BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR TESSO NILA ROSA PURWANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR TESSO NILA ROSA PURWANTI"

Transkripsi

1 51 BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR TESSO NILA ROSA PURWANTI \ DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 52 BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR TESSO Nila Rosa Purwanti E Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 53 RINGKASAN NILA ROSA PURWANTI. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Tesso. Di bawah bimbingan Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D. Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam pemanfaatan hasil hutan kayu yang dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya (Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008). Hutan Tanaman Industri merupakan masa depan untuk pembangunan kehutanan di Indonesia karena selain sebagai pemasok bahan baku kayu juga dapat digunakan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan, dan sebagai upaya untuk pelestarian sumberdaya hutan. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di areal HTI merupakan tanaman yang cepat tumbuh (fast growing species) dan dapat digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan, seperti: Acacia mangium, Gmelina arborea, Eucalyptus sp, dan jenis-jenis lainnya. Penelitian ini dilakukan di PT. RAPP sektor Tesso Propinsi Riau. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah Acacia mangium. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, dan jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum, dan indikator ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total besarnya prestasi kerja kegiatan HTI PT. RAPP Sektor Tesso adalah 67,23 HOK/Ha. Sedangkan besarnya biaya kegiatan teknis yang meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan hutan, dan pemanenan kayu sebesar Rp /Ha atau Rp /m 3 (USD 5,61/m 3 ) berdasarkan harga konstan tahun Biaya kegiatan penunjang yang meliputi perencanaan, pembangunan sarana dan prasarana, administrasi dan umum, diklat dan litbang, kewajiban kepada Negara, kewajiban kepada lingkungan sosial serta penilaian HTI sebesar Rp /Ha atau Rp ,68/ m 3 (USD 2,97/m 3 ) berdasarkan harga konstan tahun Besarnya biaya total pengusahaan HTI adalah Rp ,- per Ha atau Rp ,- per m 3 (USD 8,57 per m 3 ) dari nilai kayu, dengan kelebihan (keuntungan kotor) sebesar USD 15,65 per m 3 (kurs 1 USD tahun 2000 = Rp ,78). Kata kunci: Kegiatan HTI, prestasi kerja, biaya kegiatan teknis, biaya total.

4 54 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jombang, 25 April 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Totok Purwanto dan Betty Roesnani Daryanti. Tahun penulis memulai pendidikan di TK Kertanegara I Kediri. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Baleharjo II Pacitan, dilanjutkan di SLTP Negeri I Pacitan. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Kediri dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2008 memilih Bio- Komposit sebagai bidang keahlian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan , staf Departemen Internal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan internal kampus. Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Linggarjati dan Indramayu, melaksanakan Praktek Pegelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Kab. Pelalawan,Riau. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Bio-komposit dengan judul Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus: PT. RAPP Sektor Tesso) di bawah bimbingan Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D.

5 THH Cultivation Cost Industrial Plantation Forest in Tesso Estate, Riau Andalan Pulp and Paper Ltd. Nila Rosa Purwanti 1, Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D 2 INTRODUCTION: Industrial Plantation Forest (IPF) is built to increase production forest potention and quality silviculture implementation so it can fulfit raw materials necessity of forest industries. This Industrial Plantion Forest is the future for forestry construction in Indonesia because beside as a wood supplier, it can be a work field for native society around the forest. It also can to be an effort to keep forest resources sustainable. Plant species which is planted in IPF are fast growing species and it can be as a industrial forest product raw material, such as Acacia mangium, Gmelina arborea, Eucaliyptus sp, and etc. METHODS: The research is done in Tesso Sector of Riau Andalan Pulp and Paper, Ltd, Riau. The plant which is developed is Acacia mangium. The data which are gathered include primary data and secondary data. Primary data includes species, amount, tools cost, labor achievement, and material amount in IPF exertion. Secondary data includes IPF supporting cost, felling realitation, general condition, and economic indicator. RESULT: The result showed that technical cost incliding seedling, plantation, plant caring, forest protection, and harvesting is IDR /Ha or IDR /m 3 (USD 5,61/m 3 ) based on constant cost in Supporting cost and others cost is IDR /Ha or IDR ,68/m 3 (USD 2,97/m 3 ) including planning, logistic construction, general and administration, diklat and litbang, state obligation, society obligation and IPF appreciation. Total cost of IPF exertion is IDR /Ha or IDR /m 3 (USD 8,57/m 3 ), and gross profit is USD 15,65/m 3 (constant cost in 2000). KEY WORD: IPF, labour achievement, technical cost, supporting cost, total cost. 1. Student of Forest Products Departement, Faculty of Forestry IPB 2. Faculty member, Faculty of Forestry IPB

6 RINGKASAN NILA ROSA PURWANTI. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Tesso. Di bawah bimbingan Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D. Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam pemanfaatan hasil hutan kayu yang dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya (Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008). Hutan Tanaman Industri merupakan masa depan untuk pembangunan kehutanan di Indonesia karena selain sebagai pemasok bahan baku kayu juga dapat digunakan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan, dan sebagai upaya untuk pelestarian sumberdaya hutan. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di areal HTI merupakan tanaman yang cepat tumbuh (fast growing species) dan dapat digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan, seperti: Acacia mangium, Gmelina arborea, Eucalyptus sp, dan jenis-jenis lainnya. Penelitian ini dilakukan di PT. RAPP sektor Tesso Propinsi Riau. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah Acacia mangium. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, dan jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum, dan indikator ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total besarnya prestasi kerja kegiatan HTI PT. RAPP Sektor Tesso adalah 67,23 HOK/Ha. Sedangkan besarnya biaya kegiatan teknis yang meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan hutan, dan pemanenan kayu sebesar Rp /Ha atau Rp /m 3 (USD 5,61/m 3 ) berdasarkan harga konstan tahun Biaya kegiatan penunjang yang meliputi perencanaan, pembangunan sarana dan prasarana, administrasi dan umum, diklat dan litbang, kewajiban kepada Negara, kewajiban kepada lingkungan sosial serta penilaian HTI sebesar Rp /Ha atau Rp ,68/ m 3 (USD 2,97/m 3 ) berdasarkan harga konstan tahun Besarnya biaya total pengusahaan HTI adalah Rp. Rp ,- per Ha atau Rp ,- per m 3 (USD 8,57 per m 3 ) dari nilai kayu, dengan kelebihan (keuntungan kotor) sebesar USD 15,65 per m 3 (kurs 1 USD tahun 2000 = Rp ,78). Kata kunci: Kegiatan HTI, prestasi kerja, biaya kegiatan teknis, biaya total.

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan sesuai waktunya. Penelitan tentang Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mengambil tempat di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Tesso ini bertujuan untuk mengetahui biaya-biaya pengusahaan HTI yang didasarkan pada prestasi kerja tiap-tiap tahap kegiatannya di lapangan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih dan penghargaan tak luput penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc dari Departemen Manajemen Hutan selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk perbaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS dari Departemen Silvikultur selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk perbaikan tugas akhir ini. 4. Ibu Dr. Ir. Arzyana Sungkar, M.Sc dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk perbaikan tugas akhir ini. 5. Manajer Estate Tesso, Bapak Antonius Silalahi dan seluruh karyawan Estate Tesso yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian ini. 6. Papa, mama, adik, dan segenap keluarga penulis atas dukungan baik moral maupun material dan rasa sayangnya kepada penulis. 7. Teman-teman Lab bio-komposit dan THH angkatan 42: Desli, Mer-G, Poye, Iie, Evelin, Ijup, Lita, Opik, Aconk, Widy, Stefi, Rita, Rentry, Icha, basecamp ers, dan teman mahasiswa THH 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8 ii 8. Teman-teman Pondok Diastin atas segala dukungan dan kebersamaannya. 9. Agoeng Prayitno L. yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan pelaksanaan penelitian ini. Bogor, November 2009 Penulis

9 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri Penyusunan Rencana Tata Batas Penataan Hutan Pembukaan Wilayah Hutan Penanaman Pemeliharaan Perlindungan Hutan Pemanenan Hutan Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Metode Pengamatan Waktu Kerja Waktu produktif Waktu Non Produktif Pengukuran Waktu Kerja Cara Perhitungan Biaya Biaya Tetap (Fixed Cost)... 13

10 iv Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Biaya Total (Total Cost) IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Perusahaan Luas dan Letak Keadaan Lapangan Vegetasi Topografi Tanah Iklim Hidrologi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pengusahaan Pengadaan Bibit Penanaman Pemeliharaan Perlindungan Hutan Pemanenan Kayu Biaya Pengusahaan Biaya Kegiatan Teknis Biaya Total Perbandingan Biaya VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

11 v DAFTAR TABEL Tabel 1 Produksi kayu bulat berdasarkan sumber produksi... 1 Tabel 2. Rekapitulasi data perkembangan tanaman HTI Tahun Tabel 3 Realisasi penanaman IUPHHK-HTI periode Tabel 4 Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI... 9 Tabel 5 Perhitungan biaya kegiatan pengusahaan HTI Tabel 6 Prestasi kerja kegiatan pengadaan bibit Tabel 7 Prestasi kerja kegiatan penanaman Tabel 8 Prestasi kerja kegiatan pemeliharaan Tabel 9 Prestasi kerja kegiatan perlindungan hutan Tabel 10 Prestasi kerja kegiatan pemanenan kayu Tabel 11 Prestasi kerja kegiatan pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Tesso Tabel 12 Biaya pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Tesso berdasarkan jenis biaya (harga tahun 2009) Tabel 13 Biaya pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Tesso berdasarkan jenis kegiatan (harga tahun 2009) Tabel 14 Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Kegiatan HTI PT. RAPP Sektor Tesso Tabel 15 Biaya total kegiatan pengusahaan HTI (harga konstan tahun 2000) Tabel 16 Perbandingan biaya pengusahaan HTI PT. RAPP Sektor Tesso dan HTI lainnya (harga konstan tahun 2000)... 33

12 vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta lokasi penelitian... 17

13 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Peralatan Lapangan Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan Lampiran 2 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan Lampiran 3 Perhitungan Biaya Material Lapangan Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan Lampiran 4. Dokumentasi... 50

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam pemanfaatan hasil hutan kayu yang dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya (Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008). Hutan Tanaman Industri merupakan masa depan untuk pembangunan kehutanan di Indonesia karena selain sebagai pemasok bahan baku kayu juga dapat digunakan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan, dan sebagai upaya untuk pelestarian sumberdaya hutan. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di areal HTI merupakan tanaman yang cepat tumbuh (fast growing species) dan dapat digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan, seperti: Acacia mangium, Gmelina arborea, Eucalyptus sp, dan jenis-jenis lainnya. Tahun Tabel 1 Produksi kayu bulat berdasarkan sumber produksi Hutan alam Areal Konversi Sumber Produksi (m 3 ) Kayu Rakyat Hutan Tanaman Hutan Tanaman Industri 1996/ Jumlah 1997/ / / Sumber: Departemen Kehutanan (2006) Salah satu industri kehutanan yang menggunakan bahan baku dari HTI adalah industri pulp dan kertas, dimana industri ini makin berkembang pesat akhir-akhir ini. Perkembangan industri tersebut akan menuntut tersedianya bahan baku yang mencukupi dan daya dukung lingkungan sekitarnya. Kondisi yang umum terjadi di Indonesia adalah kapasitas industri kurang mampu diimbangi

15 2 ketersediaan bahan baku dan daya dukung lingkungan. Kelangkaan bahan baku telah mengancam perkembangan industri khususnya yang menggunakan bahan baku kayu. Tabel 2. Rekapitulasi data perkembangan tanaman HTI Tahun 2008 NO Kelompok Usaha Real Luas Areal Jumlah Rencana Real Real Kum Kum s/d Kerja (Ha) (Unit) s/d BUMN Tahap SK Definitif Tahap SK Sementara Tahap Pencadangan TOTAL PATUNGAN Tahap SK Definitif Tahap SK Sementara Tahap Pencadangan TOTAL SWASTA MURNI Tahap SK Definitif Tahap SK Sementara Tahap Pencadangan TOTAL TOTAL (1+2+3) Sumber : Departemen Kehutanan (2009)

16 3 Tabel 3 Realisasi penanaman IUPHHK-HTI periode Tahun Luas Tanaman Tahunan (Ha) , , , , , , ,00 Jumlah total ,87 Sumber: Departemen Kehutanan (2009) Secara garis besar, kegiatan pembangunan HTI terdiri atas kegiatan pembangunan hutan dan pengelolaan hutan. Kegiatan pembangunan hutan yaitu kegiatan yang dimulai dari membangun tegakan hutan sampai menjadi tegakan normal, sedangkan pengelolaan hutan yaitu kegiatan pemungutan hasil hutan dan kegiatan seterusnya secara berulang setelah daur pertama (Timor 2003). Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran (Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008). Biaya pembangunan HTI meliputi pengeluaran dalam bentuk uang dan dalam jangka waktu yang lama. Pembiayaan ini dilaksanakan terhadap seluruh komponen kegiatan pembangunan dan pengelolaannya. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya aktual pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang didasarkan pada prestasi kerja aktual di lapangan.

17 4 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai informasi bagi pengusaha HTI mengenai biaya-biaya aktual yang dikeluarkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan HTI. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi mahasiswa mengenai persoalan dan pembangunan HTI, khususnya yang menyangkut mengenai pembiayaan pembangunan HTI.

18 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 jo Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan, yang dimaksud dengan Hutan Tanaman adalah hutan yang dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan cara menerapkan sistem silvikultur yang intensif. Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 menjelaskan hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi bahan baku industri hasil hutan. Pada dasarnya, hutan tanaman ini digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat, pembangunan, industri, dan ekspor. Sedangkan di lapangan, pembangunan HTI bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan pedalaman yang berorientasi pada azas produktivitas, profitabilitas, dan keseimbangan hasil. Selain itu, pembangunan HTI juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri perkayuan, peningkatan devisa negara, untuk mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta untuk melestarikan manfaat sumberdaya hutan. Karena areal HTI berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan, maka kegiatan pengusahaan HTI ini turut berperan aktif dalam kegiatan masyarakat, misalnya berpartisipasi dalam program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Timor 2003). Untuk mencapai sasaran dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan HTI, maka perlu dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut (Timor 2003): Penyusunan Rencana Rencana yang disusun meliputi Rencana Karya Pengusaha Hutan (RKPH) dan Rencana Karya Tahunan (RKT). RKPH merupakan rencana yang memuat seluruh kegiatan yang menunjang pembangunan dan pengolahan HTI dalam satu

19 6 daur pengusahaan, meliputi lokasi, jumlah tenaga kerja dan kualitasnya, jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlah biaya yang dibutuhkan dan system pelaksanaan (tata waktu). RKPH disusun paling lambat sebelum kegiatan pembangunan dilaksanakan. Sedangkan RKT merupakan rincian kegiatan-kegiatan termasuk pembiayaan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. RKT disusun paling lambat satu tahun sebelum kegiatan tahunan yang bersangkutan dilaksanakan Tata Batas Kegiatan tata batas ini bertujuan untuk memperoleh kepastian administratif, kewenangan, dan hukum sehingga dalam pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan areal tidak akan terjadi konflik dengan pihak lain. Kegiatan tata batas terdiri atas tata batas areal HTI dengan areal bukan HTI (tata batas luar) dan tata batas untuk areal di dalam HTI (tata batas dalam areal). Pelaksanaan kegiatan tata batas ini meliputi pekerjaan pembuatan trace/rintis batas, pemancangan pal batas, pengukuran dan pemetaan batas, serta pengukuhan administrasi dari batas tersebut. Tata batas luar harus dilaksanakan paling lambat lima tahun sesudah RKPH pertama dilaksanakan Penataan Hutan Penataan hutan bertujuan untuk menata areal menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya lebih efisien. Kegitatan penataan hutan ini terdiri atas, kegiatan penataan batas dan kegiatan pembagian hutan. Dimana kegiatan penataan batas meliputi penentuan garis batas dan pemacangan pal batas sedangkan kegiatan pembagian hutan meliputi pemisahan areal menjadi bagianbagian yang lebih kecil yaitu bagian hutan, petak, dan anak petak. Hasil dari kegiatan penataan batas ini akan diproyeksikan di atas peta. Pelaksanaan kegiatan ini diselesaikan dalam lima tahun pertama sesudah kegiatan pembangunan dijalankan.

20 Pembukaan Wilayah Hutan Pembukaan wilayah hutan menyediakan prasarana jaringan jalan angkutan dan bangunan hutan untuk menjamin kelancaran dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan. Semua jalan utama maupun jalan penunjang harus sudah selesai dibangun pada akhir daur pertama Penanaman Kegiatan penanaman merupakan kegiatan yang paling penting dalam tahap pembangunan hutan. Kegiatan penanaman ini dilakukan pada setiap petak atau anak petak berdasarkan rencana penanaman yang talah ditetapkan. Kegiatan penanaman meliputi pengadaan benih (dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum kegiatan penanaman dilaksanakan), pengadaan bibit/persemaian, penyiapan lahan, dan penanaman bibit di lapangan (Timor 2003) Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan terdiri atas pemeliharaan tanaman muda dan pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan tanaman muda kegiatannya meliputi, penyulaman, penyiangan, pendangiran, pembebasan gulma serta tanaman pengganggu lainnya, dan pemupukan. Sedangkan kegiatan pemeliharaan tegakan meliputi, pembebasan tanaman pengganggu, pemangkasan cabang untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang batang bebas cabang, dan penjarangan untuk menciptakan ruang tumbuh yang optimal Perlindungan Hutan Kegiatan perlindungan hutan bertujuan untuk melindungi hutan dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain baik hewan maupun manusia. Kegiatan perlindungan hutan ini meliputi, penerapan silvikultur yang tepat, penyuluhan, pembuatan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, penanggulangan hama dan penyakit, serta pembentukan organisasi pengamanan. Hendromono, dkk. (2006) menyebutkan bahwa kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah setiap usaha yang dilakukan, baik bersifat

21 8 preventif maupun represif guna menekan kerusakan hutan akibat kebakaran. Misalnya, dengan cara penyuluhan terhadap masyarakat, melalui pendekatan silvikultur, penanggulangan dan penghentian menjalarnya api, dan adanya pengawasan Pemanenan Hutan Kegiatan pemanenan hutan secara tebang habis baru dapat dilaksanakan pada akhir daur pertama. Pemanenan dilakukan pada tegakan yang telah mencapai umur yang sama dengan daur. Kegiatan pemanenan hutan (Octofivtin 2004) antara lain: Pengadaan sarana dan prasarana, dilakukan pada saat eksploitasi yang dimulai dengan jalan angkut, jalan sarad, base camp, tempat pengumpulan kayu (TPn), tempat penimbunan kayu (TPK), dan peralatan eksploitasi seperti chain saw, traktor sarad, dan truk angkutan kayu. Timber crushing, dilakukan untuk mengetahui potensi (volume) tegakan yang akan ditebang. Hasil dari kegiatan ini untuk mengatur pelaksanaan penebangan yang berdaya guna dan mengetahui tingkat efisiensi pemanenan hasil hutan (besarnya realisasi hasil yang dipungut dibandingkan dengan volume tegakan). Penebangan pohon, dimulai dari penentuan arah rebah sampai pohon selesai dirobohkan. Dalam menentukan arah rebah perlu diperhatikan keadaan lapangan dan posisi pohon. Penebangan harus dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan kualitas kayu yang baik. Pembagian batang, pekerjaan memotong pohon yang telah direbahkan menjadi bagian-bagian batang yang lebih kecil dengan memperhatikan syarat-syarat seperti, ukuran yang diminta pasar, kebijakan penjualan kayu, kemudahan penyaradan dan pengangkutan, dan adanya industri yang mengerjakan kayu serta pesanan-pesanan. Penyaradan, yaitu membawa kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan (TPn) yang dapat dilakukan dengan bantuan hewan dan manusia atau secara mekanis dengan menggunakan sistem kabel/traktor/skidder.

22 9 Pengangkutan kayu, kegiatan untuk membawa kayu dari TPn ke TPK dan dimulai saat kayu dimuat di tempat pengumpulan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan truk atau alat angkut di air seperti tongkang atau kapal. Tabel 4 Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI Tahun Ke- Kegiatan HTI dst Perencanaan RKPH RKT Tata Batas Penataan Hutan PWH Penanaman Pemeliharaan Tanaman Muda Dan Tegakan Perlindungan Pemanenan Sumber: Octofivtin (2004)

23 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1999 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi, Pedoman Pelaporan Keuangan Pengusahaan Hutan tahun 1995, dan hasil-hasil penelitian di lapangan (Timor 2003), biaya pembangunan HTI secara umum terdiri atas: 1. Biaya perencanaan 2. Biaya penanaman 3. Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan 4. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan 5. Biaya pemungutan hasil hutan 6. Biaya pemenuhan kewajiban kepada Negara 7. Biaya pemenuhan kewajiban pada lingkungan dan sosial 8. Biaya pembangunan sarana dan prasarana 9. Biaya administrasi dan umum 10. Biaya pendidikan dan latihan 11. Biaya penelitian dan pengembangan 12. Biaya penilaian HTI

24 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) Sektor Tesso, Propinsi Riau. Adapun waktu penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan April-Mei Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, dan jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum, dan indikator ekonomi. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dan wawancara secara langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dengan cara mengutip arsip perusahaan dan literatur yang terkait dengan penelitian. 3.4 Metode Pengamatan Waktu Kerja Nugroho (2002) menyebutkan bahwa waktu kerja merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Waktu kerja dibagi menjadi dua, yaitu waktu produktif dan waktu non produktif Waktu produktif Waktu produktif merupakan bagian dari waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi output dalam pekerjaan utama maupun pekerjaan pendukung. Ada 3 macam waktu produktif, yaitu: Waktu tetap merupakan waktu produktif yang bersifat tetap dan tidak dipengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Secara matematis dirumuskan: W f = W

25 12 Keterangan: W f W f1 = waktu tetap (menit) = elemen waktu tetap ke-i (menit) Waktu variabel merupakan waktu produktif yang dipengaruhi oleh waktu kerja utama. Secara matematis dirumuskan: W v = W Keterangan: W v W v1 = waktu variabel (menit) = elemen waktu variabel ke-i (menit) Waktu total merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan semua pekerjaan. Biasanya dapat dihitung dengan menjumlahkan waktu tetap dan waktu variabel Waktu Non Produktif Waktu non produktif merupakan bagian dari waktu-waktu yang tidak berproduksi seperti pemeliharaan rutin, perbaikan kerusakan, pemogokan karyawan, dan penghentian pekerjaan karena cuaca buruk. 3.5 Pengukuran Waktu Kerja Ada beberapa metode untuk pengukuran waktu kerja (Timor, 2003), antara lain: Metode null stop, metode ini menggunakan dua buah stop watch yang dapat membaca seketika dan pada setiap awal elemen kerja dikembalikan ke angka nol. Metode berturut, metode ini hanya memakai satu buah stop watch dari awal hingga akhir pekerjaan yang dihitung dengan cara mengurangi dua waktu yang berurutan. Pengambilan contoh kontraktor yang diukur dengan penarikan secara acak sederhana, sehingga setiap kontraktor memiliki peluang yang sama untuk dipilih.

26 13 Metode kombinasi null stop dan berturut, metode ini menggunakan lebih dari satu stop watch dimana setiap elemennya dihitung dengan kedua metode di atas untuk menghilangkan kesalahan. 3.6 Cara Perhitungan Biaya Nugroho (2002) menyebutkan bahwa perhitungan biaya didasarkan pada prestasi kerja masing-masing kegiatan dimana biaya-biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume produksi per satuan waktu tersebut berubah. Komponen biaya tetap terdiri atas penyusutan, bunga modal, asuransi, gaji karyawan, dan pajak. Besarnya pajak ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku. Untuk penyusutan dan bunga modal dapat dihitung dengan rumus seperti di bawah ini: Penyusutan (P) = Keterangan: P = Penyusutan (Rp/tahun) M = Harga beli alat (Rp) R = Nilai sisa alat (Rp) N = Masa pakai alat (tahun) Bunga Modal (BM) = [{ ( )( ) + R}x i %] Keterangan: BM = Bunga modal (Rp/tahun) M = Harga beli alat (Rp) R = Nilai sisa alat (Rp) N = Masa pakai alat (tahun) I % = Suku bunga atau asuransi (%)

27 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Biaya tidak tetap merupakan biaya yang per satuan unit produksinya tetap tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Komponen biaya tidak tetap (biaya variabel) terdiri atas upah, bahan baku, pemeliharaan, dan perbaikan Biaya Total (Total Cost) Perhitungan biaya total akan disajikan dalam bentuk tabel pembiayaan kegiatan pengusahaan HTI yang dihitung berdasarkan prestasi kerja masingmasing kegiatan pada setiap areal kerja (Rp/ha). Biaya total terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variabel). Perhitungan kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5 Perhitungan biaya kegiatan pengusahaan HTI Kegiatan HTI Unit Biaya Tetap Biaya Variabel Perencanaan Rp/ha.... Pengadaan bibit Rp/ha.... Penanaman Rp/ha.... Pemeliharaan tanaman Rp/ha.... Perlindungan hutan Rp/ha.... Pemanenan kayu Rp/ha.... Kewajiban kepada Negara Rp/ha.... Kewajiban kepada lingkungan Rp/ha.... sosial.... Pembangunan sarana dan Rp/ha.... prasarana.... Administrasi dan umum Rp/ha.... Pendidikan dan latihan Rp/ha.... Penelitian dan pengembangan Rp/ha Penilaian HTI Rp/ha Biaya Total Jumlah Sumber: Timor (2003)

28 15 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Perusahaan PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT. RAPP) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pulp dan kertas. PT. RAPP didirikan oleh Bapak Sukanto Tanoto. Awalnya merupakan bisnis keluarga tetapi sekarang menjadi bisnis internasional. Pada mulanya proyek yang dibangun adalah plywood mill (pengolahan kayu lapis) dalam skala kecil. Proyek ini diselesaikan dalam waktu 11 bulan 15 hari, kemudian diberi nama Raja Garuda Mas (RGM). Pada bulan Agustus 1975, plywood mill ini diresmikan oleh Presiden Soeharto. Plywood mill ini merupakan dasar dari RGM group. Proyek berikutnya adalah PT. Indorayon Utama yang mulai beroperasi pada tahun 1989 yang bergerak dalam industri tekstil. Setelah itu, didirikan kraft pulp mill (Riau Pulp) pada tahun 1992 dan mulai beroperasi sejak tahun Pada awal operasinya perusahaan ini mampu memproduksi sekitar ton pulp/tahun dengan kualitas pulp internasional.. Perusahaan ini tergabung dalam APRIL Group (Asia Pasific Resources International Limited) yang berpusat di Singapura. Salah satu pemegang saham utama APRIL Group adalah RGMI (Raja Garuda Mas Internasional) yang memiliki 82 buah perusahaan terbesar di Indonesia dan mancanegara. Bidang usaha yang digeluti RGM antara lain, bisnis kayu, perbankan property, serta perkebunan kelapa sawit. Visi APRIL adalah menjadi salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia dengan manajemen terbaik, paling menguntungkan, berkelanjutan serta merupakan perusahaan pilihan bagi para pelanggan dan para karyawan. Sekitar 85% pulp hasil dari proses produksi didistribusikan ke luar negeri sedangkan sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Negara-negara tujuan ekspor pulp PT RAPP antara lain : Eropa, Amerika, China, Korea, India, Taiwan, Jepang, Australia serta negara-negara di Asia Tenggara.

29 Luas dan Letak PT. RAPP terletak di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan Pangkalan Kerinci yang berjarak ± 75 km sebelah Timur dari Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau. Sedangkan kantor pusat dan urusan administrasi serta kerjasama terletak di Jl. Teluk Betung No. 31 Jakarta Pusat Lokasi produksi yang terletak di Pangkalan Kerinci merupakan lokasi yang strategis karena dekat dengan sumber bahan baku (HTI) dan memiliki iklim yang sesuai dengan pertumbuhan pohon yang menjadi bahan baku pulp dan kertas. Bahan baku pendukung produksi berupa air juga mudah diperoleh karena lokasi pabrik dekat dengan aliran sungai kampar yang berjarak sekitar 4 km. PT. RAPP memiliki 8 sektor HTI yaitu Sektor Baserah, Sektor Cerenti, Sektor Langgam, Sektor Logas, Sektor Mandau, Sektor Pelalawan, Sektor Tesso, dan Sektor Ukui. Berdasarkan keputusan IUPHHK pada HTI, SK.356/Menhut- II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, PT. RAPP memiliki luas areal hutan tanaman sebesar Ha. Dimana luas areal ini terbagi menjadi dua yaitu untuk lahan kering (dry land) seluas Ha dan daerah rawa (peat land) seluas Ha. Salah satu HTI PT. RAPP adalah sektor Tesso. Tesso terbagi atas Tesso Barat dan Tesso Timur tetapi semua kegiatan administrasinya terdapat di Tesso Timur. Tesso memiliki letak astronomis yaitu untuk wilayah Tesso Barat pada LS dan BT sedangkan untuk wilayah Tesso timur pada LS dan BT. Tesso memiliki luas wilayah ,8 Ha. 4.3 Keadaan Lapangan Vegetasi PT. RAPP memiliki areal HTI seluas Ha dimana jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis Acacia mangium dan Acacia crassicarpa. Selain itu juga terdapat beberapa jenis Eucalyptus. Jenis Acacia mangium ditanam di daerah tanah mineral (dry land) sedangkan Acacia crassicarpa ditanam di daerah rawa (peat land).

30 17 Vegetasi yang ditanam pada sektor Tesso adalah Acacia mangium karena Tesso merupakan wilayah dry land. Areal hutan produksi tetap pada kawasan ini yang ditanamai Acacia mangium seluas Ha atau 68,72%, areal konservasi seluas Ha atau 20,89%, dan sarana/prasarana (infrastruktur dan tanaman kehidupan/kppa) seluas Ha atau 9,69%. Data ini diperoleh berdasarkan SK NO. 137/Kpts-II/1997/SK No. 356/Menhut-II/2004. Gambar 1 Peta lokasi penelitian Topografi Areal HTI pada Sektor Tesso berada pada ketinggian m dpl. Berdasarkan pada RKT 2009 PT. RAPP maka dapat diketahui kelas kelerengan sektor Tesso yaitu untuk Tesso timur, datar (5.300 Ha); landai (6.210 ha); agak curam (790 Ha). Sedangkan untuk Tesso Barat, datar ( Ha); landai (4.555 Ha); agak curam (990 Ha) Tanah Jenis tanah pada sektor Tesso ini sangat beragam, tetapi jenis yang paling dominan pada sektor ini adalah jenis tanah podsolik merah kuning, podsolik kromik, oksisol kromik, kambisol distrik. Sedangkan jenis lainnya misalnya adalah gleisol, organosol, dan alluvial.

31 Iklim Menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson, areal HTI Sektor Tesso termasuk dalam tipe iklim A (sangat basah). Curah hujan rata-rata adalah mm/thn dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Juli. Jumlah hari hujan adalah 129 hari/thn. Suhu udara berkisar antara 25 0 C sampai 27 0 C dengan temperatur maksimum 35 0 C dan minimum 19 0 C. kelembaban rata-rata sebesar 83% Hidrologi Areal HTI PT. RAPP termasuk dalam daerah aliran sungai/anak sungai antara lain, sungai Kampar, Nilo, Bt. Kuantan, Denalo, Kampar Kiri, Segati, Singingi, Putik, Tapi, Siak, Mandau, Selampayan Kanan, Selampayan Kiri, dan sungai Tesso. 4.4 Pengusahaan HTI Berdasarkan buku Rencana Karya Tahunan (RKT) PT. RAPP sektor Tesso tahun 2009, luas penanaman tanaman pokok (HTI) sektor Tesso adalah Ha sedangkan untuk keseluruhan HTI PT. RAPP adalah Ha. Luas areal tebangan berdasarkan RKT tahun 2009 seluas Ha, dan memiliki areal persemaian bibit seluas 5 Ha dengan produksi bibit bibit/bulan. 4.5 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Tesso terbagi menjadi dua wilayah yaitu Kampar Kiri dengan total penduduk jiwa dan Kuansing Dalam dengan total penduduk jiwa. Mayoritas penduduk di wilayah ini beragama Islam (88%), Katholik/Protestan (10%), dan lainnya (2%). Penduduk di wilayah Tesso ini memiliki mata pencaharian sebagai petani (50%), pedagang (14%), dan lain-lain (36%). Fasilitas pendidikan di wilayah ini cukup lengkap, antara lain untuk wilayah Kampar Kiri memiliki 58 unit Sekolah Dasar, 7 unit SLTP, dan 3 unit SLTA. Sedangkan untuk wilayah Kuansing Dalam memiliki 96 unit Sekolah Dasae, 20 unit SLTP, dan 9 unit SLTA.

32 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengusahaan Kegiatan pengusahaan HTI PT. RAPP meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan hutan, dan pemanenan kayu. PT. RAPP memiliki hari efektif kerja 25 hari dalam 1 bulan Pengadaan Bibit Nursery yang terdapat di Estate Teso ini disebut Satelit Teso. Satelit Teso ini meiliki luas sebesar 5 Ha dimana jumlah produksi bibitnya adalah bibit/bulan. Jenis tanaman yang dikembangkan pada tahun 2009 ini adalah Acacia mangium. Biasanya Satelit Teso ini juga mengembangkan bibit Eucalyptus dan Acacia crassicarva, namun sekarang ini bibit tersebut diperoleh dari Baserah Central Nursery (BCN). Benih diperoleh dari Departemen R&D di Head Office (HO). Pengadaan bibit di Satelit Teso ini dilakukan dengan cara penanaman biji (direct seedling). Benih Acacia mangium yang akan ditanam ini sebelumnya mengalami beberapa perlakuan, antara lain direndam dulu dalam air panas ±15 menit kemudian benih ini direndam dalam air dingin selama 12 jam. Setelah direndam, benih tersebut akan siap untuk ditanam di media tanam. Media yang digunakan adalah campuran serbuk kelapa (50%) dan tanah gambut (50%) yang biasanya disebut cocopeat. Kegiatan direct seedling ini terdiri atas sterilisasi media, penanaman, dan pemeliharaan di seed area selama hari, kemudian dikeluarkan ke open area sampai umur 10 minggu (siap tanam). Penyiraman dilakukan 2x sehari. Bibit mulai diberi pupuk pada saat berumur 21 hari sebanyak 3x seminggu. Kemudian, penjarangan mulai dilakukan ketika bibit berumur 6 minggu. Dari semua benih yang ditanam menjadi bibit, hanya 50% saja yang akan ditanam di HTI karena yang lainnya mati dan tidak layak untuk ditanam. Pupuk yang digunakan untuk pembibitan ini adalah NPK Blue dan NPK mutiara. Hama tanaman yang sering dijumpai antara lain, ulat daun, kepik, tikus, dll. Cara pemberantasan hama ini dengan menggunakan pestisida yang disemprotkan 2x seminggu atau tergantung kondisi bibit tersebut. Bibit yang siap

33 20 untuk ditanam di HTI dimasukkan ke kardus atau wadah plastik. Kardus dapat memuat 100 bibit sedangkan wadah plastik hanya dapat memuat 50 bibit. Tabel 6 Prestasi kerja kegiatan pengadaan bibit Kegiatan Besar Prestasi kerja (HOK/th) Tabung (kumpul dan susun dalam tray) 936,72 Buang media bekas 589,8 Transfer tube dan tray ke gudang produksi media 289,56 Produksi media 1327,08 Sowing benih 1592,52 Consolidasi 1218,48 Moving ke open area 1096,56 Fertilizing 5070 Pest and deseases 507,6 Spasing 731,04 Adding peat/tambah media/top dressing 312 Seleksi I 1494,72 Seleksi II 1345,2 Seleksi III 1195,68 Merapihkan 724,32 Transfer bibit ke TPn 256,32 Muat bibit 224,16 Watering 900 Weeding manual 900 Utility (bed maintenance, loading, unloading media 1500 bekas) Foreman kontraktor 1200 Supervise 300 Total 23711,76 Prestasi kerja total kegiatan pengadaan bibit adalah 23711,76 HOK/th.

34 Penanaman Komponen kegiatan utama yang dilakukan di penanaman antara lain, persiapan lahan (preplant sprying), penanaman bibit (planting) dan pemupukan, penyiangan tanaman yang telah mati/sisip (blanking), dan weeding chemical round 1-4 (pemeliharaan). Kegiatan penanaman di PT. RAPP ini merupakan kerjasama antara PT. RAPP dengan contractor. Persiapan lahan (preplant sprying) merupakan kegiatan penebasan dan penyemprotan gulma yang dilakukan secara manual sebelum tanam. Kegiatan ini dilakukan ±2 minggu sebelum waktu penanaman. Hal ini dilakukan agar diperoleh kualitas lahan yang baik. Kemudian dilakukan kegiatan penanaman (planting), yaitu menanam sebagian besar bibit Acacia mangium dan sisanya adalah bibit Eucalyptus. Ada beberapa jarak tanam yang digunakan di PT. RAPP ini yaitu 3m x 3m; 3m x 2,5m; 3m x 2m; 3m x 1,5m; dan 3m x 1m. jarak tanam yang sekarang digunakan untuk Acacia mangium adalah 3m x 2,5m. Ukuran lubang tanam adalah 20cm x 20 cm dengan kedalaman 20 cm untuk normal soil dan 30cm x 30cm dengan kedalaman 40cm untuk compact soil (tanah padat). Compact soil pada setiap kompartemen biasanya sebesar 8% dimana tanah ini akan membutuhkan pupuk yang lebih banyak dibandingkan dengan normal soil. Sistem penanaman menggunakan 15 orang, dimana pembagiannya 10 orang membuat lubang dan memberi pupuk, 2 orang operator sling, 2 orang untuk menanam dan 1 orang untuk distribusi bibit dan pupuk. Dalam kegiatan penanaman dibantu dengan pembuatan ajir (base line) dan menggunakan sling. Peralatan lain yang digunakan adalah dodos untuk membuat lubang tanam. Setelah kegiatan penanaman akan dilakukan blanking (penyiangan tanaman yang sudah mati) tapi sebelumnya dilakukan dahulu weeding chemical round 1 yaitu untuk memberantas gulma di sekitar tanaman akasia. Weeding chemical round 1 dan blanking ini sama-sama dilakukan 1 bulan setelah tanam.

35 22 Tabel 7 Prestasi kerja kegiatan penanaman Kegiatan Besar Prestasi Kerja (HOK/Ha) Sourvey boundary 0,75 Pre plant spraying 2,75 Operator sling/ajir 2,00 Pembuatan lubang dan pemupukan (Planting) 9,65 Distribusi bibit dan pupuk 1,50 Blanking 0,90 Total 17,55 Total prestasi kerja untuk kegiatan penanaman adalah 17,55 HOK/Ha Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan pada HTI PT. RAPP merupakan pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman (weeding chemical round 1) dilakukan pada saat 1 bulan setelah tanam. Weeding chemical untuk akasia dilakukan mulai round 1-4 sedangkan untuk eucalyptus dilakukan mulai dari round 1-7 kecuali pada kondisi tertentu. Weeding chemical round 2 dilakukan 3 bulan setelah tanam, Weeding chemical round 3 dilakukan 6 bulan setelah tanam, dan Weeding chemical round 4 dilakukan 10 bulan setelah tanam. Setelah Weeding chemical round 3 & Weeding chemical round 4 dilakukan PQA (Plantation Quality Assesment) kemudian dilakukan singling (pemotongan cabang yang bukan batang utama) dimana kegiatan ini dilakukan ketika tanaman mencapai tinggi 1,5m - 2,5m. Berdasarkan SMU (Soil Managemen Unit) pupuk yang digunakan pada kegiatan penanaman adalah TSP (Triple Sulfur Phospate), MOP/KCL (Muriate of Phospate), dan ZA (Zwavelzure Amoniak). Pupuk MOP dan ZA dicampur dan ditaburkan di samping tanaman, sedangkan pupuk TSP diaduk dengan tanah yang digunakan sebagai media tanam.

36 23 Tabel 8 Prestasi kerja kegiatan pemeliharaan Kegiatan Besar Prestasi Kerja (HOK/Ha) Weeding chemical round 1 2,75 Weeding chemical round 2 2,75 Weeding chemical round 3 2,50 PQA 1 (Plantation Quality Assesment) 7,00 Weeding chemical round 4 2,50 PQA 2 (Plantation Quality Assesment) 7,00 Singling 1,50 Total 26,00 Total prestasi kerja untuk kegiatan pemeliharaan adalah 26,00 HOK/Ha Perlindungan Hutan Luas areal tanaman yang dilindungi sampai pada tahun 2009 di sektor Tesso adalah Ha. Kegiatan yang paling diutamakan pada perlindungan hutan adalah pencegahan kebakaran hutan. Pencegahan kebakaran yang dilakukan bersifat preventif yaitu dengan cara sosialisasi kepada masyarakat dan patroli. Ada beberapa lokasi yang menjadi tanggung jawab sektor Tesso antara lain, areal yang ada tanaman (HTI/akasia); areal non tanaman (jalan sarad); areal masyarakat (konsesi); areal masyarakat di luar konsesi; dan areal konservasi termasuk hutan alam. Adanya kawasan konservasi juga merupakan salah satu dari kegiatan perlindungan hutan, tetapi pada areal konservasi ini tidak diperlukan adanya tenaga kerja. Berikut adalah besar prestasi kerja perlindungan hutan.

37 24 Tabel 9 Prestasi kerja kegiatan perlindungan hutan Kegiatan Besar Prestasi Kerja (HOK/Ha) Pencegahan kebakaran dan hama 1,00 penyakit Pemeliharaan hutan lindung 0,10 Total 1,10 Kegiatan yang dilakukan untuk perlindungan hutan di sektor Tesso adalah pencegahan kebakaran dan hama penyakit serta pemeliharaan hutan lindung. Total prestasi kerja kegiatan perlindungan hutan adalah 1,10 HOK/Ha Pemanenan Kayu Berdasarkan rencana produksi RKT 2009 untuk sektor Tesso diperlukan akasia m 3 kayu untuk diproduksi dari areal tebangan seluas 7368,7 Ha dan eucalyptus m 3 kayu untuk diproduksi dari areal tebangan seluas 336,3 Ha. Keseluruhan kegiatan pemanenan kayu di PT. RAPP dikerjakan oleh contractor kerja pemanenan dari PTSI (Pec Tech Service Indonesia). Kegiatan pemanenan kayu pada HTI PT. RAPP meliputi proses sebelum pemanenan (pre harvesting process), proses pemanenan (harvesting process), dan proses setelah pemanenan (post harvesting process). 1. Pre Harvesting Process Kegiatan manual yang dilakukan sebelum pemanenan kayu antara lain, (1) pengimasan (underbrushing) yaitu pembersihan areal dalam kompartemen dari tumbuhan bawah, anakan, pohon mati, tumbuhan merambat dan liana, terkecuali yang berada di kawasan riparian/daerah konservasi; (2) pengecekan batas kompartemen (boundary demarcation) yaitu penandaan batas-batas petak, kawasan penyangga, dan kawasan-kawasan terlarang, selain itu juga meliputi kegiatan identifikasi dan penandaan spesies pohon yang dilindungi atau pohon yang oleh masyarakat setempat diusahakan seperti palem sagu dan pohon madu/sialang; (3) perencanaan mikro pemanenan kayu (microplanning) dimana dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan penebangan, terutama dalam

38 25 penentuan main trail, spur road, lokasi TPn, maupun arah pergerakan alat mekanisasi penebangan misalnya skidder yang tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum kondisi lahan dan tegakan. 2. Harvesting Process Harvesting process meliputi kegiatan penebangan (felling), pemotongan (bucking), pengupasan kulit penuh (grand debarked), penumpukan kayu (stacking), extraction ke TPn, dan hauling ke mill. Pada kegiatan penebangan sampai stacking dilakukan oleh beberapa group, dimana satu group terdiri dari 6-10 orang. Contractor ini ada yang pekerja lokal dengan produktivitas 2,0 m 3 /day/orang dan pekerja dari Sambas dengan produktivitas 2,5 m 3 /day/orang. Satu group hanya memilki satu buah chainsaw untuk menebang pohon. Sebelum pohon tersebut ditebang, dilakukan predebark pada saat pohon masih berdiri yang tujuannya adalah untuk memudahkan proses debarking lanjutan setelah pohon rebah dan dipotong. Pohon yang ditebang adalah yang memiliki diameter minimal 3cm. Kemudian kayu tersebut akan dipotong sesuai ukuran dengan panjang sortimen kayu 4m. Komponen kerja penebangan yang dilakukan dimulai dari merobohkan pohon, pengupasan kulit, membagi batang, dan stacking di tepi jalur sarad. Penumpukan kayu (stacking) pada petak tebang memiliki ukuran tinggi dan lebar 1m x 1m atau 1m x 2m. Penyaradan (extraction) dapat dilakukan dengan menggunakan skidder, forwarder, dan ponton darat. Kegiatan skidding adalah menarik tumpukan kayu dengan alat mekanis yang dinamakan skidder. Skidder ini dioperasikan oleh satu orang operator dan satu orang helper. Tumpukan kayu (stacking) diletakkan pada ponton darat dan akan ditarik ke TPn menggunakan skidder. Rata-rata kerja skidder slegh adalah 12 jam/hari dengan produktivitas sebesar 25 m 3 /jam. Kegiatan extraction juga dapat dilakukan dengan menggunakan forwarder. Forwarder ini dioperasikan oleh satu orang operator. Rata-rata kerja forwarder adalah 20 jam/hari dengan produktivitas 35 m 3 /jam. Kegiatan hauling merupakan pengangkutan kayu dari TPn ke mill. Pemuatan (loading) kayu dari TPn ke truk menggunakan excavator. Adapun jenisjenis truk untuk pengangkutannya antara lain, tronton dengan kapasitas ton,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengusahaan Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sektor Baserah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengusahaan Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sektor Baserah V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengusahaan Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sektor Baserah terdiri atas pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map) 19 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) adalah bagian dari Asia Pasific Resources International Holdings Limitied (APRIL) Group, perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara Abadi

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara Abadi BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Arara Abadi adalah anak perusahaan Sinar Mas Grup yang merupakan salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Biofisik Areal Perusahaan HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) merupakan pemegang IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret

Lebih terperinci

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : BASERAH MARGARETH ERNANDA SARAGIH

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : BASERAH MARGARETH ERNANDA SARAGIH BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : BASERAH MARGARETH ERNANDA SARAGIH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN MARGARETH

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab.

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab. ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab. Labuhanbatu Selatan dan Kab. Padang Lawas Utara) SKRIPSI Warsein

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB) LAMPIRAN 4. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB) 1 PEDOMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK Oleh : TERIMA Ir. Nana Suparna KASIH Ketua Bidang Produksi Hutan Tanaman APHI Disampaikan dalam acara : Workshop Pembangunan Sumber Benih : Pemanfaatan Benih

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI) Lampiran III Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 62 /Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM Lampiran : I Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 51/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003 BENTUK DAN ISI A. Bentuk FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKUPHHK-HTR)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKUPHHK-HTR) Lampiran II Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 62 /Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2001 T E N T A N G IZIN PEMANFAATAN HUTAN (IPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan HTI Sengon 5.1.1 Pembibitan Bibit merupakan komponen input penting dalam pembangunan hutan tanaman yang sejak awal harus diperhitungkan pengadaannya, baik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 53 TAHUN 2001 T E N T A N G IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IHT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Lebih terperinci

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : PELALAWAN DESLIANA SIDABUTAR

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : PELALAWAN DESLIANA SIDABUTAR BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : PELALAWAN DESLIANA SIDABUTAR DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN Desliana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI) Lampiran V Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat FORMAT

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP)

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP) 14 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Magang Kegiatan magang dilakukan di PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) yaitu pada Departemen Research and Development (RDD). Perusahaan ini berlokasi di

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh SUER SEPWAN ANDIKA A24052845 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau

Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Januari 2016 Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PP 7/1990, HAK PENGUSAHAAN... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tanggal: 16 MARET 1990 (JAKARTA) Sumber: LN 1990/11; TLN NO. 3404 Tentang:

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : 1:1414 PERATURAN PEMERINTAH NO.7 TAHUN1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, yang perlu dimanfaatkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun 12 KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Lokasi Kebun PT Aneka Intipersada (PT AIP) merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan pada tanggal 30 Agustus 1989. Dalam manajemen Unit PT Aneka Intipersada Estate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990 PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHA HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa hutan merupakan

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKUPHHK-HTI) Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 62/Menhut-/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman ndustri dan Hutan Tanaman Rakyat FORMAT

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI SIAK NOMOR : 06/IUPHHK/I/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) HUTAN TANAMAN SELUAS 8.200 (DELAPAN RIBU DUA RATUS)

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Pengusahaan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 Juli 1995 Kelompok Hutan Teluk Kepau disetujui menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) LAMPIRAN 2. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN. Sejarah Kebun. Letak Geografis dan Administratif Kebun

KEADAAN UMUM KEBUN. Sejarah Kebun. Letak Geografis dan Administratif Kebun KEADAAN UMUM KEBUN Sejarah Kebun PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT Siak Raya Group yang berkedudukan di Provinsi Riau. PT National Timber and Forest Product pada tahun

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia www.greenomics.org MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia 5 Desember 2011 HPH PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa -- yang beroperasi di Provinsi Riau -- melakukan land-clearing hutan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tanggal : 31 Januari 2001 KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI No KRITERIA STANDAR

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKTUPHHK-HTR)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKTUPHHK-HTR) Lampiran IV Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 26 /Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG PT Bina Sains Cemerlang merupakan perusahaan yang mengelola tiga unit usaha, yaitu Bukit Pinang Estate (BPE), Sungai Pinang Estate (SPE), dan Sungai Pinang Factory (SPF). Masing-masing

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2003/015 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA CV. ALAM LESTARI SELUAS

Lebih terperinci

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis SISTEM SILVIKULTUR Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM Tebang Parsial (Seed tree dan Shelterwood method) Seedtree Shelterwood

Lebih terperinci

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dulu bernama PT National Timber and Forest Product. PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT. Siak Raya Group yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan Kebun Kumai di bangun tahun 1982 sesuai dengan SK Gubernur Kalimantan Tengah No DA/22/D.IV.III/III/1982 tanggal 29 maret 1982 tentang pencadangan areal

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018 ber Perusahaan HTI beroperasi dalam kawasan hutan melalui legalisasi perubahan fungsi kawasan hutan Mengkaji dampak Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA PT. SELARAS ABADI UTAMA

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PERKIRAAN PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PEKERJAAN HK URIAN VOLUME 1. Lahan Bekas Hutan : Survey dan Blocking (Manual) 3 Peralatan, Bahan dll (PO) Babat - Imas (Manual) 1 o Excavator 6 JK 25, 1,5, 25 1,5,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep & Tahapan

Pengertian, Konsep & Tahapan Pengertian, Konsep & Tahapan PEMANENAN HASIL HUTAN M a r u l a m M T S i m a r m a t a 0 1 1 2 0 4 7 1 0 1 Umum: DASAR & PENGERTIAN Eksploitasi hutan/pemungutan hasil hutan merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

Ringkasan Publik PT. Bina Daya Bentala RINGKASAN PUBLIK PT. BINA DAYA BENTALA

Ringkasan Publik PT. Bina Daya Bentala RINGKASAN PUBLIK PT. BINA DAYA BENTALA RINGKASAN PUBLIK PT. BINA DAYA BENTALA 2016 I. PENDAHULUAN A. Identitas Perusahaan 1 Nama Unit Manajemen PT. Bina Daya Bentala 2 Alamat Unit Manajemen Jalan Teuku Umar No 51 Pekanbaru 3 Lokasi Unit Manajemen

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci