BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi perikanan dunia mengalami peningkatan hingga 11% selama 10 tahun terakhir (Van West 2006). Data FAO (2010) menyebutkan bahwa produksi perikanan di Indonesia meningkat dari ton pada tahun 2003 menjadi ton pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa perikanan menjadi sektor yang berkembang pesat dalam perekonomian pangan. Kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan produksi di bidang perikanan. Sejumlah lapangan kerja di sektor perikanan memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jumlah tenaga kerja di bidang perikanan meningkat dari orang pada tahun 2003 menjadi orang pada tahun 2004 (FAO 2010). Produksi perikanan dunia tahun 1999 didominasi oleh ikan air tawar (58%), diikuti oleh ikan air laut (36%) dan air payau (6%) (Van West 2006). Di Indonesia, ikan air tawar mendominasi produksi ikan yaitu sebesar 46% (FAO 2010). Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan satu diantara beberapa spesies asli Indonesia yang banyak dibudidayakan. Produksi gurami sebesar 7,68% dari total produksi ikan air tawar (FAO 2010). Teknik budidaya gurami merupakan hal penting dalam peningkatan produksinya. Petani dapat meningkatkan produktivitas dengan ekstensifikasi, yaitu memperluas daerah budidaya atau meningkatkan produktivitas dengan intensifikasi lahan budidaya. Penyakit merupakan salah satu kendala dalam budidaya ikan yang menyebabkan penurunan produksi ikan. Infeksi oleh Saprolegnia sp. merupakan satu diantara beberapa permasalahan yang dijumpai baik pada ikan maupun telurnya (Bruno & Wood 1999). Tingkat keberhasilan penetasan telur gurami akan menurun jika terinfeksi oleh Saprolegnia sp. Infeksi Saprolegnia sp. menjadi permasalahan utama di pembenihan ikan. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi yaitu kerusakan sel-sel mukosa dan

2 peradangan yang disebabkan oleh Saprolegnia. Pada lesi terdapat miselium Saprolegnia dengan bentukan seperti kapas yang tumbuh pada permukaan tubuh, insang (Noga 2000) atau telur ikan ketika di dalam air (Khoo 2000). Warna lesi bervariasi yaitu kemerahan, cokelat atau kehijauan. Hal ini disebabkan partikel sedimen bahan organik ataupun alga yang menempel pada miselium Saprolegnia (Khoo 2000). Jumlah telur dalam satu meter kubik pada pembenihan mempengaruhi infeksi Saprolegnia pada telur (Celada et al. 2004). Inkubasi telur ikan dengan kepadatan tinggi menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi Saprolegnia pada telur (Rach et al. 1997). Apabila infeksi Saprolegnia sudah terdapat pada salah satu telur maka segera menyebar ke telur yang sehat. Infeksi Saprolegnia pada telur menyebabkan tingkat hidup (survival rate) telur ikan menjadi menurun. Telur ikan yang mati dan bahan organik pada sistem budidaya merupakan substrat yang sesuai bagi pertumbuhan Saprolegnia (Rach et al. 1998). Infeksi Saprolegnia pada telur merupakan kendala utama pada usaha budidaya perikanan sehingga diperlukan usaha untuk pengendaliannya dengan menggunakan bahan anti Saprolegnia yang efektif dalam pembenihan telur. Pengendalian infeksi Saprolegnia yang efektif hingga tahun 2002 adalah menggunakan malachite green (Van West 2006). Namun penggunaannya telah dilarang oleh Dewan Farmasi Jepang pada tahun 2003 (Khomvilai et al. 2006), Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1991 (Schereier et al. 1996) dan seluruh dunia (Van West 2006). Hal ini disebabkan karena malachite green bersifat karsinogenik dan toksik (Van West 2006), mutagenik dan teratogenik (Srivastava et al. 2004) bagi makhluk hidup. Nowak & de Guingand (1997) melaporkan bahwa malachite green dapat menyebabkan residu pada jaringan ikan salmon. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari kandidat anti Saprolegnia. Bahan kimia telah banyak dilaporkan sebagai pengganti malachite green antara lain formalin (Schreier et al. 1996), hidrogen peroksida (Rach 1998) dan natrium klorida (Rasowo et al. 2007). Kandidat ini memang efektif, namun memiliki beberapa pengaruh negatif. Formalin memiliki efek berbahaya bagi kesehatan manusia dan menjadi residu pada lingkungan (Khomvilai et al. 2006). Hidrogen peroksida bersifat

3 korosif dan dosis efektifnya tinggi yaitu 1000 ppm. Penggunaan hidrogen peroksida tidak diperbolehkan di Amerika (Schreier et al. 1996). Natrium klorida relatif aman dalam penggunaannya namun dalam aplikasinya membutuhkan biaya besar karena dosis efektifnya tinggi yaitu ppm (Khomvilai et al. 2006). Sejak tahun 1990, Eropa telah membatasi penggunaan produk yang mempengaruhi lingkungan dalam bidang akuakultur dengan membatasi penggunaan kemoterapi (Mousavi et al. 2009). Sehingga saat ini banyak penelitian yang mencari kandidat bahan anti Saprolegnia yang berasal dari alam atau bahan biologi. Pengendalian infeksi Saprolegnia dengan menggunakan bakteri Aeromonas telah dilaporkan oleh Lategan et al. (2004a). Pengendalian hayati patogen oleh beberapa mikroorganisme dari laut juga telah dilaporkan (El Kassas & Khairy 2009). Pengendalian hayati menjadi alternatif yang dipilih karena lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek toksik (Gohel et al. 2006). Enzim kitinase yang berasal dari organisme telah banyak dilaporkan memiliki kemampuan sebagai kontrol biologi Saprolegnia. Enzim kitinase telah dilaporkan mampu mengendalikan infeksi patogen pada tanaman (Gohel et al. 2006). Sistem kitinolitik terdiri atas endokitinase, kitobiase dan eksokitinase yang bekerja secara sinergis dalam mendegradasi kitin menjadi N asetilglukosamin bebas. Selain kemampuannya mendegradasi dinding sel Saprolegnia secara langsung, kitinase melepaskan oligo-n-asetil glukosamin yang berfungsi mengaktifkan mekanisme pertahanan tubuh tanaman (Gohel et al. 2006). Kitosan sebagai turunan kitin dilaporkan dapat menghambat infeksi Saprolegnia sp. (Muzareli et al. 2001) dan sebagai antibakterial pada patogen ikan (Li et al. 2008). Berdasarkan kemampuannya dalam mendegradasi kitin sebagai penyusun dinding sel Saprolegnia maka mikroba penghasil enzim kitinase seperti bakteri kitinolitik dapat menjadi kandidat pengendali Saprolegnia. Mikroba yang berada di perairan tawar seperti danau telah banyak dilaporkan memiliki kemampuan kitinolitik (Donderski & Brzezinska 2001; Brzezinska & Donderski 2006 dan Chang et al. 2007). Bakteri kitinolitik yang berasal dari tanah telah dilaporkan dapat diaplikasikan sebagai pengendali patogen pada tanaman (Boer

4 et al. 2001; Kamil et al. 2007). Bakteri Aeromonas dan Pseudomonas fluorescens dilaporkan memiliki kemampuan sebagai pengendali Saprolegnia sp. (Lategan et al. 2004a; Hatai & Willoughby 1988). Aplikasi bakteri kitinolitik yang diisolasi dari perairan budidaya sebagai pengendali Saprolegnia sp. pada telur gurami belum banyak dilaporkan. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik sebagai pengendali hayati Saprolegnia sp. yang menginfeksi telur gurami Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian tentang pengendalian hayati Saprolegnia sp. menggunakan bakteri kitinolitik perairan dibatasi aplikasinya pada telur gurami didasarkan pada pertimbangan bahwa infeksi Saprolegnia sp. merupakan permasalahan utama di pembenihan gurami. Saprolegnia di pembenihan pada saat ini dikendalikan dengan menggunakan bahan kimia seperti malachite green dan formalin (Van West 2006). Pengendalian hayati infeksi Saprolegnia sp. menjadi alternatif dalam meningkatkan tingkat keberhasilan pembenihan ikan gurami. Penggunaan bakteri Aeromonas strain A 199 dan P. fluorescens sebagai pengendali hayati Saprolegnia sp. telah dilaporkan oleh Lategan et al. (2004a) serta Hatai & Willoughby (1989). Bakteri kitinolitik memiliki kemampuan mendegradasi kitin sebagai salah satu komponen utama Saprolegnia. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu 1. Apakah bakteri di perairan air tawar di kolam budidaya gurami memiliki kemampuan kitinolitik? 2. Apakah bakteri kitinolitik memiliki potensi sebagai pengendali hayati infeksi Saprolegnia sp. pada telur gurami? 1.3. Kerangka Pemikiran Infeksi Saprolegnia sp. pada telur gurami di pembenihan mempengaruhi tingkat daya tetas telur dan menyebabkan berkurangnya benih ikan yang dapat diproduksi. Aplikasi bahan kimia pada telur diketahui memiliki efek negatif bagi ikan

5 dan manusia. Sehingga diperlukan alternatif pengendalian infeksi Saprolegnia dengan menggunakan bahan alami. Bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi kitin seperti bakteri kitinolitik merupakan satu dari beberapa kandidat yang dapat digunakan untuk mengendalikan infeksi Saprolegnia. Bakteri kitinolitik tersebar di alam, beberapa spesies bakteri tersebut habitatnya di perairan. Kandidat bakteri yang memiliki kemampuan kitinolitik di perairan yang dapat digunakan sebagai pengendali Saprolegnia sp. belum banyak dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut, telah dilakukan penelitian tentang kemampuan bakteri kitinolitik yang berasal perairan air tawar untuk mengendalikan infeksi Saprolegnia sp. pada telur gurami. Sehingga diperoleh alternatif pengendalian Saprolegnia di pembenihan gurami secara alami. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan Kebutuhan Produksi Perikanan Indonesia Budidaya gurami menjadi penting dalam peningkatan produksi perikanan Pembenihan Faktor yang mempengaruhi produktivitas : Teknik Budidaya Lingkungan Penyakit Pembesaran Penurunan daya tetas telur disebabkan infeksi Saprolegnia sp. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian = Hubungan antar faktor faktor yang berperan dalam budidaya = Faktor faktor yang diamati dalam penelitian Pengendalian Saprolegnia secara kimia : 1. Malachite green 2. Formalin 3. Hidrogen peroksida Alternatif pengendalian hayati infeksi Saprolegnia menggunakan isolat bakteri kitinolitik air tawar

6 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan jenis bakteri air tawar yang berpotensi dan yang memiliki kemampuan kitinolitik 2. Mengevaluasi kemampuan bakteri kitinolitik air tawar sebagai pengendali infeksi Saprolegnia air Saprolegnia sp. secara in vitro 3. Mengevaluasi kemampuan bakteri kitinolitik dalam mengendalikan infeksi Saprolegnia air Saprolegnia sp. pada telur gurami secara in vivo 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi jenis bakteri air tawar yang memiliki kemampuan kitinolitik dan dapat digunakan sebagai pengendali hayati Saprolegnia sp. pada telur gurami baik secara in vitro maupun secara in vivo. Sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengendalian penyakit dalam budidaya gurami Hipotesis Bakteri kitinolitik yang diisolasi dari kolam budidaya gurami memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Saprolegnia sp.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Gurami (Osphronemus gouramy) Gurami merupakan ikan air tawar yang berasal dari Indonesia (Welcomme 1988). Gurami merupakan spesies ikan yang berukuran besar, memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di PENDAHULUAN Latar Belakang Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan budidaya perikanan dengan intensif (Gardenia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus.) Ikan nila berasal dari sungai Nil di Uganda yang telah berimigrasi ke selatan melewati danau Raft dan Tanganyika (Tanbiyaskur, 2011). Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan yang banyak dikonsumsi, karena dagingnya enak, juga merupakan sumber protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun 1990, akuakultur hanya mampu menyumbang 13% total produksi ikan dunia, namun pada tahun 2010,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan prospek pengembangan yang sangat baik. Budidaya ini pada tahun 2002 pernah menjadi komuditas unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam budidaya perikanan karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi

I. PENDAHULUAN. dalam budidaya perikanan karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus gouramy) termasuk ikan yang diunggulkan dalam budidaya perikanan karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki biodiversitas sangat besar, Indonesia menyediakan banyak sumberdaya alam hayati yang tak ternilai harganya, dari bakteri hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin merupakan polimer golongan karbohidrat yang dihasilkan dari limbah hasil laut khususnya golongan udang, kepiting, dan kerang. Secara hayati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Sebagian besar (74%) berasal dari laut dan sisanya (26%) dari air tawar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Eksplorasi dan inventarisasi untuk menyelamatkan plasma nutfah tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). Kentang juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga memberikan peranan yang nyata dalam pembangunan perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik Teknologi Pengelolaan Kualitas Air KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA SEAMOLEC, 2009 LATAR BELAKANG Akuakultur ikan, krustasea,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitinase Kitin adalah homopolimer yang tersusun dari GlcNAc yang saling berhubungan melalui ikatan linier β-1,4 dan merupakan biopolimer terbesar kedua di alam setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat serta kemampuan adaptasi yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN BAKTERI KITINOLITIK DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides) SEBAGAI PENYAKIT PENTING PASCAPANEN PADA BUAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Termofilik Sumber air panas merupakan salah satu hasil aktivitas geotermal. Air panas yang keluar melalui rekahan-rekahan bumi mengalir membentuk kolam-kolam kecil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu spesies yang cukup banyak

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu spesies yang cukup banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu spesies yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila dari Indonesia sudah mulai banyak di ekspor ke beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan salah satunya protein ikan akan turut memicu perkembangan produksi akuakultur. Produksi ikan nila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang menjadi salah satu komoditas ekspor.

Lebih terperinci

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity di dunia yang memiliki kekayaan ekosistem beragam, salah satunya adalah ekosistem perairan air tawar yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman I. PENDAFIULUAN 1.1. Latar Bclakang Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman perkebunan yang memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan devisa negara dari sektor non migas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk dikembangkan (Ghufran, 2010). ikan Patin banyak dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITIN Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang terdiri dari N-asetilglukosamin. Monomer-monomer N-asetilglukosamin dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, khususnya ikan, sudah meningkat. Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa. Budidaya lele berkembang pesat karena permintaan pasar yang tinggi,

I. PENDAHULUAN. Jawa. Budidaya lele berkembang pesat karena permintaan pasar yang tinggi, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman yang mengalami penurunan produksi panen sangat besar akibat serangan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman yang mengalami penurunan produksi panen sangat besar akibat serangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plant-parasitic nematode (PPN) merupakan kelompok hewan invertebrata yang telah diketahui sebagai hama parasit dan menyebabkan timbulnya kerugian yang tidak sedikit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu PENDAHULUAN Latar Belakang Indikator keberhasilan dalam usaha budidaya ikan adalah kondisi kesehatan ikan. Oleh karena itu masalah penyakit merupakan masalah yang sangat penting untuk ditangani secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besarnya permintaan terhadap produk perikanan ini disebabkan oleh pergeseran

I. PENDAHULUAN. Besarnya permintaan terhadap produk perikanan ini disebabkan oleh pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang vannamei merupakan jenis udang andalan ekspor bidang perikanan. Besarnya permintaan terhadap produk perikanan ini disebabkan oleh pergeseran selera konsumen dari

Lebih terperinci

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur pangan yang banyak dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara. Beberapa kelebihan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang kemudian memacu produksi zat warna yang lebih beragam, aplikatif dan

I. PENDAHULUAN. yang kemudian memacu produksi zat warna yang lebih beragam, aplikatif dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Bahan pewarna merupakan bahan kimia dengan penggunaan yang luas di bidang industri baik industri farmasi, percetakan kertas, kulit, kosmetik, makanan, terutama bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH IKAN GURAME Osphronemus gouramy YANG TERINFEKSI CENDAWAN Achba sp. PADA KEPADATAN 320 DAN 720 SPORA PER ml. Oleh : SRI MULYANI

GAMBARAN DARAH IKAN GURAME Osphronemus gouramy YANG TERINFEKSI CENDAWAN Achba sp. PADA KEPADATAN 320 DAN 720 SPORA PER ml. Oleh : SRI MULYANI GAMBARAN DARAH IKAN GURAME Osphronemus gouramy YANG TERINFEKSI CENDAWAN Achba sp. PADA KEPADATAN 320 DAN 720 SPORA PER ml Oleh : SRI MULYANI PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANASEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga dapat ditemukan pada perairan payau atau muara sungai. Ikan mas tergolong jenis omnivora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ikan yang cukup banyak, dilihat secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut. Potensi sumber

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Karet Karet diketahui sebagai salah satu komoditas ekspor yang sangat penting sebagai sumber devisa negara. Setelah Thailand dan Malaysia, Indonesia diketahui sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut

PENDAHULUAN. perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia termasuk negara maritim yang mempunyai potensi hasil perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Permintaan pasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. mempunyai morfologi sebagai berikut, konidiofora hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan pokok peringkat kedua setelah beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan memanfaatkan jagung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protease merupakan enzim industrial yang memiliki nilai ekonomi paling besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997 menyebabkan banyak sektor usaha mengalami pailit yang secara langsung memberi andil besar bagi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk ke dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pedederan, dan pembesaran. Tahap pembenihan biasanya dimulai dengan. pedederan, merupakan upaya untuk adaptasi benih terhadap lingkungan

PENDAHULUAN. pedederan, dan pembesaran. Tahap pembenihan biasanya dimulai dengan. pedederan, merupakan upaya untuk adaptasi benih terhadap lingkungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan usaha budidaya perikanan memiliki tiga tahap yaitu pembenihan, pedederan, dan pembesaran. Tahap pembenihan biasanya dimulai dengan pengadaan benih hingga diperolehnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar

I. PENDAHULUAN. Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar I. PENDAHULUAN A. Lata Belakang Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar perairan tropis dengan kedalaman mencapai 10 m. Menurut Sitanggang (2006), penyebaran ikan gurami berada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOREMEDIASI LIMBAH MINYAK BUMI

TEKNOLOGI BIOREMEDIASI LIMBAH MINYAK BUMI PETROBA @ TEKNOLOGI BIOREMEDIASI LIMBAH MINYAK BUMI PUSAT ILMU HAYATI ITB Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 hayati@hayati.itb.ac.id www.hayati.itb.ac.id Tlp./ Fax. 022-2509165 BIOREMEDIASI LIMBAH MINYAK BUMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat populer dan termasuk jenis ikan konsumsi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia karena mudah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007) KAJIAN PUSTAKA Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. Mempunyai morfolog/' sebagai berikut kadidiofora, hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok, konidia hylin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Layu Fusarium pada Cabai Moekasan et al. (2005) dan Setiowati et al. (2005) melaporkan bahwa penyakit utama cabai merah adalah: rebah kecambah (damping off), bercak

Lebih terperinci