BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses perencanaan informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya). Sebaliknya alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono 2002). Sementara menurut Surata (1993) dalam Widawari (1994), persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar mengenai lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. Persepsi sebagai pandangan individu terhadap suatu objek atau stimulus. Akibat adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut, serta motivasi tertentu. Stimulus bisa berupa benda, isyarat, informasi maupun situasi dan kondisi tertentu (Langevelt 1966, dalam Harihanto 2001). Menurut Lockard (1977) dalam Tampang (1999), persepsi dipengaruhi dari variabel-variabel yang berkombinasi satu dengan lainnya, yaitu: (1) pengalaman masa lalu, apa yang pernah dialami; (2) indoktrinasi budaya, bagaimana menerjemahkan apa yang dialami; (3) sikap pemahaman, apa yang diharapkan dan apa yang dimaksud dari hal tersebut, persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor intern yang ada dalam individu tersebut. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, kebutuhan, motivasi, jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan, dan lain-lain serta sifat lain yang khas dimiliki oleh seseorang termasuk juga pengetahuan. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan lingkungan tempat tinggal, suku bangsa dan lainnya. Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa persepsi yang kita kenal memiliki pengaruh terhadap konsep diri seperti:

2 4 1. Pengetahuan: apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi lain wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya. 2. Pengharapan: gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi: kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia. 2.2 Hutan Rakyat Menurut SK Menteri Kehutanan Nomor 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luasan minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayukayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar (Awang 2002, dalam Koswara 2006). Hutan rakyat sebagai salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik secara perorangan, kelompok, maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup (Departemen Kehutanan 1995, dalam Suryono 2004). Toha (1987) dalam Suryono (2004) membagi bentuk hutan rakyat menjadi tiga, yaitu: 1. Hutan rakyat murni, yaitu hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu. 2. Hutan rakyat campuran, terdiri dari lebih dari satu jenis tanaman pokok berkayu. 3. Hutan rakyat agroforestri, hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi dari tanaman kehutanan dengan usaha pertanian terpadu. Sedangkan menurut Bunna (2004), bentuk-bentuk hutan rakyat terdiri dari:

3 5 1. Hutan rakyat murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-kayuan. 2. Hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami kayukayuan yang dicampur dengan tanaman jenis multi purpose tree species (MPTS). 3. Hutan rakyat pola kebun (kebun rakyat) adalah hutan yang pengaturan pola jarak tanamnya mengikuti pola kebun (5 m x 5 m) dengan maksud agar dapat dikerjakan dengan sistem tumpang sari. Menurut Djajapertjunda (1995) dalam Dede (1998), hutan rakyat mempunyai peran penting dan mempunyai manfaat-manfaat yang cukup meyakinkan, diantaranya: 1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan. 2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti. 3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non kayu dapat mendorong dibangunnya industri hutan rakyat yang akan mempunyai peran penting dalam ekonomi nasional. 4. Hutan rakyat dibangun di lahan-lahan kritis dapat berperan dalam melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah. 5. Hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan pendapatan negara dari berbagai pajak dan pungutan. 6. Meningkatkan pemanfaatan lahan secara optimal termasuk lahan-lahan marginal. 2.3 Agroforestri Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu, dan lain-lain) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek serta diusahakan pada petak lahan yang sama dalam satu pengaturan waktu. Dalam

4 6 sistem-sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsurunsurnya (Foresta et al. 2000). Sedangkan menurut Nair (1989), agroforestri diartikan sebagai suatu nama kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palem, bambu, dan sebagainya) ditanam secara bersamaan dengan tanaman pertanian dan atau hewan dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi diantara berbagai komponen yang bersangkutan. Agroforestri bertujuan untuk menimbulkan kesadaran dan harapan akan peningkatan pendapatan rumahtangga dengan meningkatnya produktivitas hutan dan pertanian secara masing-masing. Foresta et al. (2000) mengelompokkan agroforestri di Indonesia menjadi dua kategori utama, yaitu: 1. Sistem agroforestri sederhana, berupa perpaduan-perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema agroforestri klasik. Bentuk paling sederhana dari sistem ini adalah tumpangsari yang bisa dijumpai dalam pertanian tradisional. 2. Sistem agroforestri kompleks atau singkatnya agroforest, adalah sistemsistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Menurut Lahjie (2004) dalam Hutapea (2005), sistem agroforestri memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial. Secara ekonomi sistem agroforestri membantu dalam: (a) peningkatan keluaran dalam arti lebih bervariasinya produk yang diperoleh yaitu berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan bakar, pupuk hijau, dan atau pupuk kandang; (b) memperkecil kegagalan panen karena gagal atau menurunnya panen dari salah satu komponen masih dapat ditutupi oleh adanya hasil (panen) komponen lain; dan (c) meningkatnya pendapatan petani karena input yang diberikan akan menghasilkan output yang berkelanjutan. Secara sosial agroforestri mendukung: (a) terpeliharanya standar kehidupan masyarakat pedesaan dengan keberlanjutan pekerjaan dan pendapatan;

5 7 (b) terpeliharanya sumber pangan dan tingkat kesehatan masyarakat karena peningkatan kualitas dan keragaman produk pangan, gizi, dan papan; serta (c) terjaminnya stabilitas komunikasi petani dan pertanian lahan kering sehingga dapat mengurangi dampak negatif urbanisasi. Sementara secara ekologi menurut Young (1997) dan Moore (1997) dalam Hutapea (2005), agroforestri memberikan manfaat berupa: (a) pengurangan tekanan terhadap hutan, terutama hutan lindung dan suaka alam; (b) efisiensi dalam siklus hara, terutama pemindahan hara dari kedalaman solum tanah ke lapisan permukaan tanah oleh sistem perakaran tanaman pepohonan yang dalam; (c) penurunan dan pengendalian aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah; (d) pemeliharaan iklim mikro seperti terkendalinya temperatur tanah lapisan atas, pengurangan evapotranspirasi dan terpeliharanya kelembaban tanah oleh pengaruh tajuk dan mulsa sisa tanaman; (e) sistem ekologis terpelihara lebih baik dengan terciptanya kondisi yang menguntungkan dari populasi dan aktifitas mikroorganisme tanah; (f) penambahan hara tanah melalui dekomposisi bahan organik sisa tanaman dan atau hewan; dan (g) terpeliharanya struktur tanah akibat siklus yang konstan dari bahan organik sisa tanaman dan hewan. 2.4 Perkembangan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Indonesia Tanaman karet mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864 di masa pemerintahan kolonial Belanda. Tanaman tersebut ditanam pertama kali di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Karet jenis Hevea brasiliensis Muell. Arg. yang banyak ditanam akhir-akhir ini dan merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Karet mulai diperkenalkan pada tahun 1902 di perkebunan Sumatera. Pada awalnya, jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica (Herlina 2002). Kegunaan utamanya adalah lateks (karet) yang diolah secara langsung ataupun tidak langsung menjadi sekitar produk berbeda. Penggunaannya berkurang sejak munculnya karet sintetis. Kayunya telah digunakan dalam pembuatan furnitur. Secara tradisional bijinya dimakan setelah direbus untuk menghilangkan racunnya (Jensen 1989). Biji karet dapat digunakan sebagai

6 8 suplemen atau komponen produk makanan, seperti makanan bayi dan aneka makanan ringan (Herlina 2002). Berdasarkan Data Statistik Hasil Perkebunan Indonesia pada tahun 2000, total tanaman karet di Indonesia berdasarkan kepemilikan didominasi oleh usaha kecil seluas ha atau sekitar 86%, pemerintah seluas ha (6%), dan swasta seluas ha (8%). Tanaman karet didominasi oleh pulau Sumatera dan Kalimantan bila dibandingkan dengan pulau lainnya (Nainggolan et al. 2005). Perkebunan karet rakyat merupakan sumber kayu karet yang sangat potensial. Potensi kayu karet diperkirakan lebih dari 2,7 juta m 3 per tahun dihitung dari luas areal perkebunan karet yang ada, dengan asumsi bahwa perkebunan besar setiap tahun meremajakan 3% dari areal karetnya, perkebunan karet rakyat tradisional yang diremajakan hanya 2% (Nancy et al. 2001, dalam Pangihutan 2003). Umumnya kebun karet rakyat dibangun dengan sistem tebas-tebang-bakar hutan sekunder atau hutan karet tua, yang diikuti oleh penanaman tanaman pangan (padi, jagung dan sayur-sayuran) diantara tanaman karet muda selama 1-2 tahun. Penanaman karet dilakukan bersamaan dengan tanaman pangan atau setelah tanaman pangan dipanen. Dengan pola yang sama, petani kemudian meninggalkan lahan dan membiarkan tanaman karetnya tumbuh, sambil mencari lahan baru untuk dibuka kembali. Penyiangan atau penebasan vegetasi hutan yang tumbuh di sekitar tanaman karet dilakukan satu sampai dua kali setahun pada awal pertumbuhan, dan maksimal sekali setahun sampai karet siap disadap. Selama masa pertumbuhan karet, kebun berkembang menjadi seperti hutan dengan karet sebagai komoditas utama yang tumbuh bersama dengan jenis pohon kayu, buahbuahan, rotan atau tanaman obat lainnya. Sistem ekstensif dengan pengelolaan minimal ini berkembang ke arah wanatani kompleks berbasis karet (Budi et al. 2008). 2.5 Agroforest Karet sebagai Bentuk Hutan Rakyat Sebagai sebuah sistem penggunaan lahan dimana tanaman keras dengan sengaja dipadukan dengan tanaman pertanian atau hewan, dengan pengaturan

7 9 ruang atau urutan waktu, dengan interaksi ekonomi dan ekologi antar komponen yang berbeda (Lundrgren dan Raintree 2000, dalam Foresta et al. 2000), kebun karet campuran dipastikan termasuk sistem agroforestri (Foresta et al. 2000). Gouyon (1995) dan SFDP/GTZ (1991) dalam Penot (2007) menyatakan bahwa menurut sejarah, perluasan karet telah meliputi tiga tahap. Tahap pertama dicirikan oleh pengayaan lahan kosong dengan karet tanpa dipilih. Pada awal tahap 'perbaikan bera' ini, meskipun karet diakui sebagai sumber pendapatan, penekanan masih ditempatkan pada produksi padi di perladangan berpindah. Namun, petani dengan cepat berupaya untuk membangun sistem agroforestri karet dimana karet lateks yang menjadi sumber utama pendapatan. Tahap kedua ditandai dengan pergeseran dari karet bera yang ditingkatkan menjadi karet murni, agroforest kompleks. Tahap ketiga melibatkan integrasi inovasi eksternal kedalam sistem untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet (Penot 2007). Agroforest karet adalah salah satu bentuk wanatani kompleks yang umum dijumpai di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Luas agroforest karet di Indonesia diperkirakan lebih dari 2,5 juta ha dan mensuplai kira-kira 80% dari total produksi karet di Indonesia (Gouyon et al. 1993; Penot et al. 1997, dalam Rasnovi 2006). Agroforest karet merupakan sistem pertanian yang seimbang yang berisi beranekaragam jenis tumbuhan, dibangun petani diluar arahan penyuluh dan instansi perkebunan. Dengan membangun kebun yang mirip hutan yang dapat disebut sebagai agroforest, petani dapat menganekaragamkan penghasilan dengan biaya pembuatan dan perawatan yang rendah (Foresta et al. 2000). Vegetasi sistem ini cukup kompleks dan biasanya disusun oleh tegakan pohon karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) sebagai komponen utama dan berbagai jenis liana, herba dan pohon, baik yang tidak disengaja dipelihara maupun yang sengaja dipelihara untuk maksud tertentu sebagai penghasil buah, kayu bakar maupun papan. Manajemen wanatani karet umumnya tidak intensif dan memiliki struktur serta formasi tegakan yang mirip dengan hutan alam. Agroekosistem yang mampu memadukan fungsi ekonomi dengan konservasi secara harmonis seperti wanatani karet, bagi negara berkembang seperti Indonesia, dimana upaya konservasi sering berhadapan dengan masalah sosial dan ekonomi, dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu menahan dan menekan

8 10 efek negatif hilangnya habitat akibat deforestasi yang disebabkan oleh berbagai faktor dan aktor (Rasnovi et al. 2008). Menurut Gouyon et al. (1993) diacu dalam Pangihutan (2003) kebun karet campuran atau hutan karet atau agroforest karet merupakan sistem pertanian yang seimbang yang berisi beranekaragam jenis tumbuhan dimana petani dapat menganekaragamkan penghasilan dengan biaya dan pembuatan dan perawatan yang rendah. Kebun karet campuran secara ekologi bisa dianggap sebagai hutan sekunder berbasis karet. Kebun tersebut umumnya bertahan hingga 40 tahun atau lebih, sebelum dibuka dan ditanami kembali. Sedang pertumbuhan kembali hutan sekunder dalam siklus perladangan berputar jarang melebihi 20 tahun. Jangka waktu ini memberikan lebih banyak kesempatan kepada spesies non pionir asal hutan primer untuk berkembang. Di lahan-lahan agroforest karet tua yang ditinggalkan dan tidak ditanami kembali terjadi perkembangan struktur ke arah hutan tua, jumlah pohon karet semakin lama semakin berkurang. Pada agroforest karet, pohon karet sering disadap dengan cara serampangan oleh tenaga yang kurang ahli seperti anak-anak, untuk menghemat biaya tenaga kerja. Akibatnya pohon karet hampir tidak dapat disadap lagi setelah lebih dari 20 tahun. Sementara pohon karet yang dikelola dengan hati-hati di perkebunan besar bisa disadap selama sekitar 28 tahun. Namun agroforest karet dapat tetap disadap selama lebih dari 30 tahun - ketika pohon yang mula-mula ditanam mati dan membusuk, petani bisa segera mulai menyadap pohon muda yang tumbuh spontan di sela-selanya. Petani merangsang tumbuhnya semaian karet spontan dengan menyiangi sekelilingnya atau dengan memindahkan anakan pohon ke tempat bekas pohon mati. Karena karet tidak tumbuh baik di bawah naungan maka regenerasi ini tidak dapat mencegah menurunnya populasi karet. Setelah 40 tahun kerapatan karet yang semula 500 pohon per hektar menurun menjadi 200 pohon per hektar. Akibatnya penyadapan tak lagi menguntungkan, sehingga petani melakukan penanaman kembali secara menyeluruh (Foresta et al. 2000). Foresta et al. (2000) menyatakan bahwa tanaman pangan dan tanaman komersil yang tumbuh bersama karet muda seperti padi, pisang, nanas, sayuran dan lain-lain memberikan penghasilan selama satu sampai tiga tahun. Setelah itu

9 11 pengikisan tanah, gulma rumputan, dan naungan karet menghalangi pengolahan lebih lanjut. Meski hanya sementara, tanaman-tanaman komersil tersebut merupakan sumber penghasilan satu-satunya selama tahun-tahun awal. Tanamantanaman itu menutupi tanah, mencegah gulma, serta cepat memberikan penghasilan untuk biaya penyiangan gulma untuk melindungi pohon karet muda. Tanaman komersil memberikan penghasilan beragam bagi petani, memenuhi sebagian kebutuhan makanan pokok serta menjadi penyangga bila harga karet merosot. Dengan memproduksi sendiri padi yang dibutuhkannya, secara sosial petani juga akan lebih dihargai oleh masyarakat setempat. Sementara itu komponen non karet di kebun karet yang lebih tua memasok berbagai produk bernilai ekonomi. Berbagai jenis pohon buah yang tumbuh spontan dimungkinkan berkat penyebaran biji oleh binatang liar yang dimungkinkan karena keanekaragaman tumbuhan di agroforest karet. Produk yang dihasilkan bermanfaat bagi konsumsi buah keluarga, terutama untuk pemenuhan gizi anakanak. Agroforest dapat menjadi contoh sistem pertanian dimana keanekaragaman hayati memberikan manfaat ekonomi langsung. Dalam kasus agroforest karet, sejak lama keanekaragaman hayati memberikan dua fungsi ekonomi yaitu (1) menambah penghasilan petani dalam bentuk uang tunai atau pangan untuk konsumsi sendiri, sehingga petani mampu mengurangi ketergantungan terhadap karet, (2) memungkinkan petani memperluas lahan yang ditanami dengan modal dan tenaga kerja minimal (Foresta et al. 2000). Menurut Foresta et al. (2000) dalam kondisi ekonomi dan alam daerah lahan kering, sulit untuk merekomendasikan jenis tanaman lain diluar yang sudah ada. Pemeliharaan tanaman semusim yang dapat berkelanjutan hampir tidak mungkin bisa menguntungkan. Tanaman keras yang cocok untuk lahan tersebut terbatas pada karet, pohon buah-buahan dan kelapa sawit, tetapi kelapa sawit membutuhkan investasi besar. Maka pilihan untuk meningkatkan penghasilan petani lebih mungkin bertumpu pada karet dengan menggunakan spesies pepohonan yang bisa dipadukan dengan karet. Sekarang sistem agroforest karet tradisional menghadapi persaingan ketat dengan sistem pertanian lain yang lebih intensif. Seiring dengan semakin

10 12 membaiknya perekonomian sehingga modal bukan merupakan suatu kendala bagi petani. Mereka lebih tertarik untuk mengganti agroforest karet menjadi kebun karet monokultur ataupun kebun kelapa sawit yang menurut mereka lebih menguntungkan (Rasnovi 2006). Selanjutnya Rasnovi (2006) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan perubahan persepsi masyarakat terhadap keberadaan agroforest karet. Pertama, berdasarkan kenyataan bahwa produktivitas getah agroforest karet per hektar rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan kebun karet monokultur. Kedua, hadirnya pilihan-pilihan baru penggunaan lahan yang lebih menguntungkan dari sisi ekonomi jangka pendek. Bentuk perkebunan kelapa sawit adalah kompetitor yang paling kuat terhadap sistem agroforest karet yang diikuti oleh bentuk perkebunan karet monokultur. Ketiga, umumnya petani yang mempraktekkan sistem agroforest karet adalah petani-petani miskin yang kekurangan modal. Akses mereka terhadap informasi yang sangat kurang dan posisi tawar yang rendah menyebabkan turunnya popularitas sistem multikultur karet di masyarakat. Keempat, belum adanya pengakuan dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk mengakui bahwa agroforest karet atau perkebunan karet monokultur adalah salah satu pilihan bentuk penggunaan lahan sama halnya dengan perkebunan karet monokultur ataupun perkebunan kelapa sawit yang terlihat jelas dalam laporan-laporan statistika daerah yang tidak mencantumkan data mengenai agroforest karet di daerahnya. 2.6 Perkembangan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003) dalam Pasaribu (2005), upaya pengembangan kelapa sawit di Indonesia dirintis oleh Adrian Hall berkebangsaan Belgia yang mempunyai pengalaman pembudidayaan kelapa sawit di Afrika. Namun kelapa sawit yang ditanam di perkebunan Indonesia bukan berasal dari Afrika. Indonesia menerima bibit kelapa sawit sejumlah empat batang dari Bourbon dan Amsterdam, yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun Anakan dari empat batang sawit ini kemudian dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara (Herlina 2002).

11 13 Adrian Hall membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di Sungai Liput (Nangroe Aceh Darussalam) dan Pulu Raja (Asahan, Sumatera Utara) dengan menggunakan benih dari Deli pada tahun Upaya pengembangan kelapa sawit selanjutnya di Indonesia berkembang cukup pesat dimana pada tahun 1925 telah ditanam kelapa sawit seluas ha di Sumatera dan pada tahun 1938 seluas ha (Mangoensoekarjo dan Semangun 2003, dalam Pasaribu 2005). Setyamidjaja (2006) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Cara membuka lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia. 1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang. 2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, atau komoditas tanaman perkebunan lainnya. 3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia (Pahan 2006). Menurut Setyamidjaja (2006), setelah Indonesia melaksanakan Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang dimulai tahun 1969, perkembangan perluasan perkebunan kelapa sawit berjalan dengan pesat. Perluasan tanaman kelapa sawit yang dilaksanakan meliputi: 1. Penguasaan kembali areal yang diokupasi oleh petani/ penduduk yang berdomisili di sekitar perkebunan. 2. Konversi kebun-kebun swasta yang tidak terurus, konversi dari komoditas non kelapa sawit (misalnya karet) menjadi kelapa sawit. 3. Mengimplementasikan berbagai proyek pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), Pola Unit Pelayanan

12 14 Pengembangan (UUP), Pola Swadaya, dan Pola Pembinaan Perkebunan Besar. 4. Membuka hutan-hutan perawan dan hutan sekunder menjadi perkebunan kelapa sawit yang sebelumnya merupakan konsesi perkebunan maupun kehutanan melalui PMDN/PMA. Peta penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencakup 19 provinsi dengan luas areal tanaman pada tahun 2004 sebesar 5,45 juta ha. Provinsi yang mempunyai luas areal terbesar yaitu Riau dengan luas 1,37 juta ha atau merupakan 25,15% dari total area kelapa sawit nasional. Peringkat kedua dan ketiga yaitu provinsi Sumatera Utara (17,53%) dan Sumatera Selatan (9,46%), dengan komposisi kepemilikan usaha yang paling dominan yaitu perkebunan besar swasta nasional (PBSN), disusul kemudian oleh perkebunan rakyat dan perkebunan negara (Pahan 2006). Menurut Setyamidjaja (2006), dari produk hulu kelapa sawit dapat dihasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut. 1. Minyak sawit (CPO) yang menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin, soap stock, dan free fatty acid. 2. Inti sawit menghasilkan minyak inti dan bungkil. 3. Tempurung menghasilkan arang, tepung tempurung, dan bahan bakar. 4. Serat menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa. 5. Tandan kosong digunakan sebagai sumber selulosa. 6. Sludge digunakan sebagai komponen makanan ternak.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas (Biodiversity) Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memanfaatkan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan kayu bangunan, hasil

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HUTAN RAKYAT BERBASIS KARET DAN KEBUN KELAPA SAWIT AFWAN AFWANDI

PERBANDINGAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HUTAN RAKYAT BERBASIS KARET DAN KEBUN KELAPA SAWIT AFWAN AFWANDI PERBADIGA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HUTA RAKYAT BERBASIS KARET DA KEBU KELAPA SAWIT AFWA AFWADI DEPARTEME MAAJEME HUTA FAKULTAS KEHUTAA ISTITUT PERTAIA BOGOR 2011 PERBADIGA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroforestry 2.1.1. Definisi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel 19850. Ada banyak pengertian dan batasan agroforestri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI Nursanti, Fazriyas, Albayudi, Cory Wulan Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Jambi email: nursanti@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang menjadikan sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian. Walau termasuk sektor penting, namun sektor pertanian ini masih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah Pemberian pupuk inorganik saja memang tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik akibat erosi. Tetapi jika dikelola dengan baik, usaha ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena Latar Belakang Permasalahan lahan kritis di Indonesia semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya.

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama biofuel, terutama biodiesel berbasis kelapa sawit ke pasar dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki 4,1 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

Kasus Desa Sebadak Raya: Dapatkah Budidaya Kopi Mendukung Keberhasilan Hutan Desa?

Kasus Desa Sebadak Raya: Dapatkah Budidaya Kopi Mendukung Keberhasilan Hutan Desa? Kasus Desa Sebadak Raya: Dapatkah Budidaya Kopi Mendukung Keberhasilan Hutan Desa? John Bako Baon 1), Yusianto 1), dan Pudji Rahardjo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peranan yang sangat besar dari segi ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai teknologi menyebabkan implikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan

Lebih terperinci

INOVASI SISTEM AGROFORESTRY DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET ALAM

INOVASI SISTEM AGROFORESTRY DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET ALAM INOVASI SISTEM AGROFORESTRY DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET ALAM 1 Wilda Sukmawati, 2 Yandra Arkeman, 3 Syamsul Maarif 1 Dosen STMI Jakarta, 2 Dosen TIP IPB, 3 Guru Besar Pascasarjana TIP-IPB ABSTRAK

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41

Lebih terperinci