PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI"

Transkripsi

1 BLE 08 = EVALUASI PELEDAKAN DAN PELAPORAN PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan berbagai macam kegiatan selalu berhadapan dengan kenyataan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan baik, misalnya pekerjaan konstruksi bendungan memerlukan batuan pengguruk pembentuk bendungan yang sangat banyak, konstruksi saluran irigasi terpaksa harus melintasi gunung yang perlu terowongan, pekerjaan konstruksi jalan harus melintasi gunung yang perlu penanganan khusus dan dipotong. Menghadapi kenyataan medan lokasi dan kondisi yang ada sedemikian rupa, kiranya perlu suatu upaya penyelesaian konstruksi yang melibatkan para ahli, antara lain Ahli peledakan yang dimanfaatkan untuk memotong gunung atau membuat terowongan dibawah gunung atau dibawah dataran tinggi untuk saluran irigasi atau untuk jalan. Modul BLE 08 =, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan untuk melatih atau membentuk ahli peledakan yang bermutu, mampu dan mau melakukan evaluasi kegiatan peledakan dan membuat laporan sebagai dasar untuk penyempurnaan peledakan dimasa mendatang. Dimaklumi bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan perlu koreksi dan sumbang saran untuk penyempurnaan, maka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penuh harapan berkenan menyampaikan saran dan pendapatnya untuk penyempurnaan. Terima kasih ii

3 LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : AHLI PELEDAKAN TUJUAN PELATIHAN : A. Tujuan Umum Pelatihan Setelah mengikuti peserta diharapkan mampu : Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi peledakan pada lokasi peledakan yang mengacu kepada teknologi dan peraturan perundang-undangan yang berwawasan keselamatan, kesehatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan peraturan perundang-undangan / ketentuan-ketentuan yang berkaitan peledakan 2. Menguasai lokasi medan peledakan 3. Merencanakan pola pengeboran dan peledakan 4. Menyiapkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengeboran 5. Menyiapkan, mengawasi dan melakukan pelaksanaan peledakan 6. Mengevaluasi setiap hasil peledakan dan membuat laporan Seri / Judul Modul = BLE 08 : TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu melakukan evaluasi kegiatan peledakan secara tepat dan akurat sesuai dengan prosedur, teknologi dan peraturan perundangundangan serta cita-cta dan tujuan yang ditentukan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu : 1. Mengevaluasi dan laporan penerapan peraturan perundang-undangan 2. Mengevaluasi hasil peledakan dan pengeboran 3. Membuat laporan penggunaan bahan peledakan 4. Membuat laporan peledakan 5. Mengevaluasi dan laporan penggunaan logistik dan peralatan iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i LEMBAR TUJUAN...ii DAFTAR ISI... iii DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL... iv DAFTAR GAMBAR... v PANDUAN PEMBELAJARAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Maksud dan Tujuan Evaluasi dan Pelaporan BAB 2 EVALUASI PENERAPAN PERATURAN TERKAIT PELEDAKAN 2.1 Umum Gudang Bahan Peledak Persyaratan Gudang Bahan Peledak di Permukaan Tanah Persyaratan Gudang Bahan Peledak dibawah Tanah Tata Cara Penyimpanan Bahan Peledak Pengangkutan Peledakan BAB 3 EVALUASI DAN PELAPORAN PELEDAKAN 3.1 Umum Evaluasi dan Pelaporan Pengeboran Evaluasi proses pengeboran Evaluasi kegiatan operasional peledakan Pelaporan Peledak Tindak lanjut evaluasi dan pelaporan BAB 4 PELAPORAN PENGGUNAAN LOGISTIK DAN PERALATAN 4.1 Umum Peran Administrasi Logistik Laporan Penggunaan Peralatan Umum Jenis Laporan Isi Laporan iv

5 4.3.4 Bentuk Laporan Mengisi Laporan Penyampaian Laporan Laporan K Perhatian bagi Operator Peralatan Contoh Laporan Tindak lanjut hasil evaluasi dan pelaporan RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA v

6 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Peledakan dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang did alamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (per formance criteria) dan batasanbatasan penilaian serta variabel-variabelnya. 2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan : pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul pelatihan seperti tercantum dalam DAFTAR MODUL dibawah ini yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi. DAFTAR MODUL Kode Judul Modul 1. BLE 01 UUJK, Etos Kerja dan Etika Profesi 2. BLE 02 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Peledakan 3. BLE 03 Manajerial Dalam Kegiatan Peledakan 4. BLE 04 Karakteristik Material yang akan Diledakan 5. BLE 05 Perencanaan Peledakan 6. BLE 06 Pola Pengeboran 7. BLE 07 Pola Peledakan 8. BLE 08 vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Gambar vii

8 PANDUAN PEMBELAJARAN A. BATASAN Item Batasan 1. Seri / Judul BLE 08 = Evaluasi Peledakan dan Pelaporan Keterangan 2. Deskripsi Materi ini dikembangkan untuk membekali peserta pelatihan tentang Evaluasi Peledakan dan Pelaporan yang merupakan dasar mata pelatihan Inti Keahlian yang harus dikuasai untuk dipraktekkan dalam pelaksanaan tugas sebagai ahli peledakan, sehingga tingkat kompetensinya dapat diukur secara jelas dan lugas yaitu : mampu dan mau melakukan evaluasi peledakan secara komprehensif. Selain modul ini, masih ada modul-modul lainnya yang merupakan unsur-unsur dalam satu kesatuan paket pelatihan yang juga harus dikuasai dan diterapkan dalam pelaksanaan tugas. 3. Tempat kegiatan Didalam ruang kelas lengkap dengan 4. Waktu pembelajaran fasilitasnya 4 jam pembelajaran (1 jp = 45 menit) atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan viii

9 B. PROSES PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah pembukaan : Menjelaskan/ pengantar modul Menjelaskan TIK dan TIU, pokok/ sub pokok bahasan Merangsang motivasi dan minat peserta untuk mengerti dan dapat membandingkan pengalamannya Waktu = 15 menit Mengikuti penjelasan pengantar TIU, TIK dan pokok/ sub pokok bahasan Mengajukan pertanyaan, apabila kurang jelas OHT1 2. Penjelasan Bab I Pendahuluan Umum Maksud dan Tujuan Waktu = 10 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT2 3. Penjelasan Bab 2 Evaluasi Penerapan Peraturan terkait Peledakan Umum Gudang peledak Persyaratan gudang Persyaratan gudang bawah tanah Waktu = 45 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT3 ix

10 Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 4. Penjelasan Bab 3 Evaluasi dan Pelaporan Peledakan Umum Evaluasi dan pelaporan pengeboran Evaluasi proses pengeboran Evaluasi operasional peledakan Pelaporan peledakan Waktu = 30 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT4 5. Penjelasan Bab 4 Pelaporan Penggunaan Logistik dan Peralatan Umum Administrasi Logistik Laporan Peralatan Laporan K3 Waktu = 30 menit Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi Mencatat hal-hal penting Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT5 6. Rangkuman Rangkuman Diskusi Tanya jawab Peserta diberi kesempatan berdiskusi / tanya jawab dan membandingkan pengalaman OHT6 Waktu : 30 menit x

11 MATERI SERAHAN xi

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Segala kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang menggunakan sumber daya termasuk alat-alat berat baik yang menyangkut pengoperasian maupun pemeliharaan dievaluasi dan harus dapat diinformasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pengelolaan kegiatan dan sumber daya mulai dari pimpinan/ manajer sampai tingkat pelaksana dan pengawas di lapangan. Seorang ahli peledakan yang telah berhasil melaksanakan tugasnya mengoperasikan peledakan dengan baik tiap hari, akan dapat diketahui dengan benar oleh atasan langsungnya bila tenaga ahli tersebut telah memberikan laporan secara tepat dan benar. Sebaliknya seorang ahli yang mungkin tidak setiap hari berada di lapangan akan mendapatkan informasi yang benar tentang prestasi bawahnya dan operatornya dan kehandalan peralatan yang dioperasikan di lapangan bila telah ada laporan dari petugas dibawahnya. Dan laporan yang sampai tersebut bersumber dari laporan harian, mingguan atau bulanan yang dibuat oleh bawahan yang memiliki disipin tinggi. Dalam masalah laporan ini faktor yang penting untuk diperhatikan adalah informasi yang disampaikan harus benar, lengkap dan disampaikan tepat waktu dikirim kepada orang/ pejabat atau organisasi yang tepat. 1.2 Maksud dan Tujuan Evaluasi dan Laporan Laporan operasi dibuat dengan maksud untuk dapat mencatat semua kegiatan dan kondisi alat-alat berat setiap harinya sehingga dapat diketahui dengan pasti bahwa penggunaan bahan dan peralatan serta metoda pelaksanaannya dioperasikan dengan benar untuk dapat berproduksi secara optimal. Dengan adanya laporan operasi dari tangan pertama yaitu : operator, maka dapat diadakan tindak lanjut berupa penyusunan laporan berikutnya berupa laporan mingguan atau bulanan yang akan menjadi bahan masukan utama bagi manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan. Disisi lain dengan adanya laporan operasi yang benar dan sampai ke tangan pejabat terkait tepat waktu, maka secepatnya dapat dilakukan tindak turun tangan terhadap masalah yang timbul di lapangan dan belum dapat diatasi secara langsung oleh pejabat di lapangan. 1-1

13 Pelatihan Ahli Peledakan BAB 2 EVALUASI PENERAPAN PERATURAN TERKAIT PELEDAKAN 2.1 Umum Kegiatan pembangunan yang menggunakan bahan peledak perlu ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian yang sangat serius dan penuh tanggung jawab. Karena bahan peledak dapat disalah gunakan untuk kepentingan-kepentingan lain. Untuk menjamin dan menjaga jangan sampai terjadi penyimpangan penggunaan bahan peledak telah banyak peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan yang diterbitkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang perlu diketahui dipahami dan diterapkan secara konsisten dan disiplin. Salah satu contoh peraturan perundang-undangan yang menyangkut bahan peledak dan peledakan yang dapat dipergunakan adalah : Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 555 K/26/MPE/1995, tanggal 22 Mei 1995 tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum, perlu dievaluasi penerapannya dan dibuat laporannya. 2.2 Gudang Bahan Peledak Bahan peledak harus disimpan pada gudang khusus untuk bahan peledak yang memiliki persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, meliputi perizinan, persyaratan fisik gudang, jenis-jenis gudang bahan peledak, jarak aman dari fasilitas umum, dan tata cara penyimpanan bahan peledak dalam gudang, perlu di evaluasi pelaksanaannya, berikut ini daftar simak evaluasi penerapan peraturan perundangundangan. a. Izin gudang bahan peledak (1) Bahan peledak yang disimpan di tambang hanya pada gudang yang telah mempunyai izin dengan kapasitas tertentu. (2) Bahan peledak yang digunakan untuk kegiatan lain harus mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (3) Permohonan izin gudang bahan peledak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus melampirkan: a. gambar konstruksi gudang bahan peledak sengan skala 2-1

14 Pelatihan Ahli Peledakan 1 : 100 b. gambar situasi gudang bahan peledak dengan skala 1 : 5000 yang memperhatikan jarak aman (4) Permohonan izin gudang bahan peledak di bawah tanah harus dilengkapi dengan peta dan spesifikasi yang memperhatikan rancang bangun dan lokasi gudang bahan peledak. (5) Detonator tidak boleh disimpan dalam gudang yang sama dengan bahan peledak lainnya (6) Persyaratan untuk mendapatkan izin gudang bahan peledak ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang (7) Masa berlaku izin gudang bahan peledak sesuai yang diterbitkan yang berwenang. b. Ketentuan umum gudang bahan peledak (1) Gudang bahan peledak di permukaan tanah harus memenuhi jarak aman terhadap lingkungan. (2) Apabila dua atau lebih gudang berada pada satu lokasi setiap gudang harus memenuhi jarak aman minimum (3) Apabila dua atau lebih gudang yang jaraknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), jarak aman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberlakukan terhadap jumlah keseluruhan bahan peledak yang disimpan dalam kesatuan atau kelompok gudang tersebut. c. Pengamanan gudang bahan peledak (1) Setiap gudang bahan peledak harus dilengkapi dengan: a. thermometer yang ditempatkan di dalam ruang penimbunan; b. tanda dilarang merokok dan dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan ; 2-2

15 Pelatihan Ahli Peledakan c. hanya satu jalan masuk; dan d. alat pemadam api yang diletakkan ditempat yang mudah dijangkau di luar bangunan gudang. (2) Sekitar gudang bahan peledak harus dilengkapi lampu penerangan dan harus dijaga 24 jam terus menerus oleh orang yang dapat dipercaya. Rumah jaga harus dibangun di luar gudang dan dapat untuk mengawasi sekitar gudang dengan mudah. (3) Sekeliling lokasi gudang bahan peledak harus dipasang pagar pengaman yang dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci. (4) Untuk masuk ke dalam gudang hanya diperbolehkan menggunakan lampu senter kedap gas. (5) Dilarang memakai sepatu yang mempunyai alas besi, membawa korek api atau barang-barang lain yang dapat menimbulkan bunga api ke dalam gudang. (6) Sekeliling gudang bahan peledak peka detonator harus dilengkapi tanggul pengaman yang tingginya 2 (dua) meter dan lebar bagian atas 1 (satu) meter dan apabila pintu masuk berhadapan langsung dengan pintu gudang, harus dilengkapi dengan tanggul sehingga jalan masuk hanya dapat dilakukan dari samping. (7) Apabila gudang bahan peledak dibangun pada material kompak yang digali, maka tanggul yang terbentuk pada semua sisi harus sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6). (8) Apabila ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) untuk gudang Amonium Nitrat dan ANFO, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. gudang dengan kapasitas kurang dari kilogram pada bagian dalamnya harus dipasang pemadam api otomatis yang dipasang pada bagian atas, dan b. gudang dengan kapasitas kilogram atau lebih harus dilengkapi dengan hidran yang dipasang di luar gudang yang dihubungkan dengan sumber air bertekanan. 2-3

16 Pelatihan Ahli Peledakan 2.3 Persyaratan gudang bahan peledak di permukaan tanah a. Pengaturan ruangan (1) Gudang berbentuk bangunan untuk menyimpan bahan peledak peka detonator harus terdiri dari: a. ruangan belakang untuk penyimpanan bahan peledak, dan; b. ruangan depan untuk penerimaan dan pengeluaran bahan peledak. (2) Pintu ruangan belakang tidak boleh berhadapan langsung dengan pintu ruangan depan dan kedua pintu tersebut dilengkapi kunci yang kuat. (3) Ruangan gudang bahan peledak dari jenis lainnya dapat terdiri dari satu ruangan tetapi harus disediakan tempat khusus untuk pemeriksaan dan atau menghitung bahan peledak yang letaknya berdekatan tetapi tidak menjadi satu dengan gudang tersebut. b. Gudang bahan peledak sementara (1) Gudang bahan peledak peka detonator : a. Gudang berbentuk bangunan: 1) dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar; 2) dibuat dari atap seringan mungkin; 3) dibuat dengan dinding yang pejal; 4) dilengkapi dengan lubang ventilasi pada bagian atas dan bawah; 5) mempunyai hanya satu pintu; 6) dilengkapi dengan alat penangkal petir dengan resistans pembumian lebih kecil dari 5 ohm; 7) bebas kebakaran dalam radius 30 meter; 8) lantai gudang terbuat dari bahan yang tidak menimbulkan percikan bunga api; dan 9) tidak boleh ada besi yang tersingkap sampai 3 meter dari lantai. 2-4

17 Pelatihan Ahli Peledakan b. Gudang berbentuk kontener: 1) terbuat dari pelat logam dengan ketebalan minimal 3 milimeter; 2) dilengkapi dengan lubang ventilasi pada bagian atas dan bawah; 3) dilapisi dengan kayu pada bagian dalam; 4) dibuat sedemikian rupa sehingga air hujan tidak dapat masuk; 5) mempunyai satu pintu; dan 6) dilengkapi dengan alat penangkal petir dengan resistans pembumian lebih kecil dari 5 ohm; c. Kapasitas gudang bahan peledak sementara tidak boleh lebih dari: 1) kilogram untuk gudang berbentuk bangunan; 2) kilogram untuk gudang berbentuk kontener. (2) Gudang bahan peledak peka primer : a. gudang berbentuk bangunan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1), kecuali huruf a butir 3) dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram; dan b. gudang berbentuk kontener harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1), kecuali huruf b butir 3) ini dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram. (3) Gudang bahan ramuan bahan peledak : a. gudang berbentuk bangunan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1), kecuali huruf a butir 3) dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram; dan b. gudang berbentuk kontener harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1), kecuali huruf b butir 3) ini dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram. 2-5

18 Pelatihan Ahli Peledakan c. Gudang transit (1) Bahan peledak peka detonator tidak boleh disimpan dalam gudang bahan peledak transit dan harus langsung dismpan dalam gudang utama. (2) Gudang bahan peledak peka primer : a. gudang berbentuk bangunan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a butir 8) peraturan ini dan mempunyai tidak lebih dari kilogram; dan b. gudang berbentuk kontener harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf b butir 3). (3) Gudang bahan ramuan bahan peledak : a. gudang berbentuk bangunan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a butir 3) dan 8); dan b. gudang berbentuk kontener atau tangki hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang telah mendapat izin Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dan bahan ramuan bahan peledak tersebut harus tetap tersimpan dalam kemasan aslinya. Kapasitas tiap kontener atau tangki tidak lebih dari kilogram dan kapasitas tiap daerah penimbunan tersebut tidak boleh lebih dari kilogram. (4) Gudang berbentuk bangunan untuk bahan ramuan bahan peledak harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a butir 3) dan 8) dengan ketentuan tambahan : a. (i) lantai tidak terbuat dari kayu atau bahan lain yang dapat menyerap lelehan Amonium Nitrat; (ii) bangunan dan daerah sekitarnya harus kering; dan (iii) bagian dalam gudang serta palet tidak boleh menggunakan besi galvanisir, seng, tembaga atau timah hitam 2-6

19 Pelatihan Ahli Peledakan b. Kapasitas gudang tidak boleh lebih dari kilogram. d. Gudang utama (1) Gudang penyimpanan bahan peledak peka detonator harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram. (2) Gudang bahan peledak peka primer harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram. (3) Gudang bahan ramuan bahan peledak : a. untuk gudang berbentuk bangunan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf a butir 3) dan mempunyai kapasitas tidak lebih dari kilogram; b. untuk gudang berbentuk tangki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) tangki tidak boleh terbuat dari bahan tembaga, timah hitam, seng atau besi galvanisir; 2) pada bagian atas harus tersedia bukaan sebagai lubang pemeriksaan dan harus tersedia tempat khusus bagi operator untuk melakukan pemeriksaan; 3) pipa pengeluaran harus tereletak pada bagian bawah; dan 4) pada bagian atas harus tersedia katup untuk pengeluaran tekanan udara yang berlebihan. c. untuk gudang berbentuk kontener harus memenuhi persyaratan sebagai-mana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (1) kecuali huruf b butir 3). 2-7

20 Pelatihan Ahli Peledakan e. Jarak aman (1) Cara penetapan jarak aman gudang peka detonator ditentukan sebagai berikut: a. setiap detonator 8 setara dengan 1 (satu) kilogram bahan peka detonator. Untuk detonator yang kekuatannya melebihi detonator 8 harus disesuaikan laagi dengan ketentuan pabrik pembuatnya; b. setiap 330 meter sumbu ledak dengan spesifikasi 50 sampai dengan 60 grain setara dengan 4 kilogram. (2) Jarak aman gudang sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (1), 56 ayat (1) dan pasal 58 ayat (1) 2.4 Persyaratan gudang bahan peledak di bawah tanah a. Konstruksi dan lokasi gudang di bawah tanah (1) Gudang di bawah tanah harus dibangun di lokasi yang kering, bebas dari kemungkinan bahaya api, jauh dari jalan masuk udara utama, terlindung dari kemungkinan kejatuhan batuan dan banjir serta harus terpisah dari tempat kerja di tambang. (2) Konstruksi gudang harus cukup kuat dan mempunyai dinding yang rata serta dilengkapi dengan lubang ventilasi dan aliran udara yang cukup. (3) Lokasi gudang di bawah tanah dalam garis lurus sekurang-kurangnya berjarak: a. 100 meter dari sumuran tambang atau gudang bahan peledak di bawah tanah lainnya; b. 25 meter dari tempat kerja; c. 10 meter dari lubang naik atau lubang turun untuk orang dan peng-angkutan; dan d. 50 meter dari lokasi peledakan. 2-8

21 Pelatihan Ahli Peledakan b. Pengaturan ruangan (1) Gudang di bawah tanah harus memenuhi persyaratan berikut ini : a. kering dan datar; b. hanya mempunyai satu pintu yang kuat dan dapat dikunci jalan masuk dan dilengkapi dengan pintu yang kuat dan dapat dikunci; dan c. mempunyai dua ruangan yang dihubungkan dengan pintu yang dapat dikunci: 1) ruang depan dekat pintu masuk digunakan untuk penerimaan dan pengeluaran atau pengambilan bahan peledak, memeriksa dan menghitung bahan peledak yang akan dipakai, ruangan ini harus dilengkapi dengan loket atau meja dan buku catatan bahan peledak; dan 2) ruangan belakang harus cukup luas dan hanya digunakan untuk menyimpan bahan peledak 2.5 Tata cara penyimpanan bahan peledak a. Persyaratan umum (1) Bahan peledak harus disimpan dalam kemasan aslinya dan dicantumkan tanggal penyerahan bahan peledak tersebut ke gudang, tulisan harus jelas pada kemasannya dan mudah dibaca tanpa memindahkan kemasan. (2) Detonator harus tersimpan terpisah dengan bahan peledak lainnya di dalam gudang bahan peledak peka detonator. (3) Bahan peledak peka detonator tidak boleh disimpan di gudang bahan peledak peka primer atau di gudang bahan ramuan bahan peledak. (4) Bahan peledak peka primer dapat disimpan bersamasama di dalam gudang bahan peledak peka detonator tetapi tidak boleh disimpan bersama-sama dalam gudang 2-9

22 Pelatihan Ahli Peledakan bahan ramuan bahan peledak. (5) Bahan ramuan bahan peledak dapat disimpan bersamasama di dalam gudang bahan peledak peka primer dan atau di dalam gudang bahan peledak peka detonator. (6) Amunisi dan jenis mesiu lainnya hanya dapat disimpan dengan bahan peledak lain di dalam gudang bahan peledak apabila ditumpuk pada tempat terpisah dan semua bagian yang terbuat dari besi harus dilapisi dengan pelat tembaga atau alumunium atau ditutupi dengan beton sampai tiga meter dari lantai. (7) Temperatur ruangan bahan peledak untuk: a. bahan ramuan tidak boleh melebihi 55 Celcius; dan b. peka detonator tidak boleh melebihi 35 Celcius. b. Petugas gudang dan pengamanan bahan peledak (1) Kepala Teknik Tambang yang menggunakan bahan peledak harus: a. dapat memastikan bahwa bahan peledak tersimpan di tambang dengan aman; b. mengangkat orang yang cakap sebagai petugas administrasi bahan peledak di tambang dan orang tersebut setidak-tidaknya harus mem-punyai sertifikat juru ledak kelas II dan diyakini telah memahami peraturan-peraturan bahan peledak; dan c. dapat memastikan bahwa petugas gudang bahan peledak diangkat dalam jumlah yang cukup untuk mengawasi gudang dengan baik. (2) Gudang dan bahan peledak hanya dapat ditangani oleh petugas yang telah berumur 21 tahun ke atas, berpengalaman dalam menangani dan menggunakan bahan peledak dan mempunyai wewenang secara tertulis yang dikeluarkan oleh Kepala Teknik Tambang untuk menjadi petugas gudang bahan peledak dan namanya harus didaftarkan dalam Buku Tambang. (3) Petugas gudang bahan peledak harus memeriksa 2-10

23 Pelatihan Ahli Peledakan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran bahan peledak. (4) Petugas gudang bahan peledak harus memastikan bahwa gudang bahan peledak harus selalu terkunci kecuali pada saat dilakukan pemeriksaan, inventarisasi, pemasukan, dan pengeluaran bahan peledak. (5) Dilarang masuk ke dalam gudang bahan peledak bagi orang yang tidak berwenang, kecuali Pelaksana Inspeksi Tambang dan Polisi. (6) Bahan peledak hanya boleh ditangani oleh juru ledak an petugas gudang bahan peledak. c. Buku catatan bahan peledak (1) Di dalam gudang bahan peledak harus tersedia buku catatan bahan peledak yang berisi: a. nama, jenis, dan jumlah keseluruhan bahan peledak serta tanggal penerimaan; dan b. lokasi dan jumlah bahan peledak yang disimpan. (2) Pada setiap gudang bahan peledak harus tersedian daftar persediaan yang secara teratur selalu disesuaikan dan dalam rinciannya tercatat: a. nama dan tanda tangan petugas yang diberi wewenang untuk menerima dan mengeluarkan bahan peledak yang namanya tercatat dalam Buku Tambang; b. jumlah setiap jenis bahan peledak dan atau detonator yang masuk dan keluar dari gudang bahan peledak; c. tanggal dan waktu pengeluaran serta pengembalian bahan peledak; d. nama dan tanda tangan petugas yang menerima bahan peledak; dan e. lokasi peledakan dan tujuan permintaan/pengeluaran bahan peledak. (3) a. Kepala Teknik Tambang harus mengirimkan laporan triwulan mengenai persediaan persediaan dan 2-11

24 Pelatihan Ahli Peledakan pemakaian bahan peledak kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang; dan b. bentuk laporan triwulan sebagaimana dimaksud butir (a) ayat ini ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini harus diarsipkan, setidak-tidaknya untuk satu tahun. d. Penerimaan dan pengeluaran bahan peledak (1) Petugas yang mengambil bahan peledak harus menolak atau mengembalikan bahan peledak yang dianggap rusak atau berbahaya atau tidak layak digunakan. (2) Penerimaan dan pengeluaran bahan peledak harus dilakukan pada ruangan depan gudang bahan peledak dan pada saat melakukan pekerjaan pintu penghubung harus ditutup. (3) Jenis bahan peledak yang dibutuhkan harus dikeluarkan dari gudang sesuai dengan urutan waktu penerimaan. (4) Bahan peledak dan detonator yang dikeluarkan harus dalam kondisi baik dan jumlahnya tidak lebih dari jumlah yang diperlukan dalam satu gilir kerja. (5) Bahan peledak sisa pada akhir gilir harus segera dikembalikan ke gudang. Membuka kembali kemasan bahan peledak yang dikembalikan tidak perlu dilakukan apabila bahan peledak tersebut masih dalam kemasan atau peti aslinya seperti waktu dikeluarkan. (6) Bahan peledak yang rusak supaya segera dimusnahkan dengan cara yang aman mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (7) Data dari bahan peledak yang rusak meliputi jumlah, jenis, merek, dan kerusakan yang terlihat harus dilaporkan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang untuk mendapatkan saran penanggulangannya. (8) Sumbu api harus diperiksa pada waktu diterima dan 2-12

25 Pelatihan Ahli Peledakan secara teratur terlihat kemungkinan adanya kerusakan dan diuji kecepatan nyalanya. Setelah itu dengan selang waktu tertentu untuk memastikan kondisinya baik dan diuji kecepatan nyalanya. Kecepatan nyala sumbu api yang baik setiap satu meter antara 90 detik sampai 110 detik atau sesuai dengan spesifikasi pabrik. (9) Kemasan yang kosong atau bahan pengemas lainnya tidak boleh disimpan di gudang bahan peledak atau gudang detonator. (10) Membuka kemasan bahan peledak dan detonator harus dilakukan dibagian depan gudang bahan peledak. e. Penyimpanan bahan peledak peka detonator (1) Apabila bahan peledak peka detonator disimpan di dalam gudang berbentuk bangunan harus: a. tetap dalam kemasan aslinya; dan b. diletakkan di atas bangku dengan tinggi sekurangkurangnya 30 senti-meter dari lantai gudang, dan: 1) tinggi tumpukkan maksimum 5 peti dan panjang tumpukkan disesuai-kan dengan ukuran gudang; 2) diantara tiap lapisan peti harus diberi papan penyekat yang tebalnya paling sedikit 1,5 sentimeter 3) jarak antara tumpukkan satu dengan tumpukkan berikutnya sekurang-kurangnya 80 sentimeter; dan 4) harus tersedia ruang bebas antara tumpukan dengan dinding gudang sekurang-kurangnya 30 sentimeter. (2) Apabila disimpan dalam gudang berbentuk peti kemas bahan peledak peka detonator harus: a. ditumpuk dengan baik sehingga udara dapat mengalir disekitar tumpukan, dan b. kapasitas penyimpanan tidak boleh melebihi kg. 2-13

26 Pelatihan Ahli Peledakan f. Penyimpanan bahan peledak peka primer (1) Apabila bahan peledak peka primer disimpan di dalam gudang berbentuk bangunan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. tetap dalam kemasan aslinya; b. bahan peledak dalam kemasan yang beratnya sekitar 25 kgram disimpan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1); c. bahan peledak dalam kemasan sekitar kilogram: 1) harus disimpan dengan pellet kayu aslinya; 2) penerimaan dan pengeluaran bahan peledak tidak boleh dilakukan secara manual; dan 3) harus disimpan dalam bentuk tumpukan dengan ketentuan: a) tinggi tumpukan tidak lebih dari 3 (tiga) kemasan; b) harus tersedia ruang bebas antara tumpukan dengan dinding gudang sekurang-kurangnya 75 sentimeter; dan c) harus tersedia lorong yang bebas hambatan sehingga alat angkut dapat bekerja dengan bebas dan aman. d. dalam tumpukan melebihi ketentuan ayat (1) huruf c butir 3) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang; dan e. alat pengangkut tidak boleh ditinggalkan di dalam gudang tanpa operator. (2) Apabila bahan peledak peka primer disimpan dalam gudang berbentuk kontener harus memenuhi sebagai berikut: a. tetap dalam kemasan aslinya; b. bahan peledak dalam kemasan sekitar 25 kilogram dan harus disimpan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1), dan 2-14

27 Pelatihan Ahli Peledakan c. mempunyai kapasitas tidak boleh lebih dari kilogram. g. Penyimpanan bahan ramuan bahan peledak (1) Penyimpanan dalam gudang berbentuk bangunan: a. bahan ramuan dalam kemasan yang beratnya 30 kilogram, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1), kecuali bahwa tinggi tumpukan tidak lebih dari 10 kantong dengan lebar tidak lebih dari 8 kantong; b. bahan ramuan dalam kemasan yang beratnya kilogram, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) huruf c; dan c. alat pengangkat bermesin motor bakar tidak boleh ditinggalkan di dlaam gudang tanpa operator. (2) Penyimpanan dalam gudang berbentuk kontener: a. harus ditumpuk dengan baik sehingga udara dapat mengalir disekitar tumpukan; dan b. kapasitas kontener tidak boleh lebih dari kilogram. (3) Penyimpanan bahan ramuan bahan peledak dalam kontener aslinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. kontener hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang telah diizinkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (3) huruf b dan c. b. kontener harus disusun rapat dan baik sehingga pintu-pintunya tidak dapat dibuka; dan c. dalam hal tumpukan lebih dari dua kontener, maka harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (4) Bahan ramuan bahan peledak yang berbentuk cair atau agar-agar (gel) hanya boleh disimpan dalam gudang berbentuk tangki. 2-15

28 Pelatihan Ahli Peledakan h. Penyimpanan detonator (1) Persediaan detonator harus seimbang dengan jumlah persediaan bahan peledak (2) Detonator yang sudah rusak harus segera dimusnahkan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (3) Dilarang menyimpan detonator bersama-sama dengan bahan peledak lainnya. i. Penyimpanan di bawah tanah (1) Bahan peledak di bawah tanah harus disimpan di dalam gudang bahan peledak, apabila jumlahnya kurang dari 50 kilogram, maka bahan peledak tersebut boleh disimpan dalam kontener sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (3). (2) Gudang bahan peledak di bawah tanah hanya dapat dipergunakan untuk menyimpan bahan peledak untuk pemakaian paling lama dua hari dua malam yang jumlahnya tidal lebih dari kilogram. (3) Apabila tidak tersedia gudang di bawah tanah sedangkan pemakaian lebih besar dari 50 kilogram dalam waktu kurang dari 24 jam, maka harus tersedia tempat untuk penyimpanan sementara yang mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. j. Pemeriksaan gudang (1) Paling tidak sekali seminggu, isi dari gudang bahan peledak harus diperiksa dengan teliti oleh Kepala Teknik Tambang atau petugas yang berwenang dan temuantemuannya harus didaftarkan pada buku yang tersedia untuk itu. 2-16

29 Pelatihan Ahli Peledakan 2.6. Pengangkutan Ketentuan pengangkutan (1) Bahan peledak harus diserahkan dan disimpan di gudang dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam sejak tibanya dalam wilayah kegiatan pertambangan. (2) Dilarang mengangkut bahan peledak ke atau dari gudang bahan peledak atau di sekitar tambang kecuali dalam peti aslinya yang belum dibuka atau wadah tertutup yang digunakan khusus untuk keperluan itu. Apabila dalam pemindahan bahan peledak dari peti aslinya ke dalam wadah tertutup terdapat sisa, maka sisa tersebut harus segera dikembalikan ke gudang bahan peledak. (3) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengeluarkan petunjuk teknis untuk mengatur pengangkutan, pemindahan, atau pengiriman semua jenis bahan peledak dan detonator di dalam atau disekitar wilayah kegiatan usaha pertambangan. (4) Kepala Teknik Tambang harus membuat peraturan perusahaan untuk mengatur pengangkutan, pemindahan, dan pengiriman bahan peledak yang sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana dimaksud ayat (1). 2.7 Peledakan a. Peraturan pelaksanaan pekerjaan peledakan (1) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengeluarkan petunjuk teknis untuk mengatur pelaksanaan pekerjaan peledakan di tambang. (2) Kepala Teknik Tambang harus membuat peraturan perusahaan untuk mengatur pelaksanaan pekerjaan peledakan di tambang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 2-17

30 Pelatihan Ahli Peledakan b. Peralatan dan bahan-bahan (1) Pada setiap tambang yang menggunakan bahan peledak harus tersedia peralatan dan bahan yang diperlukan agar pekerjaan peledakan dapat dilaksanakan dengan aman. (2) Dalam pekerjaan peledakan harus menggunakan peralatan yang disediakan oleh Kepala Teknik Tambang. Kepala Teknik Tambang atau petugas yang menangani bahan peledak pada setiap tambang yang menggunakan bahan peledak harus: a. memastikan bahwa setiap peralatan, termasuk kendaraan yang digunakan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan peledakan adalah: 1) sesuai dengan maksud penggunaannya; dan 2) disimpan, diperiksa, dan dipelihara agar tetap dapat digunakan dengan aman b. memastikan bahwa bahan peledak ditangani secara aman. (4) Setiap mesin peledak di tambang harus dilengkapi dengan engkol atau kunci yang dapat dilepas, sehingga tanpa peralatan tersebut mesin peledak tidak dapat digunakan. c. Pengangkatan dan kualifikasi Juru Ledak (1) Kepala Teknik Tambang harus mengangkat orang yang berkemampuan dalam melaksanakan pekerjaan peledakan (2) Orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berumur sekurang-kurangnya 21 tahun dan memiliki Kartu Izin Meledakkan (KIM) yang dikeluarkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (3) KIM hanya berlaku untuk tambang yang tercantum dalam kartu tersebut dan nama Juru Ledak harus didaftarkan dalam Buku Tambang. 2-18

31 Pelatihan Ahli Peledakan (4) KIM hanya dapat diberikan kepada Juru Ledak yang telah memiliki sertifikat. (5) Direktur Jenderal mengangkat panitia tetap pengujian juru ledak. (6) Direktur Jenderal menetapkan ketentuan yang berhubungan dengan : a. cara kerja panitia penguji; b. pelaksanaan pengujian; c. kualifikasi dari peserta kursus juru ledak; d. biaya untuk pengujian juru ledak; e. kelas sertifikat juru ledak; dan f. materi pengujian juru ledak. (7) Setiap sertifikat juru ledak yang diberikan oleh Instansi di dalam ataupun di luar Indonesia dapat diakui oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (8) Setiap sertifikat yang telah diakui sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) menjadi sama nilainya dengan sertifika t juru ledak dapat digunakan untuk mendapatkan KIM. (9) Setiap juru ledak yang memiliki KIM untuk suatu tambang harus mengembalikan KIM nya melalui Kepala Teknik Tambang kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan, apabila yang bersangkutan tidak bekerja lagi. d. Kursus Juru Ledak (1) Untuk mendapatkan pengalaman dalam pekerjaan peledakan, Kepala Teknik Tambang harus menyediakan sarana pendidikan kepda orang yang akan bertugas dalam pelaksanaan peledakan terutama bagi yang belum menunjukkan kemampuannya sebagai Juru Ledak. (2) Kepala Teknik Tambang harus mengambil langkah pengamanan untuk memastikan bahwa calon juru ledak selalu bekerja di bawah pengawasan yang ketat dari Juru Ledak yang ditugaskan itu. (3) Kepala Teknik Tambang harus menyusun program latihan 2-19

32 Pelatihan Ahli Peledakan yang diberikan untuk calon Juru Ledak dan harus mengawasi agar program tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. e. Pekerjaan peledakan (1) Kepala Teknik Tambang pada tambang yang menggunakan bahan peledak harus membuat peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan peledakan yang dapat: a. memastikan bahwa bahan peledak dapat digunakan secara aman; dan b. memastikan bahwa pekerjaan peledakan telah sesuai dengan peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (2) Juru Ledak yang bertugas melaksanakan peledakan atau yang mengawasi pekerjaan peledakan harus memastikan bahwa setiap tahap pekerjaan dilaksanakan secara aman dan sesuai dengan peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dan pedoman peledakan di tambang. (3) Dilarang melakukan peledakan kecuali Juru Ledak. (4) Dilarang mengisi lubang ledak atau meledakkan lubang yang sebelumnya sudah diledakkan, kecuali untuk tujuan menangani peledakan mangkir (gagal ledak) sesuai dengan cara yang telah ditetapkan. (5) Dilarang mencabut kabel detonator, sumbu api atau sistem lainnya dari lubang ledak yang telah diisi serta diberi primer. (6) Dilarang merokok atau membawa nyala api pada jarak kurang dari 10 meter dari bahan peledak. (7) Dilarang menggunakan sumbu api untuk peledakan di tambang bijih bawah tanah setelah tanggal yang akan ditentukan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. (8) Juru Ledak yang menangani atau mengawasi peledakan harus memastikan setiap peledakan tidak menimbulkan getaran ledakan yang berlebihan. 2-20

33 Pelatihan Ahli Peledakan f. Peledakan tidur (1) Peledakan tidur ( sleeping blasting) dapat dilakukan dengan ketentuan: a. tidak boleh menggunakan detonator di dalam lubang ledak, dan b. dilakukan pengamanan terhadap daerah peledakan tidur. (2) Apabila dalam peledakan tidur digunakan detonator di dalam lubang ledak, maka harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. g. Peledakan mangkir (gagal ledak) (1) Apabila terjadi peledakan mangkir maka juru ledak yang bertugas melakukan peledakan harus menghubungi pengawas dan pengawas tersebut harus: a. melarang setiap orang memasuki daerah bahaya tersebut kecuali juru ledak atau orang yang ditunjuknya; b. mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menentukan penyebabnya dan menangani peledakan mangkir tersebut; dan c. menunjuk petugas apabila diperlukan untuk mengambil langkah pengamanan untuk mencegah pencurian bahan peledak ataupun bahan pemicu ledaknya. (2) Suatu kejadian disebut sebagai peledakan mangkir apabila: a. pengujian sebelum peledakan menunjukkan ketidaksinambungan yang tidak dapat diperbaiki, atau b. sebuah lubang ledak atau bagian dari sebuah lubang ledak gagal meledak pada saat peledakan. 2-21

34 BAB 3 EVALUASI DAN PELAPORAN PELEDAKAN 3.1 Umum Evaluasi dan pelaporan peledakan merupakan salah satu unsur manajemen ahli peledakan yang berkeinginan atau bercita-cita kegiatan peledakan mendapatkan hasil yang optimal, efektif dan efisien. Sesuai dengan pengalaman dan beberapa referensi menunjukkan bahwa jarang ada keberhasilan peledakan di suatu tempat kemudian diterapkan di lokasi lain akan berhasil dan menghasilkan peledakan yang sama. Sehubungan itu setiap melakukan kegiatan perlu dilakukan evaluasi tingkat keberhasilan, kelemahan maupun kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi. 3.2 Evaluasi dan Pelaporan Pengeboran Pola pengeboran dilaksanakan berdasarkan hasil perencanaan peledakan yang hasilnya tertuang dalam desain pola pengeboran. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa desain pola pengeboran cukup baik, sehingga langkah-langkah evaluasi dan pelaporan pengeboran dibatasi pada kegiatan penyiapan lokasi peledakan sampai dengan pengakhiran pengeboran Penyiapan Lokasi Peledakan Penyiapan lokasi peledakan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu : a. Jalan masuk ke lokasi peledakan yang penting dievaluasi adalah jalan masuk yang tersedia apakah ada resiko/ potensi bahaya yang masih perlu perhatian dan perbaikan antara lain : (1) Elenyemen vertical dan horizontal dalam batas persyaratan jalan masuk lokasi peledakan (2) Perkiraan dan lebar permukaan jalan masuk sesuai kebutuhan pelayanan minimal (3) Panjang jalan diusahakan sependek mungkin (4) Tidak melintasi daerah ramai Apabila ada jawaban tidak tentunya harus dicari penyebabnya dan perlu perbaikan. 3-1

35 b. Pembersihan Permukaan Tentang pembersihan permukaan, dimaksudkan permukaan lokasi peledakan. Adapun yang perlu dievaluasi terdiri : (1) Permukaan lokasi bersih beban dari pohon dan semak-semak (2) Permukaan lokasi bersih dari lapisan tanah atau batuan berserakan (3) Terdapat lubang atau lubang jurang pada area permukaan c. Keadaan Site Plan Site plan merupakan peta/ denah dari penataan letak penataan titik-titik kegiatan yang menyangkut peledakan antara lain yang perlu dievaluasi terdiri dari : (1) Lokasi gudang bahan peledak dan detonator sesuai peraturan perundang-undangan (2) Jalan keluar masuk lokasi peledakan memenuhi syarat peraturan perundang-undangan (3) Letak kantor, fasilitas dan utilitas pada posisi tepat sesuai rencana (4) Tempat penimbunan dan pengolahan material hasil peledakan tepat dan terjangkau secara efektif dan efisien d. Tindakan Pengaman Lokasi Dalam kegiatan peledakan tindakan pengaman adalah fital, maka harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Semua jalan masuk yang melintasi lokasi peledakan diberi pintu atau rumah jaga (2) Alat sirine tersedia (3) Tanda-tanda lalu lintas dipasang secara lengkap dan tepat posisinya 3-2

36 (4) Pagar pengamanan pada lokasi yang ditentukan terpasang e. Drainase Khususnya tentang drainase akan menjadi penting mengingat bahwa kegiatan peledakan membutuhkan air, dilain pihak bahan peledak harus dihindarkan dari sentuhan air, dalam hal ini keadaan air di lingkungan lokasi peledakan harus terkendali. (1) Lokasi peledakan dimusim hujan tidak ada yang becek, tidak licin (2) Lokasi peledakan tidak amblas apabila dilalui peralatan/ kendaraan (3) Saluran air/ selokan jalan, tanggul dan saluran pengering terpelihara dan lancar mengalirkan air ke tempat tujuannya/ pembuangan Pengukuran dan Pembuatan Profil Berdasarkan desain pola pengeboran yang lengkap dengan dimensi dan ukuran-ukurannya supaya selalu dipergunakan acuan pengukuran dan pembuatan profil. Adapun unsur-unsurunya sebagai berikut : (1) Peralatan pengukuran dan pembuatan profil tersedia secara lengkap (2) Pengukuran sudut dilakukan menggunakan alat yang tersedia dan laik/ layak pakai (3) Prosedur pengoperasian alat ukur ditaati. (4) Pembuatan profil sebagai acuan pengeboran sesuai desain pola pengeboran lengkap ukuranukuran spasi, burden, jumlah baris lubang (5) Hasil pengukuran dan pembuatan profil dievaluasi dan diperiksa secara teliti (6) Informasi hasil pengukuran dan pembuatan profil lengkap dengan ukuran-ukuran dan diserahkan kepada juru bor. dimensi 3-3

37 3.2.3 Persiapan Pengeboran di Bawah Tanah Pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh ahli peledakan sebelum dilakukan pengeboran adalah : (1) Tanda-tanda pengamanan area/ lokasi peledakan sudah dipasang (2) Tanda-tanda lubang bor disertai spesifikasi dan dipasang secara cermat dan teliti Pengamanan sesuai Sikluas Pengeboran Siklus pekerjaan pengeboran yang perlu diamankan terdiri dari : (1) Pengeboran lubang ledak (blasthole drilling) (2) Pengisian lubang ledak (charging) (3) Peledakan (blasting) (4) Ventiliasi (ventilation) (5) Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan dan penyemenan dinding (scalling and grouting) bila diperlukan (6) Pemuatan dan pengangkutan (loading and hauling) (7) Mempersiapkan pengeboran untuk siklus baru (setting up the new round) 3.3 Evaluasi Proses Pengeboran Evaluasi Rencana Penambangan Rencana peledakan untuk penambangan (batu, batubara, em as dan lain-lain) perlu dilakukan evaluasi. Adapun evaluasi dapat dipergunakan daftar simak berikut ini. (1) Rencana target penambangan ditentukan : a. Volumenya b. Lamanya c. Cara penambangan d. Identifikasi kesulitannya 3-4

38 3.3.2 Pengeboran dan Peledakan Awal Biarpun pekerjaan persiapan/ pendahuluan belum selesai tuntas, sudah dapat dilakukan pengeboran khususnya untuk penambangan batu/ quarry tahap awal produksi yang dihasilkan masih banyak bercampur tanah ataupun batu-batu lapuk. Keadaan ini dapat dievaluasi pemanfaatan produksi misalnya batu lapuk dan tanah dapat dipergunakan untuk penimbunan lubang-lubang lingkungan lokasi peledakan atau untuk tambahan perkerasan jalan masuk Evaluasi Pola Pengeboran Pola pengeboran ditetapkan berdasarkan desain pola pengeboran dan dipilih untuk diterapkan pada lokasi peledakan yang sudah disurvei dan diteliti secara seksama termasuk didalamnya penelitian karekteristik material yang akan diledakan. Adapun daftar simak evaluasi pengeboran sebagai berikut : (1) Pengeboran dilakukan sesuai desain pola pengeboran yang dipilih (2) Alat pengeboran yang dipergunakan sesuai yang ditentukan/ desain (3) Jarak antara lubang bor (spasi = B) sesuai desain (4) Jarak antara lubang bor dengan tepi medan ledakan (burden = B) sesuai desain (5) Kedalaman lubang bor (kedalaman = L) sesuai desain (6) Ketinggian tebing jenjang peledakan (H=) sesuai desain (7) Tambahan/ perpanjangan lubang pengeboran sesuai desain (8) Lubang ular (snake hole) yang direncanakan dibuat sesuai ukuran, dimensi/ kemiringan (9) Ukuran diameter lubang pengeboran sesuai desain (10) Kedalaman, kelurusan ketegakan, lubang diperiksa dan hasilnya sesuai dengan desain 3-5

39 (11) Dalam pemeriksaan sedalam lubang bor tidak ada yang longsor (12) Pecahan/ serbuk material hasil pengeboran diambil contohnya sebagai dasar pemeriksaan jensi, sifat dan karekteristik material yang dibor (13) Bahan penutup lubang bor (stemming) disiapkan sesuai spesifikasi desain Evaluasi Pembuatan Jenjang/ Lantai Kerja Sebelum kegiatan peledakan berjalan dengan lancar, ekonomis seperti yang direncanakan, pembuatan jenjang/ lantai kerja cukup menentukan keberhasilan peledakan yang perlu dievaluasi terhadap pembuatan jenjang adalah : (1) Ketinggian jenjang/ lantai kerja tepat sesuai : a. Desain pola pengeboran b. Peralatan pengeboran yang tersedia (2) Jenjang/ lantai kerja cukup dalam dari permukaan bebas sehingga : a. Permukaan lantai kerja cukup lebar b. Material/ batuan hasil peledakan cukup banyak c. Ruang kerja cukup luas (3) Panjang jenjang dibuat untuk memungkinkan pengeboran, peledakan dan pengambilan hasil peledakan berjalan kontinu/ terus menerus (4) Dapat dipergunakan lalu lintas alat pemuat, pengeboran pengangkutan Operasi Pengeboran Gunung, dataran tinggi, batu besar brongkol perlu dipecahkan dapat dengan bahan peledak. Untuk memakai jumlah peledak yang tepat dan hasilnya sesuai dengan yang diinginkan, pengeboran dengan yang diinginkan, pengeboran kedalam batu/ material perlu dilakukan. Pemilihan jenis bor yang dipergunakan terkait langsung dengan kedalaman, kedangkalan dan besar kecilnya diameter lubang pengeboran. 3-6

40 Evaluasi ketepatan pemilihan dan penggunaan peralatan pengeboran dapat dibuat daftar simak sebagai berikut : (1) Jack hammer dipergunakan pengeboan untuk lubang kecil dan dangkal atau brangkal. (2) Leg drill dipergunakan pengeboran untuk kecil agak dalam (3) Wagon drill dipergunakan pengeboran lubang sedang dan besar cukup dalam (4) Crawler drill dipergunakan pengeboran lubang sedang dan besar cukup dalam 3.4 Evaluasi Kegiatan Operasional Peledakan Yang pasti kegiatan peledakan merupakan lanjutan dari kegiatan pengeboran dan pola pengeboran mengacu kepada desain pola pengeboran. Sedangkan kegiatan peleakan mengacu desain pola peledakan. Evaluasi kegiatan peledakan perlu dilakukan sebagai bahan penyempurnaan kegiatan peledakan berikutnya dan masa mendatang Evaluasi persiaan peledakan Sebagai landasan berfikur bersikap dan bertindak melakukan operasional peledakan ada beberapa keuntungan yang perlu dipertimbangkan dan dilaksanakan dan dievaluasi antara lain : (1) Mengurangi getaran (2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) (3) Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise) (4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan (5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan 3-7

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK DIAGRAM ALIR PROSES I V II VI III VII IV I. Surat Permohonan Dari perusahaan (KTT/Direksi) ditujukan kepada KAPIT Ijin Baru Perihal : Permohonan Penunjukan

Lebih terperinci

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK UNDANGUNDANG No. 1 Tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja UNDANGUNDANG No. 4 Tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara PP No. 19 Tahun 1973, Tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 Pertambangan

Lebih terperinci

PERANAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM KEGIATAN PELEDAKAN MINERAL DAN BATUBARA

PERANAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM KEGIATAN PELEDAKAN MINERAL DAN BATUBARA PERANAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM KEGIATAN PELEDAKAN MINERAL DAN BATUBARA Oleh ; Budiarto, Tedy Agung Cahyadi Staf Pengajar, Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral,UPN Veteran

Lebih terperinci

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) SIR 01 = KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BLE 06 = POLA PENGEBORAN PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI KATA

Lebih terperinci

Ketentuan gudang komoditi pertanian

Ketentuan gudang komoditi pertanian Standar Nasional Indonesia Ketentuan gudang komoditi pertanian ICS 03.080.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi...1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

PELATIHAN OPERATOR WHEEL CRANE

PELATIHAN OPERATOR WHEEL CRANE WCO 06 = LAPORAN OPERASI WHEEL CRANE PELATIHAN OPERATOR WHEEL CRANE DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI KATA

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal : 5 September 1995 TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN POLA PEMBORAN & PELEDAKAN Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemampuan pemboran dan peledakan : 1. Arah Pemboran 2. Pola pemboran dan Peledakan 3. Waktu daur dan jam kerja efektif alat bor 4. Geometri Peledakan

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-255/BAPEDAL/08/1996 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN MINYAK PELUMAS BEKAS KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI WILAYAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN 1. Nama Kegiatan : Penataan Listrik Perkotaan 2. Nama pekerjaan : Penambahan Lampu Taman (65 Batang) 3. Lokasi : Pasir Pengaraian Pasal 2 PEKERJAAN

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh : KEPALA BAPEDAL Nomor : 1 TAHUN 1995 Tanggal :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kriteria Penggalian Kemampuan untuk menaksir kemampugalian suatu massa batuan sangatlah penting, apalagi bila akan mengunakan alat gali mekanis kontinu. Tujuan memelajari kriteria

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 Salinan BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN ( BAPEDAL ) KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 43/MENLH/10/1996 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DATARAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Limbah B3 Hasil observasi identifikasi mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa limbah B3 yang terdapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA (S L K)

STANDAR LATIHAN KERJA (S L K) STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan Kode SKKNI : Pengawasan Jalan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan (Site Inspector of Roads) : INA.5211.322.05 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 7 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Pelaksanaan konstruksi merupakan rangkaian kegiatan atau bagian dari kegiatan dalam pekerjaan konstruksi mulai dari persiapan lapangan sampai dengan penyerahan

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH

SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH SELAMAT DATANG TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH Pelatihan Tukang Bekisting dan Perancah Nomor Modul SBW 07 Judul Modul TEKNIK PEMASANGAN DAN PEMBONGKARAN BEKISTING DAN PERANCAH DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 23 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PEMBERLAKUAN STANDAR KURIKULUM PENDlDlKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT Kode Jabatan Kerja : INA.5211.222.04 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

K3 dan Lingkungan. Pertemuan ke-12

K3 dan Lingkungan. Pertemuan ke-12 K3 dan Lingkungan Pertemuan ke-12 Organisasi K3 Sasaran pokoknya adalah mengajak seluruh personel di dalam suatu usaha bersama pada suatu pencegahan kecelakaan dan penegakan kesehatan kondisi kerja Pendekatan

Lebih terperinci

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik Ducting Standard : 67. Duct harus diatur sehingga uap tidak berkondensasi dan mengendap di dasar duct. Dalam kebanyakan kasus sebaiknya saluran ventilasi diakhiri dengan : Setidaknya 3 meter di atas level

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : GEODETIC ENGINEER OF BUILDING Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung Klasifikasi Pekerjaan : Pelaksanaan, Semua Bagian Sub

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGAWETAN KAYU Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGERTIAN Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan dimana kayu akan digunakan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pondasi Caisson atau Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang dan digunakan apabila tanah dasar (tanah keras) terletak pada kedalaman yang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN TEKNIS INSTALASI PENGISIAN, PENANGANAN DAN PENGGUNAAN SERTA PEMERIKSAAN BERKALA LIQUEFIED

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan : Pengawasan Jembatan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridges) Kode SKKNI : INA.5212. 322.04 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Teknisi Geoteknik Klasifikasi : Bagian Sub Bidang Sumber Daya Air Kualifikasi : Sertifikat III (tiga) / Teknisi Senior Kode Jabatan Kerja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA Perihal : Permohonan Surat Izin Mendirikan Bangunan Pangkajene Sidenreng,.................... Kepada Yth. Bupati Sidenreng Rappang Cq, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Yang bertandatangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG

BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG PELAKSANAAN PEKERJAAN PERSIAPAN LOKASI KERJA F.45...... 02 BUKU KERJA 2011 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI INDUSTRI ATAU USAHA SUATU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.725/AJ.302/DRJD/2004 TANGGAL : 30 April 2004 PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN

PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN STANDARD OPERATION PROSEDURE PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN Surabaya, 8 Februari 2003 Disyahkan SOEKARMANDAPA OENTOENG, BSc. Plant Manager Peringatan : Dilarang memperbanyak dan/atau menyalin sebagian atau

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB III KABEL BAWAH TANAH

BAB III KABEL BAWAH TANAH BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID MENTERI TENAGA KERJA

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI

B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI Kepada Yth. Bupati Pati Cq. Kepala Dinas di Pati FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI Yang bertanda tangan di bawah ini : Pemohon

Lebih terperinci

METODA PELAKSANAAN. CV. SABATA UTAMA Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I Tangan-Tangan

METODA PELAKSANAAN. CV. SABATA UTAMA Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I Tangan-Tangan METODA PELAKSANAAN Nama Perusahaan : Nama Paket Pekerjaan : No. Paket : CV. SABATA UTAMA Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I Tangan-Tangan 481625 Jangka waktu pelaksanaan : Metode pelaksanaan merupakan hal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PERUSAHAAN DI BIDANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci