Jurnal TUTUR, Vol. 3 No. 2 Agustus 2017 ASOSIASI PENELITI BAHASA-BAHASA LOKAL (APBL)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal TUTUR, Vol. 3 No. 2 Agustus 2017 ASOSIASI PENELITI BAHASA-BAHASA LOKAL (APBL)"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN FATIS AEH, EUH, DAN IH PADA PERCAKAPAN ANTARTOKOH DALAM TIGA NOVEL BERBAHASA SUNDA: KAJIAN STRUKTUR DAN PRAGMATIK Wahya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Muhamad Adji Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran ABSTRAK Artikel ini membahas penggunaan fatis aeh wah, euh wah, dan ih ah dalam tiga novel berbahasa Sunda dari pengarang dan zaman yang berbeda, yaitu Baruang ka nu Ngarora (2013, cetakan pertama 1914 ) karya D. K. Ardiwinata, Laleur Bodas (2014, cetakan pertama 1940) karya Samsu, dan Mercedes (1993) karya Muh. Rustandi Kartakusuma. Masalah yang diteliti adalah (1) Jenis kalimat apakah secara fungsi komukasi yang memunculkan ketiga fatis aeh, euh, dan ih? (2) Jenis kalimat apakah berdasarkan keberadaan klausanya yang memunculkan ketiga fatis tersebut? (3) Bagaimana distribusi ketiga fatis tersebut dalam kalimat? (4) Apa fungsi ketiga fatis tersebut dalam tuturan? Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dan kualitatif. Penyediaan data menggunakan metode simak, yakni menyimak penggunaan ketiga fatis aeh, euh, dan ih pada percakapan tokoh dalam tiga novel Sunda. Dari tiga sumber data novel berbahasa Sunda yang diteliti, ditemukan 26 data kalimat yang memuat fatis aeh wah, euh wah, dan ih ah. Fatis ih cenderung lebih sering muncul, yakni dua belas data, diikuti fatis aeh, yakni sembilan data, sedangkan fatis euh agak jarang. yakni lima data. Fatis aeh, euh, dan ih yang terdapat dalam tiga novel yang diteliti berada dalam lingkungan kalimat deklaratif, interogatif, dan eksklamatif. Secara umum ketiga fatis tersebut cenderung lebih sering digunakan dalam kalimat deklaratif, yakni empat belas data. Penggunaan fatis dalam kalimat interogatif dan eksklamatif masingmasing berjumlah enam data. Dari sumber data yang digunakan, hanya fatis ih yang tidak muncul dalam kalimat interogatif, sedangkan fatis aeh dan euh digunakan dalam ketiga jenis kalimat di atas. Ketiga fatis di atas cenderung lebih sering muncul dalam kalimat berstruktur klausa, yakni tujuh belas data, sedangkan tidak berstruktur klausa berjumlah sembilan data. Berdasarkan distribusi dalam kalimat, 25 data ketiga fatis berposisi di awal kalimat, hanya satu data fatis ih yang berposisi di akhir kalimat. Kata yang terdapat langsung di kanan fatis berkategori beragam. Fungsi tuturan ketiga fatis di atas beragam bergantung pada konteks tuturan. Fungsi fatis aeh lebih banyak menyatakan kekagetan. Fungsi fatis euh lebih banyak menyatakan keheranan dan menegaskan sesuatu yang sudah diketahui, Fungsi fatis ih didominasi fungsi menegaskan ketidaksetujuan. Kata Kunci: fatis aeh, euh, dan ih; novel sunda; kajian struktur dan pragmatik ABSTRACT This article discusses the use of phatic aeh 'wow', euh 'wow', and ih 'wow' in three novels Sundanese language of the authors and a different era, namely Baruang ka nu Ngarora (2013, first printed in 1914) by DK Ardiwinata, Laleur Bodas (2014, first printed in 1940) works Samsu, and Mercedes (1993) by Muh. Rustandi Kartakusuma. The 171

2 research was to examine (1) As a mean of communication, what kind of sentence that need the aeh, euh, and ih phatic? (2) Based on its clause existences, what type of sentences that need those three phatic? (3) What were the distributions of three phatics in the sentence? (4) What were the functions of phatic in the speech? The method used was descriptive and qualitative. From the three sources of data Sundanese language novels studied, it was found that the sentence containing the data 26 Phatic aeh 'wow', euh 'wow', and ih 'wow'. Phatic ih tended to be more frequent, i.e, twelve of data, followed Phatic aeh, were nine data, while Phatic euh rather rare, about five data. Phatic aeh, euh, and ih contained in three novels studied were in the neighborhood declarative sentence, interrogative, and exclamative. In general, the three phatic tended to be more frequently used in declarative sentences, about fourteen data. Phatic usage of interrogative sentences and exclamative were each of six data. From the source of the data used, only Phatic ih that did not appear in interrogative sentences, while phatic aeh and euh used in all three types of sentences above. Three phatic above tended to be more frequent in the sentence structure clauses, which were seventeen data, while not structured clauses were nine data. Based on the distribution in sentences, 25 third data phatic positioned at the beginning of a sentence, only one data phatic ih who was at the end of the sentence. The three speech function phatic above varied depending on the context of the speech. The function of phatic aeh expressed more to show shocking emotions. The function of phatic euh more expressed surprise and confirming something already known. The function of phatic ih was more likely to show disapproval. Keywords: Phatic aeh, euh, and ih; Sundanese novel; structural and pragmatic study PENDAHULUAN Kalimat merupakan satuan bahasa yang dibangun dengan satuan bahasa yang lebih kecil. Sebagai sarana komunikasi, kalimat merupakan tuturan yang tidak hanya dibentuk dengan satuan-satuan segmental yang bermakna untuk menyatakan gagasan, tetapi juga di dalamnya dapat terdapat satuan-satuan yang tidak bermakna, namun berperan dalam mendukung kalimat sebagai sarana komunikasi, lebih-lebih komunikasi ragam lisan. Satuan yang berperan dalam kalimat sebagai sarana komunikasi ini adalah fatis. Bahasa Sunda merupakan bahasa yang kaya dengan fatis ini. Oleh karena itu, fatis menarik untuk dijadikan objek penelitian linguistik, baik dari sudut pandang mikrolinguistik maupun makrolinguistik. Dalam kalimat, fatis bukan merupakan bagian salah satu fungsi sintaksis di dalamnya. Fatis merupakan unsur luar kalimat atau ekstraposisi. Fatis cenderung tidak memiliki makna leksikal jika berwujud partikel. Namun, dalam kalimat, fatis dapat memberikan dukungan arti atau maksud kepada kalimat tersebut sehingga kalimat yang mengandung fatis memiliki makna atau maksud berbeda dibandingkan dengan kalimat serupa yang tanpa fatis. Fatis akan mendukung makna atau maksud kalimat bergantung pada konteks kalimat tersebut saat digunakan dalam tuturan. Sebagai sarana komunikasi, kalimat yang mengandung fatis membangun hubungan tertentu antara pembicara dengan mitra bicaranya atau antara penutur dengan petuturnya. Fatis dapat membangun hubungan sosial keakraban bagi peserta tutur atau peserta percakapan. Fatis menunjukkan adanya keberadaan peserta tutur. Fatis dapat menunjukkan tingkat hubungan sosial tertentu bagi peserta tutur. Dengan demikian, penggunaan fatis dalam tuturan dapat dikaji pula secara sosiolinguistik atau pragmatik. Fatis benar-benar berperan dalam bahasa saat bahasa dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi. 172

3 Sebagai sarana ekspresi, fatis dapat menunjukkan berbagai fungsi dalam percakapan. Fatis dapat menegaskan pernyataan, petanyaan, atau perintah. Fatis dapat pula menunjukkan suasana hati kegembiraan, kesedihan, kekesalan, marah, atau pujian peserrta tutur dalam tuturan. Berbagai ekspresi ini dapat diungkapkan oleh satu fatis atau oleh berbagai fatis yang berbeda di dalam kalimat dengan distribusinya yang beragam. Penelitian tentang fatis atau kategori fatis dalam bahasa Sunda terbilang langka dan istilah fatis atau kategori fatis ini belum dijadikan nama atau label kategori kata, padahal jumlah kategori kata ini cukup banyak. Secara bentuk, fatis ini dapat berupa partikel, kata, ataupun frase. Dari sisi distribusi, ada yang berposisi di awal, di tengah, atau di akhir tuturan. Secara semantik fatis mendukung makna kalimat yang beragam sesuai dengan beragamnya bentuk fatis tersebut. Secara sosiolinguistik, fatis merupakan sarana yang dapat menciptakan hubungan sosial keakraban, pertemanan, dan kekeluargaan di anatara peserta tutur. Secara pragmatik, fatis berfungsi menegaskan tuturan di antara peserta tutur sesuai dengan konteks tutur. Dalam percakapan tokoh cerita rekaan berbahasa Sunda, fatis aeh, euh, dan ih kerapkali muncul dalam kalimat sebagai tuturan. Ketiga fatis ini memiliki fungsi komunikasi tertentu dalam tuturan. Fatis aeh muncul, misalnya, dalam percakapan yang menunjukkan adanya kekagetan pada penutur. Fatis euh muncul, misalnya, dalam percakapan yang menunjukkan adanya kesangsian atau keraguan. Fatis ih muncul, misalnya, dalam percakapan yang menunjukkan adanya penolakan. Terkait dengan perilaku fatis dalam tuturan tersebut, makalah ini membahas masalah berikut. (1) Jenis kalimat apakah secara fungsi komukasi yang memunculkan ketiga fatis aeh, euh, dan ih? (2) Jenis kalimat apakah berdasarkan keberadaan klausanya yang memunculkan ketiga fatis tersebut? (3) Bagaimana distribusi ketiga fatis tersebut dalam kalimat? (4) Apa fungsi ketiga fatis tersebut dalam tuturan? Dengan demikian, artikel ini bertujuan (1) membahas jenis kalimat secara fungsi komukasi yang memunculkan ketiga fatis aeh, euh, dan ih; (2) membahas jenis kalimat yang berdasarkan keberadaan klausanya, yang memunculkan ketiga fatis tersebut; (3) membahas distribusi ketiga fatis tersebut dalam kalimat; (4) membahas fungsi ketiga fatis tersebut dalam tuturan. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dan kualitatif. Penyediaan data menggunakan metode simak, yakni menyimak penggunaan ketiga fatis aeh, euh, dan ih pada percakapan tokoh dalam tiga novel Sunda. Analisis data menggunakan metode agih (distribusional) dan metode padan, terutama padan pragmatik. Sumber data yang digunakan adalah bahasa Sunda ragam tulis dalam novel Baruang ka nu Ngarora/BKN (2013, cetakan pertama 1914 ) karya D. K. Ardiwinata, Laleur Bodas/LB (2014, cetakan pertama 1940) karya Samsu, dan Mercedes/M (1993) karya Muh. Rustandi Kartakusuma. Pertimbangan pemilihan sumber data tersebut adalah terdapatnya data yang memadai, yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian dan sebagai sampel atau percontoh penggunaan ketiga fatis di atas dalam percakapan tokoh cerita rekaan. Di samping itu, untuk mengetahui penggunaan ketiga fatis di atas oleh tiga pengaranag berbeda dari tiga zaman yang berbeda. LANDASAN TEORI Ungkapan fatis atau kategori fatis merupakan bagian dari kategori kata yang sarat dengan sentuhan pragmatik dan sosiolinguistk (Wahya, 2014 dan 2015a). Ungkapan fatis berperan penting dalam percakapan atau dialog, yang melibatkan penutur dan petutur dalam menciptakan keakraban (lihat pula Rahardi, 2005: 119). Dengan kata lain, kategori fatis biasanya muncul saat penutur dan petutur berkomunikasi secara akrab. Teks yang 173

4 memuat unsur fatik ini dapat dikatakan teks fatik (bandingkan dengan Zalmar dan Harahap, 2009: 66). Secara fenomenologi, istilah fatis sendiri, muncul dalam ungkapan fungsi fatis sebagai salah satu dari lima fungsi bahasa, yakni informasional, ekspresif, direktif, fatik, dan estetik (Leech, 2003: 65). Fungsi fatik berkaitan dengan sarana komunikasi. Fungsi fatik merupakan fungsi untuk menjaga agar garis komunikasi tetap terbuka, dan untuk terus menjaga hubungan sosial secara baik (di dalam budaya Inggris, berbicara tentang cuaca merupakan contoh yang baik) untuk ini (Leech, 2003: 64). Dapat dikatakan fungsi fatik sejalan dengan fungsi interaksional dalam berkomunikasi yang dipertentangkan dengan fungsi transaksional (Brown dan Yule, 1996: 3; Richard at al., 1987: 214; Cristal (1989: 427). Fungsi fatik terkait pula dengan fungsi sosial bahasa (Brown dan Yule, 1996: 1). Menurut Kridalaksana (1986: 111), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Terkait dengan batasan di atas, selanjutnya, Kridalaksana (2012: vi) menyatakan bahwa kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, mengukuhkan, atau mengakhiri pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara (bandingkan dengan Brown dan Yule, 1996: 3; Rahardi, 2005: 119). Jelas, kategori fatis berkaitan dengan ragam lisan atau sebagian besar berkaitan dengan ragam lisan, yakni dalam dialog. Masih menurut Kridalaksana (1986: 133; 2012: vii), kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas dan bentuk terikat, Katagori fatis ini dapat berjenis partikel, kata fatis, dan frase fatis. Pada pandangan penulis, fatis yang berwujud kata atau frasa memiliki makna, tetapi fatis berwujud partikel tidak memiliki makna, yakni makna leksikal. Dalam wujud apa pun, fatis tidak merupakan bagian dari kalimat. Fatis menunjukkan ekspresi tertentu dalam kalimat. Oleh karena itu, fatis berperan dalam tuturan atau dalam komuniksi. Dalam bahasa Sunda, sepengetahuan penulis, kategori fatis belum dimasukkan ke dalam kategori kata secara khusus. Unsur bahasa tersebut sering diberi nama dengan nama atau kategori lain, misalnya, suara rasa yang merupakan bagian dari kata seru (Ardiwinata, 1984: 22 24); bunyi rasa yang merupakan bagian dari kata seru (Coolsma, 1985: ) dan interjeksi (Sudaryat dkk., 2013: 152). Jika dimasukkan sebagai kategori baru, kategori fatis ini akan memperkaya jumlah kategori dalam bahasa Sunda. Demikian pula, penyebutannya dalam kamus bahasa Sunda sebagai lema, belum ada sebutan kategori fatis. Oleh Panitia Kamus Lembaga Basa jeung Sastra Sunda ketiga fatis di atas disebut kecap anteuran kata yang mengantarkan (2007: 16, 124, 170). Pembahasan mengenai fatis bahasa Sunda ini masih langka. Bahasan tentang kategori fatis bahasa Sunda terdapat dalam makalah penulis yang berjudul Sekilas tentang Kategori Fatis dalam Bahasa Sunda: Kajian Pragmatik (2014), Euy sebagai Sarana Pragmatik dalam Novel Kolebat Kuwung-Kuwung Kinasih Katumbirian Karya Tatang Sumarsono (2015), Dimensi Sosiolinguistik Tuturan Berpartikel Yeuh dalam Bahasa Sunda (2015), Penggunaan Bentuk Fatis sebagai Sarana Pragmatik dalam Cerita Pendek Hiji Mangsa Tahun 2055 Karya Asikin Hidayat (2015), dan makalah penulis bersama tim dengan judul Sisi Sosiolinguistik Penggunaan Fatis Heueuh, Enya, Sumuhun Ya dalam Novel Berbahasa Sunda Numbuk di Sue Karya Moh. Ambri (2016). Sebagai kajian linguistik yang berkaitan dengan masalah sosial (Hudson, 1988: 1), landasan teori terutama terkait dengan peserta tutur, yakni penutur dan petutur, serta relasi sosial di antara mereka, yang merupakan komponen tutur (Hymes dalam Rahardi, 2010:33). Peserta tutur dan hubungan peserta tutur ini menjadi konteks dalam percakapan. Mengingat konteks percakapan ini melibatkan penutur dan petutur, pendekatan ini merupakan pendekatan pragmatik atau sosiolinguistik. Artikel ini lebih menkankan fungsi fatis dalam tuturan sehingga lebih dekat pada kajian pragmatik. 174

5 DATA Dari sumber data yang digunakan, yakni tiga novel berbahasa Sunda, ditemukan 26 data yang memuat fatis aeh, euh, dan ih dengan rincian 9 data memuat fatis aeh, 5 data memuat fatis euh, dan 12 data memuat fatis ih. Fatis ih digunakan dengan frekuensi paling tinggi dibandingkan dengan dua fatis lainnya, yaitu aeh dan euh. Fatis euh digunakan dengan frekuensi terendah dibandingkan dengan fatis ih dan aeh. Setiap data ditulis dengan aksara ortografis disertai dengan terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia dan diberi nomor urut. Data diurut secara alfabetis, yakni aeh, euh, kemudian ih. Rincian perolehan data adalah sebagai berikut. Aeh Aeh, Nyi Dampi! Aya dagangan naon anu aneh-aneh? (BKN, 2013: 8)...Wah, Nyi Dampi! Ada dagangan apa yang aneh-anaeh? 2. Aeh Eulis saputangan Engkang tinggaleun, cek Basri semu kaget... (LB, 2014: 15) Wah Eulis saputangan Engkang tertinggal, kata Bsri tampak kaget Aeh, na aing ieuh? omongna di jero hate. (LB, 2014: 27) Wah, saya ini? katanya dalam hati. 4. Aeh geuning geus beurang, meh satengah dalapan, cek pikirna... (LB, 2014: 28) Wah ternyata sudah siang, hampir setengah delapan, pikirnya Aeh enya, cek kondektur. (LB, 2014: 34) Wah benar, kata kondektur Aeh Pung, kumaha geus katampa eta teh? ceuk Subita. (LB, 2014: 36)...Wah Pung, bagaimana sudah diterima itu itu? kata Subita. 7. Aeh kutan? cek Lili bangun nu panasaran. (LB, 2014: 43) Wah ternyata? kata Lili seperti yang penasaran. 8. Aeh, muhun. Sanes Fuki nu di Jalan Hanjuang mah.... (M, 1993: 72) Wah betul. Bukan Fuki yang di Jalan Hanjuang itu Aeh, leres! Urang teh bade balakecrakan tea, nya?... (M, 1993: 73) Wah, betul! Kita akan makan bersama itu, ya?... Euh 10. Euh, kutan kitu? (BKN, 2013: 61) Wah, ternyata begitu? 11. Euh, paingan atuh upama kitu mah... (LB, 2014: 11) Wah, pantas kalau begitu Euh, ieu teh Kang Jaja? (M, 1993: 20) Wah, ini Kang Jaja? 13. Euh, kitu? (M, 1993: 24) Wah, begitu? 14. Euh, eta tea. Engke deui we! (M, 1993: 48) Wah, itu itu. Nanti saja! Ih 15. Ceuk Haji Banisah, Ih sanes kitu, eta mah awahing ku beak nya ka doa bae, nawiskeun ka suka hati. (BKN, 2013: 6) Kata Haji Banisah, Ah, bukan begitu, itu karena begitu habisnya, yah setuju, menandakan suka hati. 16. Ih, sanes kitu, ari sayaktosna mah Embu teh, jaba ti rek dagang bari ngemban dawuhan Aom Usman ka Nyai, saurna palay wawuh.... (BKN, 2013: 9) 175

6 Ah, bukan begitu, sebenarnya Embu itu, selain mau berdagang sambil mengemban pesan Aom Usman kepada Nyai, katanya ingin kenal Ih, lain ku kituna Embi, ngan eta bae Embi langkung uninga, kapan kuring rek lakian, pisakumahaeun temen sepuh-sepuh, lamun kuring aya lampah nu teu pantes.... (BKN, 2013: 10) karena itu Ah, bukan karena itu Embi, hanya itu Embi lebih tahu, kan saya mau bersuami, bagaimana persaan orang-orang tua, jika ada perbuatan yang tidak pantas Ih, kami mah moal owah gingsir deui, kapan bareto kami geus ngomong malah enggeus sumpah pisan.... (BKN, 2013: ) Ah, kami tidak akan gila lagi, kan dulu saya sudah berbicara malah sudah benarbenar bersumpah Ih, naha bet jadi kahelokan teuing sakitu-kitu bae mah.... (BKN, 2013: 94) Ah, mengapa menjadi begitu aneh begitu-begitu saja Ih ari sapertos abdi mah pasrah teu pasrah oge da geus kieu jadina ngiringan kana kersa gamparan bae... (BKN, 2013: 98) Ah jika seperti saya pasrah atau tidak pasrah pun sudah begitu jadinya ikut saja bagaimana Anda saja Ih gampang sakitu mah, cek Gani. (LB, 2014: 39) Ah, enteng kalau hanya sebesar itu, kata Gani. 22. Ih si bedul geuning sora nu kerek di dapur, Basri ngagerenyem ngomong lalaunan. (LB, 2014: 56) Ah, dasar bodoh ternyata suara mengorok di dapur. Basri berbisik dalam hatinya dengan pelan. 23. Ih, sugan teh sanes Ieke! (M, 1993: 44) Ah, saya pikir bukan Ieke! 24. Uus ogo, ih! Palay we ku Ceuceu Nenden! cek Pupung... (M, 1993: 56) Uus manja, ah! Mau saja oleh Ceuceu Nenden! kata Pupung Ih, atuda Mamih mah sugan teh... (M, 1993: 95) Ah, Mamih saya pikir Ih, kesang! cenah, bari nyusutkeun pananganana kana calana Dudung... (M, 1993: 95) Ah, keringat! katanya sambil mengusap-ngusap tangannya ke celana Dudung... Tabel 1 Data Penggunaan Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Tiga Novel Berbahasa Sunda Judul Novel dan Frekuensi Pemakaian Fatis No. Fatis BKN/ 102 hlm LB/ 87 hlm M/ 96 hlm Jumlah 1 ih 6 (6, 9, 10, 73-74, 2 (39, 56 ) 4 (44, 56, 95, , 98) ) 2 aeh 1 (8) 6 (15, 27, 28, 34, 1 (72, 73 ) 9 36, 43 ) 3 euh 1 (61) 1 (11) 3 (20, 24, 48) 5 Jml ANALSIS DATA Data fatis aeh, euh, dan ih ini akan dikaji dari dua pendekatan, yakni struktur dan pragmatik. Pendekatan struktur terkait dengan pendekatan internal bahasa, khususnya dalam tataran sintaksis, sedangkan pendekatan pragmatik terkait dengan pendekatan eksternal bahasa, khususnya makna ketiga fatis tersebut dalam tuturan pembicara. 176

7 Struktur Fatis sebagai salah satu jenis kategori kata dalam bahasa Sunda, namun bukan dinamai fatis dalam kategorisasi kata bahasa Sunda, dapat berwujud satuan laingual berupa partikel, kata, atau frasa. Fatis yang dibahas dalam tulisan ini, yaitu aeh wah, euh wah, dan ih ah merupakan partikel. Dalam pendekatan struktur, terutama berfokus pada tataran sintaksis ketiga fatis akan dibahas dalam dua hal, Pertama, dalam kalimat jenis apa ketiga partikel fatis tersebut ditemukan. Kedua, bagaimana distribusi ketiga partikel fatis itu dalam kalimat. Keberadaan Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Lingkungan Jenis Kalimat Dari 26 data di atas, ketiga fatis aeh, euh, dan ih ditemukan dalam jenis kalimat berbeda dari sisi fungsi komunikasinya. Partikel fatis aeh terdapat dalam kalimat deklaratif, interogratif, dan eksklamatif. Lima data fatis aeh terdapat dalam kalimat deklaratif, yakni data (2), (4), (5), (7), dan (8); tiga data terdapat dalam kalimat interogatif, yakni (3), (6), dan (9); satu data terdapat dalam kalimat eksklamatif, yakni (1). Partikel fatis euh terdapat dalam kalimat deklaratif, interogratif, dan eksklamatif. Satu data fatis euh terdapat dalam kalimat deklaratif, yakni data (12); tiga data terdapat dalam kalimat interogatif, yakni (10), (12), dan (13); satu data terdapat dalam kalimat eksklamatif, yakni (14). Partikel fatis ih terdapat dalam dalam kalimat deklaratif dan kalimat eksklamatif. Sembilan data fatis ih terdapat dalam kalimat deklaratif (15 22 dan 25) dan tiga data terdapat dalam kalimat eksklamatif (23, 24, dan 26). Dengan demikian, jumlah kalimat deklaratif yang memuat fatis ada 15 data; kalimat interogatif yang meuat fatis ada 6 data; kalimat eksklamatif yang memuat fatis ada 5 data. No. Tabel 2 Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Lingkungan Jenis Kalimat Jenis Lingkungan Jenis Kalimat dan No. Data Fatis Deklaratif Interogatif Eksklamatif Jumlah 1 Aeh 5 ((2), (4), (5), (8)) 3 ((3), (6), (7)) 1 ((1), (9)) 9 2 Euh 1((11)) 3 ((10), (12), (13)) 1 ((14)) 5 3 Ih 9 ((15) (22), (25)) 0 3 ((23), (24), (26)) 12 Jumlah a. Fatis dalam Kalimat Deklaratif Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kalimat deklaratif yang memuat fatis di atas berjumlah empat belas data. Keempat belas data tersebut adalah sebagai berikut. 2. Aeh Eulis saputangan Engkang tinggaleun, cek Basri semu kaget... (LB, 2014: 15) Wah Eulis saputangan Engkang tertinggal, kata Basri tampak kaget Aeh geuning geus beurang, meh satengah dalapan, cek pikirna... (LB, 2014: 28) Wah ternyata sudah siang, hampir setengah delapan, pikirnya Aeh enya, benar cek kondektur. (LB, 2014: 34) Wah benar, kata kondektur. 177

8 8. Aeh, muhun. Sanes Fuki nu di Jalan Hanjuang mah.... (M, 1993: 72) Wah betul. Bukan Fuki yang di Jalan Hanjuang itu Euh, paingan atuh upama kitu mah... (LB, 2014: 11) Wah, pantas kalau begitu Ceuk Haji Banisah, Ih sanes kitu, eta mah awahing ku beak nya ka doa bae, nawiskeun ka suka hati. (BKN, 2013: 6) Kata Haji Banisah, Ah, bukan begitu, itu karena begitu habisnya, yah setuju, mennadakan suka hati. 16. Ih, sanes kitu, ari sayaktosna mah Embu teh, jaba ti rek dagang bari ngemban dawuhan Aom Usman ka Nyai, saurna palay wawuh.... (BKN, 2013: 9) Ah, bukan begitu, sebenarnya Embu itu, selain mau berdagang sambil mengemban pesan Aom Usman kepada Nyai, katanya ingin kenal Ih, lain ku kituna Embi, ngan eta bae Embi langkung uninga, kapan kuring rek lakian, pisakumahaeun temen sepuh-sepuh, lamun kuring aya lampah nu teu pantes.... (BKN, 2013: 10) karena itu Ah, bukan karena itu Embi, hanya itu Embi lebih tahu, kan saya mau bersuami, bagaimana persaan orang-orang tua, jika ada perbuatan yang tidak pantas Ih, kami mah moal owah gingsir deui, kapan bareto kami geus ngomong malah enggeus sumpah pisan.... (BKN, 2013: ) Ah, kami tidak akan gila lagi, kan dulu saya sudah berbicara malah sudah benarbenar bersumpah Ih, naha bet jadi kahelokan teuing sakitu-kitu bae mah.... (BKN, 2013: 94) Ah, mengapa menjadi begitu aneh begitu-begitu saja Ih ari sapertos abdi mah pasrah teu pasrah oge da geus kieu jadina ngiringan kana kersa gamparan bae... (BKN, 2013: 98) Ah jika seperti saya pasrah atau tidak pasrah pun sudah begitu jadinya ikut saja bagaimana Anda saja Ih gampang sakitu mah, cek Gani. (LB, 2014: 39) Ah, enteng kalau hanya sebesar itu, kata Gani. 22. Ih si bedul geuning sora nu kerek di dapur, Basri ngagerenyem ngomong lalaunan. (LB, 2014: 56) Ah, dasar bodoh ternyata suara mengorok di dapur. Basri berbisik dalam hatinya dengan pelan. 25. Ih, atuda Mamih mah sugan teh... (M, 1993: 95) Ah, Mamih saya pikir... b. Fatis dalam Kalimat Interogatif Kalimat interogatif yang memuat fatis di atas berjumlah enam data. Keenam data tersebut adalah sebagai berikut. 3. Aeh, na aing ieuh? omongna di jero hate. (LB, 2014: 27) Wah, saya ini? katanya dalam hati Aeh Pung, kumaha geus katampa eta teh? ceuk Subita. (LB, 2014: 36)...Wah Pung, bagaimana sudah diterima itu itu? kata Subita. 3. Aeh kutan? cek Lili bangun nu panasaran. (LB, 2014: 43) Wah ternyata? kata Lili seperti yang penasaran. 10. Euh, kutan kitu? (BKN, 2013: 61) Wah, ternyata begitu? 12. Euh, ieu teh Kang Jaja? (M, 1993: 20) Wah, ini Kang Jaja? 13. Euh, kitu? (M, 1993: 24) Wah, begitu? 178

9 c. Fatis dalam Kalimat Eksklamatif Kalimat eksklamatif yang memuat fatis di atas berjumlah enam data. Keenam data tersebut adalah sebagai berikut Aeh, Nyi Dampi! Aya dagangan naon anu aneh-aneh? (BKN, 2013: 8)...Wah, Nyi Dampi! Ada dagangan apa yang aneh-anaeh? 9. Aeh, leres! Urang teh bade balakecrakan tea, nya?... (M, 1993: 73) Wah, betul! Kita akan makan bersama itu, ya? Euh, eta tea. Engke deui we! (M, 1993: 48) Wah, itu itu. Nanti saja! 23. Ih, sugan teh sanes Ieke! (M, 1993: 44) Ah, saya pikir bukan Ieke! 24. Uus ogo, ih! Palay we ku Ceuceu Nenden! cek Pupung... (M, 1993: 56) Uus manja, ah! Mau saja oleh Ceuceu Nenden! kata Pupung Ih, kesang! cenah, bari nyusutkeun pananganana kana calana Dudung... (M, 1993: 95) Ah, keringat! katanya sambil mengusap-ngusap tangannya ke celana Dudung... Tabel 3 Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Lingkungan Jenis Kalimat No. Jenis Fatis Lingkungan Jenis Kalimat dan Nomor Data Jumlah Deklaratif Interogatif Eksklamatif 1 Aeh 5 ((2), (4), (5), (8)) 3 ((3), (6), (7)) 1 ((1), (9)) 9 2 Euh 1((11)) 3 ((10), (12), (13)) 1 ((14)) 5 3 Ih 9 ((15) (22), (25)) 0 3 ((23), (24), (26)) 12 Jumlah Keberadaan Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Lingkungan Kalimat Berstruktur Klausa dan Tidak Berstruktur Berklausa Fatis aeh, euh, dan ih berada dalam lingkungan jenis kalimat tertentu dari sisi fungsi komunikasinya sebagaimana telah dipaparkan di atas. Di samping itu, berdasarkan struktur kalimat yang memuatnya, fatis dapat muncul dalam kalimat berstruktur klausa dan kalimat yang tidak berstruktur klausa. Dari data yang terkumpul, fatis yang terdapat dalam lingkungan kalimat berstruktur klauasa adalah fatis yang terdapat pada data (2),(4), (6), (11), (12), (14). (15), (16), (17), (18), (19), (20), (21), (22), (23), (24), (25). Semuanya berjumlah tujuh belas data. Adapun fatis yang terdapat dalam lingkungan kalimat tidak berstruktur klauasa adalah fatis yang terdapat pada data (1), (3), (5), (7), (8), (9), (10), (13), (26). Semunaya ada sembilan data. Dari 26 data yang terkumpul, dengan demikian, fatis sebagian besar berda dalam lingkungan kalimat berstruktur klausa. Apabila diklasifikasi berdasarkan kalimat yang memuat jenis fatis aeh, euh, dan ih. Fatis aeh yang terdapat dalam kalimat berstruktur klausa berjumlah tiga data, sedangkan fatis aeh yang terdapat dalam kalimat tidak berstruktur klausa berjumlah enam data. Fatis 179

10 euh yang terdapat dalam kalimat berstruktur klausa berjumlah tiga data, sedangkan fatis euh yang terdapat dalam kalimat tidak berstruktur klausa berjumlah dua data. Fatis ih yang terdapat dalam kalimat berstruktur klausa berjumlah sebelas data, sedangkan fatis ih yang terdapat dalam kalimat tidak berstruktur klausa berjumlah satu data. Tabel 4 Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Lingkunga Kalimat Berdasrkan Strukturnya No. Jenis Struktur Jenis Fatis dan Nomor Data Jumlah Kalimat Aeh Euh Ih 1 Berstruktur Klauasa 3 ((2), (4), (6)) 3 ((11), (12), (14)) 11 ((15), (16), (17), (18), (19), (20, (21), (22), (23), (24), (25)) 17 2 Tidak Berstruktur Klausa 6 ((1), (3), (5), (7), (8), (9)) 2 ((10), (13)) 1 ((26)) 9 Jumlah Dari data di atas, fatis aeh lebih banyak muncul dalam kalimat tidak berstruktur klausa, sedangkan fatis euh dan ih lebih banyak muncul dalam kalimat berstruktur klausa. Distribusi Fatis Aeh, Euh, dan Ih dalam Kalimat Dalam kalimat percakapan para tokoh, fatis aeh, euh, dan ih berada pada posisi tertentu. Dari sumber data yang digunakan, ketiga fatis ini, kecuali data (24), seluruh fatis berada pada posisi di awal kalimat. Kategori kata yang mengikuti ketiga fatis ini secara langsung sangat beragam. Bentuk kalimat yang memuat fatis ini pun memiliki pola struktur yang beragam walaupun secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua, yakni berstruktur klausa dan tidak berstruktur klausa. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci kategori kata apa yang mengawali kalimat tersebut untuk ketiga fatis di atas. Posisi Fatis Aeh, Euh, dan Ih pada Awal Kalimat Posisi Fatis Aeh pada Awal Kalimat a. Fatis aeh berposisi sebelum nomina sapaan Dari sembilan data fatis aeh yang mengawali kalimat, diperoleh data kategori kata sebelum fatis tersebut adalah kategori kata nomina sapaan sejumlah tiga data, yaiu data (1), (2), dan (6) berikut Aeh, Nyi Dampi! Aya dagangan naon anu aneh-aneh? (BKN, 2013: 8)...Wah, Nyi Dampi! Ada dagangan apa yang aneh-aneh? 2. Aeh Eulis saputangan Engkang tinggaleun, cek Basri semu kaget... (LB, 2014: 15) Wah Eulis saputangan Engkang tertinggal, kata Bsri tampak kaget Aeh Pung, kumaha geus katampa eta teh? ceuk Subita. (LB, 2014: 36)...Wah Pung, bagaimana sudah diterima itu itu? kata Subita. Nomina sapaan pada data (1) adalah Nyi Dampi. Fatis aeh langsung di depan nomina sapaan tersebut membentuk kalimat yang tidak berstruktur klausa. Nomina sapaan pada data (2) adalah Eulis yang merupakan unsur ekstraposisi dari kalimat yang berstruktur klausa. Nomina sapaan pada data (6) adalah Pung yang merupakan unsur ekstraposisi seperti data (2) dari kalimat yang berstruktur klausa. b. Fatis aeh berposisi sebelum interogativa 180

11 Terdapat satu data fatis aeh yang berposisi sebelum interogativa, yaitu na.ini dapat diamati pada data 3. Na meruapakan bentuk pendek dari naha mengapa. Data ini merupakan kalimat tidak berstruktur klausa. 3. Aeh, na aing ieuh? omongna di jero hate. (LB, 2014: 27) Wah, saya ini? katanya dalam hati. c. Fatis aeh berposisi sebelum adverbia Dua data fatis aeh berikut diikuti kata yang berkategori adverbia geuning ternyata, yaitu data (4) dan abverbia kutan bagaimana bisa, yaitu data (7). Data (4) terdapat dalam kalimat berstruktur klausa, sedangkan data (7) terdapat dalam kalimat tidak berstruktur klausa. Dalam hal ini, fatis aeh langsung membentuk konstruksi dengan kutan tersebut. 4. Aeh geuning geus beurang, meh satengah dalapan, cek pikirna... (LB, 2014: 28) Wah ternyata sudah siang, hampir setengah delapan, pikirnya Aeh kutan? cek Lili bangun nu panasaran. (LB, 2014: 43) Wah ternyata? kata Lili seperti yang penasaran. d. Fatis aeh berposisi sebelum fatis Ditemukan dua data fatis aeh yang langsung diikuti fatis lain, yaitu enya pada data (5) dan muhun pada data (8). Fatis aeh langsung membentuk kalimat yang tidak berstruktur klausa masing-masing dengan fatis enya dan muhun ýa. 5. Aeh enya, cek kondektur. (LB, 2014: 34) berikut. Wah benar, kata kondektur. 8. Aeh, muhun. Sanes Fuki nu di Jalan Hanjuang mah.... (M, 1993: 72) Wah betul. Bukan Fuki yang di Jalan Hanjuang itu... e. Fatis aeh berposisi sebelum adjektiva Fatis aeh dapat pula langsung diikuti adjektiva, yaitu leres benar sebagaimana data (9) dalam kalimat yang tidak berstruktur klausa. 9. Aeh, leres! Urang teh bade balakecrakan tea, nya?... (M, 1993: 73) Wah, betul! Kita akan makan bersama itu, ya?... Tabel 5 Distribusi Fatis Aeh di Awal Kalimat Fatis Kategori Kata pada Awal Kalimat Jumlah Aeh Nomina Sapaan Interogativa Fatis Adverbia Adjektiva (1) Nyi Dampi (3) na (5) enya (4) geuning (9) leres (2) Eulis (8) muhun (7) kutan (6) Pung Jumlah Posisi Fatis Euh pada Awal Kalimat a. Fatis euh berposisi sebelum adverbia Data (10) dan (11) menampilkan adverbia setelah fatis euh. Adverbia tersebut adalah kutan ternyata dan paingan pantas. 10. Euh, kutan kitu? (BKN, 2013: 61) Wah, ternyata begitu? 11. Euh, paingan atuh upama kitu mah... (LB, 2014: 11) Wah, pantas kalau begitu... b. Fatis euh berposisi sebelum demonstrativa 181

12 Pada data (12) fatis euh diikuti demonstrativa ieu ini ; pada data (13) fatis euh diikuti demonstrativa kitu begitu ; pada data (14) fatis euh diikuti demonstrativa eta itu. Data (12) dan (14) kalimat berstruktur klausa, sedangkan data (13) kalimat tidak berstruktur klauasa. 12. Euh, ieu teh Kang Jaja? (M, 1993: 20) Wah, ini Kang Jaja? 13. Euh, kitu? (M, 1993: 24) Wah, begitu? 14. Euh, eta tea. Engke deui we! (M, 1993: 48) Wah, itu itu. Nanti saja! Fatis euh yang berposisi sebelum kategori lainnya dapat diamati pada data (10) dan (11). Tabel 6 Distribussi Fatis Euh di Awal Kalimat Fatis Kategori Kata pada Awal Kalimat Jumlah Euh Adverbia Demonstatriva (10) kutan (11) paingan (12)ieu (13) kitu (14) eta Jumlah Posisi Fatis Ih pada Awal Kalimat a. Fatis ih berposisi sebelum adverbia ingkar Pada data (15), (16), dan (17) fatis ih diikuti adverbia ingkar, masing-masnig sanes, sanes, dan lain. Sanes dan lain pada kalimat di atas berarti bukan. 15. Ceuk Haji Banisah, Ih sanes kitu, eta mah awahing ku beak nya ka doa bae, nawiskeun ka suka hati. (BKN, 2013: 6) Kata Haji Banisah, Ah, bukan begitu, itu karena begitu habisnya, yah setuju, menandakan suka hati. 16. Ih, sanes kitu, ari sayaktosna mah Embu teh, jaba ti rek dagang bari ngemban dawuhan Aom Usman ka Nyai, saurna palay wawuh.... (BKN, 2013: 9) Ah, bukan begitu, sebenarnya Embu itu, selain mau berdagang sambil mengemban pesan Aom Usman kepada Nyai, katanya ingin kenal Ih, lain ku kituna Embi, ngan eta bae Embi langkung uninga, kapan kuring rek lakian, pisakumahaeun temen sepuh-sepuh, lamun kuring aya lampah nu teu pantes.... (BKN, 2013: 10) karena itu Ah, bukan karena itu Embi, hanya itu Embi lebih tahu, kan saya mau bersuami, bagaimana persaan orang-orang tua, jika ada perbuatan yang tidak pantas.... b. Fatis ih berposisi sebelum pronomina persona Pada data (18) fatis ih diikuti pronomina kami saya. 18. Ih, kami mah moal owah gingsir deui, kapan bareto kami geus ngomong malah enggeus sumpah pisan.... (BKN, 2013: ) Ah, kami tidak akan gila lagi, kan dulu saya sudah berbicara malah sudah benarbenar bersumpah

13 c. Fatis ih berposisi sebelum interogativa Pada data (19) fatis ih diikuti interogativa naha mengapa. 19. Ih, naha bet jadi kahelokan teuing sakitu-kitu bae mah.... (BKN, 2013: 94) Ah, mengapa malah menjadi begitu aneh begitu-begitu saja.... d. Fatis ih berposisi sebelum adjektiva Fatis ih diikuti adjektiva gampang gampang pada data (21). 21. Ih gampang sakitu mah, cek Gani. (LB, 2014: 39) Ah, enteng kalau hanya sebesar itu, kata Gani. e. Fatis ih berposisi sebelum nomina sapaan Pada data (22) fatis ih diikuti sapaan si bedul si babi sebagai sapaan akrab antarteman karena kekesalan. 22. Ih si bedul geuning sora nu kerek di dapur, Basri ngagerenyem ngomong lalaunan. (LB, 2014: 56) Ah, si babi ternyata suara mengorok di dapur. Basri berbisik dalam hatinya dengan pelan. f. Fatis ih berposisi sebelum nomina Pada (26) fatis ih diikuti nomina kesang keringat. 26. Ih, kesang! cenah, bari nyusutkeun pananganana kana calana Dudung... (M, 1993: 95) Ah, keringat! katanya sambil mengusap-ngusap tangannya ke celana Dudung... Posisi Fatis Ih pada Akhir Kalimat Dari 26 data yang terkumpul hanya terdapat satu data, yaitu data (24) yang memuat fatis, dalam hal ini fatis, pada akhir kalimat. 24. Uus ogo, ih! Palay we ku Ceuceu Nenden! cek Pupung... (M, 1993: 56) Uus manja, ah! Mau saja oleh Ceuceu Nenden! kata Pupung... Tabel 7 Distribusi Fatis Ih di Awal Kalimat Fatis Kategori Kata pada Awal Kalimat Jumlah Aeh Adverbia Pronomina Interogativa Konjungsi Adjektiva Nomina (15) sanes (16) sanes (17) lain (23) sugan (25) atuda (18) kami (19) naha (20) ari (21) gampang (22) si bedul (26) kesang Jumlah Fungsi Fatis Aeh, Euh, dan Ih Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, dalam kalimat, fatis bukan merupakan bagian salah satu fungsi di dalamnya. Fatis merupakan unsur luar kalimat atau 183

14 ekstraposisi. Fatis akan mendukung makna atau maksud kalimat bergantung pada konteks kalimat tersebut. Fatis dapat menandai ekspresi tertentu dalam tuturan. Berikut ini akan dipaparkan fungsi fatis aeh, euh, dan ih sebagai sarana ekspresi dalam tuturan. Fatis Aeh Berikut ini dijelaskan fungsi ekspresi aeh sesuai dengan konteks tuturan yang terdapat dalam data. a. Menyatakan kekagetan Kaget dapat disebabkan oleh berbagai hal. Fatis aeh pada data (1) menunjukkan ekspresi kekagetan karena kedatangan seseorang yang tidak disangka-sangka, dalam hal ini kedatangan Nyi Dampi Aeh, Nyi Dampi! Aya dagangan naon anu aneh-aneh? (BKN, 2013: 8)...Wah, Nyi Dampi! Ada dagangan apa yang aneh-anaeh? Kekagetan pada data (2) terjadi karena penutur lupa melakukan sesuatu. 2. Aeh Eulis saputangan Engkang tinggaleun, cek Basri semu kaget... (LB, 2014: 15) Wah Eulis saputangan Engkang tertinggal, kata Bsri tampak kaget... Kekagetan pada data (4) terjadi karena suasana yang sudah berubah tanpa sepengetahuan pembicara. 4. Aeh geuning geus beurang, meh satengah dalapan, cek pikirna... (LB, 2014: 28) Wah ternyata sudah siang, hampir setengah delapan, pikirnya... b. Menyatakan penyesalan Fatis aeh yang menunjukkan ekspresi penyesalan terdapat pada data (3) berikut. 3. Aeh, na aing ieuh? omongna di jero hate. (LB, 2014: 27) Wah, saya ini? katanya dalam hati. c. Mengawali Pernyataan konfirmasi atas suatu kebenaran Fatis aeh yang yang menyatakan konfirmasi atas suatu kebanaran terdapat dalam data (5) dan (6) berikut. 5. Aeh enya, cek kondektur. (LB, 2014: 34) Wah benar, kata kondektur Aeh Pung, kumaha geus katampa eta teh? ceuk Subita. (LB, 2014: 36)...Wah Pung, bagaimana sudah diterima itu itu? kata Subita. d. Menyatakan keheranan Fatis aeh yang menunjukkan ekspresi keheranan terdapat pada data (7) berikut. 7. Aeh kutan? cek Lili bangun nu panasaran. (LB, 2014: 43) Wah ternyata? kata Lili seperti yang penasaran. e. Menegaskan persetujuan Fatis aeh yang menyatakan ekspresi menegaskan persetujuan terdapat pada data (8) dan (9) berikut. 8. Aeh, muhun. Sanes Fuki nu di Jalan Hanjuang mah.... (M, 1993: 72) Wah betul. Bukan Fuki yang di Jalan Hanjuang itu Aeh, leres! Urang teh bade balakecrakan tea, nya?... (M, 1993: 73) Wah, betul! Kita akan makan bersama itu, ya?... Fatis Euh Fatis euh menyatakan ekspresi berikut sesuai dengan data yang diperoleh. a. Menyatakan keheranan Fatis euh yang menyatakan keheranan terdapat pada data (10) dan (13) berikut. 10. Euh, kutan kitu? (BKN, 2013: 61) Wah, ternyata begitu? 184

15 13. Euh, kitu? (M, 1993: 24) Wah, begitu? b. Menyatakan ketidakpuasan karena petutur tidak mngetahui Fatis euh yang menyatakan ketidakpuasan karena petutur tidak mngetahui terdapat pada data (11). 11. Euh, paingan atuh upama kitu mah... (LB, 2014: 11) Wah, pantas kalau begitu... c. Membenarkan pernyataan petutur dengan maksud memuji Fatis euh yang membenarkan pernyataan petutur dengan maksud memuji terdapat pada data (13) berikut. 13. Euh, kitu? (M, 1993: 24) Wah, begitu? d. Menegaskan sesuatu yang sudah diketahui Fatis aeh yang berfungsi mnegaskan sesuatu yang sudah diketahui terdapat pada data (12) dan (14) berikut. 12. Euh, ieu teh Kang Jaja? (M, 1993: 20) Wah, ini Kang Jaja? 14. Euh, eta tea. Engke deui we! (M, 1993: 48) Wah, itu itu. Nanti saja! Fatis Ih a. Menegaskan ketidaksetujuan Fatis ih yang berfungsi menegaskan ketiadk setujuan terdapat pada data (15), (16), (17), (18), (19), dan (20) berikut. 15. Ceuk Haji Banisah, Ih sanes kitu, eta mah awahing ku beak nya ka doa bae, nawiskeun ka suka hati. (BKN, 2013: 6) Kata Haji Banisah, Ah, bukan begitu, itu karena begitu habisnya, yah setuju, menandakan suka hati. 16. Ih, sanes kitu, ari sayaktosna mah Embu teh, jaba ti rek dagang bari ngemban dawuhan Aom Usman ka Nyai, saurna palay wawuh.... (BKN, 2013: 9) Ah, bukan begitu, sebenarnya Embu itu, selain mau berdagang sambil mengemban pesan Aom Usman kepada Nyai, katanya ingin kenal Ih, lain ku kituna Embi, ngan eta bae Embi langkung uninga, kapan kuring rek lakian, pisakumahaeun temen sepuh-sepuh, lamun kuring aya lampah nu teu pantes.... (BKN, 2013: 10) karena itu Ah, bukan karena itu Embi, hanya itu Embi lebih tahu, kan saya mau bersuami, bagaimana persaan orang-orang tua, jika ada perbuatan yang tidak pantas Ih, kami mah moal owah gingsir deui, kapan bareto kami geus ngomong malah enggeus sumpah pisan.... (BKN, 2013: ) Ah, kami tidak akan gila lagi, kan dulu saya sudah berbicara malah sudah benarbenar bersumpah Ih, naha bet jadi kahelokan teuing sakitu-kitu bae mah.... (BKN, 2013: 94) Ah, mengapa menjadi begitu aneh begitu-begitu saja Ih ari sapertos abdi mah pasrah teu pasrah oge da geus kieu jadina ngiringan kana 185

16 kersa gamparan bae... (BKN, 2013: 98) Ah jika seperti saya pasrah atau tidak pasrah pun sudah begitu jadinya ikut saja bagaimana Anda saja... b. Menyatakan kesanggupan Fatis ih yang berfungsi menyatakan kesanggupan terdapat pada data (21) berikut. 21. Ih gampang sakitu mah, cek Gani. (LB, 2014: 39) Ah, enteng kalau hanya sebesar itu, kata Gani. c. Menyatakan kekesalan atau marah Fatis ih yang menyatakan kekesalan atau marah terdapat pada data (22), (24), dan (26). 22. Ih si bedul geuning sora nu kerek di dapur, Basri ngagerenyem ngomong lalaunan. (LB, 2014: 56) Ah, dasar bodoh ternyata suara mengorok di dapur. Basri berbisik dalam hatinya dengan pelan. 24. Uus ogo, ih! Palay we ku Ceuceu Nenden! cek Pupung... (M, 1993: 56) Uus manja, ah! Mau saja oleh Ceuceu Nenden! kata Pupung Ih, kesang! cenah, bari nyusutkeun pananganana kana calana Dudung... (M, 1993: 95) Ah, keringat! katanya sambil mengusap-ngusap tangannya ke celana Dudung... d. Mengoreksi pernyataan sebelumnya Fatis ih yang mengoreksi pernyataan sebelumnya terdapat pada data (23) dan (25) berikut. 23. Ih, sugan teh sanes Ieke! (M, 1993: 44) Ah, saya pikir bukan Ieke! 25. Ih, atuda Mamih mah sugan teh... (M, 1993: 95) Ah, Mamih saya pikir... PENUTUP Dari tiga sumber data novel berbahasa Sunda yang diteliti, ditemukan 26 data kalimat yang memuat fatis aeh wah, euh wah, dan ih ah. Fatis ih cenderung lebih sering muncul, yakni dua belas data, diikuti fatis aeh, yakni sembilan data, sedangkan fatis euh agak jarang yakni lima data. Fatis aeh, euh, dan ih yang terdapat dalam tiga novel yang diteliti berada dalam lingkungan kalimat deklaratif, interogatif, dan eksklamatif. Secara umum ketiga fatis tersebut cenderung lebih sering digunakan dalam kalimat deklaratif, yakni empat belas data. Penggunaan fatis dalam kalimat interogatif dan eksklamatif masing-masing berjumlah enam data. Dari sumber data yang digunakan, hanya fatis ih yang tidak muncul dalam kalimat interogatif, sedangkan fatis aeh dan euh digunakan dalam ketiga jenis kalimat di atas. Ketiga fatis di atas cenderung lebih sering muncul dalam kalimat berstruktur klausa, yakni tujuh belas data, sedangkan tidak berstruktur klausa berjumlah sembilan data. Berdasarkan distribusi dalam kalimat, 25 data ketiga fatis berposisi di awal kalimat, hanya satu data fatis ih yang berposisi di akhir kalimat. Kata yang terdapat langsung di kanan fatis berkategori beragam. Fungsi tuturan ketiga fatis di atas beragam bergantung pada konteks tuturan. Fungsi fatis aeh lebih banyak menyatakan kekagetan. Fungsi fatis euh lebih banyak menyatakan keheranan dan menegaskan sesuatu yang sudah diketahui, Fungsi fatis ih didominasi fungsi menegaskan ketidaksetujuan. 186

17 DAFTAR PUSTAKA Hudson, R.A Sosiolinguistics. New York: Cambridge University Press. Kridalaksana, Harimurti Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Kridalaksana, Harimurti Pengantar Ilmiah dari Fungsi Fatis ke Ungkapan Fatis Dalam Ungkapan Fatis dalam Pelbagai Bahasa. Depok: Labolatorium Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Leech, Geoffrey Semantics. Harmondsworth: Penguin Books. Leech, Geoffrey Semantik. Cet.I. Diterjemahkan oleh Paina Partana.Yoyakarta: Pustaka Pelajar. Leech, Geoffrey Prinsip-Prinsip Pragmatik: Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press). Rahardi. R. Kunjana Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia. Sumarsono Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sutami, Hermina (peny.) Ungkapan Fatis dalam Pelbagai Bahasa. Depok: Labolatorium Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Wahya Sekilas tentang Kategori Fatis dalam Bahasa Sunda: Kajian Pragmatik.Makalah pada Seminar Internasional Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan bertemakan Peran Semiotik dan Pragmatik dalam Memaknai Kebudayaan Global dan Lokal pada17 Juni 2014 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Derpok. Wahya, 2015a. Euy sebagai Sarana Pragmatik dalam Novel Kolebat Kuwung-Kuwung Kinasih Katumbirian Karya Tatang Sumarsono. Makalah pada International Conference Linguistics Scientific Meeting, 28 Mei 2015 di Progarm Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Wahya, 2015b. Dimensi Sosiolinguistik Tuturan Berpartikel Yeuh dalam Bahasa Sunda. Makalah pada Seminar Sosiolinguistik-Dialektologi, 2015 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universditas Indonesia, Depok. Wahya. 2015c. Penggunaan Bentuk Fatis sebagai Sarana Pragmatik dalam Cerita Pendek Hiji Mangsa Tahun 2055 Karya Asikin Hidayat Makalah pada Seminar Internasional. Sastra dan Bahasa Serumpun, 2015.di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jatinanngor, Sumedang. Wahya, dkk Sisi Sosiolinguistik Penggunaan Fatis Heueuh, Enya, Sumuhun Ya dalam Novel Berbahasa Sunda Numbuk di Sue Karya Moh. Ambri. Makalah KIMLI di Universitas Udayana, Bali pada Agustus Wijana, I Dewa Putu Dasar-Dasar Pragmatik. Cet.I. Yogyakarta; Andi. 187

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur komisif bahasa Jawa dalam

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2

KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Abstrak an ini mengkaji aspek sosial berupa gender dikaitkan

Lebih terperinci

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA Oleh: Tatang Suparman FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, pada dasarnya manusia hanya sebagai makhluk individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, pada dasarnya manusia hanya sebagai makhluk individu tetapi juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari kebutuhan berinteraksi dan berintegrasi dalam lingkungan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

ILOKUSI DALAM WACANA KAOS OBLONG JOGER: SEBUAH ANALISIS PRAGMATIK. Agus Surya Adhitama Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana

ILOKUSI DALAM WACANA KAOS OBLONG JOGER: SEBUAH ANALISIS PRAGMATIK. Agus Surya Adhitama Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana 1 ILOKUSI DALAM WACANA KAOS OBLONG JOGER: SEBUAH ANALISIS PRAGMATIK Agus Surya Adhitama Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract There are many ways to create a communication

Lebih terperinci

DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ

DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ 1 D A N G I A N G S U N D A V o l. 3 N o. 2 A g u s t u s 2015 DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ Nessa Fauzy Rahayu 1, Yayat Sudaryat 2, Hernawan 3 Nessa.fauzy@student.upi.edu,

Lebih terperinci

Proceeding IICLLTLC

Proceeding IICLLTLC KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Pamulang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

PRAGMATIK. Disarikan dari buku: PRAGMATIK Disarikan dari buku: Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Cutting, Joan. 2006. Pragmatics and Discourse 2 nd Edition. New York: Rouledge. Wijana, I Dewa

Lebih terperinci

KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF

KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF Kalimat Tanya Peserta (Dewi Restiani) 1 KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF INTERROGATIVE SENTENCE OF SMART GENIUS TUTORING CENTER S STUDENTS

Lebih terperinci

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan 1 BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Bahasa merupakan produk budaya yang paling dinamis dalam pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan pemikiran, permintaan, dan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu 1) realisasi tindak tutur petugas penerangan dengan masyarakat di kelurahan, 2) alas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI Oleh: Latifah Dwi Wahyuni Program Pascasarjana Linguistik Deskriptif UNS Surakarta Abstrak Komunikasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ujaran dan tulisan yang digunakan oleh orang-orang dari negara tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam ujaran dan tulisan yang digunakan oleh orang-orang dari negara tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan kamus bahasa Inggris Oxford, Bahasa adalah sistem komunikasi dalam ujaran dan tulisan yang digunakan oleh orang-orang dari negara tertentu (2000; 240).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Acara anak yang ditayangkan di televisi dari hari ke hari semakin berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak menonton

Lebih terperinci

Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA NOVEL TRILOGI KARYA AGUSTINUS WIBOWO

Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA NOVEL TRILOGI KARYA AGUSTINUS WIBOWO SELOKA 4 (2) (2015) Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA NOVEL TRILOGI KARYA AGUSTINUS WIBOWO Yuliarti,

Lebih terperinci

ANALISIS KALIMAT INTEROGATIF PEMBAWA ACARA HITAM PUTIH DI TRANS 7 EDISI PERTENGAHAN APRIL- MEI 2014

ANALISIS KALIMAT INTEROGATIF PEMBAWA ACARA HITAM PUTIH DI TRANS 7 EDISI PERTENGAHAN APRIL- MEI 2014 ANALISIS KALIMAT INTEROGATIF PEMBAWA ACARA HITAM PUTIH DI TRANS 7 EDISI PERTENGAHAN APRIL- MEI 2014 ARTIKELE-JOURNAL Diajukanuntukmememenuhisebagianpersyaratanmemeperolehgelar SarjanaPendidikan (S. Pd.)

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN 1412-9418 APA DAN MANA DALAM KALIMAT DEKLARATIF Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro ABSTRACT Kalimat merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan maksud

Lebih terperinci

Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TUTURAN EMOSIONAL TOKOH WANITA DAN LAKI-LAKI DALAM NOVEL APPOINTMENT WITH DEATH (PERJANJIAN DENGAN MAUT) DAN NOVEL THE MYSTERY OF THE BLUE TRAIN (MISTERI KERETA API BIRU) KARYA AGATHA CHRISTIE (KAJIAN

Lebih terperinci

Sutasoma: Journal of Javanese Literature

Sutasoma: Journal of Javanese Literature SUTASOMA 2 (1) (2013) Sutasoma: Journal of Javanese Literature http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma PEMAKAIAN PARTIKEL BAHASA JAWA DI DESA KARABAN KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI Eka Yuliani

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

ARTIKEL E-JOURNAL. Oleh RASMIAYU FENDIANSYAH NIM JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

ARTIKEL E-JOURNAL. Oleh RASMIAYU FENDIANSYAH NIM JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI DAN PERLOKUSI PADA GURU MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR KELAS X SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 5 TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL Oleh RASMIAYU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA. Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA. Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada Abstrak Guru sebagai insan akademik memiliki peranan untuk menyampaikan materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

yaitu halus (lemes), sedang (loma), dan kasar. Bahasa Sunda halus biasanya digunakan kepada orang yang lebih tua, Sunda sedang digunakan untuk berkomu

yaitu halus (lemes), sedang (loma), dan kasar. Bahasa Sunda halus biasanya digunakan kepada orang yang lebih tua, Sunda sedang digunakan untuk berkomu KATEGORI FATIS BAHASA SUNDA SUKABUMI Rini Siti Parida Malik Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan kategori fatis bahasa Sunda Sukabumi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Diajukanoleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam

BAB V PENUTUP. serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dideskripsikan, serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam novel Dom Sumurup Ing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1

Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1 Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1 1.1 Tujuan Dalam Tahap 1 Kurikulum Internasional Pendidikan Bahasa Mandarin (KIPBM), siswa diharapkan dapat memahami materi bahasa tingkat dasar yang berkaitan dengan perorangan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Kania Pratiwi Sakura Ridwan Aulia Rahmawati Abstrak. Penelitian ini bertujuan memahami secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana pertuturan speech act, speech event) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari 128 BAB V PENUTUP Pembahasan terakhir dalam tulisan ini mengenai simpulan dan saran. Bab ini terdiri atas dua subbab. Subbab pertama membahas mengenai simpulan dari temuan dan hasil analisis. Subbab kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003:

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA

PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA Naskah Publikasi Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Tidak ada manusia tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa manusia. Dua hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Pendekatan kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Pendekatan kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan manusia. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

43 PEMARKAH LEKSIKAL PEMBENTUK MAKNA PRAGMATIK IMPERATIF DALAM KALIMAT INTEROGATIF BAHASA INDONESIA

43 PEMARKAH LEKSIKAL PEMBENTUK MAKNA PRAGMATIK IMPERATIF DALAM KALIMAT INTEROGATIF BAHASA INDONESIA 43 PEMARKAH LEKSIKAL PEMBENTUK MAKNA PRAGMATIK IMPERATIF DALAM KALIMAT INTEROGATIF BAHASA INDONESIA (LEXICAL MARKERS PRAGMATIC IMPERATIVE MEANING FORMATION IN INTERROGATIVE SENTENCES INDONESIAN LANGUAGE)

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti suatu bahasa. Ilmu linguistik terdapat dalam semua bahasa. Dalam The New Oxford Dictionary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS Kode/Nama Rumpun Ilmu** :741/ Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN

Lebih terperinci

UNGKAPAN KATA SERU DALAM BAHASA INDONESIA PADA DIALOG KOMIK SERIAL NARUTO. Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

UNGKAPAN KATA SERU DALAM BAHASA INDONESIA PADA DIALOG KOMIK SERIAL NARUTO. Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah UNGKAPAN KATA SERU DALAM BAHASA INDONESIA PADA DIALOG KOMIK SERIAL NARUTO Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI

TINDAK TUTUR DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI TINDAK TUTUR DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI Clara Ayu Sasmita email: claraasmi16@gmail.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA. Naskah Publikasi

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA. Naskah Publikasi TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah EKO CAHYONO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan melalui bahasa. Di dunia terdapat bermacam-macam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan melalui bahasa. Di dunia terdapat bermacam-macam bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana penting bagi aspek kehidupan bermasyarakat. Sebagai sarana untuk berkomunikasi bagi manusia, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media pembentuk kebahasaan yang menjadi kunci pokok bagi kehidupan manusia di dunia ini, karena melalui bahasa baik verbal maupun non verbal manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikirannya. Baik diungkapkan dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa. informasi, gagasan, ide, pesan, maupun berita.

BAB I PENDAHULUAN. pikirannya. Baik diungkapkan dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa. informasi, gagasan, ide, pesan, maupun berita. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan penuturnya. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi manusia. Manusia selalu menggunakan bahasa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahasa di dalam masyarakat untuk wujud pemakaian bahasa berupa kata, frase, klausa, dan kalimat. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa terjadi pada tataran

Lebih terperinci

ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF DAN KALIMAT INTEROGATIF DALAM TALK SHOW MATA NAJWA DI YOUTUBE UNGGAHAN JANUARI 2017

ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF DAN KALIMAT INTEROGATIF DALAM TALK SHOW MATA NAJWA DI YOUTUBE UNGGAHAN JANUARI 2017 ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF DAN KALIMAT INTEROGATIF DALAM TALK SHOW MATA NAJWA DI YOUTUBE UNGGAHAN JANUARI 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM FILM DI BAWAH LINDUNGAN KABAH

ANALISIS TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM FILM DI BAWAH LINDUNGAN KABAH ANALISIS TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM FILM DI BAWAH LINDUNGAN KABAH ARTIKEL E-JOURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) WILDASARI NIM 110388201136

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana terpenting dalam segala jenis komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF, INTEROGATIF DAN IMPERATIF DALAM TAJUK KORAN SINDO EDISI MARET 2016 ARTIKEL E-JOURNAL NURFADILAH NIM

ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF, INTEROGATIF DAN IMPERATIF DALAM TAJUK KORAN SINDO EDISI MARET 2016 ARTIKEL E-JOURNAL NURFADILAH NIM ANALISIS KALIMAT DEKLARATIF, INTEROGATIF DAN IMPERATIF DALAM TAJUK KORAN SINDO EDISI MARET 2016 ARTIKEL E-JOURNAL NURFADILAH NIM 120388201098 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

RAGAM KALIMAT DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

RAGAM KALIMAT DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI RAGAM KALIMAT DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Disusun Oleh:

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala hal yang dilakukan seseorang tak terlepas dari bagaimana ia memaknai tindakannya, begitu pula dalam berkomunikasi yang menjadikan bahasa sebagai kunci pokoknya.

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL LELAKI YANG MENGGENGGAM AYAT-AYAT TUHAN KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY E JURNAL ILMIAH

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL LELAKI YANG MENGGENGGAM AYAT-AYAT TUHAN KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY E JURNAL ILMIAH TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL LELAKI YANG MENGGENGGAM AYAT-AYAT TUHAN KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY E JURNAL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (STRATA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam metodologi penelitian ini, terdapat metode penelitian, sumber dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam metodologi penelitian ini, terdapat metode penelitian, sumber dan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam metodologi penelitian ini, terdapat metode penelitian, sumber dan korpus data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan instrumen penelitian. Untuk penjelasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pengertian metode menurut Mardalis (2010, hlm. 24) adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Di dalam penelitian bahasa umumnya harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa tutur terjadinya atau berlangsung pada interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS

TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS Ahmad Fadilahtur Rahman Guru Bahasa Indonesia SMPN 4 Situbondo Email: fadilahtur_rahman@yahoo.com Abstract: This study aimed to describe the form

Lebih terperinci

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 adityawicak_02@yahoo.com ABSTRACT Speech uttered by bus conductors has an interesting phenomenon because there is a change

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah BAB 4 KESIMPULAN 4.1 Pengantar Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah didapatkan, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dan disarankan untuk penelitian selanjutnya.

Lebih terperinci