Psikologi Kepribadian Kontemporer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Psikologi Kepribadian Kontemporer"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian Kontemporer Teori Psikologi Kepribadian dari Beragam Ilmuwan Terkemuka di Bidang Psikologi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61098 Abstract Bidang Psikologi yang perlu dikuasai oleh mahasiswa Psikologi tingkat S1 sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam bidang Psikologi Kompetensi Mahasiswa memahami teori dan konsep utama dalam bidang Psikologi, memahami dinamika psikologis di dalam diri setiap individu, memahami pertumbuhan dan perkembangan psikologis individu serta konsep psikopatologi maupun psikoterapi

2 Cognitive Social Learning Psychology (Albert Bandura, Julian B Rotter, Walter Mischel, Kurt Lewin) Cognitive Social Learning Psychology Teoretikus dari pembelajaran sosial telah mengobservasi bahwa kompleksitas dari perilaku manusia tidaklah mudah untuk dijelaskan dengan teori-teori tingkah laku yang bersifat tradisional. Bandura mengakui bahwa manusia mempelajari banyak hal dengan memperhatikan orang lain dan melihat setiap penghargaan atau hadiah dan hukuman yang diterima oleh setiap manusia. Teoretikus dari pembelajaran sosial tidak menyangkal adanya pengaruh dari reinforcement (penguatan) dan hukuman, namun para teoretikus tersebut memberikan usulan bahwa hal tersebut dapat dijadikan pengalaman melalui observasi dan meskipun tidak secara langsung, pengalaman pribadi dari Skinner dapat diperdebatkan. Sebagai tambahan, pembelajaran observasional memerlukan kognisi, sesuatu yang dianggap oleh tokoh behavioris radikal bahwa hal itu berada di luar bidang penelitian psikologis, ketika kognisi tidak dapat diobservasi. Bandura menggunakan perspektif teori yang lebih luas dalam pembelajaran sosial, sedangkan Lewin menekankan pada setiap pribadi manusia selalu ada dalam lingkungannya dan tidak bisa dilepaskan dari lingkungannya. Rotter dan Mischel lebih fokus pada aspek kognitif yang lebih spesifik dari pembelajaran sosial dan tingkah laku. Albert Bandura Biografi Albert Bandura Albert Bandura lahir pada tahun 1925, di sebuah kota kecil di Mundare, Kanada. Kedua orangtuanya berimigrasi Eropa Timur (Ayahnya berasal dari Polandia dan ibunya berasal dari Ukraina) dan menyimpan cukup uang untuk membeli sebuah ladang pertanian. Pada masa sekolah, Bandura mengenyam pendidikan di salah satu sekolah kecil di kota, yang kekurangan guru dan sumber daya akademiknya. Bandura mengikuti keberanian dari orang tuanya, dimana ia memiliki beragam pengalaman di masa muda. Ia pernah bekerja di pabrik furniture dan melakukan pemeliharaan pada jalan raya Trans-Alaska. Pekerjaan lainnya, secara spesifik, yang memperkenalkan Bandura dengan berbagai hal yang tidak biasa dari setiap individu dan menampilkan perspektif yang unik mengenai psikopatologi dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya, Bandura memilih jurusan Biologi di Universitas Kolombia, namun ketika ia mengikuti salah satu kelas lainnya yang memperkenalkan mata kuliah Psikologi, ia merasa tertarik dan menikmati pelajaran tersebut dan pada akhirnya ia mengubah jurusan kuliahnya menjadi Psikologi. Bandura memperoleh gelar sarjananya pada tahun

3 kemudian melanjutkan perkuliahan pasca sarjana di Universitas Iowa. Bandura memiliki ketertarikan pada konsep yang dibuat oleh Dollard dan Miller mengenai modeling dan imitation. Selanjutnya, Bandura memperoleh gelar Doktor dalam Psikologi klinis pada tahun Selama masa karirnya yang panjang dan produktif, Bandura semakin tertarik dengan peran yang dimainkan oleh kognisi di dalam pembelajaran sosial, akhirnya ia menamakan teorinya untuk merefleksikan perspektif kognitif sosial pada pembelajaran oleh manusia. Teori awal mempertimbangkan bahwa perilaku merupakan fungsi dari individu dan lingkungannya atau fungsi dari adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Bandura percaya bahwa perilaku seseorang berpengaruh terhadap keduanya baik individu itu sendiri dan lingkungan, karena salah satunya dapat memengaruhi perilaku dan sebaliknya. Hasilnya adalah adanya interaksi (pengaruh timbale balik) yang kompleks dari faktor-faktor yang diketahui sebagai reciprocal determinism. Bandura merupakan tokoh yang paling dikenal dalam bidang teori pembelajaran sosial, meskipun pada kenyataannya Dollard dan Miller telah membangun teori tersebut serta Rotter yang memulai untuk menentukan bahwa pembelajaran kognitif sosial beberapa tahun sebelum Bandura. Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Bandura memiliki dampak yang luar biasa dan pengaruhnya dalam modeling pada perilaku agresif. Konstruk Dasar dalam Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura Sistem Diri (Self System) Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk-diri, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Sistem diri bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh sistem diri tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi sistem diri menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal. Regulasi diri Manusia mempunyai kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Seseorang memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan keseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan 3

4 untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal. Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri Faktor eksternal memengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik-buruk, tingkah yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri. Kedua, faktor eksternal memengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi. Faktor Internal dalam Regulasi Diri Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, antara lain : 1. Observasi diri (self observation) : dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri dan seterusnya. Individu harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya 2. Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process) : melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi 3. Reaksi diri afektif (self response) : akhirnya berdasarkan pengamatan dan penilaian itu, individu mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa jadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang memengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual 4

5 Efikasi Diri (self effiction) Bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung pada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. 1. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effiction efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan 2. Ekspektasi hasil (outcome expectations) : perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri akan mencapai hasil tertentu Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Seorang dokter ahli bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar profesional. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung kepada daya tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik sterilisasi, infeksi dan sebagainya. Seseorang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya) atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Seseorang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai. Sumber Efikasi Diri Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebisaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarius experince), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (emotional / physiological states) 5

6 Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah Laku Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara llingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada : 1. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu 2. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu 3. Keadaan fisiologis dan emosional; kelelahan, kecemasan, apatis, murung DINAMIKA KEPRIBADIAN Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku saat ini) dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsmen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, seseorang akan termotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam matematika, tampak meningkat performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha mencapai serangkaian tujuan yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus menerus mengamati, memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan memberi insentif-diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan. Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun seseorang juga dapat belajar dengan penguat yang diwakilkan (vicarious reinforcement), penguat yang ditunda (expectation reinforcement) atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement): 1. Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu. 2. Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan dating. 3. Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport 6

7 Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku ; pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Seseorang dapat mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku orang menjadi tetap (konsisten), tidak terus menerus berubah akibat adanya perubahan social. Pada penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self-reward yang murah dibanding anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran tinggi. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN Belajar Melalui Observasi Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsmen yang nyata. Pada penelitiannya, ternyata seseorang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsmen dan tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi, seseorang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan. Peniruan (Modelling) Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus dan melibatkan proses kognitif. Penelitian terhadap tiga kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok pertama disuruh mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif, fisik dan verbal, terhadap boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi model orang dewasa yang duduk tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka karet didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok kontrol yang tidak ditugasi mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak itu kemudian dibuat mengalami frustrasi ringan dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkah laku setiap kelompok cenderung mirip dengan tingkah laku model yang diamatinya. 7

8 Kelompok pertama bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain. Kelompok kedua sedikit lebih agresif dibanding kelompok kontrol. Modeling Tingkah laku Baru Melalui modeling seseorang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat seseorang dapat mentransformasi apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabungkan apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru. Modeling Mengubah Tingkah laku Lama Selain dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah. Modeling Simbolik Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin memengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku. Modeling Kondisioning Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modeling semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya (kondisioning klasik) saat dia mengamati model itu atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati. Emosi seksual yang timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke obyek yang ada di dekatnya saat itu (misalnya: menjadi kasus pelecehan dan perkosaan anak). 8

9 Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi Mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak tidak mesti berakibat belajar, karena belajar melalui observasi memerlukan beberapa faktor atau prakondisi. Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui observasi dapat terjadi, yakni: 1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus diacuhkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat 2. Representasi (representation process): tingkah laku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar melakukannya secara fisik 3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): Sesudah mengamati dengan penuh perhatian dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah dari gambaran fikiran menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; Bagaimana melakukannya? Apa yang harus dikerjakan? Apakah sudah benar? Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar. 4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process) : belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pebelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang diganjar, daripada tingah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar. Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, kemarahan dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model standarnya di luar jangkauannya. Anak 9

10 yang sangat dependen cenderung mengimitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan terbuka, seorang gadis akan lebih mengimitasi ibunya. Julian B Rotter Biografi Julian B Rotter Julian Rotter lahir pada tahun 1916 di Brooklyn, New York. Putra dari seorang imigran Yahudi yang sukses, dengan masa kanak-kanan yang dipenuhi dengan kenyamanan. Selama masa depresi yang hebat, bagaimanapun bisnis keluarganya gagal dan beberapa tahun kemudian keluarga Rotter terus berjuang untuk membangun kembali usaha mereka. Pada masa inilah, perjuangan Rotter dipengaruhi oleh rasa keadilan sosial yang mendalam, serta ketertarikan yang muncul dalam diri akibat dari berbagai situasi lingkungan yang dialaminya. Rotter, semasa kecilnya merupakan seorang anak yang gemar membaca meskipun sebagian besar yang dibacanya adalah berbagai novel yang ada di perpustakaan lokal. Selain itu, Rotter juga membaca buku-buku Psikologi dan merasa tertarik pada beberapa hasil karya dari Freud dan Adler. Selama duduk di bangku sekolah menengah atas, Rotter menginterpretasikan mimpi-mimpi orang lain dan membuat tulisan berdasarkan karya dari Freud yaitu Freud s Psychopathology of Everday Life. Rotter diterima di Brooklyn College, namun ia memilih ilmu kimia bukan Psikologi, karena dianggap lebih memberikan peluang karir yang menjanjikan. Ketika lulus dari Brooklyn College, pada kenyataannya Rotter lebih diakui dalam bidang Psikologi dibandingkan dengan ilmu kimia yang dipilih sebagai jurusannya. Rotter memperoleh gelar master di Universitas Iowa pada tahun 1938 dan memilih praktek klinis di Worcester State Hospital di Massachusetts. Selanjutnya, Rotter memperoleh gelar doktor dalam bidang Psikologi Klinis pada tahun 1941 dari Universitas Indiana. Semasa Rotter berada di Ohio State University, ia mengembangkan ide-ide pada teori pembelajaran sosial. Rotter dan George Kelly merupakan dua anggota Departemen Psikologi yang terkemuka, mereka memiliki pengaruh yang kuat dalam bidang teori pembelajaran kognitif dan sosial. Rotter telah menarik perhatian banyak lulusan mahasiswa yang cerdas, termasuk salah satunya adalah Walter Mischel.. Julian Rotter berhak menerima pengakuan minimal seperti halnya Albert Bandura yang telah membuat teori pembelajaran sosial (social learning theory). Rotter selalu fokus pada aspek kognitif dalam pembelajaran sosial, dimana Bandura mempertimbangkan aspek tersebut pada karir selanjutnya. 10

11 Konstruk Dasar dalam Teori Pembelajaran Sosial Julian B Rotter Penelitian awal Rotter fokus pada kebutuhan untuk memahami perilaku dan kepribadian manusia sehingga Psikolog klinis dapat lebih efektif dalam membantu pasiennya. Rotter menekankan pada Psikologi klinis, fokus terhadap kemampuan Psikolog klinis untuk memprediksi perilaku. Menurut Rotter, teori pembelajaran sosial berasumsi bahwa setiap investigasi yang dilakukan untuk mempelajari kepribadian adalah interaksi antara individu dan lingkungan mereka yang bermakna. Meskipun kepribadian merupakan satu kesatuan, pengalaman-pengalaman setiap individu dapat memengaruhi satu sama lain. Hasilnya, kepribadian merupakan perubahan yang berkelanjutan, ketika setiap individu mengalami pengalaman-pengalaman hidup yang baru. Bagaimanapun, kepribadian juga dapat berada dalam kondisi stabil pada beberapa hal, ketika pengalaman sebelumnya memengaruhi pembelajaran yang baru. Rotter menunjukkan kompelksitas pada diri setiap individu, ia juga percaya bahwa untuk membuat prediksi yang masuk akal mengenai perilaku diperlukan empat variabel, yaitu perilaku yang potensial (potential behavior), harapan (expectancy), nilai dari suatu penguatan (reinforcement value) dan situasi psikologis (psychological situation). Perilaku yang potensial merujuk pada kemungkinan dari perilaku tertentu yang terjadi dalam konteks penguatan potensi yang spesifik. Sebagai contoh, untuk mendapatkan nilai yang bagus, pelajar dapat bergantung pada beberapa kemungkinan perilaku yang muncul, antara lain belajar, menyontek, melewatkan kelas tertentu untuk menghindari nilai jelek dan sebagainya. Setiap perilaku yang potensial hanya dapat dideskripsikan lebih atau kurang dibandingkan dengan perilaku potensial lainnya dan termasuk di dalamnya sebagai perilaku yang potensial adalah adalah reaksi-reaksi psikologis seperti pemikiran, emosi atau bahkan mekanisme pertahanan diri. Harapan didefinisikan sebagai kemungkinan yang dilakukan oleh setiap individu dimana penguatan akan mengikuti salah satu perilaku yang dipilih. Meskipun Rotter lebih memilih untuk menghindari konsep dari harapan yang cukup subjektif, ia mengakui bahwa setiap elemen dari subjektivitas pasti akan terlibat. Bagaimanapun juga, hal ini merupakan pandangan dari setiap individu, harapan-harapan mereka dalam suatu situasi, dianggap lebih penting untuk memprediksi perilaku dibandingkan dengan kemungkinan yang realistis dari perilaku yang dipilih dan dihasilkan dalam penguatan yang diharapkan muncul. Nilai dari penguatan, sederhananya merujuk pada kecenderungan untuk memilih penguat yang diberikan. Apabila menggunakan contoh dari Rotter, sebagian besar individu konsisten untuk memilih dibayar $10 per jam dibandingkan harus dibayar $1, apabila hanya ada pilihan tersebut. Pada akhirnya, hal tersebut merupakan situasi psikologis. Meskipun Rotter membuat terobosan baru dalam pendekatan ini untuk mempelajari teori pembelajaran sosial, dia tidak sepenuhnya meninggalkan penggunaan rumus matematika seperti halnya 11

12 yang dilakukan oleh Dollard dan Miller. Rotter mengusulkan formula dasar untuk memprediksi perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan, yaitu : BPx,S1Ra = /(Ex,RaS1 & RVa,S1) Formula tersebut di atas tampak rumit pada pandangan pertama, namun sebennya cukuplah mudah. Potensial untuk perilaku : x (BPx) terjadi dalam situasi 1 dimana penguatan yang potensial : a (S1Ra) adalah sebuah fungsi ( / ) dari harapan (E), dimana penguatan yang akan mengikuti perilaku : x dalam suatu situasi 1 (x1ras1) dan nilai penguatan (RV) dari penguatan dalam suatu situasi 1 (a,s1). Dengan kata lain, kita lebih menyukai untuk memilih suatu pilihan perilaku tertentu yang secara nyata diharapkan menjadi hasil pada sebagian besar tampilan perilaku menyenangkan dalam situasi saat ini. Rotter percaya bahwa harapan akan hadiah dan penilaian dari hadiah tersebut menjadi hal utama dalam menentukan manakah bagian dari individu yang paling terikat dengan perilaku yang spesifik. Locus of Control Satu dari banyak hal penting yang menggeneralisir harapan-harapan dari perilaku yang mendasar dan mungkin konsep terbaik Rotter adalah internal versus external control of reinforcement (penguatan kendali internal versus eksternal), yang biasa dikenal sebagai locus of control. Manusia diketahui bahwa dalam membedakan keyakinan mereka adalah bahwa apa yang terjadi kepada mereka merupakan akibat dari perilaku-perilaku mereka sendiri dan atribut dari karakteristiknya (kendali internal) yang merupakan lawan dari keberuntungan, takdir, kesempatan atau kekuatan lainnya (kendali eksternal). Tentu saja, individu yang percaya bahwa kepercayaan atau harapan yang mereka tampilkan telah dikontrol oleh takdir mereka sendiri akan berperilaku berbeda, dalam berbagai situasi, dibandingkan dengan mereka yang berharap bahwa apa yang mereka tampilkan dikontrol oleh orang lain atau ditentukan oleh keberuntungan. Rotter menunjukkan bahwa kebanyakan Psikolog mengakui peran dari penguatan atau hadiah memiliki peran dalam menentukan perilaku di masa depan, akan tetapi hal tersebut bukanlah proses yang sederhana. Manusia merupakan mahluk yang kompleks, pengaruh dari penguatan bergantung pada persepsi individu dari hubungan sebab akibat antara perilaku mereka dengan hadiah yang dianggap potensial. Angka dari beberapa skala yang telah dikembangkan untuk mengukur locus of control. Skala dari Rotter, merujuk pada skala I E (untuk internal - eksternal), yang terbagi menjadi 29 pilihan pernyataan. Locus of control muncul untuk dari dua sumber dasar, yaitu keluarga dan kesadaran akan sesuatu hal yang mungkin terjadi (contingency awareness). Peran keluarga 12

13 dalam perkembangan locus of control sangatlah kompleks dan akan tampak berbeda-beda berdasarkan perilaku dari Ayah dan Ibu. Temuan yang paling dapat diandalkan adalah bahwa individu dengan internal locus of control adalah ibu yang mendorong seseorang untuk mencapai kemandirian pada usia dini perkembangan. Dorongan yang muncul dari ibu, bagaimanapun, menjadi sosok yang peduli. Anak-anak membutuhkan dukungan, pengarahan dan pengasuhan, namun mereka tidak harus dimanja. kesadaran akan sesuatu hal yang mungkin terjadi (contingency awareness) berarti memahami instrument, suatu konsep bahwa tindakan seseorang berkaitan dengan hasil tertentu. Seorang anak mengulang perilaku dengan tujuan tertentu, oleh karena itu anak akan mengingat kembali tindakan sebelumnya dengan hasil tertentu yang diberikan dan mereka harus mengetahui bahwa setiap tindakan mereka terkait dengan hasil yang diharapkan. Walter Mischel Biografi Walter Mischel Walter Mischel lahir pada tahun 1930, berada dalam kondisi rumah yang nyaman, dimana ia menikmati masa kanak-kanak yang sangat menyenangkan. Bagaimanapun, ketika Nazi menyerang Austria pada awal perang dunia II, keluarga Mischel pindah ke Amerika Serikat meskipun diam-diam harus menetap di kota New York. Semasa berada di bangku kuliah, Mischel mencoba belajar sebagai pekerja sosial. Sementara bekerja sebagai pekerja sosial di perkampungan Lower East Side, Mischel tetap melanjutkan kuliahnya di New York dan meraih gelar sarjana dalam bidang Psikologi klinis. Mischel telah diajarkan bahwa teori dari Freud merupakan penjelasan yang terbaik mengenai tingkah laku manusia, namun ia tidak menemukan kebenaran dari teori Freud yang dirasakan langsung dalam pekerjaannya yang membahas mengenai kenakalan remaja. Walter Mischel, kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Ohio, dimana ia merupakan mahasiswa yang telah lulus dari pembimbingnya Julian Rotter dan George Kelly. Walter Mischel merupakan murid dari Julian Rotter, kemudian ia bergabung dengan Universitas Standford dan menjadi kolega dari Bandura. Mischel sempat berkolaborasi dengan Bandura dalam karya Mischel yang cukup dikenal yaitu delayed gratification. Konstruk Dasar dalam Teori Pembelajaran Sosial Walter Mischel Pada tahun 1968, Walter Mischel ditantang untuk mengembangkan kondisi pernyataan dan sifat teori dari kepribadian. Kondisi psikologis biasanya akan runtuh apabila berada dalam ranah teori psikodinamika, sedangkan teori-teori mengenai sifat merupakan perspektif yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Mischel, meskipun teori-teori mengenai kondisi dan sifat digunakan dalam bahasa yang berbeda-beda, mereka cenderung 13

14 melakukan pendekatan kepribadian dalam satu cara umum yang sama, mereka menggunakan respon untuk menyimpulkan secara menyeluruh, memahami struktur kejiwaan dengan menekuni efek sebab akibat pada suatu perilaku. Oleh karena itu, teoretikus kondisi dan sifat menekankan adanya konsistensi dalam perilaku. Bagaimanapun, banyak data yang menunjukkan bahwa individu tidak menampilkan perilaku yang konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. Mischel berpendapat bahwa perilaku dapat diprediksi hanya dengan mengambil satu situasi tertentu yang spesifik dimana perilaku akan muncul. Mischel menentukan aspek perilaku manakah yang konsisten atau tidak konsisten. Secara umum, kecerdasan merupakan hal yang konsisten, termasuk di dalamnya adalah kemampuan akademik, pencapaian prestasi dan gaya pemikiran. Sebaliknya, terdapat bukti untuk mendukung konsistensi dari perilaku yang berseberangan dengan suatu situasi ketika menentukan variabel kepribadian, seperti sikap, perilaku moral, indentifikasi seksual, ketergantungan, agresi, toleransi, kemampuan untuk menyesuaikan dengan kondisi, dan lain-lain. Mischel mengusulkan perspektif dinamika pada bagaimana individu berinteraksi dengan situasi yang dialaminya. Apabila lingkungan tidak dapat berubah, individu dapat berharap bahwa perilaku pada masa lalu dapat menjadi alasan yang tepat untuk memprediksi perilaku saat ini. bagaimanapun, apabila lingkungan berubah secara drastis, individu mungkin akan menunjukkan perilaku yang tak terduga. Sebagai tambahan, individu mungkin akan mempelajari kondisi sosial yang baru, meskipun mengikuti perubahan besar dalam perilaku dari waktu ke waktu. Delayed Gratification Mischel, mungkin memiliki kontribusi yang cukup terkenal untuk ilmu Psikologi dalam penelitiannya yaitu delayed gratification. Penelitian ini dimulai pada akhir tahun 1950-an, Mischel menentukan suatu kondisi dimana anak-anak memilih untuk segera mendapatkan kepuasan atau mereka dapat menunda kepuasan untuk memperoleh penguat (reinforcer) yang lebih besar lagi di kemudian hari. Dimulai pada masa kanak-kanak pada perkembangan sepanjang hidupnya, untuk mencapai tujuan dalam jangka panjang seringkali membutuhkan pengaturan untuk dapat mengesampingkan berbagai godaan yang dapat mengalihkan perhatian mereka. Bahkan, permasalahan-permasalahan pribadi dan sosial berasal dari kegagalan dari kontrol-diri, seperti dikeluarkan dari sekolah, tampilan kerja yang buruk dan kekerasan maupun perilaku kriminalitas. Mischel menyatakan bahwa ketidakmampuan untuk menunda kepuasan pada anak-anak mungkin berkaitan dengan ketidakmatangan atau penyesuaian psikologis yang buruk. 14

15 Kurt Lewin Biografi Kurt Lewin Kurt Lewin dilahirkan di Prusia pada tahun Ia belajar di Universitas Freiberg, Munich, Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Berlin pada tahun Setelah ikut perang dunia I, Lewin kembali ke Berlin kemudian bekerja sebagai instruktur dan asisten penelitian pada lembaga Psikologi, bekerjasama dengan Wertheimer dan Kohler. Pada tahun 1926, ia diangkat menjadi guru besar dalam ilmu filsafat dan Psikologi. Pada waktu kekuasaan Hitler meningkat, Lewin pindah ke Amerika Serikat kemudian menetap di sana hingga akhir hidupnya pada tahun Lewin menjadi guru besar Psikologi kanak-kanak di Universitas Cornell dan selanjutnya di Iowa, memimpin pusat penelitian yang menyelidiki dinamika kelompok. Konstruk Dasar dalam Teori Pembelajaran Sosial Kurt Lewin Teori Medan Ilmu fisika dan kimia memengaruhi psikologi dengan memberi cara berfikir baru mengenai obyek, apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Teori medan dalam fisika (dikembangkan oleh Michael Faraday, James Maxwell dan Heinrich Hertz pada abad 19) menunjukkan fenomena listrik/magnet dan grafitasi memengaruhi medan di sekitarnya. Konsep pengaruh medan ini diadopsi ke dalam psikologi menjadi Psikologi Gestalt oleh Max Werheimer, Wolfgang Kohler, Kurt Koffka, dan akhli gestalt lainnya. Fokus psikologi Gestalt adalah konsep-konsep persepsi, berfikir, dan belajar. Adopsi teori medan dalam psikologi kepribadian dilakukan oleh Kurt Lewin. Memakai asumsi gestalt, Lewin mendasarkan pengembangan teorinya berdasarkan 3 asumsi: 1. Dasar pemahaman psikologi bukan elemen (gambaran rincian jiwa) tetapi saling berhubungan, pola atau konfigurasi. Elemen digambarkan untuk memahami saling hubungannya, bukan ujud dan ukurannya. 2. Beberapa saling berhubungan menjadi dasar dari saling hubungan yang lain, sehingga dapat dideskripsikan kecenderungan kepribadian bergerak menuju kesatuan gestalt. 3. Psikologi seharusnya difahami dalam bentuk teori medan (field theory), di mana field adalah sistem pengaturan diri yang ditentukan oleh saling hubungan antar bagianbagian dari unsur yang mendukung sistem itu. STRUKTUR KEPRIBADIAN Unsur-unsur Pembentuk Kepribadian Lewin menggambarkan manusia sebagai pribadi yang berada dalam lingkungan psikologis, dengan pola hubungan dasar tertentu. Pendekatan matematis yang dipakai 15

16 Lewin untuk menggambarkan ruang hidup disebut topologi. Fokusnya adalah saling hubungan antara segala sesuatu di dalam jiwa manusia, hubungan antara bagian dengan bagian dan antara bagian dengan keseluruhan, lebih dari sekedar ukuran dan bentuk. Ruang Hidup (Life Space) Ruang hidup adalah seluruh isi elips: keseluruhan kumpulan fakta, yang ada pada suatu saat, yang memengaruhi/menentukan tingkah laku. Ruang hidup merupakan potret sesaat, yang terus menerus berubah, mencakup persepsi orang tentang dirinya sendiri dalam lingkungan fisik dan sosialnya saat itu, keinginan, kemauan, tujuan-tujuan, ingatan tentang peristiwa masa lalu, imajinasinya mengenai masa depan, perasaan-perasaannya dan sebagainya. Ruang hidup merupakan gabungan antara daerah pribadi dan daerah lingkungan psikologis, yang secara matematis dapat di rumuskan dalam formula sebagai berikut: Rh = (P + E) Keterangan: Rh = Ruang hidup P = Daerah Pribadi E = Daerah Lingkungan Psikologis. Daerah Pribadi (Person Area) Lewin biasanya menggambarkan daerah pribadi dengan lingkaran tertutup, menunjukkan bahwa pribadi adalah kesatuan yang terpisah dari hal lain di dunia tetapi tetap menjadi bagian dari dunia. Lingkaran itu berada di dalam elips yang menggambarkan bahwa pribadi adalah bagian yang terpisah tetapi berada di dalam ruang hidup, menjadi bagian dari semua yang ada di dalam ruang hidup, menjadi bagian dari semua yang ada di dalam ruang hidup. Daerah pribadi terdiri dari dua bagian besar, daerah persepsi-motorik dan daerah pribadi-dalam: 1. Daerah persepsi motorik (perception-motor area): menjadi daerah antara yang menghubungkan pribadi-dalam dengan lingkungan psikologis. Pribadi-dalam memengaruhi tingkah laku melalui fungsi motorik, sebaliknya lingkungan psikologis memengaruhi pribadi-dalam melalui proses persepsi. 2. Daerah pribadi-dalam (inner-pesonal area) berisi aspek-aspek motivasional. Daerah ini dibatasi oleh daerah persepsi motorik sehingga tidak dapat berhubungan langsung dengan lingkungan psikologis. Aspek-aspek motivasional di dalam pribadi-alam, digambarkan dalam pecahan-pecahan daerah, disebut sel. 3. Sel (cells): sel yang berdekatan dengan daerah persepsi-motorik disebut sel perifer, sedang sel yang berada di tengah-tengah lingkaran disebut sel sentral. Semakin dekat 16

17 dengan lingkaran daerah persepsi-motorik, dorongan motivasional itu semakin besar pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Jumlah dan posisi sel setiap saat bisa berubah-ubah tergantung kepada tujuan, keinginan, kebutuhan dan motivasi yang muncul pada saat dan yang mendesak untuk dilayani dengan tindakan motorik. Sel yang satu akan memengaruhi sel yang lain, sel-sel itu saling berkomunikasi, saling bersentuhan, saling pengaruh-memengaruhi, tergantung kepada sifat independensinya. Daerah Lingkungan Psikologis Daerah di dalam elips tetapi diluar lingkaran adalah daerah lingkungan psikologis. Seperti daerah pribadi-dalam, daerah lingkungan-psikologis dibagi-bagi dalam pecahanpecahan, disebut region. 1. Region: Semua stimulus yang ditangkap oleh persepsi dan kemudian memengaruhi atau menjadi bagian yang menyibukkan fungsi kognitif manusia, berarti stimulus itu mempunyai tempat tertentu yang disebut region dalam lingkungan psikologis seseorang. Satu stimulus atau seperangkat stimulus yang bermakna sebagai satu kesatuan menghuni satu region. Setiap saat region yang ada di lingkungan psikologis berubahubah jumlah dan jenisnya, tergantung kepada banyaknya persepsi yang menggugah fungsi kognitifnya. Seperti pada sel, region saling berkomunikasi. 2. Bondaris: Semua garis yang tertera pada diagram itu disebut bondaris, bisa merupakan batas antara sel, antar region atau antara daerah lingkungan psikologis dengan daerah persepsi-motorik dan antara daerah persepsi-motorik dengan daerah pribadi dalam. Antara unsure-unsur struktur kepribadian yang dibatasi bondaris itu bisa saling berinteraksi (digambarkan dengan garis bodaris yang tipis), atau saling independen (garis tebal). Garis yang tipis menggambarkan sifat bondaris yang permeable, artinya garis itu mudah ditembus dan dua daerah yang dibatasi garis itu bisa saling memengaruhi. Garis yang tebal menggambarkan sifat bondaris yang tak-permeabel, artinya garis itu tidak bisa ditembus dan dua daerah yang dibatasi garis itu saling independen, tidak saling memengaruhi. Lingkungan Non-Psikologis Lingkungan non-psikologis luasnya tidak terhingga sehingga seharusnya tidak mempunyai bondaris (pada gambar dibatasi persegi empat). Apa saja yang ada tetapi tidak menjadi stimulus bagi diri seseorang, termasuk lingkungan non psikologis, bisa berupa benda/obyek, fakta-fakta atau situasi sosial. Benda, fakta, atau situasi itu bisa sangat dekat secara fisik dengan orang itu, tetapi kalau tidak menyentuh fungsi psikologisnya, berarti benda itu secara psikologisnya tidak ada disana, dia tidak ada di daerah psikologis dia berada di daerah non psikologis (disebut juga daerah kulit asing). 17

18 DINAMIKA KEPRIBADIAN Enerji, Tegangan, dan Kebutuhan Enerji Bagi Lewin, manusia adalah sistem enerji yang kompleks. Enerji yang dipakai untuk kerja psikologis disebut enerji psikis (psychic energy). Enerji muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau region. Meningkatnya tegangan di salah sel lebih tinggi dibanding sel lain, akan menghasilkan ketidak seimbangan, dan usaha sistem pribadi-dalam untuk menyeimbangkan kembali tegangan antar sel itu akan menimbulkan enerji psikis. Ketika sistim kembali seimbang, keluaran enerji berhenti dan sistim menjadi istirahat. Ketidak seimbangan akibat peningkatan tegangan juga bisa terjadi antar region di sistim lingkungan psikologis. Tegangan Tension mempunyai dua sifat; pertama, tegangan cenderung menjadi seimbang, yaitu, jika sistem a berada dalam keadaan tegangan tinggi dan sistem b, c, d dalam keadaan tegangan rendah, tegangan akan cenderung bergerak dari a ke b-c-d, sampai ke empat sistem itu berada dalam tegangan yang sama (bandingkan dengan prinsip entropi dari Jung). Sifat ke dua dari tegangan adalah kecenderungan untuk menekan bondaris sistem yang mewadahinya. Sel atau region hampir selalu memiliki singgungan dengan beberapa sel/region lain. Kalau bondaris antar region yang tegang itu dengan tetangganya permeabel, tegangan akan mengalir ke sana. Kalau bondaris itu takpermeabel aliran terhambat dan tegangan akan mencari bondaris yang permeabel. Kebutuhan Tegangan di satu sel meningkat karena munculnya kebutuhan Misalnya; kondisi fisiologis seperti lapar, haus, atau seks, atau keinginan seperti ingin bekerja menghasilkan uang, atau bisa juga kemauan untuk mengerjakan sesuatu seperti menyelesaikan tugas atau menghadiri pertemuan. Jadi bagi Lewin, kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan. Menurut Lewin, kebutuhan yang bersifat spesifik jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia. Lewin tidak berusaha untuk mendaftar semua need, dan juga tidak mereduksi jumlah kebutuhan menjadi satu atau beberapa kebutuhan umum. Dia merasa masih sangat sedikit yang diketahui tentang bagaimana mensistematisirnya. Dalam sistemnya, hanya kebutuhan yang muncul pada saat ini yang akan menghasilkan dampak terhadap situasi. Misalnya, setiap orang dapat merasakan lapar, tetapi hanya kalau kebutuhan makanan itu mengganggu keseimbangan orang maka kebutuhan itu perlu 18

19 diperhitungkan. Kebutuhan bisa menjadi sangat spesifik, karena dihubungkan dengan objek tertentu, akibat pengaruh interaksi sosial dan budaya. Kebutuhan semacam itu disebut kebutuhan semu (Quasy need). Lapar sebagai kebutuhan spesifik, menjadi kebutuhan semu dalam bentuk kebutuhan makan nasi. Kebutuhan mendengar konser piano, menari, atau memelihara ikan hias adalah contoh lain dari kebutuhan semu, karena kebutuhan-kebutuhan itu melibatkan interaksi dengan orang lain dan dengan aspek budaya. Tindakan (action) Menurut Lewin, tegangan yang terkumpul dalam sistem pribadi-dalam akan menekan bondaris dan kemudian enerjinya menerobos ke daerah persepsi-motorik, tidak langsung menghasilkan gerakan. Dibutuhkan dua konsep yakni valensi dan vector untuk menghubungkan motivasi di pribadi-dalam dengan tindakan yang bertujuan di daerah lingkungan psikologis. Valensi Valensi adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi positif berisi obyek tujuan yang dapat mengurangi tegangan pribadi, missal-nya, bagi orang yang lapar region yang berisi makanan mempunyai valensi positif. Sebaliknya orang yang takut dengan anjing, region yang berisi anjing mempunyai valensi negative, karena region itu justru dapat meningkatkan tegangan (rasa takut) pribadi. Pada dasarnya, besarnya valensi ditentukan oleh kebutuhan nilai makanan tergantung kepada tingkat kelaparan seseorang. Di samping itu faktor lain seperti pengalaman dan budaya memengaruhi valensi. Misalnya pada orang lapar, makanan tertentu mungkin mempunyai valensi negatif kalau makanan itu tidak disukainya. Vektor Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam wujud panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika orang payah dan lapar dan makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting dan tidak 19

20 punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu sering melibatkan konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topic yang sangat luas dari Miller dan Dollard. Lokomosi Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi. Event Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi antara dua atau lebih fakta baik di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan. Komunikasi (hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah peristiwa, karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih. Ada tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (relatedness), kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut: 1. Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional tidak penting. 2. Kenyataan:Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat memengaruhi event masa kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup. 3. Kekinian:Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa kini yang menghasilkan tingkah laku masa kini. Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat menciptakan event masa kini. Fakta peristiwa nyata di masa lalu atau peristiwa potensial masa mendatang tidak dapat menentukan tingkah laku saat ini, tetapi sikap, perasaan, dan fikiran mengenai masa lalu dan masa mendatang adalah bagian dari ruang hidup sekarang harus mewakili isi psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang. Konflik Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikan konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya 20

21 berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai pribadi, mendorong pribadi kea rah tertentu dengan kekuatan tertentu. Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan (resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi psikologikal atau fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor, yakni: 1. Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu. 2. Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosial, menahan terjadinya lokomosi, memengaruhi dampak dari kekuatan pendorong 3. Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu. 4. Kekuatan pengaruh (indured force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis. 5. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetapi juga bukan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan dari fakta atau objek. Konflik tipe 1: Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe 1. Ada tiga macam konflik tipe Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama disenanginya. 2. Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada 2 pilihan yang sama-sama tidak disenanginya. 3. Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya. Konflik tipe 2 Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan. Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2. Konflik tipe 3 Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat, sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan, agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar pengaruh, dan pertentangan antara kebutuhan dengan pengaruh, menimbulkan 21

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Modul ke: Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Cognitive Social Learning Psychology Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teoretikus dari pembelajaran

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian. Kurt Lewin

Psikologi Kepribadian. Kurt Lewin Psikologi Kepribadian Kurt Lewin A. Latar Belakang Kurt Lewin lahir pada tanggal 9 September, 1890 di suatu desa kecil di Prusia, daerah Posen. Dia adalah anak kedua dari empat bersaudara. Dia belajar

Lebih terperinci

The Social Learning Theory of Julian B. Rotter

The Social Learning Theory of Julian B. Rotter The Social Learning Theory of Julian B. Rotter Biography Julian Rotter Rotter lulus dari Brooklyn College pada tahun 1937 dan mengambil graduate work dalam psikologi di University of Iowa dan Indiana University;

Lebih terperinci

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA 5 KONSE KOGNISI SOSIA - BANDURA A. KONSE KOGNISI SOSIA ENANG KERIBADIAN Menurut Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan perilaku, namun prinsip tersebut harus

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Modul ke: Psikologi Modern Fakultas Psikologi Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi Psikologi Modern Teori-teori kepribadian modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

TEORI SOSIAL KOGNITIF BANDURA

TEORI SOSIAL KOGNITIF BANDURA TEORI SOSIAL KOGNITIF BANDURA Biografi Albert Bandura Tokoh ini dilahirkan pada tahun 1925 di Alberta, Canada. Albert menempuh pendidikan perguruan tinggi di bidang psikologi klinis di Universitas Iowa

Lebih terperinci

Social Learning Theory

Social Learning Theory Modul ke: 04Fakultas Erna PSIKOLOGI Social Learning Theory Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Pendekatan Umum Teori P E R I L A K U o B S E R V A T I O N A l Teori Belajar Tradisional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

Behavior and Social Learning Theory

Behavior and Social Learning Theory MODUL 4 PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1 Behavior and Social Learning Theory Materi yang akan di bahas: a. Pendekatan Umum Teori b. Penekanan pada Perilaku Belajar c. Hukum Universal d. Teori Belajar Modern e.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Remaja Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah remaja mempunyai arti yang lebih luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI Subtitle MENGAPA INDIVIDU BERPERILAKU AGRESIF? PENDEKATAN-PENDEKATAN BIOLOGIS PSIKODINAMIKA BEHAVIOR HUMANISTIK KOGNITIF Memandang perilaku dari sudut pandang pemfungsian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Aspirasi Pekerjan 2.1.1 Tingkat Aspirasi Pekerjaan Berbicara aspirasi adalah harapan dan tujuan hidup yang akan datang. Setiap orang memiliki aspirasi tersendiri. Karena setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emerging adulthood. Pada tahap remaja, mahasiswa mengalami perkembangan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. emerging adulthood. Pada tahap remaja, mahasiswa mengalami perkembangan fisik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada tahap peralihan dari remaja menuju tahap perkembangan emerging adulthood. Pada tahap remaja, mahasiswa mengalami perkembangan fisik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada perilaku mengabaikan tugas di kelas yang dilakukan oleh anak dengan ADHD. Perilaku mengabaikan tugas merupakan perilaku anak yang tidak bisa memberi

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PENDEKATAN TRANSORIENTASIONAL

Pertemuan 5 PENDEKATAN TRANSORIENTASIONAL Pertemuan 5 PENDEKATAN TRANSORIENTASIONAL Mempelajari psikologi individu melalui fungsi biologi/tubuh Fokus : Bagaimana tubuh mempengaruhi perilaku, perasaan dan pikiran seseorang Biologi mempengaruhi

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

d. Teori Reinforment Imitasi

d. Teori Reinforment Imitasi perilaku potensial yang dia mampu melalukannya, tergantung pada variabel-variabel motifasional dan insentif. Perilaku yang dipilih tergantung pada hasil (outcomes) yang diharapkannya dan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan adalah pendidikan. Dewasa ini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam dunia kerja, seseorang dituntut untuk mampu dalam beradaptasi, baik untuk bekerja secara individu maupun tim, menambah nilai perusahaan, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori belajar sosial (Effi, 1993). Di dalam teori belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT BAGIAN PSIKOLOGI KLINIS FAKULTAS PSIKOLOGI UNDIP BEKERJASAMA DENGAN RS. HERMINA BANYUMANIK SEMARANG PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM SEMARANG, 23 AGUSTUS 2014

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU 1. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorisme) Paham behaviorisme memandang belajar sebagai perkayaan/penambahan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama

Lebih terperinci

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya

Lebih terperinci

Psikologi Sosial 2. Teori-teori Psikologi Sosial. Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Psikologi Sosial 2. Teori-teori Psikologi Sosial. Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Psikologi Sosial 2 Teori-teori Psikologi Sosial Fakultas PSIKOLOGI Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teori-teori Psikologi Sosial Sikap Ketertarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek MODEL TERAPI KONSELING Teori dan Praktek Ragam model terapi konseling Terapi Psikoanalitik / Freud, Jung, Adler Terapi Eksistensial humanistik / May, Maslow, Frank Jourard Terapi Client-Centered / Carl

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

MEMAHAMI TEORI-TEORI PERILAKU BELAJAR DALAM ORGANISASI

MEMAHAMI TEORI-TEORI PERILAKU BELAJAR DALAM ORGANISASI MEMAHAMI TEORI-TEORI PERILAKU BELAJAR DALAM ORGANISASI Oleh: Alimul Muniroh 1 Abstrak Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang mendasar sebagai hasil dari pengalaman di sebuah organisasi/ lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

Carl Rogers, Abraham Maslow

Carl Rogers, Abraham Maslow Ursa Majorsy Mazhab Humanistik 3 Carl Rogers, Abraham Maslow Psikologi Umum 1 Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Modul ke: Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Psikologi Gestalt Fakultas Psikologi Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi Tokoh-Tokoh Franz Brentano 1838 1917 Christian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Teori Personologi Henry Murray

Psikologi Kepribadian I Teori Personologi Henry Murray Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Teori Personologi Henry Murray Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Pandangan Murray sangat holistik,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama LANDASAN PSIKOLOGIS BK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id Batasan Motif Sumadi Suryabrata (1995) motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Bimbingan Pribadi Sosial Untuk BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Atifah Hanum Casmini Abstrak Adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa diharapkan dapat: Menjelaskan Pengertian Pembelajaran Menjelaskan ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci