TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM"

Transkripsi

1 TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET UNTUK PENGGERAK RANTAI (TRACK) PADA BULLDOZER DENGAN DAYA 105 Hp DAN PUTARAN 150 rpm DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR O L E H : T.ABDUL RAHMAN NIM : DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2009

2 KATA PENGANTAR Puji dan syurkur kepada Allah SWT sebagai ekspresi kesadaran penulis terhadap ni mat dan karunia-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini berjudul Perancangan Dan Pembuatan Sprocket Penggerak Rantai (track) pada Bulldozer dengan Daya 105 Hp Dan Putaran 150 rpm dengan Proses Pengecoran Logam Menggunakan Cetakan Pasir. Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi setiap mahasiswa Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara guna menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik. Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ayahanda T.Ibrahim dan Ibunda Nurainun yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi baik moril maupun materil dan dengan do a do anya yang selalu menyertai penulis dalam setiap saat. 2. Ibu Ir. Raskita S Meliala, selaku dosen pembimbing tugas sarjana ini yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi arahan, bimbingan, dan pelajaran yang sangat berharga dari awal hingga selesainya tugas sarjana ini. 3. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin, S.T, M.T selaku ketua dan sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Mulfi Hazwi, M.Sc sebagai dosen pembanding dan penguji pada tugas sarjana ini dan seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

3 5. Kakakku dan Adindaku tercinta yang telah memberiku motivasi dan do a, serta saudarasaudaraku tercinta. 6. Kepada teman-teman wisnu, jali, robi (jolo), dundung, soli, tua, fikar, hanafi, amar, aldi, darul, heriawan dan seluruh rekan-rekan stambuk 03 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya semoga kita tetap mempertahankan hubungan kita selama ini. Solidarity Forever. 7. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas sarjana ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dan juga mengharapkan tugas sarjana ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, Wassalam. Medan, 11 Februari 2009 T. Abdul Rahman NIM

4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR SIMBOL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perencanaan Maksud dan Tujuan Perencanaan Batasan Masalah Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Bahan-Bahan Pengecoran Besi Cor Baja Cor Coran Paduan Tembaga Coran Paduan Ringan Coran Paduan Lainnya Sifat-Sifat Logam Cair Perbedaan antara Logam Cair dan Air... 9

5 Kekentalan Logam Cair Aliran Logam Cair Pembekuan Logam Pola Telapak Inti Macam-Macam Pola Pola Pejal Pola Pelat Pasang Pola Pelat Kup dan Drag Bahan-Bahan Pola Kayu Resin Sintetis Bahan untuk Pola Logam Perencanaan Pola Rencana Pengecoran Istilah-Istilah dan Fungsi dari Sistem Saluran Bentuk dan Bagian-Bagian Sistem Saluran Penambah Pasir Cetak Syarat-Syarat Pasir Cetak Macam-Macam Pasir Cetak Susunan Pasir Cetak Sifat-Sifat pasir Cetak Sifat-Sifat Pasir Cetak Basah Sifat-Sifat Kering... 31

6 Sifat-Sifat Penguatan Oleh udara Sifat-Sifat Panas Peleburan dan Penuangan Baja Cor Peleburan Baja Cor Penuangan Baja Cor BAB III. PERENCANAAN SPROKET Pendahuluan Menentukan Diameter Poros Ukuran Poros Menentukan Ukuran Spline Pemilihan Rantai Perhitungan Dimensi Sproket Perhitungan Dimensi Utama Sproket Menentukan ukuran Naaf Pemeriksaan kekuatan sproket BAB IV. PERENCANAAN CETAKAN Mat erial Untuk Sproket Bahan Baku Komposisi Bahan Sproket Pengaruh Unsur Paduan terhadap Sifat Material yang Digunakan Bahan Pembuang Terak Pembuatan Pola... 51

7 Bahan Pola Macam Pola Penentuan Tambahan Penyusutan Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin Ukuran Pola Sistem Saluran Cawan Tuang Saluran Turun Pengalir Saluran Masuk Penambah Ukuran penambah Pembutan Inti Pembutan Cetakan Peleburan Logam Coran Penambahan Beberapa Unsur Paduan Penuangan Logam Cair Kecepatan Penuangan Waktu Penuangan Penyelesaian Hasil Cetakan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesi mpulan Sara n... 76

8 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 78

9 DAFTAR SIMBOL SIMBOL A Ukuran pengalir mm A sm Luas saluran masuk mm 2 A p Luas saluran pengalir mm 2 A st Luas saluran turun mm 2 b Lebar gigi mm C b Fakto koreksi - D s Diameter spline mm D n diameter naaf mm d k Diameter luar mm d i Diameter dalam mm d pi Diameter pitch mm F Gaya kg f c faktor koreksi - F a Gaya tangensial kg g Percepatan gravitasi m/s 2 h s lebar spline mm H p Tinggi penambah mm K banyak rantai buah K t Faktor koreksi untuk tumbukan - Sf 1 Faktor keamanan - Sf 2 Faktor keamanan yang bergantung pada bentuk poros -

10 T Momen puntir kg.mm v kecepatan rantai m/s w lebar rol rantai mm X Faktor radial bantalan bola beralur dalam baris tunggal - Y Faktor bentuk gigi - z Jumlah gigi buah σ B Tegangan tarik bahan kg/mm 2 σ mak Tegangan lentur maksimum kg/mm 2 τ Tegangan geser kg/mm2 τ gi Tegangan geser kg/mm 2 γ Berat jenis logam Coran N / m 3 μ Koefisien gesek -

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Telapak inti bertumpu dua mendatar Gambar 2.2. Telapak inti beralas tegak Gambar 2.3. Telapak inti tegak bertumpu dua Gambar 2.4. Telapak inti untuk penghalang (sebagian) Gambar 2.5. Pola Tunggal Gambar 2.6. Pola Belah Gambar 2.7. Pola setengah Gambar 2.8. Pola belahan banyak Gambar 2.9. Pola pelat pasangan Gambar Pola pelat kup dan drag Gambar Istilah istilah sistem pengisian Gambar Ukuran cawan tuang Gambar Perpanjangan pengalir Gambar Sistem saluran masuk Gambar Penambah samping dan penambah atas Gambar Pengaruh kadar air dan kadar lempung terhadap pasir cetak yang diikat dengan lempung Gambar Hubungan antara kadar air, kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak yang diikat dengan bentonit Gambar Pemuaian panas bermacam macam pasir Gambar Kekuatan tekan panas dari pasir cetak Gambar Deformasi panas dari pasir cetak Gambar Tanur listrik Heroult... 35

12 Gambar Ladel jenis penyumbat Gambar Temperatur penuangan yang disarankan Gambar 3.1. Hubungan daya dan putaran Gambar 3.2. Ukuran dimensi sproket Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja Gambar 4.3. Ukuran Pola Sproket Gambar 4.4. Sistem Saluran Gambar 4.5. Ukuran cawan tuang Gambar 4.6. Saluran masuk Gambar 4.7. Penambah Atas Gambar 4.8. Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP) Gambar 4.9. Kurva Pellini Gambar Pola Inti Gambar Tanur induksi jenis krus Gambar 4.15 Hubungan antara waktu dan berat tuang untuk baja cor (t ; tebal coran)...78

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Ukuran Pengalir Tabel 2.2. Temperatur Tuang Beberapa Logam Tabel 3.1. Ukuran rantai Tabel 3.2. Factor bentuk gigi Tabel 3.3. Faktor dinamis Tabel 3.4. komposisi material sproket Tabel 4.1. Komposisi Bahan Baja Karbon Tinggi Tabel 4.2. Tambahan penyusutan yang disarankan Tabel 4.3. Ukuran dari Saluran Turun Tabel 4.3. Sifat sifat dari berbagai tanur pelebur induksi Tabel 4.3. Tambahan penyusutan yang disarankan Tabel 4.3. Komposisi baja karbon tinggi AISI Tabel 4.3. Komposisi bahan paduan untuk sproket... 75

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan bidang industri di Indonesia pada hakekatnya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada bangsa lain sehingga kita mampu memproduksi kebutuhan kebutuhan yang kita perlukan dan dengan sendirinya terjadi peningkatan perkembangan ekonomi dan peningkatan lapangan kerja. Sampai saat ini telah banyak percobaan dan riset yang mendalam terus menerus dilakukan untuk meningkatkan pendayagunaan logam yang pada akhirnya memunculkan berbagai macam teknologi pengolahan logam, diantaranya adalah teknik pengecoran logam. Teknik pengecoran logam adalah pembentukan benda kerja dengan cara mencairkan logam dalam dapur pelebur, kemudian dituangkan dalam suatu cetakan dan dibiarkan sampai membeku dan selanjutnya dikeluarkan dalam cetakan. Suatu produk yang produksinya dilakukan dengan pengecoran disebut coran. Pembuatan suatu coran memerlukan beberapa proses diantaranya : proses peleburan logam, pembuatan cetakan, penuangan, membongkar, membersihkan coran dan pemeriksaan. Salah satu teknologi pengecoran logam yang kita kenal adalah teknologi pengecoran logam dengan metode pasir cetak (sand casting). Pengecoran dengan pasir cetak (sand casting) merupakan suatu metode pengecoran logam yang paling sering dan umum digunakan pada industri kecil hingga industri besar. Adapun beberapa alasan penggunaan pasir sebagai bahan cetakan disebabkan beberapa hal seperti mudahnya pasir didapat, dapat digunakan untuk bentuk dengan tingkat

15 kerumitan yang tinggi, serta dapat digunakan berulang-ulang sehingga lebih murah biaya pengoperasiannya jika dibandingkan dengan metode pengecoran yang lain. Sebagian besar suku cadang beserta komponen utama pada mesin-mesin pemindah bahan merupakan produk coran. Rangka, blok silinder, tromol, rem, roda gigi, kopling, sprocket, pengerak dibentuk melalui proses pengecoran. Sprocket penggerak (driving sprocket) merupakan komponen utama bulldozer yang berfungsi untuk menggerakan track (rantai) sehingga roda (shoe) kelabang dapat berputar dan bulldozer dapat berpindah tempat diatas tanah sesuai arah yang diinginkan. 1.2 Tujuan Perencanaan Maksud dari perencanaan ini adalah untuk melihat lebih dekat dan memahami proses pengecoran logam yang berlaku di industri khususnya pengecoran sprocket penggerak dengan terlebih dahulu merencanakan dimensi komponen dari sprocket penggerak yang akan dirancang berdasarkan surve ke lapangan dan dengan pembekalan materi yang diperoleh mahasiswa dari bangku kuliah. Tujuan dari perencanaan ini adalah : 1. Merancang suatu alat yang berfungsi sebagai penggerak rantai (track) sehingga roda (shoe) kelabang pada bulldozer yaitu sprocket penggerak baik itu berupa perhitungan dimensi utama komponen, pemilihan bahan yang sesuai sampai memeriksa kekuatan komponen yang direncanakan, kemudian mahasiswa diharapkan mampu merencanakan cetakan, menghitung komponen yang berkaitan dengan proses pengecoran sproket, peleburan sampai penuangan cairan logam. 2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu teknik yang telah dipelajari mulai dari perumusan masalah, pengumpulan data, menganalisa hingga dapat memberikan

16 solusi dan membandingkannya antara teori yang dipelajari dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan. 1.1 Batasan Masalah Pada perancangan ini direncanakan sebuah sprocket penggerak yang akan digunakan untuk menggerakan track (rantai) dan kemudian membuat cetakan yang sesuai untuk proses pengecoran sproket tersebut. Karena luasnya persoalan yang menyangkut masalah pengecoran untuk membuat sproket ini, maka perencanan dalam tugas sarjana ini meliputi : Perencanaan sproket Perencanaan poros Pemilihan bahan Pemeriksaan kekuatan komponen yang direncanakan Perencanaan cetakan Pembuatan pola Perencanaan sistem saluran Peleburan logam Penuangan cairan logam Dengan adanya pembatasa ini diharapkan akan mencakup hal-hal pokok mengenai perencanan dari sebuah sproket dan proses pengecorannya. Masalahmasalah komplementer hanya diberikan dalam usulan-usulan singkat, sehingga tugas sarjana ini tidak mengambang serta bermanfaat bagi orang banyak khususnya mahasiswa. 1.4 Metodologi Penulisan

17 Metode penulisan yang digunakan pada penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : a. Survei lapangan Peninjauan langsung ke pabrik pengecoran, untuk memperoleh data yang berhubungan dengan perancangan dan proses pengecoran logam dan berguna dalam penulisan tugas sarjana ini. b. Studi literatur, Berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait. c. Diskusi Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing dan dosen pembanding yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan perencanaan, batasan masalah dan sistematika penulisan. 2. BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian kepustakaan yang akan menguraikan lebih lanjut tentang sifat-sifat bahan terutama untuk baja cor dan teori pengecoran logam yang meliputi bentuk dan ukuran coran, pasir cetak, pola, sistem saluran serta proses peleburan dan penuangan cairan logam. 3. BAB III PERENCANAAN SPROKET

18 Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan sprocket penggerak yang akan dicor. Perencanaan ini bertujuan untuk memperoleh dimensi-dimensi dari sprocket penggerak berdasarkan pada daya yang sampai. Bab ini akan menguraikan perencanaan poros, pemilihan bahan serta memeriksa kekuatan dari komponen yang direncanakan. 4. BAB IV PERENCANAAN CETAKAN Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan cetakan yang meliputi pemilihan material, pembuatan pola, perencanaan sistem saluran, pembuatan inti, pembuatan cetakan, peleburan logam serta penuangan cairan logam. 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dimuat mengenai kesimpulan dan saran dari hasil perencanaan penulisan tugas sarjana ini.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan baku dicairkan dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik lebur, kemudian cairan logam ini dituang kedalam rongga cetakan yang telah disediakan sebelumnya. Logam cair dibekukan dengan cara membiarkannya dalam rongga cetakan selama beberapa lama. Setelah logam cair membeku seluruhnya maka cetakan dapat dibongkar. 2.2 Bahan Bahan Pengecoran Besi Cor Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, pospor dan belerang. Besi cor dikelompokkan menjadi besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa dan besi cor cil. Struktur mikro dari besi cor terdiri dari ferit atau perlit dan serpih karbon bebas. Kekuatan tarik dari besi cor kira kira kgf /mm 2,titik cairnya kira kira C. Besi cor kelabu mempunyai sifat mampu cor sangat baik serta murah, sehingga besi cor jenis ini paling banyak dipergunakan untuk benda benda coran.

20 Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon, ukuran grafit bebasnya agak kecil dibanding besi cor kelabu.kekuatan tariknya kira kira kgf /mm 2. Besi cor kelabu paduan mengandung unsur unsur paduan dan grafit, mempunyai struktur yang lebih stabil sehingga sifat- sifatnya lebih baik. Unsur unsur yang ditambahkan adalah : Krom, Nikel, Molibdenum, Vanadium, Titan dan sebagainya yang menyebabkan sifat tahan panas, tahan aus, tahan korosi dan mampu mesin sangat baik. Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih yang dilunakkan pada sebuah tanur dalam waktu yang lama. Menurut struktur mikronya besi cor mampu tempa terdiri atas : besi cor mampu tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih, dan besi cor mampu tempa perlit. Besi cor mampu tempa mempunyai keuletan dan perpanjangan yang lebih baik dibanding dengan besi cor kelabu. Besi cor grafit bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium, Kalsium atau Serium ke dalarn cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor cil dalah besi cor yang mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit Baja Cor Baja cor digolongkan dalam: baja karbon, dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi, karbon, digolongkan menjadi tiga macam yakni: baja karbon rendah (C < 0.2 %), baja katbon menengah (C %), baja karbon tinggi (C %). Kadar karbon yang rendah menyebabkan keliatan rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan harga bentur serta sifat mampu las yang

21 baik. Titik cair baja cor sekitar C, marnpu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor akan tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian bagian mesin sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah. Baja cor paduan. adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan seperti: Mangan, Krom, Molibdenum, atau Nikel. Unsur paduan ini dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat yang khusus pada baja tersebut seperti: sifat tahan aus, tahan asam, dan tahan korosi Coran Paduan Tembaga Macam-macam coran tembaga. adalah: perunggu, kuningan, kuningan kekuatan tinggi, dan perunggu aluminium. Perunggu adalah paduan antara tembaga dan timah. Perunggu yang biasa dipakai adalah mengandung kurang dari 15 % timah. Titik cairnya kira-kira 1000 'C, sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus sangat baik. Perunggu digolongkan menjadi: perunggu pospor yaitu perungu yang ditambah pospor, perunggu timbal yaitu perunggu yang ditambahkan timbal untuk memperbaiki sifat-sifatnya. Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dan kuningan kekuatan tinggi adalah paduan yang terdiri dari: Tembaga, Aluminium, Besi, Mangan, Nikel. Unsur-unsur tersebut ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifatnya Coran Paduan Ringan Coran paduan ringan adalah coran paduan aluminium, coran paduan magnesium dan sebagainya. Aluminium murni mempunyai sifat mampu cor yang sangat jelek, oleh karena itu digunakan paduan aluminium dengan penambahan

22 tembaga, silisium, mangan, dan nikel. Coran paduan aluminium adalah ringan dan merupakan penghantar panas yang sangat baik Coran Paduan Lainnya Paduan seng yang mengandung sedikit aluminium dipergunakan untuk pengecoran cetakan. Logam monel adalah paduan nikel yang mengandung tembaga serta mengandung molibdenum, krom, dan silikon. Paduan timbal adalah paduan antara timbal, tembaga, dan timah Sifat sifat Logam Cair Perbedaan antara Logam Cair dan Air Logarn cair adalah cairan logam yang seperti air. Perbedaan antara logam cair dengan air adalah: 1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air (Air = 1.0; Besi cor = ; paduan Aluminium = ; paduan Timah = dalam kg/dm 3 ) 2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur (Air cair pada 0 0 C, sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi). 3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan logarn cair tidak Kekentalan Logam Cair Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin rendah kekentalannya., dernikian juga bila temperatur turun maka kekentalan akan meningkat.

23 Kalau logam didinginkan sehingga terbentuk inti-inti kristal, maka kekentalannya akan bertambah dengan cepat, tergantung pada jumlah inti-intinya. Makin banyak jumlah inti-inti dari logam itu maka perubahan kekentalannya akan makin cepat. Kekentalan yang makin tinggi menyebabkan cairan logam sukar mengalir dan bahkan kehilangan mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada jenis logam Aliran Logam Cair Bila suatu cairan di dalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang di dinding bejana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h, maka kecepatan aliran yang keluar adalah: v = c 2 g h dimana: c = koefisien kecepatan g = percepatan gravitasi Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang menurut persamaan berikut: v ' = c ' 2 g h Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak lurus dengan sumbu pipa dengan kecepatan v, laju aliran Q, dan berat jenis γ, maka gaya tumbuk yang terjadi adalah Qγ v F P = g 2.4. Pembekuan Logam. Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan logam yang bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari

24 logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan menjadi dingin hingga titik beku, dimana pada saat ini inti kristal mulai terbentuk. Coran bagian dalam dingin lebih lambat dibanding bagian luar, sehingga, kristalkristai tumbuh dari inti asal mengarah kebagian dalam. Apabila permukaan beku diperhatikan, setelah logam yang belum beku dituang keluar dari cetakan maka akan terlihat permukaan yang halus atau kasar. Permukaaan yang halus bila range daerah beku (perbedaan temperatur mulai dan berakhirnyamya pembekuan) sempit. Permukaaan yang kasar terjadi bila rentang daerah pembekuan besar. Disamping itu cetakan logam menghasilkan permukaan yang lebih halus di bandingkan dengan cetakan pasir. Pembekuan dari suatu coran perlahan-lahan dari kulit ke tengah. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan dari kulit ketengah sebanding dengan perbandingan antara volume coran dengan luas permukaan dimana panas mulai dikeluarkan. Pada coran yang mempunyai inti, panas dari coran akan diserap oleh inti sehingga menyebabkan pembekuan terjadi lebih cepat pada dinding inti dibanding di tengah coran. Cepat lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada ukuran inti. Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetapi coran dapat berupa paduan antara dua logam atau lebih. Diagram pendinginan logam paduan ini menunjukkan ketergantuingan perubahan fase terhadap perubahan temperatur dan komposisi (perbandingan antara mikrostruktur penyusun). Diagram ini disebut diagram kesetimbangan. Paduan antara dua unsur disebut dengan paduan biner, Paduan antara tiga unsur disebut paduan ternier.

25 Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun sesungguhnya masih ada unsur-unsur lain, tetapi unsur-unsur tersebut tidak memberikan pengaruh besar terhadap sifat-sifat utamanya, sehingga paduan ini dianggap paduan biner Pola. Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat, pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. Oleh karena itu pola kayu lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir. Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran akibat pertimbangan tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian dengan mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi bentuk dan ukuran pola. Penetapan kup, drag dan permukaaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan ketentuan dibawah ini antara lain: 1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan 2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logarn cair yang optimum. 3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karen permukaaan pisah yang terialu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses.

26 2.5.1 Telapak Inti berikut: Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud maksud sebagai 1. Maksud dari telapak inti. a. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti. b. Menyalurkan udara dan gas- gas dari cetakan yang keluar melalui inti c. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap gaya apung dari logam cair. 2. Macam dari telapak inti. Berdasarkan bentuknya telapak inti dapat digolongkan menjadi : a. Telapak inti mendatar berinti dua., Dalam hal ini inti dipasang mendatar dan ditumpu pada kedua ujungnya. Gambar 2.1 Telapak inti bertumpu dua mendatar ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 55 )

27 b. Telapak inti dasar tegak, inti ditahan tegak oleh telapak inti pada alasnya yang cukup menstabilkan inti. Gambar 2.2 Telapak inti beralas tegak ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 55 ) c. Telapak inti tegak bertumpu dua, Telapak inti dipasang pada drag dan juga kup untuk mencegah jatuhnya inti. Gambar 2.3 Telapak inti tegak bertumpu dua ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 55 ) d. Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola ini tidak dapat ditarik kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada tonjolan yang jauh dari permukaan pisah. Gambar 2.4 Telapak inti untuk penghalang (sebagian)

28 ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 55 ) Macam macam Pola Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola, harus diperhatikan produktifitas, kualitas coran dan harga pola. 1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari: a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola kadang kadang dibuat menjadi satu dengan telapak ini. Gambar 2.5 Pola Tunggal ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 57 ) b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalu mungkin dibuat satu bidang Gambar 2.6 Pola Belah ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 57 ) c. Pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan drag nya simetri terhadap permukaan pisah.

29 Gambar 2.7 Pola setengah ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 57 ) d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti. Gambar 2.8 Pola belahan banyak ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 58 ) 2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya diternpelkan pola demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk, dan penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastik. Gambar 2.9 Pola pelat pasangan ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 58 )

30 3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijamin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok. Gambar 2.10 Pola pelat kup dan drag ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 58 ) Bahan bahan Pola Bahan- bahan yang dipakai untuk pola antara lain: Kayu. Kayu yang umum dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu Saru, Jati, Aras, pinus, mahoni. Pemilihan kayu tergantung pada macam dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya dipakai. Kayu dengan kadar air lebili dari 14 % tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang, disebabkan perubahan kadar air dari kayu. Kadang - kadang suhu udara luar harus diperhitungkan dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai Resin sintesis. Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin Epoksid yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat sifat penyusutan yang kecil pada waktu

31 mengeras, tahan aus yang tinggi, memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer, zat pemlastis atau zat penggemuk menurut penggunaannya. Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, bentuk dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu dan resin ini mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan pengunnaan yang berulang ulang sebagai pola. Resin Epoksid dipakai untuk coran yang kecil kecil dari satu masa produksi. Terutama sangat memudahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola kayu atau pola plaster Bahan untuk pola logam Bahan yang dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor kelabu, karena sangat tahan aus, tahan panas dan tidak mahal. Kadang- kadang besi cor liat dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga sering dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan cetakan yang tebal secara merata Perencanaan Pola Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan banyak faktor. Faktor - faktor tersebut yaitu : 1. Pengkerutan Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengkerut). Setiap bahan logam derajat pengkerutan ini tidak sama. 2. Sudut miring (draft) Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kecenderungan terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model. Kecenderungan ini

32 dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan sudut miring pada sisi model yang pararel dengan arah penarikan. 3. Kelebihan untuk permesinan (allowance for machining) Pada gambar teknik dicantumkan tanda tanda pada semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang akan dibuat, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan / kelebihan yang harus diberikan untuk proses lanjut. 4. Distorsi Kompensasi / kelebihan untuk distorsi hanya diberikan pada benda benda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan pengkerutan waktu mendingin. 5. Goyangan Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan sedikit goyangan ke kanan dan ke kiri, meskipun hal ini tidak disengaja. Hal ini cukup untuk memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta permukaan hasil cetakan tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model. 2.6 Rencana Pengecoran Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan logam ke dalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas coran tergantung pada sitem saluran, keadaan penuangan.

33 2.6.1 Istilah Istilah dan Fungsi dari Sistem Saluran Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang ke dalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetakan. Gambar 2.11 Istilah - istilah sistem pengisian ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 65 ) Bentuk dan bagian bagian Sitem Saluran 1. Saluran Turun. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Kadang kadang irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang

34 kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas. 2. Cawan tuang Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan di sebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat di bawahnya kemudian masuk ke saluran turun. Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan terhalang untuk masuk ke dalam saluran turun. Gambar 2.12 Ukuran cawan tuang ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 66 ) 3. Pengalir Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

35 Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai Potongan pengalir Panjang pengalir (C) mm (A x A) mm berikut : a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (di bawah saluran turun) c. Membuat saluran turun bantu d. Membuat penyaring Tabel 2.1 Ukuran Pengalir

36 20 x 20 < x 30 < x 40 < x 50 < 3000 ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 69 ) Gambar 2.13 Perpanjangan pengalir ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 70 ) 4. Saluran masuk Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar ke arah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

37 Gambar 2.14 Sistem saluran masuk ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 72 ) Penambah Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran, Kalau penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan dikurangi, dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok. Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu ; penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang di samping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas merupakan penambah yang dipasang di atas coran, biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar. Gambar 2.15 Penambah samping dan penambah atas

38 ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 78 ) 2.7 Pasir Cetak Syarat- syarat pasir cetak Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut : 1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan dengan kekuatan yang cocok, sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak karena digeser, tahan menahan logam cair yang dituang kedalamnya. 2. Permeabilitas yang cocok. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan harus dikeluarkan melalui rongga rongga diantara butir butir pasir. 3. Distribusi besar butiran pasir yang sesuai 4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. 5. Komposisi yang cocok. Dalam pasir cetak diharapkan tidak terkandung bahan bahan lain yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam. 6. Mampu dipakai kembali Temperatur penuangan beberapa macam logam dapat dilihat dalam tabel berikut. : Tabel 2.2 Temperatur tuang beberapa logam Macam Coran Temperatur Tuang ( 0 C) Paduan ringan Brons Kuningan Besi Cor Baja Cor

39 ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 109 ) Macam- Macam Pasir Cetak Pasir cetak yang lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silika alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adesif maka pasir itu dapat langsung digunakan begitu saja. Bila kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang maka perlu ditambahkan bahan pengikat seperti lempung. Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung % dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari 10 % mempunyai sifat adesif yang lemah, harus ditambah lempung supaya bisa dipakai. Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali mengandung kotoran seperti ikatan organik yang banyak. Pasir silika alam dan pasir silika buatan dari kwarsit yang dipecah mengandung sedikit kotoran (<5 %). Semua jenis pasir yang disebut diatas mempunyai bagian utama SiO 2. Pasir pantai, pasir kali, pasir silika alam dan pasir silika buatan tidak melekat dengan sendirinya, sehingga dibutuhkan bahan pengikat Susunan Pasir Cetak 1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari antara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat,

40 karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir kristal adalah yang terburuk. 2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket, dan jika diberikan lebih banyak air akan menjadi seperti pasta. Ukuran butir dari tanah lempung 0,005 0,02 mm. kadang- kadang dibutuhkan bentonit juga yaitu merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran yang sangat halus 0,01 10 μm dan fasa penyusunnya adalah monmorilonit (Al 2 O 3, 4SiO 2, H 2 O) 3. Pengikat lain Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati pengering 1,5 3 % dan dipanggang pada temperatur C, sehingga disebut inti pasir minyak. Inti ini tidak menyerap air dan mudah dibongkar. Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang kadang dibubuhkan dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu. Dekstrin bersifat lekat meskipun kadar airnya rendah. Selain dari itu, resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai pengikat khusus Sifat sifat Pasir Cetak Sifat sifat Pasir Cetak Basah Pasir cetak yang diikat dengan tanah lempung atau bentonit menunjukkan berbagai sifat sesuai dengan kadar air, oleh karena itu kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah hal yang

41 sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Hubungan antara kadar air dengan berbagai sifat yang terjadi dengan pengikat tanah lempung ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Gambar 2.16 Pengaruh kadar air dan kadar lempung terhadap pasir cetak yang diikat dengan lempung ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 112 ) Titik maksimum dari kekuatan dan permeabilitas adalah keadaan dimana butir butir pasir dikelilingi oleh campuran tanah lempung dan air dengan ketebalan tertentu. Dengan kelebihan kadar air kekuatan dan permebilitas akan menurun karena ruangan antara butir butir ditempati oleh lempung yang berlebihan air. Air yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang lekatnya lempung. Hubungan antara kadar air, kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak yang diikat dengan bentonit dapat dilihat pada gambar berikut.

42 Gambar 2.17 Hubungan antara kadar air,kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak yang diikat dengan bentonit ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 112 ) Kalau kadar air bertambah kekuatan dan permeabilitas naik sampai titik maksimum dan akan menurun kalau kadar air bertambah terus. Untuk pasir dengan pengikat bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan yang menyebabkan permeabilitas maksimum sangat berdekatan Sifat Sifat Kering Pasir dengan pengikat lempung dan bentonit yang dikeringkan mempunyai kekuatan dan permeabilitas yang meningkat dibandingkan dengan kekuatan basah, karena air bebas dan air yang di absorbsi pada permukaan tanah lempung dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar pada sifat sifat kering adalah kadar air sebelum pengeringan Sifat sifat Penguatan Oleh Udara Sifat yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut penguatan oleh udara, yang disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan, yang meninggikan kekerasan permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pamadatan dan keadaan sekeliling cetakan (temperatur udara luar, kelembaban) Sifat sifat Panas

43 Cetakan mengalami temperatur tinggi dan tekanan tinggi dari logam cair pada waktu penuangan. Sehingga pemuaian panas, kekuatan panas, perubahan bentuk panas perlu diketahui. a. Pemuaian Panas Pemuaian panas berubah sesuai dengan jenis pasir cetak, seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 2.18 Pemuaian panas bermacam macam pasir ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 113 ) Pasir pantai dan pasir gunung mempunyai pemuaian panas yang lebih kecil dibanding dengan pasir silika, sedangkan pasir olivin dan pasir sirkon yang mempunyai pemuaian pemanas sangat kecil. Pemuaian panas bertambah sebanding dengan kadar air dari pasir dan menurun kalau kadar yang dapat terbakar bertambah. b. Kekuatan panas Kekuatan panas berubah ubah sesuai dengan pasir cetak yang dipengaruhi oleh adanya kadar tanah lempung, distribusi besar butir dan berat jenis. Berikut grafik dari kekuatan tekan panas dari pasir cetak.

44 Gambar 2.19 Kekuatan tekan panas dari pasir cetak ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 114 ) Pasir dengan besar butir tidak seragam dapat dipadatkan sehingga mempunyai berat jenis yang tinggi, mempunyai permukaan sentuh yang luas dengan butir butir tetangganya dan mempunyai kekuatan panas yang tinggi. c. Perubahan bentuk panas Perubahan bentuk dapar disebut kemampuan absorpsi pemuaian panas pada penuangan logam cair ke dalam cetakan. Perubahan bentuk akan bertambah apabila besar butir mengecil dan kadar tanah lempung, tambahan khusus dan kadar airnya bertambah,

45 Gambar 2.20 Deformasi panas dari pasir cetak ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 114 ) 2.8 Peleburan dan Penuangan baja cor Peleburan baja cor Peleburan baja cor banyak menggunakan tanur listrik dibandingka dengan tanur perapian terbuka (open hearth furnace), ini dikarenakan biaya peleburan yang murah. Peleburan dengan busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses yaitu pertama proses asam dan kedua proses basa. Cara pertama dipakai untuk peleburan skrap baja yang berkualitas tinggi sedangkan yang kedua dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa. Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti diperlihatkan pada gambar. Tanur ini mempergunakan arus bolak balik tiga fasa. Energi panas diberikan oleh loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar selama pemurnian berjalan.

46 Gambar 2.21 Tanur listrik Heroult ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 148 ) Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperatur, perlu juga mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk menghilangkan gas ditambahkan biji besi atau tepung kerak besi selama proses reduksi Penuangan baja cor Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.

47 Gambar 2.22 Ladel jenis penyumbat ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 150 ) Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan api agalmatolit yang mempunyai pori - pori kecil, penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang - kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus sama sekali kering yang dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai. Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan, kecepatan penuangan dan cara cara penuangan. Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada grafik berikut. Gambar 2.23 Temperatur penuangan yang disarankan ( Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal 110 ) Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak retak dan

48 sebagainya. Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan ; kecairan yang buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan. Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan. Daripada itu dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan lahan. Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.

49 BAB III PERENCANAAN SPROKET 3.1 Pendahuluan Bulldozer tipe crawler mempergunakan track and shoe untuk mendapatkan traksi (gesekan pada permukan tanah). Track dan shoe digerakan oleh sprocket penggerak (driving sprocket) yang meneruskan daya putaran yang dihasilkan oleh engine. Ukuran-ukuran yang akan direncanakan mencakup pemilihan track (rantai), pemilihan poros, dan perhitungan dimensi sprocket penggerak. Track (rantai) merupakan tempat shoe (tapak) melekat dengan cara dibaut. Putaran yang telah direkduksi pada final drive gear diteruskan ke sproket penggerak dengan perantara poros.

50 Gambar 3.1 Sproket Penggerak 3.2 Mentukan diameter Poros Poros berfungsi untuk meneruskan putaran yang berasal dari engine ke sproket penggerak track (shoe) sehingga mengasilkan gerakan pada bulldozer. Gambar 3.2 sproket pengerak, track dan shoe pada bulldozer (Sumber : know your traktor, shell guide, london 1955) Perencanaan poros ini sangant penting karena kita dapat mengetahui diameter dari spline sehingga nantinya didapat diameter dari naaf yang melekat pada sproket. Bahan poros yang direncanakan adalah S 55 C dengan kekuatan tarik sebesar, σ = 80 kg b 2 mm Ukuran poros Diameter poros dapat dicari dengan rumus dibawah ini : d p 5,1 = K t. Cb. T τ gi (lit 1 hal 8 ) Dimana : d p = diameter poros (mm) τ gi = Tegangan geser bahan (kg/mm 2 )

51 K t = Faktor koreksi terhadap beban puntir. Dimana berkisar 1,0-1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan yang besar. Dalam perancangan ini dipilih 1,5. C b = Faktor koreksi terhadap beban lentur, harga antara 1,3-2,3. diambil1,5. T = Momen puntir (kg.mm) Dalam perhitungan direncanakan daya yang akan diteruskan oleh sproket penggerak sebesar 105 hp, maka dengan berbagai variasi tingkat kecepatan didapatkan reduksi putaran maksimum yang sampai pada final drive dan diteruskan oleh poros pada sproket penggerak adalah 150 rpm. Jika daya yang ditransmisikan (P d ) dengan memperhitungkan faktor koreksi (f c ) adalah P = f P...( lit 1, hal 7 ) d c. Dimana : fc = Faktor koreksi, dipilih 1 (daya normal berkisar 1,0 1,5 ) P = Daya yang sampai pada final drive, = 105 hp x 0,7456 = 78,3 kw P d = Daya rencana (kw) Maka daya yang ditransmisikan : P d = fc. P = 1.78,3 kw = 78,3 kw Momen puntir yang dialami oleh poros dengan memperhitungan putaran maksimum pada driving sprocket adalah : 5 Pd T = 9, ( lit 1, hal 7 ) n

52 Dimana : n = putaran maksimum, 150 rpm Maka: 5 78,3 T = 9, = 508,428 kg. mm Maka diameter poros adalah : d p 1 3 5,1 = 1, ,428 6,6 = 106,6mm Dari standarisasi diameter poros dipilih d p = 110 mm (lampiran 3 ) Menentukan ukuran Spline Dalam penentuan ukuran spline ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran dari naaf yang terdapat pada sproket penggerak. Fungsi spline yaitu meneruskan daya dan putaran dari poros ke komponen-komponen lain yang terhubungan dengan nya, ataupun sebaliknya. spline menyatu atau menjadi bagian dari poros. Ukuran-ukuran dimensi spline adalah sebagai berikut : Diameter luar ( Ds ) = d p 0,81 = 110 0,81 = 136 mm Tinggi ( h s ) = 0,095.D = 0,

53 = 13 mm Lebar ( w s ) = D = 0, = 21,2 mm 3.3 Pemilihan Rantai ( track ) Rantai mengkait pada kaki sproket dan mampu meneruskan daya besar tanpa adanya slip sehingga menjamin perbandingan putaran yang tetap. Hubungan antara daya yang diteruskan sproket penggerak dan putaran poros dapat dilihat pada diagram pemilihan rantai. Gambar 3.3 Diamgram pemilihan rantai rol (Sumber : Sularso,Kiyokat Suga, Dasar Perencanaan Elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2004 halaman 194) Pemilihan nomor 240 dengan rangkaian tunggal dipilih melalui Tabel 3.1 didapat:

54 - jarak puncak, P = 76,70 mm - lebar rol, w = 47,63 mm - diameter rol (d) = 47,62 mm - kekuatan tarik minimum = N Nomor rantai ANSI Jarak puncak In(mm) Tabel 3.1 Ukuran Rantai Lebar In(mm) Kekuatan tarik min. Lbf(N) Diameter rol In(mm) 25 0,250(6,35) 0,125(3.18) 780(3470) 0,130(3,30) 35 0,375(9,52) 0,188(4,76) 1760(7830) 0,200(5,08) 41 0,500(12.70) 0,25(6,25) 1500(6670) 0,306(7,77) 40 0,500(12,7) 0,312(7,94) 3150(13920) 0,312(7,92) 50 0,625(15,88) 0,375(9,52) 48880(21700) 0,400(10,16) 60 0,750(19,05) 0,500(12,7) 7030(31300) 0,469(11,91) 80 1,000(25,40) 0,625(15,88) 12500(55600) 0,625(15,87) 100 1,250(31,75) 0,750(19,05) 19500(86700) 0,750(19.05) 120 1,500(38,10) 1,000(25,40) 28000(124500) 0,875(22,22) 140 1,75(44,454) 1,000(25,40) 38000(169000) 1,000(25,40) 160 2,000(50,80) 1,250(31,75) 50000(222000) 1,125(28,57) 180 2,250(57,15) 1,406(35,71) 63000(280000) 1,406(35,71) 200 2,500(63,50) 1,500(38,10) 78000(347000) 1,562(39,67) 240 3,00(76,70) 1,875(47,63) (498000) 1,875(47,62) (sumber :Josep E. Sigly, Larry D.Mittle dan Gandhi Harahap, Perancangan Teknik Mesin, Erlangga, Jakarta,1994, halaman 349) Kecepatan maksimum rantai V (m/s) dapat dihitung dari : P. z. n v =... (lit 1 hal 198) 1000x60 Dimana : v = kecepatan rantai (m/s) maka : P = pitch diameter rantai (mm) z = jumlah gigi n = putaran poros (rpm) 76.70x23x150 v = 1000x60

55 = 4,4 m s Jika direncanakan jarak sumbu poros pengerak dengan poros idler adalah x yaitu mm,maka banyak rantai yang dipakai ( K ) adalah 2x K = z + + p p x... ( lit 1, hal 197) = 2(2350) ,7 = 85 buah Perhitungan Dimensi Sproket Perhitungan dimensi utama sproket Berdasarkan pemilihan rantai dan penentuan banyaknya gigi sprocket (z) sebanyak 23, dan tebal bagian luar (t 1 ) adalah 45 mm sedangkan tebal dalam(t 2 ) adalah 35 mm, maka dimensi utama dapat dicari sebagai berikut : - diameter luar ( d k ) = (0,6 + cot (180/z) ) P... (lit 1, hal 102) = (0,6 + cot (180/23) ) P = 604 mm - diameter pitch (d p ) = P sin 180 z ( ) = 76,70 sin 180 ( ) 23 = 563 mm - diameter dalam (d i ) = d k 2(d k d p ) = 604 2( )

56 = 522 mm - diameter maksimum hub (d B ) 180 d B = P cot 1 0,76 z 180 = 76,70 cot 1 0,76 23 = 402 mm Gambar 3.3 Dimensi Utama Sproket Menentukan ukuran Naaf Naaf dan spline merupakan bagian yang berkecocokan tetapi berbeda bagian. Adapun ukuran-ukuran dari naaf adalah : lebar naaf ( w n ) w n Ds i. w = π. i s Dimana : w n = lebar naaf ( mm ) D s = diameter spline ( mm ) w s = lebar spline ( mm ) i = banyak gigi spline 10 buah

57 maka : w n x x 21,2 = π 10 = 21,3 mm diameter luar naaf ( D n ) D n wn = 0,156 = 136,2 mm diameter dalam naaf ( d n ) d n = 0,810. D = 110, 2mm tinggi naaf ( h s ) h n = 0,095. D = 13, 1mm 3.5 Pemeriksaan Kekuatan Driving Sproket Beban yang berkerja pada rantai F (kg) dapat dihitung : 102 Pd F =... (lit 1, hal 198) v 102(78,3) F = 4,4 = 1815,1 kg Tegangan lentur yang terjadi pada sproket ( τ b ) adalah F τ b =... (lit 1, hal 240) b. z. y. f Dimana : b = lebar gigi ( 45 mm ) z = banyak gigi ( 23 mm ) v

58 y = faktor bentuk gigi (0,333) f v = faktor dinamis Tabel 3.2 Faktor Bentuk Gigi Jumlas gigi Y Jumlah gigi Y 10 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,459 (Sumber : Sularso, Perencanaan Elenem Mesin, PT.Pradnya Paramitha, Jakarta 2001, halaman 240) Jika kecepata rantai v = 4,4 m/s, maka didapat : f v 3 = 3 + v 3 = = 0,4 mm Kecepatan rendah Kecepatan sedang Keceptan tinggi v = 0,5-10 m/s v = 5-10 m/s v = 20-50m/s Tabel 3.3 Faktor Dinamis f v 3 f v = 3 + v 6 f v = 6 + v 5, 5 f v = 5, 5 + Sumber : (Sularso, Perencanaan Elenem Mesin, PT.Pradnya Paramitha, Jakarta 2001, halaman 240) v Meterial yang dipilih untuk driving sproket yaitu baja karbon dengan komposisi seperti pada tabel di bawah ini:

59 Tabel 3.4 Komposisi Material Sproket Nama unsur Persentasi (%) Karbon ( C ) 0,6 Mangan ( Mn ) 0,7 Posfor ( P ) 0,04 Sulfur ( S ) 0,05 Silikon ( Si ) 0,4 Sisanya besi ( Fe ) 98,21 Kekuatan tarik 210 kg/mm 2 (sumber : matweb.com untuk bahan AISI 1074) Tegangan lentur yang diijinkan adalah sebesar : b τ gi = σ sf. sf = 5,6.2,5 = 15 kg mm 2 Tegangan lentur yang terjadi pada sproket ( τ b ) adalah : F τ b = d. z. y. f 1815,1 = 45x23x0,333x0,4 = 13,16 kg / mm v 2 Tegangan lentur yang terjadi lebih kecil dari tegangan lentur yang diijinkan, ( τ b τ gi ) maka sproket cukup aman.

60 BAB IV PERENCANAAN CETAKAN 4.1. Material Untuk sproket

61 Disamping pengetahuan tentang proses, pemahaman, dan pengetahuan tentang bahan yang digunakan sebagai bahan baku produk tak kurang pentingnya. Sifat fisik, cara pemesinan, cara pemberian bentuk dan daya guna berbagai jenis bahan sangat beraneka ragam. Perancangan harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam pemilihan bahan yang paling ekonomis dan proses yang terbaik untuk produk tersebut. Pemilihan material ini sangat penting dan kita juga harus mengetahui kriteria apa yang dibutuhkan beserta sifat-sifat yang diperlukan sesuai dengan kondisi kerja komponen tersebut Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah balok / bongkahan baja, baja sekrap (reject), yang mencakup sekrap dari luar dan return (sisa proses, sekrap proses) serta serpih geram. Sifat-sifat mekanis baja cor menunjukkan kecocokan sebagai bahan untuk bagia-bagian mesin. Sifat-sifat mekanis itu ialah kekuatan tarik, perpanjangan, kekerasan, kekuatan tekan, kekuatan bentur, kekuatan lentur, kekuatan lelah, tahanan aus, mampu mesin, sifat meredam getaran dan sebagainya.pada waktu akan melakukan proses peleburan yang pertama dimasukkan adalah balok baja yang bertujuan untuk mempercepat waktu peleburan yang dilakukan di dalam dapur induksi Komposisi Bahan Sproket Baja cor yang digunakan sebagai bahan baku banyak mengandung paduan besi dan karbon, sedangkan unsur-unsur lainnya seperti pospor (P) dan sulfur (S) tetap tercampur didalamnya tetapi dalam jumlah minimum. Namun dengan hanya menggunakan baja karbon saja maka kita sulit untuk memperoleh sifat-sifat khusus

62 yang kita kehendaki. Maka untuk pembuatan sproket ini diperlukan sifat-sifat fisis seperti kekerasan, tahan karat dan ketahanan pakai. Tabel 4.1. Komposisi Bahan Baja Karbon Tinggi Bahan Baja Karbon Tinggi Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon Besi (Mn) (Si) (P) (S) (C) ( Fe) Komposisi 0,79 0,295 0,04 0,05 0,415 sisa ( Sumber : material webset (matweb.com) untuk material baja karbon tinggi AISI 1074) Pengaruh Unsur Paduan terhadap Sifat Material yang Digunakan a. Mangan (Mn) Campuran unsur mangan yang dipakai berkisar antara 0,60% 0,90%. Dalam jumlah rendah tidak seberapa pengaruhnya. Namun apabila jumlahnya diatas 0,5% mangan bereaksi dengan belerang (S) dan membentuk mangan sulfida. Ikatan ini rendah bobot jenisnya dan dapat larut dalam terak. Mangan sulfida tidak membahayakan baja dan mengimbangi sifat yang kurang baik pada sulfur. Mangan merupakan unsur deoksidasi, pemurni sekaligus meningkatkan fluiditas, kekuatan dan kekerasan besi. Bila kadar ini ditingkatkan, kemungkinan terbentuknya ikatan kompleks dengan karbon meningkat dan kekerasan akan meningkat pula. Mangan yang hilang selama proses peleburan berkisar antara 10% 20%. Mangan bersifat tahan aus/korosi, tahan panas dan tahan terhadap impact atau benturan. b. Silikon (Si) Kadar silikon menentukan beberapa bagian dari karbon terikat dengan besi dan berapa bagian berbentuk grafit (karbon bebas) setelah mencapai keadaan setimbang. Silikon bersifat menurunkan kekerasan besi. Silikon yang dipakai berkisar antara 0,15% 0,35%. Kelebihan silikon membentuk ikatan yang keras

63 dengan besi sehingga dapat dikatakan bahwa silikon diatas 3,25% akan meningkatkan kekerasan. Silikon yang hilang selama proses peleburan berjumlah + 10%. Silikon juga dapat menurunkan perubahan bentuk pada proses pembekuan, mencegah penyusutan yang besar dan tahan terhadap panas. c. Posfor (P) Unsur posfor membentuk larutan besi fosfida. Posfor dapat meningkatkan fluiditas logam cair dan menurunkan titik cair. Posfor dianggap sebagai unsur yang tidak murni dan jumlah kehadirannya di dalam baja dikontrol dengan cepat sehingga persentase maksimum unsur posfor di dalam baja sekitar 0,03%. Sewaktu peleburan umumnya terjadi peningkatan kadar posfor sampai 0,2%. Posfor mengurangi kelarutan karbon dan memperbanyak sementit, akibatnya besi menjadi keras dan rapuh. c. Sulfur (S) Sulfur merupakan unsur yang tidak dikehendaki dalam baja paduan, tetapi unsur ini sangat sulit untuk dihilangkan, oleh karena itu selama proses peleburan selalu diusahakan untuk mengikat sulfur tersebut. Sulfur menurunkan sifat mekanis baja terutama keliatan, mampu las, dan tahan karat. Sulfur juga menimbulkan perubahan struktur kristal sehingga titik cair dari baja meningkat. Unsur ini juga menyebabkan baja menjadi getas. d. Karbon (C) Unsur karbon yang ditambahkan sebesar 0,52% - 0,58%. Dimana unsur karbon dalam paduan dapat meningkatkan kekerasan/kekuatan dari material karena banyak mengandung karbida besi (Fe 3 C). Kadar karbon tergantung pada jenis besi yang banyak membentuk karbida besi (Fe 3 C). Kadar karbon tergantung pada jenis besi kasar dan besi bekas. Sifat fisis logam, selain tergantung pada jumlah kadar

64 karbon, tergantung pula pada bentuk karbon tersebut. Morfologi grafit tergantung pada laju pendinginan dan kadar silikon. Unsur karbon juga dapat menurunkan keliatan dan mempunyai sifat penghantar yang baik disamping mampu tempa dan mampu las yang baik Bahan Pembuang Terak Bahan pembuang terak digunakan untuk membersihkan cairan logam dari kotoran-kotoran yang berasal dari bahan baku seperti sekrap, potongan-potongan logam bekas pakai yang terikut ke dalam dapur peleburan. Bahan pembuang terak ini berupa butiran putih yang ditabur ke dalam dapur pada saat pemasakan dengan rentang waktu tertentu. Dengan penaburan butiran ini menyebabkan kotoran akan menggumpal dan naik ke atas permukaan sehingga mudah dibuang. Bahan pembuang terak yang dipakai dinamakan slag coagulant seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini. 4.2 Pembuatan Pola Bahan Pola Pola adalah perlu dalam pembuatan coran dimana pola dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran. Pola yang digunakan pada pembuatan sproket dipilih pola kayu. Pola kayu relatif lebih murah biayanya, cepat dibuatnya, dan mudah diolah dibandingkan dengan pola logam sehingga umum digunakan untuk cetakan pasir. Adapun kayu yang digunakan sebagai bahan pola adalah kayu jeluntung, yang mudah diperoleh dan murah dipasaran serta mudah dibentuk.

65 4.2.2 Macam Pola Pola yang dipilih pada pembuatan sproket yaitu pola pejal. Pola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Macam pola pejal yang digunakan adalah pola belahan. Yang dimaksud dengan pola belahan, yaitu pola yang bagian tengahnya dibelah untuk memudahkan pembuatan cetakan, dan untuk pembuatan sproket ini permukaan pisahnya dibuat hanya satu bidang saja, agar lebih mudah dalam pembuatan polanya dan menghindari terjadinya pergeseran yang akan menyebabkan salah ukuran Penentuan Tambahan Penyusutan Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan kekuatan inti. Tabel berikut memberikan harga harga angka penambahan penyusutan. Tabel 4.2 Tambahan penyusutan yang disarankan Tambahan penyusutan Bahan 8/ 1000 Besi cor, baja cor tipis 9/ 1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut 10/ 1000 Sama dengan atas & aluminium 12/ 1000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm) 14/ 1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/ 1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)

66 20/ 1000 Coran baja yang besar 25/ 1000 Coran baja besar dan tebal ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.52 ) Tambahan penyusutan pada perancangan pola sproket ini berdasarkan pada tabel 4.2 di atas dengan bahan coran baja yang besar dan tebal yaitu 16/ Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. Harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini berbeda menurut bahan, ukuran arah kup dan drag dan keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan pada gambar berikut Ukuran Pola Gambar 4. 1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja

67 Setelah penentuan tambahan tersebut maka hal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah menentukan ukuran pola melalui perhitungan dengan memperhitungkan ukuran gambar perancangan dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Berikut merupakan perhitungan ukuran pola dari sproket dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Karena pola yang digunakan adalah pola setengah, maka tambahan untuk pengerjaan permesinan kasar sesuai dengan tebal coran yang direncanakan yaitu 3 mm. Sedangkan tambahan untuk drag adalah sebesar 10 mm. Ukuran pola untuk driving sprocket dengan memperhitungkan tambahan penyusutan, tambahan pemesinan adalah sebagai berikut : - Diameter luar ( d k ) =[ (0, ) ] = 626,66 mm - Diameter dalam ( d i ) = [ 522 (0, ) ] = 543 mm + mm - Diameter maksimum hub ( d B ) = [ 402 ( 0, ) ] = 421,4 mm + mm - tebal sproket (t i ) = [ 45 (0, ) ] = 55,7 mm + mm - tebal sproket bagian dalam (t 2 ) = [ 35 + ( 0,016.35) ] = 45 mm

68 Gambar 4.2. Ukuran Pola Sproket 4.3 Sistem Saluran Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, mulai dari cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Sistem saluran yang dipakai dalam perancangan ini adalah sistem saluran jenis parting gate type b seperti diperlihatkan pada lampiran.7. Sistem saluran diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Gambar 4.3 Sistem Saluran

69 ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.65 ) Cawan tuang merupakan penerima logam cair langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang ke dalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetakan Cawan Tuang Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Sebaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Ukuran cawan tuang yang biasa dipergunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini : 0,5d 6d d d 1,5d

70 Gambar 4.4 Ukuran cawan tuang Panjang = 6d + 0,5d + d + d + 1,5d, dimana d adalah saluran turun. = , ,5.30 = 300 mm Lebar = 4.d = = 120 mm Dalam : - Yang terdalam = 5.d = 5.30 = 150 mm - Yang terdangkal = 4,5.d = 4,5. 30 = 135 mm Saluran Turun Penentuan diameter saluran turun didasarkan pada berat coran dari benda yang dibuat. Di dalam merencanakan saluran tuang perlu diketahui terlebih dahulu berat coran yang akan dikerjakan, karena ukuran sistem saluran ini disesuaikan dengan massa coran. Maka massa coran dari sproket yang akan dibuat adalah : π 2 = d d t Massa coran ( ). ρ Dimana d 0 = Diameter terluar pola,m d 1 = Diameter terdalam pola,m ρ = Massa jenis metal coran (untuk baja cor ) : 7, kg/mm 3 = 7700 kg/m 3

71 π 4 2 Massa coran = ( 0,6266 0,4214 ) 0, = 72,4 kg 2 Maka massa dari coran 72,4 kg. Maka dari table 4.2 didapat diameter saluran turun sebesar 30 mm, tinggi saluran turun adalah 5 x diameter saluran turun yaitu 150 mm. Luas saluran turun A st π 2 = 4 d π = = 706,8 mm 2 Table 4.3 Ukuran dari Saluran Turun Massa coran (kg) Diameter Saluran Turun (mm) (sumber : Tata surdia teknik pengecoran logam pt.pradnya paramita, Jakarta 1991,halaman 72) Pengalir Pengalir biasanya mempunyai irisan trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan terpisah, lagipula pengalir mempunyai luas penampang yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga

72 lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar akan tidak ekonomis, oleh karena itu ukuran yang cocok harus dipilih sesuai dengan panjangnya. Untuk baja cor, perbandingan luas irisan saluran turun : luas irisan pengalir = 1 : (1,5 2 ) sehingga luas pengalir: A p = 1,5 x luas saluran turun (A st ) = 1,5. 706,8 mm 2 = 1060,2 mm 2 A-3 A A+3 Gambar 4.5 Ukuran pengalir Dari Gambar 4.6, diperoleh ukuran pengalir (A): A p = {(A 3) + (A + 3)}. ½. A A p = A 2 A = (A p ) 1/2 A = (1060,2) 1/2 A = 32,5 mm 33 mm

73 4.3.4 Saluran masuk Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran mesuk biasanya berupa bujursangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar ke arah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Untuk baja cor, perbandingan luas saluran turun : luas saluran masuk = 1 : (2 4) Sehingga, luas saluran masuk adalah: A sm = 4. A st = ,8 mm 2 = 2827,2 mm 2 Dalam hal ini bentuk saluran masuk dibuat berbentuk setengah lingkaran. Diameter saluran masuk ditentukan ssebagai berikut : 2 / sm Luas saluran masuk = π 4d 2 / sm 2827,2 mm 2 = π 4d d sm(1) = 2827,2 = 60 mm π / 4 didapat sisi saluran masuk sebesar 60 mm. Banyak saluran masuk ditentukan dengan rumusan dibawah ini n l 8. t (Lit. 1, hal. 74) dimana : l = panjang coran t = tebal coran

74 maka banyak saluran masuk yaitu : 626,6 n 8 x 55,7 n 1,4 direncanakan 2 Gambar 4.6 Saluran masuk Penambah Penambah memberi logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran, sehingga ia harus membeku lebih lambat dari coran. Kalau penambah terlalu besar, maka prosentase terpakai akan dikurangi dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok. Penambah digolongkan menjadi dua macam, penambah samping dan penambah atas. Penambah samping dipasang disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, penambah macam ini sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas dipasang diatas coran yang biasanya berbentuk silinder atau mempunyai ukuran besar. Baja cor mempunyai titik cair yang tinggi dan koefisien penyusutan yang sangat besar, disamping itu pembekuannya terjadi dalam waktu yang pendek yang berbeda dengan besi cor, sehingga irisan penambah untuk baja cor harus lebih besar. Penambah harus dipasang diatas saluran masuk, sehingg dalam hal ini jensi penambah yang digunakan pada coran baja yakni penambah atas.

75 Gambar 4.7 Penambah Atas ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.78 ) Penambah dipasang pada tempat yang tertinggi dari coran dan diatas bagian yang paling tebal dari coran, dan selanjutnya pada pembongkaran harus mudah dipisah. Bentuk yang biasa dipakai yakni bentuk silinder. Banyaknya penambah ditentukan menurut rumus berikut : Banyaknya penambah = Jumlah panjang bagian dimana penambah harus disediakan (mm) 2 x jarak pengisian penambah (JP) (mm) Dimana pecahan dibulatkan menjadi satuan. Pada cetakan sproket dengan ketebalan pola sproket direncanakan 55,7 mm maka dapat ditentukan jarak pengisian unruk penambah tersebut. Jarak pengisian ditentukan berdasarkan grafik dibawah ini.

76 Gambar 4.8 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP). ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.81 ) Dengan menarik garis perpotongan sumbu tebal coran 55,7 mm dengan garis kelengkungan daerah yang dapat diisi terhadap sumbu jarak pengisian (JP) (mm) didapat jarak pengisian (JP) yaitu 206,7 mm. Sehingga banyaknya penambah : n = 626,6 2x 206,7 = 2 buah penambah Maka diambil jumlah penambah sebanyak dua buah Ukuran Penambah Bentuk penambah yang digunakan pada coran baja ini berbentuk silinder. Karena tempat, bentuk dan banyaknya penambah telah ditentukan maka ukuran tiap bagian harus ditentukan. Maka Volume penambah /Volume coran ditentukan dari gambar dibawah ini.

77 Gambar 4.9 Kurva Pellini ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.82 ) dimana (P+ L) /T disebut faktor bentuk, P panjang coran, L lebar coran dan T merupakan tebal bagian dimana penambah harus dipasang. Untuk cetakan sproket panjang dan lebar memiliki kesamaan kerena berbentuk lingkaran. Maka panjang dan lebar sproket (P & L) yaitu 626,6 mm, dan tebal sprocket 55,7 mm. Sehingga faktor bentuk dari sproket yaitu : factor bentuk : P + T L = ( 626,6+ 626,6) 55,7 = 22,4 Dari kurva pellini didapat volume penambah / volume coran Vp/Vc = 0,26 maka didapat : Volume penambah = 0,26. Volume coran maka Volume Penambah = 72,4 0,26 x m = 0,00244 m 3 (1) Penambah yang digunakan berbentuk silinder, dimana volume silinder ditentukan dari rumusan V = π/4 D 2 H, dimana D merupakan diameter penambah dan H merupakan tinggi penambah. Tinggi penambah (H) yang berbentuk silinder ukurannya mengikuti ketentuan berikut ini ; Tinggi penambah H = (1,5 ± 0,2) x D.Diambil tinggi penambah H = 1,5 D. Maka : Volume penambah = π/4 D 2 H Persamaan (1) = Persamaan (2) = π/4 D 2 1,5 D (2)

78 0,0037 = 0.4 π D 3 D p 0,00244 = 3 0,4. π = 0,0579 m = 157 mm Tinggi penambah = H = 1,5 D P = 1,5 (57) = 86 mm 4.4 Pembuatan Inti Inti merupakan bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetak untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam suatu coran. Jenis inti yang dipakai adalah inti pasir kering yang dibuat secara terpisah dan dipasang setelah pola dikeluarkan sebelum cetakan ditutup. Inti harus memiliki kekuatan yang memadai dan harus mempunyai permukaan yang halus dan tahan panas serta mempunyai porositas. 4.5 Pembuatan Cetakan Pasir Gambar Pola Inti Setelah pembuatan pola selesai, maka langkah selanjutnya adalah membuat cetakan pasir. Cetakan (molding) dibuat dengan memadatkan pasir yang telah dicampur bahan perekat (waterglass) dimana proses pengerasan pasir dibantu

79 dengan tambahan gas CO 2 yang bertekanan 98,04 kpa. Pasir cetak yang digunakan adalah pasir silika (SiO 2 lebih dari 95%). Pasir silika dipilih karena mempunyai sedikit kotoran, hanya memerlukan bahan pengikat yang sedikit untuk mendapatkan kekuatan dan permeabilitas yang lebih baik. Papan cetakan diletakkan pada lantai dengan permukaan yang rata dengan pasir yang tersebar merata. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir mencapai mm. Sebelum pasir cetak dimasukkan, posisi sistem saluran harus ditentukan dahulu. Pasir cetak dimasukkan ke dalam rangka cetakan secara merata hingga menutupi pola kemudian dipadatkan dengan cara menumbuk dan menekan pasir secara perlahan-lahan hingga padat. Penumbukan harus dilakukan dengan hatihati agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir yang tertumpuk melewati tepi atas dari rangka cetak digaruk (dikikis) sampai permukaan pasir rata dengan permukaan dinding dan rangka cetakan. Kemudian cetakan dibalikkan dan pola sudah dapat diangkat. Cara yang sama juga dilakukan pada kup. Namun bedanya pada kup terdapat saluran turun dan penambah yang posisinya diatur sedemikian rupa. Setelah pola diangkat dari kup dan drag, pada rongga cetakan dibubuhkan tepung grafit. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang, kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan. Pengalir dan saluran masuk dipasang sebelumnya yang bersentuhan langsung dengan pola utama. Untuk melepaskan uap air yang terdapat di dalam pasir cetakan maka digunakan gas CO 2 yang disalurkan ke dalam pasir selama 2 menit. Setelah itu kup dipasang diatas drag, posisi rongga cetakan harus dipertemukan secara teliti jangan sampai terjadi selisih diantara keduanya. Agar cetakan menjadi keras dan tidak mudah hancur maka dilakukan pembakaran dengan api selama 20

80 menit, kemudian dilakukan pendinginan selama satu hari sebelum dilakukan penuangan logam cair. 4.6 Peleburan Logam Coran Tanur induksi dibagi menjadi dua jenis sesuai dengan konstruksi dasarnya yaitu pertama adalah tanur jenis tanur krus atau jenis tak berinti dan yang kedua adalah tanur jenis saluran. Berikut merupakan sifat-sifat dari berbagai tanur pelebur induksi. Tabel 4.4 Sifat sifat dari berbagai tanur pelebur induksi Sifat sifat Kapasitas Titik cair Laju Gaya Sifat sifat Harga tanur peleburan peleburan pengaduk operasi peralatan Tanur induksi frekuensi tinggi tak berinti Tanur induksi frekuensi rendah tak berinti jenis krus Tanur induksi frekuensi rendah tak berinti jenis saluran Kecil Tinggi Cepat Lemah Cocok untuk cepat, Temp.tinggipele buran dari bahan dingin Sedang Rendah Lambat Kuat Cocok untuk Besar produksi masa operasi putusputus atau kontiniu. Sedang Rendah Lambat Kuat Operasi kontiniu Besar efisiensi panas baik ekonomis. Mahal (Sumber : prof. Ir. Tata Suardia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986) Murah Murah Berdasarkan sifat sifat tanur induksi diatas maka tanur induksi yang digunakan yaitu tanur induksi jenis krus. Keuntungan dari jenis krus adalah konstruksinya sederhana, bata tahan api bersifat asam yang murah, pembuatan yang

81 mudah. Berikut merupakan gambar dari tanur induksi jenis krus. Dalam proses pengecoran di perusahaan Industri digunakan tanur induksi jenis kruss, seperti pada gambar 4.9.Dapur induksi ini mempunyai diameter dalam sebesar 90 cm dan tinggi 2 m, sehingga dapur ini mempunyai volume yang dapat mencapai logam cair sebanyak 1,2117 m 3 dengan kapasitas mencapai 2,2 ton. Temperatur dapur dapat mencapai 1600 C. Dasar dari dapur ditutup oleh batu tahan api kemudian batu magnesia. Bata tersebut dilapisi tumbukan campuran butir magnesia 70-75% dan tepung magnesia 25-30% ditambah dengan tir yang tidak mengandung air. Dinding dapur terbuat dari bata tahan api non konduktor umumnya dipakai bata silika Dapur ini diperlengkapi dengan mekanik pengungkit agar mudah mengeluarkan isi dapur setelah selesai proses pembuatan baja. Menurut konstruksi dasarnya, tanur induksi ini mempunyai satu kruss yang diletakkan dalam satu kumparan (lilitan) sehingga arus induksi yang melalui kumnparan menyebabkan timbulnya medan elektromagnetik yang berubah ke segala arah di dalam krusibel. Akibat adanya logam yang akan dilebur dalam krusibel, maka medan elekromagnetik akan ditahan oleh logam tersebut sehingga timbul arus induksi yang mengakibatkan panas untuk mencairkan logam tersebut. Ruangan tempat untuk mencairkan logam disebut kruss. Lilitan kedua yang didinginkan air mengelilingi kruss dan diluar lilitan diletakkan juk yang terdiri dari pelat berlapis banyak, yang berfungsi untuk memusatkan fluks magnet dan menahan lilitan. Proses peleburan dimulai dengan menggunakan bongkahan baja. Bongkahan baja pertama sekali dimasukkan kedalam tanur, kemudian tanur dihidupkan agar tanur bekerja otomatis sesuai dengan tingkat tegangan yang dibutuhkan. Panel-panel penunjuk tegangan akan memberikan informasi adanya peningkatan tegangan listrik yang digunakan sesuai dengan temperatur tanur. Kalau

82 pencairan sudah dimulai, tanur ini memerlukan ingot yang besar (blok mula) atau cairan besi. Setelah balok besi tersebut mencair seluruhnya, maka sekrap dimasukkan sedikit demi sedikit sampai penuh dan dibiarkan agar temperatur dapat mencapai suhu 1500 C-1580 C. Apabila sudah selesai dan telah mencapai temperatur yang diharapkan maka logam cair telah dapat dituang. Gambar 4.11 Tanur induksi jenis krus ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hal.146 ) Adapun komposisi cairan di dapur adalah sebagai berikut: Tabel 4.5. Tambahan penyusutan yang disarankan Mangan (Mn) Silikon (Si) Komposisi Metal Cair (%) Phospor (P) Sulfur (S) Karbon (C) Besi ( Fe) Komposisi 0,8 0,4 0,040 0,05 0,7 sisa Dalam perancangan ini, sproket yang dirancang menggunakan baja karbon tinggi Untuk itu komposisi bahan baja karbon tinggi yang diinginkan dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6. Komposisi Bahan Baja Karbon Tinggi AISI 1074

83 Bahan baja karbon tinggi AISI 1074 (%) Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon Besi (Mn) (Si) (P) (S) (C) ( Fe) Komposisi 0,79 0,295 0,04 0,05 0,415 sisa ( Sumber : material webset (matweb.com) Dari tabel di atas dapat diketahui berapa komposisi yang dibutuhkan untuk bahan tambahan pembuatan sproket. Di sini kapasitas peleburan adalah 2200 kg untuk mencor sprocket. Untuk mencapai persentase paduan sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu ditambahkan unsur paduan berupa senyawa besi dengan unsur paduan yang akan ditambahkan dengan jumlah unsur yang diperlukan dalam senyawa itu sehingga dapat dihitung berapa banyak senyawa besi yang akan ditambahkan supaya diperoleh persentase yang diinginkan Penambahan Beberapa Unsur Paduan Penambahan unsur paduan dihitung dengan persamaan : Massa Paduan = % yang diinginkan - % dalam konsentrasi dalam unsur tan ur x Massa log am Adapun peningkatan komposisi yang kita harapkan dapat dihitung dari tabel 4.7. Tabel 4.7. Komposisi Bahan Paduan Sproket Unsur Paduan % pada tanur % yang diinginkan % Penambahan Karbon (C) 0,415 0,7 0,285

84 Silikon (Si) 0,295 0,4 0,105 Mangan (Mn) 0,79 0,8 0,01 Sulfur (S) 0,05 0,05 - Posfor (P) 0,04 0,04 - Sisa dari komposisi adalah besi (Fe) 1. Penambahan Unsur Karbon Unsur karbon diperoleh dengan memasukkan arang kemiri yang mengandung kadar karbon 60 % (massa). Kadar karbon yang diinginkan 0,7 % Kadar kabon dalam tanur 0,415 % Kandungan karbon dalam arang kemiri 60 % Arang kemiri yang dibutuhkan : m Arang = 0,7 0,415 x 2200 = 10, 45 kg Penambahan Unsur Mangan (Mn) Unsur Mn ditambahkan dengan jalan menambahkan Fe-Mn dengan kadar Mn 76 %. Kadar Mn yang diinginkan 0,8 % Kadar Mn dalam Tanur 0,79 % FeMn yang dibutuhkan :

85 0,8-0,79 m FeMn = x 2200 = 0,29 kg Penambahan silikon (S i ) Unsur silikon diperoleh dengan menambahkan Fe-S yang mengandung sulfur sebanyak 70 %. Kadar Sulfur yang diinginkan 0,4 % Kadar Sulfur dalam tanur 0,295 % FeS yang dibutuhkan : 0,4-0,295 m FeCr = x 2200 = 3,3 kg Penuangan Logam Cair Logam cair yang telah mencapai temperatur lebur dan komposisi yang sesuai maka logam cair tersebut telah dapat dituang kedalam cetakan. Penambahan unsur-unsur tambahan dilakukan 5 menit sebelum dilakukan penuangan. Ladel digunakan untuk membawa logam cair tersebut untuk dituangkan pada cetakan. Sebelum dituang kedalam ladel, cairan logam diberi bahan pengikat terak (slag coagulant) untuk mengikat terak yang terkandung di dalam cairan logam tersebut, sehingga tidak ikut masuk kedalam cawan tuang, Bahan ini akan mengikat (menggumpalkan) kotoran-kotoran yang terdapat di dalam cairan logam seperti sisa karat dari bahan baku. Cairan logam yang sudah mencair dikeluarkan dari tanur dan diterima oleh ladel. Kekentalan logam cair (viskositas kinematik) sebesar 0,00506 cm 2 /detik untuk temperatur 1500 C 1550 o C. Logam cair dari ladel kemudian dituang kedalam cawan tuang pada temperatur 1500 C 1550 o C dengan waktu tuang yang ditentukan.

86 4.8 Kecepatan Penuangan Untuk mendapat hasil pengecoran yang baik perlu diperhatikan waktu penuangan dan kecepatan penuangan. Kecepatan penuangan juga dapat diatur sedemikian rupa untuk mencegah perubahan suhu yang drastis karena akan mengakibatkan cacat coran seperti retak-retak dan keropos. Untuk menghitung kecepatan penuangan dapat digunakan rumus sebagai berikut: V = C 2gh... ( Lit. 1, hal. 71) Dimana : C = koefisien aliran, untuk saluran rumit 0,5-0,6 dan untuk saluran sederhana 0,9-1,0.Diambil sebesar 0,9 g = percepatan gravitasi, 9,81 m/s 2 h = tinggi saluran turun (0,150 m) Maka dengan menggunakan rumus diatas kecepatan penuangan adalah V = 0,9. 2.9,81.0, 150 V = 1,6 m/detik 4.9 Waktu Penuangan Logam cair dari ladel di tuang kedalam cawan tuang pada temperatur C dengan waktu tuang tertentu. Waktu tuang dari coran sproket ditentukan dari grafik berikut. Dari grafik tersebut diperoleh bahwa waktu tuang adalah 15 detik.

87 Gambar 4.11 Hubungan antara waktu dan berat tuang untuk baja cor (t ; tebal coran) 4.10 Penyelesaian Hasil Cetakan Setelah proses penuangan dilakukan maka cetakan dibiarkan selama 12 jam untuk membiarkan logam cair membeku. Setalah itu cetakan dibongkar, kemudian hasil coran didinginkan didalam ruang terbuka. Setelah pembongkaran maka selanjutnya adalah pekerjaan proses permesinan pada hasil coran. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan ukuran yang actual sesuai dengan gambar teknik. Pekerjaan yang dilakukan pada proses permesinan terdiri pada dua pekerjaan yaitu penggerindaan dan pembubutan. Penggerindaan dilakukan untuk membersihkan coran dari bagian-bagian yang tidak terpakai lagi, yang tidak dapat dibersihkan secara manual. Pembubutan dilakukan untuk mendapatkan dimensi actual sesuai dengan gambar teknik. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

88 Berdasarkan pembahasan dan perhitungan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sproket Pengerak yang direncanakan berfungsi untuk mengerakan rantai/track pada bulldozer. 2. Sproket Bahan sproket adalah Baja Karbon Dimensi sproket yang direncanakan adalah: Diameter luar(d k ) : 604 mm Diameter pitch(d p ) : 563 mm Diameter Dalam(d i ) : 522 mm Diameter maksimum hub (d b ) : 402 mm Tebal bagian luar (t 2 ) : 45 mm Tebal bagian dalam (t 2 ) : 35 mm 3. rantai (track) Nomor 240 Jarak puncak (P) : 76,6 mm Lebar rol (w) : 47,63 mm Diameter rol (d) : 47,62 mm Kekuatan tarik : N 4. Poros Bahan poros adalah S 55 C Dimensi poros yang direncanakan adalah :

89 Diameter poros : 110 mm 5. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sproket adalah baja sekrap (reject) yang mencakup sekrap dari luar dan return (sisa proses,defect) yang berbentuk balok serta serpih geram. 6. Unsur unsur paduan yang ditambahkan di dalam tanur peleburan antara lain : Mangan, Silikon, Posfor, Sulfur, dan Karbon. 7. Bahan pola yang digunakan adalah kayu jelutung, oleh karena kayu ini mudah dibentuk. Sedangkan pola yang digunakan adalah pola pejal dengan jenisnya pola belahan. 8. Untuk proses pembuatan cetakan harus dibuat bentuk dan dimensi dari sistem saluran (gating system) dengan hasil yang didapat dari hasil perhitungan sebagai berikut : Berat benda coran Temperatur tanur Temperatur tuang Waktu tuang = 72,4 kg = C = C = 15 detik Cawan tuang Panjang = 300 mm Lebar = 120 mm Kedalaman yang terdalam = 150 mm Kedalaman yang terdangkal = 135 mm

90 Saluran turun Diameter = 30 mm Tinggi = 150 mm Saluran Pengalir Jumlah = 1 buah Luas = 1060,2 mm 2 Saluran masuk Jumlah = 2 buah Luas = 2827,2 mm 2 Penambah Jumlah = 2 buah Diameter = 57 mm Tinggi = 86 mm 8. Tanur yang digunakan untuk memasak bahan baku adalah tanur induksi jenis krus dengan kapasitas dapur 2,2 ton yang mampu mencairkan logam hingga suhu C. 9. Proses penuangan logam cair dilakukan pada suhu C, dimana kecepatan penuangan sebesar 1,6 m/detik dan waktu penuangan selama 15 detik. 10. Selain faktor perencanaan cetakan yang tepat, peleburan, penuangan, dan

91 finishing, faktor teknis seperti operator yang berpengalaman dapat juga mempengaruhi kualitas coran. 5.2 SARAN Oleh karena rancangan ini hanya sebatas pada perencanaan pembuatan sproket dengan menggunakan cetakan pasir. Maka sebaiknya pada perancanganperancangan selanjutnya dapat dicoba untuk memakai cetakan jenis lainnya dan perlu diadakan uji laboratorium untuk memeriksa kekuatan dan kekerasan sproket.

92 Daftar Pustaka 1. Sularso, Kiyokatsu Suga, 2004, Dasar perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Cetakan Kesebelas, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 2. Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, 1994, Perencanaan Teknik Mesin, Jilid I, Edisi Keempat, PT. Erlangga, Jakarta. 3. Tata Surdia, Chijiwa Kenji, 2006, Teknik Pengecoran Logam, Cetakan Keempat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 4. Hari Amanto, Daryanto, 1999, Ilmu Bahan, PT. Erlangga, Jakarta 5. R.L.Agarwal, T.R Banga, Tahil Manghnani, 1987, Foundry Engineering, Fourth Edition, Khanna Publishers, New Delhi 6. American Chain Association, 2006, Standard Handbook of Chains, second edition, CRC press, Newyork 7. David Haliday, 1994, Fisika, Jilid I, Terjemahan. Pantur Silaban, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta

93 Lampiran 1. Faktor Konversi Satuan

94

95

96 Lampiran 2. Penggunaan Bahan Coran Lampiran 3. Komposisi Kimia dari beberapa Jenis Pasir Cetak

97 Lampiran 4. Campuran Pasir Cetak untuk beberapa Jenis Logam dan Paduan Logam

98 Lampiran 5. Karakteristik Bahan-bahan Api

99

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan baku dicairkan

Lebih terperinci

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET CONVEYOR YANG MEMPUNYAI DAYA 11 KW DAN PUTARAN 32 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS TURBIN AIR FRANCIS YANG BERDAYA 950 KW DAN PUTARAN 300 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM OLEH : WISNU ANJASWARA NIM : 030401022 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARIMAN

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Proses produksi yang terdapat di Pabrik Gula Sei Semayang yang memproduksi gula GKP I (Gula Kristal Produk I) dengan bahan baku utama adalah tebu dengan berat

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POROS TURBIN AIR YANG DAPAT MENERUSKAN DAYA 710 KW PADA PUTARAN 330 RPM DAN PERENCANAAN PENGECORAN SERTA SIMULASINYA OLEH : FRANSISKUS PURBA NIM : 040401005 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Perancangan Pembuatan Batang Torak Untuk Truck Dengan Daya 120 PS Dan Putaran Maksimum RPM Dengan Pengecoran Logam Menggunakan Cetakan Pasir

Perancangan Pembuatan Batang Torak Untuk Truck Dengan Daya 120 PS Dan Putaran Maksimum RPM Dengan Pengecoran Logam Menggunakan Cetakan Pasir Perancangan Pembuatan Batang Torak Untuk Truck Dengan Daya 120 PS Dan Putaran Maksimum 2.850 RPM Dengan Pengecoran Logam Menggunakan Cetakan Pasir SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam BAB III METODOLOGI 3.1 Perencanaan Cetakan 3.1.1 Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu.

Lebih terperinci

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HIMAWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan 2.1.1 Worm screw Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press).

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam

Lebih terperinci

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) *Yusuf Umardani a, Yurianto a, Rezka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam, bahan baku dicairkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN RUMAH POMPA SENTRIFUGAL DENGAN KAPASITAS 20 M 3 / JAM AIR DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR O L E H : SYAIFUL AKBAR NIM

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran. L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati ANALISIS PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN DENGAN POLA STYROFOAM TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKERASAN PRODUK PULI PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM DAUR ULANG Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Menyiapkan Pasir Cetak

Menyiapkan Pasir Cetak SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Menyiapkan Pasir Cetak Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PENGERTIAN Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing.

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing. PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA Idris Prasojo 23411466 Teknik Mesin Dr.-Ing. Mohamad Yamin Latar Belakang Berkembangnya teknologi pada industri kereta api. Beragam

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API TUGAS AKHIR PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API Disusun : Adi Pria Yuana NIM : D 200.04.0003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 21 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari 1), Tuwoso 2), Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014 1 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari, Tuwoso, Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai Mesin penghancur kedelai dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp, mengapa lebih memilih memekai motor listrik 0,5 Hp karena industri yang di

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN OLEH : MARTUA S.M SITORUS NIM. 060421001 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 1 Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Widi Widayat 1, Aris Budiyono 2 1,2. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik M. ROLAN

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR Dalam pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 60 ton/jam TBS sangat dibutuhkan peran bunch scrapper conveyor yang berfungsi sebagai pengangkut janjangan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada)

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada) PROSES PENGERJAAN PANAS PROSES PENGERJAAN PANAS Adalah proses merubah bentuk logam tanpa terjadi pencairan (T proses : T cair > 0,5), volume benda kerja tetap dan tak adanya geram (besi halus sisa proses).

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik IMBARKO NIM. 050401073

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Alat Pencacah plastik Alat pencacah plastik polipropelen ( PP ) merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini memiliki

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM PERANCANGAN TROLLEY DAN SPREADER GANTRY CRANE KAPASITAS ANGKAT 40 TON TINGGI ANGKAT 41 METER YANG DIPAKAI DI PELABUHAN INDONESIA I CABANG BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian ilmu logam bagian yaitu: Didasarkan pada komposisi logam dan paduan dapat dibagi menjadi dua - Logam-logam besi (Ferrous) - Logam-logam bukan besi (non ferrous)

Lebih terperinci

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting TUGAS AKHIR Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting Disusun : EKO WAHYONO NIM : D 200 030 124 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN DAN ANALISA PERHITUNGAN BEBAN ANGKAT MAKSIMUM PADA VARIASI JARAK LENGAN TOWER CRANE KAPASITAS ANGKAT 3,2 TON TINGGI ANGKAT 40 METER DAN RADIUS LENGAN 70 METER SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING

REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING Eko Wahyono 1, Agus Yulianto 2, Agung Setyo Darmawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA PROSES PRODUKSI I BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA OBJECTIVE Mahasiswa dapat menerangkan konsep dasar teknologi dan proses metalurgi serbuk AGENDA Definisi Karakterisasi metalurgi serbuk Metode

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Laju Perubahan 2.1.1 Laju Perubahan Rata-Rata Laju perubahan rata-rata fungsi dalam selang tertutup ialah : 2.1.2 Garis Singgung pada Sebuah Kurva Andaikan sebuah fungsi

Lebih terperinci