Optimasi Proses Sterilisasi Rendang Daging dengan menggunakan Kemasan Retort Pouch

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Optimasi Proses Sterilisasi Rendang Daging dengan menggunakan Kemasan Retort Pouch"

Transkripsi

1 Optimasi Proses Sterilisasi Rendang Daging dengan menggunakan Kemasan Retort Pouch Anggita Sari Praharasti 1, E. R. N. Herawati 1, A. Nurhikmat 1, A. Susanto 1 dan M. Angwar 1 1) UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (UPT BPPTK LIPI) Jl Yogyakarta Wonosari km 31,5 Desa Gading, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, D.I.Y. Telepon (7) 3957/Fax (7) praharasti@gmail.com Abstrak Rendang daging dalam kemasan retort pouch dinilai berpotensi sebagai MRE-Meal Ready to Eat. Salah satu kendala pada prosesnya adalah kemungkinan kerusakan yang diakibatkan oleh tekanan internal. Penelitian tentang optimasi proses sterilisasi dilakukan untuk menghasilkan bahan terkemas yang steril sementara kemasan tidak rusak. Kemasan pouch jenis alumunium foil (ukuran 15x11mm) yang telah terisi dipanaskan dengan menggunakan retort merk Gonzon berpemanas listrik dengan daya 3.5 watt dan volume, m 3. Proses sterilisasi dilakukan dengan automatic heating dan automatic keep pressure (1,-1,8 bar). Suhu sterilisasi pada setting alat adalah 17 o C (1 menit dan menit) untuk percobaan tahap pertama, serta 19 o C (1 menit) untuk percobaan tahap ke-dua. Letalitas yang tercapai adalah,1 menit untuk waktu sterilisasi 1 menit dan,3 menit untuk waktu sterilisasi menit pada setting alat 17 o C. Pada tahap ini target suhu sterilisasi 11,1 o C belum tercapai. Pada percobaan tahap ke-dua dengan setting alat 19 o C dan waktu sterilisasi 1 menit target suhu sterilisasi dapat dicapai dengan letalitas sebesar 1,38 menit. Dengan menggunakan kalkulasi proses Metode Umum diperoleh nilai sterilisasi sebesar 1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perlakuan panas yang diberikan (19 o C selama 1 menit) sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menghancurkan mikroorganisme target. Kata Kunci:, Optimasi sterilisasi, Rendang daging, Retort pouch Abstracts Meat curry (rendang) was packed inside the retortpouch potential for MRE-Meal Ready to Eat. One of the detention on the process was the possibility of leakage caused by internal forces. Optimization study in sterilization process was conducted to get sterile packaged food without any leakage. Pouch with alumunium foil material (size of 15x11mms) which had been filled with Meat curry was heated with the Gonzon retort, by 3.5 watt electricity in the volume of, m 3. Sterilization process was conducted with automatic heating and automatic keep pressure (1,-1,8bar). Sterilization temperature on the device was 17 C (1 minutes and minutes) for the first experiment, and 19 C (1 minutes) for the second. achieved was,1 minutes for1 minutes sterilization, and,3 minutes for minutes sterilization in the setted device temperature of 17 C. In this phase, sterilization temperature target was not achieved yet. When device temperature setted 19 C for 1 minutes, temperature target was achieved with lethality amount of 1,38 minutes. By process calculation using General Method, sterilization value was obtained in the amount of 1. This value showed that the heating treatment (19 C for 1 minutes) was in suitable needed to destroy target micro-organism. Keywords:, Optimize sterilization, Meat curry (rendang), Retort pouch 1. PENDAHULUAN Teknologi pengemasan yang tepat dibutuhkan agar bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Pengawetan fisis melalui penggunaan kemasan rigid seperti kaleng dengan metode sterilisasi telah banyak berkembang. Retortpouch menjadi alternatif kemasan selain kaleng, namun penelitian pengemasan dengan menggunakan retortpouch relatif baru, apalagi bahan pangan yang dikemas merupakan makanan tradisional suatu daerah. Rendang daging merupakan makanan tradisional asli Indonesia. Seperti produk lainnya, rendang daging memiliki daya simpan yang pendek. Rendangmengandung protein tinggi, sejumlah vitamin A, vitamin B1, vitamin B, niasin, dan asam pantotenat. Kandungan mineral, kalsium, fosfor, dan besinya-pun juga tinggi [1]. Bumburendangmemilikiaktivitasantimikrobaterhadap flora mikroba yang terdapat pada ekstrak daging, santan, serta campuran ekstrak daging dan santan. Pengaruh bumbu rendang terhadap B.cereus lebih besar dibandingkan dengan flora mikroba yang terdapat di dalam sistem pangan []. Rendang berbumbu memiliki aktivitas antimikroba yang cukupbesar [3], terlebih lagi jika sudah melalui proses sterilisasi. Bumbunya yang kaya akan rempah menjadi faktor utama keawetannya walaupun hanya disimpan pada suhu dingin refrigerasi. Rempah-rempah 3

2 mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bersifat sebagai anti-bakteri dan anti-kapang. Aktivitas antimikroba bumbu rendang yang sudah ditumister lebih dahulu akan lebih baik daripada bumbu rendang mentah terhadap pertumbuhan B.cereus dengan nilai log Nt/log No pada jam waktu kontak adalah,87, dan jika bumbu tersebut mengalami pemanasan lanjut menjadi lebih baik dalam menghambat pertumbuhan total mikroba S.aureus dengan nilai log Nt/log No yang berkisar antara,-1, [3]. Retort pouch adalah kemasan fleksibel yang tahan suhu sterilisasi. Kemasan ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kemasan konvensional. Keunggulannya antara lain adalah lebih menarik, murah, dapat memperpendek waktu sterilisasi, beratnya lebih ringan, dan lebih mudah untuk didaur-ulang daripada metal, kertas, atau kaca. Proses pemanasan pada pengemasan produk dengan retort pouch sangat penting untuk mencegah kerusakan produk. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan produk lewat masak, sebaliknya jika panas tidak mencukupi akan menimbulkan terjadinya kerusakan produk oleh mikroba[]. Selain kerusakan produk karena proses sterilisasi yang kurang sempurna, titik kritis penggunaan kemasan retort pouch adalah kemungkinan kerusakan fisik kemasan. Kerusakan fisik kemasan umumnya pada lapisan seal berupa kebocoran atau kerusakan daya rekat yang diakibatkan oleh tekanan internal akibat pengembangan bahan yang cukup kuat sementara kekuatan kemasan retortpouch terbatas. Kaitannya dengan sterilitas, perambatan panas pada proses sterilisasi sendiri membutuhkan waktu untuk mencapai titik terdingin bahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian tentang optimasi proses sterilisasi untuk menghasilkan kemasan yang tidak rusak sementara bahan pangan di dalamnya berhasil disterilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan setting suhu dan lama sterilisasi rendang dalam kemasan pouch dengan target titik terdingin mencapai suhu sterilisasi. Tingkat sterilitas bahan terkemas dapat diketahui melalui perhitungan Thermal Death Times (TDT) atau Fo. Untuk mengetahui TDT atau Fo dipergunakan persamaan Improved General Method yang disampaikan Lewis dalam Richardson [5] sebagai berikut: log atau L 11,1 T 1 L (1) T /1 1 11,1 () dimana Fo dapat dihitung dengan persamaan : Fo Ldt (3) Letalitas (Fo) terhitung dapat digunakan untuk menentukan nilai sterilisasi, sehingga digunakan sebagai acuan proses sterilisasi suatu bahan.. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan berupa masakan rendang yang terdiri dari daging sapi rendang dan kuah kental bumbu rendang, diperoleh dari UKM Minang Ria. Kemasan pouchberbahan alumunium foilyang telah terisi bahan dipanaskan dengan menggunakan retort merk Gonzon buatan China berpemanas listrik dengan daya 3.5 watt dan volume, m 3. Proses sterilisasi dilakukan dengan automatic heatingdan automatic keep pressure, sehingga tekanan dalam ruangan dalam ditahan antara 1,-1,8 bar. Profil suhu selama sterilisasi diamati melalui pembacaan Data Logger merk Ellab CTF9. Optimasi dilakukan dengan variasi suhu 17 C (selama 1 menit dan menit) untuk percobaan tahap pertama serta 19 C (selama 1 menit) untuk percobaan tahap ke-dua. Tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Riwayat suhu selama proses pemanasan dan sterilisasi berlangsung dilakukan dengan menggunakan kabel termokopel yang ditempatkan pada bagian tengah produk terkemas. Hasil suhu aktual selanjutnya terbaca melalui data logger. Skema pengambilan data ditunjukkan pada Gambar.

3 Lethal rate Pengambilan data berupa pengukuran suhu menggunakan kabel termokopel dengan sensor suhu yang terpasang di titik terdingin bahan, yakni di tengah. Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan software Microsoft Office Excel 7. Setelah lethal rate dihitung dengan menggunakan persamaan () di atas, diperoleh nilai Fo sebagai berikut []: F = (L value) t () Perhitungan nilai sterilisasi (sterilization value) menggunakan Metode Umum [] sebagai berikut: [(11,1 T) 1 TDT T = F 1 ] (5) Sterilization value = (1 TDT) t () Satuan Fo (letalitas) adalah menit, sedangkan satuan sterilization value adalah min -1. Penentuan sifat-sifat thermal bahan dilakukan dengan menggunakan persamaan empirik. Penentuan konduktivitas panas bahan berdasarkan komposisinya menggunakan persamaan berikut [7]: k =,5 +,155X p +,1X f +,135X a +,58X w Sedangkan persamaan empirik untuk menghitung panas spesifik (c p) berdasarkan komposisi bahan adalah sebagai berikut [8]: c p = 1,X c + 1,59X p + 1,75X f +,837X a +,187X w Densitas ditentukan dengan menghitung rasio massa terhadap volume, sedangkan difusivitas ditentukan dengan menghitung rasio konduktivitas terhadap densitas dan panas jenisnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi dilakukan untuk memperoleh kombinasi suhu setting alat retort dan lama penahanan suhu steril. Hal ini dilakukan mengingat bahwa perambatan panas membutuhkan waktu untuk mencapai titik terdingin. Rendang uji dianalisa proksimatnya (Tabel 1) untuk mengidentifikasi sifat termofisika bahan. Tabel 1. Hasil Analisa Proksimat Rendang [9] No. Sampel(k Macam Hasil analisa (%) ode) analisa Ulangan 1 Ulangan 1. Rendang Air 3,911 3,975 Bumbu Abu,7,11 Protein 9,9 9,9 (fk =,5) Lemak 17,9 17,931 Serat Kasar,1,9 Karbohidrat 1,97 1,95. Rendang Air 5,793 5,97 Daging Abu 3,379 3,159 Protein 3,739 9,9979 (fk =,5) Lemak 8,791 8,1 Serat Kasar 1,5 1,335 Karbohidrat,11 3,977 Hasil analisa proksimat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan sifat-sifat thermal bahan secara empirik. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil densitas (ρ), konduktivitas (k), panas spesifik (c p), dan difusivitas thermal (α) sebagai berikut: Tabel. Sifat Thermal Bahan No. Bahan ρ (kg/m 3 ) 1. Rendang Bumbu. Rendang Daging k (J/s C) cp (kj/kg C) α (m /s) 11,83,7 3,19 1,9 x ,9,,91 1,9 x 1-7 Nilai difusivitas yang diperoleh sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Chanes [1] yang menerangkan bahwa nilai difusivitas bahan padat secara umum berkisar antara 1,, x 1-7 m /s. Riwayat suhu bahan di dalam kemasan pouchdan suhu ruang selama proses sterilisasi di dalam retortditampilkan dalam Gambar 3 berikut T pouch T ruang L L Gambar 3. Grafik kenaikan suhu bahan dan lethal rate (17 C; 1 dan menit) Pada perlakuan pertama (17 C; 1 menit dan menit) suhu maksimal pada bahan belum mencapai target suhu sterilisasi dengan nilai suhu berturut-turut yakni 111,7 C dan 11,9 C. Berdasarkan hasil tersebut, uji coba juga dilakukan dengan variasi suhu 18 C selama 1 menit, namun suhu tertingginya masih belum mencapai suhu sterilisasi, yakni hanya sebesar 11,3 C. Melihat hasil suhu yang belum terlalu signifikan kenaikannya, maka suhu setting alat dinaikkan menjadi 19 C dengan penahanan suhu steril 1 menit. Ternyata dengan kombinasi suhu dan waktu sterilisasi demikian suhu sterilisasi dapat tercapai dengan nilai 11,3 C. Riwayat suhu bahan dan lethal rate hasil percobaan yang ke-dua ditunjukkan pada Gambar

4 Lethal rate Gambar. Grafik kenaikan suhu bahan dan lethal rate (19 C; 1 menit) Pada gambar lethal rate tampak konstan pada nilai 1,. Hasil perhitungan letalitas tampak pada Gambar 5, Gambar, dan Gambar T pouch T ruang L , Gambar 5. Letalitas (17 C; 1 menit) Tc TR L Tc1 TR1 L1 F=,1 menit 11, Gambar. Letalitas (17 C; menit) Tc TR L F=,3 menit F=1,38 menit 11, Gambar 7. Letalitas (19 C; 1 menit) ,3,5,,15,1,5,3,5,,15,1,5 1, 1, 1, 1,8,,, Letalitas yang terhitung merupakan nilai total dari lethal rate dikalikan dengan faktor luasan Fo area sebagai bagian dari fungsi waktu. Hasil perhitungan menunjukkan nilai letalitas pada perlakuan pertama (17 C; 1 menit) adalah sebesar,1 menit, dengan nilai suhu tertinggi yang tercapai adalah 111,1 C. Suhu tertinggi yang tercapai belum memenuhi suhu yang dibutuhkan untuk proses sterilisasi yakni 11 C, sehingga percobaan dilanjutkan dengan perlakuan ke- yakni 17 C dengan waktu penahanan suhu selama menit (Gambar ). Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menaikkan waktu penahanan sebesar 1 menit (menjadi menit), suhu tertinggi yang tercapai belum signifikan mendekati suhu sterilisasi, sehingga percobaan dilanjutkan dengan menaikkan suhunya menjadi 18 C dengan waktu penahanan 1 menit. Pada tahap ini, hasil suhu maksimum juga belum mencapai suhu sterilisasi yakni 11,3 C, dan letalitas sebesar 1,33 menit, dengan tren kenaikan yang dinilai belum signifikan jika diuji dengan penambahan waktu penahanan suhu, sehingga suhu dinaikkan kembali dengan range 1 C menjadi 19 C dengan penahanan suhu steril selama 1 menit. Pada variasi perlakuan ini suhu sterilisasi dapat tercapai pada menit ke-79 yakni pada nilai suhu terekam dalam data logger sebesar 11,3 C saat penahanan suhu berlangsung. Nilai letalitas yang tercapai adalah sebesar 1,38 menit. Dengan menggunakan kalkulasi proses Improved General Method diperoleh nilai sterilisasi sebesar 1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perlakuan panas yang diberikan (19 C selama 1 menit) sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menghancurkan mikroorganisme target. Perambatan panas yang terjadi saat pemanasan retort berlangsung secara nyata tidak terjadi serta merta, namun membutuhkan waktu. Hal ini tampak dari kurva riwayat suhu pusat bahan terkemas (Tc- T center) yang umumnya terletak di bawah kurva suhu ruangan retort (Tr-T room). Identifikasi suhu pusat pada proses sterilisasi pouch juga dilakukan oleh Santi R. Bhowmik dan Shweta Tandon (1987) dengan suhu setting ruangan autoclave sebesar 11 C. Pada percobaan tersebut juga tampak bahwa suhu pusatnya tidak mencapai suhu sterilisasi 11 C. Berdasarkan hal-hal tersebut terbukti bahwa jika ingin suhu pusat mencapai suhu sterilisasi maka suhu setting retort (Troom-TR) harus lebih tinggi dari 11 C. Nilai letalitas terhitung menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai lethal rate yang diperoleh saat observasi berlangsung. Sebagai validasi, pada Gambar 8 dibandingkan nilai letalitas yang diprediksi terhadap lethal rate yang terpantau saat observasi. Daging rendang dan bumbu rendang memiliki nilai difusivitas termal berturut-turut sebesar 1,9 x 1-7 m /s dan 1,9 x 1-7 m /s. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman (1995) dan

5 Letalitas (menit) Letallitas (menit) Chanes () yang menyatakan bahwa secara umum nilai konduktivitas makanan berbentuk bahan padat berkisar antara 1,-,.1-7 m /s [19] Letalitas (Prediksi vs Observasi) 1 1,37 1,158,18,315,38 1, 17,1 17, 19,1 Perlakuan Gambar 8. Perbandingan nilai letalitas prediksi terhadap observasi Pada Gambar 8 tampak bahwa penyimpangan antara hasil yang diprediksi tidak berbeda jauh dengan data yang diperoleh saat observasi. Secara statistik diperoleh nilai error hasil prediksi terhadap hasil observasi masih di bawah 5%, sehingga hasil perhitungan dianggap sesuai dengan data terukur.. KESIMPULAN Perambatan panas pada proses sterilisasi membutuhkan waktu untuk mencapai titik pusat bahan. Daging rendang dan bumbu rendang memiliki nilai difusivitas termal berturut-turut sebesar 1,9 x 1-7 m /sdan 1,9 x 1-7 m /s. Suhu setting alat retort 19 C dengan penahanan suhu steril selama 1 menit relatif dapat menjamin sterilitas rendang kemasan pouch dengan nilai letalitas (Fo) sebesar 1,38 menit. Analisis perhitungan dinilai sesuai dengan hasil observasi dengan nilai error <5% yakni berkisar pada nilai ±1,33%. DAFTAR REFERENSI [1] Astawan. M, Makan Rendang dapat Protein dan Mineral, Info Teknologi Pangan: Gizi dan Kesehatan, Department of Food Science and Technology, 5, Bogor: Institut Pertanian Bogor, Indonesia. [] Edy, Pengaruh Konsentrasi Cabai Merah (Capsium annum L.) dalam Bumbu Rendang Terhadap Pertumbuhan Mikroba, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, 1998, Bogor. [3] Katrina. A, Pengaruh Pemanasan Bumbu Rendang terhadap Aktivitas Antimikroba pada Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus, Skripsi,, Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. []Muhafillah, PemodelanFenomenaPindahPanaspada Proses Pemanasan Waktu Pengalengan Gudeg, 8 Prediksi Observasi Thesis, 1, Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. [5] Richardson. P, Thermal Technologies in Food Processing, Woodhead Publishing Ltd, 1, Cambridge, England. [] Ramaswamy. HS, and Marcotte. M, Food Processing Principles and Applications, CRC Press, Taylor and Francis Group LLC,, Boca Raton, Florida, US. [7] Heldman, Dennis. R, and R. Paul Singh, Introduction to Food Engineering Third Edition, Academic Press, 1, California. [8] Heldman, Dennis. R, and R. Paul Singh, Food Process Engineering Second Edition, The AVI Publishing Company PNC, 1981, Westport, Connecticut. [9] Fakultas Teknologi Pertanian, Hasil Analisa, Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 1, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Indonesia. [1] Chanes, Jorgewelti, Gustavo V, Barbosa Canovas and Jose Miguel Aguilera, Engineering and Food for the 1 th Century, CRC Press,, Boca Raton. [11] Ball. CO, and Olson. FCW, Sterilization in Food Technology, 1957,McGraw-Hill, London. [1] Casolari. A, Microbial Death, in Physiological Models in Microbiology, Vol. II, p. 1-; M.J. Basin and J.I. Prosser, Ed, CRC Press Inc., 1988, Boca Raton FL. [13] Esty. JR, and Meyer. KF, The heat resistance of the spores of B. Botulinus and allied anaerobes, XI. J,Infestious Diseases 19, p31, 5-3. [1] Incropera. FP, and David. P, Fundamentals of Heat and Mass Transfer, John Wiley&Sons, 1985, United States of America. [15] Jaenah. ES, Karakteristik Pemanasan Pada Proses Pengalengan Rendang, Skripsi, Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, 199, Institut Pertanian Bogor. [1] Pflug. IJ, Calculating FT-values for heat preservation of shelf-stable, low-acid canned foods using the straight-line semilogarithmic model, J. Food Protection 5(7), 1987b, p8-. [17] Stumbo. CR., Thermobacteriology in Food Processing, Academic Press, 1973, London. [18] Bhowmik, S. R., & Tandon, S. (1987), A method of thermal process evaluation of conduction heated foods in retortable pouches, Journal of Food Science, 5(1), p 9. [19] Chanes, Jorge Welti, Gustavo.V, Barbosa- Canovas and Jose Miguel Aguilera,, Engineering and Food for the 1 th Century, CRC Press, Boca Raton. 7

BAB I PENDAHULUAN. tersusun oleh aneka macam bahan baku dan bahan tambahan (Hariyadi, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tersusun oleh aneka macam bahan baku dan bahan tambahan (Hariyadi, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk pangan pada umumnya merupakan bahan biologi kompleks yang tersusun oleh aneka macam bahan baku dan bahan tambahan (Hariyadi, 2014). Komponen-komponen penyusunnya

Lebih terperinci

KULIAH KE-10 THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

KULIAH KE-10 THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-10 THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN METODE UMUM PENGHITUNGAN KEMATIAN MIKROBA PUSTAKA: Stumbo

Lebih terperinci

Teknologi dan Pangan ISBN :

Teknologi dan Pangan ISBN : PENENTUAN Fo IKAN TUNA KALENG UKURAN 31 X 47 DALAM BERBAGAI BUMBU TRADISIONAL Asep Nurhikmat, M. Kurniadi & Agus Susanto UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia - LIPI Jln Jogjakarta Wonosari

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI Fo GUDEG KALENG (UKURAN 301X205) DENGAN PERBEDAAN LETAK KALENG PADA TAHAP STERILISASI

PENENTUAN NILAI Fo GUDEG KALENG (UKURAN 301X205) DENGAN PERBEDAAN LETAK KALENG PADA TAHAP STERILISASI PENENTUAN NILAI Fo GUDEG KALENG (UKURAN 31X25) DENGAN PERBEDAAN LETAK KALENG PADA TAHAP STERILISASI Asep Nurhikmat, Agus Susanto & Ervika rahayu NH UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia - LIPI

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU STERILISASI TERHADAP NILAI F DAN KONDISI FISIK KALENG KEMASAN PADA PENGALENGAN GUDEG

PENGARUH SUHU DAN WAKTU STERILISASI TERHADAP NILAI F DAN KONDISI FISIK KALENG KEMASAN PADA PENGALENGAN GUDEG PENGARUH SUHU DAN WAKTU STERILISASI TERHADAP NILAI F DAN KONDISI FISIK KALENG KEMASAN PADA PENGALENGAN GUDEG Asep Nurhikmat 1, Bandul Suratmo 1, Nursigit Bintoro 1, Suharwadji 2 1 2 Email: ABSTRAK o secara

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG

PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG 441 PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG Asep Nurhikmat, M. Kurniadi, Agus Susanto, dan Ervika Rahayu NH UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

Pengolahan dengan Suhu Tinggi Program Studi Teknologi Pangan Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar Teknologi Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural l Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu ABSTRAK

Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu ABSTRAK Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu Herni Purwantari, Aan Sofyan, Tsania Nur Habiba, Saiful Rochdyanto, Devi Yuni Susanti, Endang S. Rahayu* Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertaian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA Guru Besar, Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB-Bogor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Referensi. Penilaian. Pokok Bahasan 9/12/2012. Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc. Quiz 20% Tugas 20% UTS 20% UAS 20% Praktikum 20%

Referensi. Penilaian. Pokok Bahasan 9/12/2012. Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc. Quiz 20% Tugas 20% UTS 20% UAS 20% Praktikum 20% Pokok Bahasan Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc No. MATERI 1. Pengantar Sifat fisik dan thermal bahan pangan dan hasil pertanian. Rheologi 3. Evaporasi 4. Pengeringan pangan 5. Pengolahan Non Termal 6. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA SARI TEMPE TERPILIH Penentuan formula sari tempe terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Be1akang Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah didapatkan di mana saja, mulai dari warung-warung kecil hingga restoran-restoran besar.

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2 TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

Referensi. Penilaian. Pokok Bahasan 9/26/2012. Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc. Quiz 20% Tugas 20% UTS 20% UAS 20% Praktikum 20%

Referensi. Penilaian. Pokok Bahasan 9/26/2012. Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc. Quiz 20% Tugas 20% UTS 20% UAS 20% Praktikum 20% Pokok Bahasan Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc No. MATERI 1. Pengantar Sifat fisik dan thermal bahan pangan dan hasil pertanian. Rheologi 3. Evaporasi 4. Pengeringan pangan 5. Pengolahan Non Termal 6. Pemanasan

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat menganggap usus sapi memiliki kolestrol

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMENTAL NILAI KONDUKTIVITAS THERMAL DAN PANAS SPESIFIK BEBERAPA JENIS IKAN

KAJIAN EKSPERIMENTAL NILAI KONDUKTIVITAS THERMAL DAN PANAS SPESIFIK BEBERAPA JENIS IKAN KAJIAN EKSPERIMENTAL NILAI KONDUKTIVITAS THERMAL DAN PANAS SPESIFIK BEBERAPA JENIS IKAN Experimental Study on Thermal Conductivity and Heat Specific of Several Fish Species Ernawati Jassin ABSTRAK Sifat

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Asep Nurhikmat & Yuniar Khasanah UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia -

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. STANDARISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN KALIO DALAM KALENG 1. Pengukuran Sifat Fisik dan Penilaian Sensori Kalio Komersil Penentuan karakteristik produk optimum pada uji formulasi

Lebih terperinci

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP EXTENDING THE SHELF LIFE OF LEMPER USING VACUUM PACKAGING AND VACUUM PACKAGING-STEAM PASTEURIZATION

Lebih terperinci

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan () Sterilisasi UHT dan Pengolahan Aseptik: engawetkan dan empertahankan utu Susu Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat

Lebih terperinci

Retort Pouch Processing & Packaging Technology: Emerging Trends

Retort Pouch Processing & Packaging Technology: Emerging Trends Retort Pouch Processing & Packaging Technology: Emerging Trends Professor at Department of Food Science & Technology, Faculty of Agricultural Engineering & Technology, Senior Scientist at SEAFAST Center,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) Disusun oleh: Siti Nuraisyah Suwanda Dr. Dianika Lestari Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 STERILISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Proses mematikan mikroba Ada dua jenis Sterilisasi total Sterilisasi komersial Teti Estiasih - THP - FTP - UB 2 STERILISASI KOMERSIAL Kondisi dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan mengandung tinggi protein

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

SILABUS. Bahan/ Alokasi Belajar Materi Pokok. No Kompetensi Dasar. Dosen. Sumber Waktu Belajar

SILABUS. Bahan/ Alokasi Belajar Materi Pokok. No Kompetensi Dasar. Dosen. Sumber Waktu Belajar SILABUS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN MAJOR TEKNOLOGI PANGAN; STRATA: S1 Fakultas/Prodi : Teknologi Pertanian/Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi

Lebih terperinci

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) Elok Zubaidah *, Joni Kusnadi *, dan Pendik Setiawan ** Staf Pengajar Jur. Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Heat Transfer Nur Istianah-THP-FTP-UB-2016

Heat Transfer Nur Istianah-THP-FTP-UB-2016 Heat Transfer Unsteady-state heat transfer Temperature is changing with time, it is a function of both location and time It was in such as process: food pasteurization, sterilization, refrigeration/chilling/cooling

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

Parameter Kecukupan Proses Termal

Parameter Kecukupan Proses Termal Parameter Kecukupan Proses Termal F. Kusnandar, P. Hariyadi dan N. Wulandari Topik 7 Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan Topik 7 ini, mahasiswa diharapkan mampu mendefinisikan nilai sterilitas

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Dalam re-desain heat exchanger Propane Desuperheater dengan menggunakan baffle tipe single segmental, variasi jarak baffle dan baffle cut menentukan besarnya

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil Souvia Rahimah Pengemasan Bahan Pangan ALUMUNIUM Alumunium adalah logam 1. Lebih ringan daripada baja 2. Daya korosif oleh atmosfir rendah 3. Mudah dilekukkan 4. Tidak

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl No.1144, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Steril Komersial. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB XIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB XIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB XIII KESIMPULAN DAN SARAN 13.1. Kesimpulan 1. Bentuk perusahaan PT. Sepanjang Pangan Jaya adalah PT Perseorangan dan struktur organisasi garis dengan total karyawan sekitar 526 orang. 2. Tata letak

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

DAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1

DAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1 STERILISASI UHT DAN PENGEMASAN ASEPTIK Purwiyatno Hariyadi 1 'Kepala Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan

Lebih terperinci

13. Utilitas: a. Air sumur : 1993,8 liter/hari. b. Air minum: 66 liter/hari. c. Listrik : 176 kwh/hari. d. Solar : 120 liter/bulan. e.

13. Utilitas: a. Air sumur : 1993,8 liter/hari. b. Air minum: 66 liter/hari. c. Listrik : 176 kwh/hari. d. Solar : 120 liter/bulan. e. BAB XI KESIMPULAN 1. Perusahaan yang akan didirikan adalah perusahaan industri pangan, yaitu pabrik wafer roll dengan kapasitas tepung terigu 200 kg per hari. 2. Lokasi perusahaan berada di jalan Raya

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING 166/Teknologi Pasca Panen ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING RANCANG BANGUN MESIN PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI Tim Pengusul: Nama NIDN Sutarsi, S.TP, M.Sc 0026098101 Ir. Suryanto, MP

Lebih terperinci

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan :

PENGEMASAN INTRODUCTION PASSIVE PACKAGING INTRODUCTION 12/20/2012. Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : INTRODUCTION PENGEMASAN Klasifikasi Beberapa Jenis Kemasan : 1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian Disposable, Semi-Disposable dan Multi-trip 2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR AANG. R 1, ABUN 2, dan TJITJAH. A 3 Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method 1 Maulana Yusri

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : TEKNIK PENGERINGAN NOMOR KODE / SKS : TEP 421/ 2 + 1 DESKRIPSI SINGKAT : Pendahuluan (definisi, keuntungan dan kelemahan teknik, alasan dilakukan

Lebih terperinci

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril PENGOLAHAN SUSU Homogenisasi, Separasi, Susu Steril Materi 10 TATAP MUKA KE-10 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Makanan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan manusia. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami pengolahan. Pangan adalah semua produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Pangan Unit Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga

Lebih terperinci

ITP 530. Rekayasa Proses Pangan (Food Process Engineering) 2 (2-0) Selasa am Dosen:

ITP 530. Rekayasa Proses Pangan (Food Process Engineering) 2 (2-0) Selasa am Dosen: ITP 53 Rekayasa Proses Pangan (Food Process Engineering) 2 (2-) Selasa 8-94am Dosen: Purwiyatno Hariyadi (hariyadi@seafast.org) Eko Hari Purnomo (ekohari_p@yahoo.com) Nur Wulandari (wulandari_safardan@yahoo.com)

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK Jurnal Galung Tropika, 2 (3) September 2013, hlmn. 129-135 ISSN 2302-4178 ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA Syamsuar 1) dan Mukhlisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012 1 2 3 4 Pengaruh Konveksi Paksa Terhadap Unjuk Kerja Ruang Pengering Pada Alat Pengering Kakao Tenaga Surya Pelat Bersirip Longitudinal Harmen 1* dan A. Muhilal 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Susu cair Steril Biasa. Diproses dengan panas; sehingga produk susu mengalami pemanasan setara dengan o C, selama 4-30 menit

Susu cair Steril Biasa. Diproses dengan panas; sehingga produk susu mengalami pemanasan setara dengan o C, selama 4-30 menit Tabel. Perbandingan antara beberapa produk Susu (beserta proses pengolahannya) (1) Diskripsi proses Pasteurisasi Diproses panas; sehingga produk susu mengalami pemanasan setara pemanasan 63 o C selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL INDIKATOR TEMPERATUR-WAKTU UNTUK MONITORING KUALITAS PRODUK UDANG DAN DAGING SAPI BEKU

PEMBUATAN MODEL INDIKATOR TEMPERATUR-WAKTU UNTUK MONITORING KUALITAS PRODUK UDANG DAN DAGING SAPI BEKU PEMBUATAN MODEL INDIKATOR TEMPERATUR-WAKTU UNTUK MONITORING KUALITAS PRODUK UDANG DAN DAGING SAPI BEKU Isti Pudjihastuti, Margaretha Tuti Susanti PSD 3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA No. SIL/TBB/BOG202/12 Revisi : 00 Tgl. 18 Juni 2010 Hal 1 dari 6 MATAKULIAH KODE MATAKULIAH SEMESTER PROGRAM STUDI DOSEN PENGAMPU : MIKROBIOLOGI PANGAN : BOG202 (2 SKS TEORI) : II (GASAL/GENAP) : PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Keywords : fermentation time, pomacea canaliculata sauce, consumer test

Keywords : fermentation time, pomacea canaliculata sauce, consumer test Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP UJI KESUKAAN KECAP KEONG EMAS (Pomacea canaliculata L.) (THE EFFECT OF FERMENTATION TIME TO POMACEA CANALICULATA SAUCE S CONSUMER

Lebih terperinci

Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd

Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd Tugas Akhir Teknik Fisika ITS Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd Muhammad Faisol Haq (2408100010)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Pengaruh perbedaan bagian daging sapi (paha-has dalam) berpengaruh nyata terhadap warna (lightness, redness, yellowness), namun tidak berpengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR Alexander Clifford, Abrar Riza dan Steven Darmawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara e-mail: Alexander.clifford@hotmail.co.id Abstract:

Lebih terperinci

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Heri Purwoto ), Siti Gustini ) dan Sri Istini ),) BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta ) Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail:

Lebih terperinci

SILVER RECYCLING FROM PHOTO-PROCESSING WASTE USING ELECTRODEPOSITION METHOD

SILVER RECYCLING FROM PHOTO-PROCESSING WASTE USING ELECTRODEPOSITION METHOD 12 SILVER RECYCLING FROM PHOTO-PROCESSING WASTE USING ELECTRODEPOSITION METHOD Pengambilan Perak dari Limbah Pencuci Film Melalui Pengendapan Elektrolitik Mochammad Feri Hadiyanto, Agus Kuncaka Chemistry

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h =

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h = /3/3 Pendahuluan SIFAT SIFAT TERMIS Aplikasi panas sering digunakan dalam proses pengolahan bahan hasil pertanian. Untuk dapat menganalisis proses-proses tersebut secara akurat maka diperlukan informasi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Ditujukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

SKRIPSI. Ditujukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan EVALUASI KECUKUPAN PANAS PROSES PASTEURISASI SARI BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.) DITINJAU DARI ASPEK MIKROBIOLOGI EVALUATION TOWARDS HEAT SUFFICIENCY OF PASTEURIZATION OF PINK GUAVA JUICE (Psidium

Lebih terperinci

PENGARUH STERILISASI TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGI DAN KEASAMAN RENDANG DAGING SAPI RETORT POUCH. Program StudiI lmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH STERILISASI TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGI DAN KEASAMAN RENDANG DAGING SAPI RETORT POUCH. Program StudiI lmu dan Teknologi Pangan PENGARUH STERILISASI TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGI DAN KEASAMAN RENDANG DAGING SAPI RETORT POUCH Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Badan Standarisasi Nasional Sodium Bikarbonat. Sumber: Badan Standarisasi Nasional.

DAFTAR PUSTAKA. Badan Standarisasi Nasional Sodium Bikarbonat. Sumber: Badan Standarisasi Nasional. BAB IX KESIMPULAN Berdasarkan analisa faktor teknis dan faktor ekonomis, perusahaan cracker yang direncanakan layak didirikan, dengan uraian sebagai berikut: Bentuk perusahaan : Perusahaan Perseroan Komanditer

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Landasan: Hukum I Termodinamika Energi total masuk sistem - Energi total = keluar sistem Perubahan energi total pada sistem E in E out = E system Ė in Ė out = Ė system per unit waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

Modifikasi Ruang Panggang Oven

Modifikasi Ruang Panggang Oven Modifikasi Ruang Panggang Oven Ekadewi A. Handoyo, Fandi D. Suprianto, Jexfry Pariyanto Prodi Teknik Mesin - Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121 131 Surabaya 60236 ekadewi@petra.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci