BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Udang Pada tahun 1993 diperkirakan dunia dapat memperoleh kembali kitin dari invertebrata laut sebanyak ton dan meningkat menjadi ton pada tahun 2000 (Ogawa et al., 2002). Di Indonesia, sebaran ketersediaan kulit udang mencakup Pantura Jawa, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Tenggara dan Tengah, dan Kalimantan Timur. Volume ekspor udang (kupas dan tanpa kepala) sekitar 135 ribu ton per tahunnya dengan limbah kulit udang sekitar 60 ribu ton. Dari hasil survei Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) diketahui bahwa dari 100 ton kulit udang mengandung sekitar 13 ton kitin (Waltam, 2009). Pabrik pembekuan udang (cold storage) yang mengolah udang untuk ekspor dalam bentuk udang beku tanpa kepala (headless) dan kulit (peeled) menghasilkan limbah berupa kulit keras (cangkang) sekitar 50-60% yang dibuang atau hanya digunakan sebagai campuran makanan ternak (Hedriyastuti et al., 2009; Xu et al., 2008). Limbah udang mengandung protein sekitar 30 40%, kalsium karbonat 30 50% dan kitin 20 30% (Kurita, 2006). Kulit udang juga mengandung karotinoid berupa astaxantin, daging dan sedikit lemak (Zhai dan Hawkins, 2002; Gimeno et al., 2007). Kulit dan kepala udang mengandung kitin yang cukup besar dibandingkan dengan cangkang atau kulit crustaceae lainnya. Persentase perbandingan kitin dalam kulit crustaceae sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

2 Tabel 2.1. Persentase Kandungan Kitin pada Cangkang Crustaceae. Jenis Crustaceae Kitin (%) Kepiting Biru 14,9 Kepiting Batu 18,1 Kepiting Merah 27,6 Kepiting Ladam 26,4 Rajungan 17,0 Udang 27,2 Sumber : Austin et. al, 1981 Limbah udang merupakan bahan yang mudah busuk. Proses degradasi dilakukan oleh mikroba pembusuk dengan menghasilkan enzim-enzim pendegradasi. Adanya kandungan kitin pada limbah udang menyebabkan munculnya bakteri penghasil enzim kitinase. Organisme ini biasanya memiliki berbagai macam gen penyandi enzim kitinase yang ekspresinya diinduksi oleh kitin dan derivatnya. Hasil pemecahan polimer kitin kemudian dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan nitrogen (Donderski dan Brzezinska, 2003). 2.2 Kitin Kitin merupakan homopolimer linear yang tersusun dari monomer N-asetil-Dglukosamin dengan ikatan glikosidik β-(1,4) (Gooday, 1990). Monomer N-asetil-Dglukosamin pada polimer kitin dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus NH dari satu monomer dan gugus C=O dari monomer yang berdekatan, sehingga membentuk formasi fibril yang bersifat stabil dan kaku (Gambar 2.2). Kitin bersifat tidak larut air dan hanya larut dalam pelarut asam mineral pekat seperti HCl (Herdyastuti et al., 2009). Berdasarkan penyusun rantai polimernya, kitin fibril dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu α-kitin, β-kitin dan γ-kitin dengan perbedaan pada susunan rantai kristalnya (Enibu, 2007).

3 Gambar 2.2 Struktur kimia kitin Setelah selulosa, kitin merupakan biopolimer yang paling banyak ditemukan di alam dan terdistribusi di lingkungan biosfer. Kitin merupakan polimer linier yang tersusun dari monomer N-asetil-D-glukosamin yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-glikosida. Monomer dari kitin dimanfaatkan oleh mikroorganisme di alam, antara lain bakteri, sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk nutrisi (Donderski dan Brzezinska, 2003). Kitin merupakan komponen utama pada kutikula serangga, dinding sel jamur, yeast dan alga hijau (Enibu dan Varum, 2008; Sato et al.,1998; Yoshihiro et al., 2008). Penyumbang kitin terbesar di tanah adalah jamur dengan jumlah sekitar kg/ha (Shahidi dan Abuzaytoun, 2005). Sedangkan pada lingkungan perairan, kitin banyak ditemukan pada kulit kepiting dan udang (Wang dan Xing, 2007). Sumber komersial kitin terbesar didapat dari kulit crustaceae seperti udang, kepiting, lobster dan lainnya yang berasal dari proses pengolahan udang (Arbia et al., 2012). Kitin memiliki sifat yang unik, yaitu; biodegradable, biocompatible dan tidak toksik. Hal ini menyebabkan kitin dan derivatnya banyak digunakan dalam berbagai macam aplikasi dalam industri dan biomedik sehingga kitin dan derivatnya memiliki nilai ekonomi yang besar (Synowiecki dan Al-Khateeb, 2000; Wang et. al, 2010; Arbia et al., 2012). Misalnya digunakan dalam bioremediasi logam berat (Sirait, 2002), biotermitisida (anti rayap) (Sabeth dan Zulfahmi, 2010), nutrisi (Mahmoud et al., 2007), penyaring jus buah-buahan (Rabea et al., 2003), antioksidan, pengawetan makanan (Chatterjee et al., 2004) antitumor (Koide, 1998), bahan pembawa obatobatan (Nagahama et al., 2008), serat untuk tekstil (Pacheco et al., 2009), bahan untuk menjaga kesehatan rambut dan kulit (moisturizer) (Felse dan Panda, 1999).

4 2.3 Enzim Kitinase dan Pemanfaatannya Kitinase dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme dan mempunyai peran penting pada fisiologi dan ekologi. Semua enzim yang dapat mendegradasi kitin disebut sebagai kitinase total atau kitinase non spesifik. Enzim kitinase dibagi menjadi tiga, yaitu: (i) Eksokitinase atau kitobiosidase, mengkatalisis pembebasan N-asetilglukosamin atau unit dimmer kitobiosa (β-1,4-n-asetil-glukosamin); (ii) Endokitinase (EC ) enzim yang mendegradasi kitin secara acak dari dalam menghasilkan oligomer pendek N-asetil-glukosamin; (iii) N-asetilglukosaminidase (EC ) bekerja pada pemutusan diasetilkitobiosa menghasilkan N-asetil-glukosamin (Tronsmo dan Harman, 1993). Keberadaan kitin di alam yang sangat melimpah ini dengan cepat terdegradasi, karena banyaknya bakteri dan fungi yang mempunyai enzim kitinase yang mampu mendegradasi kitin. Degradasi kitin secara enzimatis memiliki dua alternatif lintasan degradasi yaitu dengan mekanisme kitinase dan mekanisme kitosanase. Lintasan dengan kitinase mekanismenya dengan menghidrolisis ikatan glikosidik β-(1,4) dan mekanisme ini sering disebut sebagai kitinolitik. Lintasan degradasi kitin yang kedua yaitu mekanisme pengubahan kitin oleh deasetilase kitin menjadi kitosan. Pada mekanisme ini enzim kitosanase akan menghidrolisis ikatan glikosida β-(1,4) pada kitosan dan menghasilkan diasetilkitobiosa (kitobiosa) yang kemudian dihidrolisis kembali oleh β-nasetilglukosaminidase menjadi glukosamin (Gooday, 1990). Kitinase dapat diperoleh dari mikroorganisme perairan, misalnya dari danau, laut dan kolam. Pada lingkungan biosfer juga tersedia kitinase yang melimpah yang dihasilkan dari berbagai macam organisme (Herdyastuti et al., 2009). Limbah pengolahan pabrik udang juga merupakan sumber kitinase karena banyak didapatkan kitin sebagai substratnya. Limbah udang mempunyai kandungan jumlah jamur lebih sedikit daripada bakteri, tetapi jamur dapat menghasilkan kitinase lebih banyak daripada bakteri (Brzezinska et al., 2007). Kitinase merupakan salah satu enzim yang menarik untuk diisolasi karena kemampuannya untuk menghidrolisis kitin menjadi turunan kitin yang sangat banyak

5 manfaatnya. Enzim kitinase berperan penting dalam kontrol jamur patogen tanaman secara mikroparasitisme (Nugroho et al., 2003). Kitinase banyak dimanfaatkan sebagai agen biokontrol terutama bagi tanaman yang terserang infeksi jamur. Hal ini berhubungan dengan komponen utama dinding sel jamur yang tersusun atas kitin. Kitin pada dinding sel jamur patogen dapat didegradasi oleh enzim kitinase dan menghasilkan produk yang ramah lingkungan dibandingkan penggunaan zat kimia (Herdyastuti et al., 2009). Natsir et al. (2012) melaporkan bahwa produksi kitinase ekstraseluler dari Bacillus licheniformis HSA3-1a dapat menghidrolisis limbah udang dan dinding sel jamur Ganoderma sp. penyebab busuk batang pada kelapa sawit. Selain itu kitinase juga berperan dalam proses pembuatan senyawa kitosan melalui proses deasetilase secara termokimia. Kitinase juga dapat dimanfaatkan dalam penanganan limbah terutama limbah yang mengandung kitin berasal pabrik pembekuan udang. Pabrik tersebut menghasilkan limbah cangkang udang yang bila dibiarkan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga meningkatkan BOD dan COD (Herdyastuti et al., 2009). Dibandingkan kitin, aplikasi kitosan lebih luas dan dapat ditemukan pada berbagai bidang seperti industri pangan, pengolahan limbah, kesehatan, bioteknologi, pertanian, kosmetik, dan industri kertas (Rahayu et al., 1999). 2.4 Mikroorganisme Penghasil Kitinase Mikroorganisme kitinolitik adalah mikroorganisme yang dapat mendegradasi kitin dengan menggunakan enzim kitinase. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam, tambak udang atau limbah udang dan sebagainya (Ilmi, 2007; Suryanto, 2011; Asril, 2011; Dewi, 2011; Fauziah dan Herdyastuti, 2013). Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga dapat diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain (Dewi, 2008; Herdyastuti et al., 2009) dan lingkungan yang asam (Natsir, 2002). Organisme yang mampu memanfaatkan kitin sebagai sumber nutrisinya terutama berasal dari kelompok aktinomisetes, bakteri dan jamur. Dari beberapa

6 laporan diketahui bakteri yang mampu menghasilkan kitinase diantaranya adalah dari genus Bacillus (B. pumilus, B. firmus, B. cereus) Streptomyces hygroscopicus, Streptomyces griceus, Serattia marcescens, Vibrio spp., Flavobacterium sp. Alcaligenes denitrificans, Actinomycetes, Pseudomonas stutzeri, Escherechia coli dan genus Sanguibacter (Roberts dan Selitrennikoff, 1987; Yong et al., 2005; Ilmi, 2007; Herdyastuti et al., 2009; Muharni dan Widjajanti, 2011; Priya et al., 2011; Suryanto et al., 2011). Mikroorganisme kitinolitik dapat diseleksi keberadaannya dengan mendegradasi media agar kitin yang dapat dideteksi dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri. Penggunaan media yang mengandung kitin, misalnya koloidal kitin dapat menginduksi kitinase pada bakteri, jamur dan aktinomisetes. Substrat ini mampu menginduksi enzim hidrolitik seperti β-1,4-n-asetilglukosaminidase, endokitinase dan kitobiosidase (Inbar dan Chet, 1991). Bakteri kitinolitik memiliki berbagai peran di alam, antara lain mempertahankan siklus karbon pada lingkungan yang kaya kitin, seperti ekosistem perairan (Donderski dan Trzebiatowska, 1999; Donderski dan Brzezinska, 2001; Metcalfe et al.,2002). Selain itu bakteri kitinolitik juga menyebabkan penyakit pada crustaceae, terutama udang dan kepiting. Bakteri tersebut mendegradasi eksoskeleton crustaceae sehingga terjadi kerusakan dan mempermudah terjadinya infeksi pada jaringan tubuh yang berada di bawah eksoskeleton (Guzman dan Valle, 2000; Vogan et al., 2002). 2.5 Dinding Sel Jamur Dinding sel jamur tersusun atas komponen yang kompleks. Secara umum, dinding sel jamur tersusun atas kitin, 1,3-β dan 1,6-β-glukan, mannan dan protein. Menurut Gracia (1968), dinding sel jamur dapat tersusun dari beberapa polimer yang berbeda, diantaranya selulosa-glikogen, selulosa-glukan, selulosa-kitin, kitosan-kitin, kitinglukan, mannan-glukan, mannan-kitin dan poligalaktosamin-galaktan. Struktur dinding sel jamur secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.5.

7 Sel Jamur Membran sel dan dinding sel Mannoprotein β (1,6) Glukan β (1,3) Glukan Kitin Fosfolipid bilayer Sintesis β (1,3) Glukan Gambar 2.5 Komponen Dinding dan Membran Sel Jamur ( Sekitar 80% penyusun dinding sel jamur terdiri atas polisakarida. Sedangkan protein hanya memiliki bagian yang kecil dari seluruh komponen penyusun dinding sel jamur yaitu sekitar 20% dan biasanya dalam bentuk glikoprotein. Namun, dalam proses mating, modifikasi hifa dan pengambilan nutrisi melibatkan protein yang terikat pada dinding sel. Lipid juga terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit pada dinding sel jamur yang berfungsi untuk mengontrol perpindahan jamur pada air khususnya dalam mencegah terjadinya kerusakan sel. Dinding sel jamur juga mengandung pigmen (misalnya melanin) dan garam-garam, namun hanya dalam jumlah yang sangat sedikit. Melanin berperan penting dalam melindungi hifa dan spora dari sinar UV terutama untuk patogenesis dan berhubungan dalam memunculkan hifa baru dari spora (Gow dan Gadd, 1995). Dinding sel jamur mempunyai struktur yang dinamis dan mengalami perubahan secara konstan yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi dan tempat tumbuhnya (Bowman dan Free, 2006; Adams, 2004). Misalnya selama perbesaran dan pembelahan pada yeast, pembentukan spora, percabangan hifa dan pembentukan septat pada jamur berfilamen. Percabangan dan cross-linking dari dinding sel jamur, dan juga pengaturan plastisitas dinding sel selama morfogenesis dipengaruhi oleh aktivitas enzim hidrolitik yang ditemukan pada dinding sel (Adams, 2004). Kitin merupakan homopolimer dari β-1,4-n-asetilglukosamin yang merupakan komponen penting dalam dinding sel jamur. Namun kandungannya hanya sekitar 1-

8 2% pada yeast dan 10-20% pada jamur berfilamen, misalnya Neurospora sp. dan Aspergillus sp. Kitin pada dinding sel jamur berbentuk mikrofibril yang terbentuk dari ikatan hidrogen antar rantai. Polimer kristalin ini memiliki kekuatan tarik yang sangat besar dan secara signifikan berkontribusi pada integritas keseluruhan dinding sel. Ketika sintesis kitin terganggu, dinding sel menjadi tidak teratur yang menyebabkan bentuk sel jamur menjadi tidak normal dan kondisi osmotiknya tidak stabil (Bowman dan Free, 2006). Pada kelompok Oomycetes, dinding selnya sebagian besar terdiri atas polimer β-1,3 glukan dan selulosa. Tidak seperti dinding sel jamur yang lainnya, kandungan kitin pada kelompok ini sangat sedikit. Meskipun demikian, gen kitin sintase menyebar secara meluas pada jenis-jenis Oomycetes dan kitin sintase ini menjadi penghambat polyoxin D yang menyebabkan penurunan pertumbuhan Saprolegnia secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kitin merupakan komponen yang penting pada dinding sel Oomycetes walaupun jumlanya sangat sedikit (Kamoun, 2003). Komponen penyusun dinding sel dari masing-masing divisi jamur dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Komponen Penyusun Dinding Sel Jamur (Gow dan Gadd, 1995) Divisi Fibrous Polimer Basidiomycetes Kitin β -(1-3), β-(1-6) Glukan Xylomannoproteins α (1-3) Glukan Ascomycetes Kitin β -(1-3), β-(1-6) Glukan Galactomannoproteins α (1-3) Glukan Zygomycetes Kitin Kitosan Polyglucuronic acid Glucuronomannoproteins Polyphosphate Chytridiomycetes Kitin Glukan Glukan Oomycetes β -(1-3), β-(1-6) Glukan Glukan Glukan Glukan merupakan polisakarida struktural utama dari sebagian besar jamur. Jumlah glukan pada dinding sel jamur sekitar 50-60% dari berat keringnya. Polimer glukan terdiri atas kumpulan residu glukosa yang membentuk rantai melalui berbagai ikatan kimia. Secara umum, antara 65-90% dari glukan yang ditemukan pada dinding sel jamur adalah β-1,3 glukan, dan pada jamur tertentu ditemukan pula gabungan β- 1,3 dan β-1,6-glukan, β-1,4-glukan, α-1,3-glukan dan α-1,4-glukan (Bowman dan Free, 2006).

9 Semua dinding sel jamur memiliki komponen protein yang berikatan kuat dalam kitin dan glukan yang tesusun dalam struktur matriks. Kandungan protein pada dinding sel S. cerevisiae dan C. albicans dinding sel sekitar 30-50% dari berat kering. Jumlah protein dalam dinding sel jamur berfilamen telah diperkirakan mewakili sekitar 20-30% dari total dinding sel. Perhitungan secara empiris pada dinding sel hifa Neurospora crassa didapatkan kandungan protein sekitar 15% dari total berat keringnya (Bowman et al., 2006). 2.6 Mekanisme Kerja Agen Biokontrol terhadap Patogen Agen biokontrol yang biasa digunakan dalam mengatasi pertumbuhan patogen adalah jamur dan bakteri. Ada tiga tipe antagonisme yang dilakukan oleh jamur dalam mengatasi patogen, yaitu (1) antagonisme secara langsung, (2) antagonisme tidak langsung dan (3) kombinasi antara antagonisme langsung dan tidak langsung. Pada antagonisme secara langsung jamur mampu memparasiti dan membunuh patogen. Jamur agen biokontrol mampu berpenetrasi dan merusak spora patogen. Antagonisme tidak langsung, tidak ada kontak fisik antara jamur dengan patogen. Jamur agen biokontrol akan meningkatkan level resistensi dengan mengaktifkan mekanisme pertahanan dari inangnya. Sebagian besar jamur sudah menunjukkan kemampuannya dalam menginduksi resistensi inangnya dalam melawan patogen. Selain itu persaingan nutrisi juga merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh agen biokontrol untuk melindungi inangnya dari serangan patogen. Kombinasi antagonisme langsung dan tidak langsung yaitu dengan cara menghasilkan enzim, antibiotik ataupun metabolit toksik lainnya untuk menghambat patogen (Narayanasamy, 2013). Penelitian jamur sebagai agen biokontrol telah banyak dilakukan diantaranya oleh El-Katatny et al. (2000) yang menggunakan Trichoderma harzianum dalam mengontrol pertumbuhan Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuh batang dan akar pada tanaman kacang tanah. Howell (2003) juga menggunakan Trichoderma virens dalam mengontrol pertumbuhan Rhizoctonia solani penyebab busuk akar. Mekanisme yang dilakukan oleh T. virens adalah dengan berpenetrasi pada hifa jamur patogen dan membentuk haustoria untuk menyerap nutrisi dari R. solani (Gambar 2.6.1).

10 a b Gambar Aktivitas Mikoparasit oleh T.virens terhadap R. solani. (a) Hifa T. virens membentuk haustoria dan (b) hifa R. solani (Howell, 2003) Bakteri sebagai agen biokontrol memiliki mekanisme antagonisme yang tidak jauh berbeda dengan jamur sebagai agen biokontrol. Bakteri agen biokontrol mengatasi patogen melalui dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung dengan mekanisme yang berbeda seperti antibiosis, kompetisi nutrisi, kolonisasi pada tempat yang spesifik untuk mengatasi infeksi patogen dan menginduksi resistensi inangnya dari patogen dengan cara mengaktifkan sistem pertahanan inangnya. Sebagai contoh, Plant-growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang telah diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan juga melindungi tanaman dari serangan mikroba patogen tanaman. Pada mekanisme biokontrol ada tiga komponen yang berperan yaitu tanaman, bakteri sebagai agen biokontrol dan patogen tanaman (Narayanasamy, 2013). Bacillus subtilis yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan Curvularia gudauskasii penyebab penyakit pada bibit tebu menunjukkan adanya mekanisme penghambatan dengan metabolit yang dikeluarkan oleh B. subtilis. Mekanisme ini dapat dilihat dari adanya zona hambat yang terbentuk pada uji in vitro dan adanya keabnormalan bentuk hifa pada pengamatan mikroskopi. Hifa mengalami pembengkokan dan membengkak (Gambar2.6.2) (Raton et al., 2012). Penggunaan bakteri sebagai agen biokontrol juga telah dilakukan untuk menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum f. sp. cucumerinum, Phytophthora capsici, Botrytis cinerea, Scopulariopsis sp. dan Ganoderma boninense (Chae et al., 2006; Robert et al., 2007; Singh, 2008; Suryanto et al., 2012 dan Novitasari, 2013).

11 ZH Gambar Mekanisme Penghambatan C. gudauskasii oleh B.subtilis. : Hifa C. gudauskasii membengkak dan membengkok ZH : Zona Hambat (Raton et al., 2012)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitinase Kitin adalah homopolimer yang tersusun dari GlcNAc yang saling berhubungan melalui ikatan linier β-1,4 dan merupakan biopolimer terbesar kedua di alam setelah

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. mempunyai morfologi sebagai berikut, konidiofora hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki biodiversitas sangat besar, Indonesia menyediakan banyak sumberdaya alam hayati yang tak ternilai harganya, dari bakteri hingga

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007) KAJIAN PUSTAKA Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. Mempunyai morfolog/' sebagai berikut kadidiofora, hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok, konidia hylin,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Termofilik Sumber air panas merupakan salah satu hasil aktivitas geotermal. Air panas yang keluar melalui rekahan-rekahan bumi mengalir membentuk kolam-kolam kecil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber karbon Media kultur harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, dalam proporsi yang serupa dengan yang ada pada sel mikroba (Hidayat et al.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Karet Karet diketahui sebagai salah satu komoditas ekspor yang sangat penting sebagai sumber devisa negara. Setelah Thailand dan Malaysia, Indonesia diketahui sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITIN Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang terdiri dari N-asetilglukosamin. Monomer-monomer N-asetilglukosamin dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Eksplorasi dan inventarisasi untuk menyelamatkan plasma nutfah tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur adalah suatu golongan mikroorganisme yang tubuh vegetatifhya berupa thalus, dan tidak mempimyai klorofil. Sumber utama nutrisi jamur adalah senyawa-senyawa organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus meningkat setiap

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT 1 2 . 3 . 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Biokimia Kuliah 2 POLISAKARIDA 17 POLISAKARIDA Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk polisakarida. Suatu polisakarida berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi perikanan dunia mengalami peningkatan hingga 11% selama 10 tahun terakhir (Van West 2006). Data FAO (2010) menyebutkan bahwa produksi perikanan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Kitin adalah polimer alam terbesar kedua setelah selulosa. Paling tidak, sekitar 10 gigaton (10 9 ton) kitin disintesis dan didegradasi setiap tahun di biosfer (Ueda et. al., 2005). Kitin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Penelitian mikroba endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel dkk. pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang

Lebih terperinci

V, DISKUSI DAN KESIMPULAN

V, DISKUSI DAN KESIMPULAN V, DISKUSI DAN KESIMPULAN V. 1. Diskusi V.1.2. Produksi Kitinase Kitinase termasuk enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang dihasilkan di dalam sel, tetapi dikeluarkan ke medium tumbuhnya. Mikroba akan terinduksi

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman ini meliputi sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman ini meliputi sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini meliputi sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. Semangun (2007) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa pada Tanaman Kakao Di Indonesia penyakit kakao yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sudah lama dikenal, penyakit ini tersebar di semua negara penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam: 17 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu (Fusarium solani) Biologi Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Ascomycota : Ascomycetes : Hypocreales

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati

TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Baker and Cook (1974 dalam Cook 2002) mendefinisikan bahwa pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum atau penurunan aktivitas dari patogen penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Produksi kedelai di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2013 secara terus menerus mengalami penurunan, walaupun permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Gurami (Osphronemus gouramy) Gurami merupakan ikan air tawar yang berasal dari Indonesia (Welcomme 1988). Gurami merupakan spesies ikan yang berukuran besar, memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Mentimun merupakan salah satu jenis sayur yang cukup popular dan diminati oleh masyarakat. Mentimun banyak mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, dan besi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin merupakan polimer golongan karbohidrat yang dihasilkan dari limbah hasil laut khususnya golongan udang, kepiting, dan kerang. Secara hayati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan memiliki senyawa bioaktif metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa diantaranya memiliki sifat antibakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Produk pertanian yang melimpah menyediakan limbah hasil pertanian yang melimpah pula. Umumnya limbah hasil pertanian ini masih mengandung sejumlah nutrien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya berbagai jenis makhluk hidup yang diciptakan Allah di alam

BAB I PENDAHULUAN. Adanya berbagai jenis makhluk hidup yang diciptakan Allah di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya berbagai jenis makhluk hidup yang diciptakan Allah di alam semesta ini, merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang mau berfikir. Karena setiap sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.

Lebih terperinci

UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA

UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA TUGAS AKHIR UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA Septia Arisanti (1507 100 021) Dosen Pembimbing: 1. Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si 2. Dr.rer.nat. Ir. Maya Shovitri, M.Si 1 1.1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus.) Ikan nila berasal dari sungai Nil di Uganda yang telah berimigrasi ke selatan melewati danau Raft dan Tanganyika (Tanbiyaskur, 2011). Budidaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) diperkenalkan pertama kali oleh Kloepper

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial. Ketergantungan manusia pada tumbuhan tampak dari papan dan kayu, pakaian, kertas, obat-obatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit Pengendalian Hayati Penyakit

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit Pengendalian Hayati Penyakit 5 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit Usaha peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit menghadapi berbagai kendala, salah satunya adalah gangguan penyakit busuk pangkal batang

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas holtikultura yang banyak digemari masyarakat. Salah satu spesies cabai yang banyak dibududayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang potensial. Menurut data, produksi rumput laut di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 910.638 ton, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan budidaya perikanan dengan intensif (Gardenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk ke dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT 1 Karbohidrat Karbohidrat adalah biomolekul yang paling banyak terdapat di alam. Setiap tahunnya diperkirakan kira-kira 100 milyar ton CO2 dan H2O diubah kedalam molekul selulosa

Lebih terperinci

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman I. PENDAFIULUAN 1.1. Latar Bclakang Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman perkebunan yang memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan devisa negara dari sektor non migas

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN APLIKASI KITINASE DARI B. licheniformis HSA3-1a DALAM MENGHIDROLISIS KITIN DARI LIMBAH UDANG DAN DINDING SEL JAMUR Ganoderma sp.

PRODUKSI DAN APLIKASI KITINASE DARI B. licheniformis HSA3-1a DALAM MENGHIDROLISIS KITIN DARI LIMBAH UDANG DAN DINDING SEL JAMUR Ganoderma sp. PRODUKSI DAN APLIKASI KITINASE DARI B. licheniformis HSA3-1a DALAM MENGHIDROLISIS KITIN DARI LIMBAH UDANG DAN DINDING SEL JAMUR Ganoderma sp. Hasnah Natsir 1), Abd. Rauf Patong 1), Maggy T.Suhartono 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu potensi sumber daya alam yang banyak tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Rumput laut dapat tumbuh dengan baik terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak pencemaran dan pemborosan energi dapat dikurangi dengan penerapan di bidang bioteknologi, misalnya dengan aplikasi enzim (Aunstrup, 1993). Hal ini disebabkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Penentuan ph optimum untuk pertumbuhan T. asperellum TNJ63 pada media produksi enzim selulase. Optimalisasi pertumbuhan T. asperellum TNJ63 dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang diekspor 90% berada dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala sehingga dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala udang (Natsir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri makanan dan minuman fermentasi. Mikroorganisme juga secara alamiah mampu mendegradasi senyawa-senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci