BAB IV MAKNA PELAKSANAAN RITUAL TIRIS SOPI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT ROMKISAR. A. Mendeskripsikan Upacara Perkawinan Adat Ritual Tiris Sopi
|
|
- Liana Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV MAKNA PELAKSANAAN RITUAL TIRIS SOPI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT ROMKISAR A. Mendeskripsikan Upacara Perkawinan Adat Ritual Tiris Sopi Ritual tiris sopi merupakan salah satu bentuk adat perkawinan di desa Romkisar. Yang menjadi penekanan utama yaitu pada ritus atau tindakan yang terkandung dalam ritual tersebut. Artinya nilai sopan santun atau menghargai, menghormati yang muncul dari ritual tiris sopi tersebut sangat dipriotaskan. Begitu pula melalui tiris sopi dapat menjadi sebuah media untuk membentuk kehidupan yang harmonis antara orang basudara yang mungkin saja sementara ada dalam sebuah pertengkaran dan lebih khusus bagi pasangan yang baru saja menikah. Nilai atau makna yang terkandung dalam adat tiris sopi tidak terletak pada sopi yang ditiris dan kemudian diminum, melainkan untuk memperkuat tatanan kehidupan orang basudara agar tetap terpelihara. Nilai sopan santun, saling menghormati dan menghargai yang lahir dari adat tiris sopi ini, bagi penulis merupakan suatu kontribusi positif yang patut untuk diterapkan dalam membangun sebuah bingkai kebersamaan ketika ada dalam sebuah persekutuan keluarga, dan masyarakat, konflik, perselisihan, perbedaan pemahaman bukan hanya mewarnai hubungan persekutuan keluarga saja, tetapi juga persekutuan bermasyarakat apalagi dalam kehidupan bermasyarakat, masalah perbedaan lebih kompleks lagi. Perbedaan yang harmonis, persaudaraan yang mampu melihat dan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan penting sekali untuk menjadi bagian hidup bermasyarakat yang hidup dalam sebuah kebudayaan. Sebab bagaimana mungkin masyarakat sebagai sebuah persekutuan yang bertumbuh dan berkembang,
2 apabila tidak dilandasi dengan nilai-nilai yang timbul dari makna ritual tiris sopi, sehingga dapat membentuk rasa kekeluargaan yang saling memberi dan menerima. Dengan demikian makna tiris sopi sebagai alat atau sarana yang dapat memberikan kontribusi positif harus betul lahir dalam kehidupan suami istri yang baru menikah. Apalagi dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, tentu tidak dapat dipungkiri ada berbagai perbedaan antara satu dengan yang lain. Sehinggan sangat diharapkan ada sebuah keyakinan terhadap nilai-nilai yang muncul untuk memperkaya rasa kebersamaan dalam menjalani sebuah kehidupan soaial. Pada Bab II telah penulis paparkan teori perkawinan dan teori ritus yang akan mendasari analisis pada bab ini. Menurut Malinowski 1 bahwa, kekuatan yang terkandung dalam ritus dapat membuat orang patuh dari generasi ke generasi terhadap apa yang diyakini, yang mengandung nilai-nilai sakral, yang di mana Malinowski menyebutnya sebagai supranatural. Sehingga melalui pemahaman tersebut, maka berdasarkan hasil temuan dilapangan penulis menemukan masyarakat Romkisar memaknai ritual tiris sopi sebagai berikut: 1. Tiris sopi adalah serangkaian ritual adat yang dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap leluhur. Tete nene moyang atau leluhur sebagai yang di hormati karena berjasa dalam menata negeri atau desa dengan berbagai norma, dan nilai yang dikemas dalam adat sebagai peraturan yang harus ditaati. Hal ini terlihat dengan dilakukannya ritual tiris sopi dalam perkawinan adat di Romkisar. Bagi masyarakat Romkisar penghargaan kepada leluhur atau tete nene moyang memiliki suatu prasyarat yang begitu penting, yaitu adanya suatu keyakinan bahwa 1987), J. Van Baal, Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya; Jilid 1, (Jakarta: Gramedia, 79
3 sesungguhnya orang yang telah meninggal masih hidup dalam bentuk yang lain dan dia mempunyai hubungan sosial dengan orang-orang yang hidup, serta memiliki sifat-sifat ilahi dan senantiasa memperhatikan dan memelihara keturunannya. Karena itu penghargaan terhadap leluhur atau tete nene moyang yang telah meninggal masih mempunyai wewenang terhadap keturunannya, baik itu dalam bentuk memberi berkat maupun dalam bentuk hukuman (kutukan). Jadi leluhur atau orang-orang yang telah meninggal dikuatkan lagi melalui kematiannya menjadi roh yang bisa menolong tetapi juga bisa mencelakakan orang yang masih hidup. 2. Tiris sopi sebagai salah satu cara masyarakat Romkisar dapat mengahayati kehidupan kolektif atau kehidupan bergotong royong serta membangun kekerabatan dengan keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dimana pada saat ada anggota keluarga atau masyarakat yang mau menikah, maka keluarga, kerabat dan masyarakat datang untuk membantu, memberikan sumbangan, seperti; babi, sopi, beras, dan lain-lain, serta turut hadir dalam upacara perkawinan adat saat itu. Di mana dalam upacara perkawinan ini seluruh keluarga dan kenalan diberitahu yang berada di desa-desa tetangga bahkan sampai ke pulau seberang. Sehingga keterlibatan seluruh keluarga bertujuan untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ter Haar 2 bahwa, upacara perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi, satu sama lain dalam hubungannya yang berbeda-beda. Dengan melakukan upacara adat perkawinan berarti semakin mempererat hubungan kekerabatan anatar seluruh keluarga. Hubungan kekerabatan ini ditunjukan dalam bentuk keikutsertaan seluruh keluarga dalam upacara adat perkawinan dan 2 Ter Haar Ben, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat: Terjemahan Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pradnja Paramita, 1985),
4 penyelesaian perselisihan dalam keluarga. Sehingga melalui upacara perkawinan yang dilakukan dapat mendorong masyarakat Romkisar melalukan dan menaati tatanan sosial dalam kehidupan setiap hari. Begitu pula, menurut Van Gennep yang dikutip oleh Johannes Supriyono 3 bahwa, ritus yang diadakan secara kolektif berfungsi agar masyarakat disegarkan dan dikembalikan akan pengetahuan dan makna-makna kolektif, terkhusus makna realitas dalam masyarakat (makna sosial). Ritus memberikan motivasi dan nilai pada tingkat yang paling dalam. Oleh sebab itu, upacara mempunyai peran dalam masyarakat, antara lain: menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas masyarakat, menyatukan prinsip yang berdeda-beda dan memberi motivasi serta kekuatan baru untuk hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam masyarakat Romkisar ketika ada perselisihan dalam keluarga maka semua keluarga diharuskan untuk menyelesaikannya secara bersama melalui upacara tiris sopi sehingga melalui tiris sopi ini keluarga yang masih berselisih akan kembali bersama mambangun hubungan kekeluargaan dengan saling memaafkan satu dengan yang lain. Kehadiran seluruh keluarga dan masyarakat dalam upacara perkawinan adat, itu berarti ada solidaritas yang dibangun bersama yaitu tolong menolong dalam kekerabatan yang tercipta ditengah-tengah keluarga, maupun masyarakat. Dimana semua lapisan masyarakat sama-sama terlibat dalam upacara perkawinan adat, baik itu pihak gereja, pemerintah dan masyarakat. Keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam perkawinan adat ini dapat memperlihatkan adanya hubungan kebersamaan yang dibangun secara bersama antara keluarga yang berbahagia dengan semua 3 Johannes Supriyono, Paradigma Kultural Masyarakat Durkheimian, in Teori-Teori Kebudayaan, ed. Mudji Sutrisno and Hendar Putranto (Yogyakarta: Kanisius, 2005),
5 masyarakat, yang pada dasarnya adalah bahwa semua akan saling mengasihi, menghormati, tolong menolong dalam susah maupun senang atau suka maupun duka. 3. Tiris sopi sebagai bentuk ungkapan terima kasih. Dari pelaksanaan upacara perkawinan adat, tiris sopi mengungkapkan bahwa setiap orang harus mempunyai rasa terima kasih terhadap keluarga, kerabat yang telah menolong. Terima kasih dalam pemahaman masyarakat Romkisar adalah suatu cara yang dilakukan untuk membalas budi terhadap kebaikan, kerelaan dari masyarkat yang membantu keluarga yang melangsungkan adat perkawinan mereka. Ucapan terima kasih tidak hanya disampaikan dalam bentuk kata-kata, tetapi juga disertai dengan makan bersama dalam keluarga dan membagi sisa material yang digunakan saat perkawinan tersebut. Sehingga melalui tiris sopi ini kepercayaan yang dibangun berupa ritus atau tindakan merupakan simbol yang mempersatukan keluarga, kelompok serta berfungsi untuk meningkatkan kesatuan di dalam masyarakat yang memiliki adat dan budaya. Oleh karena itu dalam pandangan penulis, bagi masyrakat Romkisar ritual tiris sopi mesti dilihat sebagai warisan dari leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan, sebab bagi mereka ritual tiris sopi ini bukan ada pada zaman mereka disaat ini, tetapi sudah ada sejak zaman dahulu oleh sebab itu ritual atau upacara perkawinan adat ini harus tetap dilestarikan oleh generasi. Sehingga tujuan umum dari pelaksanaan ritual adat tiris sopi adalah untuk membentuk individu, kelompok maupun masyrakat yang berbudi luhur. Secara khusus adat tiris sopi dilakukan sebagai wujud penghargaan terhadap leluhur. Menurut Koentjaraningrat 4 bahwa rasa cinta, hormat dan bukti adalah pendorong bagi manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan ancaman dengan dunia gaib. Upacara tiris sopi ini dimaksudkan untuk mencapai 4 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2003),
6 kehidupan yang tentram dan sejahtera, diberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup baik dalam rumah tangga, keluarga, kelompok maupun diantara masyarakat. Selain itu tiris sopi juga dimak sudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dijauhkan dari malapetaka yang dikhawatirkan akan menimpa keluarga, masyarakat apabila tidak dilaksanakan. Selain kegunaan sopi yang disakralkan guna kelangsungan ritual adat di Romkisar, maka sopi yang adalah minuman beralkohol ini, juga telah ada sejak dulu kalah dan merupakan warisan leluhur. Adapun tujuan diciptakannya sopi ini adalah untuk membantu kebutuhan manusia, dan inilah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Maluku Barat Daya (Romkisar) ketika menciptakan sopi mengingat terisolasinya pulau Maluku Barat Daya zaman dahulu, maka sopi bukan hanya sekedar dipakai sebagai alat pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi juga dipakai sebagai alat untuk merekonsiliasi sebuah permasalahan. Dengan kandungan yang dalam alkohol sendiri, bisa memberi dampak positif dan negatif bagi manusia sebagai pengkonsumsi. Sebagai masyarakat yang sudah tersentuh dengan kemajuan zaman, mayarakat Romkisar sendiri memahami dampak yang diakibatkan oleh sopi tersebut. Walaupun demikian sopi tetap menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini terbukti dengan sebotol sopi bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan mereka. Dengan demikian bagi mereka, makna sopi dipakai sebagai media rekonsiliasi dalam kehidupan mereka, sopi sendiri bukan sekedar sebuah minuman, tetapi sopi adalah alat yang disakralkan dalam kehidupan mereka. Hal ini sudah merupakan sebuah tradisi yang telah dipelihara sejak dari leluhur mereka sampai saat ini. 83
7 Ketika orang melihat sopi itu dari sisi negatifnya, maka masyarakat Romkisar justru sebaliknya melihat sopi dari sisi positifnya. Bagi mereka minuman berkadar alkohol ini bukan semata-mata minuman yang memiliki dampak negatif dan positif bagi tubuh manusia. Namun lebih dari itu, sopi merupakan sesuatu yang sangat sakral dalam kehidupan mereka karena minuman tersebut memiliki banyak fungsi, dan hal tersebut sudah menjadi tradisi mereka secara turun temurun. Pada akhirnya minuman beralkohol ini mempunyai arti yang berbeda bagi banyak orang tergantung dari sudut pandang mereka menilainya. Hal ini bisa terlihat dalam kehidupan masyarakat Romkisar yang membuktikan bahwa tidak selamanya minuman beralkohol (sopi) memiliki kesan yang buruk sehingga fungsi dari minuman dan simbol-simbol dari budaya sangat ditentukan oleh pemakaiannya dalam tradisi budaya tertentu. Sopi telah berada dalam illegal pemerintah atau negara, namun minuman sopi ini telah berakar dalam kehidupan masyarakat Romkisar. Sopi hadir dalam banyak upacara atau pesta-pesta adat. Dalam keseharian pun sopi selalu hadir misalnya, ketika ada yang datang bertamu di rumah, dan tidak ada gula untuk disuguhkan maka sopilah yang akan disuguhkan oleh tuan rumah sebagai tanda solidaritas dan itu juga telah merupakan tradisi masyarakat Romkisar. Sehingga hal-hal tersebut yang mungkin membuat pemerintah dilema unuk menertibkan sopi tersebut. Ada rencana pemerintah daerah untuk melegalkan, tujuannya untuk mengontrol produksinya. Sebab sopi yang beredar saat ini di masyarakat mempunyai kandungan alkohol di atas 30% sehingga sopi masuk ke dalam minuman keras. Pada akhirnya, ada yang minum berlebihan sehingga mabuk 84
8 dan tidur di jalanan, tiris-tiris rumah, dan terjadi pula keributan atau kekacauan antar kelompok bahkan antar keluarga. Walaupun terus disita aparat kepolisian, tetap saja sopi masih dikonsumsi dan digemari masyarakat. Karena banyaknya permintaan maka produksinya tak pernah berhenti. Di desa Romkisar yang merupakan salah satu agen sopi yang masih memproduksikan sopi secara masal, bahkan di pualu-pulau, banyak titik-titik lokasi di tengah hutan yang masih memproduksi sopi secara tradisional. Kualitas sopi itu berbeda-beda, tergantung dari cara pengolahan atau pemasakannya, sekali penyulingan menghasilkan dua jerigen atau 10 liter/hari yang dijual seharga kurang lebih Rp per jerigen. Maka tidak heran jika banyak pembuat sopi bisa menyekolahkan anak atau keluarganya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Boleh dikatakan melalui sopi lahir para sarjana, magister, doctor, bahkan professor karena orang tua mereka menyekolahkan anak-anak mereka dengan hasil berjualan sopi. Banyak di tengahtengah hutan sopi masih terus diproduksi, sopi memang dipandang illegal oleh pemerintah, tetapi keberadaannya tetap dibutuhkan untuk memutar roda ekonomi masyarakat Romkisar dan juga karena sopi telah berakar dalam kehidupan masyarakat setempat. B. Berteologi Dalam Konteks Budaya Dalam penulisan ini, penulis mengangakat beberapa nilai dasar dari tiris sopi untuk disistimatisasikan dalam pikiran-pikiran teologi kontekstual. Antara lain: tiris sopi sebagai media dalam pembentukan karakter masyarakat Romkisar terlebih khususnya muda-mudi dalam perkawianan adat. Oleh sebab itu, mengapa harus menggunakan teologi kontekstual, atau alasan-alasan mendasar dalam membangun 85
9 dan mengembangkan teologi kontekstual di Maluku Barat Daya, khususnya di desa Romkisar yang didukung oleh gereja dalam hal ini majelis jemaat Romkisar. Teologi dan berteologi adalah dua hal yang harus dipetakan secara jelas, karena dapat berhubungan dengan kreatifitas seseorang atau kelompok. Teologi pada hakekatnya kontekstual, sebab teologi biasanya dibangun dan dikembangkan terkait dengan konteks khusus. Stephen B. Bevans mendefinisikan teologi kontekstual sebagai suatu cara berteologi (the way of doing theology) yang mengangkat semangat dan pesan Injil; serta tradisi masyarakat Kristen dan budaya suatu masyarakat yang dari dalamnya seseorang berteologi. Bevans selanjutnya menjelaskan bahwa berteologi kontekstual bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah perintah teologis (theological imperative). 5 Gereja dalam hal ini majelis jemaat perlu menyadarkan dan memperlengkapi umat sebagai subjek bertelogi dengan perangkat pengetahuan praktis yang membentuk atau memberi kepekaan terhadap nilai-nilai moral, menghormati lembaga keluarga dan melindungi kemanusiaan. Gereja dapat melakukan pemahaman Alkitab bersama umat tentang pentingnya budaya sebagai suatu keutuhan hidup dalam lingkup gereja dan masyarakat. Gereja perlu merefleksikan sanksi adat berdasarkan terang Injil sehingga masyarakat Romkisar tidak kehilangan identitas sebagai masyarakat adat yang melestarikan warisan leluhur dan juga tidak kehilangan identitas sebagai masyarakat beriman. Keduanya menjadi satu paket yang komplit bagi kehidupan bersama yang harmonis, gereja mesti mengembangkan adat yang benar dan dengan sadar berani mempertahankan nilai-nilai dalam tradisi, budaya tiris sopi di Romkisar. 5 Stephen B. Bevans, Models of Contextual Theology, (New York: Orbis Books, 1996), 1. 86
10 Berteologi dalam budaya tiris sopi adalah upaya menerjemahkan realitas sosial masyarakat Romkisar dan memberi respons terhadap penyataan Allah di dalam seluruh pengalaman dan aktifitas hidup masyarakat Romkisar. Penyataan Allah yang dimaksud disini ada di dalam budaya dan pengalaman sosial komunitas masyarakat Romkisar. Penyataan Allah itu ada di dalam seluruh tindakan masyarakat dan membimbing tindakan itu untuk mencapai tujuan ideal. Dalam hal ini, Allah menggunakan tiris sopi sebagai media untuk menyatakan kehadirannya. 6 Berteologi dalam konteks budaya tiris sopi, berarti menjawab penyataan Allah, yaitu sejauh Allah menyatakan dirinya, kepada masyarakat Romkisar melalui aktivitas sesehari mereka khususnya melalui praktek tiris sopi, karena aktivitas Allah tidak terikat dengan ruang dan waktu 7. Terkait dengan apa yang dijelaskan diatas, maka teologi yang digunakan untuk menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat Romkisar terkait dengan tiris sopi harus kontekstual (sesuai konteks). Tiris sopi di Romkisar mengharuskan kita memahami secara komprehensip realita kebudayaan itu sendiri. Tiris sopi adalah basis teologi kontekstual di Romkisar. Membangun teologi kontekstual dengan konsep tiris sopi berarti kita melakukan sebuah kegiatan eksistensial, sebab berteologi adalah kegiatan yang melibatkan manusia dengan seluruh eksistensinya dalam konteks hidup setiap hari. Aktifitas masyarakat Romkisar melaluit iris sopi adalah cara mereka berteologi. Melalui tiris sopi karakter mereka dibentuk untuk hidup saling menghargai dan mengasihi sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. 6 Judo Poerwowidagdo, Mengkomunikasi Injil Melalui Lambang-Lambang dan Citra-Citra Indonesia Dahulu dan Sekarang: Dalam Berteologi Lewat Lambang-Lambang dan Citra-Citra Rakyat (Jakarta: Buletin Persetia 1992), Poerwowidagdo, Mengkomunikasi Injil Melalui Lambang-Lambang,
11 Tiris sopi adalah media pembentukan karakter masyarakat Romkisar yang tercermin dalam nasihat-nasihat yang disampaikan oleh tua-tua adat kepada mudamudi pada umumnya dan pasangan suami istri pada khususnya. Coan. S. Song mengatakan bahwa Allah hadir di dalam seluruh eksistensi hidup manusia. Allah bekerja bersama-sama dengan manusia termasuk di dalam aktivitas tiris sopi 8. Tanpa tiris sopi kemanusian masyarakat Romkisar tidak berarti. Melalui tiris sopi harus didasarkan pada pengakuan bahwa tanpa Allah, maka tidak ada tiris sopi, karena adat istiadat termasuk tiris sopi adalah pemberian Allah. Bagi Bevans, untuk memahami suatu budaya harus didasarkan pada pemahaman bahwa, segala sesuatu yang dikerjakan manusia berada di dalam otoritas Allah. Tanpa Allah, manusia tidak dapat melakukan aktivitas. 9 Masyarakat Romkisar memiliki kekhasan budaya yang tercermin dalam bahasa, yang diucapkan dalam tiris sopi dan ini merupakan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Dari sini pula kita dapat melihat betapa masyarakat Romkisar memiliki dinamika pergumulan dengan budaya lokal, juga dengan masala-masalah kemanusian, dan alam yang ada di sekitarnya. Kenyataan ini mesti disikapi secara teologis. Disinilah pentingnya gereja dalam hal ini majelis jemaat untuk menghadapi dan menjawab problematika riel masa kini. Sehingga budaya ritual tiris sopi ini perlu didukung oleh majelis jemaat Romkisar. Tiris sopi menggambarkan konsep kebudayaan masyarakat Romkisar secara utuh. Berbagai ekspresi yang mencuat dalam komunikasi kultural masyarakat Romkisar tidak dapat dipisahkan dari nilai dasar (basic value)tiris sopi itu sendiri. 8 Coan.S Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, Teologi Cerita Dari Perspektif Asia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), Bevans, Models Of Contextual Theology,
12 Ungkapan-ungkapan seperti: Mliola la a mli la a kukum limu mtoom permu mhoru plola mtau mneneha loi kalwiedon talla paitiota. Artinya: Dalam perjalanan hidup haruslah engkau sopan santun, hidup sesuai aturan jalan yang benar. 10 Nasihat seperti ini sangat menyentuh rasa kultural dan mengintegrasikan ke dalam konsekuensi tanggung jawab kultural ditengah masyarakat Romkisar yang berbudaya. Nilai dasar tiris sopi itu sendiri merupakan produk refleksi sosio-historis terhadap seluruh realitas sosial dan pengalaman masyarakat Romkisar. Hal yang sama juga dapat dilihat dalam komunitas masyarakat Yahudi, menurut kesaksian Alkitab. Suku-suku Yahudi yang kemudian menamakan dirinya sebagai Israel, terikat dalam latar belakang budaya yang sama. Bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dari sisi geneologis dan biologis. (band. Cerita tentang Abraham, Ishak dan Yakub). 11 Dengan demikian dalam merekonstruksi realitas kesukuan Isreal adat-istiadat juga menjadi spirit untuk membangun kebersamaan di dalam masyarakat Israel. Tiris sopi sebagai media pembentukan karakter masyarakat Romkisar bila diteliti secara baik, menjadi fondasi-fondasi pemahaman dan etika beragama di Romkisar. Hal ini menunjukan kesadaran berpikir dan bertindak dari masyarakat Romkisar. Kata-kata nasihat yang disampaikan orang tua kepada anak melalui tiris sopi memiliki relevansi dengan kata-kata nasihat yang terdapat di dalam Amsal 1: 8 Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu secara implisit, ungkapan nasihat ini berisi ajaran moral kepada anak-anak agar hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu menghormati orang tua sebagai mandataris Allah. 10 Hasil Wawancara dengan Bpk. Y.K, (Saniri Barat), 16 April Wismoadi Wahono, Disini Kutemukan, (Jakarta: Gunung Mulia, 1993),
13 Bagi penulis tiris sopi juga bisa menjadi format baru bagi teologi agama-agama dalam konteks Romkisar. Sebab berbicara tentang tiris sopi berarti berbicara tentang sebuah proses kehidupan, peradaban dan kemanusian. Sebab ketika kita memberikan penghargaan kepada kehidupan dan kemanusiaan berarti kita memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi sebuah proses pertumbuhan peradaban yang harmonis. Berteologi tentang tiris sopi merupakan bentuk kontekstualisasi teologi dengan matriks kehidupan masyarakat Romkisar secara sosial, kultural dan religius. Berteologi tentang tiris sopi berarti menjadikan tiris sopi sebagai komunitas basis (basic communities), yang mengandung nilai-nilai kultural religius dan sosial etis. Berteologi tentang tiris sopi berarti berteologi tentang manusia dalam relasi-relasi persaudaraan yang setara sebagai subjek dalam realitas kebudayaan dan kemasyarakatan. Karenanya teologi harus dimulai dengan cerita-cerita kehidupan yang tertutur dalam masyarakat sebagai subjek sejarah manusia. Dengan demikian konsep tiris sopiakan menjadi agen transformasi nilai etik moral masyarakat di Romkisar. 90
BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano
BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI
BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciBAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus
BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat
Lebih terperincilambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm
BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma kebiasaan, kelembagaan
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan
BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
Lebih terperinciPARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :
PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang
BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS
BAB II KAJIAN TEORITIS Manusia secara individu maupun kelompok tidak pernah terlepas dari aspek budaya dalam hal ini adat. Adat merupakan makna hidup dan menjadi identitas suatu masyarakat, untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga
Lebih terperinciXII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan
Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang
1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral
Lebih terperinci10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)
10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus
BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. Bab IV ini merupakan serangkaian analisis dari data lapangan sebagaimana yang telah
BAB IV ANALISA Bab IV ini merupakan serangkaian analisis dari data lapangan sebagaimana yang telah dideskripdikan di dalam Bab III. Sedangkan upaya pendekatan yang dipakai untuk menganalisis pokok-pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dimulai dari zaman sebelum penjajahan sampai dengan zaman di mana Indonesia
Lebih terperinciBAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah
BAB 4 Refleksi Teologis Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius 28:19-20). Mandat ini
Lebih terperinciBAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.
BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciBAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan
BAB IV Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan Jika kita kembali melihat kehidupan jemaat GKJW Magetan tentang kebudayaan slametan mau tidak mau gereja
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciMILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciCERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL
CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral. Kesakralan itu berada dalam proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan menjalaninya
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA. IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu Dari hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam Bab III sebagai Pendekatan Lapangan, diketahui bahwa orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan
Lebih terperinci03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.
03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS
BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Fungsi Piring Sebagai Mas Kawin Piring dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah wadah berbentuk bundar pipih dan sedikit cekung (atau ceper), terbuat dari porselen
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu
BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan
Lebih terperinciMenurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah
Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini
BAB V KESIMPULAN Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini yang dimaksud adalah Nufit Haroa yaitu Tuun En Fit yang terdiri dari tujuh ohoi) yang berada di wilayah Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara samudera pasifik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap
Lebih terperinci11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan
11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan
Lebih terperinciPernikahan Kristen Sejati (2/6)
Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.
219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri
BAB I PENDAHULUAN Di Ambon salah satu bentuk kekerabatan bisa dilihat dalam tradisi Pela Gandong. Tradisi Pela Gandong merupakan budaya orang Ambon yang menggambarkan suatu hubungan kekerabatan atau persaudaraan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat
Lebih terperinciBab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita
Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Suatu praktik dalam masyarakat tidak mungkin terpisah sepenuhnya dari kondisi riel masyarakat itu sendiri. Kondisi yang terkait dengan intensitas pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL
BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Keluarga merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, dalamnya harus terdapat keseimbangan, keselarasan kasih sayang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menempati posisi sentral dalam tatanan hidup manusia. Manusia tidak ada yang dapat hidup di luar ruang lingkup budaya. Budaya dapat memberikan makna pada hidup
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. Apa makna hukum adat Op Ut, Tes Tua dalam ritual perkawinan masyarakat TTS dan
BAB IV ANALISA DATA Seperti yang telah dipaparkan dalam Bab I, maka dalam Bab IV ini akan dipaparkan analisa berkaitan antara Bab II dan Bab III dengan menjawab 2 tujuan penelitian dalam Bab I yaitu: Apa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan
Lebih terperinciUKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam dogma Kristen dinyatakan bahwa hanya karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, manusia dapat dibenarkan ataupun dibebaskan dari kuasa dan
Lebih terperinciUKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. masih dipertahankan sampai saat ini. Bersama dangan adat yang lain, harta buang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan lain: Berdasarkan analisis pada Bab IV maka yang dapat disimpulkan oleh Penulis, antara 1. Harta buang merupakan salah satu dari sekian banyak adat istiadat di Selaru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG
BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu. kabupaten di Provinsi Maluku, yang diapit oleh Laut Seram di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku, yang diapit oleh Laut Seram di sebelah utara, sebelah selatan dibatasi oleh Laut Banda,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. itu wajib bagi generasi muda untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak. hilang terkena arus globalisasi dan modernisasi.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman kebudayaannya dari sabang sampai merauke dan setiap kebudayaannya memiliki ciri khas dan karakter yang
Lebih terperinciLevel 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow
Level 2 Pelajaran 4 PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pentingnya gereja Kristus. Saya ingin bacakan ayat dari Ibrani 10:25. Ayat itu berkata, Janganlah kita menjauhkan
Lebih terperinci