Penelitian ini dilaksanakan di agroforestri Desa Sumberejo yang masuk. dalam Sub DAS Temon, DAS Solo, sedangkan secara administratif masuk ke

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian ini dilaksanakan di agroforestri Desa Sumberejo yang masuk. dalam Sub DAS Temon, DAS Solo, sedangkan secara administratif masuk ke"

Transkripsi

1 95 V. DESKRIPSI DAN KONDISI LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di agroforestri Desa Sumberejo yang masuk dalam Sub DAS Temon, DAS Solo, sedangkan secara administratif masuk ke wilayah Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Jaraknya 3 km dari ibukota kecamatan dan 52 km dari ibukota kabupaten. Luas wilayah Desa 547 ha, terdiri dari 9 dusun. Posisi Desa ini terletak di antara 110 o 59 6,19 BT dan 7 o 59 12,47 LS, dengan ketinggian 293 meter di atas permukaan laut. Desa ini berbatas wilayah: Sebelah Utara dengan Desa Ranggajati, Kecamatan Batuwarno Sebelah Selatan dengan Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno Sebelah Timur dengan Desa Batuwarno, Kecamatan Batuwarno Sebelah Barat dengan Desa Temon, Kecamatan Baturetno Gambar 14. Peta Posisi Desa Sumberejo Kecamatan Batuwarno dalam Sub Das Temon, DAS Solo

2 96 Topografi desa bergelombang dan berbukit dengan struktur tanah yang didominasi batuan gamping berlapis sebagai ciri khasnya. Sedangkan jenis tanahnya banyak menunjukan jenis tanah litosol mediteran coklat basa. Kondisi geografis dan struktur geologis dengan batuan kapur berlapis-lapis memberikan kesan bahwa daerah ini tampak sebagai kawasan batu bertanah, tanah hanya sedikit terlihat di celah-celah batu. Desa ini masuk dalam tipe iklim C menurut kategori Schmidt dan Ferguson dan curah hujan tahunan rata-rata 2015 mm, serta banyaknya hari hujan tahunan hanya 75 hari, hal ini menunjukan bahwa Sumberejo merupakan kawasan lahan kering (data klimatologi tahun 1999). Sungai utama Desa adalah Sungai Temon dengan panjang 2 km yang termasuk dalam dalam Sub DAS Temon, DAS Solo. Berdasarkan peta penutupan lahan Sub DAS Temon, Desa ini termasuk lahan agak kritis dan kritis seperti terlihat pada gambar Sejarah Pengelolaan Hutan Rakyat Desa Sumberejo Sekitar lebih dari 100 tahun yang lalu lahan di Desa Sumberejo masih subur. Ini ditandai oleh penuturan para kaum tua desa ini bahwa dulu mereka selalu membajak (mbrujul) tegalan mereka sebelum menanam. Keadaan kritis terjadi antara tahun 1930-an hingga tahun Ini ditandai oleh sangat sedikit dan tipisnya tanah yang ada di desa, dan munculnya pemandangan bebatuan sejauh mata memandang, yang memberi kesan kuat bahwa desa ini merupakan wilayah batu bertanah, kering dan tandus. Pemahaman dan kesadaran tentang konservasi tanah dan kelestarian hutan yang belum mantap, diduga sebagai penyebab terjadinya percepatan kerusakan hutan di Sumberejo pada masa lalu. Kerusakan itu begitu parahnya hingga tanah hanya tinggal ada di celah celah batu. Hal

3 97 tersebut diawali dengan budidaya tanaman semusim di lahan-lahan yang derajat kemiringannya tidak memungkinkan sehingga mempercepat erosi. Beberapa mata air yang dulunya bisa bertahan hingga kemarau, kering sebelum kemarau datang, hingga sumber air tinggal di sungai Kali Nekuk. Sedangkan jenis tanaman yang ada lebih banyak tanaman trembesi dan besole, serta gondang. Upaya penghijauan diawali dengan penanaman kayu oleh Sularjo (Kadus Wates) tahun Kegiatan yang dilakukan berupa penanaman batas tegal dan pekarangannya dengan kayu jati dan mahoni. Setelah pohon ini menunjukan pertumbuhan yang baik, maka tahun 1967, Sularjo mengajak beberapa warga untuk menanami batas lahannya dengan tanaman jati, mahoni dan akasia. Tetapi masyarakat menanggapi terhadap ajakan ini dengan tiga sikap yang berbeda. Setuju kurang lebih (20%), menolak (60%) dan bimbang (20%). Mereka yang menolak lebih dilatarbelakangi oleh kekhawatiran bahwa bila lahan mereka ditanami kayu, lantas mau makan dari mana, sedangkan yang setuju dilatarbelakangi oleh baiknya manfaat penghijauan bagi lahan, sedangkan yang bimbang lebih karena keraguan belum adanya contoh hasil nyata yang bisa menjawab kekhawatiran. Konflik ini menjadikan upaya penghijauan tidak bisa menyebar cepat dan menjadikan Sumberejo masih kelihatan tandus dan kering. Melihat situasi dan kerawanan pangan yang muncul di atas, World Food Programe (WFP) pada tahun 1972 menyelenggarakan proyek penanaman kayukayuan. Tiga jenis yang dikembangkan adalah eukaliptus (Eucalyptus alba), akasia (Acacia auriculiformis) dan kaliandra (Caliandra calothyrsus) pada lahanlahan kritis. Proyek ini dilakukan bersama masyarakat dengan cara masyarakat bekerja menanam lahan mereka dengan tiga jenis tanaman tersebut dan dibayar dengan bulgur dan minyak serta susu kering di lahan seluas 50 ha. Rendahnya kesadaran dan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan terhadap tanaman

4 98 tersebut hingga hanya sedikit yang bisa masih tumbuh. Tahun 1985 menjadi babak baru upaya penghijauan di Sumberejo. Ini ditandai dengan pembentukan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KHR) Gondangrejo dengan beranggotakan 46 orang sebagai organisasi petani hutan swadaya. Tiga kegiatan penting yang dilakukan adalah pertama, penataan kelembagaan kelompok tani sebagai wadah penggarapan kesadaran dan pemahaman konservasi di agroforestri; kedua, pembuatan kebun bibit desa sebagai proses penguatan kemampuan dalam penyediaan bibit dan; ketiga, pembuatan teras secara gotong royong dengan memecah batu-batu besar, sebagai aksi penataan lahan (Cahyono, A. Et al, 2003) Kini, wajah desa dengan jumlah kayu yang ada telah berbeda. Pemilikan pohon oleh keluarga dari yang paling sedikit dan banyak berkisar antara batang dengan 2 jenis kayu utama jati dan mahoni. Administrasi ijin tebang di Sumberejo mengalami kemandegan pencatatan sejak Oktober Berdasar dokumen yang ada kisaran penebangan jati antara 1-30 batang per tiga bulan, mahoni 4-50 batang/tiga bulan pada dimeter cm. Berdasar surat ijin yang masuk ke balai desa, dalam 1 tahun desa menerima Rp dari para bakul penebang, dengan sekali ijin Rp , dengan rata-rata per ijin untuk 1 rit truk (kurang lebih 4 m3). Artinya, perkiraan kapasitas pasok sekitar 30 rit per tahun setara dengan 120 m 3. Pedagang kayu lokal untuk Sumberejo selatan ditangani oleh Sukiyo, Suliyo, Sutar (tinggal di Jarak, Selopuro), sedangkan Sumberejo Utara dipegang oleh Saman, Misman, Karmin, Mardi (tinggal di Ngandong, Sumberejo). Kedua kelompok pedagang ini menjual kayunya ke Suyadi (Pagersari, Temon) yang kemudian menjual ke pedagang besar langsung ke Serenan Sukoharjo dan industri (Jepara).

5 99 Data terakhir ketika studi menunjukkan rata-rata perkembangan harga komoditas kayu per meter kubiknya adalah jati Rp , sedangkan mahoni: Rp Harga ini adalah di tingkat petani. Petani biasanya menjual dalam keadaan kebutuhan yang mendesak dan tidak cukup persediaan lain di rumah (untuk sekolah anak, mondok di rumah sakit, membangun rumah). Beberapa petani maupun pedagang menuturkan, bahwa petani tidak pernah mencermati harga pasar, tidak tahu bagaimana menghitung volume kayu, dan serba pasrah pada pedagang. Hal itu menjadikan petani tidak bisa memutusan harga produk hasil hutan, dan seringkali dipermainkan oleh pedagang. Pembuatan agroforestri di desa Sumberejo yang telah melewati sejarah cukup panjang tersebut, dalam perkembangannya pengelolaannya, ternyata telah menerbitkan sumber atau mata air baru dan memperbesar sumber atau mata air yang lama, sehingga pengelolaan hutan rakyat memungkinkan untuk dikombinasikan dengan tanaman pangan menjadi pengelolaan dengan sistim agroforestri, dan hal tersebut berlangsung sampai dengan sekarang. Dalam perjalanan pengelolaan, hal tersebut telah membuka peluang imbal jasa air dari agroforestri dari pihak pengguna (PDAM, dan Masyarakat) yang dikelola melalui kelompok tani agroforestri dan desa. Pada tahun 2004, agroforestri desa Sumberejo telah mendapat sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari dari PT Mutuagung Lestari. Berdasarkan sertifikasi tersebut, desa Sumberejo telah diakui sebagai desa yang memenuhi standar pengelolaan hutan lestari yang berprinsip pada kelestarian ekonomi, ekologi dan sosial yang mampu menjual kayu bersertifikat ekolabel.

6 Sistem Pengelolaan Agroforestri Selain dari penghasil tanaman pangan, pengelolaan hutan rakyat sistim agroforestri desa Sumberejo bertitik tolak pada tiga subsistem yang berkaitan, yaitu; sub sistem produksi, subsistem pengolahan hasil dan sub sistem pemasaran. I. Sub Sistem Produksi Secara umum sub sistem produksi agroforestri terbagi dalam tiga bagian, yaitu: 1) Penanaman,2) Pemeliharaan dan 3) Pemanenan. Pengelolaan dengan sistem agroforestri (cemplongan dan tumpangsari), menjadikan agroforestri desa Sumberejo menghasilkan beragam produk barang dan jasa, antara lain: Hasil tanaman pangan, hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan berupa jasa air dan jasa penyerapan karbon yang sistem produksinya terintegrasi dalam pembuatan agroforestri. 1. Penanaman agroforestri yang dilakukan secara gotong-royong berperan pula dalam proses sosialisasi anggota masyarakat. Meskipun dalam gotong royong tersebut tokoh masyarakat desa jarang terlibat secara fisik mengerjakan pekerjaan fisik tetapi kehadirannya sangat penting. Selain menjaga solidaritas diantara anggota masyarakat, kehadiran mereka diperlukan untuk memberi arahan. Hal ini dikarenakan peran mereka yang dominan sebagai panutan masyarakat. Meskipun mereka tidak terlibat langsung namun pada umumnya mereka memberikan bantuan berupa makanan atau minuman bagi yang bergotong royong. Hal ini dilakukan terutama oleh tokoh masyarakat, dan pemilik tanah yang melakukan penghutanan pada lahannya. Kegiatan penanaman diawali dengan persiapan lahan melalui cara pemecahan bebatuan di permukaan, yang selanjutnya bebatuan tersebut digunakan untuk penahan terasering,

7 101 hingga diperoleh area tanah yang dapat ditanami, dan persiapan pembibitan pada kebun bibit swadaya kelompok tani. Pemilihan jenis pohon didasarkan jenis yang sudah ada dan terbukti mampu tumbuh baik di desa tersebut, serta kayunya dapat digunakan untuk bangunan dan bernilai jual tinggi. Penanaman dilaksanakan dengan jarak tanam 5m X 5 m, namun kondisi batuan yang banyak daripada tanah yang dapat ditanami, sehingga sering dalam pelaksanaan dilakukan sesuai kondisi lapangan. Penanaman kembali setelah penebangan dilakukan oleh responden dengan menggunakan langsung anakan yang diperoleh disekitar tanaman dan atau permudaan alami. Kenyataan pola penanaman tersebut menghasilkan kerapatan tegakan hutan menjadi tinggi. 2. Pemeliharaan tanaman tegakan tidak banyak dilakukan. Tanaman dibiarkan tumbuh secara alami tanpa mendapat perawatan yang intensif. Petani umumnya melakukan pembersihan dan penebangan tanaman pengganggu yang tidak diinginkan dan pemangkasan ranting untuk memberi ruang bagi pertumbuhan tegakan. Hasil kegiatan pemeliharaan digunakan sebagai hijauan untuk pakan ternak, dan pemenuhan kebutuhan kayu bakar. Sedangkan penjarangan dilakukan petani responden sebagaian pemanenan dengan pola tebang butuh. Pada fase pemeliharaan kelompok tani melakukan kegiatan perlindungan/konservasi agroforestri dengan memasang papan-papan peringatan. 3. Kegiatan Pemanenan dilakukan dilakukan sesuai kebutuhan, namun dengan proses pemilihan dengan kesepakatan batas diameter pohon minimal yang boleh ditebang. Penebangan dalam rangka pemanenan dilakukan oleh para pembeli atau tengkulak.

8 102 Sub sistem produksi dapat berjalan baik baik, karena adanya faktor pemungkin (enabling condition), antara lain: a) Pranata sosial masyarakat yang mengkondisikan pandangan untuk mengikuti keteladanan dan mentaati para pemimpin desa baik formal maupun non formal. b) Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap kenyataan fakta empiris, bahwa upaya penanaman lahan kritis telah menghasilkan sumbersumber air, sehingga lahan menjadi subur dan memungkinkan dilakukannya budidaya tanaman pangan/palawija, sediaan pakan ternak. Sementara kondisi lingkungan desapun menjadi nyaman, tidak lagi tandus. c) Kebutuhan rasa aman dengan adanya ragam tanaman pangan untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek dengan tanaman kayu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai tabungan bagi kebutuhan jangka yang akan datang. d) Telah terbentuknya kelembagaan kelompok tani, lembaga swadaya masyarakat dan dukungan aparat desa yang berperan aktif dalam forum musyawarah dan pendampingan sampai pada sertifikasi pengelolaan. e) Laju pertumbuhan populasi penduduk yang rendah, adanya budaya boro sebagai alternatif mata pencaharian, yang secara langsung mengurangi tekanan terhadap hutan. Sedangkan faktor penghambat sub sistem produksi: a) Optimalisasi pengelolaan hutan, karena keterbatasan lahan olahan, diakibatkan kondisi lahan yang berbatu, dan b) Keterbatasan tingkat pendidikan rata-rata, dan akses pengetahuan

9 103 khususnya cara valuasi dan pemasaran produk jasa hutan yang dalam perkembangannya telah mulai diperhitungkan nilai ekonominya. II. Sub Sistem Pengolahan Hasil Kegiatan pengolahan hasil diartikan sebagai proses sampai setiap ragam tanaman menghasilkan bentuk produk akhir yang dikonsumsi sendiri dan dijual. Wawancara dengan responden menunjukan secara rasional produk akhir diutamakan untuk subsisten dan kelebihannya (surplus) yang dijual. Pengolahan nilai tambah dari agroforestri berupa jasa lingkungan khususnya jasa air telah dimulai dengan adanya identifikasi jumlah dan debit sumber mata air, dam tampungan, serta pendataan jumlah kebutuhan pengguna air. Walaupun dalam jumlah terbatas salah satu sumber mata air, yaitu Semawur telah dimanfaatkan secara komersil sebagai bahan baku PDAM Baturetno. III. Sub Sistem Pemasaran Sistem pemasaran hasil agroforestri beragam sesuai dengan masingmasing produk, hasil pertanian, hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu (bibit), ternak, dan untuk jasa lingkungan yang telah ada valuasi dan pasarnya adalah jasa air, sedangkan jasa penyerapan karbon belum berkembang. Rantai pemasaran yang ada selama ini sangat sederhana, yaitu: Petani Bakul Desa Pengepul Gambar 15. Rantai Pemasaran Hasil Pertanian dan Hutan dari Agroforestri Desa Sumberejo Transaksi pembelian kayu dilakukan pada pohon berdiri, penebangan atau pemanen dilakukan pembeli, sedangkan harga kayu ditingkat petani adalah 50 (lima puluh) persen dari harga pasar. Semakin jauh atau sulit lokasi pohon yang dijual, maka harga pohon akan semakin menurun.

10 Aspek Kelembagaan Selain ketiga sub sistem di atas pengelolaan agroforestri didukung oleh aspek sosial budaya yang menjadi faktor pemungkin terbentuknya kelembagaan pengelolaan agroforestri. Meskipun tokoh panutan dominan dalam pengambilan keputusan tetapi dibatasi oleh norma-norma yang ada di masyarakat. Norma yang berlaku tersebut disepakati oleh masyarakat desa dalam rembug desa. Beberapa norma dan aturan yang harus ditaati oleh anggota masyarakat dalam kaitannya untuk menjaga kelestarian hutan antara lain; (1) dilarang menebang tanaman sebelum waktu tebang, jika melanggar kesepakatan maka petani akan terkena sanksi, (2) mencabut atau merusak tanaman harus menanam dan memelihara sampai hidup, (3) menggembala ternak di lokasi penghijauan, akan terkena sanksi menanam 10 batang sampai hidup, dan (4) bagi anggota yang tidak mengikuti kegiatan agroforestri, maka lahannya dikelola oleh kelompok dan hasilnya dibagi dua antara pemilik lahan dan kelompok. Walaupun aturan mengenai penggembalaan liar, penebangan sebelum waktunya dan merusak agroforestri dan harus mengganti sampai hidup secara tertulis belum ada, namun telah disepakati bersama. Kebiasaan menegur dan berdialog antar warga dalam setiap pertemuan merupakan kebiasaan yang sudah melembaga. Melalui aturan kearifan lokal ini diharapkan agroforestri akan terus dapat dilestarikan, meskipun aturan tersebut secara formal tidak tertulis. Koordinasi dan kerjasama merupakan sarana bagi tercapainya tujuan dimana koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronisasikan dan mengintegrasikan agar lebih terarah kepada sasaran yang akan dicapai. Tipe koordinasi yang dilaksanakan meliputi koordinasi yang bersifat horizontal dan vertikal. Koordinasi vertikal yang dilakukan oleh kelompok tani masih terbatas kepada pemerintahan desa, pemerintahan tingkat kecamatan, dan dinas terkait

11 105 tingkat kabupaten. Secara horizontal koordinasi dilakukan oleh lembaga tingkat desa. Koordinasi dan kerjasama ini diharapkan dapat membantu penguatan pengelolaan agroforestri, namun kegiatan tersebut masih sangat terbatas. Aset organisasi yang dimiliki oleh kelompok tani agroforestri sampai saat ini masih terbatas, karena ketidaktersediaan modal. Meskipun demikian peran kelompok cukup besar dalam pengelolaan agroforestri. 5.5 Data Sosial Ekonomi Penduduk desa Sumberejo hingga akhir Desember 1996 adalah sebanyak 2215 jiwa dengan kepadatan penduduk 405 jiwa per km 2, sedangkan pada akhir Desember 2002 berjumlah jiwa, terdiri (51,3%) perempuan dan (48,7%) laki-laki dengan jumlah sebanyak 631 KK jodohan (pasangan keluarga) yang bermukim pada 540 rumah. Dengan demikian terdapat 91 pasangan keluarga yang bertempat tinggal satu rumah dengan keluarga lain. Perkembangan populasi penduduk pada akhir Desember tahun 2008 menjadi jiwa, dan tahun 2009 menurun menjadi jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pertumbuhan penduduk dalam dua tahun terakhir tersebut menjadi -0,44%, dan kepadatan penduduk 415 jiwa per km 2. Perkembangan kependudukan desa Sumberejo menunjukkan kondisi, bahwa penduduk yang sebagian besar Petani yang menetap di desa jumlahnya dari tahun ke tahun relatif tetap, karena setiap penambahan penduduk selalu diimbangi dengan urbanisasi penduduk ke kota. Data perkembangan penduduk dalam desa Sumberejo berdasarkan data Kecamatan Batuwarno dalam angka dan Potensi desa Sumberejo tahun 2010, menunjukkan kepadatan 104 kepala keluarga (KK), rata-rata jumlah jiwa per KK 4 jiwa, populasi 2269 jiwa (laki-laki 1043;perempuan 1126 jiwa) pada tahun 2009.

12 106 Mahalnya akses ke pendidikan digambarkan dari sebaran tingkat pendidikan penduduk desa Sumberejo menunjukkan dari total jumlah penduduk 2219 jiwa, yang tidak tamat SD 437 orang, tamat SD 776 orang, tamat SMP 303 orang, tamat SMA 282 orang, dan tamat Perguruan Tinggi 31 orang. Sarana pendidikan dalam desa hanya ada 2 TK dan 2 SD. Akses pelayanan kesehatan sebagai ukuran kesejahteraan desa, bahwa dari sediaan sarana prasarana kesehatan di dalam desa Sumberejo masih sangat terbatas, yaitu hanya ada 1 unit puskesmas dan 8 unit posyandu, serta 1 paramedis (bidan) untuk 9 dusun. Pola penggunaan lahan desa Sumberejo sebagaimana data tabel 18 dan gambar 17, untuk selama 5 tahun terakhir relatif tetap. Penggunaan lahan Pekarangan dan Tegalan terbesar didominasi untuk pertanian secara luas (Pertanian semusim, dan agroforestri). Gambar 16. Pola Penggunaan Lahan Desa Sumberejo Tahun Terjadi peningkatan luas sawah sekitar 224% dari 9 ha (2004) menjadi 22 ha (2009), sebagai akibat meningkatnya kesuburan lahan dan sediaan sumber air dari keberadaan hutan atau secara ekonomis dengan rata-rata produksi gabah 4 ton perhektar, terjadi kenaikan ketahanan pangan desa sebesar 48 ton

13 107 gabah per satu kali panen atau 96 ton per tahun yang berarti dengan faktor konversi gabah ke beras 0,7, terdapat sediaan beras di dalam desa sebanyak 672 kg per tahun. Kontradiktif dengan pola penggunaan yang relatif tetap (gambar 17), dalam selang waktu 5 tahun terjadi perubahan komposisi mata pencaharian masyarakat di desa Sumberejo (gambar 18), terutama dari mata pencaharian pertanian petani cukup besar yang beralih mata pencaharian menjadi buruh tani, buruh bangunan, dan pedagang atau dari berbasis lahan (on farm) ke sumber-sumber lain yang tidak berbasis lahan (off farm). Hal tersebut disebabkan faktor lain di luar basis lahan,seperti perubahan pola kepemilikan lahan, dimana data saat penelitian penduduk yang memiliki lahan tegalan, pekarangan dan sawah hanya meliputi 130 KK, namun untuk rincian lebih lanjut diperlukan penelitian tersendiri. Gambar 17.Perubahan Pola Mata Pencaharian Penduduk Desa Sumberejo Tahun Perbandingan pola penggunaan lahan, populasi penduduk dan ragam

14 108 mata pencaharian penduduk desa Sumberejo tahun 2004 dan tahun 2009, menunjukkan, bahwa pola penggunaan lahan dan jumlah populasi penduduk relatif tetap, namun komposisi mata pencaharian berubah, terjadi pergeseran jumlah penduduk yang berprofesi petani menjadi buruh tani dan profesi lainnya. Hal ini dapat diakibatkan oleh banyak hal, seperti adanya peralihan milik lahan masyarakat desa pada penduduk kota, pertanian di lahan kurang subur tidak mampu menutup kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, sementara pengaruh pola konsumerisme telah masuk ke desa, dan lain sebagainya. Dampak yang nyata adalah terjadinya kelangkaan tenaga kerja yang mengakibatkan kenaikan harga upah hingga 2,5 kali lipat dari tahun 2004 ke tahun Data Responden Penelitian dalam 3 (tiga) Strata Agroforestri Dari hasil pengukuran sampel plot pada lahan responden di dapatkan hasil sebagaimana tabel 16, didapatkan kecenderungan makin luas lahan, makin banyak pohon yang ditanam dan ini mengindikasikan adanya trend petani mengelola usaha agroforestri bukan hanya sekedar untuk tabungan, namun juga telah memandangnya sebagai usaha yang menguntungkan. Jumlah ketersediaan pohon jati dan mahoni dengan diameter di atas 20 cm dan ketinggian antara 9 10 meter (35%), serta kelas umur yang sangat beragam, mengkondisikan agroforestri analog dengan kondisi hutan alam yang dikelola HPH, dimana pemanenan dimungkinkan dilakukan setiap saat. Komposisi tanaman saat pengukuran didominasi jenis tanaman Jati dan Mahoni yang ditanam berseling, tidak dalam blok khusus per jenis. Jenis Acasia dan Sengon jumlahnya sedikit dan sangat tersebar, sehingga tidak menjadi andalan petani sebagai penghasil kayu. Jarak tanaman tidak teratur dan sangat

15 109 rapat sehingga tegakan setiap strata didominasi oleh komposisi kelas diameter < 20 cm (+/- 65%). Hal tersebut menunjukkan walaupun jarak tanam tidak teratur, namun sebaran umur tanaman mendekati kurva produksi normal (kurva S). Semakin luas lahan yang dimiliki, maka semakin rendah kerapatan pohon per hektar, serta semakin tersegmen antar jenis tanaman pohon dengan tanaman pertanian. Hal ini mengindikasikan, bahwa usaha agroforestri di atas 1 ha dan di atas 2 ha, telah memulai upaya tindak penjarangan untuk perbaikan tegakannya, sedangkan usaha agroforestri di bawah 1 ha lebih menyerahkan pemeliharaan tegakannya secara alami. tabel 13. Rata-rata Kerapatan dan Volume Pohon Kekayuan per Strata (Total Luas Populasi 293,46 ha, Luas Sampel 106,25 ha atau 36,25%) Jenis Strata 1 Strata 2 Strata 3 Tanaman hutan Jumlah pohon (batang) Volume (m3) Jumlah pohon (batang) Volume (m3) Jumlah pohon (batang) Volume (m3) Jati Ф < 20 cm , , ,95 Ф > 20 cm , , ,8 Mahoni Ф < 20 cm , , ,95 Ф > 20 cm , , ,1 Jumlah Ф < 20 cm , , ,93 Ф > 20 cm , , ,90 Keterangan : Ф = diameter Berdasarkan dasar harga kayu berdiri di tingkat petani, yaitu kayu Mahoni diameter 20 cm tinggi 6 meter Rp ,- per batang dan kayu Jati dengan ukuran yang sama Rp per batang, didapatkan nilai tegakan masingmasing strata sebagaimana tabel 17 berikut : Tabel 14. Rata-rata Nilai Tegakan Masing-masing Strata Usaha Agroforestri Desa Sumberejo (juta Rp.) Jenis Pohon\ Nilai Tegakan Strata 1 Strata 2 Strata 3 Jati 145,5 286,5 387,0 Mahoni 63,25 190,3 291,5 Jumlah 208,75 476,8 678,5 Sumber: Data primer tahun 2011

16 110 Informasi nilai tegakan merupakan besaran biaya opportunity bagi pertimbangan Petani agroforestri atau agroforestri dalam mempertimbangkan perubahan atau konversi lahannya pada usaha lain. Nilai tegakan agroforestri menjadi lebih besar lagi, bila ditambah valuasi ekonomi multi manfaat fungsi DAS yang dimiliki, seperti peningkatan kesuburan, jasa tata air, jasa serap karbon. Tabel 15. Rata-rata Kepemilikan Ternak Responden pada Strata Agroforestri Desa Sumberejo Tahun 2010 Jenis Ternak Strata 1 Strata 2 Strata 3 Sapi Kambing Ayam Sumber: Data primer 2010 Dari hasil wawancara didapatkan tujuan pemilikan ternak adalah sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat digunakan. Sebagaimana hasil penelitian Jariyah et al 2003, ditemukan kecenderungan makin luas lahan, semakin banyak sediaan pakan ternak, maka semakin banyak ternak yang dimiliki. 5.7 Keragaan Ekonomi Strata Agroforestri tanpa Internalisasi Berdasarkan pengolahan hasil data pendapatan on farm dan off farm dari masing-masing responden dalam strata, didapatkan keragaan agroforestri tanpa internalisasi di tahun 2010 (kondisi business as usual), sebagaimana dalam tabel 16 berikut. tabel 16. Aliran Kas Agroforestri Desa Sumberejo Tanpa Internalisasi Tahun 2010 Pendapatan Rata-rata Pengeluaran Rata-rata Net Strata Income Perta Peter Off Kehu Tenaga Sa Off Total Total (NI) nian Nakan farm Tanan kerja prodi farm 1 8,40 3,00 7,26 5,54 24,20 5,02 3,58 5,73 14,3 9, ,62 6,91 8,98 12,58 44,09 10,04 7,17 11,48 28,7 15, ,23 9,83 14,48 20,08 74,62 12,635 9,02 14,44 36,1 38,52 Sumber: data primer tahun 2010 diolah Aliran kas (cash flow) agroforestri desa Sumberejo tanpa internalisasi,

17 111 menunjukkan kecenderungan makin luas lahan berbanding lurus dengan pendapatan rata-rata dan pengeluaran rata-rata. Kontribusi pendapatan dalam jangka pendek didominasi oleh pendapatan dari pertanian dan pendapatan off farm. Dari nilai rata-rata pendapatan, kondisi keragaan ekonomi usaha tani di masing-masing strata, sejalan dengan hasil tinjauan pustaka, yaitu adanya kecenderungan semakin sempit lahan olah, maka agroforestri didominasi oleh tanaman pangan dan tanaman tahunan berfungsi sebagai tabungan yang bernilai tinggi sebagai jaminan penghasilan keluarga petani di masa depan. Kecenderungan kondisi yang sama ditunjukkan pada semakin luas lahan agroforestri semakin kecil nilai ketergantungan rumah tangga petani pada pendapatan off farm. Kondisi tersebut menjelaskan selain dari motif keuntungan petani agroforestri tetap konsisten pada motif subsisten dan konservasi. Secara umum agroforestri desa Sumberejo telah mulai mengarah pada pola komersil sebagaimana ciri-ciri agroforestri modern, namun dengan tetap mempertahankan keterkaitan sosial budaya. Khususnya pada strata 3 petani telah mulai memperbaiki jarak tanam untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Analisa hasil pengolahan data keragaan kontribusi pendapatan agroforestri desa Sumberejo dan komparasi net income nya dengan garis kemiskinan, menunjukkan kondisi sebagaiberikut. Tabel 17. Komparasi Keragaan Ekonomi Agroforestri Desa Sumberejo tanpa Internalisasi Tahun 2010 dengan GK (BPS, 2010) Strata NI ICB GK Kontribusi Pendapatan (%) (P1) (K) (P2 Off farm Total Penerimaan Total Pengeluaran S1 9,9 0,206 0,193 34,71 22,89 12,40 30,00 24,2 14,3 S2 15,4 0,321 0,193 35,42 28,53 15,67 20,37 44,09 28,7 S3 38,5 0,802 0,193 40,52 26,91 13,18 19,412 74,62 36,1 Sumber: hasil pengolahan data primer Keterangan: P1 = Pertanian; K =Kehutanan; P2 = Peternakan; R=Penerimaan; dan C = Pengeluaran; NI = Net Income; ICB = Income per capita per bulan (4 orang per KK); GK= Garis kemiskinan.

18 112 Pada tabel 20 ditunjukkan perbandingan pendapatan dengan pengeluaran tahun 2010 semua strata menunjukkan nilai > 1, hal ini menunjukkan, bahwa usaha agroforestri menguntungkan. Namun apabila dicermati lebih mendalam, keragaan ekonomi strata 1 dekat dengan garis kemiskinan, yaitu income per capita per bulan (ICB) yang didapat dari pendapatan bersih (NI) dibagi 12 bulan dan 4 jiwa per KK, yaitu hanya Rp (6,7%) di atas garis kemiskinan (GK). Tanpa hasil peternakan dan pendapatan off farm, pendapatan usaha agroforestri tidak mampu menutup kebutuhan/pengeluaran rumah tangga. Hal tersebut mengindikasikan agroforestri desa Sumberejo dengan luas < 1 ha, tidak memiliki modal untuk mengembangkan usaha agroforestrinya. Ketiadaan penerimaan off farm dan hasil peternakan dapat mengancam kesinambungan usaha agroforestri 1, karena untuk menutup peningkatan kebutuhan ekonomi keluarga, petani tidak punya pilihan selain meningkatkan jumlah tebangan tanaman tahunan. Hal tersebut diperkuat dengan dampak simulasi kenaikan harga input dan penurunan harga kayu serta penurunan pendapatan off farm pada keragaan ekonomi agroforestri Desa Sumberejo di awal penelitian, yang menunjukkan bahwa usaha agroforestri pada semua strata, sensitif terhadap simulasi. tabel 18.Dampak Skenario Simulasi Guncangan Kenaikan Harga Saprodi, Penurunan Harga Kayu dan Pendapatan Off Farm 20% (Juta Rupiah) Strata Bila harga kayu turun 20 % Bila harga saprodi naik 20% Bila pendapatan off farm turun 20% NI ICB NI ICB NI ICB 1 8,792 0,183 9,18 0,191 8,45 0,176 0, ,11 0,231 13,96 0,290 13,59 0,283 0, ,94 0,707 36,72 0,765 35,62 0,742 0,193 Sumber: pengolahan data primer tahun 2010 Strata 1 mengalami penurunan NI hingga di bawah GK pada semua GK skenario simulasi. Kondisi tersebut menguatkan indikasi, bahwa sekedar

19 113 mengukur indikator kelayakan usaha agroforestri pada skala luas < 1 ha, tidak otomatis menjamin kesinambungannya. Simulasi berdampak pada penurunan NI pada strata 2 dan 3, namun tidak sampai mengakibatkan NI rumah tangga petani jatuh di bawah GK, bahkan hasil agroforestri masih mampu menutup pengeluaran rumah tangga. Hasil pada tabel 20 tersebut mengindikasikan batas pendapatan yang aman adalah 25 % di atas garis kemiskinan. Secara rasional semakin besar kontribusi suatu usaha pada pendapatan rumah tangga petani, akan menjadi insentif bagi rumah tangga untuk mempertahankan kesinambungannya (Supangat, 2007). Oleh karena itu bila kesinambungan keberadaan agroforestri sebagai solusi demand pengurangan lahan kritis menjadi suatu keharusan pengembangan ekonomi berbasis pedesaan, sementara kenyataan menunjukkan kondisi kemiskinan dan keterbatasan pemilikan lahan yang dimiliki petani, maka mutlak harus ada upaya dukungan peningkatan tambahan pendapatan rumah tangga agar petani dapat memenuhi kebutuhan biaya investasi. Peningkatan kelayakan usaha agroforestri tersebut harus sekaligus mengentaskan rumah tangga petani dari kemiskinan, sehingga dapat menjadi insentif yang nyata bagi petani untuk memutuskan tetap mempertahankan kesinambungan agroforestri.

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran 69 III. KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran dan berkontribusi penting sebagai sumber nafkah utama

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang terpenting di negara kita, karena sebagian besar warga Indonesia bermatapencaharian sebagai petani, namun juga sebagian besar warga miskin

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis Kecamatan Cikalong merupakan satu dari 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti Kelompok Tani Hutan (KTH) Rimba Mas berada di Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Untuk mencapai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo merupakan daerah yang terbentuk karena transmigrasi berasal dari Jawa pada tahun 1979. Desa Tegal Arum merupakan daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 27 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kondisi Kebun Buah Mangunan. 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kondisi Kebun Buah Mangunan. 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Kondisi Kebun Buah Mangunan 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan Wilayah Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO IV. KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO A. Keadaan Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci