 12 DKI JAKARTA 1, ,30 Kurang Mandiri 13 JABAR 0,98-1 1,09 Tidak Mandiri 14 JATENG 3,86 1,85 2,40 2,70 Mandiri 15 DI YOGYAKARTA 3,25 3 3,2 3,15 Mandiri 16 JATIM 2,21 0,63 0,93 1,25 Tidak Mandiri 24

48 17 KALBAR 2,57 2,65 2,90 2,71 Mandiri 18 KALTENG 2,8 1,9 3,8 2,83 Mandiri 19 KALSEL 3 3 2,9 2,97 Mandiri 20 KALTIM 2,6 3 2,6 2,73 Mandiri 21 KALTARA NIHIL NIHIL NIHIL NIHIL NIHIL 22 BALI 3,40 3,80 2,55 3,25 Mandiri 23 NTB 2,00 3,50 1,80 2,43 Kurang Mandiri 24 NTT 1,94 1,60 1,38 1,64 Tidak Mandiri 25 SULSEL 2,57 2,70 3,25 2,84 Mandiri 26 SULTRA 1,77-2,20 1,99 Kurang Mandiri 27 SULTENG 2,75 3,60 3,73 3,36 Sangat Mandiri 28 SULBAR 2,52 2,65 3,36 2,84 Mandiri 29 GORONTALO 2,80 3,38 3,10 3,09 Mandiri 30 SULUT 2,22 2,95 3,35 2,84 Mandiri 31 MALUKU 1,73 2,96 2,06 2,25 Kurang Mandiri 32 MALUKU UTARA 2,77 3,10 3,10 2,99 Mandiri 33 PAPUA BARAT 2,68 2,46 2,37 2,50 Mandiri 34 PAPUA 2,55 2,57 2,62 2,58 Mandiri 35 DIT. PSM 2,96 2,71 2,96 2,88 Mandiri TOTAL 2,61 2,74 2,74 2,71 Mandiri Pada tabel 7 di atas, dapat dijelaskan bahwa capaian IKP Masyarakat dan IKP Stakeholder secara Nasional masuk ke dalam Kategori Mandiri dengan capaian 2,71 atau sebesar 96,78% dari perhitungan rata-rata persentase realisasi Indikator Kinerja Partisipasi. Sehingga sasaran strategis masyarakat dan stakeholder dalam P4GN secara angka rata-rata nasional sudah mandiri, namun secara individual masih terdapat 11 provinsi yang masih masuk kategori kurang atau tidak mandiri. Berikut, gambaran hasil pengukuran terkait dengan indeks kemandirian masyarakat sebagai berikut: 1. Dari 10 kriteria di atas yang paling menonjol adalah kekurangan dukungan sarana prasarana, dukungan anggaran, dan belum optimalnya aturan yang mengikat. 2. Belum meratanya pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di lingkungan target sasaran. Upaya yang harus dilakukan dalam penguatan perlu adanya pendampingan dan Bimbingan Teknis, dukungan anggaran di Bidang P2M guna memetakan sasaran, melakukan pengembangan kapasitas, dan membentuk penggiat Anti Narkoba. 25

49 Meningkatnya Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) Bidang Dayamas disebabkan beberapa faktor bersinerginya antara Dayamas dan Sasaran (Lingkungan Penggiat) dalam membimibing teknis penggiatnya. Untuk Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) berskala rendah, disebabkan kurangnya sinergi antara lingkungan penggiat, kurangnya bimbingan teknis pada penggiat. Oleh karena itu kunci Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) adalah sinergi program. Berikut grafik jumlah Tingkat Kemandirian di 34 Provinsi pada tahun Grafik 5. Jumlah Tingkat Kemandirian di 34 Provinsi pada Tahun Sangat Mandiri 8 Mandiri Kurang Mandiri Tidak Mandiri 20 Nihil Analisis atas faktor-faktor keberhasilan capaian tersebut antara lain: (1) SDM penggiat di lingkungan kerja pemerintah dan swasta dalam upaya P4GN lebih siap) lebih 0,15 poin dibanding masyarakat; (2) Implementasi regulasi baik di lingkungan kerja pemerintah (seperti Permendagri, Permen Perhubungan dan lainnya tentang P4GN) dan lingkungan kerja swasta (Permenakertrans tentang P4GN) telah di implementasikan dengan baik. Laporan Kinerja ini, merupakan capaian program berasal dari peran serta masyarakat dan pemberdayaan alternatif. Meskipun kegiatan alternatif tidak memberikan nilai IKP secara langsung IKP Masyarakat ini, namun eksistensi kegiatan pemberdayaan alternatif mendukung pencapaian program Dayamas secara keseluruhan, terutama sinergi program antara K/L, Dunia Usaha, dan Komponen Masyarakat. 26

50 Berdasarkan analisis keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai sasaran didapat faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor kurang optimalnya dalam pencapaian target IKP Masyarakat, antara lain: a. Terdapatnya beberapa target lingkungan sasaran pada tingkat pusat yang belum memiliki penggiat anti narkoba, belum dilaksanakannya pelatihan secara mandiri, belum adanya aturan yang mengikat di lingkungan tersebut, tidak terdapat sarana dan prasarana guna mendukung pelaksanaan P4GN, dan belum adanya kesadaran sebagai penggiat anti narkoba hanya sekedar datang memenuhi undangan; b. Khusus di lingkungan masyarakat di tingkat pusat, di beberapa wilayah dan lingkungan masyarakat masih belum dijumpai adanya metode pelatihan dalam P4GN, metode penyuluhan juga belum tepat guna, dan dana swadaya masyarakat belum diarahkan kepada kepentingan P4GN; c. Di beberapa wilayah masih ada wilayah yang belum menggunakan dana sponsorship dalam upaya P4GN dan sarana dan prasarana yang mendukung di wilayah tersebut masih belum diarahkan pada kepentingan P4GN; dan d. Permasalahan di wilayah yang menyebabkan tidak tercapainya target 100% di antaranya belum adanya aturan tertulis yang mengikat secara internal tentang P4GN. Norma-norma yang berlaku atau aturan yang mengikat pun tidak mendukung program P4GN, artinya budaya masyarakat hidup sehat belum muncul. Demikian juga dengan sarana prasarana yang masih belum maksimal diarahkan untuk kepentingan P4GN. 2. Faktor yang menghambat tercapaianya IKP Masyarakat, antara lain: a. Faktor yang membuat lambat dan rendahnya IKP adalah respon panitia pelaksana yaitu Tim Dayamas BNN dalam melakukan bimbingan teknis kepada para penggiat. Seharusnya setiap kegiatan Bimbingan Teknis mengacu pada waktu tiga bulan sejak penggiat lulus dan mengukur IKP lingkungannya. Sehingga sepanjang tahun, 27

51 waktu 3 bulan tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif untuk memonitor sejauh mana penggiat memahami hasil pengembangan kapasitas dan semampu apa penggiat anti narkoba dapat mengimplementasikan tugas menggiatkan P4GN di lingkungannya; dan b. Kurangnya optimalisasi waktu dalam bimbingan teknis. Dalam pengisian IKP apabila dirasa dalam masa tiga bulan, capaian IKP masih rendah (tidak mandiri), maka bimbingan teknis dapat mengoptimalkan kegiatan P4GN para penggiat di lingkungannya, bahkan jika diperlukan, Tim Dayamas BNN melakukan kunjungan ke lokasi dimana penggiat kesulitan mengaplikasikan pelatihannya di lingkungannya. 3. Langkah Antisipasi yang akan ditindaklanjuti faktor kurang optimalnya dan hambatan tersebut, antara lain: a. Melakukan monitoring dan evaluasi; dan b. Melakukan penajaman program. Capaian indeks kemandirian partisipasi ini dihimpun dari nilai skala IKP dari satuan kerja Pemberdayaan Masyarakat baik di BNN dan 34 BNNP. Nilai dan skala IKP di BNNP dihimpun dari 129 satuan kerja pemberdayaan masyarakat di BNNK. Pengukuran IKP menggunakan kuesioner, isian, perhitungan dan penilaian skala yang sama, baik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota oleh para penggiat sendiri di lingkungannya. Kemudian hasil capaian indikator kinerja sebesar 96,78% dihimpun dari perhitungan rata-rata persentase realisasi Indikator Kinerja IKP pada masyarakat dan IKP pada stakeholder secara nasional dengan skala 2,71 (katergori Mandiri). Artinya sasaran strategis masyarakat dan stakeholder dalam P4GN secara nasional sudah terwujud secara mandiri namun perlu ditingkatkan. IKP Nasional menunjukkan ukuran skala, setinggi atau sebesar apa masyarakat dapat secara mandiri melakukan pemberdayaan masyarakat atau memiliki daya lawan melawan sindikat narkoba dan menciptakan lingkungan 28

52 bersih dan bebas narkoba dengan 5M (Man, Methods, Money, Machine dan Material) di lingkungannya. Semakin besar upaya memobilisasi 5M-nya maka semakin tinggi bobot nilai IKP-nya, seperti: mampu menemukan tokoh penggiat, mampu melakukan metode yang tidak sebatas hanya penyuluhan saja, mampu melakukan pembiayaan mandiri, mampu menerbitkan aturan tertulis dan mampu membuat bahan-bahan informasi P4GN di lingkungannya. Grafik 6. Proyeksi Skala IKP Tahun ,5 3 2,5 2 1,5 1 0, Adapun analisis dan evaluasi dari capaian sasaran program ini, dibagi menjadi: faktor keberhasilan dan faktor hambatan (gangguan dan kendala). 1. Faktor-faktor keberhasilan program, antara lain: a. Meningkatnya sinergi program dan kegiatan dari instansi pemerintah, dunia usaha dan komponen masyarakat. Indikator peningkatan sinergi tersebut ditunjukkan dari responsif instansi pemerintah (K/L, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota), dunia usaha, dunia pendidikan, dan komponen masyarakat (tomas, todat, toga, toda, dll) dalam kegiatan P4GN. Salah satunya adalah responsif dari K/L, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota dalam Grand Design of Alternative Development (GDAD) di Provinsi Aceh; b. Meningkatnya permintaan secara sukarela dan mandiri tes uji narkoba dalam rangka deteksi dini lingkungan bersih narkoba, sebagai implementasi regulasi fasilitasi pencegahan narkoba baik di lingkungan kerja, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat, salah satunya BNN menjadi penjuru (leading sector) 29

53 dalam persyaratan tes urin bagi peserta Pilkada di Pusat dan Daerah; c. Meningkatnya responsif dunia usaha (swasta) dalam mendukung program pemberdayaan masyarakat, meliputi pemberian CSR (Corporate Social Responsibility), pelatihan, asistensi, dan akses pemasaran produk binaan. Salah satunya, ibu-ibu di binaan kawasan narkoba di Kampong Permata, Cengkareng, Jakarta Barat, diberikan akses menjual kue hasil binaan hotel Aston Group untuk konsumsi hotel dengan pendapatan dan omzet Rp 5 jutaan per bulan; d. Meningkatnya peran tokoh masyarakat dalam mengangkat harkat kawasan rawan narkoba menjadi sentra industri usaha produktif dan produk unggulan daerah di kawasan rawan. Salah satunya, peran ibu Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), peraih penghargaan utama P4GN pada Peringatan HANI 2017 di Jakarta, yang menjadikan produk-produk kawasan binaan alternatif di Gang Pandegiling, Kota Surabaya menjadi ikon kebanggaan yang berdampak meningkatnya permintaan produk dan sekaligus meningkat kesejahteraan masyarakat binaan pemberdayaan alternatif Bidang P2M BNNK Surabaya; dan e. Meningkatnya minat dan eksistensi kelompok yang menghimpun dan mengorganisasi diri sebagai masyarakat penggiat anti Narkoba membantu tugas P4GN di Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyuluhan P4GN, pendampingan korban narkoba, penggalangan laporan dan informasi masyarakat dan memfasilitasi instansi pemerintah daerah baik di provinsi maupun Kabupaten/Kota. Salah satunya adalah kelompok penggiat anti narkoba di Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat. 2. Faktor-faktor penghambat program, antara lain: a. Secara kuantitas, belum optimalnya upaya Bidang Pemberdayaan Masyarakat memfasilitasi pemanfaatan CSR baik di Pusat dan Daerah khususnya lingkungan dunia usaha yang sudah menjalin kemitraan dan sinergi bidang P4GN dengan BNN, BNNP, dan 30

54 BNNK. Padahal dana tersebut relatif besar dan selama ini dimanfaatkan baik bagi kepentingan karyawan dan masyarakat di luar lingkungan kerja, namun bukan untuk upaya P4GN (untuk kepentingan P4GN masih relatif kecil); b. Secara kualitas, belum dilakukan suatu metode (dalam bentuk simulasi) dalam pengembangan kapasitas, bagaimana memberdayakan penggiat anti narkoba selepas mereka mengikuti program dan kegiatan pengembangan kapasitas (baik Workshop maupun ToT), sehingga banyak penggiat anti narkoba yang kurang optimal berperan dalam kapasitasnya untuk melakukan P4GN di lingkungannya; c. Masih terjadi kurang tepatnya pemilihan sasaran dalam rapat kerja pemetaan sasaran dalam pengembangan kapasitas baik di lingkungan kerja, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat yang tidak mendekat pada kawasan rawan yang dibina dalam pemberdayaan alternatif, sehingga banyak sasaran calon penggiat anti narkoba yang berada di zona nyaman yang kurang peduli terhadap masalah narkoba; d. Belum optimalnya pemilihan calon penggiat anti narkoba dari hasil proses perekrutan relawan yang telah teregistrasi dari Bidang Pencegahan, sehingga pembinaan SDM penggiat dirasakan kurang lengkap jika tidak tersentuh tahapan pencegahan. Faktanya, banyak penggiat anti narkoba yang berasal dari relawan lebih militan, lebih bersemangat dibanding yang bukan dari relawan dari hasil pembinaan Bidang Pencegahan; e. Masih belum optimalnya bidang pelaksana teknis P2M baik untuk menerapkan indikator kerawanan wilayah dengan 8 indikator pokok dan 5 indikator pendukung, seperti yang dipandu dalam buku petunjuk teknis pemberdayaan alternatif dan buku cetak biru pemberdayaan masyarakat, sehingga perubahan kerawanan narkoba wilayah menjadi kawasan yang tidak rawan sangat jarang dipantau dan dievaluasi; 31

55 f. Kurang update dan pedulinya mengumpulkan data tentang nama dan identitas tokoh anti Narkoba di masyarakat yang ditemukan oleh para penggiat dalam mengisi lembar kuesioner indeks kemandirian partisipasi, padahal mereka berhak diajukan sebagai penerima penghargaan dan dijadikan mitra BNN, BNNP, dan BNNK dalam penguatan kapasitas pemberdayaan masyaralat di wilayah; dan g. Belum diterimanya aspirasi pemberian anggaran bagi BNNP dan BNNK untuk menyelenggarakan proses seleksi penerima penghargaan di bidang P4GN, padahal pemberian penghargaan adalah amanat pasal 110 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan menjadi hak bagi setiap masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam P4GN. Efisiensi penggunaan sumber daya, sangat terdukung melalui pemberitaan program P4GN melalui berbagai media (medsos, media cetak, elektronik, dll). Dukungan masyarakat terhadap program semakin hari semakin menunjukkan peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya tokoh/kelompok masyarakat yang sudah melaksanakan kerjasama dengan BNN dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Sasaran strategis selanjutnya adalah upaya pemulihan pecandu narkotika dengan layanan rehabilitasi, untuk itu BNN menetapkan sasaran strategis berikut ini yaitu: 3. Sasaran : Meningkatnya upaya pemulihan pecandu narkotika melalui layanan rehabilitasi yang komprehensif dan berkesinambungan Sasaran Strategis tersebut di atas dicapai melalui implementasi program dengan Indikator Kinerja Utama sebagaimana uraian berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 1. Jumlah fasilitas rehabilitasi yang ,71 telah memenuhi standar layanan Fasilitas Fasilitias minimal 32

56 Penetapan indikator kinerja utama tersebut sesuai mandat Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Bidang Rehabilitasi BNN diberikan kewenangan dan tugas pokok sebagai salah satu dari 3 (tiga) pilar lembaga BNN, yakni: meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh institusi pemerintah maupun komponen masyarakat. Hal tersebut juga tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional, dimana salah satu fungsi Deputi Bidang Rehabilitasi adalah pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika. Pada rencana strategis tahun yang telah direviu, target fasilitas rehabilitasi yang telah beroperasional sesuai standar pelayanan minimal bertambah 20 setiap tahunnya, dimana tahun 2017 targetnya adalah 140 fasilitas. Kepada fasilitas yang telah memenuhi standar pelayanan minimal tersebut akan dilakukan penilaian ulang oleh Deputi Bidang Rehabilitasi setiap 2 tahun sekali untuk memonitoring perkembangan standar layanan yang telah dilakukan. Definisi operasional indikator kinerja di atas adalah fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang mampu dan telah melakukan layanan rehabilitasi kepada korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika secara berkesinambungan, dengan melakukan layanan rehabilitasi sampai dengan pascarehabilitasi sesuai dengan standar pelayanan minimal yang telah disusun secara bersama-sama antara Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Hukum dan HAM. Adapun alur standar layanan rehabilitasi berkesinambungan tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini: 33

57 Gambar 1. Alur Standar Layanan Rehabilitasi Berkesinambungan Outcome Jangka Panjang Rehabilitasi berkelanjutan merupakan suatu program rehabilitasi yang bertujuan untuk mempersiapkan para pengguna narkoba kembali ke masyarakat dengan kondisi pulih, produktif, dan berfungsi sosial. Kondisi tersebut tentu saja tidak dapat diperoleh dalam waktu pendek (6 bulan) seperti yang disebutkan dalam alur di atas, akan tetapi setiap lembaga rehabilitasi harus mempersiapkan program rawatan lanjutan yang melibatkan berbagai stakeholder termasuk masyarakat dimana para pengguna tinggal. Mengingat penyakit adiksi bersifat kronis dan kambuhan maka kondisi pulih, produktif, dan berfungsi sosial merupakan impact dari suatu proses terapi dan rehabilitasi yang dapat berlangsung dalam jangka panjang bahkan mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun. Pencapaian indikator kinerja fasilitas rehabilitasi baik milik instansi pemerintah maupun komponen masyarakat yang beroperasional sesuai dengan standar pelayanan minimal adalah 127 fasilitas atau 90,7% dari target 140 fasilitas yang terdiri dari 70 fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah serta 57 fasilitas rehabilitasi milik komponen masyarakat. 34

58 Pencapaian indikator kinerja tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Pencapaian Indikator Kinerja Fasilitas Rehabilitasi Pada tahun 2017, jumlah fasilitas rehabilitasi baik milik instansi pemerintah maupun komponen masyarakat yang diberikan peningkatan kemampuan adalah sebanyak 849 fasilitas yang terdiri atas 513 fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan 336 fasilitas rehabilitasi milik komponen masyarakat. Berdasarkan hasil dari peningkatan kemampuan yang diberikan kepada 849 fasilitas tersebut, sebanyak 662 fasilitas telah operasional melakukan pelayanan rehabilitasi kepada pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika. Fasilitas tersebut terdiri atas 438 fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan 224 fasilitas rehabilitasi milik komponen masyarakat sebagimana dapat dilihat dalam grafik di bawah ini: Grafik 7. Jumlah Fasilitas Rehabilitasi Baik Milik Instansi Pemerintah maupun Komponen Masyarakat yang Diberikan Peningkatan Kemampuan 35

59 Apabila dilihat dari persebaran fasilitas rehabilitasi yang sudah operasional di setiap provinsi maka akan terlihat seperti pada tabel di bawah ini. Grafik 8. Persebaran Fasilitas Rehabilitasi yang Sudah Operasional di Setiap Provinsi Melalui fasilitas rehabilitasi yang telah operasional tersebut, sebanyak orang pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkoba telah direhabilitasi. Sebanyak orang direhabilitasi di fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah, orang direhabilitasi di fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat dan orang direhabilitasi di Balai Rehabilitasi milik BNN. Berikut grafik sebaran pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkoba yang direhabilitasi. Grafik 9. Sebaran Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkoba yang Direhabilitasi 36

60 Selanjutnya kepada fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang telah beroperasional melakukan pelayanan rehabilitasi tersebut dilakukan fasilitasi program pascarehabilitasi. Maksud dari fasilitasi program pascarehabilitasi ini adalah mendorong fasilitas rehabilitasi tersebut selain melakukan operasional layanan rehabilitasi, pada akhirnya juga dapat melakukan layanan pascarehabilitasi yang merupakan kelanjutan dari layanan rehabilitasi. Dengan demikian pelayanan yang diberikan kepada pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika tersebut dapat terintegrasi, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Fasilitas yang dilakukan oleh Bidang Rehabilitasi melingkupi sosialisasi dan asistensi program serta pelatihan pelayanan program pascarehabilitasi kepada para petugas di fasilitas rehabilitasi tersebut. Namun setelah dilakukan fasilitasi program pascarehabilitasi. Dari 662 fasilitas rehabilitasi yang operasional, terdapat 134 fasilitas rehabilitasi yang akhirnya juga mampu melakukan layanan pascarehabilitasi. 134 fasilitas tersebut adalah Klinik IPWL BNN, 31 Klinik Pratama di BNNP, 31 Klinik Pratama di BNNK, 26 BAPAS, 16 RS Bhayangkara, 25 Rumah Damping dan 4 fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat. Grafik 10. Jumlah Fasilitasi Program Pascarehabilitasi Dari 134 fasilitas yang melaksanakan program layanan pascarehabilitasi tersebut, hanya 57 fasilitas yang melaksanakan program rehabilitasi berkesinambungan mulai dari rehabilitasi sampai dengan pascarehabilitasi. Sebanyak 57 fasilitas yang lain hanya melaksanakan layanan pascarehabilitasi 37

61 saja yang merupakan rujukan dari fasilitas-fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah maupun komponen masyarakat. Selanjutnya adalah pelaksanaan penilaian mutu layanan kepada fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang sudah operasional tersebut. Penilaian yang dilakukan terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu penilaian mutu layanan kepada fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan penilaian mutu layanan kepada fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat. Dari kedua jenis penilaian tersebut, mulai dari metode yang dilakukan sampai dengan pengkategorian hasil penilaian adalah berbeda. Penilaian mutu layanan yang dilakukan kepada fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dilakukan pada lembaga/fasilitas rehabilitasi milik BNN yaitu Balai Besar/Balai/Loka Rehabilitasi dan Klinik BNN/BNN Provinsi/Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal dibuat sebagai acuan bagi lembaga rehabilitasi milik BNN dalam menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi berkelanjutan yang terstandar untuk pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Oleh karena itu, dilakukan penilaian untuk memastikan implementasi layanan rehabilitasi sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Penilaian dilakukan dengan metode wawancara menggunakan Instrumen Penilaian Standar Pelayanan Rehabilitasi bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, telaah dokumen, dan observasi. Instrumen tersebut mencakup 6 komponen yang dinilai yaitu Kelembagaan, Jenis Pelayanan, SDM, Sarana dan Prasarana, Rekam Rehabilitasi, dan Pengendalian Program. Nilai yang diperoleh kemudian dikategorikan sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 8. Kategori Penilaian Standar Pelayanan Minimal Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah KATEGORI A B INTERPRETASI Fasilitas tersebut telah memenuhi % dari standar yang telah ditetapkan. Lembaga rehabilitasi dapat dijadikan role model bagi unit/lembaga lain Fasilitas tersebut memenuhi 61-80% dari standar yang telah ditetapkan. 38

62 C D Fasilitas tersebut hanya memenuhi 46-60% dari standar yang telah ditetapkan. Lembaga tersebut merupakan prioritas yang memerlukan dukungan tergantung dari variabel masingmasing sesuai kebutuhan unit/lembaga tersebut Fasilitas tersebut hanya dapat memenuhi 45% atau kurang (tidak memenuhi) dari standar yang telah ditetapkan. Lembaga tersebut merupakan prioritas utama yang memerlukan dukungan tergantung dari variabel masing-masing sesuai kebutuhan unit/lembaga tersebut. Berikut ini data fasilitas rehabilitasi instansi pemerintah yang mendapatkan penilaian dari BNN sebagaimana tabel di bawah ini: Tabel 9. Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal No. Provinsi No. Lembaga Kategori 1 Balai Rehabilitasi Baddoka A 1 Sulawesi Selatan 2 Klinik Adi Pradana BNNP Sulsel B 3 Klinik Marannu Deceng BNNK Bone B 4 Balai Besar Rehabilitasi Lido B 2 Jawa Barat 5 Klinik BNNK Depok B 6 Klinik BNNP Jabar B 7 Balai Rehabilitasi Tanah merah A 3 Kalimantan Timur 8 Klinik BNNP Kaltim A 9 Klinik BNNK Samarinda A 10 Klinik BNNK Balikpapan B 11 Loka Rehabilitasi Batam B 4 Kepulauan Riau 12 Klinik BNNP Kepri C 13 Klinik BNNK Batam C 5 Lampung 14 Klinik BNNP Lampung B 15 Loka Rehabilitasi Kalianda B 16 Loka Rehabilitasi Deli Serdang B 6 Sumatera Utara 17 Klinik BNNP Sumut A 18 Klinik BNNK Deli serdang A 19 Klinik BNNK Binjai C 20 Klinik BNNP Jambi B 7 Jambi 21 Klinik BNNK Jambi B 22 Klinik BNNK Batanghari C 8 Aceh 23 Klinik BNNP Aceh A 24 Klinik BNNP Riau B 9 Riau 25 Klinik BNNK Pekanbaru A 26 Klinik BNNK Palalawan A 10 Kalimantan Tengah 27 Klinik BNNP Kalimantan Tengah B 11 Sulawesi Utara 28 Klinik BNNP Sulut B 29 Klinik BNNK Manado C 12 Sulawesi Barat 30 Klinik BNNP Sulawesi Barat A 39

63 No. Provinsi No. Lembaga Kategori 31 Klinik BNNP Sultra B 13 Sulawesi Tenggara 32 Klinik BNNK Kendari B 33 Klinik BNNK Kolaka B 14 Papua 34 Klinik BNNP Papua B 35 Klinik BNNK Jayapura A 15 Papua Barat 36 Klinik BNNP Papua Barat A 16 Bali 37 Klinik BNNP Bali A 38 Klinik BNNK Badung B 17 DI Yogyakarta 39 Klinik BNNP DI Yogyakarta A 18 Jawa Tengah 40 Klinik BNNP Jawa Tengah A 19 Maluku Utara 41 Klinik BNNP Maluku Utara A 20 Kalimantan Barat 42 Klinik BNNP Kalbar B 21 NTT 43 Klinik BNNP NTT B 44 Klinik BNNK Kupang B 22 Banten 45 Klinik BNNP Banten B 46 Klinik BNNK Tangsel B 23 NTB 47 Klinik BNNP NTB B 48 Klinik BNNK Mataram A 24 Gorontalo 49 Klinik BNNP Gorontalo A 25 Kalimantan Selatan 50 Klinik BNNP Kalsel A 51 Klinik BNNK Banjarmasin A 26 Ambon 52 Klinik BNNP Maluku A 27 Sumbar 53 Klinik BNNP Sumbar B 54 Klinik BNNK Payakumbuh C 28 Babel 55 Klinik BNNP Kep. Babel B 56 Klinik BNNK Pangkal Pinang B 29 Sumsel 57 Klinik BNNP Sumsel B 58 Klinik BNNK Ogan Ilir B 59 Klinik BNNK Jakarta Selatan B 30 DKI Jakarta 60 Klinik BNNK Jakarta Utara B 61 Klinik BNNP DKI Jakarta B 62 Klinik BNNK Jakarta Timur A 63 Klinik IPWL BNN Pusat B 31 Sulawesi tengah 64 Klinik BNNP Sulawesi Tengah B 65 Klinik BNNK Palu C 66 Klinik BNNP Jatim B 32 Jawa Timur 67 Klinik BNNK Sidoarjo B 68 Klinik BNNK Batu B 33 Bengkulu 69 Klinik BNNP Bengkulu A 70 Klinik BNNK Bengkulu Selatan A Berdasarkan hasil penilaian terhadap 70 fasilitas tersebut diketahui bahwa fasilitas mendapatkan penilaian B masih lebih besar yaitu 56%, sedangkan fasilitas yang mendapatkan penilaian A sebanyak 34%, dan fasilitas mendapatkan nilai C sebanyak 10%. 40

64 Grafik 11. Penilaian terhadap 70 Fasilitas Rehabilitasi Instansi Pemerintah Persentase Hasil Penilaian (%) Kategori A Kategori B Kategori C 40 Klinik 10,00% 24 Klinik 34,00% 7 Klinik 56,00% Sedangkan penilaian yang dilakukan kepada fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat yang sudah beroperasional dilakukan kepada fasilitas yang melakukan layanan rehabilitasi dengan setting layanan rawat inap sosial, rawat jalan sosial, rawat inap medis, dan rawat jalan medis. Format penilaian versi 2017 terdiri atas demografi lembaga dan 5 (lima) aspek penilaian utama dengan indikator umum dan khusus untuk mengakomodir setting layanan rehabilitasi di atas. Tabel 10. Penilaian Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Sudah Beroperasional No. Identitas dan Demografi Fasilitas Rehabilitasi Aspek Penilaian Utama 1 Nama Fasilitas Kelembagaan 2 Alamat Fasilitas Perangkat Program 3 Nomor Akta Notaris Pelayanan 4 Tanggal Evaluasi Monitoring dan Evaluasi 5 Penanggung Jawab Program Sarana dan Prasarana 6 Tahun Mulai Operasional 7 Setting Layanan 8 Metode Layanan 9 Sumber Pendanaan 10 Komposisi Petugas 11 Pelatihan yang telah Diikuti 41

65 Hasil akhir penilaian terdiri dari dua variabel yang berdiri sendiri, yaitu perangkat umum dan perangkat khusus. Kedua variabel tersebut akan menentukan total skor akhir (TA) dari lembaga yang dinilai. Bobot dari masingmasing perangkat umum dan khusus sebagai berikut: 1. Perangkat Umum 70% 2. Perangkat Khusus 30% Berdasarkan cara penghitungan di atas, maka hasil penilaian standar pelayanan minimal yang dilakukan kepada fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 11. Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal No. Fasilitas Kategori 1 Yayasan Sekar Mawar A 2 Yakita Ciawi A 3 Yayasan Penuai Indonesia B 4 Yayasan Breaktrough Mission A 5 Rumah Cemara Bandung A 6 Fan Campus A 7 Yayasan Agape B 8 Rumah Singgah PEKA A 9 Yayasan Cipta Wening Kuningan B 10 Rumah Sakit Islam Karawang B 11 CBU Kamboja B 12 Rumah Tenjo Laut B 13 Yayasan Katarsis B 14 Yayasan Bina Insan Mandiri B 15 Yayasan Kasih Indonesia Sukabumi B 16 Yayasan Kasih Indonesia Bekasi B 17 Pantura Plus Karawang B 18 Yayasan Mitra Alam B 19 Yayasan Rumah Damai B 20 Yayasan Bambu Nusantara B 21 Yayasan Plato B 22 RS Graha Husada Gresik B 23 Yayasan Orbit B 24 Hayunanto Medical Center (HMC) A 25 Yayasan Doulos Jatim B 26 Ponpes Bidayatussalikin A 27 Yayasan Kapeta A 28 Yayasan Kambal Care B 29 Yayasan Karitas Sani Madani (Karisma) B 30 Yayasan Al Jahu A 31 Yayasan Natura B 42

66 No. Fasilitas Kategori 32 Lembaga Peduli Masyarakat Siammasei B 33 Yayasan Mitra Husada B 34 LPAIC B 35 Sibolangit Center B 36 Yayasan Caritas PSE A 37 Mutiara Abadi Binjai B 38 Yayasan Medan Plus B 39 Yayasan Bukit Doa Getsemani B 40 Yayasan Santo Yosef (Rumah Kita) A 41 Yayasan Mercusuar Doa B 42 Yayasan Ar-Rahman B 43 Yayasan Intan Maharani B 44 Yayasan New Padoe Jiwa B 45 Klinik Aqila A 46 Yayasan Suci Hati B 47 Yayasan Galilea Palangkaraya A 48 Pontianak Plus B 49 LSM Merah Putih Kota Singkawang B 50 Yayasan Siklus Pekanbaru B 51 Klinik Rehabilitasi Narkoba Ummi Medika B 52 Yayasan Musim Indonesia A 53 Yakeba A 54 Yakita Bali B 55 Aksi NTB B 56 House of Serenity B 57 Lembaga Rehabilitasi Ataraxis B Adapun grafiknya dapat dilihat seperti di bawah ini: Grafik 12. Kategori Fasilitas Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang Operasional sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Kategori A (17 Fasilitas: 30%) Kategori B (40 Fasilitas: 70%) Kategori A Kategori B Dari hasil penilaian terhadap fasilitas rehabilitasi komponen masyarakat tersebut diketahui bahwa 30% lembaga mendapatkan penilaian A. Sedangkan fasilitas yang mendapatkan penilaian B sebanyak 70%. 43

67 Selanjutnya berdasarkan hasil proses pencapaian indikator kinerja kegiatan Bidang Rehabilitasi di atas, apabila digambarkan dalam grafik maka akan terlihat seperti di bawah ini: Grafik 13. Hasil Proses Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Bidang Rehabilitasi Pelaksanaan penilaian mutu layanan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal kepada fasilitas rehabilitasi milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat ini dilaksanakan pada triwulan keempat tahun Maka dari itu, data perkembangan jumlah fasilitas rehabilitasi yang operasional sesuai dengan standar pelayanan minimal tidak dapat dihitung dalam periode tiga bulanan. Data yang tersedia adalah perkembangan jumlah fasilitas tersebut dalam periode tahunan. Sasaran indikator di atas tidak sama dengan sasaran indikator tahun 2015 dan tahun 2016 karena telah dilakukan reviu terhadap Rencana Strategis BNN dan Deputi Bidang Rehabilitasi Tahun Walaupun demikian, kegiatan penilaian standar pelayanan minimal bagi fasilitas rehabilitasi baik milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat telah dilaksanakan sejak tahun Jadi, walaupun capaian kinerja indikator sasaran tersebut tidak dapat diperbandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya, namun Bidang Rehabilitasi telah memiliki data perkembangan jumlah fasilitas 44

68 rehabilitasi yang telah operasional sesuai dengan standar layanan minimal tersebut. Adapun data-data tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai berikut: Grafik 14. Hasil Proses Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Bidang Rehabilitasi Fasilitas yang peroleh kat puan Fasilitas yang ops Fasilitas yang laks pasca Fasilitas yang SPM Berdasarkan grafik di atas, dapat terlihat bahwa pada tahun 2017 jumlah fasilitas rehabilitasi yang telah beroperasional dan sesuai dengan standar pelayanan minimal terus meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu meningkat sebesar 86,7% dari tahun Selain itu, persentase fasilitas rehabilitasi yang telah beroperasional dari jumlah fasilitas yang mendapatkan peningkatan kemampuan adalah 77,9% yang secara signifikan meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini juga menunjukan kinerja Bidang Rehabilitasi yang lebih efektif dan efisien dari tahun sebelumnya. Potret permasalahan di lapangan yang perlu diperbaiki untuk mencapai hasil kinerja yang lebih optimal adalah: 1. Fasilitas rehabilitasi yang direkomendasikan oleh BNNP dan BNNK untuk bekerja sama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi serta mendapatkan peningkatan kemampuan lebih banyak merupakan fasilitas sosial dan kesehatan umum yang akan menyelenggarakan layanan rehabilitasi atau baru beroperasional selama 1 sampai dengan 2 tahun; 2. Fasilitas rehabilitasi yang sudah pernah bekerja sama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi dan sudah beroperasional namun telah ditunjuk 45

69 menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial tidak direkomendasikan lagi oleh BNNP dan BNNK karena tidak dapat menerima dukungan layanan rehabilitasi lagi dari BNNP dan BNNK; 3. Pelayanan rehabilitasi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkoba yang komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan belum dapat berjalan di wilayah karena kurangnya sosialisasi sehingga sistem jejaring yang diharapkan dapat membuka akses layanan rehabilitasi tidak dapat berjalan; dan 4. Terbatasnya kualitas petugas rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang terampil dan kompeten. Berdasarkan kendala-kendala tersebut di atas, pada tahun 2018 Deputi Bidang Rehabilitasi akan memprioritaskan pelaksanaan program pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Memberikan pembinaan teknis dan asistensi perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi program kepada BNNP dan BNN Kabupaten/Kota sebagai pelaksana program di wilayah; 2. Meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas kelembagaan lintas sektoral di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan kabupaten/kota; 3. Pembinaan, bimbingan teknis, serta supervisi program dan klinis yang lebih optimal kepada fasilitas rehabilitasi yang bekerja sama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi; 4. Mengintensifkan peningkatkan keterampilan dan kompetensi petugas rehabilitasi dan pascarehabilitasi melalui pelatihan-pelatihan dasar dan lanjutan dalam bidang pelayanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkoba; dan 5. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada layanan yang diberikan fasilitas rehabilitasi secara berkala dengan melibatkan BNNP/BNN Kota/Kab sebagai pelaksana di wilayah. Sistem pendataan terintegrasi antara BNN, BNNP, dan BNNK sehingga dapat memonitor pecandu yang mengikuti program Pascarehabilitasi. 46

70 Oleh karena masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan penegakan hukum, untuk itu BNN menetapkan sasaran strategis berikut ini: 4. Sasaran : Meningkatnya pengungkapan jaringan, penyitaan barang bukti, dan aset sindikat peredaran gelap narkotika Pencapaian dari sasaran strategis tersebut di atas, diuraikan melalui 2 (dua) Indikator Kinerja Utama sebagaimana uraian berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 1. Jumlah jaringan sindikat tindak ,50 pidana narkotika yang terungkap Jaringan Jaringan Jaringan sindikat narkotika merupakan bentuk kejahatan yang terorganisir (Organized Crime) baik individu maupun kelompok yang melakukan perencanaan dan aktivitas ilegal yang terjadi di lebih dari satu wilayah atau negara. Salah satu bentuk Organized Crime ini adalah perdagangan Narkoba (National Institute of justice, 2007). Aktivitas perdagangan narkotika terdapat di lebih dari satu negara yang bersifat transnasional. Adapun karakteristik Organized Crime adalah dengan membentuk sebuah jaringan dalam melakukan aktivitas kejahatan. Dalam konteks indikator kinerja ini, bahwa yang dimaksud dengan jumlah jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap adalah kelompok pelaku tindak pidana peredaran gelap Narkoba yang terorganisir/terstruktur dengan peran antara lain penyandang dana, pemilik narkotika, produsen, pengendali, bandar besar, bandar, penjual/pengedar, dan kurir yang berhasil diungkap. Semula dalam perjanjian kiinerja telah ditetapkan target pengungkapan jaringan sindikat tindak pidana narkotika tahun 2017 adalah sebanyak 24 jaringan. Namun seiring dengan peningkatan operasional BNN dan kerjasama dengan negara lain dan instansi/organisasi pemerintah dan komponen masyarakat serta dukungan teknologi yang semakin baik, terpetakan sebanyak 99 jaringan narkoba di Indonesia. Dari jumlah 99 peta jaringan tersebut dapat 47

71 diungkap sebanyak 33 jaringan yang dapat direalisasikan dengan dibuatkan dalam Laporan Kasus Narkotika (LKN) dan Laporan Polisi (LP). Metode pengukuran jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jumlah tersangka dalam satu jaringan sindikat yang terungkap; 2. Peran dari masing-masing tersangka yang tertangkap dalam satu jaringan sindikat 3. Modus operandi yang digunakan oleh jaringan; 4. Alur transaksi keuangan hasil tindak pidana narkotika; 5. Jenis narkotika yang berhasil disita; 6. Hubungan komunikasi antar person jaringan; 7. Adanya anatomi jaringan sindikat narkotika; dan 8. Hasil pengumpulan informasi jaringan sindikat narkotika direalisasikan dalam Laporan Kasus Narkotika (LKN) atau Laporan Polisi (LP). Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama yaitu: No. Indikator KinerjaUtama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah jaringan = ( RJSKN / = (24/33)*100% - RJSKN = Jumlah sindikat kejahatan TJSKN)*100% = 137,50% Realisasi Jaringan Narkoba yang Sindikat Kejahatan terungkap Narkoba - TJSKN = Jumlah Target Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba Dari formula atau rumus di atas diperoleh bahwa persentase capaian 137,50%. Hasil tersebut diperoleh dengan membandingkan realisasi jaringan sindikat kejahatan narkoba yang berhasil diungkap sejumlah 33 jaringan dengan target jaringan sindikat kejahatan narkoba yang akan diungkap sejumlah 24 jaringan dikalikan 100%. Dari sisi target yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja tahun 2017, capaian kinerja Bidang Pemberantasan telah melebihi dari target semula yaitu target 24 dan realisasi sebesar 33 jaringan (137,5%). Walaupun dalam 48

72 perjalanan waktu telah terpetakan 99 jaringan, namun dalam laporan ini yang menjadi dasar perhitungan pencapaian target sasaran strategis ini sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Capaian Bidang Pemberantasan ini berkat dukungan kerjasama dengan penegak hukum, instansi terkait, dan kerjasama Bilateral dengan agency internasional dalam sharing informasi jaringan narkotika, koordinasi dan komunikasi personil antara pusat dan daerah. Dalam pemetaan jaringan/pengungkapan jaringan terhadap target yang sudah ditetapkan dapat terorganisir dengan baik serta personel intelijen tingkat pusat dan daerah mempunyai motivasi yang tinggi dalam pengungkapan jaringan sindikat narkotika skala internasional/nasional Perbandingan capaian kinerja digambarkan pada grafik di bawah ini. Grafik 15. Jumlah Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba yang Terungkap PERBANDINGAN CAPAIAN TARGET TARGET Series1 REALISASI Series2 Jika dibandingkan capaian tahun 2016 (31 jaringan) dengan capaian tahun 2017 (33 jaringan) terjadi peningkatan capaian. Peningkatan capaian ini merupakan prestasi yang perlu di apresiasi mengingat permasalahan pengungkapan jaringan merupakan pekerjaan yang penuh resiko dan tantangan yang luar biasa berat. 49

73 Faktor keberhasilan pelaksanaan program adalah sebagai berikut: 1. Dukungan Teknologi Intelijen (TI) yang telah dimiliki oleh BNN, khususnya di Pusat; 2. Terjalinnya kerjasama yang lebih baik antar penegak hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dalam bentuk sharing informasi jaringan sindikat narkotika; 3. Komitmen yang kuat dari petugas pelaksana lapangan dalam pemberantasan narkotika yang dilakukan secara profesional; 4. Koordinasi yang semakin baik antara BNN Pusat dengan BNN Provinsi maupun aparat penegak hukum lainnya; 5. Laporan masyarakat yang langsung ditindaklanjuti oleh aparat BNN; dan 6. Kesigapan petugas dalam pengungkapan jaringan narkotika. Sedangkan hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program kegiatan adalah: 1. Dalam pemanfaatan peralatan teknologi intelijen, satuan kerja daerah masih sangat tergantung akan teknologi intelijen yang ada di Pusat; 2. Terbatasnya SDM khususnya di BNNP dan BNN Kabupaten/Kota yang mempunyai keahlian di bidang narkotika, khususnya punya kualifikasi bidang analis intelijen dalam kegiatan pengumpulan data jaringan sindikat narkotika; 3. Untuk pelaksanaan kegiatan di wilayah, kurangnya persamaan pemahaman dalam pemetaan jaringan sindikat narkotika, sehingga capaian target kurang maksimal; 4. Peralatan Bantuan Teknologi Intelijen sangat terbatas, sehingga tidak dapat mengcover kegiatan pengungkapan jaringan sindikat narkotika yang ada di daerah; 5. Pola komunikasi dari para pelaku yang menggunakan sarana media sosial (medsos) dan kemampuan peralatan di BNN belum support terhadap pemantauan Media Sosial yang mengakibatkan jaringan sindikat narkotika kurang termonitor dengan maksimal; dan 6. Standar Operasional Prosedur (SOP) belum dimanfaatkan secara maksimal. 50

74 Langkah antisipatif atau rekomendasi ke depan yang akan diambil adalah: 1. Perlu peningkatan sarana dan prasarana teknologi Intelijen yang ada untuk mendukung kegiatan BNNP dan BNN Kabupaten/Kota; 2. Perlu peningkatan jumlah personil yang bertugas dalam penanganan intelijen; 3. Perlu peningkatan kemampuan tenaga analis intelijen dengan memberikan pengarahan tugas, pelatihan teknis analis atau bimbingan teknis (Bimtek), dan pemetaan jaringan; 4. Meningkatkan koordinasi antara penyelidik dan penyidik, serta antar aparat penegak hukum lainnya di luar BNN; 5. Perlu peningkatan pengungkapan kasus yang dilakukan pelaku kejahatan narkotika melalui media sosial dengan membentuk tim cybercrime anti narkotika di BNN; dan 6. Perlu optimalisasai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada dalam setiap pelaksanaan tugas operasional. Bentuk efisiensinya adalah support data hasil analisis jaringan narkotika yang ada di BNNP akan dikembangkan oleh personil di BNN, kemudian jika sudah siap dilanjutkan ke tahap penyelidikan guna pemutusan sel jaringan sindikat narkotika. Dengan demikian, keterbatasan sumber daya manusia terbantu dengan ketersediaan sarana teknologi intelijen sehingga mampu mencapai target yang telah ditetapkan. Jaringan sindikat narkotika yang berhasil diungkap pada tahun 2017 merupakan jaringan sindikat narkotika baru dan tidak ada kaitan dengan jaringan narkotika yang berhasil diungkap pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai lanjutan pengungkapan jaringan, BNN menyasar pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) penetapan ini dimaksudkan dalam upaya memutus rantai jaringan narkoba dengan tekad yang bulat bahwa para bandar dan jaringannya harus dimiskinkan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan penyelidikan harta kekayaan dari para bandar narkotika tersebut, untuk itu ditetapkan indikator kinerja utama berikut ini: 51

75 No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 2. Persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika 100% 38% 38 Penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika merupakan berkas tindak pidana pencucian uang yang terkait tindak pidana asal narkotika dan prekursor narkotika yang terungkap dan dilakukan penyidikan, setelah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti yang kemudian penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (Tahap II). Pengukuran berkas perkara tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang P-21 adalah perbandingan kasus perkara dengan target berkas perkara tindak pidana pencucian uang hasil dari tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika yang masih dalam penyidikan. Adapun hasil pengukuran berkas perkara tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang P-21, sebagai berikut: 1. Jumlah kasus TPPU yang ditangani selama tahun 2017 adalah 42 berkas; 2. Kasus TPPU yang sudah P21 hingga berakhirnya tahun 2017 adalah 12 berkas dan 4 berkas merupakan penyelesaian kasus tahun 2016, sehingga total sebesar 16 berkas. Dengan demikian masih terdapat 30 berkas TPPU yang masih dalam proses pengembangan penyidikan tahun berjalan; dan 3. Maka persentase penanganan kasus adalah persentase keberhasilan yang sudah P21 dibandingkan dengan jumlah kasus TPPU yang ditangani adalah: 16/42*100 = 38%. 52

76 Formula yang digunakan untuk mengukur berkas perkara tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang P- 21 adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Persentase = (Jumlah = (16/42)*100% - Jumlah TPPUP21 = penyelesaian TPPUP21/Jumlah = 38% Jumlah Realisasi penyidikan asset TTPPUP21)*100% berkas perkara TPPU (TPPU) tersangka yang sudah P21 tindak pidana narkotika - Jumlah TTPPUP21 = hasil tindak pidana jumlah Target berkas narkotika perkara TPPU. Jika dibandingkan capaian kinerja tahun 2016 dengan 2017, secara kualitas terlihat penurunan. Namun, dari sisi kuantitas penanganan kasus terdapat peningkatan yang cukup signifikan. Berikut perbandingan capaian kinerja dengan tahun lalu digambarkan pada grafik di bawah ini. Grafik 16. Perbandingan Penanganan Berkas Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang P-21 Tahun 2016 dan Tahun 2017 Target Realisasi Adapun penjelasan pada grafik perbandingan di atas adalah sebagai berikut: 1. Lanjutan penanganan kasus tahun 2016 telah selesai P-21 di tahun 2017; 2. Pada tahun 2017 masih terdapat berkas perkara yang harus diselesaikan di tahun 2018 sebanyak 26 berkas; dan 53

77 3. Dari persentase kasus, capaian target berkas perkara yang terselesaikan dan atau P-21 Tahun 2016 sebesar 86% dengan Tahun 2017 sebesar 38%. Gambaran kekurangan pencapaian target tahun 2017 sebagai berikut: 1. Pengembangan penelusuran aset tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari narkotika memerlukan waktu yang sangat panjang guna pengembangan aset tersangka, sehingga untuk pencapaian target penanganan berkas perkara P-21 tidak dapat dipaksakan harus selesai dalam tahun anggaran berjalan; 2. Masih minimnya kuantitas dan kualitas penyidik pada BNN dalam menangani kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari narkotika dan prekusor narkotika; 3. Belum meratanya pemahaman penyidik yang ada di BNN terkait dalam penanganan kasus tindak pidana pencucian uang yang berasal dari narkotika dan prekusor narkotika; 4. Perlunya penyamaan persepsi antara instansi terkait dalam penanganan kasus tindak pidana pencucian uang. Sebagai tindak lanjut dalam memaksimalkan pencapaian target kinerja pada tahun 2018 untuk melemahkan jaringan peredaran gelap narkotika Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang merekomendasi sebagai berikut: 1. Memaksimalkan monitoring dan evaluasi oleh Pembina Fungsi terhadap penanganan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada di kewilayahan; 2. Mengusulkan: a. Penambahan tenaga penyidik khususnya penyidik POLRI yang telah mempunyai kompetensi dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang dan memaksimalkan penyidik BNN; dan b. Pelatihan dan Pembinaan lanjutan kepada penyidik, baik yang berada di Pusat maupun di kewilayahan tentang penanganan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang secara berkala; 3. Penanganan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan penyidik di kewilayahan masih pelu pendampingan dari BNN Pusat; dan 4. Meningkatkan koordinasi dengan lembaga perbankan, non perbankan, maupun instansi terkait lainnya, guna menyatukan pemahaman dalam penanganan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari narkotika dan prekusor narkotika. 54

78 Sedangkan upaya peningkatan peran organisasi guna mendukung operasional lembaga, maka BNN menetapkan sasaran strategis sebagai berikut yaitu: 5. Sasaran : Terwujudnya manajemen organisasi yang proporsional, profesional, dan produktif Capaian sasaran strategis di atas, di ukur melalui 4 (empat) indikator kinerja utama berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 1. Opini Laporan Keuangan WTP WTP 100 Opini Laporan Keuangan terdiri dari 4 (empat) jenis, di antaranya: 1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Selain itu, terdapat pula opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP- DPP). Opini tersebut diterbitkan karena dalam keadaan tertentu auditor harus menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporannya. 2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk hal tertentu yang menjadi pengecualian. 3. Tidak Wajar Opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material, atau dengan kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. 4. Tidak menyatakan Pendapat Opini jenis ini diberikan jika pemeriksa (auditor) tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. 55

79 Capaian dari kinerja indikator ini adalah nilai hasil pemeriksaan/audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan Badan Narkotika Nasional atas kinerja serta pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016 yang diperoleh pada tahun 2017, sedangkan penilaian laporan keuangan tahun 2017 menjadi laporan nilai capaian pada tahun Ini merupakan tahun kedua Badan Narkotika Nasional mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual dalam penyusunan laporan keuangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Hasil pemeriksaan BPK RI berupa opini laporan keuangan ini menjadi tolok ukur (indikator) untuk menilai akuntabilitas Badan Narkotika Nasional. Hasil pemeriksaan BPK-RI, baik dari sisi akademis dan aplikasi di lapangan, dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh pihak yang diperiksa (auditan/auditee),dalam hal ini Badan Narkotika Nasional. Untuk tahun 2016, Badan Narkotika Nasional kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atas hasil pemeriksaan BPK seperti opini yang diperoleh ditahun Tabel 12. Kondisi Pertanggungjawaban Keuangan pada Badan Narkotika Nasional dalam Opini BPK RI NO. TAHUN ANGGARAN OPINI WTP dengan Paragraf Penjelasan WTP dengan Paragraf Penjelasan WTP dengan Paragraf Penjelasan WTP WTP WTP dengan Paragraf Penjelasan WTP WTP WTP Beberapa faktor yang menyebabkan keberhasilan capaian kinerja adalah sebagai berikut: 1. Dalam penyusunan RKA-K/L wajib disesuaikan dengan program pemerintah, renstra, renja, dan kebijakan lain serta peraturan 56

80 perundangan lain sampai dengan kesesuaian dengan standar biaya dan kesesuaian akun agar dalam pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban hingga pelaporan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien; 2. Seluruh satuan kerja di lingkungan BNN menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara berjenjang dan tepat waktu; 3. Laporan keuangan yang disusun oleh seluruh Satker di lingkungan BNN harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dan pos/akun dan kejadian penting lainnya wajib diungkapkan secara detail di dalam CALK sesuai dengan kondisi kejadiannya secara akuntabel, transparan, dan dapat ditelusuri; 4. Laporan BNN (semester/tahunan) yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan setelah dilakukan reviu oleh Inspektorat Utama; 5. Pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan pencairan APBN dibuat/disusun sesuai ketentuan peraturan perundangan dan keterjadiannya; 6. Seluruh dokumen pertanggungjawaban keuangan dapat dibuktikan, ditelusuri, dan sesuai dengan kejadiannya; 7. Dalam proses pencairan realisasi APBN, seluruh fungsi pengelola keuangan melakukan verifikasi dan pemeriksaan dokumen serta menyimpannya secara rapih dan tertib untuk menghindari kesalahan/kecurangan sehingga proses pengendalian internal dapat terwujud; 8. Pembinaan pengelolaan keuangan di lingkungan Badan Narkotika Nasional, guna meningkatkan pemahaman seluruh Satker tentang pengelolaan keuangan secara mandiri. Dalam rangka pembinaan terhadap Satker-satker, Biro Keuangan senantiasa mengadakan kegiatan penyusunan laporan keuangan secara tertib dan tepat waktu sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan kepada Pemerintah melalui Menteri Keuangan; 9. Monitoring dan evaluasi pengelolaan keuangan di lingkungan Badan Narkotika Nasional, guna untuk memonitor sejauh mana kesiapan Satker- 57

81 satker dalam penyajian Laporan Keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); dan 10. Kerja sama dengan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Keuangan dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis pengelolaan dan pelaporan keuangan di lingkungan Badan Narkotika Nasional yang melibatkan PPK, bendahara, dan Unit Akuntansi. Kegiatan ini dimaksudkan agar para pengelola keuangan di masing-masing Satuan Kerja dapat mengelola anggaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan para unit akuntansi dapat menyusun laporan keuangan sesuai SAP dan menyampaikannya secara berjenjang dan tepat waktu. Keberhasilan pencapaian target kinerja berupa Opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diperoleh BNN tidak lepas dari nilai kualitas laporan keuangan yang disajikan. Ketepatan waktu dan keakuratan dalam penyusunan laporan keuangan menjadi salah satu faktor penting dalam menilai kualitas laporan keuangan. Selain itu, kelengkapan serta kepatuhan satuan kerja dalam pelaporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan juga menjadi ukuran dalam menilai kualitas laporan keuangan. Seluruh satuan kerja di lingkungan Badan Narkotika Nasional adalah sebagai entitas akuntansi yang dalam menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan harus mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan serta tepat waktu dalam penyampaiannya secara berjenjang. Penyusunan laporan keuangan Badan Narkotika Nasional pada Tahun Anggaran 2016 telah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta disusun dan disajikan dengan basis akrual sehingga akan mampu menyajikan informasi keuangan yang transparan, akurat dan akuntabel. BNN telah mencapai hasil yang optimal dengan terlaksananya laporan keuangan yang sesuai Sistem Akuntasi Pemerintah (SAP) serta tersajinya laporan keuangan yang akurat, akuntabel, transparansi dan dapat dipertanggungjawabkan, dan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 58

82 Indikator kinerja kegiatan selanjutnya adalah indeks kepatuhan penyelenggaraan layanan pembayaran tunjangan pegawai. Gaji dan tunjangan pegawai merupakan kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. Gaji dan tunjangan yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai tunjangan yang diterima berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan/yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan, tunjangan kompensasi kerja, tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan beras, tunjangan pajak penghasilan, tunjangan irian jaya/papua, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, dan tunjangan umum) baik dalam bentuk uang maupun barang. Sampai dengan Tahun Anggaran 2017, Biro Keuangan dalam pencapaian kinerja terkait dengan indeks kepatuhan penyelanggaraan pembayaran tunjangan pegawai mencapai skala 4 dari target 4 dengan capaian 75% Selain keberhasilan di atas, dalam pencapaian target Kinerja Tahun Anggaran 2017, beberapa kendala yang masih dihadapi, antara lain: 1. Masih kurangnya jumlah sumber daya manusia, sehingga terdapat satu pegawai melaksanakan beberapa tugas/fungsi/jabatan; 2. Sumber daya manusia yang sering berganti dan sebagian besar tenaga kontrak karya; 3. Kurangnya pegawai yang memahami/menguasai standar, prosedur, dan peraturan terkait akuntansi, laporan keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan, serta pengendaliannya; 4. Masih terdapat beberapa Satker yang mengirimkan pesertanya adalah bukan pelaksana/operator akuntansi dan penyusun laporan keuangan dalam kegiatan penyusunan laporan keuangan BNN; 5. Kurang adanya perhatian dari sebagian pimpinan Satker terkait pentingnya pelaporan keuangan; dan 6. Frekuensi perubahan kebijakan pemerintah yang cukup banyak dan cepat terkait akuntansi dan pelaporan keuangan. 59

83 Tindak lanjut atas rekomendasi tahun lalu dan langkah-langkah antisiatif yang diambil: 1. Pelaksanaan kerja sama dan instansi eksternal terkait (Kementerian Keuangan, BPKP, dan BPK RI) dalam rangka peningkatan kemampuan personil dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan; 2. Pelaksanaan kerja sama dengan seluruh Satker internal: Settama BNN, Inspektorat Utama, dan Deputi Bidang, serta Balai Pendidikan dan Pelatihan BNN dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan personil; 3. Monitoring dan evaluasi pengelolaan keuangan di lingkungan BNN, guna untuk memonitor sejauh mana kesiapan Satker-satker dalam penyajian Laporan Keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); dan 4. Pembinaan pengelolaan keuangan di lingkungan Badan Narkotika Nasional, guna meningkatkan pemahaman seluruh Satker tentang pengelolaan keuangan secara mandiri. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 2. Nilai LKIP B B 100 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) merupakan pertanggungjawaban instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan sebagaimana yang diperjanjikan oleh para pemangku kepentingan di awal tahun anggaran dan dibuat secara periodik baik secara triwulan dan tahunan. Laporan tersebut harus menggambarkan realisasi capaian program dari setiap kegiatan sesuai dengan sasaran strategis/program dan indikator kinerja yang diperjanjikan dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi secara tepat guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggungjawab. Untuk maksud tersebut, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang menugaskan Kemenpan & RB sebagai Lembaga yang diberi kewenangan mengkoordinir melakukan evaluasi kinerja Kementerian/Lembaga, dengan unsur-unsur penilaian: 60

84 1. Perencanaan Kinerja 2. Pengukuran Kinerja 3. Pelaporan Kinerja 4. Evaluasi Kinerja 5. Pencapaian Kinerja Berdasarkan penilaian kinerja BNN (hasil sementara atas laporan kinerja BNN atas evaluasi Kemenpan & RB), atas unsur-unsur penilaian tersebut di atas, secara kumulatif BNN mendapatkan nilai kinerja tahun 2017 sebesar 60,05 dengan kategori (B). Meski masih berada pada predikat B, nilai ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu Tahun 2015 sebesar 64,21 dan Tahun 2016 sebesar 62,54. Adapun perbandingan nilai hasil capaian kinerja tahun 2017 dengan beberapa tahun sebelumya sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 13. Perbandingan Nilai Hasil Capaian Kinerja BNN No. Komponen yang Dinilai Bobot LAKIP 2015 Bobot LAKIP 2016 LAKIP 2017 A. Perencanaan Kinerja 30 21, ,48 19,21 B. Pengukuran Kinerja 25 14, ,54 14,55 C. Pelaporan Kinerja 15 10, ,36 8,68 D. Evaluasi Kinerja 10 6, ,17 6,03 E. Capaian Kinerja 20 10, ,99 11,58 Hasil Nilai Evaluasi , ,54 60,05 Tingkat Akuntabilitas Kinerja - B - B B Berdasarkan catatan dari evaluator, diperoleh beberapa faktor yang menyebabkan turunnya nilai kinerja BNN sebagai berikut: 1. Kinerja BNN belum sepenuhnya menjawab mandat undang-undang dan RPJMN; 2. Logical framework yang telah dibangun tidak diacu dalam penyusunan perencanaan kinerja; 3. Laporan kinerja masih bersifat formalitas dan belum terdapat arah perbaikan ke depan yang akan dilaksanakan; 4. Evaluasi internal belum mampu memacu perubahan tata kelola internal; dan 61

85 5. Keterbukaan informasi tentang kinerja (dokumen perencanaan maupun laporan kinerja) belum dilaksanakan. Jika dilihat dari Catatan Evaluasi SAKIP di atas, maka catatan tersebut dapat dikelompokan dalam 2 (dua) kategori faktor penyebab yaitu: 1. Faktor Kebijakan (poin 1 dan 2); dan 2. Faktor Teknis Pelaksanaan dan Pengawasan (poin 3, 4, dan 5). Faktor kebijakan terkait dengan dilakukannya reviu renstra pada tahun 2017 yang menyebabkan seakan terjadi downgrade target kinerja dan framework yang telah disusun sebelumnya. Reviu perlu dilakukan agar kinerja yang diperjanjikan dapat lebih terukur SMART (Specific Measurable Achievable Realistic Timely), dengan mempertimbangkan sumber daya (resources) dan infrastruktur BNN yang masih sangat terbatas. Dengan demikian konsep ideal dalam mencapai sasaran jangka menengah dikaji dan direviu menjadi sasaran yang implikasinya dapat dicapai dalam rencana jangka panjang. Faktor Teknis Pelaksanaan dan Pengawasan sebagaimana dalam poin 3, 4, dan 5 lebih disebabkan: 1. Satuan kerja di BNN belum seluruhnya paham dan mengerti yang menjadi sasaran dan target kinerja; 2. Sistem aplikasi monevgar (e-lkip) sebagai tools monitoring dan evaluasi belum digunakan secara optimal; 3. Keterbukaan informasi dan permasalahan yang ada belum dieksplor sebagai rekomendasi perbaikan ke depan; dan 4. Tindak lanjut atas rekomendasi tahun-tahun sebelumnya belum dilakukan secara konsisten. Berdasarkan permasalahan yang disebutkan di atas, beberapa hal upaya perbaikan ke depan yang perlu dilakukan oleh BNN adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas perencanaan melalui bimtek maupun diklat bekerjasama dengan Balai Diklat BNN dan instansi terkait; 2. Secara konsisten melakukan analisa dan evaluasi kinerja ditindaklanjuti dengan perbaikan yang akan dituangkan dalam dokumen LKIP; 62

86 3. Evaluasi secara berkala dan penerapan sistem reward and punishment atas pencapaian kinerja satuan kerja; 4. Optimalisasi penggunaan sistem aplikasi Monevgar BNN sebagai tools kontrol, komunikasi, dan monitoring evaluasi capaian kinerja mulai pusat hingga kewilayahan. Sistem aplikasi Monevgar BNN memfasilitasi fiturfitur monitoring, evaluasi, dan pengendalian kinerja mulai dari level output, indikator kinerja kegiatan, indikator kinerja program, hingga indikator kinerja utama BNN. Hal tersebut terprogram dalam bentuk web base secara sistematis, terstruktur, logical frame analysis dengan cascading kinerja, dikenal dengan e-lkip dan dashboard kinerja BNN; dan 5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara langsung dan berkesinambungan kepada stakeholder untuk mengukur kinerja BNN (aspek manfaat) dalam menjalankan program P4GN. Pada akhir tahun 2017 telah dilakukan Pengukuran Aspek Manfaat di 18 Provinsi di Indonesia, guna mengetahui sejauh mana perubahan yang dirasakan oleh masyarakat atau pemangku kepentingan atas intervensi program P4GN yang dilakukan oleh BNN. Kegiatan tersebut dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dan pengisian kuesioner oleh peserta yang berasal dari berbagai kelompok masyarakat dan instansi pemerintah, dengan hasil indeks nilai aspek manfaat sebesar 3,36 dalam skala 4 likert atau dengan capaian nilai 84 jika dikonversi ke dalam persentase, secara rinci terlampir dalam lampiran. Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Nilai LKIP, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Nilai Akuntabilitas = RNA /TNA*100% = (1/1)*100% - RNA = Realisasi Nilai Kinerja BNN Konversi nilai: = 100% Akuntabilitas B = 1 - TNA = Target Nilai CC = 0.5 Akuntabilitas C =

87 Adapun Indikator Kinerja Utama lainnya yang terkait langsung dengan sasaran strategis di atas sebagaimana uraian di bawah ini: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 3. Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN 60 66,27 110,45 Reformasi Birokrasi merupakan agenda nasional dimana pemerintah mengharapkan terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokasi, pelaksanaan reformasi birokrasi bertujuan untuk: 1. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; 2. Menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; 3. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; 4. Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; 5. Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; dan 6. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Badan Narkotika Nasional sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) telah melaksanakan reformasi birokrasi sejak tahun Pelaksanaan reformasi birokrasi telah dilaksanakan sesuai dengan arah yang telah ditetapkan, untuk itu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala guna mengetahui sejauhmana kemajuan dari hasil pelaksanaannya. Kementerian PAN & RB sebagai lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di seluruh Kementerian/Lembaga berpedoman pada Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) sebagaimana yang telah diperbarui dengan Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. 64

88 PMPRB digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi secara mandiri, yang akan dievaluasi oleh Tim Kementerian PAN & RB. PMPRB terdiri dari 2 (dua) komponen penilaian, yaitu pengungkit dan hasil, dengan capaian pada tahun 2017 sebesar 66,27. Capaian kinerja tersebut telah melebihi target yang telah ditetapkan sebelumnya dengan indeks PMPRB sebesar 60, namun nilai capaian ini menurun jika dibandingkan dengan capaian tahun 2016 yaitu sebesar 68,81 sebagaimana tergambar dalam grafik di bawah ini. Grafik 17. Perbandingan Capaian Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN PMPRB BNN Target Capaian 68,81 66,27 Tahun 2016 Tahun 2017 Nilai sementara yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN & RB pada saat Exit Meeting tanggal 20 Desember 2017 dan perbandingan capaian dengan tahun lalu pada masing-masing komponen penilaian adalah sebagai berikut: NO. KOMPONEN PENILAIAN NILAI NILAI MAKS * 2017** A. PENGUNGKIT 1. Manajemen Perubahan 5,00 3,44 4,4 2,91 2. Penataan Peraturan Perundang- Undangan 5,00 1,446 3,75 1,46 3. Penataan dan Penguatan 6,00 4,01 6,00 4,01 Organisasi 65

89 4. Penataan Tata Laksana 5,00 3,34 4,46 3,21 5. Penataan Sistem Manajemen SDM 15,00 12,47 14,08 12,06 6. Penguatan Akuntabilitas 6,00 2,95 6,00 1,92 7. Penguatan Pengawasan 12,00 7,22 9,58 7,02 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 6,00 4,09 5,3 4,08 Sub Total Komponen Pengungkit 60,00 38,98 53,58 36,37 B. HASIL 1. Nilai Akuntabilitas Kinerja 14,00 8,99 8,76 8,76 2. Survey Internal Integritas 6,00 3,86 3,58 3,86 Organisasi 3. Survey Eksternal Persepsi Korupsi 7,00 5,50 5,285 5,50 4. Opini BPK 3,00 3,00 3,00 3,00 5. Survey Eksternal Pelayanan Publik 10,00 8,48 8,2 8,48 Sub Total Komponen Hasil 40,00 29,83 28,83 29,60 INDEKS REFORMASI BIROKRASI 100,00 68,81 82,4* 66,27 *Nilai Penilaian Mandiri yang dilakukan oleh BNN **Nilai Semetara yang dikeluarkan oleh Menpan RB Adapun faktor yang menyebabkan turunnya penilaian kinerja PMPRB antara lain: 1. Aspek Internal, antara lain: a. Kinerja BNN belum sepenuhnya menjawab mandat Undang- Undang; b. Terdapat indikator kinerja yang belum menggambarkan tujuan/sasaran strategis yang akan diwujudkan; c. Logical framework yang telah dibangun tidak diacu dalam penyusunan perencanaan kinerja; d. Evaluasi organisasi belum menganalisis kesesuaian antara mandat (kinerja) yang diharapkan dengan kelembagaan yang ada untuk memastikan efektivitas organisasi; e. Pelaksanaan pengendalian internal (pengawasan dari atasan, mitigasi risiko, dan gratifikasi) belum berjalan baik; dan f. Belum terlaksananya Monev terkait implementasi Whistle Blowing System, Penyelesaian pengaduan, dan benturan kepentingan. 66

90 2. Aspek Eksternal, antara lain: a. Sasaran pada level BNN Provinsi, masih berorientasi pada output dan belum mereprentasikan perwakilan BNN pada level provinsi, begitu juga pada level kabupaten/kota; b. Pelaksanaan reformasi birokrasi pada BNN belum sepenuhnya berjalan pada BNNP dan BNNK; c. One agency one innovation belum terlihat dalam peningkatan pelayanan publik; dan d. Survei integritas jabatan menghasilkan bahwa di lingkungan BNN terdapat: 11,29% memahami tugas dan fungsi serta memahami ukuran keberhasilan pekerjaan; 83,87% memahami tugas dan fungsi tetapi tidak memahami ukuran keberhasilan pekerjaan; dan 4,83% tidak memahami tugas dan fungsi serta tidak memahami ukuran keberhasilan pekerjaan. Adapun rekomendasi sebagai upaya perbaikan atas permasalahan atau kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Aspek Internal, antara lain: a. Diperlukan peningkatan pemahaman para pemangku jabatan mengenai pentingnya pelaksanaan reformasi birokrasi; b. Perlu peningkatan pelaksanaan sosialisasi reformasi birokrasi kepada di kalangan pegawai BNN; c. Mengimplementasikan e-government pada layanan utama yang terintegrasi; dan d. Melakukan evaluasi kebijakan secara berkala terhadap penanganan gratifikasi, pengaduan masyarakat, whistler blower system dan penanganan benturan kepentingan. 2. Aspek Eksternal, antara lain: a. Menetapkan unit kerja menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani; dan b. Mengusulkan pelayanan publik yang dapat mengikuti Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik. 67

91 Beberapa rekomendasi tahun-tahun sebelumnya yang telah ditindaklanjuti oleh BNN dalam upaya perbaikan dalam meningkatkan kinerja PMPRB adalah sebagai berikut: 1. BNN telah menerapkan manajemen perubahan secara sistematis seperti terbentuknya Tim Reformasi Birokrasi. Tersedia road map reformasi birokrasi Tahun dan ditetapkannya agen perubahan; 2. BNN telah mengimplementasikan e-government pada layanan utamanya, walaupun belum terintegrasi; 3. BNN telah menetapkan usaha peningkatan kualitas layanan publik dengan menyediakan aplikasi pada beberapa layanan utama secara online, gratifikasi, SPIP, pengaduan masyarakat, Whistle Blowing System dan penanganan benturan kepentingan; 4. BNN telah melakukan usaha peningkatan kualitas layanan publik dengan menyediakan aplikasi pada beberapa layanan utama secara online; dan 5. Sistem Infomasi Manajemen Kepegawaian BNN (SIMPEG BNN) berbasis web base merupakan bentuk nyata efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai sasaran program dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). SIMPEG BNN telah berperan sebagai pemeran utama dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang semakin baik. Hal ini terlihat dari semakin mudahnya pegawai mendapatkan segala informasi dan berinteraksi terkait kepegawaian dan tata kelola organisasi. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian 4. Opini Publik terhadap BNN 70 78,8 112,57 BNN sebagai Lembaga pelayanan publik memberikan layanan tentang program P4GN. Pelayanan publik dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Hal utama yang ingin dicapai bukan sematamata bentuk pelayanan secara langsung kepada masyakarat saja, akan tetapi lebih mengarah kepada peran BNN dalam berbagai aspek kegiatan meliputi: Pencegahan, Rehabilitasi, dan Pemberantasan Narkoba. Untuk mengetahui seberapa besar peran BNN di dalam masyarakat maka perlu dilakukan pengukuran dalam bentuk opini publik dari masyarakat terhadap layanan BNN. Dikarenakan adanya keterbatasan untuk mengukur secara umum dampak 68

92 signifikan dari kegiatan BNN, maka perlu ditentukan indikator-indikator pengukuran yang akan digunakan untuk mengukur opini publik terhadap layanan BNN. Sebagai contoh salah satu layanan BNN di bidang pengungkapan kasus akan sangat sulit untuk mengukur secara detail dampak signifikan dari pengungkapan kasus tersebut. Hasil dari pengungkapan kasus belum bisa diukur secara riil kontribusinya terhadap Supply Reduction dan Demand Reduction. Opini Publik terhadap BNN adalah pendapat dari perorangan atau kelompok masyarakat terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh BNN yang diperoleh melalui metode kuesioner. Metode kuesioner saat ini dianggap paling relevan guna mengetahui seberapa signifikan layanan yang diberikan oleh BNN kepada masyarakat sebagai penerima manfaat. Hasil pengukuran layanan akan menentukan baik tidaknya opini publik terhadap layanan BNN. Pengumpulan kuesioner dilakukan pada akhir tahun anggaran untuk melihat dampak dari layanan publik pada tahun anggaran berjalan. Pengumpulan kuesioner meliputi berbagai hal berkaitan dengan aktivitas pencegahan, rehabilitasi dan pemberantasan yang merupakan faktor-faktor pembentuk opini BNN. Ketiga faktor ini yang menjadi pokok pembahasan dan penekanan kepada responden dalam menilai opini publik terhadap layanan BNN. Pemberian kuesioner ditujukan kepada penerima program yang dilakukan di 18 Provinsi dengan jumlah 587 responden. Pemilihan responden menyasar segmen pelajar, mahasiswa, dan pekerja. Responden pada segmen ini dianggap segmen yang paling rentan terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika sebagaimana hasil penelitian BNN bersama Puslitkes UI yang menyebutkan angka prevalensi Tahun 2017 untuk pekerja dan mahasiswa sebesar 2,9% lebih tinggi dari angka prevalensi umum Tahun 2017 sebesar 1,77%. Pengumpulan kuesioner dilakukan secara random yang didahului dengan mengundang responden pada suatu kegiatan monitoring evaluasi program P4GN yang dilaksanakan oleh Biro Perencanaan Settama BNN. Hasil 69

93 kuesioner kemudian diolah melalui Metode Linkert skala 4. Hasil kuesioner dilakukan analisa atas penilaian/opini responden terhadap layanan yang telah dilakukan oleh BNN. Hasil pengukuran opini publik terhadap layanan BNN dikelompokkan dalam 5 kriteria berdasarkan jawaban kuesioner yang dikonversi dalam bentuk persentase sebagai berikut: Tabel 14. Kriteria Pengukuran Opini Publik terhadap Layanan BNN NO. KATEGORI KRITERIA 1 < 50% Sangat Kurang 2 > 50% s.d < 60% Kurang 3 > 60% s.d < 80% Cukup 4 > 80% s.d < 90% Baik 5 > 90% Sangat Baik Pengukuran opini publik terhadap layanan BNN diperoleh hasil penilaian dengan angka capaian 78,8% (perhitungan penilaian opini publik terlampir). Hal ini berarti capaian tersebut melebihi target yang telah ditetapkan sebesar 70% dengan persentase capaian sebesar 112,5%. Namun demikian hasil perhitungan ini belum dapat menggambarkan capaian riil untuk populasi secara menyeluruh di Indonesia. Walaupun demikian hasil perhitungan opini publik ini dapat menjadi barometer capaian pelaksanaan layanan publik BNN. Berikut adalah gambar hasil evaluasi terkait layanan publik di 18 Provinsi di Indonesia, sebagai berikut: Grafik 18. Persentase Rata-Rata Opini Publik terhadap BNN 70

94 Dari data di atas, diperoleh informasi bahwa Provinsi Gorontalo memperoleh nilai opini publik terhadap layanan BNN tertinggi dengan capaian angka 82,62% disusul oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan capaian angka 82,60%. Adapun peroleh capaian angka terendah terhadap opini publik layanan BNN adalah di Provinsi Banten dengan angka capaian 74,77%. Mengingat pengukuran capaian opini publik pertama kali dilakukan pada tahun 2017 maka hasil pengukuran saat ini akan menjadi data awal (based data) untuk pengukuran selanjutnya guna mengetahui perkembangan opini publik terhadap layanan BNN. Dengan demikian, capaian opini publik tahun 2017 belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Capaian opini publik BNN yang dilakukan pada tahun 2017 apabila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan untuk tahun 2017 memiliki selisih melebihi target sebesar 8,8% yang berarti BNN pada tahun 2017 melebihi target yang telah ditentukan. Untuk layanan tahun 2018 perlu dilakukan evaluasi guna diperoleh aspek-aspek utama yang mampu meningkatkan opini publik BNN pada angka capaian yang lebih baik. Pencapaian keberhasilan perolehan opini publik sebesar 78,8% disebabkan beberapa hal, yaitu: 1. Upaya menggalang seluruh komponen masyarakat baik instansi pemerintah, tokoh agama, maupun lembaga sosial masyarakat dalam kegiatan P4GN. 2. Pembentukan wadah dari kegiatan elemen masyarakat telah diatur dalam MoU yang dilaksanakan oleh BNN dengan seluruh komponen masyarakat. 3. Kebijakan pimpinan dalam penegakan hukum juga berperan positif khususnya dalam penangkapan bandar-bandar besar narkoba seperti Fredi Budiman, Chandra Halim, Sindikat Aceh, dan beberapa sindikat internasional. Untuk mendukung peran BNN dalam penegakan hukum juga dilakukan penyitaan aset tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para bandar narkotika. 71

95 4. Publikasi kinerja BNN dalam P4GN di berbagai media massa cetak, elektronik, dan online. BNN saat ini tergabung dalam Forum Bakohumas di seluruh Kementerian sehingga hal-hal yang memiliki nilai informasi dapat dikomunikasikan dengan seluruh kementerian. Selain itu, BNN juga melakukan MoU dengan beberapa stasiun TV untuk menyebarluaskan informasi atas layanan BNN baik di Bidang Pencegahan, Rehabilitasi, maupun Pemberantasan Narkotika. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang masih dihadapi dalam pencapaian target opini publik, di antaranya: 1. Pembentukan opini publik berdasarkan pada kinerja BNN. Publik menilai BNN dari kinerja yang terpublikasikan oleh media massa. Tanpa adanya pembentukan dan penggiringan opini publik melalui media informasi maka persepsi atau citra instansi di mata masyarakat tidak akan terbentuk. Pembentukan opini publik tersebut juga tidak lepas dari pengaruh persepsi masyarakat terhadap BNN pada masa lampau; 2. Terbatasnya ketersediaan sarana prasarana BNN baik sarana prasarana perkantoran, penyuluhan, rehabilitasi, maupun pemberantasan. Untuk diketahui, bahwa sampai dengan saat ini BNN belum memiliki Gedung Pusat yang memadai dan representatif untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan P4GN. Gedung yang ada saat ini berstatus pinjam pakai dari Kepolisian Negara Republik Indonesia; 3. Untuk di beberapa daerah penyediaan gedung perkantoran masih dilakukan melalui mekanisme sewa (milik pribadi/swasta) dan pinjam pakai dari Pemerintah Daerah dengan kondisi yang sangat terbatas; 4. Dukungan anggaran untuk kegiatan P4GN dirasa masih kurang dimana kegiatan satuan kerja daerah (BNNP dan BNN Kabupaten/Kota) masih banyak diserap untuk pembiayaan kegiatan rutin (perkantoran) belum optimal untuk kegiatan P4GN; dan 5. Pada satuan kerja daerah juga ditemukan kurangnya ketersediaan Sumber Daya Manusia sehingga kegiatan P4GN belum dilaksanakan sesuai SOP yang ditentukan. 72

96 Sebagai rekomendasi terhadap kendala yang dihadapi, upaya untuk perbaikan tersebut sebagai berikut: 1. Penyediaan Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta diberikannya dispensasi moratorium pengadaan pegawai di lingkungan BNN; 2. Perlu kerja sama yang lebih intens di bidang penyebaran informasi baik media elektronik, social, maupun cetak; 3. Komitmen kuat dari Pemerintah Pusat untuk penyediaan sarana prasarana perkantoran, penyuluhan, rehabilitasi, maupun pemberantasan; 4. Dukungan dari Pemerintah Daerah untuk dukungan penyediaan Lahan sebagai lokasi pembangunan gedung kantor; dan 5. Komitmen Pemerintah Daerah dalam pemberian dukungan anggaran P4GN. B. Realisasi Anggaran Alokasi anggaran BNN tahun 2017, sebesar Rp ,- (Satu triliun sembilan ratus empat puluh dua milyar tujuh ratus tujuh belas juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah) dengan realisasi sebesar Rp (Satu triliun tujuh ratus enam puluh milyar tiga ratus dua puluh sembilan juta lima ratus sembilan belas ribu delapan ratus delapan belas rupiah) atau sebesar (90,6%) untuk mendukung 2 Program yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN dan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) meliputi 3 jenis belanja yaitu: Tabel 15. Realisasi Anggaran BNN Tahun Anggaran 2017 JENIS BELANJA PAGU (Rp) REALISASI (Rp) SISA (Rp) % 51 Belanja Pegawai ,1% 52 Belanja Barang ,6% 53 Belanja Modal ,1% Total ,6% 73

97 Adapun gambaran penyerapan anggaran, berdasarkan jenis belanja adalah sebagai berikut: 1. Belanja Pegawai Dari Total Pagu sebesar Rp ,00 yang terserap sebesar Rp ,00 (98,1%), Penyerapan anggaran belanja pegawai sudah optimal, dengan sisa anggaran tersisa sebesar 1,9%. 2. Belanja Barang Dari Total Pagu sebesar Rp ,00 yang terserap sebesar Rp ,00 (86,6%), Kurang optimalnya penyerapan Pagu tersebut disebabkan adanya Pengadaan Barang/Jasa yang tidak bisa dilaksanakan karena waktu yang sangat sempit (APBNP) lelang pengadaan gagal sampai 2 kali, sedangkan barang yang dilelang merupakan barang impor (peluru) yang tentunya membutuhkan waktu yang relatif lama. Kegiatan lelang gagal lainnya terkait dengan pengadaan yang memerlukan waktu cukup lama (pengadaan meubelair) dan karena adanya kebijakan pimpinan untuk penghematan pengadaan dan sisa lelang barang/jasa. 3. Belanja Modal Dari Total Pagu sebesar Rp ,00 yang terserap sebesar Rp ,00 (91,1%), dengan demikian Belanja Modal masih menyisakan anggaran sebesar Rp ,00 (8,9%). Sisa anggaran tersebut karena adanya sisa-sisa lelang pengadaan dan juga sebagai akibat adanya tagihan pihak ketiga yang ditolak SPM oleh KPPN karena sudah melebihi batas waktu pengajuan pembayaran sebagaimana yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (KPPN). Sedangkan komposisi anggaran berdasarkan sasaran Strategis dari Lembaga adalah sebagai berikut: 74

98 Grafik 19. Komposisi Pagu BNN per Bidang Tahun Anggaran 2017 Dukungan anggaran dalam rangka meningkatkan daya tangkal (faktor protektif) masyarakat terhadap pengaruh buruk penyalahgunaan narkoba adalah sebesar Rp ,- dengan realisasi sebesar Rp ,- (79,22%). Penyerapan anggaran yang kurang optimal, disebabkan adanya pengadaan barang/jasa yang membutuhkan waktu pelaksanaan yang relatif lama, sehingga pengadaan barang/jasa tidak dapat di wujudkan sebagaimana rencana semula karena dan adanya lelang gagal dan terjadi perubahan spektek barang. Pengadaan barang tidak bisa optimal karena alokasi dana APBNP yang pengesahannya sudah mendekati akhir tahun anggaran. Walaupun demikian penanggungjawab program tetap berhasil meningkatkan kemampuan organisasi Bidang Pencegahan BNN melalui peningkatan sarana prasarana pemberian informasi kepada masyarakat melalui pemanfaatan media sosial. Dukungan anggaran dengan sasaran meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam penanganan P4GN tersedia sebesar Rp ,- dengan realisasi Rp ,- (93,86%) sasaran program telah menunjukkan keberhasilan walaupun belum optimal, mengingat pencapaian sasaran tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dan perlu kesinambungan program. 75

99 Sedangkan sasaran meningkatnya upaya pemulihan pecandu narkotika melalui layanan rehabilitasi yang komprehensif dan berkesinambungan dengan alokasi sebesar Rp ,- dana yang terealisasi sebesar Rp ,- (79,99%). Dari sisi penyerapan anggaran dapat dikatakan realisasi sasaran tersebut belum optimal, oleh karena pencapaian sasaran ini sangat dipengaruhi waktu pelaksanaan dan koordinasi antar lembaga dan komponen masyarakat. Untuk sasaran meningkatnya pengungkapan jaringan, penyitaan barang bukti, dan aset sindikat peredaran gelap narkotika tersedia anggaran sebesar Rp ,- dengan realisasi sebesar Rp ,- (90,63%) pemanfaatan anggaran ini untuk mendukung sasaran strategis BNN dalam mengungkap jaringan narkotika baik nasional maupun internasional. Pencapaian sasaran tersebut sangat membutuhkan dukungan anggaran yang memadai untuk operasional di lapangan ditambah dengan perlunya penambahan sarana prasarana yang lebih up to date. Sementara itu untuk mendukung sasaran terwujudnya manajemen organisasi yang proporsional, profesional, dan produktif didukung alokasi anggaran sebesar Rp ,- terealisasi sebesar Rp ,- (96,21%) sasaran program ini dimaksudkan guna mendukung peningkatan organisasi BNN termasuk untuk keperluan gaji dan tunjangan kinerja personil BNN dan juga untuk pengembangan dan perawatan sarana prasarana peralatan perkantoran. Oleh karena Indonesia saat ini darurat Narkoba (narkoba sudah menyebar sampai kepelosok tanah air, dan sudah menimbulkan banyak korban nyawa manusia maupun harta benda) semestinya Pagu anggaran untuk mencapai sasaran strategis tersebut di atas masih sangat kurang memadai, mengingat wilayah kerja BNN sudah menyebar di 34 Provinsi dan 172 Kabupaten/Kota, dan 5 Balai/Loka rehabilitasi narkoba, minimnya anggaran tersebut berdampak pada aktivitas Satker daerah menjadi terbatas. Dari sisi pengelolaan Kinerja dan Anggaran, BNN telah berpedoman pada rencana kerja program dan anggaran sesuai dengan fungsi yang ada. Secara 76

100 umum target kinerja anggaran Satker telah terlaksana, hanya Bidang Rehabilitasi yang kurang optimal, hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksaan rehabilitasi tahun sebelumnya yang berakibat tidak semua kegiatan dapat terlaksana sejak awal tahun anggaran. Adapun gambaran realisasi anggaran BNN Tahun 2017 tergambar dalam grafik berikut ini. Grafik 20. Realisasi Anggaran BNN Tahun Pagu Realisasi Pengukuran nilai kinerja anggaran berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang diukur pada 2 (dua) aspek pengukuran yaitu: Aspek Implementasi dan Aspek Manfaat. Nilai kinerja anggaran dari kontribusi kedua aspek tersebut adalah 87,21 kategori Baik, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 16. Nilai Kinerja Anggaran BNN Berdasarkan PMK 249 Tahun 2011 No. Aspek Pengukuran Bobot Capaian Bobot x Capaian 1. Aspek Implementasi 33,3% 93,63 31,18 2. Aspek Manfaat 66,7% Nilai Kinerja Anggaran 87,21 (Kategori Baik ) 77

101 Aspek Implementasi meliputi substansi penyerapan anggaran, konsistensi atas rencana penarikan dana, capaian output, dan efisiensi dengan capaian kinerja aspek implementasi sebesar 93,63 dengan kategori Sangat Baik sebagaimana gambar berikut ini: Gambar 3. Pencapaian Kinerja Anggaran BNN pada Sismonev Kemenkeu 78

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL r PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT Kamis, 11 September 2014 10:28:28 Medan (SIB)- Badan Narkotika Nasional Provinsi melakukan tes urine terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Sumatera Utara di kantor perwakilan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-nya, sehingga penyusunan Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2016 ini, dapat diselesaikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 ayat (3) Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan berkat dan karunia-nya Badan Narkotika Nasional (BNN) dapat menyelesaikan Laporan Kinerja BNN Tahun 2015

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat rahmat dan hidayah-nya, penyusunan Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2014 ini, dapat diselesaikan sesuai dengan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.493, 2015 BNN. Provinsi. Kabupaten/Kota. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi, sedangkan di tingkat

Lebih terperinci

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional BEBAN KINERJA POK AHLI memberikan saran dan masukan kepada Ka BNN. ITTAMA melaksanakan pengawasan BNN. intern KEPALA a. memimpin BNN dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016 PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016 1 Jakarta, 2016 PEMBANGUNAN BERWAWASAN ANTI NARKOBA TAHUN 2017 PROGRAM PRIORITAS NASIONAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2017 Lingkungan Bersih Penyalahgunaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL 2 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Instansi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR PER / 4 / V / 2010 / BNN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke No.912, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Instansi Vertikal. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG PROPINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG TUGAS DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 14

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 14 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 14 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA INSTANSI

Lebih terperinci

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu]

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu] RKOTIKA NA S AL BAD A IO N N NA BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL RENSTRA BNN 2015-2019 [reviu] RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2015-2019 (midterm reviu) 1 2 KATA PENGANTAR Dokumen Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG FORUM KOORDINASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau adalah lembaga pemerintah non kementrian yang professional yang

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

I. Pengertian BAB I PENDAHULUAN

I. Pengertian BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017 JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017 STRUKTUR ORGANISASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL TUGAS POKOK DAN FUNGSI DEPUTI BIDANG HUKUM DAN KERJA SAMA DEPUTI BIDANG HUKUM DAN KERJA SAMA MEMPUNYAI TUGAS MELAKSANAKAN KEGIATAN

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 1.1. Latar Belakang Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Instansi Pemerintah (LKJiP) Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KINERJA PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA, DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA

Lebih terperinci

LOGO. Disampaikan pada Rapim BNN, 22 Februari Drs. SOBRI EFENDY SURYA / DEPUTI DAYAMAS BNN

LOGO. Disampaikan pada Rapim BNN, 22 Februari Drs. SOBRI EFENDY SURYA / DEPUTI DAYAMAS BNN LOGO Disampaikan pada Rapim BNN, 22 Februari 2017 Drs. SOBRI EFENDY SURYA / DEPUTI DAYAMAS BNN PESAN PRESIDEN RI SALAH SATU POINTERS Presiden RI dalam Rapat Kabinet Khusus Narkoba, 24 Februari 2016 BNN,

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka itu

Lebih terperinci

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA Jakarta, 22 Desember 2016 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 40 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU DAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013

Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013 1 KATA PENGANTAR tas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2013. Azas akuntabilitas seperti yang tertuang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA INSTANSI

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semarang, Pebruari 2016 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

Kata Pengantar. Semarang, Pebruari 2016 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah P E M E R I N T A H P R O V I N S I J A W A T E N G A H LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2016 DINAS BINA MARGA PROVINSI JAWA TENGAH Semarang 2017 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan seharihari, perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial tersebut. Untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx Nama Lembaga : (1) Unit Kerja : (2) Program : (3) Sasaran Program (Outcome) : (4) Kegiatan : (5) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Lebih terperinci

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN 2011-2015 Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Implementasi Jakstranas P4GN Tahun 2011-2015 Jakarta, 8 Mei

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kabupaten Ciamis 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dan memiliki luas sebesar

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas managerial dalam lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pada tiap

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses B A B I P E N D A H U L UA N A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan melalui langkah-langkah strategis

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG TAHUN 2016 DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN TAHUN 2016 Jalan Sukabumi No. 17 Bandung Telp. (022) 7207113 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan Kehadapan Tuhan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERJANJIAN KINERJA

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERJANJIAN KINERJA 1 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJADAN TATA CARA REVIU

Lebih terperinci

MENTERI DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo No.1452, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. SAKIP. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1. GAMBARAN UMUM a. Kondisi Umum 1. Kedudukan Kecamatan Kandis merupakan bagian dari Kabupaten Siak, yang dibentuk berdasarkan pemekaran dari kecamatan Minas yang diundangkan sesuai Perda

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian. No.371, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKIP ) TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKIP ) TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI ( LKIP ) 2016 INSPEKTORAT KOTA MOJOKERTO KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya semata akhirnya Laporan Kinerja

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional pada bab XIV salah satu agenda pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bahwa visi atau tujuan Nasional Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN SEBAGAI BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci