BAB I. Pendahuluan. Ketika para peneliti atau pemerhati membaca suatu karya satra, pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. Pendahuluan. Ketika para peneliti atau pemerhati membaca suatu karya satra, pada"

Transkripsi

1 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ketika para peneliti atau pemerhati membaca suatu karya satra, pada hakikatnya mereka bertujuan menikmati, mengapresiasi, atau bahkan mengevaluasi karya tersebut. Hal ini berarti mereka bergumul dengan para tokoh dan penokohan yang terdapat di dalam karya tersebut. Para tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik konflik sebagaimana dialami oleh manusia di dalam kehidupan nyata (Minderop, 20013: 1) Selain itu, karya sastra juga dapat menjadi sarana bagi pengarang untuk mengungkapkan kegelisahan, kecemasan, dan kesengsaraannya menjadi tema tema dalam setiap karyanya (Wellek Warren, 1989: 91). Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penulis, yang seringkali dikaitkan dengan gejala gejala kejiwaan seperti, obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi, bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itu, karya sastra sering disebut sebagai salah satu gejala penyakit kejiwaan (Ratna, 2005: 62). Dengan pertimbangan bahwa karya sastra mengandung aspek aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka analisis psikologi sastra perlu dikembangkan secara lebih serius (Ratna, 2005: 341). Pada dasarnya penelitian yang menggunakan psikologi sastra memberi perhatian pada unsur unsur kejiwaan tokoh tokoh fiksional yang terkandung 1

2 2 dalam karya sastra. Aspek kemanusiaan merupakan objek utama dalam analisis psikologi sastra, sebab dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Sampai saat ini, teori psikologi yang paling dominan yang dipakai dalam analisis karya sastra adalah teori psikoanalisis kepribadian milik Sigmund Freud (Ratna, 2004: ). Hal ini diperkuat dengan pendapat Minderop (2013: 2-3) yang mengatakan bahwa teori psikoanalisis Sigmund Freud banyak memberikan kontribusi dan menghilhami pemerhati psikologi sastra. Terkait dengan psikologi kepribadian, sastra menjadi suatu bahan telaah yang menarik karena sastra bukan sekedar telah teks yang menjemukan tetapi menjadi bahan kajian yang melibatkan perwatakan atau kepribadian tokoh rekaan, pengarang karya sastra, dan pembaca. Natsume Soseki merupakan seorang penulis novel asal Jepang pada jaman Meiji ( ). Ia mulai menulis pada tahun 1901 hingga akhir hayatnya (1916). Tidak hanya novel, Soseki juga kerap kali menciptakan haiku 1, kaligrafi, maupun lukisan lukisan tradisional. Sejak kecil Soseki memiliki ketertarikan dengan dunia sastra. Bermula dari hobinya membaca karya sastra klasik Cina, hingga kemudian ketertarikannya berkembang ke karya sastra barat. Soseki pernah dikirim ke Inggris untuk melajutkan program pascasarjana setelah lulus dari program studi literature Inggris di Universitas Tokyo (Sei: 1970: 50-51). Kokoro merupakan salah satu contoh novel karya Natsume Soseki yang cukup terkenal dan menyita perhatian banyak orang, bahkan novel tersebut sampai 1 Puisi pendek khas jepang.

3 3 sekarang masih diterbitkan ulang. Kata Kokoro ini secara harafiah bisa diartikan sebagai hati atau apabila diterjemahkan secara lebih luas bisa juga berarti perasaan. Novel ini telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan dalam judul Rahasia Hati. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, novel ini diterjemahkan oleh Edwin McClellan dengan judul Kokoro. Novel ini dianggap sebagai salah satu novel karya Soseki yang cukup misterius karena dalam novel ini nama tokoh utama tidak pernah disebutkan sekalipun. Pada novel yang menggunakan sudut pandang orang pertama serba tahu, tokoh Aku memang seolah menjadi tokoh utama karena ia menceritakan tokoh tokoh lain dalam sudut pandangnya, namun tokoh utama sebenarnya adalah Sensei yang menjadi objek utama yang diceritakan oleh tokoh Aku. Novel Kokoro dapat digolongkan sebagai novel psikologis. Karya fiksi psikologi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan dibanding mengkaji alur atau peristiwa (Cuddon via Minderop, 2013: 53). Hal tersebut sesuai dengan novel Kokoro yang lebih memfokuskan perwatakan tokoh utama dibandingkan dengan alur dari cerita itu sendiri. Dari segi strukturnya, novel ini memiliki tema yang sangat menarik. Meskipun inti cerita dalam novel ini adalah kisah cinta antara Sensei dan istrinya, namun makna sebenarnya lebih dari sekedar itu. Novel ini lebih menggambarkan seseorang yang terikat dengan masa lalunya sehingga berdampak pada kehidupannya

4 4 di masa sekarang. Secara garis besar novel ini terbagi menjadi tiga babak. Babak pertama menceritakan tentang hubungan antara tokoh Aku dan Sensei. Dalam babak ini pula, diceritakan bagaimana awal pertemuan kedua tokoh tersebut hingga pada akhirnya mereka memiliki kedekatan. Cerita mengenai tokoh Aku dan orangtuanya tergambar dalam babak kedua. Walaupun kedua tokoh ini menjadi tokoh utama, namun didalam dialog dialog antar tokoh mereka lebih banyak membicarakan tentang Sensei. Sedangkan babak ketiga menceritakan mengenai Sensei dan surat terakhirnya. Pada babak ketiga inilah kemisteriusan tokoh Sensei terungkap. Dimulai dari kisah tentang alasan Sensei lebih suka menyendiri, cenderung antisosial, menutup diri, dan kisah kisah yang mengungkapkan isi hati Sensei yang sebenarnya. Walaupun dalam novel ini tokoh Sensei tidak secara terang terangan menjadi tokoh utama, namun secara keseluruhan novel ini menceritakan tentang kehidupan Sensei tersebut. Tokoh tokoh dalam novel Kokoro juga memiliki kepribadian yang sangat kuat. Sensei adalah tokoh yang memiliki perwatakan paling kuat karena memang ia diciptakan sebagai tokoh utama. Tentunya keberhasilan sebuah novel salah satunya ditentukan oleh kuat atau tidaknya penggambaran kepribadian tokoh yang digambarkan dalam novel tersebut. Apabila tokoh tersebut memiliki kepribadian yang kuat maka secara otomatis pembaca akan mampu mengikuti alur cerita yang disajikan. Dalam novel Kokoro, cerminan psikologis tokoh tersebut digambarkan sedemikian rupa oleh Natsume Soseki, sehingga ketika membaca novel tersebut pembaca mampu merasakan bagaimana masalah masalah psikologis yang dialami tokoh Sensei yang

5 5 membentuk kepribadiannya. Kepribadian tersebut pastinya tidak muncul begitu saja, namun ada latar belakang mengapa kepribadian itu muncul dalam diri tokoh. Untuk memahami kepribadian seorang tokoh dalam suatu karya sastra diperlukan sebuah teori untuk menganalisanya. Menurut teori psikoanalisis kepribadian yang dipopulerkan oleh Sigmund Freud, kepribadian seseorang bisa muncul akibat adanya kecemasan kecemasan yang terjadi selama hidup manusia. Kecemasan ini muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara Id, Ego, dan Superego. Id merupakan energi psikis dan naluri yang mampu menekan manusia supaya memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan Ego mendamaikan tuntutan yang muncul dari Id dan Superego dengan tuntutan realistik dari dunia luar, kemudian Superego secara sederhana dapat diartikan sebagai hati nurani. Seperti yang tergambar dalam novel ini, tokoh Sensei digambarkan sebagai seseorang yang sedang mengalami depresi yang berat pasca ditinggal oleh sahabatnya yang sudah lama meninggal. Semenjak itu Sensei menjadi tokoh yang lebih suka menyendiri, selalu menyalahkan diri sendiri atas kematian sahabatnya, dan lebih memilih untuk menghindari kontak sosial dengan sekitarnya. Padahal tokoh Sensei adalah tokoh yang memiliki latar belakang pernikahan yang bahagia, pendidikan tinggi, memiliki sikap yang sangat beradab dalam segala situasi, dan orang yang memiliki tujuan dalam kehidupannya. Kemudian semuanya berubah ketika tokoh Sensei ini kehilangan sosok sahabatnya. Kesedihan yang berkepanjangan itu membuat Sensei pada akhirnya memutuskan untuk bunuh diri, walaupun sebenarnya kehidupan Sensei masih bisa diperbaiki.

6 6 Pada adegan yang lain, dikisahkan bahwa Sensei ditipu oleh Pamannya sendiri. Kejadian ini menimbulkan trauma di hati Sensei sehingga muncul rasa tidak mudah percaya dengan orang lain. Trauma yang dialami oleh Sensei ini merupakan salah satu bentuk nyata dari kecemasan yang dialami oleh tokoh tersebut. Kecemasan lain lahir dari ketidakberdayaannya saat sahabatnya meninggal, pikiran pikiran Sensei yang tidak sesuai dengan kenyataan, kekhawatirannya atas berbagai hal, pengalaman masa lalu, dan lain sebagainya. Menurut Freud, munculnya kecemasan ini membuat kepribadian seseorang mengalami perubahan. Perubahan itu disebut juga dengan dinamika kepribadian. Begitu pula dengan tokoh Sensei dalam Novel Kokoro, akibat kecemasan kecemasan yang dialaminya sepanjang hidupnya, ada beberapa sikap, pemikiran, dan wataknya yang berkembang. Perubahan kepribadian tersebut berkembang ke arah yang buruk dan berlanjut pada munculnya gangguan kepribadian dalam diri tokoh Sensei. Namun dalam teori psikoanalisis Freud, dinamika kepribadian tidak serta merta mengarah pada munculnya gangguan kepribadian. Oleh karena itu dalam penelitian ini selain teori psikoanalisis Freud akan dipakai juga akan dipakai teori psikologi mengenai gangguan kepribadian yang dikemukakan oleh Susan Nolen- Hoeksma. Teori ini dipilih karena mampu menjelaskan hubungan antara kecemasan yang dikemukakan oleh Freud dengan abnormalitas yang muncul pada kepribadian manusia.

7 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan sebelumnya, ada beberapa masalah yang muncul dan menimbulkan pertanyaan bagi peneliti. Permasalahan tersebut diantaranya adalah: 1. Bagaimanakah struktur dan keterkaitan antar unsur dalam membangun kesatuan makna pada novel Kokoro karya Natsume Soseki? 2. Bagaimana kecemasan yang dialami tokoh Sensei dilihat dari struktur kepribadiannya? 3. Apa saja bentuk gangguan kepribadian yang dialami tokoh Sensei terkait dengan kecemasan - kecemasan yang muncul dalam dirinya? 1.3. Tujuan Penelitian Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan untuk dicapai dan diharapkan memiliki manfaat untuk berbagai pihak. Ada dua tujuan terkait dengan dilakukannya penelitian ini, yaitu tujuan praktis dan tujuan teoritis. 1. Tujuan teoritis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur novel Kokoro, struktur kepribadian tokoh Sensei, kecemasan yang muncul dalam tokoh Sensei, dan gangguan kepribadian yang dialami tokoh Sensei dengan menggunakan teori psikologi abnormal Susan Nolen. 2. Tujuan praktis dalam penelitian ini adalah untuk memperkaya pengetahuan pembaca mengenai novel jepang khususnya novel Kokoro

8 8 karya Natsume Soseki. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu membuka wawasan pembaca mengenai hubungan antara psikologi dan sastra serta bagaimana mengaplikasikan teori psikologi untuk meneliti karya sastra Landasan Teori Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori psikologi abnormal yang dikemukakan oleh Susan Nolen Hoeksma untuk menjelaskan gangguan kepribadian yang dialami oleh tokoh Sensei. Teori ini merupakan teori yang bertumpu pada psikoanalisis Sigmund Freud yang dalam penelitian ini digunakan untuk meneliti kecemasan yang dialami tokoh. Namun sebelumnya, untuk mempermudah pemahaman mengenai novel Kokoro, penulis terlebih dahulu ingin menjabarkan mengenai struktur novel melalui teori struktural Teori Struktural Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha (Nurgiyantoro, 2013: 36). Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara kohorensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat juga diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan

9 9 bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiyantoro, 2013: 36). Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersamaan menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2013: 37). Dalam penelitian ini tidak semua unsur dalam teori strukturalisme dianalisis. Ada tiga unsur utama yang akan dianalisis yaitu tema, penokohan, dan latar. Ketiga unsur tersebut memiliki relasi yang cukup kuat dengan teori psikoanalasis yang digunakan dalam penelitian ini. Anilisis tema dilakukan agar pembaca semakin memahami cerita dari novel Kokoro yang diteliti meskipun tidak secara langsung membaca buku aslinya, sedangkan analisis penokohan bertujuan agar pembaca memahami karakter karakter tokoh yang ada di dalam novel ini. Pada penelitian kali ini, fokus utama peneliti adalah tokoh Sensei yang merupakan tokoh utama dari novel Kokoro, namun tentunya perlu juga analisis mengenai tokoh tokoh sampingan yang berhubungan erat dengan tokoh tersebut, karena keberadaan orang orang di sekitar tokoh Sensei juga turut memberikan dampak terhadap kepribadiannya. Latar dalam novel Kokoro juga turut dianalisis karena latar belakang seorang tokoh, seperti rumah tinggal, kondisi lingkungan, masa dimana tokoh tersebut hidup, maupun latar belakang sosial dan budaya, juga memberikan efek dalam pembentukan kepribadiannya. Untuk alasan itulah, ketiga unsur tersebut perlu dianalisis dalam penelitian ini.

10 10 a. Tema Untuk menentukan makna pokok sebuah novel, kita perlu memiliki kejelasan pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaan persamaan atau perbedaan perbedaan (Hartoko&Rahmanto, 1986:142). Tema disaring dari motif motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. (Nurgiyantoro, 2013: 68) Tema itu sendiri secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu tema utama dan tema tambahan. Tema utama seringkali disebut sebagai tema mayor yang berarti makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya tersebut. Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai di antara sejumlah makna yang ditafsirkan yang terkandung dakan karya yang bersangkutan. Sedangkan tema tambahan atau yang sering disebut tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian bagian tertentu cerita yang dapat diidentifikasi sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna tambahan tersebut bersifat mempertegas eksistensi makna utama (Nurgiyantoro, 2013: 82-83).

11 11 b. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2013: 216). Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah olah sungguh terjadi, sehingga pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar sehingga merasa lebih akrab dengan cerita tersebut (Nurgiyantoro, 2013: 217). Unsur latar menurut Nurgiyantoro dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu, tempat, waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur ini walaupun sepintas berbeda, namun pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. 1. Latar Tempat Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama tertentu haruslah mencerminkan keadaan geografis dari tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk memberi kesan pada pembaca seolah olah hal yang diceritakan itu sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2013: 227).

12 12 2. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan pembaca terhadap waktu sejarah tersebut kemudian dapat digunakan untuk masuk ke dalam suasana cerita. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita (Nurgiyantoro, 2013: ). 3. Latar Sosial Latar sosial mengacu pada hal hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain lain yang tergolong latar spiritual. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2013: ). c. Penokohan Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yaitu segala sesuatu yang menunjuk pada penempatan tokoh tokoh

13 13 tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Menurut Jones, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2013: 165). Dengan demikian istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Tokoh cerita menempati posisi strategs sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2013: 167). Secara umum tokoh dalam sebuah karya fiksi terbagi menjadi dua bagian bagian yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, ia sekaligus sebagai penentu perkembangan plot secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh yang kehadirannya dalam cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan hanya muncul ketika ia memiliki keterkaitan dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung. (Nurgiyantoro, 2013: ) Teori Psikoanalisis Kepribadian Psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Dalam Psikologi kepribadian dipelajari kaitan antara ingatan atau

14 14 pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu, dan seterusnya (Minderop, 2010: 8). Sedangkan psikoanalisis merupakan sebuah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud yang merupakan seorang neurolog dari Austria. Teori ini sangat berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Bagi para psikoanalisis, istilah kepribadian adalah pengutamaan alam bawah sadar (unconscious) yang berada di luar sadar, yang membuat struktur berpikir diwarnai oleh emosi. Mereka beranggapan, perilaku seseorang sekedar wajah karakteristiknya, sehingga untuk memahami secara mendalam kepribadian seseorang, harus diamati gelagat simbolis dan pikiran yang paling mendalam dari orang tersebut (Minderop, 2010: 9). Menurut Freud sendiri, pikiran manusia lebih banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar daripada alam sadar. Freud meneliti mengenai sumber sumber tak sadar dari gejala sehari hari seperti salah ucap. Inilah yang seringkali disebut sebagai bahasa alam tak sadar (mental). Freud juga melihat kecemasan sebagai bagian penting dalam sistem kepribadian, hal yang merupakan suatu landasan dan pusat dari perkembangan perilaku neurosis, dan psikosis (Andy, 2007: 234) Tingkat tingkat kegiatan mental a. Ketidaksadaran Isi dari ketidaksadaran adalah dorongan dorongan, keinginan-keingnan, sikap sikap, perasaan perasaan, pikiran pikiran, insting insting yang tidak

15 15 dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah payah ditarik-kalau dapat-ke dalam kesadaran, tidak terikat oleh hukum hukum logika, dan tidak dapat dibatasi oleh waktu dan tempat (Semiun, 2006: 56). Ketidaksadaran inilah yang memicu adanya tindakan, perkataan, maupun perilaku yang muncul dalam setiap individu manusia. Tentu saja ketidaksadaran tidak berarti non aktif atau tidur. Insting insting dalam ketidaksadaran terus menerus berjuang untuk menjadi sadar dan banyak diantaranya berhasil meskipun mereka tidak kelihatan lagi dalam bentuk aslinya (Semiun, 2006: 58). b. Keprasadaran Keprasadaran memiliki dua sumber yaitu persepsi sadar dan ketidaksadaran. Persepsi sadar memiliki waktu yang relatif singkat, apabila orang tersebut dalam persepsinya seketika dialihkan ke pikiran lain, maka ia akan dengan cepat beralih ke persepsi keprasadaran. Pada dasarnya pikiran yang cepat berubah antara sadar dan prasadar ini bebas dari kecemasan dan sebagian besar kenyataannya lebih menyerupai dorongan dorongan sadar. c. Kesadaran Dalam teori psikoanalisis, kesadaran hanya memiliki peran yang sangat kecil. Kesadaran merupakan satu satunya kehidupan mental yang langsung tersedia dalam kehidupan sehari hari kita. Secara garis besar, pikiran kita dapat mencapai suatu kesadaran melalui dua arah dan sumber yang berbeda. Pertama berasal dari sistem sadar perseptual yang diarahkan ke dunia luar dan bertindak sebagai stimulus

16 16 eksternal. Sedangkan sumber ke dua berasal dari dalam struktur mental yang meliputi pikiran yang tidak mengancam dari alam prasadar dan juga pikiran yang mengancam tetapi tersamar dengan baik dari ketidaksadaran Struktur Kepribadian menurut Sigmund Freud. Menurut Freud ada tiga bagian dalam psikisme manusia. Ketiga bagian tersebut dalam bidang psikologi sering dikenal dengan nama Id, Ego, dan Superego. Ketiganya memiliki peran yang sangat peting dalam pembentukan kepribadian manusia. Masing masing dari ketiga hal tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu dengan yang lainya. Secara garis besar struktur kepribadian dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini. Freud mengatakan bahwa analogi kepribadian manusia mirip dengan gunung es yang berada di lautan. Hanya 10% saja dari gunung es tersebut yang muncul di permukaan sedangkan sisanya berada di bawah. 10% yang muncul ini terkait dengan ego seseorang yang erat pula hubungannya dengan tingkat kesadaran manusia.

17 17 Sedangkan hampir 90% sisanya terkait dengan ketidaksadaran yang mencakup Id, dan Superego. Dalam analogi gunung es tersebut digambarkan bahwa bagian paling besar dan paling kuat dalam tingkat kepribadian manusia adalah Id. Bagian kedua yang lebih kecil namun tidak kalah penting dalam pengambilan tidakan dan keputusan manusia adalah superego. Superego seringkali masih berada diantara kesadaran dan ketidaksadaran. Sedangkan bagian terakhir dan yang lebih sering muncul di permukaan dan memicu tindakan seseorang adalah ego. a. Id Freud mengatakan bahwa Id merupakan energi psikis dan naluri yang mampu menekan manusia supaya memenuhi kebutuhan dasar. Id terletak di alam bawah sadar kita, yang selalu berusaha mencari kesenangan dan kenikmatan (Pleasure Principle). Id akan sangat berbahaya apabila seseorang sangat bergantung pada Id yang ada dalam dirinya. Karena Id tidak bersinggungan langsung dengan realitas, sehingga ada kemungkinan orang akan melakukan apapun untuk memenuhi Idnya. Id dianggap sebagai struktur yang paling kuat dalam psikisme manusia. Id juga merupakan bagian paling primitive dalam kepribadian manusia karena keberadaannya sudah ada semenjak manusia masih bayi dan belum berhubungan dengan dunia luar. Oleh sebab itu Id lahir dari dorongan dorongan alami yang seringkali disebut sebagai insting. Insting ini bekerja untuk memenuhi hasrat dan kepuasan yang ingin dicapai oleh manusia.

18 18 b. Ego Ego berada diantara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas (Reality Principle) dengan mencoba mencari kesenangan individu namun masih dibatasi oleh realitas. Ego lahir karena adanya kebutuhan manusia dalam memenuhi transaksi transaksi yang sesuai dengan kenyataan objektif. Tujuan dari prinsip realitas yang terdapat dalam Ego ialah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan objek yang cocok yang dapat memenuhi kepuasan suatu individu. Untuk sesaat mungkin saja prinsip kepuasan harus tertunda terlebih dahulu sampai objek yang cocok ditemukan. Hal tersebut dapat mereduksi ketegangan ketegangan yang mungkin terjadi apabila seorang individu ingin memenuhi kenikmatan yang dicarinya. Ego biasanya memimpin pengambilan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang. Ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah manusia tersebut dapat memuaskan diri sendiri tanpa menyebabkan kesulitan untuk dirinya. Dalam melaksanakan fungsi eksekutif, ego selalu harus mempertimbangkan tuntutan dari Id dan Superego yang seringkali bertetangan dan tidak realistik. Di samping kedua hal ini, ego juga harus melayani penguasa ketiga yaitu dunia luar yang menutut tindakan tindakan yang realistis. Dengan demikian, Ego terus menerus mendamaikan tuntutan yang muncul dari Id dan Superego dengan tuntutan realistik dari dunia luar. Karena merasa dirinya dikepung oleh ketiga kekuatan yang

19 19 bertentangan itu, seringkali Ego menjadi cemas. Sehingga dengan begitu, Ego harus mengadakan represi dan mekanisme pertahanan lain untuk mempertahankan dirinya tanpa membiarkan elemen elemen tersebut masuk dalam kesadaran seseorang. c. Superego Kemudian struktur yang terakhir adalah Superego. Dalam hal ini, Superego mengacu pada moralitas dan seringkali disebut sebagai hati nurani. Ia mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Namun sama seperti Id, Superego tidak bersentuhan langsung dengan realitas. Superego dikendalikan oleh prinsip prinsip moralistic dan idealistic yang bertentangan dengan prinsip kenikmatan dari id dan prinsip kenyataan dari ego. Supergo mencerminkan yang ideal dan bukan yang real, memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, dengan demikian ia dapat bertindak sesuai denagan norma moral yang diakui oleh masyarakat (Semiun, 2006: 66). Fungsi fungsi pokok superego adalah: 1. Merintangi impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif karena impuls jenis ini snagat dikutuk oleh masyarakat 2. Mendorong ego untuk menggantikan tujuan tujuan realistik dengan tujuan tujuan moralistic. 3. Mengejar kesempurnaan. Dengan demikian superego cenderung untuk menentang baik Id maupun Ego, dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri (Semiun, 2006: 67).

20 Dinamika Kepribadian a. Insting Freud menggunakan kata Jerman trieb untuk menyebut dorongan atau stimulus dalam individu. Secara harafiah kata ini bisa diartikan sebagai insting namun makna yang mengikutinya lebih tepat ke arah dorongan atau impuls. Insting merupakan representasi mental dari kebutuhan fisik atau tubuh (Freud via Semiun, 2006: 69). Insting dapat pula dilihat sebagai faktor pendorong kepribadian. Mereka tidak hanya mendorong tingkah laku individu namun juga menentukan arah yang akan ditempuh oleh tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, insting dapat pula dikatakan menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan seseorang terhadap stimulasi tertentu. Tujuan insting pada dasarnya bersifat regresif. Dikatakan demikian karena insting bertujuan mengembalikan keadaan individu seperti sediakala sebelum munculnya insting tersebut. Insting juga disebut konservatif karena bertujuan mempertahankan keseimbangan individu dan menghilangkan rangsangan rangsangan yang bersifat mengganggu. b. Kecemasan Kecemasan kaitannya dengan dinamika kepribadian seorang individu memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan insting. Kecemasan menurut Freud merupakan suatu perasaan afektif yang tidak menyenangkan disertai dengan sensasi fisik yan memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Keadaan

21 21 yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit merujuk dengan tepat, tapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Freud via Semiun., 2006: 87). Freud membagi kecemasan kedalam tiga bentuk yaitu: 1. Kecemasan Realitas atau Objektif Yaitu merupakan suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakuran terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata (Andi, 2007: 235). Kecemasan jenis ini seringkali berkembang hingga ke titik yang sangat ekstrim karena bersumber pada realitas yang ada di depan mata. Individu tersebut bisa jadi tidak hanya semata mata merasakan kecemasan namun juga rasa takut yang luar biasa. 2. Kecemasan Neurosis Kecemasan ini muncul akibat adanya pengalaman masa kecil yang dirasakan oleh seorang individu. Kecemasan ini muncul akibat seorang individu diharuskan untuk memuaskan impuls Id tertentu. Sehingga kecemasan tersebut ikut berkembang. Kecemasan yang muncul pada jenis ini adalah ketakutan akan terkana hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsive yang didominasi oleh Id. Ketakutan yang dimaksud disini bukanlah ketakutan apabila Id tersebut muncul dalam diri individu tetapi ketakutan akan efek yang terjadi apabila Id tersebut dipuaskan. 3. Kecemasan Moral Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan Superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresukan impuls instingual yang berlawanan dengan nilai

22 22 moral termasuk dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah (Andi, 2007: 235) Gangguan Kepribadian Istilah gangguan kepribadian (personality disorder) sering juga disebut sebagai psychopaty, artinya adalah kekurangan atau gangguan dalam jiwa yang tampil dalam perilakunya sehari hari. Adapun yang dimaksud personality disorder adalah gangguan gangguan dalam perilaku yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Pemahaman ini bersumber pada masalah perkembangan, yaitu bahwa manusia berkembang dari sejak lahir dalam suatu proses dimana terjadi iteraksi antara dirinya dengan lingkungannya. Proses inilah yang menyebabkan kondisi di dalam diri seseorang menimbulkan adanya perkembangan kepribadian termasuk di dalamnya tugas tugas perkembangan dan moralitas dalam berperilaku. (Wiramihardja, 2015: ) Gangguan kepribadian pada umumnya ditandai oleh masalah masalah dimana individu secara tipikal mengalami paling sedikit kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana ia kehendaki. Orang orang yang mengalami personality disorder ini melihat orang lain sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas, tidak dapat diduga, dan pada derajat yang bervariasi tidak dapat diterima. (Wiramihardja, 2015: 120)

23 23 Jenis jenis gangguan kepribadian sangat bervariasi, karena menyangkut permasalah sosial. Akan tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi 10 jenis gangguan. Berikut ini merupakan penggolongan jenis jenis gangguan kepribadian yang diungkapkan oleh Wiramihardja (2015: ): 1. Paranoid Individu dengan gangguan ini biasanya mencurigai, hypersensitive, rigid, pencemburu, dan argumentatif. Mereka cenderung melihat diri sendiri sebagai yang baik, yang tidak memiliki cacat, dan jarang melihat kekurangan dirinya meskipun dia tahu. Ciri dari paranoid adalah penghayatan, ketidakberalasan, dan ketidakpercayaan pada orang lain. Orang dengan gangguan ini meyakini bahwa orang lain secara kronis mencoba untuk menipu atau mencurangi mereka. Mereka seringkali merupakan pengamat yang sangat tajam terhadap situasi situasi, hingga detail detail yang kebanyakan orang lewatkan. 2. Schizotypal Gangguan ini merupakan pola berpikir yang khas (dalam arti tidak baik) dalam biaca dan dalam presepsi tidak aktual, sehingga merusak komunikasi dan interaksi sosial. Orang yang mengalami Schizotypal cenderung terisolasi secara sosial dan menjaga jarak emosi, sehingga mereka pun merasa tidak mnyaman dalam membangun hubungan sosial.

24 24 3. Histrionik Gangguan ini ditandai dengan adanya self-dramatitation, tampil selalu lebih dari yang sewajarnya, terlalu terlihat atraktif, dan memiliki kecenderungan untuk mudah terganggu dan cepat marah. Orang yang mengalami gangguan ini secara umum ingin menjadi pusat perhatian, mereka mengejar perhatian orang lain dengan cara menjadi sangat dramatis, dan menekankan kualitas positif dan penampilan fisik mereka. 4. Narcissistic Orang yang mengalami gangguan ini biasanya berusaha untuk selalu tampil agung dan menamakan dirinya dengan gambaran besar. Mereka tenggelam dalam keasikan menerima atensi, salah dalam menerima reaksi orang disekitarnya, dan kurang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain. 5. Antisosial Gangguan ini ditandai oleh ciri ciri kurangnya perkembangan moral dan tidak mampu membedakan mana yang pantas baginya dibandingkan dengan orang yang lebih muda darinya. Ketidakmampuannya mengikuti model perilaku yang disetujui banyak orang, tidak malu menipu orang lain dan mempunyai riwayat hidup sebagai anak bermasalah dalam melaksanakan apa yang harusnya ia lakukan. Ciri dari gangguan ini adalah melemahnya kemampuan untuk membentuk hubungan positif dengan orang lain dan kecenderungan untuk menggunakan perilaku perilaku yang bertentangan dengan dasar dasar atau norma dan nilai sosial.

25 25 6. Borderline Gangguan ini ditandai oleh adanya perubahan suasana hati yang drastis, perasaan menganggu yang sifatnya kronis, dan adanya upaya untuk menyakiti diri sendiri demi mendapatkan sesuatu. Kelabilan merupakan ciri utama orang orang yang menderita gangguan ini. Suasana hati penderita tidak stabil, sering depresi, kecemasan, atau kemarahan yang sangat frekuen dan kadang kadang tanpa alasan yang masuk akal. 7. Avoidance Avoidance ditandai dengan adanya ciri sangat sensitif terhadap penilaian orang lain, sehingga sulit untuk menolak kehendak orang lain atau menghalangi linbgkuangn sosial. Penderita gangguan ini seringkali menjauhi segala bentuk interaksi sosial akibat ketakutannya akan penilaian orang lain. 8. Dependent Ketika seseorang mengalami gangguan ini, ia akan sulit berpisah dengan orang lain dan interaksi sosialnya diwarnai oleh adaya kecemasan, tapi bukan akibat takut mendapat kritik dari lingkungannya melainkan karena ingin senantiasa dirindukan dan disayangi sehingga membuat ia menjadi seseorang yang tergantung dengan orang lain. 9. Obsesive Compulsive Obsesif artinya pemikiran yang berulang ulang atau terus menerus secara paksanaan, Sedangkan kompulsif berarti tindakan terpaksa yang berulang ulang yang tidak efektif karena dilaksanakan berdasarkan rancangan terlebih dahulu.

26 26 Gangguan ini ditandai oleh adanya perhatian berlebih pada peraturan, susunan, struktur, dan juga adanya ketertarikan yang luar biasa pada detail, perfeksionis, kurang hangat dalam pergaulan dan kehidupan. 10. Passive aggressive dan Self defeating Gangguan ini ditandai dengan adanya kekurangan dalam kemampuan untuk memumjukkan atau mengutarakan suatu pendapat yang berbeda dari orang lan tanpa harus melukai perasaan lawan bicara. Penderita gangguan ini pada umumnya memperlihatkan rasa dendam secara tidak langsung. Kepribadian semacam ini gagal memenuhi tugas dan tujuan sulit bagi tujuan pribadinya dalam memendam fakta bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapainya Metode Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian tentunya dibutuhkan metode untuk meneliti. Begitu juga dalam menganalisis kepribadian sebuah tokoh, dalam penelitian psikologi sastra perlu adanya motode yang mampu memudahkan peneliti dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis sama sama memiliki arti menguraikan. Namun tidak semata mata hanya menguraikan saja, tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai hal yang diuraikan (Ratna, 2004: 53). Melalui metode deskriptif analisis, peneliti akan melakukan penelitian dengan tahap sebagai berikut:

27 27 a. Menentukan karya sastra yang dijadikan obyek penelitian, yaitu novel Kokoro karya Natsume Soseki b. Menetapkan pokok permasalahan dalam novel sebagai dasar penelitian. c. Menetapkan teori yang sesuai dengan objek penelitian, dalam penelitian ini teori yang dipilih adalah teori psikologi abnormal milik Susan Nolen- Hoeksma. d. Menguraikan struktur novel dan hubungan antar unsur-unsurnya dalam membangun kesatuan makna. e. Menguraikan struktur kepribadian dan kecemasan yang dialami oleh tokoh Sensei f. Menganalisis gangguan kepribadian yang dialami oleh tokoh Sensei Tinjauan Pustaka Berbagai macam teori dan pendekatan dapat digunakan untuk meneliti sebuah karya sastra. Dalam penelitian ini, peneliti ingin meninjau karya sastra berjudul Kokoro dengan teori psikologi abnormal milik Susan Nolen Hoeksma dengan bantuan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Teori Susan mengatakan bahwa gangguan kepribadian dalam diri seseorang dapat muncul akibat kecemasan kecemasan yang terjadi dalam hidupnya dan hal tersebut dianggap sesuai dengan masalah yang ingin diteliti dalam novel Kokoro karya Natsume Soseki.

28 28 Sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang membahas mengenai novel Kokoro. Penelitian pertama dilakukan oleh Eman Suherman pada tahun 1998 dalam skripsinya yang berjudul Konflik Batin Sensei Dalam Cerita Rekaan Kokoro Karya Natsume Soseki. Dalam penelitian tersebut peneliti menganalisis struktur novel secara utuh dan juga menganalisis mengenai konflik batin yang dialami oleh tokoh Sensei. Sayangnya, pada skripsi ini peneliti tidak menggunakan teori secara khusus sehingga paparan penelitiannya terlalu luas. Penelitian Kedua dilakukan oleh Putri Wikan Satiti dalam skripsinya yang berjudul Daya Tahan Psikologis Tokoh Sensee Dalam Novel Kokoro Karya Natsume Soseki: Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra. Dalam skripsi tersebut, peneliti menggunakan teori psikologi milik Suzzane.C. Kobasa. Teori ini bukanlah teori psikologi sastra, meskipun teori ini berlaku utuk bidang kajian umum namun peneliti memilih teori ini untuk meneliti novel Kokoro. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana tokoh Sensei menghadapi konflik konflik yang menyebabkan perasaan tertekan dalam dirinya. Hal ini diketahui dengan melihat reaksinya terhadap stressful event yang dihadapinya. Dari penelitian ini diketahui bahwa Sensei memiliki tingkat ketahanan mental yang rendah dan cenderung pesimis. Ketahanan diri yang rendah tersebut membuat tekanan dalam dirinya semakin memuncak sehingga akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri. Dalam penelitian ini, teori Suzzane digunakan untuk meneliti bagaimanakah reaksi dan tindakan Sensei ketika mengalami sebuah tekanan. Kemudian dari situ disimpulkan apakah Sensei memiliki ketahanan diri yang kuat atau lemah.

29 29 Melalui paparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa meskipun penelitian terhadap tokoh Sensei dalam novel Kokoro telah dilakukan seperti yang tercantum di atas, namun analisis mengenai gangguan kepribadian yang muncul akibat adanya konflik batin dan kecemasan kecemasan yang dialami oleh tokoh tersebut belum pernah diteliti sebelumnya. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan psikoanalisis milik Freud yang belum pernah digunakan pada penelitian terdahulu Sistematika Penelitian Skripsi ini meliputi lima bab. Pada bab I diuraikan mengenai latar belakang peneliti melakukan penelitian ini beserta dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Sekaligus peneliti mendeskripsikan teori dan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian pada bab II diuraikan mengenai analisis struktural novel dengan fokus terhadap unsur tema, latar, dan penokohan. Pada bab III dijabarkan kecemasan kecemasan yang dialami oleh tokoh Sensei kemudian dianalisis struktur kepribadian tokoh Sensei terkait dengan Id, Ego, dan Superego yang muncul dari dalam dirinya berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Pada bab III pula diuraikan mengenai analisis gangguan kepribadian yang dimiliki tokoh Sensei yang muncul akibat kecemasan - kecemasannya sesuai dengan yang ada pada novel Kokoro karya Natsume Soseki menggunakan teori Susan Nolen Hoeksma. Hingga pada bagian akhir diuraikan kesimpulan mengenai penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong atau merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan imajinasi. Karya sastra merupakan cerminan pemikiran, perasaan, kepribadian, dan pengalaman hidup

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep didefinisikan sebagai ling gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya tulis, namun yang lebih penting dari tulisan tersebut adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya sastra bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan kejiwaan itu terjadi karena tidak terkendalinya emosi dan perasaan dalam diri. Tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Aji Budi Santosa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia memiliki banyak realita yang mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Modul ke: Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pandangan Dasar Manusia Pandangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini.

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. 2.1.1 Novel Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, acap kali sebuah novel merupakan hasil endapan pengalaman pengarang. yang sarat dengan perenungan akan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. situ, acap kali sebuah novel merupakan hasil endapan pengalaman pengarang. yang sarat dengan perenungan akan kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Novel sebagai sebuah entitas karya sastra berusaha mengisahkan sesuatu melalui tokoh-tokoh rekaan yang ada dalam sebuah cerita. Tidak hanya sampai di situ,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya imajinatif dari seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Karya sastra banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE DEVIL S WHISPER DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE DEVIL S WHISPER DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE DEVIL S WHISPER DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 2.1 Definisi Novel Sebutan novel berasal dari bahasa Itali, yaitu novella yang berarti sebuah barang baru yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkenal adalah Senseijutsu Satsujin Jiken. Novel ini berhasil menjadi finalis dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkenal adalah Senseijutsu Satsujin Jiken. Novel ini berhasil menjadi finalis dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soji Shimada adalah novelis besar Jepang yang telah banyak menghasilkan karya sastra bermutu tinggi dan dihargai oleh masyarakat penikmat sastra dunia. Soji Shimada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu karya tulis yang memberikan hiburan dan disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual dapat dijadikan pedoman hidup. Karya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Kesusastraan Pertanyaan mengenai apa itu sastra selama ini belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan mengenai

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Siti Fatimah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian ini memaparkan penelitian dan analisis terdahulu tentang analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikembangkan di Jepang pada akhir abad ke 19. Istilah manga dalam Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang dikembangkan di Jepang pada akhir abad ke 19. Istilah manga dalam Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manga ( 漫画 ) merupakan komik yang dibuat di Jepang. Kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang, sesuai dengan gaya yang dikembangkan

Lebih terperinci

lain sastra selalu berkembang. Selain unsur-unsur yang ada di dalam teks, karya

lain sastra selalu berkembang. Selain unsur-unsur yang ada di dalam teks, karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sama halnya dengan sebuah seni, namun seni bukanlah sesuatu hal yang monoton. Setiap era, seni selalu berubah termasuk sastra, dengan kata lain sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Enik Kuswanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman. Ungkapan-ungkapan tersebut di dalam sastra dapat berwujud lisan maupun tulisan. Tulisan adalah

Lebih terperinci

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Hariyanto Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat memasuki hutan makin ke dalam makin lebat dan belantara, ada peristiwa suka dan duka, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, menyampaikan pendapat, mengapresiasikan pikiran sehingga tercipta pengertian antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lahir dari keinginan awal manusia untuk membuktikan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lahir dari keinginan awal manusia untuk membuktikan keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra lahir dari keinginan awal manusia untuk membuktikan keberadaan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Setiap manusia pada dasarnya memiliki sifat kemanusiaan,

Lebih terperinci

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI Pendekatan Psikoanalisa Tokoh : Sigmund Freud Lahir di Moravia, 6 Mei 1856. Wafat di London, 23 September 1939 Buku : The Interpretation of Dreams (1900) Tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba.

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asa Nonami merupakan seorang novelis terkenal di Jepang, ia lahir pada 19 Agustus 1960 di Tokyo. Asa Nonami adalah penulis cerita fiksi kejahatan dan cerita horor,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya setiap manusia, baik secara individu maupun sebagai bagian dari masyarakat sosial tidak bisa dilepaskan dari sastra. Karena dalam kehidupan tidak bisa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masalah, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,

BAB V KESIMPULAN. masalah, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, BAB V KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sesuai dengan rumusan masalah, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, dalam novel Dan Hujan pun Berhenti terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai mediumnya (Semi, 1993:8). Novel dan cerita pendek (disingkat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai mediumnya (Semi, 1993:8). Novel dan cerita pendek (disingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993:8).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (precon scious), dan

Lebih terperinci

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional Asia. Kehidupan dalam karya sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya sudah ada penelitian mengenai teori motivasi tindakan Abraham Maslow, yaitu penelitian yang ditulis oleh Setyawan Budi Jatmiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Jepang banyak menghasilkan teknologi canggih yang sekarang digunakan juga oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi seorang penulis yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik 347 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam karya sastra Indonesia modern pascaproklamasi kemerdekaan ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik sebagai tokoh

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI)

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI) KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI) Disusun Oleh: JOANITA CITRA ISKANDAR - 13010113130115 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu institusi budaya yang mempengaruhi dan dipengaruhi kenyataan sosial. Seorang seniman atau pengarang akan melibatkan sebuah emosi

Lebih terperinci

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada.

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. PSIKOANALISIS Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. Obyek psikologi adalah kesadaran orang normal. Tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layar lebar dan televisi dari Universitas Loloya Marymount, Los Angeles. Ankoku

BAB I PENDAHULUAN. layar lebar dan televisi dari Universitas Loloya Marymount, Los Angeles. Ankoku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ankoku Joshi merupakan novel karya Akiyoshi Rikako, seorang penulis Jepang lulusan Universitas Waseda. Dia mendapatkan gelar master dalam bidang layar lebar dan televisi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Cerpen atau cerita pendek termasuk salah satu karya sastra fiksi yang berbentuk prosa naratif. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni; ia harus diciptakan dengan suatu daya kreativitas, kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan jiwa,tokoh utama, kecemasan, dan struktur kepribadian. 2.1.1 Pergolakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari hasil penelaahan novel yang diawali dari analisis struktur novel yang terdiri atas tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia adalah kecemasan neurotik. yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar.

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia adalah kecemasan neurotik. yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra muncul sebagai pengungkapan apa yang telah dialami dan dilihat oleh pengarang. Oleh karena itu, karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas

Lebih terperinci

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca.

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seorang pengarang yang merupakan hasil dari perenungan dan imajinasi, selain itu juga berdasarkan yang diketahui, dilihat, dan juga dirasakan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di

Bab 5. Ringkasan. Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di Bab 5 Ringkasan Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di Jepang. Wanita kelahiran 26 Februari 1961 mengawali karir sebagai penulis komik sejak umur tujuh belas tahun. Setelah mendapatkan

Lebih terperinci

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN 137 BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Konsep mimpi Sigmund Freud. Mimpi adalah produk psikis yang dianggap sebagai konflik antara daya-daya psikis. Dengan menganalisis mimpi maka dapat mengetahui

Lebih terperinci