BAB II TUNJAUAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TUNJAUAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II TUNJAUAN TEORI A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, baik melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa maupun dari indera perabaan. Namun demikian sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). 2. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2003). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Ternasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang yang dipelajari antara lain menyebutkan, dan menguraikan (Notoatmodjo, 2003). Sementara itu memahami oleh Notoatmodjo (2003) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat 8

2 9 menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Aplikasi dimaknai sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi ini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan (Notoatmodjo, 2003). Tingkatan pengetahuan selanjutnya adalah analisis yang diartikan menurut Notoatmodjo (2003) sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, dan memisahkan. Sedangkan sintesis sebagai tingkatan pengetahuan yang ke-5 menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori dan rumusan-rumusan yang telah ada. Evaluasi sebagai tingkatan pengetahuan tertinggi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

3 10 Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman dan tingkat sosial ekonomi. Tingkat pendidikan merupakan kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Sementara itu, informasi oleh Notoatmodjo (2003) merupakan sesuatu hal yang dinilai penting, karena dengan kuranganya informasi tentang cara-cara hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, akan menurunkan tingkat pengetahuan seseorang tentang hal tersebut. Sedangkan budaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut Notoatmodjo (2003). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan selanjutnya adalah pengalaman disini yang berkaiatan dengan umur, dengan tingkat pendidikan seseorang yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas, sedangkan umur semakin bertambah Notoatmodjo (2003). Status sosial ekonomi yang rendah menurut Notoatmodjo (2003), juga mempunyai pengaruh pada pengetahuan orang tua tentang makanan kariogen, sehingga dalam memenuhi kebutuhan asupan makanan yang baik dan sehat tidak akan terpenuhi. B. Sikap a. Pengertian Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini masalah kesehatan, termasuk penyakit). Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkahlaku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).

4 11 Dalam konteks sikap, menurut Covey (1998) dalam Notoatmodjo (2003), ada tiga teori determinisme yang diterima secara luas yaitu determinisme genesis, psikis, dan determinisme lingkungan. Determinisme genetik (genetic determinism) berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek neneknya. Itulah sebabnya seseorang memiliki sikap dan tabiat sebagaimana tabiat nenek moyangnya. Sementara determinisme psikis (Psychological determinism) berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh, atau pendidikan oarang tua yang diberikan kepada anaknya, pengasuhan yang diterima individu berupa pengalaman masa kanak-kanak pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan karakter individu, termasuk didalamnya pembentukan sikap individu. Sedangkan determinisme lingkungan (environmental determinism) berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan atau pimpinan memperlakukan kita, bagaimana pasangan kita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakan-kebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan sikap individu (Notoatmodjo, 2003). b. Tingkatan Sikap Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu mulai dari menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab (Notoatmodjo, 2003). Menerima (receving) menurut Notoatmodjo (2003) dimaknai dengan orang mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan. Sedangkan merespon (responding) merupakan pemberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap. Karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut menerima ide tersebut.

5 12 Tingkatan selanjutnya dari sikap yaitu menghargai (valuing). Pada tingkatan ini ditandai dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah Notoatmodjo (2003). Sedangkan tanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan resiko merupakan sikap paling tinggi (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan bagaimana pendapat responden. C. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Perilaku merupakan suatu kegiatan mahluk hidup yang berangkutan,menurut Skiner (1938) perilaku merupakan aksi dari individu terhadap dari reaksi dari hubungan dengan lingkungan. menurut Suryani (2008) perilaku merupakan aksi dari individu terhadap dari reaksi dari hubungan dengan lingkungan menurut Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak. Menurut Lawrence Green didalam perilaku manusia terdapat 3 faktor yang mempengarui perubahan perilaku pada manusia yaitu faktor predeposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, nilai nilai, kepercayaan, dan keyakinan; faktor pendukung (enabling factors) yang didalamnya meliputi lingkungan fisik,fasilitas fasilitas dan sarana prasarana kesehatan; dan faktor pendorong (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku orang lain termasuk petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Agar faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut dapat berfungsi secara optimal, menurut Green sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perlu intervensi dalam bentuk pemberian informasi

6 13 (promosi kesehatan). D. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescare (kata bendanya, adolescentia yaitu remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Bobak, 2004). Remaja adalah anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan menjadi orang yang dewasa ( Irwin, 2007 ). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini & Sundari, 2004). Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2007). WHO menetapkan batas usia remaja dalam 2 bagian yaitu remaja awal tahun dan remaja akhir tahun. Pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia tahun dan belum menikah (Sarwono, 2008). 2. Perkembangan Fisik Pada Remaja Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri seks primer dan ciri seks sekunder (Al-Mighwar, 2006). Menurut Depkes RI (2002), ciri-ciri seksualitas primer pada remaja dibedakan atas jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Pada remaja laki-laki ditandai dengan telah berfungsinya organ reproduksi yakni dengan adanya mimpi basah yang umumnya terjadi pada usia tahun. Hal ini terjadi akibat organ testis telah mulai memproduksi sperma. Sperma yang telah dikeluarkan jika kantungnya telah penuh (Depkes RI, 2002). Sementara pada remaja putri ditandai dengan adanya peristiwa menstruasi

7 14 (menarche). Menstruasi pertama ini menandakan bahwa remaja putri sudah siap untuk hamil (Depkes RI, 2002). Menurut Al-Mighwar (2006), ciri-ciri seks sekunder pada remaja dibedakan atas jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Pada remaja laki-laki ditandai dengan berubahnya otot-otot tubuh, lengan, dada, paha dan kaki tumbuh menjadi kuat. Di sekitar daerah alat kelamin tumbuh rambut yang mulanya hanya sedikit dan halus berwarna terang lalu menjadi gelap lebih kasar dan agak kering, juga tumbuh bulu pada betis dan dada. Terjadi perubahan suara, kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori meluas (Al-Mighwar, 2006). Sedangkan pada remaja putri ditandai dengan membesarnya pinggul, buah dada dan putting susu semakin tampak menonjol. Tumbuh rambut dikemaluan, ketiak, lengan dan kaki serta kulit wajah. Terjadinya perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi lebih merdu (melodious). Kalenjar keringat lebih aktif, kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori bertambah besar (Al-Mighwar, 2006) E. Hubungan Seksual Pranikah 1. Definisi Hubungan Seksual Pranikah Hubungan seksual adalah persenggamaan atau bersatunya alat kelamin antara manusia yang berlainan jenis (Gunarsa, 1995). Hubungan seks juga dapat merupakan ekspresi akan perasaan cinta, cara berkomunikasi intim, dan cara mencapai kedekatan emosional. Hubungan seks diluar pernikahan adalah hubungan seks yang dilakukan oleh dua orang yang tidak ingin hidup bersama dalam perkawinan atau keluarga (Tukan,1990). Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Mu,tadin, 2002). Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap

8 15 hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri (Akhun, 2009). Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual melalui berbagai perilaku, contohnya adalah berpegangan tangan, berpelukan, cium kering, cium basah, meraba bagian tubuh, petting, oral seksual dan bersenggama (sexual intercourse) (Irawati, 1999). 2. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Menurut Hurlock (1999), terdapat bentuk-bentuk perilaku seksual yang biasa terjadi pada usia tertentu, yaitu eksplorasi, masturbasi, homoseksual, dan heteroseksual. Eksplorasi merupakan salah satu bentuk perilaku seksual yang pertamatama muncul dalam diri individu, yang didahului oleh keingintahuan individu terhadap masalah seksual dan dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Ada yang berbentuk murni intelektual, yang menggiring remaja bertanya atau membaca buku bila terdapat pertanyaan- pertanyaan yang takut ia utarakan. Atau juga dapat berbentuk manipulatif, dimana remaja menjelajahi organ-organ seksualnya sendiri atau orang lain (Hurlock, 1999). Masturbasi adalah bentuk perilaku seksual dengan melakukan perangsangan organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. Perilaku ini biasanya memuncak pada saat individu mulai memasuki usia pubertas dan remaja, dimana terjadi perubahan pada tubuh individu. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri dan juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin, tetapi sebagian dari mereka juga melakukan masturbasi secara mutual dengan pacarnya (Hurlock, 1999). Homoseksual merupakan bentuk perilaku seksual yang dilakukan individu dengan orang lain yang berjenis kelamin sama dengannya. Bentuk seksual

9 16 ini mendahului munculnya perasaan erotis terhadap lawan jenis (Hurlock, 1999). Bentuk perilaku seksual yang terakhir adalah heteroseksual, dimana bentuk perilaku seksual ini meningkat pada saat anak perempuan dan laki-laki telah mencapai kematangan seksual, yaitu dorongan seksual yang muncul pada individu serta mulai diarahkan pada lawan jenisnya. Heteroseksual biasanya terjadi ketika remaja berpacaran (Hurlock, 1999). 3. Tahap-tahap Perilaku Seksual Pranikah Menurut Irawati (1999), perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja ketika berpacaran terdiri dari beberapa tahap yaitu berpegangan tangan, berpelukan, cium kering, cium basah, meraba bagian tubuh, petting, oral seksual dan bersenggama (sexual intercourse). Berpegangan tangan yaitu perilaku seksual yang biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktifitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual individu dapat tercapai). Umumnya jika individu berpegangan tangan maka muncul getaran-getaran romantis atau perasaanperasaan aman dan nyaman (Irawati, 1999). Berpelukan biasanya akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu. Disamping itu berpelukan juga dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang (Irawati, 1999). Cium kering yang berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. Dampak dari cium pipi bisa mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi berkembang disamping menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada moment tertentu dan bersifat sekilas. Selain itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati (Irawati, 1999). Cium basah merupakan aktifitas seksual berupa sentuhan di bibir. Dampak dari aktifitas seksual cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual sehingga tidak

10 17 terkendali. Selain itu juga dapat memudahkan penularan penyakit yang ditularkan melalui mulut, misal TBC. Apabila dilakukan secara terus menerus dapat menimbulkan ketagihan (perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut) (Irawati, 1999). Tahap perilaku seksual berikutnya adalah meraba bagian tubuh yang merupakan suatu kegiatan meraba atau memegang bagian sensitif (payudara, vagina, penis). Dampak tersentuhnya bagian paling sensitif tersebut akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya seperti cumbuan berat dan intercourse (Irawati, 1999). Petting merupakan keseluruhan aktifitas seksual non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin). Dampak dari petting yaitu timbulnya ketagihan dan lebih jauhnya adalah kehamilan karena cairan pertama yang keluar pada saat terangsang pada laki-laki sudah mengandung sperma (meski dalam kadar terbatas), resiko terkenanya PMS/HIV juga cukup tinggi, jika berlanjut ke intercourse (senggama) secara psikologis menimbulkan perasaan cemas dan bersalah dengan adanya sanksi moral atau agama. Bagi laki-laki mungkin dapat memuaskan kebutuhan seksual sedangkan bagi wanita bisa menyebabkan rusaknya selaput dara (Irawati, 1999). Perilaku seksual oral merupakan aktifitas pada laki-laki ketika seseorang menggunakan bibirnya, mulut dan lidah pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian di sekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina. Oral seksual tidak menyebabkan kehamilan namun merupakan perilaku seksual dengan resiko penularan PMS tinggi (Irawati, 1999). Tahap perilaku seksual yang terakhir adalah sexsual intercourse (bersenggama) yaitu merupakan aktifitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. Dampak dari

11 18 hubungan seksual yang dilakukan sebelum saatnya adalah perasaan bersalah dan berdosa terutama pada saat kali pertama, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah atau aborsi, kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena PMS atau HIV, sanksi sosial, agama serta moral, hilangnya keperawanan dan keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah), merusak nama baik pribadi dan keluarga (Irawati, 1999). 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Sarwono (2008) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, norma-norma di masyarakat, penyebaran informasi melalui media massa, tabu larangan, dan pergaulan bebas. Perubahan hormonal yaitu terjadinya perubahan seperti peningkatan hormon terstosteron pada laki-laki dan estrogen pada parempuan, dapat menimbulkan hasrat (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu (Sarwono, 2008). Faktor yang kedua adalah penundaan usia perkawinan, merupakan penyaluran hasrat seksual yang tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia minimal (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki) (Sarwono, 2008). Faktor yang ketiga adalah norma-norma di masyarakat yaitu norma-norma agama tetap yang berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah, bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut. Norma

12 19 budaya dalam perilaku seksual pranikah adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah (Sarwono, 2008). Faktor yang keempat yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah adalah penyebaran informasi melalui media massa, merupakan kecenderungan pelanggaran semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih (video cassette, foto copy, satellite palapa, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya (Sarwono, 2008). Faktor lainnya adalah tabu-larangan orang tua sendiri baik karena ketidak tahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, tidak terbuka terhadap anak sehingga cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual (Sarwono, 2008). Faktor terakhir yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah adalah pergaulan yang makin bebas. Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan perempuan makin sejajar dengan laki-laki (Sarwono, 2008). 5. Dampak Perilaku Seksual Pranikah Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja yaitu dampak fisiologis dan dampak sosio-psikologis. Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah diantaranya kehamilan tidak diinginkan, aborsi, resiko terkena penyakit menular seksual (PMS) dan resiko tertular HIV/AIDS jika remaja melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan (Santrock, 2003).

13 20 Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja dapat meningkatkan resiko kesehatan bagi ibu dan anaknya. Salah satu faktor yang penting dalam kehamilan adalah umur ibu waktu hamil. Usia remaja (dibawah 20 tahun) dianggap sangat berbahaya untuk kehamilan sebab secara fisik tubuh ibu sendiri masih dalam masa pertumbuhan, organ-organ reproduksi masih belum matang. Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja cenderung memiliki berat badan lebih rendah dan kematian pada bayi (Santrock, 2003). Dampak seksual pranikah berikutnya adalah aborsi. Tdak sedikit remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mengambil jalan pintas dengan melakukan aborsi, padahal aborsi sangat berbahaya, diantaranya Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase yang dilakukan secara tidak steril. Hal ini dapat membuat remaja mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah. Perdarahan, sehingga remaja dapat mengalami shock akibat perdarahan dan gangguan neurologist. Selain itu, perdarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu dan anak atau keduanya. Resiko terjadinya rupture uterus atau robeknya rahim lebih besar, juga menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Terjadinya fistula genitalia traumatis, suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada (Santrock, 2003). Penyakit menular seksual juga merupakan dampak seksual pranikah yaitu merupakan infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual. PMS berbahaya karena dapat menimbulkan kemandulan, menyebabkan kemandulan, kanker rahim, merusak penglihatan, merusak otak dan hati, dapat menular pada bayi, dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap HIV/AIDS, serta beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan. Beberapa penyakit menular seksual diantaranya adalah Gonnorhea, Sifilis, Chlamydia, dan Herpes genitalis (Santrock, 2003).

14 21 Dampak fisiologis yang terakhir adalah HIV/AIDS. AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh). AIDS disebabkan karena adanya virus HIV (human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh. Virus HIV ini hidup didalam 4 cairan tubuh manusia yaitu cairan darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Kebanyakan remaja yang terinfeksi HIV tidak akan sakit sampai mereka dewasa karena waktu laten yang terjadi sejak terinfeksi untuk kali pertamanya sampai munculnya penyakit berkisar 5 sampai 7 tahun (Santrock, 2003). Menurut Sarwono (2008) dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa. Dampak sosial dari perilaku seksual pranikah diantaranya dikucilkan, cemoohan masyarakat, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran ibu. F. Pendidikan Seksual Pranikah 1. Pengertian Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003).Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah), dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2005). Menurut Machfoedz (2005), pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, kelompok dan masyarakat. Menurut Rosyd (2007) pendidikan seks adalah bagian dari komponen pokok yang dibutuhkan manusia karena ini mengkai tentang kebutuhan hidup manusia. Menurut Sarwono (2008) pendidikan seks adalah suatu cara untk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks khususnya untuk

15 22 mencegah dampak dampak negatif yang tidak diharapkan. Muatan pendidikan seks meliputi organ reproduksi,identiikasi baliq,kesehatan seksual, penyimapangan seksual dan dampak penyimpangan seksual (Sunaryo, 2004). Menurut Ustman Ath-Thawil dikutip oleh Al Fajari ( 2005 ), pendidikan seks adalah memberikan pelajaran dan pengertian kepada anak,baik laki laki maupun perempuan sejak ia mulai masuk balig dan berterus terang kepadanya tentang masalah yang berhubungan dengan seksual,naluri dan perkawinan. 2. Tujuan Tujuan dari suatu pemberian pendidikan seks kepada remaja yaitu 1. Memberikan pemahaman ynag benar kepada remaja tentang organ reproduksi,penyimpangan seks,dampak dari seks bebas,kehamilan.2.mampu mengantisipasi dampak buruk dari penyimpangan seksual.3. Diharapkan anak remaja menjadi anak dengan geneasi sehat (Notoatmodjo. 2003). Menurut Gawshi, pendidikan seks adalah bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang benar kepada anak dan menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual dimasa depan kehidupannya; dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi ( Handi, 2009 ). 3. Sasaran Untuk dapat mencapai hasil yang efektif, menurut Notoatmodjo (2003), sasaran pendidikan kesehatan dapat dipilah menjadi tiga, yaitu : sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier. Sasaran primer biasanya disesuaikan dengan permasalahan kesehatan yang terjadi, seperti kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, remaja putri dan wanita usia subur untuk masalah kesehatan reproduksi, ibu hamil dan menyusui untuk masalah kesehatan ibu dan anak dan anak sekolah untuk kesehatan remaja.

16 23 Sasaran sekunder seperti para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat. Tujuan memberikan pendidikan kesehatan pada kelompok ini yaitu diharapkan mereka menggetoktularkan, memberikan contoh perilaku sehat, kepada masyarakat di sekitarnya (Notoatmodjo, 2003). Sasaran tersier meliputi para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder) dan masyarakat umum (sasaran primer) (Notoatmodjo, 2003). 4. Metoda Didalam menyampaikan pendidikan kesehatan atau pendidikan seks pada remaja ada 2 metode yang digunakan yaitu metode didaktif yaitu metode atau cara penyampaian materi dengan satu arah seperti siaran Radio, TV, tulisan di media cetak; dan metode sokratif yaitu metode atau cara penyampaian materi dengan dua arah /two way trafic method seperti diskusi forum, seminar, simposium.latihan lapangan,demonstrasi,role play (Machfoedz, 2005). G. Pendidikan Seksual Hubungannya dengan Pengetahuan & Sikap Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi serta pengetahuan tentang seksual pranikah masih relatif rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi Maryani (2006) di SMAN 1 Melati Jogjakarta dengan jumlah populasi sebesar 174 dan diambil sampel penelitian sebesar 150 didapatkan hasil sebagian besar tingkat pengetahuan remaja tentang seksual pranikah sebelum diberikan tindakan pendidikan kesehatan adalah cukup yaitu sebesar 108 orang (82,4%), dan meningkat menjadi 127 orang (96,9%) setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Hasil penelitian ini secara statistik bermakna yang berarti pendidikan kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pengetahuan sampel penelitian (p < 0.05).

17 24 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iryanti (2003) di SMKN 15 Kotamadya Semarang, terbukti bahwa pendidikan kesehatan reproduksi melalui metode pendidikan sebaya dapat mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan KTD (kehamilan tidak diinginkan.

18 25 H. Kerangka Teori Faktor predisposisi pengetahuan sikap motifasi nilai - nilai Dampak Perilaku seksual pranikah 1.dampak fisiologis 2.Dampak Sosio Psiklogis Faktor Pendukung Promosi Kesehatan (Pendidikan Kesehatan) lingkungan fisik,fasilitas fasilitas sarana prasarana kesehatan Perilaku seks pranikah pada remaja Faktor Pendorong sikap petugas prilaku petugas Bagan 1. Kerangka Teori Penelitian Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual hormonal penundaan usia perkawinan norma;norma pergaulan bebas penyebaran informasi Sumber: Green dalam Notoatmodjo (2003) yang dimodifikasi

19 26 I. Kerangka Konsep Pendidikan Kesehatan reproduksi Pengetahuan & Sikap Remaja tentang seksual pranikah Bagan 2. Kerangka Konsep Penelitian J. Variable Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri atas : 1. Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2008). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan reproduksi (seksual pranikah). 2. Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2008). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan & sikap remaja mengenai seksual pranikah. K. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha: Ada perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap tentang seksualitas pranikah di SMA N 2 Mranggen tahun 2009 sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Seksual 2.1.1 Pengertian Perilaku Seksual Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsang dari luar lingkungan, dan proses tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seksual pra nikah 2.1.1. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Definisi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri A-1. Skala Peran Ayah dalam Pendidikan Seksualitas A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri No : Petunjuk Pengisian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja Remaja merupakan harapan dari suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa keadaan remaja saat ini merupakan hal penentu pada masa depan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun dan ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN SEKSUALITAS endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN - 2012 KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat memahami seksualitas sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Remaja a. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Remaja adalah masa di mana individu mengalami perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Menurut World Health Organization (WHO) (2014) remaja atau dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati. oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007, p. 133).

BAB II TINJAUAN TEORI. manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati. oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007, p. 133). 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Perilaku Seks Pranikah 1. Pengertian Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era globalisasi. Hal tersebut membuat banyak nilai-nilai dan

Lebih terperinci

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. Termasuk didalamnya adalah persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual Pranikah. jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual Pranikah. jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2011) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja 1.1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Pengetahuan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Konsep Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja adalah suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, ini berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Remaja terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1. Pengertian Remaja Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Pekerjaan : No. KTP/lainnya: Dengan sesungguhnya

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1. Pengertian remaja Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008 ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008 A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Umur Usia Responden

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, masa ini juga disebut suatu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Jenjang Sekolah : SMP 3 Pajangan Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / I Alokasi waktu : 1 X 40 (1 x Pertemuan) Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian remaja Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula

Lebih terperinci

ASPEK SEXUALITAS DALAM KEPERAWATAN. Andan Firmansyah, S.Kep., Ns.

ASPEK SEXUALITAS DALAM KEPERAWATAN. Andan Firmansyah, S.Kep., Ns. ASPEK SEXUALITAS DALAM KEPERAWATAN Andan Firmansyah, S.Kep., Ns. ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti melewati beberapa fase perkembangan, salah satunya yaitu fase remaja. Fase atau masa remaja adalah masa dimana anak berusia 12 sampai 19 tahun.

Lebih terperinci