BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Vera Ida Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Media Pembelajaran Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian, setiap keterampilan, kepribadian, dan kecerdasan individual harus dikaitkan dengan proses pendidikan terutama pada anak usia sekolah yang akan berperan sebagai agen perubahan dan generasi penerus bangsa, sehingga pendidikan yang diberikan harus dioptimalkan dengan memanfaatkan komponen-komponen belajar yang ada. Media merupakan salah satu komponen belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran (Iryanto & Arthana, 2015). Kata media berasal dari bahasa latin medius dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar yang berarti perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan (Bekti, 2012). Pembelajaran merupakan suatu usaha pengajar untuk membantu siswa/anak didiknya agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Media pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu alat atau perantara yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna dari pesan yang 8
2 9 disampaikan kepada peserta didik/siswa dengan menciptakan suasana yang dapat menarik antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik (Irawan, 2015). Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibrahim dan Nana Syaodih (2003) dalam Dwi Rohmawati (2012) yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar. Association of Education and Communication Technology (AECT) di Amerika membatasi media sebagai bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi (Iryanto & Arthana, 2015). Menurut Notoatmodjo (2007a), pendidikan kesehatan tidak dapat terlepas dari media karena dengan media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan mudah dipahami sasaran. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, media pembelajaran sangat berperan penting didalamnya. Metode mengajar dan media pembelajaran merupakan dua unsur yang sangat penting dan saling berkaitan dalam proses belajar mengajar, sebab pemilihan metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai dengan metode tersebut (Sukarno, 2009; Dwi Rohmawati, 2012). Sri Astami (2010) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa menggunakan media pengajaran yang berbeda akan memberikan hasil dan pengalaman pembelajaran yang berbeda pula. Pengalaman pembelajaran tersebut dapat digambarkan dalam kerucut pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale s Cone of Experience) yang memberikan gambaran mengenai keterkaitan metode dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran (Astami, 2010).
3 10 Gambar 2.1 Kerucut Edgar Dale (Sumber : Nursulistiyo, 2014) Dalam kerucut pengalaman Edgar Dale ini pengalaman belajar diklasifikasikan menjadi 10 tingkatan dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak. Dimana semakin keatas di puncak kerucut, semakin abstrak media penyampaian pesannya (Astami, 2010). Melalui kerucut pengalaman tersebut dapat diketahui bahwa siswa/peserta didik akan mencapai hasil belajar 10% dari apa yang ia baca, 20% dari apa yang ia dengar, 30% dari apa yang ia lihat, 50% dari apa yang ia lihat dan dengar, 70% dari yang ia katakan, dan 90% dari yang ia lakukan. Usman (2005) dalam Wibawa (2007) menyebutkan bahwa keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh strategi, metode serta alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam proses pendidikan, maka dari itu perlu didesain secara efektif. Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju pengalaman yang lebih abstrak (Wibawa, 2007). Penelitian yang dilakukan Haryoko (2010), mendapatkan hasil bahwa hasil belajar dengan penggunaan media audio visual memiliki skor yang jauh lebih tinggi
4 11 dibandingkan dengan hasil belajar dengan pendekatan konvensional. Handayani (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan media komik (visual) mampu meningkatkan pengetahuan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan media leaflet, dan meningkatkan sikap empat kali lebih besar dibandingkan dengan media leaflet. Nur Laili Siyam et al. (2015) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan menggunakan alat pendidikan edukatif (APE) permainan ular tangga memiliki pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan anak. Penelitian Hamdalah tahun 2013 dengan menggunakan media ular tangga juga menyimpulkan bahwa permainan ular tangga lebih efektif dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap kesehatan gigi dan mulut serta penerapan cara menggosok gigi yang baik dan benar (Siyam et al., 2015). 2.2 Film Edukatif Film edukatif merupakan salah satu contoh media pembelajaran yang bersifat audio visual. Dalam penelitian ini film edukatif yang dimaksud berupa film kartun yang merupakan gabungan dari gambar kartun yang diproyeksikan sedemikian rupa hingga menjadi gambar bergerak yang mempunyai cerita. Film kartun juga dapat disebut film animasi (Karunia & Hariani, 2014). Menurut Daryanto (2010) dalam Gustinawati (2014), film edukatif merupakan perpaduan antara pemaparan imajinatif, faktual, dan teknis. Dikatakan imajinatif karena pembuatan film memerlukan daya khayal. Faktual, karena imajinasi tersebut berisi informasi-informasi materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sedangkan dikatakan teknis karena pembuatan film harus berdasarkan karakteristik peserta didik dan kompetensi dasar yang harus dicapai. Berdasarkan Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale, media film ini merupakan media yang termasuk dalam fase melibatkan penglihatan dan pendengaran pesertanya.
5 12 Media film sangat memiliki kemungkinan untuk memacu dan memberi stimulant pada daya apresiasi anak didik. Kisah-kisah yang ditampilkan melalui film dapat membantu anak memahami dan merespon kehidupan sekitarnya. Media film disajikan sebagai media pengajaran untuk mengambil pesan dari alur cerita sesuai dengan tema dan subyek pelajaran yang diajarkan, sehingga anak didik akan mudah memahami dan mengambil pelajaran dari film yang di tonton (Gustinawati, 2014). Menurut Waluyanto (2006) dalam Karunia & Hariani (2014), media film kartun dipilih sebagai media pembelajaran karena memiliki kelebihan, antara lain : lebih mudah diingat karena penggambaran karakter yang unik, efektif langsung pada sasaran yang dituju, efisien sehingga memungkinkan frekuensi yang tinggi, lebih fleksibel mewujudkan hal-hal khayal, dapat dikombinasikan dengan live action, dan kaya akan ekspresi warna. Berdasarkan penelitian kuasi eksperimen Rahmattullah (2011) mengenai Pengaruh Pemanfaatan Media Film Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa pada siswa kelas VII di SMPN 6 Banjarmasin, didapatkan hasil bahwa penggunaan media pembelajaran film animasi memberikan pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dibandingkan dengan yang tidak menggunakan media film animasi. Karunia & Hariani (2014) dalam penelitiannya mengenai Penggunaan Media Film Kartun Untuk Meningkatkan Keterapilan Menyimak Cerita Siswa Kelas VA SDN Balasklumprik I No.434 Surabaya, didapatkan hasil bahwa penggunaan film kartun sangat efektif sebagai media belajar Bahasa Indonesia kelas V SD, karena siswa lebih antusias dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran, serta hasil belajar siswa pun dapat tercapai dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata perolehan KKM (nilai di atas KKM dan sama dengan KKM) yang mengalami kenaikan dari siklus I yaitu 80,28
6 13 menjadi 81,15 pada siklus II. Selain itu, penggunaan media film kartun juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak pelajaran Bahasa Indonesia yang dapat dilihat dari presentase keberhasilan ketuntasan klasikal pada siklus I sampai siklus II. Dimana pada siklus I rata-rata ketuntasan klasikal yaitu 74,29% meningkat sebanyak 11,42%. 2.3 Permainan Edukatif Permainan edukatif adalah semua bentuk permainan yang dapat memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para pemainnya (Christianna, 2013). Permainan edukatif merupakan permainan yang mampu meningkatkan perkembangan fisik, perilaku, dan kecerdasan otak. Dimana melalui permainan, anak dapat mengekpresikan ide-ide dan imajinasinya untuk mengembangkan kreativitasnya (Rahma, 2009). Menurut Rahmawati (2014), permainan edukatif merupakan alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran agar materi pembelajaran dapat mudah diterima oleh siswa. Penggunaan permainan edukatif dapat membantu anak dalam memahami materi pembelajaran karena permainan ini memiliki fungsi, diantaranya yaitu : membantu dan mendukung proses pembelajaran anak didik agar lebih baik, menarik, dan jelas; mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak; memberi kesempatan kepada anak didik memperoleh pengetahuan baru dan memperkaya pengalamanya dengan berbagai alat permainan; memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengenal lingkungannya dan mengetahui kekuatan dirinya; memperjelas materi yang diberikan pada anak; dan memberikan motivasi serta merangsang anak untuk melakukan eksplorasi dan bereksperimen dalam pertumbuhan dan mengembangkan bahasa, kecerdasan, fisik, sosial, dan emosional anak (Christianna, 2013).
7 14 Dalam hal ini, adapun indikator keberhasilan penggunaan media permainan edukatif Badan POM khususnya permainan ular tangga yaitu adanya peningkatan baik dari segi pengetahuan, sikap, dan perilaku sasaran setelah diberikan perlakuan Permainan Ular Tangga Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap anak terhadap permasalahan kesehatan, dapat diberikan stimulus berupa permainan. Jenis permainan yang dapat digunakan salah satunya yaitu permainan ular tangga. Permainan ular tangga merupakan salah satu permainan yang sejalan dengan perkembangan kognitif anak usia 8-11 tahun. Dimana pada usia ini, anak dapat menerima suatu permainan yang banyak diwarnai dengan nalar dan logika yang bersifat obyektif serta kegiatan anak dalam bermain lebih banyak dikendalikan oleh aturan yang ada dalam permainan (Siyam et al., 2015). Permainan ular tangga ini melibatkan hampir seluruh indera pesertanya, baik dengan melihat, mendengar, meraba, dan terlibat langsung dalam permainan. Pada umumnya, permainan ini dapat dilengkapi dengan gambar yang menarik dan berhubungan dengan pesan atau tulisan singkat yang berhubungan dengan isi penyuluhan (Labibah, Nurhapsari, & Mujayanto, 2015). Menurut Astrianingsih, Kristiawati, & Krisnana (2014), permainan ular tangga dapat mengembangkan kemampuan kognitif, moral, mental emosional dan sosial, serta psikomotor seseorang. Agar pengembangan media permainan ular tangga sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka sangat penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip penilaian media pembelajaran. Dimana pengembangan media pembelajaran permainan ular tangga harus mengacu pada prinsip-prinsip evaluasi media pembelajaran, yaikni: media pengajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, kosakata, kesesuaian
8 15 dengan isi materi, kesesuaian dengan karakteristik siswa, dan kualitas gambar atau visual (Afandi, 2015). Penelitian deskriptif dengan desain pre dan post-test yang dilakukan oleh Laili Siyam et al. (2015) mengenai pengaruh stimulasi ular tangga tentang gingivitis terhadap pengetahuan anak usia 8-11 tahun menyebutkan bahwa alat pendidikan edukatif (APE) seperti ular tangga memiliki pengaruh terhadap pengetahuan anak. Dimana hal tersebut ditunjukkan melalui hasil signifikan dari perhitungan uji Wilcoxon Signed Rank yaitu 0,00 (p < 0,05). Selain itu, penelitian Laili Siyam et al. (2015) juga sejalan dengan penelitian kuasi eksperimen Hamdalah (2013) dengan menggunakan media permainan ular tangga yang menyimpulkan bahwa media permainan ular tangga lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap kesehatan gigi dan mulut. Hal tersebut dibuktikan dengan uji statistik menggunakan Uji Kruskal wallis yang menunjukkan nilai Asym. Sig (2-tailed) sebesar 0,0001 ( p < α (0,05)) sehingga Ho ditolak. 2.4 Keamanan Pangan Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Makanan yang sehat, aman, dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seorang anak untuk hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih, tidak kadaluarsa, dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan. Gizi yang baik dan cukup akan membantu pertumbuhan
9 16 dan perkembangan anak secara optimal dan akan meningkatkan kecerdasan seorang anak (Nasution, 2009). Ketidakamanan pangan dapat berasal dari berbagai cemaran, baik cemaran biologis (Salmonella, E. Coli, Clostridium, dan Listeria monocytogenes), cemaran kimia (formalin, rhodamin B, boraks, dan methanil yellow), maupun cemaran fisik (pecahan gelas, kawat stepler, potongan kayu, kerikil, rambut, dan kuku). Selain berbagai cemaran tersebut, pangan juga dapat menjadi tidak aman karena kondisi bahan baku, bahan tambahan, dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan. Selain itu, lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam proses pengelolaan pangan juga dapat turut berperan dalam menentukan kondisi keamanan pangan tersebut (Kemenkes RI, 2011). 2.5 Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2014), pengetahuan adalah hasil tahu dari seseorang setelah ia melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan yang dimaksud yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, melalui proses belajar terhadap suatu informasi yang diperoleh seseorang, dan proses pendidikan atau edukasi (Nurjanatun N, 2012). Notoatmodjo (2007a) berpendapat bahwa pengetahuan seseorang terhadap obyek memiliki intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, hal ini tercakup dalam domain kognitif yang dibagi menjadi enam tingkatan, antara lain : (1) Tahu (Know)
10 17 yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau dapat dikatakan mengingat kembali suatu materi yang spesifik dari seluruh materi yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Maka dari itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah; (2) Memahami (Comprehension), diartikan bahwa seseorang harus dapat menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar suatu objek atau materi yang diketahuinya. Seseorang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan objek yang dipelajari tersebut; (3) Aplikasi (Application), dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang menggunakan atau mengimplementasikan materi yang telah dipelajarinya pada kondisi yang riil (sebenarnya); (4) Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan dalam menjabarkan suatu materi atau objek kedalam beberapa komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain; (5) Sintesis (Synthesis) dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk menghubungkan atau meletakkan beberapa bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada; (6) Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memberikan penilaian terhadap suatu objek. Penilaian yang diberikan didasari terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada. Menurut Notoatmodjo yang dikutip dalam Nurjanatun N (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan individu, diantaranya yaitu : (1) Usia, dimana semakin cukup usia seseorang, maka tingkat kematangannya akan lebih tinggi pada saat berfikir dan bekerja. Hal ini merupakan akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa; (2) Pendidikan, yang merupakan proses belajar, dimana terjadinya proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga, dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
11 18 pendidikan seseorang, maka akan semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya; (3) Persepsi, dapat dikatakan mengenal dan memilih obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; (4) Motivasi, yaitu dorongan keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi muncul apabila terdapat rangsangan dari dalam dan luar diri individu; (5) Sumber Informasi, seseorang yang sering terpapar informasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Paparan informasi dapat diperoleh melalui buku, media massa seperti koran, majalah, televisi, serta saling bertukar informasi. 2.6 Sikap Sikap merupakan predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, dan merupakan suatu proses kesadaran yang bersifat individual (Nurjanatun N, 2012). Sedangkan Newcomb salah seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2007a), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Selain itu, beberapa ahli menyimpulkan bahwa sikap merupakan hasil dari proses sosialisasi dan interaksi seseorang dengan lingkungannya, yang merupakan perwujudan dari pikiran, perasaan seseorang serta penilaian terhadap suatu objek yang didasarkan pada pengetahuan, pemahaman, pendapat, dan keyakinan serta gagasan-gagasan terhadap suatu objek sehingga menghasilkan suatu kecenderungan untuk bertindak pada suatu objek Suharyat (2009). Secara umum, sikap memiliki tiga komponen, yaitu : kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak. Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berhubungan dengan penilaian individu terhadap suatu subyek atau obyek. Informasi yang masuk ke dalam otak akan menghasilkan nilai baru yang akan disinkronkan dengan pengetahuan yang sudah ada di dalam otak melalui proses analisis, sintesis,
12 19 dan evaluasi. Pada akhirnya, nilai-nilai yang diyakini baik, benar, dan indah akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedangkan kecenderungan bertindak berkaitan dengan keinginan individu melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya (Suharyat, 2009). Ketiga komponen sikap tersebut saling berkaitan satu sama lain, dimana ketiga komponen tersebut dapat menumbuhkan sikap individu. Sikap individu sangat berkaitan dengan perilaku mereka. Jika faktor sikap telah mempengaruhi sikap seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten. Apabila sikap dengan perilaku tidak konsisten, maka mungkin ada faktor luar yang mempengaruhi sikap dan perilaku individu tersebut. Faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang ada dalam masyarakat, seperti norma, politik, dan budaya (Suharyat, 2009). Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat bersifat positif maupun negatif. Dimana sikap positif memiliki kecenderungan tindakan untuk menyenangi, mendekati, dan mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan sikap negatif memiliki kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai obyek tertentu (Purwoko, 2011). 2.7 Perilaku Notoatmodjo dalam Widiari (2014) menyatakan pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, dan membaca, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skiner mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
13 20 seseorang terhadap stimulus dari luar (Notoatmodjo, 2014). Sedangkan menurut Kurt Lewin yang dikutip dalam Suharyat (2009), perilaku adalah fungsi karakteristik individu (motif, nilai-nilai, sifat kepribadian) dan lingkungan. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan lebih besar daripada karakteristik individu sehingga menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks. Jadi, perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatankekuatan penahan (Suharyat, 2009). Lawrence Green dalam menyebutkan bahwa faktor penyebab masalah kesehatan disebabkan oleh faktor perilaku dan faktor non perilaku (Geswaty, 2010). Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni : faktor predisposing, enabling, dan reinforcing. (1) Faktor Predisposing (faktor predisposisi) adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu; (2) Faktor Enabling (faktor pemungkin) merupakan faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, seperti : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah; dan (3) Faktor Reinforcing (faktor pendukung) yang meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang dan peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan (Geswaty, 2010). 2.8 Teori Perubahan Perilaku Notoatmodjo (2007b) dalam bukunya menerangkan berbagai teori perubahan perilaku, diantaranya yaitu Teori Kurt Lewin, Teori Fungsi, dan Teori SOR.
14 21 Dalam teorinya, Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia merupakan suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri seseorang, maka perilaku seseorang akan dapat berubah. Terjadinya perubahan perilaku terhadap diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa kemungkinan, diantaranya : kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, kekuatankekuatan penahan menurun, kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat terjadi karena adanya stimulusstimulus yang mendorong terjadinya perubahan perilaku. Stimulus-stimulus ini dapat berupa penyuluhan atau informasi yang berhubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Berlawanan dengan hal diatas, kekuatan-kekuatan penahan menurun terjadi karena adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Sedangkan perubahan perilaku juga jelas dapat terjadi ketika kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun. Berbeda dengan Teori Kurt Lewin, Teori Fungsi beranggapan bahwa perubahan perilaku seseorang didasari karena kebutuhan. Jadi, stimulus yang dapat mengubah perilaku seseorang ini adalah stimulus yang dapat mengerti akan kebutuhan seseorang tersebut. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku memiliki fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh karena itu, perilaku di dalam kehidupan manusia tampak terusmenerus dan dapat berubah secara relatif. Sedangkan Teori Stimulus Organisme Respon (SOR) diasumsikan bahwa perubahan perilaku itu terjadi tergantung dari kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Ini artinya bahwa kualitas dari sumber komunikasi,
15 22 seperti kredibilitas, kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Selain itu, teori ini juga menyatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi stimulus semula. Stimulus yang dapat melebih stimulus semula berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme, faktor reinforcement memegang peranan penting. 2.9 Kuasi Eksperimen Penelitian kuasi eksperimen menurut (Creswell, J, 2003) diartikan sebagai eksperimen semu atau penelitian yang mendekati eksperimen. Penelitian ini sering digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subyek penelitiannya adalah manusia. Dimana subyek tidak boleh dibedakan dalam memberikan perlakuan karena berstatus sebagai grup kontrol. Pada penelitian kuasi eksperimen ini, peneliti dapat membagi grup yang ada, tanpa membedakan antara grup dan kontrol secara nyata dengan tetap mengacu pada bentuk alami yang sudah ada.
BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber daya manusia yang memperhatikan beberapa faktor seperti faktor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak terlepas dari ketersediaan dan kualitas sumber daya manusianya (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Sedangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Sedangkan sikap seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas bangsa yang akan datang sangat tergantung dengan kualitas anak-anak saat ini, salah satunya yaitu anak sekolah. Upaya peningkatan kualitas anak sekolah salah
Lebih terperinciBerbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi
Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki pendidikan dan kemampuan yang baik. Dengan pendidikan maka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi yang penting bagi setiap individu bahkan Negara. Dalam kehidupan yang penuh persaingan saat ini, seseorang diperhitungkan kedudukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan seni tari seyogyanya mengarah pada pencapaian tiga domain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni tari seyogyanya mengarah pada pencapaian tiga domain dalam pendidikan, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi pada kenyataannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman ditandai dengan kemajuan teknologi, dituntut untuk dapat mengikuti kemajuan teknologi yang telah ada. Begitu halnya dengan jenjang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritik 2.1.1 Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak. Dalam hal ini, guru sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) merupakan lembaga pendidikan dasar untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk menciptakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kesehatan Gigi dan Mulut Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal terpenting bagi kehidupan manusia dan merupakan bagian dari kesehatan secara umum yang perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap Minat Belajar Hasil analisis data yang dilakukan dengan uji t menyatakan bahwa Ha diterima Ho ditolak,
Lebih terperinciPeningkatan Kemampuan Siswa Pada Materi Lambang Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Bilangan di Kelas I SDN 2 Kabalutan
Peningkatan Kemampuan Siswa Pada Materi Lambang Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Bilangan di Kelas I SDN 2 Kabalutan Indah, Akina, dan Anggaini Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswanya. Hal itu dapat diartikan bahwa guru yang
Lebih terperinci5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
A. Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung,
Lebih terperinciBAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA
BAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA A. Definisi Belajar dan Pembelajaran Menurut Arsyad (2007: 1) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan faktor penting dalam membentuk karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber
Lebih terperinciDilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu perantara untuk memperoleh ilmu sehingga menjadi manusia berguna. Ilmu yang berguna tidak hanya bersifat teoritis atau hanya mengutamakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut, bahwa materi yang ingin disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran, dimana dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Garam Beriodium Garam beriodium adalah garam yang telah ditambah dengan iodium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan setiap manusia. Kapantow dkk. (2013)
Lebih terperinciI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan 1. Penjelasan Judul Perancangan Pendidikan PAUD saat ini sangatlah penting, sebab merupakan pendidikan dasar yang harus diterima anak-anak. Selain itu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan
Lebih terperinciUNIT 8. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Unik Ambar Wati PENDAHULUAN
1 UNIT 8 MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Unik Ambar Wati PENDAHULUAN Saudara-saudara mahasiswa saat ini terjadi pergeseran paradigma pengajaran menjadi paradigma pembelajaran yang mempunyai implikasi terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia mengarahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan dan membudayakan manusia serta mengembangkannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Berdasarkan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengemban tugas untuk dapat mengembangkan potensi kreatif yang dimiliki setiap anak. Anak perlu mendapat bimbingan yang tepat, sehingga memungkinkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Tanpa Rokok 2.1.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok atau kegiatan
Lebih terperincimemang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari
TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana
Lebih terperinciSANTI BBERLIANA SIMATUPANG,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal
Lebih terperinciFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MEMACU KEAKSARAAN MULTIBAHASA PADA SISWA SEKOLAH DASAR
FILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MEMACU KEAKSARAAN MULTIBAHASA PADA SISWA SEKOLAH DASAR Irfai Fathurohman, Agung Dwi Nurcahyo, Wawan Shokib Rondli Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Lebih terperinciMEDIA SENI RUPA PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN. Tim Dosen Media
MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN SENI RUPA Tim Dosen Media TUJUAN PENDIDIKAN Mengantarkan siswa (peserta didik) menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku, baik intelektual, moral maupun sosial. Dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pemebelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berasal dari Bahasa Inggris, yaitu natural science. Nature artinya berhubungan dengan alam atau yang bersangkut paut dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Media Secara harfiah, kata media berasal dari bahasa latin medium yang memiliki arti perantara atau pengantar. Menurut
Lebih terperinciMEDIA GAMBAR SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Arif Mustofa*
MEDIA GAMBAR SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Arif Mustofa* Abstrak Selama ini, pembelajaran apresiasi puisi sering menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia yang dapat hidup tanpa berkomunikasi. Apalagi di zaman modern ini ketika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, sama seperti kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, air dan udara. Manusia sebagai mahluk sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizka Fauziah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam lingkup kebahasaan, pada dasarnya siswa harus menguasai empat aspek keterampilan berbahasa. Empat aspek keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial guna menjamin perkembangan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Fungsi dan tujuan penddikan
Lebih terperinciDESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO
DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh DELI MA RUF NIM : 151 409 192 (Mahasiswa Program
Lebih terperinciberbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia yang dilaksanakan seumur hidup. Pendidikan ini harus terus dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian mengenai teori-teori menurut pendapat dari beberapa ahli yang digunakan untuk mengembangkan dan mendukung penelitian ini. Pembahasan
Lebih terperincisuatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni :
1. Hakekat Perilaku 1. Pengertian Perilaku suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni : 1) dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut seorang anak rentan terhadap masalah kesehatan. Menurut Mikail (2011, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-kanak berada pada jalur pendidikan formal yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk program pendidikan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Solehuddin (2000: 5)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sampai kapanpun, manusia tanpa pendidikan mustahil dapat hidup berkembang sejalan dengan perkembangan jaman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan proses interaksi yang baik didasari oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses interaksi yang baik didasari oleh kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maulana Malik Ibrohim, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan bagian dari perkembangan zaman yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Matematika memberikan kontribusi yang sangat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Seperti yang diungkapkan Dr.Gutama (2004) dalam modul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Lebih terperinciTUJUAN PENDIDIKAN: LINGKUNGAN BELAJAR: kognitif psikomotorik afektif TUJUAN PEMBELAJARAN : BAHAN PEMBELAJARAN :
TUJUAN PENDIDIKAN: Mengantarkan siswa (peserta didik) menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku, baik intelektual, moral maupun sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses pembentukan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses pembentukan individu secara utuh terkait upaya memposisikan dirinya baik dalam konsekuensi tugasnya secara vertikal
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA Kata IPA merupakan singkatan kata Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan sekolah merupakan suatu proses yang melibatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran selama ini dan sistem pembelajaran yang. mudah. Diperlukan peran aktif guru sebagai pendidik untuk dapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam yang di dalamnya berisikan tentang peristiwa alam sekitar. Dalam pembelajaran biologi siswa dituntut untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga masa awal kanak-kanak yang memiliki berbagai karakter atau ciri-ciri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat pesat bagi kehidupan serta organisasi yang merupakan satu kesatuan jasmani dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat mengembangkan segala potensi diri melalui proses belajar atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada siswa dengan harapan terjadinya respon yang positif pada diri siswa. Guru harus mampu memberi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. Menurut Gagne (2002 : 5), mendefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut UU tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003: terhadap manusia menuju ke arah yang lebih baik.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri, yang diarahkan dan bertujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berbahasa, yakni: keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Begitu pula ketika
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran keterampilan bahasa, ada 4 aspek keterampilan berbahasa, yakni: keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional seperti dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rahayu Yulistia, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang memegang peranan sangat penting. Manusia mampu mengungkapkan pikiran, ide, gagasan, dan perasaannya kepada orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ade Liana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran bahasa, aspek keterampilan berbahasa adalah salah satu hal yang diperlukan. Berdasarkan jenisnya, aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi 4 yaitu:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak setiap individu untuk mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas hidupnya guna mempersiapkan kehidupan di masa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif
BAB II LANDASAN TEORI Interaksi berkaitan erat dengan istilah komunikasi. Komunikasi terdiri dari beberapa unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media (Sardiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Dilain sisi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah tertentu yang dijadikan objek penelitian. Adapun lokasi yang dipilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru sebagai fasilitator memiliki pengaruh yang besar dalam proses kegiatan pembelajaran. Salah satunya guru juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Upaya kesehatan
Lebih terperinciPENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN Diana Dewi Wahyuningsih Universitas Tunas Pembangunan Surakarta dianadewi_81@yahoo.com Kata Kunci: Pendidikan Seksualitas, Aspek Psikologis
Lebih terperinci