PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI"

Transkripsi

1 BLE 07 = POLA PELEDAKAN PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan berbagai macam kegiatan selalu berhadapan dengan kenyataan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan baik di lapangan, misalnya pekerjaan konstruksi bendungan memerlukan batuan pengguruk pembentuk bendungan yang sangat banyak, konstruksi saluran irigasi terpaksa harus melintasi gunung yang perlu terowongan, pekerjaan konstruksi jalan harus melintasi gunung yang perlu penanganan khusus dan dipotong. Menghadapi kenyataan medan lokasi dan kondisi yang ada sedemikian rupa, kiranya perlu suatu upaya penyelesaian konstruksi yang melibatkan para ahli, antara lain Ahli peledakan yang dimanfaatkan untuk memotong gunung atau membuat terowongan dibawah gunung atau dibawah dataran tinggi untuk saluran irigasi saluran pengelak dari bendungan atau untuk jalan. Modul BLE 07 =, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan untuk melatih atau membentuk ahli peledakan yang bermutu, mampu dan mau melakukan pekerjaan peledakan secara efektif, efisien dan aman dalam lingkungan kerjanya yang cukup penting untuk dipahami dan dipraktekkan. Dimaklumi bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan perlu koreksi dan sumbang saran untuk penyempurnaan, maka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penuh harapan berkenan menyampaikan saran dan pendapatnya untuk penyempurnaan. Terima kasih. ii

3 LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : AHLI PELEDAKAN TUJUAN PELATIHAN : A. Tujuan Umum Pelatihan Setelah mengikuti peserta diharapkan mampu : Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi peledakan pada lokasi peledakan yang mengacu kepada teknologi dan peraturan perundang-undangan yang berwawasan keselamatan, kesehatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan peraturan perundang-undangan / ketentuan-ketentuan yang berkaitan peledakan 2. Menguasai lokasi medan peledakan 3. Merencanakan pola pengeboran dan peledakan 4. Menyiapkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengeboran 5. Menyiapkan, mengawasi dan melakukan pelaksanaan peledakan 6. Mengevaluasi setiap hasil peledakan dan membuat laporan Seri / Judul Modul = BLE 07 : TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu melakukan persiapan mendistribusikan dan pengisian bahan peledak, merangkai jaringan penyala sampai melakukan peledakan sesuai desain pola peledakan yang ditentukan dan menerapkan ketentuan keselamatan, kesehatan kerja dan keamanan lingkungan peledakan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul diajarkan peserta mampu : 1. Melakukan penyiapan dan mendistribusikan bahan peledak dan perlengkapannya sesuai pola peledakan 2. Melakukan pengisian muatan dan merangkai jaringan penyala dan pengecekan jaringan penyala dan pengamanan lingkungan 3. Melakukan peledakan primer dengan coyote hole 4. melakukan peledakan primer dengan Bench Mark (peledakan jenjang) iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i LEMBAR TUJUAN... ii DAFTAR ISI... iii DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL... iv DAFTAR GAMBAR... v PANDUAN PEMBELAJARAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dasar Ledakan Gelombang Tekanan Pengaruh Gas Ledakan Penggunaan Tenaga Ledakan BAB 2 MEMPERSIAPKAN PELEDAKAN SESUAI POLA PELEDAKAN 2.1 Desain pada Areal Terbuka pada Areal Bawah Tanah Mempersiapkan Peledakan Primer Coyote Hole Distribusi Muatan Perpanjangan Lubang Muatan Bertingkat Snake Hole Perlengkapan Peledakan Detonator Penggunaan Perlengkapan Peledakan yang Benar BAB 3 PENGISIAN MUATAN DAN JARINGAN PENYALA 3.1 Mempersiapkan Muatan Pengisian Muatan Pengisian Muatan dengan ANFO Pencampuran dan persiapan untuk pengisian Alat Pencampur Bahan Peledak Alat Pengisi Lubang Ledak iv

5 3.3.4 Muatan Primer ANFO Jaringan Penyala Pemeriksaan Kabel Penyala Menyalakan Muatan Pemeriksaan Hasil Peledakan Perlakuan terhadap Peledakan yang tidak meledak Peledakan Sekunder BAB 4 PELEDAKAN PRIMER DENGAN SISTEM COYOTE HOLE 4.1 Pengeboran Coyote Hole Perhitungan Jumlah Bahan Peledak Pengisian dan Penutupan Coyote Hole Peledakan Coyote BAB 5 PELEDAKAN PRIMER DENGAN BENCH CUT (PELEDAKAN JENJANG) 5.1 Pengeboran Pengisian Muatan Lubang Cara Pengisian Biasa Cara Pengisian Bench Cut dengan Dua Step Cara Pengisian Bench Cut dengan Detonating Card (cord tex) RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA v

6 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Peledakan dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan batasanbatasan penilaian serta variabel-variabelnya. 2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan : pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul pelatihan seperti tercantum dalam DAFTAR MODUL dibawah ini yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi. DAFTAR MODUL No. Kode Judul Modul 1. BLE 01 Etos Kerja dan Etika Profesi 2. BLE 02 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Peledakan 3. BLE 03 Manajerial Dalam Kegiatan Peledakan 4. BLE 04 Karakteristik Material yang akan Diledakan 5. BLE 05 Perencanaan Peledakan 6. BLE 06 Pola Pengeboran 7. BLE BLE 08 Evaluasi Peledakan dan Pelaporan vi

7 DAFTAR GAMBAR No. No. Gambar Judul Gambar 1. Gb. 2-1 Pola peledakan pojok dengan orientasi retakan Gb. 2-2 Pola peledakan pojok dengan orientasi retakan Gb. 2-3 Pola peledakan pojok dengan pola bujur sangkar 4. Gb. 2-4 Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered 5. Gb. 2-5 Peledakan pada bidang bebas memanjang 6. Gb. 2-6 Peledakan pada bidang memanjang dengan pola v-cut 7. Gb. 2-7 Kelompok lubang pada permukaan kerja terowongan 8. Gb. 2-8 Pola peledakan burn cut pada terowongan 9. Gb. 2-9 Pola peledakan dengan wedge cut terowongan 10. Gb Peledakan dengan drug cut 11. Gb Terminologi dan simbol geometri peledakan 12. Gb Denah coyote hole 13. Gb Perpanjangan lubang 14. Gb Muatan bertingkat 15. Gb Snake hole 16. Gb Sumbu pengaman 17. Gb Bagian-bagian sumbu peledak 18. Gb Seri sumbu ledak buatan ICI explosive 19. Gb Detonator listrik tunda 20. Gb Pemasangan sumbu pengaman 21. Gb Pemasangan detonator listrik 22. Gb Pembuatan muatan primer dengan detonator listrik 23. Gb Pembuatan muatan primer dengan menggunakan sumbu ledak 24. Gb Detonator listrik seismeik dan bawah air 25. Gb Bagian-bagian sumbu nonel vii

8 26. Gb Bagian dalam detonator nonel 27. Gb J Look dan tabel tunda pada detonator nonel 28. Gb. 3-1 Pencampur ANFO Coxan 29. Gb. 3-2 Alat bantu pengisian pneumatik 30. Gb. 3-3 Tipikal pengisian secara manual 31. Gb. 3-4 dan Gb. 3-6 Pengisian secara manual pada terowongan Mobil mixer unit (MMU) pada pengisian muatan di areal terbuka 33. Gb. 3-7 MMU sedang mengisi lubang ledak di bawah tanah 34. Gb. 3-8 Bagian-bagian penting MMU 35. Gb. 3-9 Muatan primer dengan Cord tex 36. Gb Pengisian muatan dengan detonasi listrik 37. Gb Jaringan penyala dengan sumbu pengaman 38. Gb Sambungan pada cord tex 39. Gb Jaringan seri dengan penyala listrik 40. Gb Jaringan paralel 41. Gb Tembakan letup 42. Gb Tembakan plester 43. Gb. 4-1 Sketsa dasar center cut 44. Gb. 4-2 Rentetan pengeboran coyote hole 45. Gb. 4-3 Hasil pengeboran coyote hole 46. Gb. 4-4 Pola keseluruhan pengeboran coyote hole 47. Gb. 4-5 Jaringan primer coyote hole 48. Gb. 4-6 Jaringan penyala coyote hole 49. Gb. 5-1 Pengeboran untuk peledakan jenjang viii

9 PANDUAN PEMBELAJARAN A. BATASAN No. Item Batasan Uraian 1. Seri / Judul BLE 07 = Keterangan 2. Deskripsi Materi ini dikembangkan untuk membekali peserta pelatihan tentang Pola Peledakan yang merupakan mata pelatihan Inti Keahlian yang harus dikuasai untuk dipraktekkan dalam pelaksanaan tugas sebagai ahli peledakan, sehingga tingkat kompetensinya dapat diukur secara jelas dan lugas yaitu : mampu dan mau melakukan peledakan sesuai peledakan volumenya, kualitasnya dan dapat selesai dalam tempo yang ditentukan. Selain modul BLE-07 : ini, masih ada modul-modul lainnya yang merupakan unsur-unsur dalam satu kesatuan paket pelatihan yang juga harus dikuasai dan diterapkan dalam pelaksanaan tugas. 3. Tempat kegiatan Didalam ruang kelas lengkap dengan 4. Waktu pembelajaran fasilitasnya 4 jam pembelajaran (1 jp = 45 menit) atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan khususnya untuk domain kognitif (pengetahuan) ix

10 B. PROSES PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah pembukaan : Menjelaskan/ pengantar modul Menjelaskan TIK dan TIU, pokok/ sub pokok bahasan Merangsang motivasi dan minat peserta untuk mengerti dan dapat membandingkan pengalamannya Waktu = 10 menit Mengikuti penjelasan pengantar TIU, TIK dan pokok/ sub pokok bahasan Mengajukan pertanyaan, apabila kurang jelas OHT1 2. Penjelasan Bab I Pendahuluan Pengertian dasar peledakan Gelombang tekanan Pengaruh gas ledakan Penggunaan tenaga ledakan Waktu = 10 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT2 3. Penjelasan Bab 2 Mempersiapkan peledakan Desain pola peledakan Mempersiapkan peledakan primer Coyote hole Distribusi muatan Perpanjangan lubang Muatan bertingkat Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT3 x

11 Snak hole Perlengkapan peledakan Detonator Penggunaan perlengkapan yang benar Waktu = 60 menit 4. Penjelasan Bab 3 Pengisian Muatan Mempersiapkan muatan Pengisian muatan Pengisian muatan dengan ANFO Alat pengisian lubang ledak Jaringan penyala Pemeriksaan kabel penyala Menyalakan muatan primer Pemeriksaan hasil peledakan Peledakan sekunder Waktu = 75 menit 5. Penjelasan Bab 4 Peledakan primer dengan sistem coyote hole Pengeboran coyote hole Perhitungan jumlah bahan peledak Pengisian dan penutupan coyote hole Peledakan coyote hole Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT4 OHT 5 Waktu : 25 menit xi

12 6. Penjelasan : Bab 5 Peledakan Primer dengan benah cut (peledakan jenjang) Pengeboran Pengisian lubang bor Waktu : 20 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT 6 7. Penjelasan Bab 6 Rangkuman / Penutup Rangkuman Diskusikan Penjajakan, penyerapan, pembelajaran Penutup Waktu = 25 menit Peserta diberi kesempatan bertanya jawab/ diskusi dan ditanya oleh instruktur secara lisan maupun tertulis OHT 7 xii

13 MATERI SERAHAN xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dasar Ledakan Pekerjaan utama didalam peledakan dimana semua usaha pelaksanaanya tergantung dan bersumber pada efisiensi produksi yang ditentukan oleh hasiol peledakan. Tujuan peledakan adalah meledakan material, menajdi ukuran-ukuran yang dapat diterima oleh peralatan yang ada pada proses selanjutnya. mekanisme pemecahan material akibat peledakan terdiri dari tiga proses yaitu : a. Gelombang tekanan b. Pengaruh gas ledakan dan c. Penggunaan tenaga ledakan 1.2 Gelombang Tekanan Pada waktu peledakan didalam lubang, material disekelilingnya dipengaruhi oleh gas bersuhu dan bertekanan tinggi yang menghasilkan suatu system gelombang tekaan didal;am batu. Pada mulanya sdiostem tekanan ini melebihi kekuatan tekanan (tegangan tekan) dari batu, misalnya batu kapur psi dan suatu daerah pecahan batu terbentuk didekat lubang peledakan. Daerah pecahan batu ini sangat kecil sebab kecepatan gelombang tekanan ini sangat cepat dan dibawah harga kekuatan tekan batu yang akibatnya komunikasi terhenti. Gelombang getaran dijalankan dengan kecepatan suara melalui batu tanpa menimbulkan pecahan sampau mencapai permukaan tegangan dalam batu. Karena udara, kemudian dipantulkan sebagai ge;ombang dari kekuatan gelombang tekanan, maka keretakan akan terjadi dari batu. Kehebatan dari gelombang tekanan adalah fngsi dasar dari tekanan meledak dan berhubungan langsung dengan kecepatan meledak. 1.3 Pengaruh Gas Ledakan Sekali keretakan terjadi, pecahan-pecahan mulai bergerak keluar, sesudah itu gas-gas ledakan mempercepat pecahan-pecahan kemuka dan ketika keluar dari celah-celah retakan, memberikan gerakan adukan yang menambah derajat pemecahan. Tenaga yang diberikan pada batu oleh gas-gas yang mengembang setelah terjadinya gelombang tekanan, merupakan fungsi dari tekanan lubang bor yang berhubungan langsung dengan tenaga dan jumlah peledak yang dipakai dalam lubang bor. 1-1

15 1.4 Penggunaan Tenaga Ledakan Jumlah tenaga yang dipindahkan dari peledak ke batu dibagi antara : yang dipakai oleh sistem gelombang tekanan yang dibutuhkan untuk menggerakkan batu dari tempatnya yang digunakan untuk membua batu terbang dan yang digunakan untuk ledakan udara dan suara Maka dengan itu bahan peledak berkecepatan dan berkepadatan tinggi dibutuhkan untuk meyakinkan pemecahan yang efisien dan memberikan tekanan peledakan yang besar yang merupakan syarat dasar untuk pemecahan material. 1-2

16 BAB 2 MEMPERSIAPKAN PELEDAKAN SESUAI POLA PELEDAKAN 2.1 Desain Mengingatkan kembali secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di terowongan atau bawah tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, yaitu faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah: 1) Mengurangi getaran 2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) 3) Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise). 4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan 5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien pada Areal Terbuka Mengingat area peledakan pada areal antara lain tambang terbuka atau quarry cukup luas, maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh: penentuan waktu tunda yang terlalu dekat, penentuan urutan ledakannya yang salah, dimensi geometri peledakan tidak tepat, bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan. Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut : a. Peledakan tunda antar baris. b. Peledakan tunda antar beberapa lubang. 2-1

17 c. Peledakan tunda antar lubang. Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola pemboran dan peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi (S) dan burden (B). Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan dan pola peledakannya sebagai berikut: 1) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti pada Gambar 2.1 dibawah ini. w Arah lemparan batuan B B B SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B y SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.1 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 90 2) Bila orientasi antar retakan mendekati 60 sebaiknya S = 1,15 B dan menerap-kan interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat Gambar ) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden (S/B) dirancang seperti pada Gambar 2.3 dan 2.4 dengan pola bujursangkar (square pattern). 4) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.5 dan

18 Arah lemparan batuan w B B B y SEBELUM PELEDAKAN 1,15B 1,15B B 1,15B 1,15B SESUDAH PELEDAKAN Gambar 2.2 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 60 w Arah lemparan batuan B B B B 2B SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B y SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.3. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan sistem inisiasi echelon 2-3

19 Arah lemparan batuan w B B B ,4B B 2 3 y SEBELUM PELEDAKAN 2B 2B 2B 2B 1 2 SETELAH PELEDAKAN 3 Gambar 2.4. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered Arah lemparan batuan w B 1.4B B B y 1.4B SEBELUM PELEDAKAN ,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.5. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut bujursangkar dan waktu tunda close-interval 2-4

20 Arah lemparan batuan w B B B y SEBELUM PELEDAKAN B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B B SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.6. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut persegi panjang dan waktu tunda bebas Pola peledakan pada areal bawah tanah Prinsip pola peledakan di bawah tanah adalah sama dengan di areal terbuka, yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan pembuatan cut merupakan urutan pertama peledakan di bawah tanah agar terbentuk bidang bebas baru disusul lubang-lubang lainnya, sehingga lemparan batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan terjadi pada sekeliling sisi lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian tersebut pengontrolan menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak banyak tonjolan atau backbreak pada bagian dinding dan atap. Permuka kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan terowong-an, dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (lihat Gambar 2.7), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan floor hole. Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan bagian atas dinamakan busur (arc). Gambar 2.8, 2.9, dan 2.10 memperlihatkan pola peledakan untuk membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-masing burn cut, wedge cut, dan drag cut. 2-5

21 Roof holes atau back holes Tinggi busur Stoping holes atau helper holes atau reliever holes Wall holes atau rib holes Tinggi abutment Cut holes Cut spreader holes atau raker holes Floor holes atau lifter holes Gambar 2.7. Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan ,2 m 7,5 m Gambar 2.8. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan 2-6

22 ,4 m ,8 m ,4 m TAMPAK DEPAN ,5 m TAMPAK DEPAN 5,6 m 1,0 m TAMPAK ATAS Gambar 2.9. Pola peledakan dengan wedge cut pada suatu terowongan TAMPAK ATAS Gambar 2.10 Pola peledakan dengan drag cut pada suatu terowongan Geometri Peledakan Jenjang Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampuledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil peledakan (kg/m 3 atau kg/ton). 2-7

23 KOLOM LUBANG LEDAK ( L ) Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah rumus baik yang diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu model. PUNCAK JENJANG (TOP BENCH) S B CREST T H BIDANG BEBAS (FREE FACE ) PC T O E J LANTAI JENJANG (FLOOR BENCH) Gambar Terminologi dan simbul geometri peledakan Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada Gambar 2.2 yang artinya sebagai berikut: B = burden ; L = kedalaman kolom lubang ledak S = spasi ; T = penyumbat (stemming) H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column) J = subdrilling 2-8

24 Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring. 2.2 Mempersiapkan Peledakan Primer Peledakan primer dapat dirumuskan sebagai pemecahan batu atau material dari masa induknya dengan tenaga ledakan. Tujuan dan maksud dari peledakan batu dalam kegiatan konstruksi atau quarry adalah untuk memecahkan dan mengungkitnya sedemikian rupa, sehingga kebanyakan akan menjadi cukup kecil utnuk dimasukkan kedalam mesin-mesin pemuat, dump truck dan pemecah primer stone crusher dengan efisien dan ongkos minimum. Pemecahan dari batu dengan ukuran yang tepat untuk pengerjaan adalah tujuan utama. Ledakan primer yang efisien harus menghasilkan : Permukaan ledakan atau quarry yang bersih dan aman, serta memuaskan Pemecahan yang baik digabung dengan timbunan material atau batu dengan ketinggian dan bentuk yang cukup untuk pemuatan mekanis Permukaan lokasi peledakan atau quarry yang rapat tanpa retakan terbuka dibelakang garis lubang ledakan Getaran tanah, ledakan udara dan suara yang minimum Kebanyakan quarry di Indonesia dikerjakan untuk beberapa tahun menjadi tebing, sehingga tinggi permukaannya diluar batas-batas untuk keamanan dan ekonomis pengerjaan. Yang seharusnya tinggi dibatasi sesuai kemampuan jangkauan peralatan. Panjang jenjang peledak mempunyai pengaruh besar pada pemecahan dari hasil profil permukaan batu. Hasil peledakan yang baik diperoleh dengan menggunakan susunan seimbang dari bahan peledak, dimana pada dasarnya pengisian lubang pengeboran dapat dengan peledak yang kuat dan ringan. Hasil pecahan yang baik akan dipersulit dengan adanya patahan pada permukaan batu dan peledak dengan daya ledak yang tinggi (dinamit gelatin) kadang-kadang dapat mengatasinya. Dahulu perbandingan muatan peledak 5-6 ton batu per pounds peledak sangat umum, lalu ada perkembangan 3,5-2,5 ton per pounds biasa digunakan dan perbaikan derajat pemecahan telah terlihat, tetapi akan lebih baik bila diperhitungkan dan selalu diselidiki serta disesuaikan dari hasil ledakan dengan yang dikehendaki. Disamping itu timbunan batu dengan profil yang baik dapat diperoleh dengan perbandingan muatan yang berat ini. Dan timbunan dalam jangkauan bak pengangkut maupun kemungkinan runtuhnya 2-9

25 batu berkurang. Peledakan kadang-kadang menyebabkan lendutan, patahan dibalik barisan lubang ledakan. Pengaruh ini diperkuat dimana gerakan kemuka dari permukaan dihalangi oleh adanya tumit atau dimana dipakai burden yang berlebihlebihan. Akibatnya pecahan yang jelek, disamping barisan-barisan lubang selanjutnya harus digali dengan burden tetap dilakukan untuk memperlancar gerakan kemuka dari batu yang diledakan maka : Dipakai delay detonator dan memperpendek burden serta spasi Pemakaian lubang miring dari vertikal yaitu untuk mengurangi burden tumit Pemakaian snake hole 2.3 Coyote Hole Peledakan primer bisa juga dilaksanakan dengan sistem coyote hole. Coyote hole merupakan suatu peledakan primer yang direncanakan satu kali ledakan bisa menghasilkan batu-batu pecah yang berjumlah cukup besar. Metode ini terutama dipakai pada quarry besar dan pemotongan permukaan gunung yang besar. Biasanya metode pengeboran ini kurang praktis sebab terlalu tinggi pembiayaannya. Dan metode coyote hole ini umumnya hanya terbatas pada suatu usaha dengan kondisi tetap dan dengan maksud untuk mencapi derajat pemecahan dan pemindahan masa yang besar daripada bahan. Gb Peledakan Primer dengan Coyote Hole Dalam banyak hal pengerjaan coyote ini bisa dianggap cukup ideal untuk memproduksi batu-batu besar, batu untuk pengisi tebing-tebing, tanggul-tanggul, bendunganbendungan, pelabuhan dan lainnya. Selain itu bisa juga untuk pemotongan gunung pada pembuatan jalan baru. Lubang-lubang coyote hole biasanya dibuat horizontal dan 2-10

26 besarnya lubang coyote hole ini kira-kira 4 feet (120 cm) atau 5 feet (150 cm), sehingga lubang yang cukup besar ini bisa untuk tempat melakukan pekerjaan. Dalam hal pengerjaan peledakan dengan coyote hole perlu pengalaman cukup matang dan tidak sembarangan melakukannya. 2.4 Distribusi Muatan Bilamana patahan atau pecahan yang terletak pada suatu tingkatan dimana akan dibentuk lantai quary, keseragaman dari bahan peledak akan dapat membentuk lantai yang diharapkan. Namun pada kebanyakan quarry tingkatan-tingkatan demikian sukar dapat dilaksanakan karena keadaan batu tidak homogen. Dalam keadaan demikian maka muatan yang kuat dikaki lubang dibutuhkan untuk menolong pemecahan dalam bentuk lain. Tuga metod dasar tesdia untuk keperluan membentuk lantai quarry yang baik dan rata yaitu : Perpanjangan Lubang Untuk mendapatkan ruangan untuk tambahan peledak, lubang dapat dibor dibawah muka lantai quarry, kira-kira 60 cm untuk lubang 10 cm dan cm untuk lubang 4 cm atau kurang lebih 30% dari jarak antara tiap-tiap baris pengeboran. Lantai Kerja Permukaan Snake Hole Perpanjangan Gb Perpanjangan Lubang Muatan Bertingkat Muatan dapat dibuat dari dua macam kualitas peledak. Muatan dibawah 3-4,5m dari dalamnya lubang diisi dinamit kualitas tinggi dengan muatan primer 2-11

27 terpisah. Sisa lubang diisi dengan peledak macam lain juga dengan muatan pimer terpisah. Kemudian kedua muatan diledakan bersama-sama. Gb Muatan Bertingkat Untuk satu macam kualitas peledak, muatan bertingkat diperoleh dengan menggunakan penutup pendek ( cm) diantara muatan-muatan dengan menyiapkan dahulu muatan primer didalam muatan dasar bersumbu cordtex (detonating cord) atau sumbu detonasi serupa. Tali cordtex (detonating cord) akan melalui seluruh panjang lubang meledakan setiap pelor dinamit secara secara beruntun. Dalam masalah ini ukuran pelor dinamit yang tepat untuk lubang bor perlu diperhatikan Snake Hole Ini adalah cara umum yang berguna untuk membantu peledakan primer. Lubang-lubang dibor mendatar pada permukaan batu sedekat mungkin pada lantai kerja. Lubang-lubang ini biasanya miring terhadap permukaan untuk mendapatkan panjang yang cukup untuk penutupan yang efektif. Lubang ini harus menembus permukaan batu sampai garis lubang vertical dan terletak ditengah-tengah. Lubang diisi tidak lebih dari separuh panjangnya, lalu ditutup dengan penutup. Penyalaan biasanya dilakukan dengan delay detonator sehingga muatan snake hole mempunyai efek angkatan setelah pecahan pertama yang dibentuk oleh lubang vertikal. 2-12

28 Lantai Kerja Permukaan Snake Hole Gb Lubang Ular (Snake Hole) 2.5 Perlengkapan Peledakan Sebelum mengadakan peledakan haruslah mengetahui dan mengenal dahulu perlengkapan peledakan antara lain : Detonator Detonator merupakan tabung kecil berisi high explosives yang kuat sebagai dasar pengisian yang mana dinamit bisa diledakan ; ada beberapa macam detonator antara lain : a. Detonator biasa dan sumbu pengaman (plain detonator and safety fuse) Detonator biasa dapat dipakai dengan sumbu pengaman yang biasanya berkekuatan no. 6. Karena kebanyakan pemakaian detonator no. 6 sudah mencukupi tetapi untuk tenaga yang lebih kuat dibutuhkan detonator yang lebih kuat lagi seperti no. 6 star yang berguna dalam peledakan plester. Detonator ini dapat dinyalakan dengan menggunakan geretan sumbu (fuse lighter) atau dapat dihubungkan bersama dengan tali plastik ini dihubungkan bersama dengan tali plastik (plastic igniter cord) dimana tali penyala plastik ini dihubungkan dengan sumbu pengaman memakai penghubung khusus. 2-13

29 Gb Sumbu Pengaman Jenis sumbu yang disarankan untuk pekerjaan quarry adalah : Sumbu blue sump untuk kondisi kering dan basah Sumbu kedap air tak berasap untuk kondisi basah b. Sumbu Detonasi cordtex (detonating cord) Cordtex atau dikenal juga dengan nama detonating cord, terdiri dari inti PETN (Pentaerythrite Tetranitrat) terbungkus oleh pita yang mengandung benang tekstil. Sumbu ini kemudian dibungkus lagi oleh lapisab yang terbuat dari bahan plastik. Sehingga ini kemudian dibungkus lagi oleh lapisan yang terbuat dari bahan plastik. Sehingga bungkusan ini bisa membuat sumbu kuat menahan tegangan lentur, kedap air, ringan serta terpercaya. Detonating cord juga tidak mudah dan tetap baik walaupun disimpan beberapa tahun. Struktur daripada detonating cord memungkinkan penggunaan yang efisien. Mempunyai kecepatan detonasi yang tinggi (6.500 meter per detik) dan sifat menjalarnya pembakaran meyakinkan untuk memulai meledakan dinamit. Walaupun detonating cord merupakan sumbu, namun merupakan perlengkapan peledakan yang paling aman untuk dikerjakan, asalkan tidak pecah dan petn yang tertumpah tidak ditumbuk, serta terbakarnya atau meledaknya cordtex akibat benturan tidak mungkin terjadi. Untuk menyalakan detonating cord dapat dipasang detonator listrik yang diikatkan pada ujung detonating cord, lalu dinyalakan dengan tenaga listrik. 2-14

30 Detonating cord sangat berguna terutama dalam lubang peledakan primer (coyote). Dalam peledakan yang menggunakan detonating cord memungkinkan pengisian bertingkat dan penempatan muatan primer ditempat yang paling menguntungkan, serta bisa memberikan cara efisien dan mudah untuk meledakan pengisian muatan yang terpisah-pisah di satu lubang. Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta pengaruh air blast. Bagian-bagian dari sumbu ledak terdiri dari lapisan pembungkus dan pelindung PETN berupa serat nylon, plastic, dan anyaman paraffin atau plastik seperti terlihat pada Gambar 2.6. Serat nylon dan plastik akan meningkatkan ketahanan terhadap air, tarik, abrasi, dan memudahkan pengikatan. Anyaman tekstil sintetis Serat nylon Selubung plastik PETN Inti katun Gambar 2.17 Bagian-bagian sumbu ledak Walaupun sumbu ledak dirancang relatif tidak sensitif terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan listrik statis, tetap saja harus diperlakukan sesuai dengan perlakuan terhadap bahan peledak, diantaranya jangan dibanting, dilempar, atau dibakar. Sumbu ledak juga diproduksi untuk keperluan khusus oleh beberapa pabrik, diantaranya ICI Explosives memproduksi seri sumbu ledak dengan merk dagang sebagai berikut (lihat Gambar 2.7): 2-15

31 Sliderline 3,5 gr/m, digunakan didalam lubang ledak bersama sistem primer sliderdeck. Trunkcord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang ledak pada bahan galian yang relative tidak keras. Powercord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang ledak pada bahan galian yang keras. Redcord 10 gr/m, dapat digunakan pada tambang terbuka maupun bawah tanah. Flexicord 10 gr/m, digunakan pada tambang terbuka dan bawah tanah bila stabilitas diprioritaskan. Tuffcord 10 gr/m, untuk operasi pada batuan yang abrasif dimana kuat tarik yang tinggi diperlukan. Geoflex 20 gr/m dan 40 gr/m, untuk survey seismic baik di darat maupun di laut. Shearcord 70 gr/m, khusus untuk pengisian pada presplitting, smoothblasting dan pekerjaan demolisi. SHEARCORD 70 gr/m GEOFLEX 40 gr/m GEOFLEX 20 gr/m FLEXICORD 10 gr/m TUFFCORD 10 gr/m POWERCORD 5 gr/m SLIDERLINE 2,5 gr/m REDCORD 10 gr/m TRUNKCORD 5 gr/m Gambar 2.18 Seri sumbu ledak buatan ICI Explosive (1988) c. Detonator Listrik (Electric Detonators) Detonator listrik terdiri dari susunan kepala sumbu dilengkapi dengan kabel penghubung dan ditutup oleh sumbat neopren yang merupakan pembantu 2-16

32 untuk menyalakan ramuan detonasi. Detonator ini cocok untuk menyalakan peledakan tunggal atau beberapa peledakan beruntun dalam satu ronde. Detonator-detonator listrik dibuat dengan kekuatan atau no. 6 star dengan jenis-jenis utama sebagai berikut : Standard : yaitu untuk pemakaian kondisi normal. Dilengapi dengan penghubung kuningan berlapis timah berisolasi plastik ukuran SWG25 Lambat dan lambat pendek dapat digunakan pada tekanan air dengan kedalaman cukup yang dilengkapi dengan kabel penghubung SWG23. Hydrostar untuk digunakan dalam air lebih dalam, dilengkapi dengan kabel penghubung SWG23. Untuk penggunaan dalam praktek detonator listrik ini dibedakan menjadi 3 macam : a. Detonator Instantonius : yaitu detonator listrik yang bila dinyalakan akan meledak seketika itu juga b. Detonator Delay Second (DS) atau detonator tunda yaitu detonator yang bila dinyalakan bisa meledak dengan jarak waktu tertentu sesuai dengan nomor delaynya. Biasanya nomor delay yang ada pada detonator delay second ini terdiri dari periode. sampai periode nomor 14 dengan selisih waktu (delay time) nominal 25 mili second. Detonator delay second ini dibuat dari tabung alumunium dengan variasi panjang sesuai dengan periode nomor delay yaitu untuk periode 0 panjangnya 8 inci dan sampai pada periode 14 mencapai panjang 5 inchi. c. Detonator delay milli second atau biasa disebut delay lambat jarak waktu tertentu sesuai dengan nomor delaynya. Untuk detonator delay milli second ini dibuat sampai 19 periode dengan selisih waktu untuk periode terpanjang sampai kira-kira 1 second. Adapun nomor delay dari detonator ini dibagi dengan urutan periode nomor 1 sampai 19. dimana nomor periode Adapun nomor delay dari detonator ini dibagi dengan urutan periode nomor 1 sampai 19. Dimana nomor periode ini juga ditunjukkan selisih waktu (delay time) nominal dalam milli seconds yaitu periode 1 : MS 25, periode 2 = MS.50, Periode 3 = MS. 75 dan lainnya, MS 100, MS. 125, MS.150, MS. 175, MS. 200, MS.250, MS.300, MS.350, MS.400, MS.450, MS. 500, MS. 600, MS. 700, MS. 800, MS. 900 dan MS

33 Biasanya nomor periode delay ini juga ditempatkan pada kawat yang merupakan tanda pengenalnya. Panjang-pendek elemen tunda menentukan harga waktu tundanya dan sekaligus memberi kenampakan fisik detonator secara menyeluruh, yaitu ada detonator yang lebih panjang atau lebih pendek dari lainnya. Gb Detonator listrik tunda (Ireco) Terdapat tiga macam waktu tunda dalam detonator listrik, yaitu halfsecond, quartersecond dan millisecond. Tabel 4.1 pada modul BLE 05 : Perencanaan Peledakan adalah contoh interval waktu tersebut dan interval waktu terkecil dalam peledakan adalah 25 ms, sehingga selang waktu menjadi 25, 50, 75, 100, 125 ms, dan seterusnya. Setiap produsen memberikan ciri khusus untuk membedakan masingmasing sistem waktu tundanya, misalnya dengan warna, nama seri, atau nama khusus. Demikian juga dengan interval harga waktu tunda dari tiap sistem tersebut, biasanya hanya dibedakan menggunakan warna label penunjuk waktu tunda (delay tag color) dan pemberian strip atau garis dengan warna berbeda pada detonatornya Penggunaan Perlengkapan Peledakan yang benar Efisiensi maksimum dalam peledakan tergantung dari dua hal yaitu : - pemilihan bahan peledak yang benar - penggunaan yang benar dari bahan peledak dan perlengkapannya yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik yang baik. 2-18

34 Untuk mendapatkan hasil yang baik pelor dinamit yang digunakan harus berukuan sebesar mungkin, tanpa menimbulkan kesulitan dalam penempatannya. Untuk memulai peledakan sebuah pelor dinamit pada setiap muatan harus dilengkapi dengan detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik atau cordtex (detonating cord), muatan ini dinamakan muatan primer yang diletakkan berimpit dengan muatan lainnya perlu dilakukan karena mengurangi resiko timbulnya pengisian muatan tidak meledak. a. Penyiapan muatan primer dengan sumbu pengaman Sumbu pengaman dapat dipergunakan bila ujungnya dipasang detonator biasa dalam ukuran cocok untuk pekerjaan quarry. Pemasangan detonator dapat dilakukan dengan memotog sumbu pengaman melintang, memakai pemotong sumbu yang tajam dan bersih. Ujung yang baru dipotong ini dimasukan kedalam detonator sehingga ramuan dan sumbu berimpit. Sumbu ditahan tertekan sedikit pada ramuan tanpa pemuatan dan detonator dijepit dengan penjepit yang sesuai. Ujung dari sumbu dijaga agar tidak terkena air, minyak atau pelumas. Setelah selesai pemasangan detonator, maka dengan ujung detonator itu sumbu pengaman dimasukan kedalam pelor dinamit sebagai muatan primer, lalu sumbu pengaman bisa diikat dengan isolasi pada pelor dinamit. Gb Pemasangan Sumbu Pengaman 2-19

35 b. Penyiapan muatan primer dengan detonator listrik Detonator listrik merupakan detonator yang dibentuk sedemikian rupa sehingga langsung bisa dipergunakan. Adapun cara penyimpan muatan primer dengan detonator listrik adalah sebagai berikut : mula-mula ujung pelor dinamit dilubangi dengan pasak kayu, lalu detonator dimasukan sampai terbenam oleh bahan peledak. Kawat penghubung diikatkan disekeliling pelor dinamit untuk mencegah terlepasnya detonator pada waktu pengisian. Gb Pemasangan Detonator Listrik Terdapat dua cara yang disajikan untuk membuat primer dengan detonator listrik, yaitu cara ke 1 dan ke 2 seperti terlihat pada Gambar Langkah-langkah cara ke 1 adalah sebagai berikut (Gambar 2.10.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah cartridge dengan atau tanpa dibuka pembungkusnya memakai penusuk kayu 2) Sisipkan detonator listrik ke dalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya ke dalam cartridge 3) Lingkarkan legwire sekali atau dua kali ke sekitar cartridge, lalu kencangkan dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. 4) Kedua ujung kawat detonator yang mengarah ke atas harus digabungkan untuk menghindari pengaruh arus listrik liar atau listrik statis. 2-20

36 a. Cara ke b. Cara ke 2 1 Gb Pembuatan muatan primer menggunakan detonator listrik Untuk cara ke 2, pada prinsipnya sama dengan cara ke 1, perbedaannya terletak pada lubang tembus yang dibuat pada bagian samping cartridge. Melalui lubang ini disisipkan legwire, kemudian dilingkarkan ke badan cartridge dan dikencangkan oleh bagian legwire yang menuju ke atas (lihat Gambar 2.10.b). Setelah kencang primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak dan jangan lupa menggabungkan kedua ujung legwire yang mengarah ke atas. c. Penyiapan muatan primer dengan cordtex (detonating cord) Penyalaan untuk peledakan yang efisien dan berhasil dengan menggunakan cordtex tergantung pada berimpitnya sambungan sumbu cordtex dengan pelor dinamit dari muatan primer maupun muatan lainnya. Dua cara yang dapat dipergunakan untuk menyiapkan muatan primer dengan cordtex ialah : Untuk pelor dinamit berdiameter kecil lubang dibuat dari ujung pelor dinamit keujung lainnya, lalu cordtex dimasukan melalui lubang ini dan ujungnya diikatkan agar tidak lepas. Untuk pelor dinamit yang berdiameter besar lubang dapat dibuat dari sisi-sisi pelor dinamit, lalu cordtex dimasukan dan diikatkan biasa. d. Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak Membuat primer dengan sumbu ledak tidak diperlukan detonator sama sekali karena sumbu ledak bermuatan bahan peledak kuat, yaitu PETN. Sumbu ledak yang sering digunakan untuk keperluan peledakan pada penambangan bahan galian mengandung PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m. 2-21

37 Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk membuat primer dengan sumbu ledak, yaitu seperti terlihat pada Gambar Cara ke 1 sebagai berikut (Gambar 2.11.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus di bagian samping cartridge memakai penusuk kayu 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian ikatlah dengan cara pengikatan bunga cengkeh atau dapat pula diikat kuat menggunakan selotip dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. Cara ke 2 adalah sebagai berikut (Gambar 2.11.b): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus sepanjang badan cartridge dari atas ke bawah memakai penusuk kayu yang agak panjang 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian buatlah tali simpul di bagian bawah cartridge untuk menahan cartridge tidak jatuh. Primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. a. Cara ke 1 b. Cara ke 2 Gb Pembuatan muatan primer menggunakan sumbu ledak e. Detonator listrik seismic Mempunyai spesifikasi detonator nomor 8 bintang (8*) yang kekuatannya hampir dua kali nomor 8 (lihat halaman 6). Tabung detonator terbuat dari aluminium dan fusehead terbentuk dari zat kimia styphnate sebagai ramuan pembakar. Tanda yang penting dari detonator seismik adalah bahwa jeda waktu antara saat mulai listrik dikontak dengan peledakan detonator dibuat sependek mungkin. Caranya adalah dengan menggunakan alat pemicu 2-22

38 ledak (exploder shot atau blasting machine) berkapasitas atau voltage tinggi. Untuk melindungi adanya arus liar dan listrik statis ujung kedua kawat utama (leadwires) harus dihubungkan dan diisolasi. Kawat utama dibuat ekstra kuat terhadap tarikan, yaitu dari bahan pembuat PVC. Untuk jarak yang pendek, yaitu kurang dari 20 m, kemasannya digulung; sedangkan untuk jarak yang jauh sekitar 20 m lebih menggunakan rol (lihat Gambar 2.12). Detonator listrik bawah air: Disebut juga submarine detonator dengan spesifikasi mirip dengan detonator seismik. Diameter kawatnya lebih besar dari pada detonator seismic. Ujung atas detonator di press ganda oleh alat crimper (double circular crimp), sehingga tahan berada dalam air sedalam 90 m selama 2 minggu. Gb Detonator listrik seismik dan bawah air (ICI Explosives, 1988) f. Detonator nonel Detonator nonel (non-electric) dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju detonator tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan. Transmisi signal terjadi di dalam suatu sumbu (tube) berdiameter 2 3 mm terbuat dari semacam lapisan plastik yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan material reaktif yang sangat tipis. Ketika inisiasi dilakukan, signal energi rendah tersebut bergerak disepanjang sumbu yang kecepatan propagasinya enam kali kecepatan suara (2000 m/s). Fenomena gelombang kejut tersebut, yang sama dengan ledakan debu pada tambang batubara bawah tanah, merupakan rambatan 2-23

39 gelombang kesegala arah, saling membentur dan menikung di bagian dalam sumbu. Bagian luar sumbu tidak rusak oleh gerakan gelombang kejut yang tidak beraturan tadi karena jumlah reaktif material didalamnya hanya sedikit (satu lapis). 1. Cara menginisiasi sumbu nonel Satu ruas sumbu nonel (nonel tube) disebut juga sumbu signal terinisiasi secara langsung (instantaneous), kecuali sudah dipasang detonator tunda oleh pabrik pembuatnya. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menginisiasi atau menyulut sumbu nonel, yaitu: 1) menggunakan satu detonator, baik detonator biasa atau listrik, 2) menggunakan sumbu ledak (detonating cord), atau 3) menggunakan starter non-electric yang dinamakan shotgun atau shotfirer. 2. Komponen utama satu set detonator nonel Detonator nonel diterima konsumen sudah dengan sumbu signalnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Komponen utama satu set detonator nonel adalah sebagai berikut: 1) Sumbu nonel, berfungsi sebagai saluran signal energi menuju detonator tunda. Sumbu ini mempunyai panjang yang berbeda, sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kedalaman lubang ledak. Pada bagian ujung sumbu dipres atau ditutup yang disebut dengan ultrasonic seal. Jangan coba-coba memotong ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu dan dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam yang masing-masing berfungsi sebagai berikut (lihat Gambar 2.13): Lapisan luar: untuk ketahanan terhadap goresan dan perlindungan terhadap ultra violet Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap zat kimia Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu jenis HMX atau octahydrotetranitrotetrazine dan aluminium, pada tempatnya. HMX ber-suhu stabil dan memiliki densitas serta kecepatan detonasi yang tinggi. 2-24

40 Lapisan luar Lapisan tengah Lapisan dalam HMX satu layer Gb Bagian-bagian sumbu nonel (Dyno Nobel) Secara keseluruhan sumbu nonel terbuat dari plastik dengan kualitas terseleksi, sehingga: tidak sensitif terhadap energi listrik dan transmisi radio, tidak terinisiasi oleh api, pukulan atau gesekan, gelombang kejut dengan gas yang panas diperlukan untuk inisiasi, sumbu dapat saling menyilang tanpa menginisiasi atau merusak sumbu lainnya 2) Detonator nonel, yang berkekuatan nomor 8. Komponen utama dalam detonator nonel sama dengan detonator listrik yang membedakannya hanya pada mekanisme pembentukan energi panasnya (lihat Gambar 2.14). 3) Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang menandakan tipe priode tunda halfsecond, quartersecond, atau millisecond dan waktu nominal ledaknya (lihat Gambar 2.15). 4) J hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord. Fasilitas ini tidak selalu ada atau modelnya yang berbeda (lihat Gambar 4.7). 2-25

41 tabung alumunium elemen transisi penyumbat anti-statis pelapis baja sumbu nonel isian dasar isian utama elemen tunda plug penutup tidak tembus air Gb Bagian dalam detonator nonel sumbu nonel label tunda J hook Gb J hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI Explosives, 1988) 2-26

42 BAB 3 PENGISIAN MUATAN DAN JARINGAN PENYALA 3.1 Mempersiapkan Muatan Apabila muatan telah direncanakan maka yang diperlukan yaitu : jumlah peledak yang dibutuhkan, detonating cord, detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik, delay detonator dan lain-lainnya diambil dari penyimpanan dan dibawa dengan hati-hati ke tempat persiapan. Tempat ini harus berwujud meja kayu yang besar dan kekar tanpa paku atau skrup pada bagian atasnya. Meja persiapan harus diletakan diruang terbuka dekat dengan perlindungan petugas peledakan. Meja harus terlindung dari sinar matahari langsung. Penyiapan muatan crimer Muatan primer dapat dibuat dari sebuah paket dinamit yang direncanakan yang dimasuki : a. Satu detonator biasa standard no. 6 dan sumbu pengaman dengan panjang secukupnya atau b. Seutas cordtex (detonating cord) yang diikatkan pada pelor dinamit atau c. Satu detonator listrik atau delay detonator yang juga dimasukan pada pelor dinamit. 3.2 Pengisian Muatan Sebelum pengisian dimulai, permukaan lantai kerja yang sudah dibor dan akan diisi harus dibersihkan dari pekerjaan lain dan mesin-mesin, terkecuali pengisi muatan. Muatan peledak dan muatan primer dengan hati-hati dibawa ke atas permukaan dimana lubang-lubang siap untuk diisi. Pada akhir pengeboran, mulut lubang ditutup dengan sumbat, jika ada pergunakan kertas gulung. Semua pecahan batu dibersihkan dari lubang dilakukan dengan tongkat pemadat berdiameter lebih kecil dari lubang bor dengan panjang yang mencapai dasar lubang. Bambu dapat digunakan untuk keperluan ini, ujung bambu yang robek-robek harus dibuang atau diganti dengan karet atau kain. Logam tidak boleh digunakan sama sekali. Dengan hati-hati tongkat dimasukan untuk memeriksa adanya lengkungan mungkin tersumbat pecahan batu atau pengerongan yang mempengaruhi pengisian. Setelah muatan primer disiapkan, lalu muatan primer itu dapat dimasukan kedalam lubang dahulu dan perlahan-lahan didorong keposisinya. 3-1

43 Bagian sumbu atau leg wire yang bebas harus ditahan atau diikatkan pada patok agar tidak jatuh kedalam lubang. Dinamit lainnya kemudian dilepas perlahan-lahan kedalam lubang dua atau tiga buah sekaligus. Petugas pengisi harus mendengarkan setiap dinamit yang meluncur kedalam lubang sebelum melepaskan yang lain. Apabila dinamit macet ditengah lubang, harus diturunkan secara hati-hati denga tongkat. Setiap dua atau tigas dinamit harus dipadatkan perlahan-lahan dengan menekan mantap-mantap memakai tongkat pada lubang isian dinamit. Untuk tongkat pemadat bertanda feet, tiga buah pelor dinamit berukuran 8 inchi akan menunjukkan pembacaan 2 feet pada tongkat, sehingga kontinuitas muatan dapat dijaga. Adanya celah udara dimana detonating cord digunakan tidak akan mengganggu, karena seluruh panjang detonating cord dapat memulai peledakan. Untuk detonator-detonator listrik dan detonator biasa, pelor dinamit harus lekat satu sama lainnya. Bilamana muatan primer digunakan detonator listrik, muatan primer ini dapat diletakan dimana saja, namun disarankan supaya diletakan sedekat mungkin pada dasar lubang. Bila digunakan muatan primer dengan detonator biasa dan sumbu pengaman, muatan primer harus diisikan kedalam lubang paling akhir. Setelah semua muatan diisikan, sisa lubang harus diisi penutup. Semua bahan penutup harus digunakan dalam keadaan lembab dan tidak dapat terbakar. Menurut pemilihannya, bahan-bahan penutup adalah : campuran dua bagian pasir dan satu bagian lempung lempung pasir tanah napal Debu pengeboran dapat digunakan untuk mengganti pasir tetapi pecahan tajam harus dibuang, karena dapat memotong sumbu pada waktu pemadatan. Bahan penutup harus dipadatkan setao 1-2 feet (30-60 cm) dengan tongkat pemadat. Selama pengerjaan pengisian dan pemadatan, sumbu detonating cord atau kabelkabel listrik (leg wire) dipegang betul-betul dan dijaga lurus tanpa terjadi tegangan. 3.3 Pengisian Muatan dengan AN-FO Ammonium Nitrat (AN) adalah bahan pupuk, namun dapat dirubah menjadi bahan peledak dengan penambahan Fuel Oil (FO) atau minyak bakar, selanjutnya campuran kedua bahan inilah disebut AN-FO yang dapat dipergunakan sebagai bahan peledak Pencampuran dan Persiapan untuk Pengisian Walaupun AN-FO mempunyai kepadatan yang rendah, tetapi kepadatan yang sesuai dapat diperoleh sewaktu campuran lepas mengisi lubang bor. 3-2

44 Kepadatan yang sesuai tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan alat pengisi mekanis pnematik. AN-FO dengan 5,6% berat minyak bakar dianggap memberikan : susunan yang tepat dan kecepatan detonasi terbaik ketahanan air yang baik dalam lubang-lubang basah volume karbon monoksida dan gasnitrous (gas dan asap) yang kecil Minyak bakar yang dipergunakan adalah solar. Biasanya ammonium nitrat yang dipersiapkan sebagai bahan peledak dibungkus rapat dengan kantong yang tahan air, tahan tembusan udara dan tahan terhadap pengerjaan kasar. Untuk memperoleh ukuran minyak bakar yang tepat dilapangan, cara yang termudah adalah dengan menempatkan ammonium nitrat dalam drum terbuka. Kaleng pengukur minyak dibuat tepat untuk ukuran satu kantong ammonium nitrat. Walaupun kebanyakan mesin pengisi dalam mesin dengan menggunakan semburan (jet udara), proses ini masih dianggap terlalu perlahan sehingga akan mengurangi kapasitas pengisian. Dalam praktek drum bekas yang dibelah dua dapat digunakan untuk tempat pencampuran satu kantong ammonium nitrat. Setelah tukang campur mengisikan ammonium nitrat. Setelah tukang campur mengisikan ammonium nitrat kedalam drum, pengawas menuangkan minyak dipermukaan ammonium nitrat, sedangkan tukang campur mengaduknya dengan dayung kayu. Campuran yang memuaskan membutuhkan waktu 30 detik sampai 1 menit untuk penyelesaiannya. Dengan menyediakan dua drum dan dua tukang campur untuk sebuah mesin pengisi muatan pelaksanaan pengisian pada lubang-lubang dapat berlangsung cukup lancar kecuali pada waktu pengosongan drum Alat Pencampur Bahan Peledak Bahan yang dicampur biasanya agen peledakan. Bila ANFO dipergunakan sebagai agen peledakan, maka diperlukan alat untuk mencampur AN dan FO. Alat yang paling sederhana adalah penakar kedua bahan tersebut dan tempat untuk mengaduk bahan-bahan tersebut menjadi campuran yang homogen. Ada yang menggunakan alat pencampur bahan cor (semen, pasir dan air), yaitu concrete mixer atau molen, sebagai alat untuk mencampur AN dan FO. Alat tersebut cukup baik untuk menghasilkan campuran yang homogen, namun pelaksanaannya harus penuh kehati-hatian, sebab molen tidak dirancang untuk mengaduk bahan peledak. Alat pencampur bahan peledak harus memenuhi beberapa persyaratan, sebab hasilnya berupa bahan peledak kuat yang berbahaya bagi keselamatan kerja. Persyaratan tersebut yaitu: 3-3

45 Bahan yang kontak dengan AN terbuat dari stainless-steel atau diberi lapisan epoxy. Pada waktu bekerja tidak menimbulkan panas yang berlebih atau listrik statis. Gambar 2.1 memperlihatkan alat pencampur bahan peledak ANFO yang dinama-kan Coxan ANFO Mixer. Alat ini dirancang untuk mencampur AN dan FO dengan perbandingan 94%:6% dengan cara kerja sebagai berikut: 1) Butiran AN dimasukkan ke corong (hopper) yang dilengkapi dengan saringan. Saringan ini diperlukan karena kadang-kadang terdapat AN yang menggumpal, sehingga gumpalan dan butiran AN dapat dipisahkan. Gumpalan AN yang tertinggal di atas saringan dikeluarkan atau kalau memungkinkan dapat dipukul-pukul di atas saringan agar hancur menjadi butiran dan langsung masuk kedalam corong. Kapasitas corong butiran AN sekitar 70 kg. 2) Fluida FO (solar) dialirkan melalui pipa yang tersedia dibagian bawah alat dan mengalir dengan kecepatan konstan. 3) Butiran AN turun dengan kecepatan konstan dan FO mengalir dengan kecepatan konstan pula; dengan demikian, maka ANFO yang keluar melalui pipa saluran pengeluaran (extruder) pun akan mempunyai kecepatan konstan juga. Perbandingan 94% AN dan 6% FO diperoleh melalui perbedaan kecepatan konstan antara turunnya AN dan aliran FO. Poros tempat engkol bila alat dioperasikan tangan Corong untuk butiran AN Pipa saluran pengeluaran ANFO (extruder) sistem auger Inlet untuk Fuel Oil Gb Pencampur ANFO Coxan (ICI Explosives) 3-4

46 Alat Coxan ANFO Mixer dapat dioperasikan tangan atau tenaga listrik. Bila dioperasikan tangan, maka dipasang engkol di bagian ujung pipa pengeluaran produk ANFO dan laju pengeluaran ANFO bisa mencapai 1000 kg/jam. Sedangkan bila dioperasikan oleh tenaga listrik, diperlukan energi 1100 watt, dan laju produk ANFO antara kg/menit Alat Pengisi Lubang Ledak Pengisian lubang ledak dapat dilakukan secara manual atau menggunakan alat bantu mekanis. Cara pengisian dibedakan berdasarkan diameter lubang ledak dan untuk alasan tersebut lubang ledak dikelompokkan menjadi: Diameter Kecil : < 50 mm (2 ) Diameter Sedang : mm (2 4 ) Diameter Besar : > 100 mm (4 ) Cara pengisian manual maksudnya bila dilaksanakan langsung dengan cara dicurah ke dalam lubang ledak. Untuk membantu pemadatan digunakan tongkat panjang terbuat dari bambu atau bahan non-konduktor lainnya yang disebut tamping rod. Sedangkan cara mekanis bila menggunakan alat bantu pengisian pneumatik, misalnya pneumatic cartridge charger dan ANFO loader, yang biasanya diterapkan pada pengisian lubang miring atau ke arah atas. Sedangkan alat mekanis untuk lubang ledak berdiameter besar digunakan Mobile Mixer/ Manufacturing Unit (MMU) yang multi-guna, karena dapat berfungsi sebagai pengangkut, pencampur dan sekaligus pengisi. a. Pengisian lubang berdiameter kecil Lubang ledak berdiameter kecil biasanya mempunyai kedalaman terbatas yang umumnya diterapkan pada penambangan skala kecil. Pengisian dilaksanakan dengan cara manual, bila menggunakan agen peledakan ANFO langsung dicurah dan bila berbentuk cartridge langsung dimasukkan satu per satu ke dalam lubang ledak. Pemadatan bahan peledak digunakan alat tamping rod. Untuk lubang miring atau mengarah ke atas (stopper), pada tambang bawah tanah, biasanya dibantu alat pengisian pneumatik (lihat Gambar 2.2). ANFO loader pada Gambar 2.2.a adalah salah satu jenis pengisi lubang ledak dengan bahan peledak ANFO. Alat ini terdiri dari tangki konis terbuat dari baja dan bertekanan serta klep bola yang mengatur tekanan menuju selang pengisi berdiameter antara mm. Tekanan udara tambahan (secondary air pressure) dapat dimasukkan melalui pipa di bagian bawah 3-5

47 alat untuk menambah tekanan ke selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: 1) ANFO dicurah melalui corong di bagian atas ke tangki konis. 2) Corong ditutup rapat dan kuat. 3) Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung pada densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai 0,95 gr/cm³. Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada panjang selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian normal, tekanan di dalam corong sekitar kpa (2 3 atm). Dalam kondisi tersebut laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50 m. Alat ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg, 200 kg dan 250 kg. Pneumatic cartridge charger pada Gambar 2.2.b adalah alat pengisi lubang ledak dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis emulsi, misalnya powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang ledak kecil yang berukuran antara mm (2 3 ) dengan kedalaman 58 m untuk lubang kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk pengisian lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah. Tekanan udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan, sehingga densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% - 40% dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi, namun dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan keselamatan kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis nitroglyserin. 3-6

48 a. ANFO b. Pneumatic cartridge charger Gb Alat bantu pengisian pneumatik b. Pengisian lubang berdiameter sedang Pengisian lubang ledak berdiameter sedang dapat dilakukan secara manual menggunakan tempat yang ukuran volumenya tertentu, misalnya menggunakan ember plastik, agar dapat mengisi lubang ledak dengan tepat sesuai perhitungan (lihat Gambar 2.3). Pada proses ini diperlukan selang (hose) berskala untuk mengukur batas kedalaman bahan peledak agar tidak melewati batas kedalaman penyumbat (stemming). Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah legwire atau sumbu nonel atau sumbu ledak harus ditahan agar jangan sampai jatuh dan ke dalam lubang dan terkubur bahan peledak. Pemadatan dilakukan dengan memakai tamping rod yang biasanya dilakukan bersamaan dengan proses pengisian agen peledakan. Pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau pekerjaan penambangan, pengisian lubang ledak secara manual hanya dapat dilakukan ke arah samping (drifter) atau bawah (sinker), sedangkan ke miring (inclined) atau atas (stopper) harus menggunakan alat bantu seperti pada Gambar 2.2.a.atau 2.2.b. Apabila masih memungkinkan pemadatan manual ke arah samping dapat digunakan tongkat pendorong nonkonduktor seperti terlihat pada Gambar 2.4 dan 2.5. Karena dengan alat 3-7

49 sederhana ini pelaksanaan peledakan menjadi lebih cepat dan biaya pun dapat dikurangi. Seseorang memegang legwire ANFO dituang ke lubang ledak Hose pengukur kedalaman bahan peledak Gb. 3.3 Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang terbuka c. Pengisian lubang berdiameter besar Pengisian lubang ledak berdiameter besar biasanya dilakukan oleh perusahaan penambangan skala besar dengan jumlah produksi mencapai ratusan ribu ton atau m³, sehingga memerlukan bahan peledak cukup banyak. Untuk itu diperlukan lubang ledak yang banyak pula. Apabila pengisian lubang ledaknya dilakukan secara manual tentu tidak akan efektif dan efisien, sehingga diperlukan sentuhan teknologi pengisian lubang ledak. Saat ini pengisian lubang secara mekanis menggunakan Mobile Mixer/Manufacturing Unit (MMU) pada penambangan skala besar sudah banyak dilakukan. Walaupun biaya pengisian lubang ledak secara mekanis cukup tinggi, namun jumlah produksi yang besar sudah diperhitungkan mampu mengatasi biaya tersebut. Dengan demikian untuk penambangan skala besar, pengisian lubang ledak secara mekanis cukup ekonomis ditinjau dari aspek produksi maupun biaya. 3-8

50 Cartridge Tongkat pendorong dan pemadat Gb Tipikal pengisian manual lubang ledak pada pembuatan terowongan (Flam-Gudvangen Tunnel, Norwegia, Nitro Nobel, 1992) Primer Tongkat pendorong Gb. 3.5 Pengisian manual lubang ledak pada terowongan Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya seperti terlihat pada Gambar 2.6 dan 2.7. Setiap MMU umumnya terdiri dari tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar (solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan heavy-anfo (campuran ANFO dengan emulsi). Bahan peledak ANFO diramu dengan mengeluarkan AN dan solar dari kompartemennya secara otomatis dengan perbandingan 94,5% AN dan solar 5,5% berat. Demikian juga halnya dengan heavy-anfo dikeluarkan dari kompartemennya dengan 3-9

51 perbandingan tertentu pula (lihat Modul 1, Pengenalan Bahan Peledak, tentang bahan peledak heavy-anfo). Cara pengeluaran jenis bahan peledak dari MMU tergantung pada viskositasnya. Berikut ini adalah jenis bahan peledak dan cara pengeluarannya: ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger) Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa. Gb MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang terbuka (PT. Dahana, Indonesia) Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran yang mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam lubang ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 2.8 menunjukkan sketsa MMU buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan bagian-bagian penting lainnya. 3-10

52 Gb MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang bawah tanah (Ireco, Amerika Utara) Gb MMU dan bagian-bagian pentingnya (Dyno Westfarmers Ltd.) Muatan Primer AN-FO Untuk mendapatkan efek ledakan maksimum dari pengisian AN-FO, maka isian AN-FO supaya muatan primer dari peledak kuat (misal dinamit Dahana) yang dilengkapi dengan detonator listrik atau detonatoring cord atau detonator biasa dan sumbu pengaman. Untuk lubang dangkal berdiameter kecil, AN-FO dapat diledakan oleh detonator no. 6 atau no. 8 atau cord tex tanpa muatan primer. Sudah tentu cara ini tidak memberikan efek peledakan maksimum, tetapi dilain pihak untuk lubang dangkal cukup memuaskan, perbandingan muatan primer dengan AN-FO tidak ditentukan dengan teliti namun dalam prakteknya tidak 3-11

53 banyak kesulitan. Untuk lubang-lubang berdiameter besar muatan primer (misalnya pelor dinamit) bisa digunakan dalam jumlah 5-10 % berat muatan total. a. Muatan primer lengkap dengan jaringan penyala 1. Untuk lubang-lubang yang akan diledakan dengan muatan primer dihubungkan dengan jaringan penyala diturunkan kedasar lubang. Lubang kemudian diisi dengan AN-FO dan sebaiknya beberapa pelor dinamit atau booster yang peka terkena inisiasi peledakan disulamkan pada cordtex sepanjang pengisian lubang. Pelor dinamit atau booster dapat ditempatkan pada posisi seperti gambar dibawah ini. Dari detonator bisa berupa: - Kabel listrik ; - Sumbu Ledak atau Cordtex - Sumbu nonel ; - Sumbu Api Penyumbat (Stemming) Kolom lubang ledak Bahan peledak utama (ANFO) BOTTOM PRIMING DECK (MIDDLE) PRIMING TOP (COLLAR) PRIMING Gb. 3.9 Posisi primer didalam kolom lubang ledak 2. Pada lubang-lubang patah dimana detonator dan jaringan penyala sulit untuk ditempatkan sampai didasar lubang, seluruh muatan primer dapat ditempatkan ditengah lubang atau kalau terpaksa diatas muatan AN-FO. Pada umumnya AN-FO mudah diisikan dalam lubang patah dari pada peledak biasa, karena selang yang sesuai dapat dipilih sehingga dasar lubang dapat mengisi celah-celah kecil dan retakan-retakan sehingga terdapat tambahan peledak untuk kompensasi kehilangan efek peledakan dari gas-gas yang dikeluarkan kedalam celah-celah dan retakan-retakan. Apabila muatan primer harus diletakkan dekat pada puncak lubang, maka AN-FO harus didikan sepadat dan seragam mungkin yang berarti harus menggunakan pengisi pneumatik. 3-12

54 b. Detonasi Listrik Dengan penggunaan detonator listrik, muatan primer dapat diletakan didasar atau ditengah lubang, namun harus terletak disatu tempat sehingga apabila terjadi sebagian tidak meledak, bahaya tertinggalnya muatan primer dalam lubang dapat dikurangi seminimum mungkin. Asalkan muatan primer serta detonatornya telah melemah, maka AN-FO bisa dikeluarkan lagi tanpa ada bahaya meledak. Apabila detonator ditempatkan didalam lubang sebelum pengisian AN-FO, kabel massa mesin pemuat dan leg wire detonator harus ditanam dalam tanah dan selang pengisi anti arus listrik (selang karet harus digunakan). Hal ini untuk menghidarkan detonaso akibat selang pengisi. Gb Pengisian Muatan dengan Detonasi Listrik 3.4 Jaringan Penyala Usaha melakukan jaringan penyala suatu pekerjaan yang membutuhkan suatu ketelitian dan harus dijaga agar jangan sampai ada suatu pengisian lubang yang tertinggal tidak dihubungkan dengan jaringan penyala. Cara membuat jaringan penyala ada beberapa macam yaitu : a. Jaringan penyala dengan sumbu pengaman Penggunaan jaringan penyala dengan sumbu pengaman, sekarang ini kurang begitu tepat, karena memerlukan tukang ledak yang cukup berani dan bisa bergerak cepat, sebab biasanya penyalaan dilakukan satu per satu untuk tiap-tiap sumbu pengaman. Tetapi bilamana menghendaki penyalaan bersama bisa dihubungkan dengan tali penyala plastik yang ditunjukkan seperti gambar. 3-13

55 Gb Jaringan Penyala dengan Sumbu Pengaman b. 1. Jaringan Penyala cordtex (detonating cord) Jaringan penyala cordtex dapat dimulai dengan detonator listrik maupun detonator biasa dengan sumbu pengaman. Detonator harus dikaitkan baik-baik pada ujung tali penghubung cordtex dengan pita adhesip, kawat penyambung atau isolasi, sehingga detonator betul-betul berimpit dengan isi cordtex menuju muatan peledak. Untuk ini harus dijaga terhadap penetrasi air dan ujung yang bebas dapat ditutup dengan pita isolasi atau dengan tabung detonator yang kosong. 2. Sambungan pada cordtex Apabila beberapa muatan peleak harus diledakan, cordtex dari setiap muatan disambung dengan cordtex penghubung. Dimana sambungan ini minimum 2 inchi (5 cm) dari sumbu muatan primer harus berimpit dengan sumbu cordtex penghubung dan diikat rapat-rapat dengan kawat kecil atau tali pita adhesip. Dalam penyambungan ini arah gelombang ledakan pada sambungan perlu diperhitungkan. Apabila sumbu penghubung adalah cordtex yang dimulai dari satu ujung (satu arah) sambungan bentuk didapat digunakan asalkan sambungan harus menuju karena yang sama dengan arah gelombang ledakan. Dan apabila sumbu penghubung dinyalakan dari dua ujung (dua arah) sambungan T dapat digunakan. Gb Sambungan Pada Cordtex 3-14

56 Penutup yang menghalangi sambungan harus dihindarkan. Juga sambungan cordtex pada lubang bor tidak baik karena ada kemungkinan terlepas. 3. Relay Detonasi Didalam penambangan batu pada areal terbuka, relay detonasi yang menggunakan cord tex dalam peledakan pada umumnya memberikan cara yang baik, sebab waktu peledakan dapat diperlambat. Untuk pemasangan relay detonasi ini biasanya ada peralatan khusus yang dilengkapi dengan delay detonator yang tertutup pipa alumunium kekar dan kedua ujungnya terbuka untuk menerima cordetx. Jangka pelambatan untuk setiap relay umumnya tergantung dari nomor delay detonatornya. Dalam pemakaianya, tali cordtex dipotong pada tempat pelambatan yang dikehendaki dan relay detonasi diantara kedua potongan tali. Dengan pemilihan titik-titik penyisipan relay detonasi, urutan peledakan yang dikehendaki dapat diatur. c. 1. Jaringan Penyala Listrik Beberapa jaringan penyala listrik telah dikembangkan untuk detonator listrik, termasuk jaringan paralel, jaringan sari paralel dan jaringan seri. Apabila penyala listrik dipergunakan, kabel penyala listrik harus panjang untuk menempatkan alat peledak (blasting machine) ditempat perlindungan dan tiaptiap sambungan harus diperiksa dengan ohm tester. 2. Peledakan listrik beruntun dengan jaringan seri Apabila beberapa peledakan akan dinyalakan beruntun, sebaiknya digunakan delay detonator listrik yang dihubungkan dalam jaringan seri. Jaringan dibuat dengan menghubungkan sebuah kabel penghubung dari setiap detonator berikutnya sampai jaringan jaringan kontinu terbentuk. Dua kabel penghubung yang tersisa kemudian dihubungkan dengan kabel penyala. Kesalahan pada sambungan dapat ditemukan dengan alat pemeriksa (ohm tester). Alat peledak harus mempunyai kapasitas melebihi jumlah tahanan yang akan dinyalakan dan semua sambungan listrik harus baik. Dalam keadaan lembab sambungan telanjang dapat menyebabkan kebusungan karena bocornya arus ketanah dan harus diisolasi. 3-15

57 Gb Jaringan Seri dengan Penyala Listrik Perhitungan-perhitungan kapasitas alat peledak (blasting machine) yang akan dipergunakan perlu dilakukan, supaya alat peledak itu mampu menyalakan semua detonator yang dipasang pada muatan primer maupun tahanan pada kabel penyala. Biasanya tiap-tiap detonator listrik mempunyai tahanan 2 ohm (tetapi lebih tepatnya harus diteliti tahanan yang sebenarnya pada detonator yang akan dipergunakan). Dan untuk menentukan tahanan oleh kawat-kawat aliran (leading wire) dan lainlainnya dapat dipergunakan tabel sebagai berikut : Standard gauge no. Diameter (inchi) Tahanan (ohm) tiap 1000 feet panjang Keterangan ,10 0,08 0,06 0,05 0,04 0,03 1,0 1,6 2,5 4,0 6,4 10,2 Standard gauge adalah menurut A.W.G Sebagai contoh dapat dikemukakan perhitungan dibawah ini. Jumlah lubang bor diisi muatan primer yang dilengkapi dengan detonator listrik sebanyak 50 buah yang masing-masing dihubungkan secara seri. Jumlah panjang kabel penyala adalah 2x1000 ft, standar no. 14. Seterusnya pergunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Jumlah ampere yang diperlukank untuk mengatasi tahanan detonator listrik yang sejenis dalam hubungan seri 1,5 amp (tidak perduli berapa jumlah detonator). Bila digunakan bermacam-macam jenis, menurut pengalaman aliran 2 amp dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan (tetapi disarankan selalalu menggunakan satu jenis dalam satu jaringan). Tahanan yang diperhitungkan adalah jumlah dari tahanan-tahanan (ohm) dari detonator dan kabel penyala. 3-16

58 Tegangan (volt) dihitung menurut hukum ohm (E=I.R) Tenaga listrik (watt) yang diperlukan dari sumber tenaga minimal adalah W=EI yang dapat ditemukan dengan perhitungan-perhitungan. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut diatas, maka bisa dihitung : Jumlah tahanan (ohm) detonator = 50 x 2 = 100 (standar no. 14 panjang 2 x 1000 ft)= 2000 x 2,5 5 ohm 1000 = 105 ohm Jumlah volt = 105 ohm x 1,5 amp. = 166 volt Untuk ini bisa digunakan alat peledak... volt Jumlah watt = 1666 x 1,5 = 250 watt Dalam menggunakan jaringan peledakan dengan jaringan seri ini, disarankan agar membatasi banyaknya penggunaan detonator pada pengisian lubang bor sebanyak maksimum = 50 buah, biarpun tersedia tenaga listrik yang besar untuk menyalakan. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari timbulnya sebagian tidak meledak, karena adanya gangguan seluruhnya, terutama bila yang dihadapi adalah lubanglubang dalam (banyak kemungkinan terjadi hubungan kabel/ leg wire kortsluiting dalam lubang bor yang sukar dibetulkan). Bilamana jaringan peledakan dihubungkan dengan jaringan paralel atau seri paralel supaya diperhitungkan juga tenaga listrik yang diperlukan. Gb Jaringan Paralel 3-17

59 3.5 Pemeriksaan kabel penyala Kabel dapat rusak akibat putus atau hubungan singkat yang mencegah mengalirnya arus menuju ke detonator. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan meter pengukur tahanan (ohm detonator). a. Pemeriksaan detonator listrik Kadang-kadang pemeriksaan kontinuitas jaringan dalam detonator listrik perlu dilakukan dan ini dapat dilakukan dengan ohm tester yang dibuat untuk keperluan ini. Detonator yang diperiksa harus ditempatkan dalam tabung logam dan kabel penghubungnya disambungkan ke ohm tester yang harus menunjukkan 1,5 3,0 ohm tergantung dari panjang kabel penghubungnya. Arus yang mengalir dalam pengukuran ini jauh dibawah yang dibutuhkan untuk peledakan, namun pemeriksaan harus dilindungi dari kemungkinan adanya ledakan. b. Pemeriksaan jaringan peledakan listrik Setelah pengisian dan detonator serta kabel penyala telah dihubungkan pada jaringan, maka jaringan itu harus diperiksa untuk kontinuitas. Alat pemeriksa yang sesuai harus dipakai dan pemeriksaan harus dilakukan dari titik penyalaan setelah semua pegawai berada ditempat yang aman. Jaringan detonator dalam segala keadaan tidak boleh diperiksa di permukaan quarry. Apabila jaringan peledakan rusak dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : Lepaskan alat pemeriksa dari titik peledakan dan periksa semua sambungan. Apabila tidak ada kesalahan, lepaskan kabel penyala. Jaringan peledakan dipermukaan dibagi dua dan kabel penyala dihubungkan dengan salah satu bagian jaringan lalu diperiksa kembali dari titik peledakan. Dengan membagi dua terus menerus, letak kesalahan ditemukan. Kalau kerusakan ternyata itu dinyatakan sebagai kerusakan, leg wire detonator dilepaskan dari jaringan peledakan lalu kawat penghubung disambung lagi dengan melewati lubang detonator yang rusak tadi, hal ini dilakukan mengingat sukar sekali untuk membongkar lubang yang sudah diisi. Perhatian : sewaktu melakukan pemeriksaan jaringan penyala, mesin peledak (blasting machine) digendong (dibawa). 3.6 Menyalakan Muatan Sebelum muatan dinyalakan, sempritan atau sirine harus dibunyikan dan bendera merah dinaikkan di semua jalan masuk ke daerah quarry yang diperkenankan tinggal hanyalah tukang ledak dan pembantunya. Dalam pelaksanaan menyalakan muatan ini sebelumnya harus memperhatikan : 3-18

60 1. Sumbu harus cukup panjang Untuk memberikan kesempatan tukang ledak berjalan ketempat perlindungan. Dalam penyalaan ini harus diperhatikan bahwa sumbu betul-betul telah menyala. 2. Pada penyalaan dengan listrik Semua jaringan harus sudah diperiksa dengan ohm tester yang sesuai dan hasil baik. 3.7 Pemeriksaan Hasil Ledakan Setelah ledakan, tukang ledak harus diam dahulu didalam perlindungan sampai semua asap lenyap dari permukaan. Tukang ledak kemudian memeriksa permukaan dari bawah dan atas untuk meyakinkan semua lubang sudah meledak dengan sempurna. Apabila tidak ada salah ledak atau tidak ada kerusakan, tanda aman dapat dibunyikan dan bendera merah diturunkan. Penilaian Hasil Ledakan Begitu daerah peledakan dinyatakan aman, kepala quarry harus memeriksa hasil ledakan untuk menilai timbunan batu. Pemeriksaan meliputi pemecahan, derajat lemparan dan derajat pemecahan kembali pada permukaan. Pemeriksaan terakhir dari kualitas pecahan, tumit dan prosentasi dari peledakan sekunder belum dapat dipastikan sampai eskavator (shovel) telah mengeluarkan sebagian besar timbunan batu. Kepala harus pula memperhitungkan ketinggian timbunan batu terhadap alat pengangkutan yang ada. Dari pemeriksaan ini keterangan-keterangan yang berharga dapat diperoleh yang akan menjadi dasar dari perencanaan pola pengeboran lanjutan, pola pengisian, penyertaan lubang snake, delay detonator dan sebagainya. 3.8 Perlakukan Terhadap Peledakan yang tidak Meledak Kadang-kadang peledakan yang tidak meledak bisa terjadi yang disebabkan oleh berbagai hal dan tidak mungkin diadakan aturan-aturan yang pasti. Semua kejadian tersebut diperlakukan dengan hati-hati dan diserahkan penanggulangannya hanya kepada beberapa orang yang berpengalaman, sabar dan berhati-hati. Penanggulangan baru boleh dilakukan sedikitnya 30 menit sesudah peledakan. Sebab utama dari peledakan yang tidak meledak pada penggunaan sumbu pengaman adalah: penggunaan sumbu yang ceroboh sumbu yang lembab 3-19

61 melupakan pembuangan serbuk gergaji atau pembungkus detonator sebelum penopian sumbu penggunaan pisau tumpul yang memberikan ujung sumbu tidak rata yang menghalangi pembakaran detonator pencatokan yang jelek, lembab masuk melalui catokan antara sumbu dan detonator penggunaan peledak atau detonator yang rusak kelupaan menyalakan sumbu pengaman sumbu putus akibat batu yang terlempar dari ledakan didekatnya Apabila digunakan sumbu pengaman, bagian sumbu yang terbuka harus diperiksa setelah jangka waktu yang aman. Peledakan yang tidak meledak dapat ditangani dengan jalan : mengeluarkan penutup dan memasang muatan primer yang baru atau mengebor lubang sejajar dengan lubang ledak berjarak sedikitnya 30 cm, mengisi dan meledakkannya lagi Dalam segala keadaan muatan peledak yang tidak meledak tidak boleh dikeluarkan dari lubang ledak dan sedapat mungkin digunakan muatan primer yang baru untuk meledakannya lagi. Penutup dapat dibuang dengan jalan meniupnya dengan udara tekan atau semprotan air melalui selang karet atau selang bukan besi yang kaku. Penggalian penutup adalah suatu hal yang berbahaya dan tidak boleh dilakukan putusan atau lubang ledak yang meledak sebagian harus diperlakukan sebagai peledakan tidak meledak penuh. Peledakan yang tidak meledak dengan detonator listrik seharusnya tidak terjadi. Namun apabila ada, hal ini disebabkan oleh : jaringan putus kebocoran arus ada lubang yang tidak dihubungkan peledak atau detonator yang rusak atau penggunaan alat peledak (blasting machine) dibawah kapasitas yang akan diledakan Setelah jangka waktu aman, pemeriksaan visual jaringan peledakan dapat dilakukan dan apabila kelihatan kesalahannya bisa diperiksa dengan alat pemeriksa (missal ohm tester). 3-20

62 3.9 Peledakan Sekunder Brangkal-brangkal besar harus dipecahkan lagi dan pada zaman pengangkutan tangan, tembakan letup merupakan cara umum. Pada waktu ini dimana mekanis digunakan, tembakan-plester lebih terkenal. 1. Tembakan letup (pop shooting) Untuk keperluan ini, lubang ledakan sedalam 12 inchi cukup untuk memecahkan brangkal yang besar. Muatan tergantung dari ukuran batu dan untuk brangkal berukuran 3 ft x 3 ft x 2 ft membutuhkan kira-kira 1 ½ ons pelor dinamit. Tembakan dapat diledakan oleh sumbu pengaman dan detonator biasa atau listrik. Bila digunakan sumbu pengaman dapat dinyalakan oleh sumbu penyala atau tali penyala plastik. Apabila tali penyala plastik digunakan, tembakan yang banyak dapat diledakan dengan satu penyalaan pada jaringan. Serta bila penyalaan listrik dipakai, detonator listrik dihubungkan seri dan tembakan diledakan berurutan. Keberatan bor terus menerus dan pemindahan alat mekanis ketempat yang aman, karena terjadi penebaran batu. Gb Tembakan Letup 2. Tembakan Plester (plester shooting) Tembakan plester memberikan cara pemecahan batu dalam keadaan dimana pengeboran sulit dilakukan. Muatan satu atau dua pelor dinamit primer, detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik diletakan pada permukaan brangkal. Kemudian muatan ditutup dengan lempung yang ditekan keposisinya dengan tangan. Sebelum diplester sebaiknya permukaan batu dibasahi dahulu. Muatan yang digunakan adalah gelatin plester atau macam lain dan tali penyala lastic dapat digunakan untuk menyalakan beberapa tembakan-tembakan dalam satu waktu. 3-21

63 Gb Tembakan Plester Penggunaan muatan yang tergantung dari ukuran brangkal adalah sebagai berikut : Ukuran brangkal (ft.) Muatan (ons) 1-1 ½ 1 ½ ½ 2 ½ ½ Tembakan plester mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut : a. Tidak diperlukan pengeboran, suatu hal penting dalam menghadapi batu keras dan serat yang sulit untuk dibor b. Persiapannya lebih cepat dibandingkan dengan tembakan letup c. Batu dipecahkan pada tempatnya, tidak terjadi hamburan d. Kerusakan akibat lemparan batu berkurang Hal ini menguntungkan juga dimana penggunaan alat mekanis dipraktekkan, karena peralatan tidak perlu dipindahkan terlalu jauh, berarti penghematan waktu pengangkutan. 3-22

64 BAB 4 PELEDAKAN PRIMER DENGAN SISTEM COYOTE HOLE 4.1 Pengeboran Coyote Hole Setelah diadakan pembuatan jenjang (precutting) dan batu-batu ledak hasil precutting sudah disingkirkan, maka bisa dipersiapkan penggalian lubang-lubang coyote untuk peledakan primer dengan sistem coyote hole. Sebelum dilakukan penggalian coyote hole lebih dahulu dicari dan direncanakan tempat yang tepat dan baik untuk penempatan coyote hole. Untuk ini perlu pengukuran guna menentukan letak dasar cyote hole dipermukaan jenjang. Setelah bisa menentukan dasar coyote hole, lalu kembali harus mengetahui besar lubang coyote yang direncanakan dan dengan mengetahui besar lubang coyote akan bisa diketahui as lubang coyote. Dengan ditentukan as lubang coyote maka bisa direcanakan titik-titik pengeboran pertama (lihat gambar). Gb. 4.1 Sketsa dasar center cut Untuk selanjutnya bisa dipersiapkan alat-alat antara lain : 1. leg drill/ jack hammer lengkap 2. compressor udara 3. pipa ¾ panjang + 80 m 4. tangki air 5. penerangan (generator) 6. kereta dorong 7. dan alat-alat lain yang diperlukan 4-1

65 Setelah peralatan sudah siap semua, maka dapatlah dimulai pelaksanaan pengeboran pertama pada titik-titik yang telah ditentukan seperti gambar dimuka. Pengeboran cukup dengan leg drill (jackhammer) sedalam 1,5 m dan setelah pengeboran untuk semua lubang yang direncanakan sudah selesai, baru bahan peledak bisa diisikan secukupnya. Dalam pengisian bahan peledak jangan lupa pada setiap lubang diisikan muatan primer lengkap dengan delay detonator yang mempuyai nomor delay berlainan (lihat gambar) lalu ditutup dan disumbat dengan tanah liat atau lainnya sampai rapat. Setelah itu, semua detonator dihubungkan dengan leg wire secara seri (disini contoh peledakan dengan detonator listrik). Didalaml menghubungkan leg wire dengan seri harus ditest dahulu baik tidaknya sambungan dengan ohm tester. Baru setelah sambungan baik dihubungkan langsung dengan blasting machine untuk peledakan. Sesudah diadakan peledakan maka hasil peledakan pertama maupun kedua dapat dibersihkan dengan bulldozer dan untuk peledakan selanjutnya bisa dipakai kereta dorong, dimana setiap kali setelah peledakan ditunggu beberapa saat agar supaya gas dinamit habis. Biasanya untuk mempercepat menghilangkan gas dinamit bisa digunakan angin dari compresor dengan memasukan pipanya (air hose) kedalam lubang coyote. Bila sudah nyata gas dinamit yaitu untuk mendapatkan bidang yang rata lagi. Untuk memulai pengeboran lagi terlebih dahulu diperiksa oleh ahli ukur untuk menetapkan dan meluruskan lubang sesuai as yang ditentukan. PENGEBORAN COYOTE Gb. 4.2 Rentetan Pengeboran Coyote Hole 4-2

66 Pengeboran untuk penggalian coyote selanjutnya bisa dilaksanakan dengan menempatkan titik lubang seperti pengeboran pertama maupun kedua. Untuk pengisian maupun pemasangan detonator tetap sesuai seperti yang pertama, serta cara menempatkan nomor delay detonator juga sama (lihat gambar) sehingga mendapat bentuk lubang coyote yang tetap. Dalam waktu penggalian, pengeboran, pengisian dan pengambilan hasil peledakan haruslah diadakan penerangan secukupnya. 4.2 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak Hasil penggalian coyote yang telah direncanakan misalnya seperti gambar dibawah ini. Gb. 4.3 Hasil Pengeboran Coyote Hole Sebelum pelaksanaan pengisian bahan peledak dari suatu coyote, terlebih dahulu direncanakan dan diperhitungkan jumlah bahan peledak pada tiap-tiap kamar (tempat bahan peledak). Selain itu bisa menyiapkan material maupun peralatan yang akan dipergunakan untuk penutupan yaitu batu-batu, tanah liat, pasir dan bahan lain yang diperlukan dimuka lubang coyote sebagai bahan penutupnya. Adapun perhitungan bahan peledak yang akan dipergunakan dapat dihitung sebagai berikut. Sebelum diperhitungkan banyaknya bahan peledak di setiap kamarnya, lebih dahulu harus mengetahui situasi, denah dan potongan-potongan lubang coyote yang akan diledakan (lihat gambar). Dalam menghitung jumlah bahan peledak ini harga W dan H dicari dalam gambar potongan denah. Dengan rumus-rumus yang ada banyaknya bahan peledak tiap kamar dihitung dan pada kamar-kamar ujung coyote perlu ditambahkan bahan peledak 10% sampai 30% yang tergantung apakah dikiri atau kanan coyote hole ada bidang batu yang 4-3

67 menahan atau bidng bebas. Jika dipergunakan AN-FO sebagai bahan peledak, jumlah yang diperlukan dipisahkan yaitu : 90% sampai 95% AN-FO dan 5% sampai 10% dinamit untuk meledakan (sebagai muatan primer) Potongan 1 Potongan 2 4-4

68 Potongan 3 Potongan 4 Gb. 4.4 Pola Keseluruhan Pengeboran Coyote Pada penggalian coyote seperti contoh terdapat 4 kamar bahan peledak dimana panjang sayap 19 m = D. Untuk potongan : 1. H = 11,90 m W = 9 m 2. H = 12,50 m W = 8,20 m 3. H = 12,80 m W = 9,40 m 4. H = 11,30 m W = 7,10 m Dimana : H = tinggi dari as dasar sampai bidang atas W = titik singgung dari as dasar sampai dengan bidang muka terdekat. 4-5

69 Tinggi dari as dasar sampai bidang atas H, disarankan setinggi 150 feet (45 meter), jika ternyata H lebih dari 70 feet (20 meter) kamar peledak bisa direncanakan / dibuat lebih dari satu sayap dan untuk mengukur W sayap belakang diambil dari as kamar peledak sayap belakang sampai dengan garis tepi sayap dimukanya. Selain itu peledakan sistem coyote hole satu baris lubang vertikal yang dibor dari permukaan bidang atas dan sejajar sayap coyote. Letak baris lubang vertikal ini kurang lebih 6 meter dibelakang sayap coyote hole paling belakang. Dalam perhitungan harus ditentukan koefisien batu, misalnya telah dihitung dan ditentukan yaitu : C 1 = C 2 = 0,50 dan C 3 = C 4 = 0,45 dengan demikian dapat dihitung kebutuhan bahan peledak pada tiap kamar dengan ketentuan sebagai berikut : CW x ( 1 D / W ) Lq Lq = banyaknya bahan peledak 4 kamar Untuk kamar : No ,50 x 9 x (1 19 / 9) Lq % 355 kg 4 No ,50 x 8,2 x (1 19 /8,2) Lq2 255 kg 4 No ,45 x 9,43 x (1 19 /9,4) Lq3 130, 50 kg 4 No ,45 x 7,1 x (1 19 / 7,1) Lq4 130,50 10% 145 kg 4 Jadi bahan peledak keseluruhan untuk coyote = Lq 1 sampai dengan Lq 4 = 1.027,5 kg. Begitulah cara-cara perhitungan bahan peledak setiap coyote di tiap kamar. Adapun pelaksanaan pengisian sebagai berikut : 4.3 Pengisian dan Penutupan Coyote Hole Pengisian coyote hole selalu dimulai dari kamar paling ujung. Dari perhitungan banyaknya bahan peledak pada tiap-tiap kamar akan diketahui jumlah bahan peledak yang akan diisikan. Bahan peledak di angkut dari gudang disusun dan dipisahkan menurut isi masing-masing kamar. Bilamana yang akan dipergunakan bahan peledak AN-FO, maka AN-FO itu dimasukan / dibungkus dalam kantong masing-masing a

70 kg. Sebelum bahan peledak dimasukan dalam lubang coyote, terlebih dahulu diperiksa. Selanjutnya dimasukan papan-papan yang telah disediakan bahan peledak untuk mencegah kelembaban bahan peledak. Sesudah penyusunan papan-papan tersebut selesai, maka bahan peledak dapat dimasukan dengan kereta dorong sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan oleh perencana coyote. Untuk setiap kamarnya disusunlah bahan peledak dengan baik (lihat gambar) sedangkan tenaga yang menyusun + 3 orang dalam kamar itu, seterusnya dipasang suatu muatan primer dengan sumbu dari detonating cord, yaitu terdiri dari satu bungkus bahan peledak (misalnya dinamit dahana) + 10 kg diikat erat-erat dengan detonating cord rangkap dua yang diperkirakan panjang dari ikatan disesuaikan dengan banyaknya dinamit. Gb. 4.5 Muatan Primer Dalam melakukan pengisian ikatan dinamit ini harus ditengah-tengah susunan bahan peledak dalam kamar tersebut, selanjutnya ikatan dinamit tersebut disambungkan dengan detonating cord penghubung sumbu utamanya. Hubungan antar ikatan dinamit dan detonating cord minimum 50 cm dan panjang sumbu utama ini sepanjang sayap coyote dengan rangkap dua. Untuk menjaga agar detonating cord tidak putus, dapat dilindungi dengan bambu dibelah dua dan ruas-ruas didalamnya dihilangkan lalu ditangkupkan, selanjutnya diikat dengan kawat tali (bindrat). Penempatan dari detonating cord sebagai sumbu utama tidak boleh dibawah/ berdekatan dengan kabel penerangan, setelah itu dimasukan angko/ tanah liat, batubatu kecil dan maupun batu besar untuk penutup, cara memasukan angko/ tanah liat, batu-batu kecil dan batu besar dapat memakai kereta dorong dengan dua tenaga orang, orang kesatu menarik dan orang kedua mendorongnya dari belakang. Dalam 4-7

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN POLA PEMBORAN & PELEDAKAN Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemampuan pemboran dan peledakan : 1. Arah Pemboran 2. Pola pemboran dan Peledakan 3. Waktu daur dan jam kerja efektif alat bor 4. Geometri Peledakan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kriteria Penggalian Kemampuan untuk menaksir kemampugalian suatu massa batuan sangatlah penting, apalagi bila akan mengunakan alat gali mekanis kontinu. Tujuan memelajari kriteria

Lebih terperinci

= specific gravity batuan yang diledakkan

= specific gravity batuan yang diledakkan Rumus Perhitungan Geometri Peledakan Peledakan Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing, sub-drilling, stemming, dan kedalaman lubang bor. 1. urden Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar

Lebih terperinci

Jenis - Jenis Detonator PT. Dahana, Orica, DNX, dan MNK

Jenis - Jenis Detonator PT. Dahana, Orica, DNX, dan MNK Jenis - Jenis Detonator PT. Dahana, Orica, DNX, dan MNK 1. PT. Dahana PT. Dahana memproduksi Dayadet (detonator produksi Dahana) dengan jenis detonator elektrik dan detonator nonel. Sumber: dahana.com

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 23 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PEMBERLAKUAN STANDAR KURIKULUM PENDlDlKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

RANGKAIAN PELEDAKAN. Potong sumbu api tegak lurus, sesuai dengan panjang yang diperlukan. Ambil detonator secara hati-hati dari kemasan.

RANGKAIAN PELEDAKAN. Potong sumbu api tegak lurus, sesuai dengan panjang yang diperlukan. Ambil detonator secara hati-hati dari kemasan. RANGKAIAN PELEDAKAN A. PELEDAKAN CARA NON-LISTRIK 1. Sumbu Api ( Safety Fuse ) Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya adalah merambatkan api dengan kecepatan tetap.perambatan api tersebut dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PEMBELAJARAN -2

DAFTAR ISI PEMBELAJARAN -2 0 PEMELAJARAN -2 DAFTAR ISI ab Hal 1 PENDAHULUAN. 1 2 GEOMETRI PELEDAKAN. 2 (1) Geometri Peledakan Jenjang.. 2 (2) Rancangan Menurut R.L. Ash 3 (3) Rancangan Menurut C.J. Konya 8 (4) Rancangan Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan. Suatu operasi peledakan batuan

Lebih terperinci

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK UNDANGUNDANG No. 1 Tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja UNDANGUNDANG No. 4 Tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara PP No. 19 Tahun 1973, Tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 Pertambangan

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL v vi vii viii x xi xiii BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Penelitian 1 1.3. Batasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV

GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV Mata Kuliah : Teknik Peledakan Dosen : Ir. Muh Jufri Nur. ST, MT GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV MARSALIN ( 2002 31 046 ) NAZRULLAH IQBAL ( 2002 31 003 ) ZULKIFLI SULAIMAN ( 2002 31

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT

BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT 4.1 ANALISA GROUND SUPPORT Ground support merupakan perkuatan dinding terowongan meliputi salah satu atau atau lebih yaitu Rib, wiremesh, bolting dan shotcrete

Lebih terperinci

bdtbt.esdm.go.id TEKNIK PELEDAKAN Rochsyid Anggara, ST

bdtbt.esdm.go.id TEKNIK PELEDAKAN Rochsyid Anggara, ST TEKNIK PELEDAKAN Rochsyid Anggara, ST Teknik Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran, dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan induknya agar menjadi fragmen-fragmen

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning suatu

Lebih terperinci

MACAM MACAM SAMBUNGAN

MACAM MACAM SAMBUNGAN BAB 2 MACAM MACAM SAMBUNGAN Kompetensi Dasar Indikator : Memahami Dasar dasar Mesin : Menerangkan komponen/elemen mesin sesuai konsep keilmuan yang terkait Materi : 1. Sambungan tetap 2. Sambungan tidak

Lebih terperinci

Pemetaan rinci berdasarkan kenampakan fisik tanah, warna dan komposisi tanah.

Pemetaan rinci berdasarkan kenampakan fisik tanah, warna dan komposisi tanah. MATERIAL GEOLOGI Material geologi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis jaitu: Material tanah dan Material batu 1. Material Tanah ada beberapa faktor eksplorasi tanah hal yang perlu diperhatikan, antara

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK Pedoman Umum 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan peledak dalam pertambangan dibutuhkan karena material material batuan yang berada di daerah pertambangan tersebut kadang susah untuk di hancurkan dengan alat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengeboran Lubang Tembak Kegiatan dari pengeboran lubang tembak bertujuan untuk membuat lubang isian bahan peledak untuk kegiatan peledakan. Pada dasarnya prinsip pengeboran

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK.

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK. ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK. ANALYSIS OF INFLUENCE OF JOINT STRUCTURE ON DRAGING FRAGMENTATION AND PRODUCTIVITY

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BLE 06 = POLA PENGEBORAN PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peledakan merupakan kegiatan lanjutan kegiatan pemboran Kegiatan peledakan sangatlah penting dalam kegiatan pertambangan, dikarenakan terkadang terdapat bahan galian yang

Lebih terperinci

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i v vii xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 2 1.3. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) SIR 01 = KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BLE 08 = EVALUASI PELEDAKAN DAN PELAPORAN PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Umum Peledakan adalah kegiatan pembongkaran atau pemberaian batuan yang memiliki kekerasan tinggi. Kegiatan Peledakan dilakukan karena alat gali (excavator) tidak

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH

SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH Pelatihan Tukang Bekisting dan Perancah Nomor Modul SBW 07 Judul Modul TEKNIK PEMASANGAN DAN PEMBONGKARAN BEKISTING DAN PERANCAH DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN SNI 13-6427-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode pengujian ini meliputi prosedur penentuan kehilangan campuran tanah semen, perubahan kadar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1. TEMPAT Pengujian dilakukan di laboratorium Prestasi Mesin Universitas Medan Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

Lebih terperinci

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus. Seorang Pelaksana Pekerjaan Gedung memiliki : keahlian dan ketrampilan sebagaimana diterapkan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN SETERIKA DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN SETERIKA DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN SETERIKA DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahuntahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian ini dengan seksama,

Lebih terperinci

SNI 0123:2008. Standar Nasional Indonesia. Karton dupleks. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI 0123:2008. Standar Nasional Indonesia. Karton dupleks. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Karton dupleks ICS 85.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Simbol

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok

Lebih terperinci

ANALISIS PELEDAKAN DAN KEMAJUAN FRONT BUKAAN PADA TAMBANG BAWAH TANAH BIJIH EMAS PT CIBALIUNG SUMBERDAYA, PANDEGLANG-BANTEN

ANALISIS PELEDAKAN DAN KEMAJUAN FRONT BUKAAN PADA TAMBANG BAWAH TANAH BIJIH EMAS PT CIBALIUNG SUMBERDAYA, PANDEGLANG-BANTEN ANALISIS PELEDAKAN DAN KEMAJUAN FRONT BUKAAN PADA TAMBANG BAWAH TANAH BIJIH EMAS PT CIBALIUNG SUMBERDAYA, PANDEGLANG-BANTEN Hazzaliandiah 1, M. Taufik Toha 2, Bochori 3 1,2,3 Jurusan Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya.

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin 2.1.1. Bubut Senter Untuk meningkatkan produksi, pada tahap pertama kita akan berusaha memperpendek waktu utama. Hal

Lebih terperinci

JUDUL MODUL II: PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BETON DI LABORATORIUM MODUL II.a MENGUJI KELECAKAN BETON SEGAR (SLUMP) A. STANDAR KOMPETENSI: Membuat Adukan Beton Segar untuk Pengujian Laboratorium B. KOMPETENSI

Lebih terperinci

Bab VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS

Bab VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS Bab VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS 7.1 Uraian Umum Dalam setiap proyek konstruksi, metode pelaksanaan konstruksi merupakan salah satu proses pelaksanaan konstruksi yang harus direncanakan sebelumnya. Untuk

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) Page : 1 LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) 1. PENDAHULUAN. Las busur listrik elektrode terbungkus ialah salah satu jenis prose las busur listrik elektrode terumpan,

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK 7.1 Pelaksanaan Pekerjaan Balok Balok adalah batang dengan empat persegi panjang yang dipasang secara horizontal. Hal hal yang perlu diketahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN 5.1 Pekerjaan Bekisting 5.1.1 Umum Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan bekisting harus memenuhi syarat PBI 1971 N 1-2 dan Recomended Practice

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindahan bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang dugunakan untuk memindahkan muatan dilokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri,

Lebih terperinci

RANCANGAN SISTEM WAKTU TUNDA PELEDAKAN NONEL UNTUK MENGURANGI EFEK GETARAN TANAH TERHADAP FASILITAS TAMBANG

RANCANGAN SISTEM WAKTU TUNDA PELEDAKAN NONEL UNTUK MENGURANGI EFEK GETARAN TANAH TERHADAP FASILITAS TAMBANG RANCANGAN SISTEM WAKTU TUNDA PELEDAKAN NONEL UNTUK MENGURANGI EFEK GETARAN TANAH TERHADAP FASILITAS TAMBANG DELAY SYSTEM DESIGN FOR NONEL BLASTING TO REDUCE GROUND VIBRATION EFFECT DUE TO MINE FACILITY

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi 5 BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan

3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan 3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan talang. a. Gording Gording membagi bentangan atap dalam jarak-jarak

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMBUATAN

BAB III METODE PEMBUATAN BAB III METODE PEMBUATAN 3.1. KONSEP PEMBUATAN ALAT Membuat suatu produk atau alat memerlukan peralatan dan pemesinan yang dapat dipergunakan dengan tepat dan ekonomis. Pemilihan mesin atau proses yang

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 1 BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 01. Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya terhadap benda sama dengan nol apabila arah gaya dengan perpindahan benda membentuk sudut sebesar. A. 0 B. 5 C. 60

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP PEKERJAAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES Pekerjaan Pembangunan Jembatan ini terdiri dari beberapa item pekerjaan diantaranya adalah : A. UMUM 1. Mobilisasi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK Pengertian Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatuko mposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

Tata cara pemasangan dan pembacaan alat ukur regangan tanah

Tata cara pemasangan dan pembacaan alat ukur regangan tanah Tata cara pemasangan dan pembacaan alat ukur regangan tanah 1 Ruang lingkup Pedoman ini menetapkan tata cara pemasangan dan pembacaan alat ukur regangan tanah untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi perbandingan agregat kasar, antara lain : Variasi I (1/1 : 1/2 : 2/3 = 3 : 1 : 2) Variasi II (1/1 : 1/2 : 2/3 = 5 : 1 : 3) Variasi

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang Standar Nasional Indonesia Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang ICS 91.100.30; 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... 1 Daftar tabel... Error!

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA Bab ini berisi hasil dari pembuatan pelat komposit, pengujian balistik, pengujian mekanis, serta beberapa analisa yang berkaitan dengan hasil tersebut. 4. 1 PELAT KOMPOSIT TAHAP

Lebih terperinci

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR 1. MEJA GAMBAR Meja gambar yang baik mempunyai bidang permukaan yang rata tidak melengkung. Meja tersebut dibuat dari kayu yang tidak terlalu keras

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

SNI 7273:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas koran. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI 7273:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas koran. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kertas koran ICS 85.080.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Simbol

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II Bahan Kuliah Ke-I Pengenalan Kolom Struktur Beton II Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh September 2008 Materi Kuliah Definisi Pembuatan Kolom Apa yang dimaksud dengan Kolom?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali

Lebih terperinci

Pilihan ganda soal dan impuls dan momentum 15 butir. 5 uraian soal dan impuls dan momentum

Pilihan ganda soal dan impuls dan momentum 15 butir. 5 uraian soal dan impuls dan momentum Pilihan ganda soal dan impuls dan momentum 15 butir. 5 uraian soal dan impuls dan momentum A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Sebuah mobil bermassa 2.000 kg sedang bergerak dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN 4.1. Material Perlu diketahui bahwa bangunan atau material bangunan memegang peranan penting dalam suatu konstruksi bangunan ini menentukan kekuatan, keamanan dan kekakuan

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulis membuat laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Fabrikasi Logam setelah melakukan praktek di workshop. Pembuatan laporan ini bersifat wajib

Lebih terperinci

drimbajoe.wordpress.com 1

drimbajoe.wordpress.com 1 1. Hasil pengukuran panjang dan lebar sebidang tanah berbentuk empat persegi panjang adalah 15,35 m dan 12,5 m. Luas tanah menurut aturan angka penting adalah... m 2 A. 191,875 B. 191,9 C. 191,88 D. 192

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA KONSTRUKSI DINDING BATU BATA Mengambar Rekayasa HSKK 208 Pendahuluan Batu bata adalah salah satu jenis bahan bangunan yang dibuat dari tanah liat (lempung) dengan atau tanpa bahan lain, yang dibakar pada

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated. MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT DIREKTORAT PEMBEKALAN ANGKUTAN SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : 20-251 I. BAHAN. 1. Kain filament polyester 100% double side coated. a. Lebar kain,cm (inchi)

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB MOMENTUM DAN IMPULS

BAB MOMENTUM DAN IMPULS BAB MOMENTUM DAN IMPULS I. SOAL PILIHAN GANDA 0. Dalam sistem SI, satuan momentum adalah..... A. N s - B. J s - C. W s - D. N s E. J s 02. Momentum adalah.... A. Besaran vektor dengan satuan kg m B. Besaran

Lebih terperinci

Jl. Raya Palembang Prabumulih KM.32 Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia ABSTRAK ABSTRACT

Jl. Raya Palembang Prabumulih KM.32 Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia   ABSTRAK ABSTRACT MODIFIKASI GEOMETRI PELEDAKAN DALAM UPAYA MENCAPAI TARGET PRODUKSI 80.000 TON/BULAN DAN MENDAPATKAN FRAGMENTASI YANG DIINGINKAN PADA TAMBANG GRANIT PT. KAWASAN DINAMIKA HARMONITAMA KABUPATEN KARIMUN KEPULAUAN

Lebih terperinci

SOAL REMEDIAL KELAS XI IPA. Dikumpul paling lambat Kamis, 20 Desember 2012

SOAL REMEDIAL KELAS XI IPA. Dikumpul paling lambat Kamis, 20 Desember 2012 NAMA : KELAS : SOAL REMEDIAL KELAS XI IPA Dikumpul paling lambat Kamis, 20 Desember 2012 1. Sebuah partikel mula-mula dmemiliki posisi Kemudian, partikel berpindah menempati posisi partikel tersebut adalah...

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Modul Simulasi Teknik Peledakan. Oleh : Ir. Effendi Kadir, MT Desrizal, ST

Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Modul Simulasi Teknik Peledakan. Oleh : Ir. Effendi Kadir, MT Desrizal, ST Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Modul Simulasi Teknik Peledakan Oleh : Ir. Effendi Kadir, MT Desrizal, ST 1 Teknik dan Logika Pemograman 1.1 Pendahuluan Flowchart dalam

Lebih terperinci

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu Sambungan Kayu Konstruksi kayu merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam penggambaran

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi A. Deskripsi Ruang lingkup materi ini meliputi : pengenalan prinsip dan prosedur peralatan Klimatologi, untuk menunjang keterampilan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktek Las dan Tempa Disusun Oleh: FAJAR RIZKI SAPUTRA K2513021 PTM A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.

PROPOSAL TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya. ANALISA DISTRIBUSI FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN DENGAN PROGRAM SPLIT DESKTOP 2.0 SEBAGAI FUNGSI FAKTOR ENERGI (FE) DI PT SEMEN BATURAJA (PERSERO) PROPOSAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Propinsi Riau yang berada di daerah pesisir dan dataran. rendah menyebabkan sebagian besar daerahnya mempunyai tanah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Propinsi Riau yang berada di daerah pesisir dan dataran. rendah menyebabkan sebagian besar daerahnya mempunyai tanah dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Propinsi Riau yang berada di daerah pesisir dan dataran rendah menyebabkan sebagian besar daerahnya mempunyai tanah dasar yang lunak, umumnya berupa endapan

Lebih terperinci