PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN"

Transkripsi

1 TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN OLEH : MARTUA S.M SITORUS NIM PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Akhir ini diambil dari mata kuliah Teknik Pengecoran Logam dengan judul : Perancangan dan Pembuatan Worm Screw dengan Kapasitas Olahan 10 ton TBS/jam untuk PKS dengan Proses Pengecoran. Tugas akhir ini disusun berdasarkan survey dan data-data praktis dari lapangan serta melalui pembahasan dan studi literatur. Selama penulisan Tugas Sarjana ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua saya ( H. Sitorus dan D. br. Tampubolon ) yang selalu mendukung dan memberikan kasih sayang yang tak ternilai harganya selama penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari kecil hingga saat ini. 2. Kepada kedua mertua saya ( E. Sidabutar dan N. br. Silalahi ) yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 3. Ibu Ir. Raskita S. Meliala, selaku dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Bapak DR.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin.

3 5. Bapak Ir. Alfian Hamsi, M.Sc dan Bapak Ir. Isril Amir sebagai dosen pembanding saya. 6. Bg Sawal dan seluruh Staff Pegawai dan Staff Pengajar di Departemen Teknik Mesin USU yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi dan membimbing penulis selama perkuliahan. 7. Kepada Istriku Tercinta J. Sidabutar Dan kedua Anakku ( Albert Jeremy Sitorus Pane & Yosafet Mikhael Sitorus Pane ) yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 8. Kepada adik-adikku ( Edison, Rosdiana, Jungjungan, Maju, Daniel ) yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 9. Seluruh Sanak Saudara yang telah mendukung dan memberi motivasi bagi penulis selama menyelesaikan pendidikan..penulis menyadari tugas sarjana ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih Medan, Desember 2009 Penulis, Martua S.M Sitorus NIM :

4 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR SIMBOL... DAFTAR LAMPIRAN... i iii vii ix x xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Perencanaan Batasan Masalah Metode Penulisan Sistematika Penulisan... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Karakteristik Kelapa sawit Worm Screw Screw Konveyor Baja Cor Baja Paduan Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Struktur coran baja... 11

5 2.2.2 Sifat-sifat coran baja karbon Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Khusus Baja cor paduan rendah Baja cor tahan karat Struktur dan sifat-sifat dari baja cor tahan panas Struktur dan sifat-sifat dari baja cor mangan tinggi Dapur Induksi Bentuk dan Ukuran Coran Bentuk standar dan ukuran coran Pengecoran dengan Cetakan Pasir Sifat-sifat pasir cetak Macam-macam pasir cetak Susunan pasir cetak Pola Macam-macam Pola Penentuan penambahan pemisahan Bahan-bahan untuk pola Perencanaan pola Inti dan telapak inti Macam dari telapak inti Rencana pengecoran Istilah-istilah dan fungsi dari sistem saluran Bentuk dan bagian-bagian sistem saluran Penambah... 41

6 2.9 Penuangan Logam Cair Pengujian dalam Pengecoran Pengukuran temperatur Pengujian terak BAB III PERENCANAAN WORM SCREW Worm Screw Perhitungan Kapasitas Olahan Perancangan Ulir Perancangan Poros Penghubung dan Pasak BAB IV PERENCANAAN CETAKAN Pemilihan Pola Bahan pola Jenis pola Pengerjaan tambahan pola Penentuan Tambahan Penyusutan Ukuran Pola Sistem Saluran Saluran turun Cawan tuang Sistem pengalir Saluran masuk Saluran penambah Ukuran penambah Pembuatan Inti... 82

7 4.6 Pemberat Waktu Tuang Pembuatan Cetakan Pasir BAB V PELEBURAN DAN PENUANGAN Peleburan Logam Coran Komposisi Logam Penuangan Cairan Logam Penyelesaian Hasil Cetakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 98

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Worm screw... 7 Hal Gambar 2.2 Pengaruh kandungan karbon dan perlakuan panas pada sifat-sifat mekanik Gambar 2.3 Data dari pengujian tarik panas dari baja cor karbon dinormalkan Gambar 2.4 Kadar karbon dan kekerasan maksimum baja setelah dicelup dingin Gambar 2.5 Tanur induksi jenis kruss Gambar 2.6 Bentuk butir-butir pasir cetak Gambar 2.7 Pola setengah Gambar 2.8 Pola belah Gambar 2.9 Pola belahan banyak Gambar 2.10 Pola tunggal Gambar 2.11 Pola pelat pasangan Gambar 2.12 Pola pelat kup dan drag Gambar 2.13 Telapak inti bertumpu dua mendatar Gambar 2.14 Tapak inti beralas tegak Gambar 2.15 Telapak inti tegak bertumpu dua Gambar 2.16 Telapak inti untuk penghalang (sebagian) Gambar 2.17 Istilah-istilah sistem pengisian Gambar 2.18 Ukuran cawan tuang... 39

9 Gambar 2.19 Perpanjangan pengalir Gambar 2.20 Sistem saluran masuk Gambar 2.21 Penambah samping dan penambah atas Gambar 2.22 Temperatur penuangan yang disarankan Gambar 3.1 Worm screw Gambar 3.2 Gambar bentuk worm screw Gambar 3.3 Detail dari ulir berpuncak Gambar 3.4 Ukuran pasak dan alur pasak Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja Gambar 4.2 Ukuran Worm screw yang direncanakan Gambar 4.3 Pembagian poros untuk perhitungan ukuran pola Gambar 4.4 Ukuran worm screw untuk pola kup Gambar 4.5 Ukuran worm screw untuk drag Gambar 4.6 Ukuran pola worm screw Gambar 4.7 Pembagian daun untuk perhitungan daun Gambar 4.8 Saluran turun Gambar 4.9 Ukuran cawan tuang Gambar 4.10 Sistem pengalir Gambar 4.11 Saluran masuk Gambar 4.12 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP) Gambar 4.13 Kurva pellini Gambar 4.14 Bentuk inti Gambar 4.15 Tahapan pembuatan cetakan... 87

10 DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Ketebalan dinding minimum dari pengecoran pasir Tabel 2.2 Temperatur penuangan untuk berbagai coran Tabel 2.3 Tambahan penyusutan yang disarankan Tabel 3.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinisi dingin untuk poros Tabel 3.2 Harga k t Tabel 3.3 Ukuran-ukuran utama pasak Tabel 4.1 Karakteristik kayu jelutung Tabel 4.2 Contoh dari ukuran dari saluran turun, pengalir dan saluran masuk untuk coran besi cor... 74

11 DAFTAR SIMBOL SIMBOL KETERANGAN SATUAN ρ Massa jenis air kg/mm 3 g Kecepatan gravitasi m/s 2 Di Diameter pitch mm W Berat kg α Sudut kemiringan ulir 0 μ c Koefisien gesek pada kollar - P Tekanan N/m 2 μ Koefisien gesek ulir - Sl Tegangan geser kg/m 2 T Torsi kg mm d Diameter worm screw mm σ b Tegangan tarik bahan kg/mm 2 Sf 1 Faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan - Sf 2 Faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan mm σ t Kekuatan tarik bahan kg/mm 2 g Grafitasi bumi m/s 2 m Massa kg t Waktu tuang detik

12 v Volume m 3 d p Diameter penambah mm γ Berat jenis baja tahan karat kg/m 3 A st Luas saluran turun mm 2 d st Diameter saluran turun mm h st tinggi saluran turun mm A sm Luas saluran masuk mm 2 d sm Diameter saluran masuk mm n sm Jumlah saluran masuk buah A p Luas pengalir mm A Potongan pengalir mm P Panjang coran mm l Lebar coran mm T c Tebal coran mm JP Jarak pengisian mm n p Jumlah penambah buah h p Tinggi penambah mm Lp Panjang pola untuk poros mm Dp Diameter pola untuk poros mm L Panjang poros yang dirancang mm D Diameter poros yang dirancang mm Tp Tinggi pola mm lp Lebar pola untuk daun mm J Jarak daun untuk pola mm

13 J a-b Jarak antar daun yang berdekatan mm t Tinggi daun yang dirancang mm l Lebar daun yang dirancang mm lp a Lebar pola daun awal mm lp b Lebar pola daun akhir mm l a l b Lebar daun awal yang berdekatan yang dirancang mm Lebar daun akhir yang berdekatan yang dirancang mm Tpd Tambahan untuk permukaan drag mm TPk Tambahan untuk permukaan kup mm TPm Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar mm TPs Tambahan penyusutan yang disarankan mm P T Panjang total poros mm D T Diameter total poros mm P k Panjang poros untuk kup mm P d Panjang poros untuk drag mm D k Diameter poros untuk kup mm D d Diameter poros untuk drag mm

14 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1 Tabel Konversi Satuan Lampiran 2 Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros Lampiran 3 Jenis-jenis Sistem Saluran dalam Pengecoran Logam Lampiran 4 Sifat-sifat yang diminta dan bahan untuk coran Lampiran 5 Penggunaan Bahan Coran Lampiran 6 Aliran Proses pada Pengecoran Logam Lampiran 7 Gambar Screw Press dan Bagian-bagiannya Lampiran 8 Gambar Cetakan Worm Screw

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia minyak kelapa sawit mempunyai peranan sebagai primadona ekspor non migas. Adanya keinginan pemerintah kearah agro industri yang merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah dimasa mendatang. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya manusia serta tersedianya peluang pasar yang cukup besar, baik didalam maupun diluar negeri. Melihat prospek yang menjanjikan diatas ditambah dengan luasnya areal kebun kelapa sawit di Indonesia maka banyak dibuka perkebunan kelapa sawit yang juga diikuti dengan banyaknya berdiri industri pengolahan kelapa sawit. Dengan banyak berdirinya industri tadi memaksa kepada setiap para insan yang berkecimpung dalam bidang teknologi (engineering) untuk dapat memanfaatkan ilmunya dalam pengoperasian dan pembuatan alat-alat industri pengolahan tersebut. Pertumbuhan industri manufaktur dan pengecoran logam saat ini telah meningkat dalam memenuhi permintaan pasar untuk peralatan dan perlengkapan pabrik kelapa sawit seiring dengan meningkatnya konversi hutan di Sumatra dan Kalimantan menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing maka perlu diadakan telaah perencanaan proses pengecoran logam khususnya dalam pembuatan komponen pabrik kelapa sawit, dalam hal ini membahas mengenai perencanaan dan proses pembuatan worm screw yang digunakan pada sebuah pabrik kelapa

16 sawit dengan kapasitas olahan 10 ton TBS/jam. Proses pembuatan dari hasil perencanaan dilakukan dengan teknik pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir yang relative mudah dan ekonomis. Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya kerja sama antara pihak akademis dengan pihak pengusaha misalnya memberikan kesempatan melaksanakan kerja praktek, survey studi dan penerimaan tenaga kerja. Kerja sama seperti ini menguntungkan bagi kedua pihak. Bagi mahasiswa dengan terjun langsung kelapangan akan membuka pikiran dan wawasan terhadap proses kerja secara langsung dengan melihat dan mengamati serta melakukan perbandingan antara teori dengan praktek kerja. Sedangkan bagi perusahaan yang menerima kesempatan bagi mahasiswa untuk survey, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan menerima hasil penelitian mahasiswa tersebut berupa saran-saran ilmiah guna meningkatkan mutu dan kualitas produk. Untuk keperluan tugas akhir ini, penulis melakukan survey dengan mengamati secara langsung proses pembutan worm screw di perusahaan pengecoran PT. BAJA PERTIWI INDUSTRI. Perusahaan ini banyak menerima pesanan-pesanan dari perusahaan perkebunan untuk membuat komponenkomponen mesin perkebunan (kalapa sawit) seperti roda lori, screw press, sprocket, pin, drum, digester arm, hydro cyclone dan ekspeler arm. Namun untuk melengkapi wawasan penulis mengenai cara kerja worm screw penulis juga melakukan survey studi di PTPN NUSANTARA II KEBUN SAWIT HULU,LANGKAT.

17 1.2 Maksud dan Tujuan Perencanaan Maksud dari perencanaan ini adalah mengamati secara langsung mengenai teknik pengecoran logam dalam hal ini proses produksi worm screw. Dengan melihat secara langsung proses produksi tersebut, mahasiswa dapat membandingkannya dengan teori yang diperoleh di bangku kuliah maupun praktek dilaboratorium foundry dalam skala kecil. Tujuan dari perencanaan ini adalah Mahasiswa dapat merencanakan cetakan, mulai dari pemilihan jenis cetakan, pemilihan bahan baku, merencanakan dimensi pola, merencanakan sistem saluran untuk pengecoran screw press agar diperoleh hasil yang sebaik mungkin serta mampu memahami hasil yang diperoleh apakah telah sesuai dengan yang direncanakan, sehingga diharapkan dapat membuka cakrawala berpikir mahasiswa dan mengasah kemampuan untuk memahaminya. 1.3 Batasan Masalah Karena luasnya persoalan yang menyangkut masalah pengecoran maka pengecoran dalam perencanaan tugas sarjana ini dibatasi yaitu pemilihan bahan baku yang sesuai, pembuatan pola, perencanaan sistem saluran serta peleburan dan penuangan. Dengan adanya pembatasan ini diharapkan akan mencakup halhal pokok mengenai perencanaan sebuah cetakan. 1.4 Metode Penulisan adalah : Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini

18 1. Survey Studi ke Lapangan Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam dalam hal ini yang disurvey yaitu PT. Baja Pertiwi Industri dan juga diadakan peninjauan pada Pabrik Kelapa Sawit untuk mendapatkan data-data mengenai worm screw yang akan direncanakan dalam hal ini adalah PTPN II KEBUN SAWIT HULU, LANGKAT. 2. Studi Literatur Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas. 3. Diskusi Berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing dan tukar pikiran dengan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan. 1.5 Sistemtika Penulisan Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I Pendahuluan Bab ini mencakup latar belakang, maksud dan tujuan perencanaan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. 2. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendasari perencanaan pengecoran logam. 3. BAB III Perencanaan Worm Screw

19 Bab ini menguraikan tentang perencanaan worm screw yang meliputi gambaran umum worm screw, perhitungan, ukuran worm screw, pemilihan bahan. 4. BAB IV Perencanaan Cetakan Bab ini berisikan tentang perencanaan cetakan mulai dari pembuatan pola hingga proses penyelesaian akhir. 5. BAB V Peleburan dan Penuangan Bab ini berisikan tentang proses peleburan logam didalam tanur hingga pada penyelesaian akhir pengecoran.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Karakteristik kelapa sawit Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Mutu minyak sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,15% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,015%, kandungan ALB serendah mungkin (kurang dari 2% ), bilangan peroksida dibawah 2%, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna pucat), jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Pengolahan yang baik adalah pengolahan buah dalam jumlah yang optimal pula, dimana pengolahan tersebut dapat menekan kerugian / kehilangan (loses), biaya, dan waktu seminimal mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan maka pabrik harusdalam keadaan baik, dapat menghindari kerusakan serta memperkecil pemakaian bahan dan alat-alat maupun waktu dalam pelaksanaan proses pengolahan. Dengan melihat dari komposisi buah kelapa sawit tersebut, dimana terdapat kandungan air dan beberapa kandungan yang lain, hal ini akan menimbulkan karat pada mesin pengolah kelapa sawit. Untuk itu, dalam pemilihan bahan pada mesin pengolah kelapa sawit harus dipertimbangkan untuk bahan yang tahan karat.

21 2.1.2 Worm screw Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin, fungsi dari pada worm screw untuk memindahkan sekaligus mengepres buah sawit sehingga ampas terpisah dari cairan baik itu berupa air maupun minyak. Worm screw terdiri dari dua unit, yang mana masing-masing unit memiliki ulir yang berlawanan dan arah putar yang berlawanan. Jarak ulir yang satu dengan yang lainnya tidak sama, dimana jarak ulir yang satu dengan yang lain semakin mengecil. Berikut ini adalah gambar dari worm screw. Gambar 2.1 Worm Screw Dalam proses pengecoran worm screw menggunakan cetakan pasir, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu ; pemilihan material, pembuatan pola pisau, sistem rencana pengecoran (saluran turun, cawan tuang, pengalir, saluran masuk, dan penambah), pasir cetak, peleburan, penuangan, dan pengujian. Worm screw yang digunakan terbuat dari baja bahan cor, yaitu baja paduan. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan

22 kekerasan dan kekutan baja. Kandungan karbon didalam baja sekitar 0,1-0,7%, sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur didalam lapisan baja untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat khusus. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan keteknikan seperti pembentukan pelat, lembaran, pipa, batang, profil dan lain sebagainya. Unsur karbon adalah unsur campuran yang sangat penting dalam pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan penambahan unsur campuran lain kedalam baja adalah untuk mengubah pengaruh unsur karbon. Apabila dibandingkan dengan kandungan karbonnya maka dibutuhkan sejumlah besar unsur campuran lain untuk menghasilkan sifat yang dikehendaki pada baja. Unsur-unsur campuran itu yaitu silikon (Si), mangan (Mn), chrom (Cr), molibden, dan nikel (N) Screw Konveyor Screw konveyor adalah merupakan salah satu perlengkapan produksi pada suatu pabrik kelapa sawit. Alat ini memiliki ulir dan arah putaran searah jarum jam. Dimana masing-masing ulir antara satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang sama. Dimana fungsinya adalah untuk memindahkan buah maupun ampas kelapa sawit. Dari segi fisiknya screw konveyor dibuat dari bahan baja cor namun kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan screw press Baja cor Baja cor digolongkan kedalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi 3 macam yaitu : baja karbon rendah (C<0,20%), baja karbon menegah (0,20-0,50%) dan baja karbon

23 tinggi (C>0,50%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik. Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan perlakuan panas dengan cara pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira-kira C. Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan. Salah satu atau beberapa dari unsur-unsur paduan seperti mangan, khrom, molybdenum atau nikel dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan tersebut misalnya sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam, korosi atau keuletan. Contoh baja cor adalah baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas Baja paduan Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (keras, kuat dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Penambahan unsur didalam baja karbon dapat dilakukan dengan satu unsur atau lebih dan tergantung pada karakteristik atau sifat-sifat baja yang dibuat. Suatu kombinasi antara dua unsur atau lebih unsur campuran memberikan sifat khas dibandingkan dengan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja adalah sebagai berikut : 1. Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja yang berpenampang besar harus dikurangi. Kekuatan baja dapat dinaikkan

24 dengan menamba unsur campuran seperti nikel, mangan, dalam jumlah yang kecil kedalam besi dan menguatkannya. 2. Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambah sedikit nikel yang menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus. 3. Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambah unsur penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan menambah nikel atau mangan agar transformasi temperatur rendah, dan akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja paduan ini dilakukan pengerjaan panas untuk kekerasan dan ketahanan. 4. Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun bila temperatur mencapai C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada temperatur tinggi tetapi dapat diimbangi dengan penambahan unsur nikel. Unsur kromium cendrung menaikkan pertumbuhan butiran dan penambahan nikel akan menyebabkan baja kromium tahan terhadap temperatur tinggi. Agar dapat memperbaiki ketahanan baja terhadap beban rangka maka ditambahkan sejumlah kecil molibdem. 5. Ketahanan baja terhadap tahan karat diperoleh dengan menambahkan unsur krom sampai 12% sehingga membentuk lapisan tipis berupa oksida pada permukaan baja untuk mengisolasikan antara besi dengan unsur-

25 unsur yang menyebabkan karatan. Baja tahan karat yang paling baik terutama pada temperatur tinggi, yaitu diperoleh dengan cara menggunakan nikel dan kromium bersama-sama untuk menghasilkan suatu struktur yang berlapis. 2.2 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Struktur coran baja Baja karbon adalah paduan dari sistem besi-karbon. Kadar karbonnya lebih rendah dari pada kadar karbon pada besi cor dan biasanya kurang dari 1,0%C. Sebagai unsur-unsur tambahan selain karbon, baja cor mengandung 0,20 sampai 0,70 Si, 0,5 samapai 100% Mn, fosfor dibawah 0,06 dan belerang dibawah 0,06%. Struktur mikro dari baja karbon yang mempunyai kadar karbon kurang dari 0,8% terdiri dari ferit dan perlit. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah jumlah perlit. Dalam hal ini apabila kadar karbon diatas 0,8% baja ini terdiri dari perlit dan sementit yang terpisah. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah jumlah sementit Sifat-sifat coran baja karbon Kalau kadar karbon dari baja cor bertambah, kekutannya bertambah. Penambahan mangan juga memberikan kekuatan tarik yang lebih tinggi tetapi pengaruhnya kurang dibandingkan dengan karbon. Coran baja karbon biasanya dilunakkan, dinormalkan dan ditemper sebelum dipakai. Dibandingkan dengan melunakkan, menormalkan coran baja karbon memberikan butir-butir halus dan memberikan harga yang lebih tinggi untuk batas mulur dan serta kekuatan tarik.

26 Perbaikan dari sifat-sifat baja cor dengan jalan menormalkan sangat jelas apabila kadar karbonnya lebih tinggi. Kalau coran baja ditemper pada C setelah dilunakkan, maka batas mulur, kekuatan tariknya menurun sedangkan perpanjangan dan pengecilan luasnya lebih baik. Gambar 2.2 menunjukkan pengaruh kadar karbon dan keadaan pengolah-panasan kepada sifat-sifat mekanis dari coran baja karbon. Gambar 2.3 menunjukkan hasil pengujian tarik dari baja karbon yang dinormalkan pada berbagai temperatur. Kekuatan baja karbon sangat turun, diatas kira-kira C. Perpanjangan dan pengecilan luas turun kalau temperatur meningkat sampai C dan naik diatas C. Untuk mengukur sifat-sifat mekanis dari baja cor karbon, batang uji diambil dari bagian-bagian yang berhubungan dengan badan utama atau dari coran yang terpisah dicor bersama-sama yang kemudian dilunakkan, dinormalkan dan ditemper sebelum pengujian. 2.3 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Khusus Baja cor khusus terdiri dari cor paduan rendah dan baja cor paduan tinggi yang dibuat dengan menambahkan macam-macam unsur paduan kepada baja cor karbon. Mangan dan juga sisilium biasanya selalu tercampur waktu pengolahan baja, sehingga dalam hal ini baja cor tidak dapat disebut baja cor khusus, kecuali kalau unsur-unsur tersebut ditambahkan sebagai unsur paduan.

27 Gambar 2.2 Pengaruh kandungan karbon dan perlakuan panas pada sifat-sifat mekanik Baja ini disebut baja paduan rendah apabila unsur paduannya ditambahkan 1 sampai 2% dan disebut baja paduan menengah apabila unsur paduannya ditambahkan 2 sampai 5% dan disebut baja paduan tinggi apabila unsur paduannya diatas harga tadi Baja cor paduan rendah Baja cor dikeraskan dan dikuatkan dengan pencelupan dingin tetapi mampu kerasnya agak buruk dan hanya kulitnya yang keras. Lapisan yang mengeras menjadi lebih tebal dengan menambah Mn, Cr, Mo, atau Ni. Baja tersebut boleh dikatakan mempunyai mampu keras yang tinggi. Hal ini disebabkan karena karbon larut dalam austenit yang menyebabkan baja menjadi keras dengan pencelupan dingin.

28 Gambar : 2.3 Data dari pengujian tarik panas dari baja cor karbon dinormalkan Gambar 2.4 menunjukkan hubungan antara kekerasan yang tertinggi dari berbagai baja yang dicelupkan terhadap berbagai kadar karbon. Kalau kadar karbon rendah, kekerasan tertinggi akan bertambah dengan bertambahnya kadar karbon, tetapi tidak demikian untuk kadar karbon lebih dari 0,5-0,6%. Hubungan antara kadar karbon dan kekerasan ini dapat dipergunakan untuk baja karbon, karena kekerasan yang tertinggi ditentukan oleh kadar karbon, sedangkan macam atau kadar unsur paduan hanya memperdalam lapisan yang keras dan tidak menambah kekerasan. Dalam penormalan, walaupun baja mempunyai mampu keras tinggi akan terhadap perbedaan kekerasan yang kecil antara kulit dan bagian tengahnya. Tetapi kalau baja karbon dikeraskan dengan menambah unsur paduan maka kekerasan baja yang dinormalkan bertambah sebanding dengan kekuatannya.

29 Gambar : 2.4 Kadar karbon dan kekerasan maksimum baja setelah dicelup dingin Pada umumnya sifat-sifat baja cor menjadi lebih buruk kalau massanya bertambah. Karena massanya besar, bagian tengahnya mempunyai kekuatan dan keuletan yang lebih buruk dibanding dengan kulitnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dan perbandingan pembekuan. Kalau massa menjadi besar, dibagian yang lebih dekat ke tengah, pembekuannya menjadi lebih lambat dan strukturnya menjadi lemah. Baja cor paduan rendah terdiri dari beberapa macam seperti diuraikan dibawah ini : baja cor mangan rendah dan baja cor krom mangan mempunyai mampu keras yang lebih tinggi dari pada baja cor karbon biasa, sehingga dengan pengolahan panas yang cocok didapat baja yang murni dan ulet. Baja cor paduan karbon rendah dipergunakan untuk bagian-bagian mesin yang memerlukan kekuatan dan keuletan, dan baja cor paduan karbon tinggi dipakai untuk roda gigi karena sangat baik ketahanan ausnya Baja cor tahan karat Baja cor tahan karat adalah baja yang diperbaiki tahanan korosinya dengan menambah nikel atau krom, dan ini akan memberikan katahanan korosi, ketahanan panas dan ketahanan dingin yang baik sekali dibandingkan dengan baja

30 cor karbon biasa. Baja didalam air atau udara akan berkarat oleh oksidasi, sedangkan baja paduan dengan kandungan krom lebih dari harga tertentu mempunyai sifat pasif terhadap oksidasi dan bebas dari karat. Kandungan krom yang banyak cendrung untuk membuat sifat pasif dan kebanyakan baja tahan karat mengandung krom lebih dari 12%. Selanjutnya apabila nikel ditambahkan, maka ketahanan korosi, keuletan pada temperatur rendah, mampu olah dan mampu lasnya sangat diperbaiki. Baja tahan karat ini dapat digolongkan menjadi baja tahan karat martensit, austenit dan ferit sesuai dengan struktur mikronya. Baja cor tahan karat martensit mempunyai mampu keras dan ketahanan korosi yang paling baik dalam keadaan setelah dicelup dingin dan ditemper. Contoh khas adalah baja cor yang mengandung 13% krom yang mempunyai mampu keras sendiri dengan pengerasan alam yaitu pendinginan udara luar. Baja ini cocok sekali untuk dipakai pada atmosfir yang bersifat korosi ringan dan cocok untuk sesuatu yang memerlukan kekuatan, kekerasan dan ketahanan aus yang tinggi, sebagai contoh sebagai saluran dan rumah-rumah untuk turbin. Baja cor tahan karat austenit yang khas adalah baja cor 18 Cr-8 Ni yang mempunyai katahanan korosi dan sifat mekanis yang baik. Struktur dari sistem Fe-Ni-Cr menjadi austenit lengkap pada komposisi 18% Cr-18-Ni, dimana ketahanan korosi yang terbaik tak akan didapat kecuali apabila karbon larut dalam austenit dan tidak megendap secara terpisah. Oleh karena itu baja cor ini dipakai setelah menjadi austenit seluruhnya dan kemudian didinginkan dalam air setelah dipanaskan pada temperatur C C. Baja cor tahan karat ferit mengandung krom lebih dari 16% tidak dapat dikeraskan dengan jalan pencelupan dingin. Baja ini ketahanan korosinya lebih

31 kecil dibandingkan dengan baja tahan karat austenit, tetapi murah sehingga dipergunakan untuk komponen-komponen yang adanya hubungannya dengan industri kimia. Baja ini terutama baik sekali dalam ketahanan korosinya terhadap asam nitrat. Tetapi baja yang mengandung krom lebih dari 18% akan kehilangan keuletannya dan akibat pengelasan menjadi getas dan mudah patah Struktur dan sifat-sifat dari baja cor tahan panas Baja cor tahan panas adalah nama umum untuk baja cor yang dipakai pada temperatur tinggi yaitu diatas C. Terdiri dari baja cor paduan tinggi dengan krom tinggi dan baja cor paduan tinggi dengan nikel tinggi sesuai dengan komposisi kimianya. Perbedaan dengan baja cor tahan karat adalah kandungan karbonnya lebih tinggi dan kekuatan yang tinggi pada temperatur tinggi. Sifatsifat yang harus dipunyai oleh baja cor tahan panas adalah sebagai berikut : 1. Kestabilan permukaan (tahan korosi dan tahan asam yang baik) 2. Kekuatan jalar pada temperatur tinggi 3. Keuletan pada temperatur tinggi 4. Tahanan yang tinggi terhadap kelelahan panas 5. Tahanan yang tinggi terhadap kegetasan karena pengaruh bonan 6. Tahanan aus yang baik dan deformasi yang kecil Baja cor tahan panas dipakai untuk bagian-bagian tungku peleburan logam, ketel uap, mesin jet, turbin gas dan tungku pemanas logam Struktur dan sifat-sifat dari baja cor mangan tinggi Baja cor mangan tinggi mengandung mangan 11 sampai 14% dan karbon 0,9 sampai 1,2% dimana harga perbandingan antara Mn dan C kira-kira 10%. Struktur setelah dicor sangat getas karena karbit mengendap pada batas butir

32 austenit, sedangkan struktur yang dicelup dingin dalam air dari C menjadi austenit seluruhnya dan keuletannya menjadi lebih baik. Kekerasan baja ini kirakira 200 H B. Tetapi dapat dikeraskan sampai kira-kira 550 H B dengan penempatan berulang-ulang dan pengerjaan dingin. Oleh karena itu ia mempunyai tahanan tinggi terhadap keausan dibawah beban lentur, dengan demikian ia dapat dipakai sebagai bahan penghancur, lapisan dari gilingan bola silangan rel dan seterusnya. 2.4 Dapur Induksi PT. Baja Pertiwi menggunakan dapur induksi untuk menghasilkan baja. dapur induksi mempunyai prinsip transformator yaitu arus bolak-balik dapat ditransformatorkan atau dapat mengubah tenaga arus bolak-balik dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah dengan arus yang tinggi. Dapur induksi mempergunakan tiga kumparan dengan mempergunakan arus berputar. Inti tidak dipergunakan pada dapur ini dan sebagai ganti inti dipergunakan cairan baja. Dapur ini mempergunakan arus liar yang kuat yang dialirkan kedalam cairan baja untuk dirubah menjadi panas, sehingga panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk melebur logam/baja. Kesukaran yang timbul dalam mempergunakan dapur adalah merubah frekuensi tinggi menjadi frekuensi terbatas atau rendah. Lilitan primer terbuat dari tembaga yang dibuat berlubang untuk aliran air pendingin. Dinding dapur ini terbuat dari campuran asbes dengan semen dan untuk dapur yang besar (muatan lebih dari 1 ton) terbuat dari kayu berlapis asbes atau bahan non magnet yang tidak panas/cair karena arus listrik. Dapur ini dilengkapi

33 dengan mekanik pengungkit agar mudah mengeluarkan isi dapur setelah selesai proses pembuatan baja. Cara kerjanya dapur sebagai berikut, pertama sekali dilakukan pengisian dapur dengan baja rongsokan/bekas setelah terlebih dahulu dipilih dan diketahui campuran unsur-unsurnya karena pada waktu proses berlangsung sangat sukar untuk mengadakan analisa kimianya disebabkan proses didalam dapur waktunya sangat pendek ±20 menit. Setelah bahan-bahan dimasukkan arus listrik frekuensi tinggi mengalir ke lilitan primer sehingga didapat arus liar yang kuat dan seterusnya dialirkan ke muatan/bahan yang akan menimbulkan panas karena tahanan didalam dapur. Panas yang timbul didalam dapur digunakan untuk melebur logam dan setelah terjadi pencairan didalam dapur, pemanasan tetap dilakukan sampai pada temperatur yang dimestikan untuk pengeluaran baja yang diproses yang gunanya untuk dioksidasi cairan baja. Sewaktu pencairan baja terjadi maka terak cair dan bahan-bahan non metal berada disebelah atas (timbul kebagian atas cairan) dan terak cair dan non metal cair yang timbul keatas dikeluarkan dari dalam dapur. Didalam dapur ini terak cair tidak dapat diyakini (tidak sempurna) menutupi cairan sehingga kemugkinan dapat timbul oksidasi pada cairan. Untuk mencegah terjadinya oksidasi pada cairan baja didalam dapur, maka pada permukaan cairan dimasukkan gas reduksi. Setelah proses didalam dapur selesai, maka baja cair dikeluarkan dari dalam dapur yang ditampung dengan ladel untuk dibawa ketempat penyelesaian selanjutnya.

34 Gambar 2.5 Tanur induksi jenis kruss 2.5 Bentuk dan Ukuran Coran Dalam pengecoran bentuk dan ukuran yang sembarang dapat diizinkan, tetapi dalam beberapa hal produk-produk sukar dibuat dan mempunyai cacat yang tergantung pada bentuk dan ukurannya, sehingga kadang-kadang coran menjadi mahal. Oleh karena itu pertimbangan yang teliti tidak dapat dihindarkan. Pertama, bentuk dari pola hendaknya mudah dibuat. Pola yang sukar dibuat membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Pola harus sederhana kecuali jika pengerjaannya memang memerlukan kerumitan. Kedua, cetakan dari coran hendaknya mudah. Terutama harus dihindari bentuk-bentuk yang tidak dapat dicetak dengan cup dan drag saja atau kalau mungkin lebih baik tidak dengan permukaan pisau yang rumit. Ketiga, cetakan hendaknya tidak menyebabkan berbagai cacat dalam coran. Mereka tidak didinginkan kalau menyebabkan cacat dalam penuangan dan pembekuan walaupun pembuatan cetakan mudah.

35 Dalam beberapa hal, coran menjadi lebih mudah dibuat dan cacatnya hilang apabila bentuk dan ukurannya dirubah sedikit. Oleh karena itu sangat penting bahwa pembuat dan perencana tetap bekerja sama agar coran mudah dibuat dan tanpa cacat Bentuk standar dan ukuran coran Ukuran coran harus ditentukan sedemikian sehingga coran mudah dibuat. Dinding yang sangat tipis salah air dan coran yang tidak baik, maka tebal minimum harus dipilih sesuai dengan bahannya. Pada tabel 2.1 menunjukkan tebal minimum dari coran pasir. Lubang berinti dari suatu coran harus diperhatikan mengenai bentuk, ukuran dan panjangnya. Untuk lubang yang sempit dan panjang, inti akan terpanaskan lanjut dan terjadi fusi, maka gas dari pasir akan membentuk rongga udara. Oleh karena itu lubang inti sebaiknya tidak terlalu panjang dan sempit. 2.6 Pengecoran dengan Cetakan Pasir Proses pengecoran yang paling dikenal dipakai adalah proses pengecoran dengan menggunakan pasir sebagai bahan cetakan. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain ; Pembuatan cetakan yang relatif mudah, biaya pembuatan yang rendah, dan dapat mengecor benda yang berukuran besar. Cetakan pasir dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain cetakan pasir basah, cetakan pasir kering, cetakan sapuan dan cetakan CO 2. Cetakan basah yaitu cetakan yang dibuat dari pasir yang mengandung kadar air. Karena itu cetakan ini mempunyai resiko cacat yang besar diakibatkan terperangkapnya uap air didalam rongga cetakan.

36 Cetakan pasir kering yaitu cetakan pasir yang tidak mengandung kadar air. Cetakan ini biasa digunakan untuk pengecoran paduan lain. Cetakan sapuan digunakan untuk benda coran berukuran besar, berat dan mempunyai bentuk silinder sirkular seperti silinder yang besar dan roller untuk pabrik kertas. Tabel 2.1 Ketabalan dinding minimum dari pengecoran pasir Ukuran Coran (mm) Bahan Kurang dari Besi cor Kelabu Basi cor mutu tinggi Basi cor bergrafit bulat 3 mm 4 mm 5 mm 8 mm 8 mm 10 mm 4-5 mm 5-6 mm 6-8 mm 8-10 mm mm mm 5-6 mm 6-8 mm 8-10 mm mm mm mm Baja cor 5 mm 6 mm 8 mm 10 mm 12 mm 16 mm Baja tahan karat 8 mm 10 mm 12 mm 16 mm 20 mm 25 mm Brons & kuningan 2 mm 2,5 mm 3 mm 4 mm 5 mm 6 mm Kuningan tegangan tinggi 3 mm 4 mm 5 mm 6 mm 8 mm 10 mm Paduan aluminium 2-3 mm 2,5-4 mm 3-5 mm 4-6 mm 5-8 mm 6-10 mm (Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 46) Sifat-sifat pasir cetak Pasir cetak mempunyai sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga paduan dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam

37 cair waktu dituangnya kedalam. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan. b. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga diantara butiran pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang cocok. c. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butiran pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir harus cocok mengingat dua syarat tersebut yang diatas. d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Temperatur penuangan yang biasa untuk bermacam-macam coran dinyatakan dalam tabel 2.2. Butir pasir dan pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi, kalau logam cair dengan temperatur tinggi ini dituang kedalam cetakan. e. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.

38 f. Mampu dipakai lagi. Pasir yang telah digunakan sebaiknya dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Butir-butir pasir sebaiknya tidak pecah akibat panas yang tinggi serta sifat-sifat mekanisnya tidak berubah. g. Pasir harus murah. Pasir harus mudah didapatkan, murah dan tidak memerlukan perlakuan tambahan, misalnya pegayakan. Tabel 2.2 Temperatur penuangan untuk berbagai coran Macam Coran Temperatur Penuangan ( 0 C) Paduan ringan Brons Kuningan Besi cor Baja cor ( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 109) Macam-macam pasir cetak Pasir cetak yang paling lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasi silica yang disediakan alam. Beberapa dari pasir tersebut dipakai begitu saja dan yang lain dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan ukuran yang cocok. Kalau pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adhesi mereka dipakai begitu saja, sedangkan kalau sifat adhesinya

39 kurang, maka perlu ditambah lempug kepadanya. Kadang-kadang berbagai pengikat dibutuhkan juga disamping lempung. Umumnya pasir yang mempunyai kadar lempung dibawah 10 sampai 20% mempunyai adhesi yang lemah dan baru dapat dipakai setelah ditambahkan persentase lempung secukupnya. Pasir silica (SiO 2 ) merupakan pasir yang terbaik karena dapat menahan temperatur tinggi tanpa terurai atau leleh. Pasir silika biasanya murah, mempunyai umur panjang, bentuk dan ukuran bermacam-macam hingga dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. tetapi kerugiannya adalah mempunyai koefisien muai yang tinggi dan cenderung untuk ikut bersatu (menempel) dengan logam. Disamping itu pasir ini banyak mengandung debu dan oleh karenanya membahayakan kesehatan kerja. Disamping pasir silica dapat pula dipakai pasir zircon (ZrSiO 2 ) yang berwarna kuning tadi dan kegunaan utama adalah untuk cor dan bagian permukaan rongga cetakan. Sifat-sifat yang dimiliki adalah konduktivitas panas yang tinggi dan halus, refractory yang baik dan berat jenisnya tinggi, disamping itu tidak meleleh bersama logam cair (not fusing). Ukuran pasir (grain size) menentukan pula dimana sebaiknya dipakai. Untuk ukuran benda kerja yang kecil dan bentuknya liku-liku maka pasir ukuran kecil harus dipergunakan supaya bentuk detail dari benda kerja dapat sempurna diperoleh. Sedangkan makin besar benda yang harus dicor, maka makin besar pula ukuran pasir yang harus dipakai, karena makin besar ukuran pasir makin memudahkan gas-gas terbentuk keluar, disamping ketelitian dan permukaan yang dicapai pun tidak terlalu tinggi. Suatu bentuk yang tidak teratur serta tajam dari butir-butir pasir lebih disukai untuk pembuatan cetakan, karena hal ini menjamin

40 ikatan yang lebih kuat dari suatu butir pasir lainnya hingga cetakan menjadi kuat dalam menahan tekanan logam cair yang dicorkan Susunan pasir cetak Gambar 2.6 Bentuk butir- butir dari pasir cetak 1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari diantara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. 2. Tanah lempung terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket. Ukuran butir dari tanah lempung 0,005 0,02 mm, kadang-kadang dibutuhkan bentonit yaitu merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran 0,01-10µm dan fasa penyusunnya mon morilonit (Al 2 O 3,4SiO 2,H 2 O). 3. Pengikat lain. Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati pengering 1,5 3% dan dipanggang pada temperatur C. Selain dari itu, resin, air kaca atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

41 2.7 Pola Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat, pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. Oleh karena itu pola kayu lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir. Pemilihan pola bergantung beberapa faktor seperti : 1. Kebutuhan penanganan, seperti jumlah, kualitas, ketebalan yang dibutuhkan derajat keakuratan dan penyelesaian akhir. 2. Kemudahan dalam pembentukan. 3. Jenis dari proses pencetakan dan tipe cetakan dan peralatan yang dibutuhkan. 4. Kemampuan pakai kembali. Untuk mendapatkan pola yang baik, maka bahan material harus : 1. Mudah dikerjakan, dibentuk dan digabungkan. 2. Berat yang ringan sehingga mudah dalam penanganan. 3. Kuat, keras, dan tahan lama. 4. Tahan pada pemakaian dan pengikisan, korosi dan pengaruh bahan kimia. 5. Ukuran yang stabil dan tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur. 6. Biaya yang murah. 7. Dapat diperbaiki atau bahkan pemakain ulang. 8. Permukaan yang baik setelah finising.

42 Bahan dari pola logam bisa bermacam-macam sesuai dengan penggunaannya sebagai contoh, logam tahan panas seperti ; besi cor, baja cor dan paduan tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit, sedangkan paduan ringan adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang dipergunakan dalam masa produksi dimana pembuatan cetakan dilakukan dengan tangan. Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran akibat pertimbangan tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian dengan mesin. Penetapan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain : 1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. 2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimum. 3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, permukaan pisah yang terlalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses Macam-macam pola Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola, harus diperhatikan produktivitas, kualitas coran dan harga pola. 1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari :

43 a. Pola Setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah. Kayu jelutung Gambar 2.7 Pola Setengah b. Pola Belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin dibuat satu bidang. Gambar 2.8 Pola Belah c. Pola Belahan Banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti.

44 Gambar 2.9 Pola Belahan Banyak d. Pola Tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola kadang-kadang dibuat menjadi satu dengan telapak inti. Gambar 2.10 Pola Tunggal 2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola, demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk dan penambah biasanya dibuat dari logam dan plastik.

45 Gambar 2.11 Pola pelat pasangan 3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijamin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok. Gambar 2.12 Pola pelat kup dan drag Dari beberapa macam pola diatas, diambil kesimpulan bahwa pola yang digunakan untuk perancangan pembuatan worm screw ini adalah jenis pola belah.

46 2.7.2 Penentuan penambahan pemisahan Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka pembuat pola perlu mempergunakan mistar susut yang telah diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Tambahan penyusutan yang disarankan. Tambahan Penyusutan Bahan 8/1000 Besi cor, baja cor tipis 9/1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut 10/1000 Sama dengan yang diatas dan alumunium 12/1000 Paduan alumunium, brons, baja cor, (tebal 5-7 mm) 14/1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20/1000 Coran baja yang besar 25/1000 Coran baja besar dan tebal (Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 52) Bahan-bahan untuk pola Bahan-bahan yang dipakai untuk pola ialah kayu, resin dan logam. 1. Kayu Kayu yang dipakai untuk pola ialah kayu seru, kayu aras, kayu pinus, kayu jelutung, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola, jumlah produksi dan lamanya dipakai. Kayu yang kadar airnya lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang

47 disebabkan perubahan kadar air dalam kayu. Kadang-kadang suhu udara luar harus diperhitungkan dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai. 2. Resin Sintetis Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksid-lah yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer, zat pemlastis atau zat penggemuk menurut penggunaannya. Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0,02-0,04 dan resin ini mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan penggunaan yang berulang-ulang sebagai pola. Resin epoksid dipakai untuk coran yang kecil-kecil dari satu masa produksi. Terutama sangat memudahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola kayu atau pola plaster. 3. Bahan untuk logam Bahan yang lazim dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Biasanya dipakai untuk besi cor kelabu karena sangat tahan aus, tahan panas (untuk pembuatan cetakan kulit) dan tidak mahal. Kadang-kadang besi cor dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga biasa dipakai untuk pola cetak kulit agar dapat memanaskan bagian cetakan yang tebal secara merata. Bahan aluminium ringan dan mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pena atau pegas sebagai bagian dari pola yang memerlukan keuletan.

48 2.7.4 Perencanaan pola Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut diuraikan dibawah ini : 1. Pengkerutan Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengerut). Setiap bahan logam derajat pengkerutan tidak sama. 2. Sudut miring (draft) Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kecendrungan terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model. Kecendrungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan sudut miring pada sisi model yang paralel dengan arah penarikan. 3. Kelebihan untuk permesinan (allowance for machining) Dalam gambar teknik selalau harus dicantumkan tanda-tanda pada semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih-lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang akan dibuatnya, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan (kelebihan) yang harus diberikan pada proses lanjut. 4. Distorsi Kompensasi (kelebihan) untuk distorsi hanya diberikan pada bendabenda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan pengkerutan waktu mendingin.

49 5. Goyangan Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan sedikit goyang kekanan dan kekiri, meskipun hal ini tidak disengaja. Hal ini cukup memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta permukaan hasil cetak tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model Inti dan telapak inti Fungsi inti adalah untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian suatu produk yang diinginkan berongga, dan juga mempermudah pola keluar dari cetakan. Inti terdiri dari inti pasir basah dan inti pasir kering. Inti pasir basah terbuat dari pasir cetakan, sedangkan inti pasir kering dibuat dari CO 2 dan pasir dengan perekat air kaca. Tujuan pembuatan telapak inti : 1. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti. 2. Menyalurkan udara dan gas-gas dari cetakan yang keluar melalui inti. 3. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan penahan inti terhadap gaya apung dari logam cair Macam dari telapak inti Berdasarkan bentuknya telapak inti dapat digolongkan menjadi : a) Telapak inti mendatar berinti dua. Dalam hal ini inti dipasang mendatar dan ditumpu pada kedua ujungnya.

50 Gambar 2.13 Telapak inti bertumpu dua mendatar b) Telapak inti dasar tegak. Inti ditahan tegak oleh telapak inti pada alasannya yang cukup menstabilkan inti. Gambar 2.14 Tapak inti beralas tegak c) Telapak inti tegak bertumpu dua. Telapak inti dipasang pada drag dan juga kup untuk mencegah jatuhnya inti. Gambar 2.15 Telapak inti tegak bertumpu dua

51 d) Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola inti tidak dapat ditarik kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada tonjolan yang jauh dari permukaan pisah. Gambar : 2.16 Telapak inti untuk penghalang (sebagian) 2.8 Rencana Pengecoran Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas coran tergantung pada sistem saluran dan keadaan penuangan Istilah-istilah dan fungsi dari sistem saluran. Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan.

52 Gambar 2.17 Istilah-istilah system pengisian Bentuk dan bagian-bagian sistem saluran 1. Saluran Turun Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Kadangkadang irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas. 2. Cawan tuang Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat dibawahnya kemudian masuk ke saluran turun.

53 Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan terhalang untuk masuk kedalam saluran turun. Gambar 2.18 Ukuran cawan tuang 3. Pengalir Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk

54 membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut : a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran turun) c. Membuat saluran turun bantu d. Membuat penyaring Gambar 2.19 Perpanjangan pengalir 4. Saluran masuk Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

55 Gambar 2.20 Sistem saluran masuk Penambah Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran. Kalau penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan dikurangi, dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok. Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas merupakan penambah yang dipasang diatas coran, biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.

56 Gambar 2.21 Penambah samping dan penambah atas 2.9 Penuangan Logam Cair Cairan logam yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan. Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan apiagalmatolit yang mempunyai pori-pori kecil, penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyambut kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit, kadang-kadang dibuat juga dari bata karbon. Nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai. Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan, kecepatan penuangan dan cara-cara penuangan. Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada gambar grafik berikut.

57 Gambar 2.22 Temperatur penuangan yang disarankan Kecepatan penuangan umumnya diambil sedimikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak-retak dan sebagainya. Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan kecairan yang buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan. Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan. Selain itu dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan. Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.

58 2.10 Pengujian dalam Pengecoran Pengukuran temperatur a. Pirometer benam Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan dilakukan dengan jalan membenamkan termokopel, platina-platina radium yang dilindungi oleh kwarsa atau pipa aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang dikembangkan pyrometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh pipa kertas. b. Pengujian batang Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk mengukur temperatur dari tanur induksi frekuensi tinggi dengan menggunakan kawat baja lunak dengan diameter 4 sampai 6 mm dan sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudian lama waktu itu dikonversikan kepada temperatur. c. Pengujian cetakan pasir atau pengujian sendok Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok contoh yang berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan dikonversikan kepada temperatur. d. Lain-lain Pirometer optic dan pyrometer radiasi dipergunakan untuk pengukuran temperatur.

59 Pengujian terak a. Pengujian dengan perbandingan warna Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak yang komposisinya telah diketahui, maka dapat diperkirakan kebasaan, kadar oksidasi besi dan kadar oksidasi mangan. b. Pengujian dengan perbandingan rupa Baja cair disiduk dengan sendok dan dituang kedalam cetakan baja berdiameter 115 mm dan dalamnya 20 mm, setelah membentuk warna, pola, struktur, gelembung pada permukaan dan permukaan patahan diteliti untuk memperkirakan kebebasan dari kemampuan oksidasinya. c. Pengujian penghilang oksida Setelah pengadukan cairan baja dengan terak didalam ladel, baja dituangkan dengan hati-hati kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang sama dilakukan pengukuran untuk mengetahui temperatur cairan. Permukaan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa. d. Pengujian kerapuhan merah Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan kadar fosfor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa posfor menyebabkan baja menjadi getas dan oksida besi menyebabkan retakan batas butir. Batang uji yang dibor dan ditempa dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati, yang kemudian dibandingkan dengan batang uji standar.

60 BAB III PERENCANAAN WORM SCREW 3.1 Worm screw Worm screw merupakan bagian penting pada pabrik kelapa sawit yang terdiri dari screw press dan screw konveyor. Worm screw berfungsi untuk memindahkan sekaligus memeras adukan buah sawit. Pemerasan ini terjadi karena putaran dari worm screw sehingga adukan tadi terbawa mulai dari pangkal screw press hingga ke ujung dan akibat penyempitan dari picth dan kanus maka adukan akan tertekan dan memisahkan cairan minyak dari ampas. Sedangkan screw konveyor untuk memindahkan buah maupun ampas kelapa sawit, dimana pemindahan ini terjadi karena putaran dari screw konveyor Gambar 3.1 Worm screw 3.2 Perhitungan Kapasitas Olahan Kapasitas olahan screw press yang direncanakan 10 ton TBS/jam. Pada kapasitas olahan terjadi penyusutan antara lain.

61 Penyusutan berat kadar air dari TBS pada proses sterilizer sebesar % (data survey). Pemisahan janjangan dengan buah terjadi pada proses digester sebesar %. Brondolan buah yang masuk ke screw press 70 % (data survey). Sehingga untuk kapasitas olahan screw press adalah : Kapasitas olahan screw = Ton /jam x % Bubur Buah (BB) = Kg /jam x 70 % Q o = 7000 Kg BB/jam Dimana : % Brondolan Buah = 70 % Untuk mendapatkan volume olahan kita gunakan rumus : Q o = Vo x ρ s Dimana : Q o = Kapasitas olahan screw (Kg/jam) V o = Volume olahan (m 3 /jam) ρ s = Masa jenis bubur buah sawit (641 Kg/m 3 ) Sehingga : 7000 Kg/jam = V o x 641 Kg/m kg / jam V o = 3 641kg / m V o = 10,9204 m 3 /jam Putaran poros screw adalah 10 rpm (data survey) dengan jumlah daun screw (blade) sebanyak 5 buah (data survey). Waktu untuk satu putaran (t) = 60sec 10 rpm = 6 sec.

62 Terdapat 5 buah daun (blade), maka waktu sekali penekanan membutuhkan 5 kali putaran. Maka waktu sekali penekanan tp : tp = 10 5 x 60 tp = 30 sec Dalam 1 jam terdapat 10 x 60 = 600 putaran. Proses penekanan per jam 600 = 120 proses penekanan. 5 Bila kapasitas olahan = Q o = 7000 Kg/jam Massa sekali penekanan : Mp = Mp = Qo jumlah proses 7000kg / jam 120 proses penekanan Mp = 58,333 Kg/jam proses Massa sekali putaran : 58,333 / 5 = 11,66 Kg/jam proses Volume satu kali penekanan : Vp = Vo jumlah proses Vp = 3 10,9204m / jam 120 proses Vp = 0,0910 m 3 /jam proses Volume sekali putaran : 0,0910 m 3 / 5 = 0,018 m 3 /jam proses Panjang Worm Screw yang dirancang adalah : L = 1,2 m (direncanakan)

63 Maka diperoleh : Vp = L x A A = 0,0910 m 1,2 3 A = 0,0758 m 3 Maka diperoleh diameter silinder adalah : A = 4 π x D 2 D = 4. A π D = 4 x 0,0785 π D = 0, 0965 D = 0,310 m = 310 mm Dengan mengambil clereance antar diameter worm screw dan silinder sebesar 2,5 mm, maka diperoleh harga diameter worm screw : D o = 310 mm (2 x 2,5) D o = 305 mm. 3.3 Perancangan Ulir Sistem kerja screw press sangat tergantung pada ulir yang terdapat pada worm screw. Ulir inilah yang membawa adukan sawit tadi hingga ke ujung dari ulir. Pada perancangan ulir ini, direncanakan screw press memiliki 5 daun. Dengan jarak picth yang semakin kecil.

64 Gambar 3.2 Gambar bentuk Worm Screw Ulir yang terdapat pada worm screw ini termasuk jenis ulir berpuncak (acme thread). Gambar detail dari worm screw ini dapat kita lihat beserta ukuranukuran standart dapat kita lihat pada gambar 3.3 Do = diameter luar Dp = diameter picth Di = diameter dalam Ht = tinggi ulir Gambar 3.3 Detail dari ulir berpuncak Dari gambar diatas dapat kita peroleh diameter picth rata-rata Dp = Do 0,5p 0,1 (literatur 2 hal 671) Rumus berlaku bila Do dan P dalam satuan inchi Dimana : P = jarak antara ulir pada titik atau bagian yang sama P rata-rata = 205 mm = 8,070 inchi Do = diameter Worm screw = 305 mm = 12,01 inchi

65 Maka : Dp = 12,01 0,5 (8,070) 0,1 Dp = 7,875 inchi = 200 mm = 20 cm Diameter poros (root) ulir = 110 mm Maka tinggi ulir : h t = Do Di 2 h t = h t = 97,5 mm Dalam proses penekanannya terhadap adukan sawit, maka adukan ini memberikan reaksi terhadap pergerakan ulir. Tekanan yang disebabkan oleh adukan ini adalah sekitar 50 bar (data survey) PTPN NUSANTARA II KEBUN SAWIT HULU,LANGKAT. P A = 50 bar = N/m 2 = 5, Kg/m 2 Jadi beban yang terjadi pada ulir ini adalah : W = P A x A A = Luas permukaan ulir yang mengalami pembebanan A = (Ao Ai) A = 2 πdo πdi π ( Do Di) A = 4 2

66 Dimana : Do = diameter puncak = 305 mm Di = diameter akar (poros) = 110 mm Sehingga : A = A = π ( Do Di) π ( ) 2 A = 29849,625 mm 2 A = 0,0298 m 2 Maka : W = P A x A W = 5, Kg/m 2 x 0,0298 m 2 W = 0, Kg Tegangan sebenarnya atau tegangan lentur dapat ditaksir pada dasar atau poros ulir dengan rumus : W 4W Tegangan lentur SI = = 2 A πdi (literatur 3 hal 391) Dimana : Di = diameter poros ulir Maka : SI = 4(0,152) x10 2 π (110) mm 5 SI = 16, Kg/m 2

67 Tegangan geser pada dasar ulir (poros) 16T Ss = 3 π Di (literatur 3 hal 391) Dimana : T = momen torsi Dimana : T = W ( Dp / 2) cosθ n.tanα + µ cosθ n µ tanα (literatur 2 hal 674) T W D p = torsi yang digunakan untuk memutar batang ulit = beban yang diterima batang ulir total = diameter rata-rata picth μ = koefisien gesekan ulir (0,16) μ c = koefisien gesek pada kollar = 0 α θ n = sudut kemiringan ulir = sudut kemiringan alur Sudut kemiringan ulir (α) α = tan -1 π L Dp (literatur 2 hal 672) L = m x p Ulir ini termasuk ulir L alur maka m = 1 Sehingga : L = 1 x 205 = 205 mm α = tan -1 π

68 α = tan -1 0,3265 α = 18,08 0 Sudut kemiringan alur (θ n ) θ n = tan -1 (cos α tan (β/2)) (literatur 2 hal 674) dan untuk ulir berpuncak β = 29 0 (literatur 2 hal 669) Maka : θ n = tan -1 (cos α tan (β/2)) θ n = tan -1 (cos 18,08 0. tan 29 0 θ n = tan -1 0,2454 θ n = 13,81 0 Maka : T = W ( d / 2)( cosθ.tanα + µ ) p cosθ µ tanα n n + µ. r c m ( )( ) T = 0, ( ) 200 / 2 cos13,81.tan18,08+ 0, r m cos13,81 0,16 tan18,08 ( )( ) T = 0, ( ) 200 / 2 0,971.0,326+ 0, r m 0,971 0,16.0,326 T = 0, ,6546 0, T = ,0812 Kg mm T = 788,315 Kg m Maka tegangan geser pada dasar ulir (poros) 16T Ss = 3 π Di

69 16.788,315 kg m Ss = π (110). 10 m Ss = 12613,04 0, Kg 2 m Ss = 30, Kg 2 m Tegangan lentur yang dialami oleh ulir adalah : SI max = 2 SI + Ssmax SI max = 16, , SI max = 38, Kg/m 2 Untuk pemilihan bahan perlu ditentukan kekuatan tarik dari bahan rancangan : Ss = σ t Sf1 x Sf 2 (literatur 4 hal 8) Dimana : σt = kekuatan tarik Sf 1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, kita ambil 6 Sf 2 = faktor keamanan yang tergantung pada bentuk yang berkisar antara 1,3 3, dan kita ambil 2,5. σt = Ss (Sf 1 x Sf 2 ) σt = 30, (6 x 2,5) σt = Kg/m 2 σt = 45,269 Kg/mm 2

70 Dari kekuatan tarik tersebut maka disesuaikan dengan bahan yang akan dipilih pada tabel 3.1, maka bahan yang dipilih S30C Tabel 3.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinisi dingin untuk poros Standar dan macam Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) Lambang S30C S35C S40C S45C S50C S55C Perlakuan panas Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Kekuatan tarik (kg/mm 2 ) Keterangan Batang baja S35C D - 53 Ditarik dingin, yang difinisi S45C D - 60 digerinda, dingin S55C D - 72 dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut (Sumber : Sularso dan Suga Kiyokatsu, dasar perancangan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1980 hal 3) 3.4 Perancangan Poros Penghubung dan Pasak Untuk memutar worm screw diperlukan suatu poros yang menghubungkannya dengan daya motor penggerak. Dan untuk mengikat poros dengan worm screw digunakan pasak. Diameter poros dapat dihitung dari torsi yang dialami oleh poros tersebut yang sama dengan torsi yang dialami worm screw. untuk mendapatkan diameter poros maka digunakan : ds = 1 3 5,1. kt. Cb. T (literatur 4 hal 8) τ a

71 Dimana : D s = diameter poros (mm) τ a = tegangan geser yang diijinkan (Kg/mm 2 ) k t C b T = faktor koreksi akibat momen puntir = faktor koreksi akibat beban lentur = momen puntir (Kg mm) Tabel 3.2 Harga k t Jenis Pembebanan Kt Beban yang diberikan halus 1,0 Beban yang diberikan sedikit kejut 1,0 1,5 Beban yang diberikan kejut besar 1,5 3,0 (Sumber : Sularso dan Suga Kiyokatsu, dasar perancangan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1980 hal 8) Untuk menjaga agar poros aman terhadap beban lentur, diambil harga C b = 1,2. Untuk harga k t diambil harganya 1,5 karena pada poros terjadi beban kejut. Tegangan geser yang diijinkan adalah Dimana : τ s = σb sf1 x sf 2 (literature 4 hal 8) σ b = tegangan tarik bahan (Kg/mm 2 ) sf 1 = faktor keamanan kelelahan, untuk bahan S C ; diambil Sf 1 = 6,0 sf 2 = faktor keamanan pengaruh konsentrasi tegangan, kekerasan permukaan besarnya 1,3 3, karena bahan poros S C, maka sf 2 diambil 1,3

72 τ s = τ s = σb sf1 x sf 2 48 Kg / mm 6 x1,3 2 τ s = 6,1538 Kg/mm 2 Sehingga diameter poros adalah : ds = ds = 5,1. k τ a t 5,1 6,1538. C b. T 1 3.1,2.1, , ds = ,842 3 ds = 105,551 mm ds = 106 mm Gambar 3.4 Ukuran pasak dan alur pasak

73 Tabel 3.3 Ukuran-ukuran utama pasak Ukuran-ukuran utama (Satuan : mm) Ukuran nominal pasak b x h Ukuran standar b, b 1, dan b 2 Ukuran standar h Pasak prismatis Pasak luncur Pasak tirus C L * Ukuran Standar t 1 Pasak prismatis Ukuran standar t 2 Pasak luncur Pasak tirus r 1 dan r 2 Refrensi Diameter poros yang dapat dipakai d ** 2 x 2 3 x 3 4 x 4 5 x 5 6 x ,16-0, ,2 1,8 2,5 3,0 3,5 1,0 1,4 1,8 2,3 2,8 0,5 0,9 1,2 1,7 2,2 0,08-0,16 Lebih dari (7 x 7 ) 7 4,0 3,0 3,5 3,0 0,25-7 7,2 0, ,16-0, x ,0 3,3 2, x 8 12 x 8 14 x ,0 5,0 5,5 3,3 3,3 3,8 2,4 2,4 2, (15 x 10) 15 5,0 5,0 5,5 5,0 0,40-0, , ,25-0, x x ,0 7,0 4,3 4,4 3,4 3, x x ,5 9,0 4,9 5,4 3,9 4, (24 x 16) 24 8,0 8,0 8,5 8,0 0, , ,80 0,40-0, x x x * / Harus dipilih dari angka-angka berikut sesuai dengan daerah yang bersangkutan dalam tabel. 6,8,10,12,14,16,18,20,22,25,28,32,36,40,45,50,56,63,70,80,90,100,110,125,140,160,180,200,220,250,280,320,360,400. (Sumber : Sularso dan suga kiyokatsu, dasar perancangan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1980 hal 10) 9,0 10,0 11,0 Dari tabel dapat diperoleh ukuran nominal dari pasak yang akan dirancang. Ukuran pasak adalah b x h = 28 x 16 5,4 6,4 7,4 4,4 5,4 6,

74 BAB IV PERENCANAAN PENGECORAN 4.1 Pemilihan Pola Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu. Pola kayu dipilih karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Pemilihan kayu sebagai bahan pola dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : Ringan Mudah dibentuk Tidak keras Tidak bengkok apabila kering Mudah didapat Harga beli terjangkau Dari faktor diatas diambil kesimpulan bahan pola diambil dari kayu jelutung dikarenakan karakteristik kayu jelutung memenuhi faktor-faktor diatas dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Karakteristik kayu jelutung Karakteristik Kayu jelutung Berat jenis kering udara Keteguhan lentur mutlak (kg/cm 2 ) Keteguhan tekan mutlak (kg/cm) 2 Pori-pori (diameter) Serat Kadar air < 0,30 < 360 < 215 < 0,1mm Lurus 25%-30%

75 4.1.2 Jenis pola Jenis pola yang dipilih dalam pembuatan Worm Screw ini adalah pola belahan. Pola belahan ini terdiri dari dua bagian yakni bagian atas yang disebut dengan kup dan bagian bawah disebut dengan drag Pengerjaan tambahan pola Pola yang telah dibentuk biasanya difinishing dengan menggunakan kertas pasir agar permukaannya lebih halus. Hal ini untuk mencegah agar serat kayu tidak lengket dengan pasir yang dapat merusak cetakan. Dan untuk menutupi poripori dari kayu maka pola diolesi dengan cat dempul. 4.2 Penentuan Tambahan Penyusutan Tambahan penyusutan untuk baja cor kita peroleh dari tabel 2.3 yang kemudian ditambah dengan tambahan penyelesaian mesin yang diperoleh dari gambar 4.1 dibawah ini. Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja

76 4.3 Ukuran Pola Setelah penentuan tambahan tersebut maka hal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah menentukan ukuran pola melalui perhitungan dengan memperhitungkan ukuran gambar rancangan dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Berikut merupakan perhitungan ukuran pola dari Worm Screw dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Tambahan penyusutan untuk besi cor adalah sebesar 20/1000 dari ukuran sebenarnya diambil pada tabel 2.3 tambahan penyusutan yang disarankan. Gambar 4.2 menunjukkan ukuran Worm Screw yang direncanakan dari hasil perhitungan pada BAB III Ø305 Ø162 Ø150 Ø120 Ø100 Ø60 Ø80 Ø110 Ø Gambar 4.2 Ukuran worm screw yang direncanakan Dan untuk menghitung ukuran pola maka poros dibedakan menjadi 4 bagian utama, dan digunakan rumus : Dp = dg + Tp. dg + T k + T d Dimana : dp = diameter atau panjang coran ( mm ) dg = diameter atau panjang worm screw ( mm ) Tp = tambahan penyusutan yang disarankan, Tp = 20/1000

77 T k = tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar ( mm ) T d = tambahan untuk kup atau drag ( mm ) Gambar 4.3 Pembagian poros untuk perhitungan ukuran pola. Dimensi pola poros untuk kup adalah : Poros 1 Panjang = = 126,3 mm 1000 Diameter = = 91,62 mm 1000 Poros 2 Panjang = = 65,1 mm 1000 Poros 3 Panjang = , , = 409,35 mm 1000 Diameter = = 65,1 mm 1000

78 Poros 4 Panjang = 20 37,5 +.37, = 47,25 mm 1000 Diameter = = 49,80 mm 1000 Dimensi pola poros untuk drag adalah : Poros 1 Panjang = = 124,3 mm 1000 Diameter = = 89,62 mm 1000 Poros 2 Panjang = = 63,1 mm 1000 Poros 3 Panjang = , , = 407,35 mm 1000 Diameter = = 63,1 mm 1000 Poros 4 Panjang = 20 37,5 +.37, = 45,25 mm 1000 Diameter = = 47,8 mm 1000

79 Maka dimensi total dari pola poros pada kup dan drag adalah : Poros 1 Panjang = 126,3 mm + 124,3 mm = 250,6 mm Diameter = 91,62 mm + 89,62 = 181,24 mm Poros 2 Panjang = 65,1 mm + 63,1 mm = 128,2 mm Poros 3 Panjang = 409,35 mm + 407,35 mm = 816,7 mm Diameter = 65,1 mm + 63,1 mm = 128,2 mm Poros 4 Panjang = 47,25 mm + 45,25 mm = 92,5 mm Diameter = 49,8 mm + 47,8 mm = 97,6 mm Dimensi pola daun untuk kup adalah : Daun 1 Tinggi = Lebar = , , = 164,55 mm = 37,56 mm 1000 Daun 2 Tinggi = Lebar = ,5.153, = 165,57 mm = 37,56 mm , ,56 28 Jarak 1-2 = = 235,24 mm

80 Daun 3 Tinggi = Lebar = , , = 165,57 mm = 45,72 mm , ,72 36 Jarak 2-3 = = 204,56 mm Daun 4 Tinggi = Lebar = , , = 165,57 mm = 51,84 mm , ,84 42 Jarak 3-4 = = 189,12 mm Daun 5 Tinggi = Lebar = , , = 165,57 mm = 60 mm , Jarak 4-5 = = 188,98 mm Dimensi pola daun untuk drag adalah : Daun 1 Tinggi = , , = 162,55 mm 1000

81 Lebar = = 11,08 mm 1000 Daun 2 Tinggi = Lebar = , , = 163,57 mm = 35,56 mm , ,56 28 Jarak 1-2 = = 223,2 mm Daun 3 Tinggi = Lebar = , , = 163,57 mm = 35,56 mm , ,56 28 Jarak 2-3 = = 237,24 mm Daun 4 Tinggi = Lebar = , , = 163,57 mm = 43,72 mm , ,72 36 Jarak 3-4 = = 206,56 mm Daun 5 Tinggi = , , = 163,57 mm 1000

82 Lebar = = 49,84 mm , ,84 42 Jarak 4-5 = = 191,12 mm Dari perhitungan diatas maka pada gambar 4.4 ditunjukkan ukuran untuk pola kup Ø Gambar 4.4 Ukuran worm screw untuk pola kup Dari perhitungan diatas maka pada gambar 4.5 ditunjukkan ukuran untuk pola drag Gambar 4.5 Ukuran worm screw untuk drag Dan dari perhitungan keseluruhan maka diperoleh ukuran untuk pola worm screw

83 Ø181 Ø83 Ø Gambar 4.6 Ukuran pola worm screw 4.4 Sistem Saluran Saluran turun Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Dalam menentukan saluran turun kita harus terlebih dahulu menentukan berat dari benda coran yang akan kita buat karena penentuan saluran didasarkan pada berat dari coran tersebut. volume coran = volume coran poros + volume coran daun volume inti berat coran = volume coran x berat jenis baja cor dimana : ρ = massa jenis (7800 kg/m 3 ) (literatur 2 lampiran) γ = berat jenis = ρ. g = N/m 3 Maka volume poros pada coran adalah : Poros 1 V p1 = 4 π. D 2. 1

84 V p1 = 4 π. (0,18124) 2. 0,2506 V p1 = 0, m 3 Poros 2 π V p2 =.( R + r + Rr) 3 V p2 = π.l 3 (0, , (0,09062 x 0,0641)) V p2 = 0,00476 m 3 Poros 3 V p3 = 4 π. D 2. 1 V p3 = 4 π. (0,1282) 2. 0,8167 V p3 = 0, m 3 Poros 4 π 2 V p4 =. D. 1 4 V p4 = 4 π. (0,0976) 2. 0,0925 V p4 = 0, m 3 Sehingga volume total poros adalah : V tot = V p1 + V p2 + V p3 + V p4 V tot = 0, m 3 + 0,00476 m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 V tot = 0, m 3 Untuk menghitung berat daun maka dibagi menjadi beberapa bagian untuk memudahkan perhitungan.

85 Gambar 4.7 Pembagian daun untuk perhitungan daun x1 + x Volume daun = 2 Dimana : x = lebar daun l = Panjang daun t = Tinggi daun Daun 1 Bagian t 0, ,01108 V d1 =.0, Bagian 2 V d1 = 0, m 3 0, ,03656 V d2 =.0, ,32914 V d2 = 0, m 3

86 Daun 2 Bagian 1 0, , V d3 =. 0, , V d3 = 0, m 3 Bagian 2 0, ,03656 V d4 =. 0, , V d4 = 0, m 3 Daun 3 Bagian 1 0, ,04572 V d5 =. 0, , V d5 = 0, m 3 Bagian 2 0, ,04372 V d6 =. 0, , V d6 = 0, m 3 Daun 4 Bagian 1 0, ,05181 V d7 =. 0, , V d7 = 0, m 3 Bagian 2 0, ,04984 V d8 =. 0, ,

87 V d8 = 0, m 3 Daun 5 Bagian 1 0, ,060 V d9 =. 0, , V d9 = 0, m 3 Sehingga volume daun total adalah : V tot = V dl + V d2 + V d3 + V d5 + V d6 + V d7 + V d8 + V d9 V tot = 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 V tot = 0, m 3 Dimana volume pasak (V pasak ) = = mm 3 Untuk volume dari inti coran adalah : V inti = 4 π (( ) + ( ) + (1/ ) + 2.V pasak V inti = , = ,05 x 10-9 mm3 = 0, m 3 Maka volume coran keseluruhan adalah : V tot = V tot poros + V tot daun - V tot inti V tot = 0, m 3 + 0, m 3-0, m 3 V tot = 0, m 3

88 Maka berat coran adalah : berat coran = volume coran x berat jenis baja cor berat coran = 0, m 3 x N/ m 3 = 10648,37504 N Berat coran = 10648,37504 N 9,81 = 1085, kg Berdasarkan berat dari coran diatas kita dapat memperoleh ukuran dari saluran turun dari tabel 4.2 dibawah ini : Tabel 4.2 Contoh dari ukuran dari saluran turun, pengalir dan saluran masuk untuk coran besi cor Berat coran (kg) Diameter saluran turun (mm) Ukuran pengalir Pengalir tunggal Pengalir berganda Saluran masuk tunggal Ukuran saluran masuk Saluran Saluran masuk masuk tiga berganda Saluran masuk empat x x x 6 45 x 6 30 x 6 25 x x x x 7 50 x 7 35 x 7 25 x x x x 8 40 x 8 30 x x x x x x x x x x x x x x x 15 (Sumber : Prof Ir Tata Surdia M S Met E, Prof Dr Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 72) Berat coran Worm Screw yaitu 1085, kg. Maka dari tabel didapat diameter saluran turun yaitu 75 mm. Tinggi saluran turun adalah 10d = 750 mm 75 mm 750 mm Gambar 4.8 Saluran Turun Pada coran logam penentuan luas saluran masuk dan turun berdasarkan pada perbandingan yakni : Luas saluran turun : luas pengalir : luas saluran masuk

89 = 1 : (1,5 2) : (2 4). Pada perencanaan sistem saluran ini diambil perbandingan untuk ketiganya yaitu sebesar 1 : 2 : 4, sehingga didapat : Luas saluran turun = π/4 d 2 st = π/4 (75) 2 = 4415,625 mm 2 Luas pengalir = 2 x Luas saluran turun = 2 x 4415,625 mm 2 = 8831,25 mm 2 Luas saluran masuk = 4 x Luas saluran turun = 4 x 4415,625 mm 2 = 17662,5 mm 2 Dalam hal ini luas saluran turun harus lebih besar dari luas nozel dari ladel untuk mencegah meluapnya logam cair, dan luas pengalir dibuat lebih besar dari pada luas saluran turun dan saluran masuk lebih besar dari luas saluran pengalir. Hal ini untuk memudahkan aliran logam cair masuk kedalam cetakan Cawan tuang Cawan tuang biasanya cawan tuang atau corong dengan saluran tuang dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang dapat menyaring kotoran atau trak yang terdapat dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Ukuran cawan tuang yang biasanya dipergunakan dapat dilihat dari gambar dibawah ini. (Sumber : Prof Ir Tata Surdia M S Met E, Prof Dr Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 66) Gambar 4.9 Ukuran cawan tuang

90 Sebaliknya kalau terlalu dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Panjang = 6d + 0,5d + d + d + 1,5. d Dimana : D adalah diameter saluran turun Panjang = ( , ,5. 75)mm Panjang = 487,5 mm Lebar = 4. d Lebar = (4. 75)mm Lebar = 300 mm Kedalaman : - yang terdalam = 5. d = (5. 75) mm = 375 mm - yang terdangkal = 4,5. d = (4,5. 75)mm = 337,5 mm Sistem pengalir Sistem pengalir biasanya mempunyai irisan seperti travesium atau setengah lingkaran. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair, akan tetapi jika terlalu besar akan tidak ekonomis. Pada perencanaan ini pengalir dibuat berbentuk travesium dengan perbandingan ukuran seperti pada gambar berikut : Luas pengalir = 8831,25 mm 2

91 Gambar 4.10 Sistem pengalir Dari gambar dapat dihitung ukuran penampang pengalir yaitu : A p = A. (A 3) (A. 3) = 8831,25 mm 2 A 2 = 8831,25 mm 2 A = 8831,25 = 93,9 mm Saluran masuk Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk dalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berbentuk bujur sangkar, travesium atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Luas saluran masuk = 17662,5 mm 2. Jumlah saluran masuk yang direncanakan empat buah, maka masing-masing saluran masuk mempunyai luas : A sm = A sm 4 A sm = 17662,5 4 A sm = 4415,625 mm 2

92 Gambar 4.11 Saluran masuk Saluran masuk direncanakan berbentuk bujur sangkar, maka ukuran sisi-sisi dari saluran masuk adalah : A sm = s.s s = A s = 4415,625 s = 66,4 mm Saluran penambah Penambah berfungsi memberikan tambahan logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran. Penambah ini digolongkan menjadi dua macam yakni penambah samping dan penambah atas. Penambah yang dipakai dalam pengecoran Worm screw ini adalah jenis penambah atas karena penambah jenis ini lebih efektif dipakai untuk coran yang berbentuk silinder atau mempunyai ketebalan yang lebih besar yakni pada ketebalan 181,24 mm, 128,2 mm, dan 97,6 mm. Untuk coran dengan ketebalan 181,24 mm diperoleh jarak pengisian 400 mm, jarak pengisian untuk bagian dengan ketebalan 128,2 mm diperoleh 330 mm, dan jarak ketebalan untuk bagian dengan ketebalan 97,6 mm diperoleh 285 mm.

93 Baja cor yang mempunyai titik cair yang lebih tinggi dan koefisien penyusutan yang sangat besar dan waktu pembekuan yang lebih cepat sehingga irisan penambah untuk baja cor harus lebih besar dari pada untuk besi cor. Bentuk yang biasanya dipakai yakni silinder. (Sumber : Prof Ir Tata Surdia M S Met E, Prof Dr Kenji Chijiiwa, Tenik Pengecoran Logam, penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 81) Gambar 4.12 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (Jp) Bentuk yang biasanya dipakai yakni silinder. Banyak penambah ditentukan menurut rumus berikut ini : BanyakPena mbah = Jumlah panjang dari bagian mana 2 X penambah harus disediakan ( L) jarak pengisian penambah ( Jp) ( mm) (literatur 1 hal 81) Sehingga banyaknya penambah untuk masing-masing tingkat coran adalah : Poros 1 n = n = Lp 1 2 x Jp 250,6 mm 2 x 400 mm

94 n = 0,313 mm (tidak memerlukan penambah) Poros 2 dan poros 3 n = n = Lp 2 + Lp 2 x Jp 128,2 +816,7 mm 2 x330 mm 3 n = 1,43 diambil 2 penambah Poros 4 n = n = Lp 4 2 x Jp 92,5 2 x 285mm n = 0,16 mm (tidak memerlukan penambah) Ukuran penambah Bentuk penambah yang digunakan untuk coran baja ini berbentuk silinder. Karena tempat jumlah dan bentuk dari penambah telah ditentukan maka ukuran dari tiap bagian dapat diperoleh dari gambar 4.13

95 (Sumber : Prof Ir Tata Surdia M S Met E, Prof Dr Kenji Chijiiwa, Tenik Pengecoran Logam, penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 82) Gambar 4.13 Kurva Pellini Volume penambah/volume coran ditentukan dari gambar, namun harus terlebih dahulu dihitung faktor bentuk Dimana : P = Panjang coran L = Lebar coran T = Tebal coran P + L T (literatur 1 hal 80) Pada poros 2 dan 3 bentuknya P + L T 128, , , ,2 = = 4, , ,2 Maka, Volume Penambah Volume Coran = 0,78 Volune Penambah = 0,78 x volume coran Volume Penambah = 0,78. 0, m 3 Volume Penambah = 0, m 3

96 Volume silinder penambah ditentukan dari rumusan V = 4 π. Dp 2. H Dimana : D p = diameter penambah H = tinggi penambah Dan tinggi penambah (H) yang berbentuk silinder ukurannya mengikuti ketentuan berikut ini : tinggi penambah H = (1,5 2) x D p (literatur 1 hal 82) maka : diambil tinggi penambah H = 1,75.D p Volume penambah = 4 π. Dp.1,75 D p Volume penambah = 1,3737 D p 2 Maka : D p = D p = V p 1,375 0, ,375 D p = 0,3668 m = 366,8 mm Maka diameter penambah = 366,8 mm Tinggi saluran penambah H = 1,75 D p = 1,75.366,8 mm = 641,9 mm 4.5 Pembuatan Inti Inti merupakan bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam coran.

97 Sifat yang harus dimiliki inti yaitu : Mempunyai permeabilitas yang baik agar gas yang terdapat pada inti dapat keluar. Mempunyai kekerasan yang cukup Inti harus dapat bertahan pada temperatur yang tinggi Menghasilkan gas yang minim Harus dapat dihancurkan/ambruk Dan inti yang dipakai terbuat dari pasir yang dicampur dengan bahan pengikat yakni tanah liat. Dimana tanah liat akan meningkatkan permeabilitas dan mampu ambruk. Inti dicetak menurut bentuk dari lubang inti yang diinginkan. Dan untuk pengerasan maka inti ini dipanaskan pada oven hingga pada suhu C. Adapun ukuran dari inti adalah sebagai berikut : Gambar 4.14 Bentuk Inti 4.6 Pemberat Pemberat diletakkan diatas cetakan (kup) untuk menghindari terangkatnya kup akibat tekanan yang timbul dari cairan logam. Berat dari pemberat dapat dihitung dengan persamaan : W pmbrt = k x A x γ x h (literatur 1 hal 109) Dimana : k = faktor keamanan dari pemberat (1,5 2), dipilih 2

98 A = Luas irisan dari rongga cetakan γ = Berat jenis logam = 0, N/cm 3 h = tinggi saluran turun = 75 cm A = Luas irisan poros 1 + luas irisan poros 2 + luas irisan poros 3 + luas irisan poros 4 + lebar daun = (250 x 18) + (128 x 189) + (816 x 128) + (92 x 97) + (11 x 162,55) + ( ,55) + (35,36 x 163,57) + (38, x 165,57) + (50 x 163,57) + (60 x 165,57) = ,3192 mm 2 = 2096, cm 2 Maka berat pemberat adalah : W pmbrt = 2 x 2096, x 0, x 75 = 2375,30 N = 242,13 kg 4.7 Waktu Tuang Waktu tuang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan T = W V. A. γ (literatur 1 hal 71) Harga V di cari dengan menggunakan persamaan : V = C. 2. g. h (literatur 1hal 71) Dimana : C = Koefisien aliran dan untuk aliran rumit 0,5-0,6 dan untuk saluran sederhana 0,9 1,0 diambil 0,95. W = Berat coran = 1085, (kg) V = Kecepatan rata-rata logam cair

99 g = Percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s 2 ) h = Tinggi saluran turun = 0,75 m Maka : V = 0,95. 2 x 9,81 x 0, 75 = 3,6 m/s = 364,4 cm/s. 1085, x 9,81 Waktu tuang (T) = 364,4 x 2096, x 0, = 1,84 detik. 4.8 Pembuatan Cetakan Pasir Adapun pasir yang digunakan adalah pasir silika (SiO 2 ), dipadatkan dengan menggunakan air kaca (water glass). Biasanya air kaca yang digunakan berkisar antara 3-7 % (diambil 6 %). Untuk perancangan ini digunakan 6 % air kaca dan ditambah pada pasir silika, yang mempunyai kadar lempung sedikit mungkin dan dicampur dengan menggunakan pengaduk. Pada proses ini butir pasir yang digunakan diusahakan agak bundar. Pasir silika digunakan karena tahan terhadap temperatur pengecoran ( C). Adapun tahapan dalam pembuatan cetakan pasir ini yakni : Papan cetakan diletakkan diatas lantai yang rata pasir tersebar mendatar. Pola, inti dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Rangka harus mempunyai ketebalan antara 30 50mm. Letakkan saluran turun ditentukan terlebih dahulu. Pasir cetakan ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan menumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan hati-hati agar pola tidak terdorong

100 langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir tertumpuk melewati tepi atas dari rangka digaruk dan cetakan diangkat bersama pola drag dari papan. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan dan setengah lainnya bersama-sama dengan cup dipasang diatasnya. Pola dan inti kup, pola penambah, batang saluran turun dipasang, kemudian pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan. Selanjutnya kup dan drag dipisahkan dan diletakkan mendatar pada papan cetakan. Setelah pola diangkat dari kup dan drag pada rongga cetakan ditambahkan tepung grafit. Dan untuk melepaskan uap air yang terdapat dalam pasir cetak maka digunakan gas CO 2 yang ditiupkan kedalam pasir cetakan selama 2 menit. Setelah itu cetakan kup dipasang diatas drag dengan terlebih dahulu memasang inti pada telapak inti. Pemasangan ini membutuhkan ketelitian agar tidak terjadi selisih antara keduanya. Dan inti tetap pada posisinya. Kemudian pengikat diikat supaya kup tidak terangkat akibat tekanan pada saat penuangan. Juga dapat dilakukan dengan memberikan pemberatan diatas cetakan yang sekaligus berfungsi untuk mencegah pergeseran antara bagian kup dan drag. Untuk memanfaatkan pasir atau cetakan digunakan gas CO 2 yag ditiupkan kedalam cetakan pada tekanan 1,0 2,0 kg/cm 2, maka cetakan akan mengeras.

101 . Gambar 4.16 Tahapan Pembuatan Cetakan

102 BAB V PELEBURAN DAN PENUANGAN 5.1 Peleburan Logam Coran Mutu dari suatu produk pengecoran tergantung dari keadaan (kondisi) logam cair yang digunakan dalam proses pencetakan itu. Makin baik komposisi dari logam cair, makin baik mutu dari hasil corannya. Makin homogen logam cair, makin baik hasil corannya. Logam coran dalam proses pengecoran ini di lebur dalam tanur listrik jenis krus frekuensi rendah. Menurut konstruksinya tanur induksi mempunyai satu krus yang dikelilingi oleh lilitan-lilitan (kumparan) yang terdiri dari pelat berlapis banyak yang berfungsi untuk memusatkan fluks magnet, sehingga arus induksi yang melalui kumparan menyebabkan timbulnya medan elektro magnetik yang merata kesegala arah. Tanur ini hanya mempunyai satu ruangan yaitu daerah krus untuk tempat mencairkan logam dan sekaligus menjadi tempat logam yang akan dicairkan atau dengan kata lain logam cair dan logam yang akan dicairkan terdapat dalam ruangan yang sama. Bagian atas dari tanur ini terbuka lebar, sehingga memudahkan pengisian logam yang akan dilebur. Proses peleburan dimulai dengan memasukkan sekrap baja. Setelah sekrap baja mencair, kemudian dimasukkan potongan-potongan baja. Setelah seluruh potongan baja ini mencair secara homogen diperiksa komposisinya, bila komposisi dari logam cair telah sesuai dengan yang diharapkan dan

103 temperaturnya telah mencapai temperatur yang diharapkan ( C) maka logam cair telah dapat dituang. 5.2 Komposisi Logam Bahan baku untuk logam cair yang digunakan adalah balok baja dan baja skrap. Pada waktu melakukan proses peleburan yang, pertama dimasukkan adalah balok baja dan baja sekrap. Setelah balok baja dan baja sekrap mencair seluruhnya, komposisi logam cair diperiksa dengan menggunakan spectrometer. Komposisi logam cair dalam tanur harus diketahui sebelum dilakukan penuangan, sehingga diketahui apakah komposisi logam cair sudah sesuai dengan yang diinginkan. Komposisi logam cair dalam tanur dan yang diinginkan diberikan pada tabel berikut : Tabel 4.1 Komposisi bahan paduan Unsur Paduan % pada tanur % yang diinginkan Penambahan Karbon (C) 0,11 0,33 0,22 Silikon (Si) 0,05 0,35 0,30 Mangan (Mn) 0,16 0,90 0,74 Sulfur (S) 0,035 0,035 Posfor (P) 0,035 0,035 Maka penambahan unsur-unsur logam lain supaya sesuai dengan yang diinginkan adalah seperti penjabaran berikut :

104 1. Penambahan unsur karbon Unsur karbon diperoleh dengan memasukkan arang kemiri yang mengandung kadar karbon 60 % (massa). Kadar Karbon yang diinginkan : 0,33 % Kadar karbon dalam tanur : 0,11 % Arang kemiri yang dibutuhkan : m Arang = 0,33 0, x 2200 = 4,84 kg 60 m c = 4,84 x = 2,904 kg Penambahan unsur silikon Unsur silikon diperoleh dengan menambahkan Fe-Si, dengan kadar Si 70% Kadar Silikon yang diinginkan : 0,35 % Kadar silikon dalam Tanur : 0,05 % Kekurangan Si : 0,35-0,05 % = 0,3 % Si yang ditambahkan ke Tanur : 0,3 100 x 2200 kg = 6,6 kg Fe-Si yang dibutuhkan/ditambahkan ke Tanur : x 6, 6 = 9,42 % kg

105 3. Penambahan unsur mangan (Mn) Unsur Mn ditambahkan dengan jalan menambahkan Fe-Mn, dengan kadar Mn 76 %. Kadar Mn yang diinginkan : 0,90 % Kadar Mn dalam Tanur : 0,16 % Fe-Mn yang dibutuhkan : 0,90 0,16 m Fe-Mn = x 2200 = 16,28 kg m Mn = 16,28 x = 12,37 kg Penuangan Cairan Logam Logam cair yang temperaturnya telah mencapai C dikeluarkan dari tanur dan ditampung dengan ladel untuk selanjutnya dituang kerongga cetakan. Sebelum dituang kedalam cairan logam dalam ladel diberikan bahan pengikat terak (slag coagulant) untuk mengikat terak yang terkandung dalam cairan logam tersebut sehingga tidak ikut masuk kecawan tuang. Bahan coagulant ini akan mengikat (mengumpulkan) kotoran-kotoran (impurities) yang terdapat dalam cairan logam seperti sisa karat dari logam dasar. 5.4 Penyelesaian Hasil Cetakan Setelah seluruhnya logam cair yang terdapat dalam rongga cetakan membeku maka cetakan dapat dibongkar, kemudian hasil coran didinginkan dalam ruangan terbuka. Logam hasil coran yang telah dingin kemudian dikerjakan dengan mesin untuk memperoleh ukuran sesuai dengan yang telah direncanakan.

106 Permesinan yang pertama dilakukan adalah pemotongan logam yang menonjol akibat pembekuan dalam sistem saluran. Proses yang paling penting dalam permesinan gandar adalah pembubutan. Proses ini bertujuan untuk memotong kelebihan ukuran (ukuran pola) sampai diperoleh ukuran yang direncanakan (ukuran worm screw). Apabila semua ukuran yang telah direncanakan diperoleh maka pekerjaan terakhir adalah proses laku panas yang bertujuan untuk mengeraskan permukaan dari worm screw tersebut dengan cara memanaskan sampai temperatur tertentu kemudian didinginkan secara cepat dengan cara mencelupkannya dalam media pendingin.

107 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan perhitungan dari bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahan yang digunakan untuk pengecoran worm screw ini adalah baja tahan karat S30C dengan kekuatan tarik 48 kg/mm 2. Karena berdasarkan perhitungan kekuatan worm screw, bahan tersebut aman untuk digunakan. 2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pola adalah kayu jelutung. Bahan ini dipilih karena lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Sedangkan jenis pola yang digunakan yaitu pola belahan yang terdiri dari kup dan drag. 3. Dimensi worm screw yang dirancang adalah sebagai berikut : Poros 1 Diameter : 162 mm Panjang : 230 mm Poros 2 Panjang : 110 mm Poros 3 Diameter : 110 mm Panjang : 785 mm Poros 4 Diameter : 80 mm Panjang : 75 mm Diameter daun 1 : 305 mm Diameter daun 2,3,4 dan 5 : 307 mm

108 4. Dimensi untuk ukuran pola worm screw Poros 1 Diameter : 181,24 mm Panjang : 250,6 mm Poros 2 Panjang : 128,2 mm Poros 3 Diameter : 128,2 mm Panjang : 816,7 mm Poros 4 Diameter : 97,6 mm Panjang : 92,5 mm 5. Untuk proses pembuatan cetakan harus dibuat bentuk dan dimensi dari saluran-saluran pengecoran (gating system) dan hasil yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut : Cawan tuang Panjang Lebar : 487,5 mm : 300 mm Kedalaman yang terdangkal : 337,5 mm Kedalaman yang terdalam : 375 mm Saluran turun Diameter Tinggi : 75 mm : 750 mm Saluran pengalir Panjang sisi : 93,9 mm Luas : 8831,25 mm 2 Jumlah : 1 buah

109 Saluran masuk Jumlah 4 buah berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi dari saluran masuk = 66,4 mm Saluran penambah Terletak pada poros 2 Diameter Tinggi : 366,8 mm : 641,9 mm Temperatur likuid : C Temperatur tuang : C Dalam perencanaan pengecoran ini digunakan tanur induksi jenis krus frekuensi rendah untuk mencairkan bahan mentah dengan kapasitas 2200 kg. 6. Berat pemberat adalah : 242,13 kg 7. Proses penuangan logam cair dilakukan dengan kecepatan penuangan sebesar 364,4 cm/s dengan waktu tuang 1,84 detik. 8. Proses pembongkaran cetakan dilakukan 12 jam setelah proses penuangan. Setelah itu dilakukan proses permesinan yang berguna untuk membersihkan coran dan untuk mendapatkan ukuran yang aktual sesuai dengan gambaran kerja. Proses permesinan yang dilakukan ini menggunakan jenis mesin gerinda dan mesin bubut.

110 SARAN 1. Untuk meningkatkan hasil coran yang baik dan maksimal dalam pengecoran logam, sebaiknya digunakan alat-alat yang masih baik dan memenuhi standar yang diperbolehkan. 2. Perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap bahan yang digunakan dan hasil coran. 3. Perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pola adalah kemudahan saat dikeluarkan dari cetakan supaya tidak merusak cetakan yang dapat menghasilkan produk yang cacat.

111 DAFTAR PUSTAKA 1. Chijawa Kenji dan T. Surdia, Teknik Pengecoran Logam, cetakan ketujuh. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta : Benard j. hamrock, Bo O. Jacobson. Fundamental Of Machine Elements. Mc Graw-Hill. USA : International Edition, Robert H. Creamer. Machine Design. Addison Wesley Publishing Componi, Third Edition. 4. Sularso dan K. Suga. Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin, cetakan ketujuh. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta : P. L. Jain. Principle Of Foundry Technology, Mc Graw-Hill. USA : Third Edition, Agarwal, R. L, dkk. Foundry Engineering, Khana Publishers, New Delhi : Stolk, Jac dan C. Kros. Elemen Mesin, Erlangga, Jakarta : Lawrence, H. Van Vlack. Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta : Dumanauw J.F. Mengenal Kayu, Kanisius. Semarang : 1993

112 LAMPIRAN

113 Lampiran 1 : Konversi Satuan

114 Sumber : David Haliday. 1994, Fisika, Jilid 1, Terj. Pantur Silaban, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta, 1996

115 Lampiran 2 : Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros Kekuatan Standar dan macam Lambang Perlakuan panas tarik (kg/mm 2 ) Keterangan S30C S35C Penormalan Baja karbon konstruksi S40C - 55 mesin (JIS G 450 1) S45C S50C S55C Batang baja yang difinis dingin S35C-D S45C-D S55C-D Ditarik dingin, digerinda, dibubut,, atau gabungan antara hal-hal tersebut Standar dan macam Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik (kg/mm 2 ) Baja khrom nikel (JIS G 4102) SNC 2 SNC 3 SNC21 SNC Pengerasan kulit Baja khrom nikel molibden (JIS G 4103) Baja khrom (JIS G 4104) Baja khrom molibden (JIS G 4105) SNCM 1 SNCM 2 SNCM 7 SNCM 8 SNCM22 SNCM23 SNCM25 SCr 3 SCr 4 SCr 5 SCr21 SCr22 SCM 2 SCM 3 SCM 4 SCM 5 SCM21 SCM22 SCM Pengerasan kulit Pengerasan kulit Pengerasan kulit (Sumber : Sularso dan Suga Kiyokatsu, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1985 hal 8)

116 Lampiran 3 : Jenis-jenis saluran dalam pengecoran logam

117 Lampiran 4 : Campuran Pasir Cetak untuk beberapa jenis logam dan paduan Logam

118 Lampiran 5 : Penggunaan Bahan Coran Bahan Besi cor kelabu (termasuk besi cor mutu tinggi) Besi cor mampu tempa Besi cor bergrafit bulat Besi cor karbon dan paduan Coran paduan tembaga Coran paduan ringan Contoh Penggunaan Bagian-bagian mobil (blok silinder, tutup silinder, rumah engkol, selubung silinder, roda daya, tromol rem dst) Mesin perkakas (bed, meja, pegangan) Mesin serat, mesin cetak. Mesin listrik (rangka motor, rumah-rumah motor). Pipa air besi cor, bagian-bagian mesin (roda gigi, kopeling, roda ban). Baguan-bagian mobil (pelat rangka, roda ban, poros engkol, selubung silinder, lengan ayun, poros, rumah kopeling). Bagian-bagian mesin (sambungan pipa, katup) Bagian-bagian mobil (poros engkol) Alat-alat pembuat baja (Rol, kotak ingot) Pipa air besi cor, bagian-bagian mesin (yang memerlukan keuletan lebih dari besi cor kelabu) Bagian-bagian mesin (yang memerlukan tahan lama). Bagian-bagian kendaraan kereta api (rangka, kopeling). Mesin-mesin pemindah tanah (rante, rumah rem). Mesin-mesin hidrolis (pengalir turbin air, rumah-rumah pompa). Alat-alat pembuat baja (rol, dudukan rol). Bagian-bagian kapal (rangka butiran, rumahrumah turbin, lengan engkol. Mesin mesin pertambangan (mesin kasut, penggali keruk). Bagian-bagian mesin (bantalan, rumah katup, bus). Mesin-mesin hidrolis (pompa, penyambung). Bagian-bagian kapal (baling-baling, pompa). Bagian-bagian mobil (rumah transmisi, blok silinder, saluran isap). Pompa, rangka kamera, rangka meteran, tutup.

119 Lampiran 6 : Aliran Proses pada Pengecoran Logam BAHAN BAKU TUNGKU LADEL SISTEM PENGOLAHAN PASIR MESIN PEMBUATAN CETAKAN PENUANGAN Pasir Rangka Cetak PEMBONGKARAN PEMBERSIHAN PEMERIKSAAN (Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 3)

120 Lampiran 7 : Material Baja Karbon

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan 2.1.1 Worm screw Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press).

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET CONVEYOR YANG MEMPUNYAI DAYA 11 KW DAN PUTARAN 32 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam BAB III METODOLOGI 3.1 Perencanaan Cetakan 3.1.1 Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam

Lebih terperinci

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARIMAN

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS TURBIN AIR FRANCIS YANG BERDAYA 950 KW DAN PUTARAN 300 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM OLEH : WISNU ANJASWARA NIM : 030401022 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING Sumpena Program Studi Teknik Mesin Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Email: sumpenast@yahoo.co.id Abstrak Proses akhir

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HIMAWAN

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Menyiapkan Pasir Cetak

Menyiapkan Pasir Cetak SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Menyiapkan Pasir Cetak Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan baku dicairkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API TUGAS AKHIR PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API Disusun : Adi Pria Yuana NIM : D 200.04.0003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON OLEH : RAMCES SITORUS NIM : 070421006 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 21 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari 1), Tuwoso 2), Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POROS TURBIN AIR YANG DAPAT MENERUSKAN DAYA 710 KW PADA PUTARAN 330 RPM DAN PERENCANAAN PENGECORAN SERTA SIMULASINYA OLEH : FRANSISKUS PURBA NIM : 040401005 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting TUGAS AKHIR Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting Disusun : EKO WAHYONO NIM : D 200 030 124 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014 1 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari, Tuwoso, Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) *Yusuf Umardani a, Yurianto a, Rezka

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET UNTUK PENGGERAK RANTAI (TRACK) PADA BULLDOZER DENGAN DAYA 105 Hp DAN PUTARAN 150 rpm DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam adalah salah satu teknik produksi manufaktur, teknologi pengecoran pun semakin menunjukan perkembangan sesuai dengan kebutuhan industri logam itu sendiri

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA Oleh kelompok 7 AYU ANDRIA SOLIHAT (20130110066) SEPTIYA WIDIYASTUTY (20130110077) BELLA LUTFIANI A.Z. (20130110080) M.R.ERNADI RAMADHANI (20130110100) Pengertian Baja Baja

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentasi karbon

Lebih terperinci

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING TUGAS AKHIR PENGARUH CARBURIZING ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING PADA MILD STEEL (BAJA LUNAK) PRODUK PENGECORAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

CYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN

CYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN CYBER-TECHN. VOL NO 0 (07) ISSN 907-9044 PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (-%) PADA PRODUK KOPEL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO Febi Rahmadianto ), Wisma Soedarmadji ) ) Institut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Minggu Pokok Bahasan 1 I. Pendahuluan sejarah dari teknologi pengecoran, teknik pembuatan coran, bahanbahan yang biasa digunakan untuk produk coran di tiap industri, serta mengetahui pentingnya teknologi

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN BAB 2 PROSES PENGECORAN 2.1. Pendahuluan Proses pengecoran melalui beberapa tahap : pembutan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

MODUL 3 PROSES PEMBUATAN BESI TUANG DAN BESI TEMPA

MODUL 3 PROSES PEMBUATAN BESI TUANG DAN BESI TEMPA MODUL 3 PROSES PEMBUATAN BESI TUANG DAN BESI TEMPA Materi ini membahas tentang proses pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan sejarah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Proses produksi yang terdapat di Pabrik Gula Sei Semayang yang memproduksi gula GKP I (Gula Kristal Produk I) dengan bahan baku utama adalah tebu dengan berat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK

Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK ANALISIS TEKUK PADA AKAR LAS (ROOT BEND) DAN TEKUK PADA PERMUKAAN LAS (FACE BEND) LONGITUDINAL BESI TUANG KELABU PADA PROSES PENGELASAN TERHADAP PENGUJIAN TEKUK (BENDING) Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai Studi Pustaka Identifikasi masalah Rencana Kerja dan Desain

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk. IV - 1 BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN SMAW adalah proses las busur manual dimana panas pengelasan dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda terumpan berpelindung flux dengan benda kerja.

Lebih terperinci