INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI"

Transkripsi

1 INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 01

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Januari 01 Emi Sugiartini A

3 ABSTRACT EMI SUGIARTINI. Induction of sprouting on bulbs of Polianthes tuberosa L. by curing and application of plant growth regulators. Under direction of ENDAH RETNO PALUPI and ENY WIDAJATI. Increasing flower production of Polianthes is hindered by limited supply of bulb. Newly harvested bulb shows after ripening phenomenon, in which new bulbs are not readily sprouting. Farmers usually air or sun-dried the bulbs followed by curing above the kitchen stove for 1-3 months to induce sprouting. It is therefore necessary to accelerate sprouting. The purpose of this research was to study if bulbs of different sizes will sprout at the same time and if sprouting could be accelerated. The research was conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology, Department of Agronomy and Horticulture, IPB Darmaga during November February 011. The research consisted of two experiments. In the first experiment bulbs were grouped into small (0.5 < Ø < 1.5 cm), medium (1.5 < Ø <.5 cm) and large ( Ø >.5 cm) sizes and subjected to air-drying or curing for six days. Each treatment was replicated four times with 0 bulbs for each experimental unit. In the second experiment sprouting was induced using BAP, GA 3 or cured as three different set of experiments. The concentrations of BAP were 0, 100, 00, 300 ppm, whereas GA 3 were 0, 50, 100, 150, and 00 ppm. Curing was carried out for 0,, 4, 6 days. The result showed that larger bulb produced higher number of sidebulb, so did curing as opposed to air-drying. The large bulb produced higher percentage of sprouting bulb than medium and small bulb. The larger the bulb the earlier they sprout. Result from the second experiment showed that the higher concentration of BAP give higher number of sidebulbs and earlier sprouting. Bulbs treated with BAP at 300 ppm uniformly sprouted within one week after treatment. However, it was not significantly different from BAP at 00 ppm. Use of GA 3 up 100 ppm affected number of sidebulb and shoot length but did not affect percentage of sprouting bulbs. Use of curing did not affect number of sidebulb, shoot length as well as percentage of sprouting bulbs. Key words: BAP, GA 3, curing, Polianthes tuberosa L.

4 RINGKASAN EMI SUGIARTINI. Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. Di bawah bimbingan ENDAH RETNO PALUPI dan ENY WIDAJATI. Permintaan bunga potong sedap malam di dalam negeri pada umumnya meningkat pada saat hari-hari besar, baik dari konsumen individu maupun permintaaan hotel dan pusat keramaian. Perkembangan pasar bunga sedap malam belum sebesar komoditas tanaman hias yang lain, akan tetapi sedap malam banyak ditanam di daerah sentra produksi bunga potong, antara lain di Brastagi, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandungan, Malang dan Pasuruan. Tanaman sedap malam telah diusahakan oleh petani di 9 propinsi di Indonesia. Pada tahun 007 luas panen tanaman sedap malam sekitar 61.4 ha, dengan produksi tangkai. Pada tahun 008, luas panen sedikit meningkat menjadi sekitar 69.9 ha dengan produksi tangkai. Tahun 009 terjadi peningkatan luas panen menjadi ha dengan produksi meningkat hampir 100 persen, yaitu menjadi tangkai. Peningkatan produksi ini karena terjadi peningkatan produktivitas, pada tahun 008 produktivitasnya sebesar 6.30 tangkai/m, pada tahun 009 meningkat menjadi 0.6 tangkai/m. Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi. Umbi sedap malam dengan kualitas tinggi, dapat diperoleh dari tanaman yang telah berumur tahun. Umbi yang baru dipanen umumnya tidak langsung ditanam oleh petani, tetapi diberi perlakukan pengasapan sampai 1-3 bulan. Pengasapan bertujuan untuk memperoleh umbi yang siap untuk ditanam, untuk mempercepat serta menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam. Oleh karena itu diperlukan teknologi untuk lebih mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah, untuk mempelajari pengaruh ukuran umbi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam. Tujuan yang kedua adalah mempelajari pengaruh perlakuan induksi pertunasan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan November 010 sampai Februari 011. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap percobaan. Percobaan 1. Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Umbi sedap malam varietas Dian Arum yang digunakan berasal dari tanaman yang berumur 6 bulan dari daerah Cianjur. Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah ukuran umbi, yang terdiri atas umbi kecil (0.5 < Ø < 1.5 cm), umbi sedang (1.5 < Ø <.5 cm) dan umbi besar (Ø >.5 cm). Faktor ke dua adalah teknik induksi, yaitu dengan kering angin dan pengasapan selama 6 hari. Setiap perlakuan diulang empat kali, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 0 umbi. Percobaan. Pengaruh teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan

5 dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Umbi sedap malam yang digunakan berasal dari sumber yang sama dengan percobaan 1. Pada penelitian ini digunakan umbi berukuran sedang. Pada percobaan ini digunakan tiga perlakuan induksi pertunasan, yaitu menggunakan BAP, GA 3 dan pengasapan, yang masingmasing merupakan percobaan terpisah. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap satu faktor. Perlakuan BAP terdiri atas empat konsentrasi yaitu 0, 100, 00 dan 300 ppm. Perlakuan GA 3 terdiri atas lima konsentrasi yaitu 0, 50,100, 150 dan 00 ppm. Perlakuan pengasapan dilakukan dengan empat lama pengasapan yaitu 0,, 4 dan 6 hari. Masing-masing percobaan ini diulang empat kali, dengan masing-masing satuan percobaan terdiri atas 15 umbi. Peubah yang diamati adalah jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama. Hasil uji F pada percobaan pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara teknik induksi dengan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping. Ukuran umbi lebih kuat pengaruhnya terhadap jumlah tunas samping mulai pada - 10 MSP. Teknik induksi mulai terlihat pengaruhnya pada 9 dan 10 MSP. Pengaruh interaksi antara teknik induksi dengan ukuran umbi nyata pada parameter panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama. Semakin besar ukuran umbi, semakin meningkat jumlah tunas samping, panjang tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping. Pada umbi berukuran besar, umbi bertunas 50% dicapai pada 3 MSP, lebih cepat dibandingkan umbi ukuran kecil. Untuk meningkatkan keserempakan umbi bertunas samping, pada umbi ukuran besar maupun umbi ukuran kecil dapat dilakukan dengan pengasapan maupun kering-angin, sedangkan untuk umbi ukuran sedang, lebih baik digunakan pengasapan. Hasil penelitian pada percobaan ke dua, menunjukkan bahwa pemberian BAP maupun GA 3 memberikan respon yang bervariasi terhadap beberapa peubah yang diamati. BAP memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping dan persentase umbi bertunas samping. Perlakuan beberapa konsentrasi GA 3 memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan panjang tunas utama, sedangkan lama pengasapan tidak memberikan pengaruh nyata pada semua peubah yang diamati. Penggunaan BAP efektif meningkatkan jumlah tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping. Konsentrasi BAP 300 ppm, menghasilkan jumlah tunas samping 6.8 tunas/umbi, dengan panjang tunas samping 3.5 mm dan keserempakan umbi bertunas telah diperoleh 100% pada 1 MSP lebih tinggi dari konsentrasi 100 ppm, yang menghasilkan jumlah tunas samping 3 tunas/umbi dan panjang tunas samping. mm serta keserempakan bertunas 71.7% pada 1 MSP. Konsentrasi 100 ppm GA 3, menghasilkan jumlah tunas samping.6 tunas/umbi lebih banyak, tunas samping sepanjang 4. mm diperoleh pada 1 MSP, keserempakan bertunas 50% diperoleh antara minggu 3-4 lebih cepat dibanding pada pemberian konsentrasi 150, 50 ppm maupun kontrol. Lama pengasapan 4 dan 6 hari cenderung meningkatkan panjang dan persentase umbi bertunas samping. Lama pengasapan 6 hari mempercepat keserempakan bertunas 50% pada 5 MSP, jika dibandingkan dengan lama pengasapan dan 4 hari maupun kontrol (7 8 MSP). Lama pengasapan 0,, 4 hari, lebih memacu pemanjangan tunas utama. Kata kunci: BAP, GA 3, pengasapan, Polianthes tuberosa L.

6

7 @ Hak cipta milik IPB, Tahun 01 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor.. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Perbenihan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 01

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Endang Murniati, MS

10 Judul Tugas Akhir Nama NRP : Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh : Emi Sugiartini : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc Ketua Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Perbenihan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 1 Desember 011 Tanggal Lulus: 1 Februari 01

11 PRAKATA Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir dengan judul Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Eny Widajati, M.S sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tugas akhir.. Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa Studi Pascasarjana dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana IPB. 3. Rektor IPB dan Pimpinan Sekolah Pasacasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Ketua Program dan Pendidikan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Studi Program Magister Profesional Perbenihan di IPB. 4. Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dengan iklas mudah-mudahan bermanfaat untuk menambah bekal ilmu yang dapat kami terapkan di lingkungan kerja selanjutnya. 5. Teman-teman seangkatan Magister Professional Perbenihan tahun 009 yang telah banyak membantu, memotivasi dan memberikan dorongan untuk selalu semangat. 6. Staf dan karyawan Laboratorium Benih - Leuwikopo IPB. 7. Keluarga tercinta, suamiku Hasto Subagio, anak-anakku Ananda Fitri Karimah, Adinda Lutfiyah Nabila dan si kecil Adelia Putri Salsabila, yang tetap setia dan sabar mendampingi penulis. Juga adikku Erna Wibawati, Endro Sugiantoro, serta kakak-kakakku yang dengan iklas telah banyak memberikan dukungan moril maupun materiil, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua. 8. Adik-adik alumni Mahasiswi IPB, mbak Ika, mbak Nazla, mbak Tiwi, mbak Popy, Nida di Wisma Nuradi - Babakan Doneng, Darmaga - Bogor, yang banyak memberi dukungan dan semangat. 9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 01 Emi Sugiartini

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lawang - Malang, Jawa Timur, pada tanggal 5 April 1967, dari Bapak Soewarso (Alm) dan Ibu Soertina (Almh). Penulis anak ke lima dari tujuh bersaudara. Penulis menamatkan SMP dan SMA di Lawang. Pada tahun 1990, penulis menamatkan S1, di Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi pada Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya. Penulis mulai bekerja pada bulan Juli 1991 disalah satu perusahaan perkebunan swasta di Batu - Malang. Pada tahun 1994 penulis mengikuti ujian dan diterima sebagai PNS di Sub Balihorti - Malang (sekarang BPTP - Jawa Timur). Tahun 000 sampai dengan sekarang penulis bertugas di BPTP - DKI Jakarta. Pada tahun 009, penulis mendapatkan kesempatan beasiswa dari Badan Litbang Pertanian untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana S pada Program Studi Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Tanaman Sedap Malam... 5 Budidaya Tanaman Sedap Malam Perbanyakan Tanaman Sedap Malam... 8 Zat Pengatur Tumbuh METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Percobaan Percobaan Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 1. Pengaruh Ukuran Umbi dan Teknik Induksi terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Tanaman Sedap Malam... 0 Percobaan. Pengaruh Teknik Induksi dan Taraf Perlakuan terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Tanaman Sedap Malam... 9 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

14 DAFTAR TABEL Nomor 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping, panjang tunas utama... Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi) pada 0 10 MSP Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi sedap malam terhadap panjang tunas samping (mm) yang diamati pada 0-10 MSP.. 4 Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap persentase umbi bertunas samping (%) pada 0 10 MSP. 5 Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap persentase umbi bertunas samping (%) pada, 3, 5, 6 & 8 MSP.. 6 Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap panjang tunas utama (%) pada 0 10 MSP. 7 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP, GA 3 dan lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama.. 8 Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0-10 MSP. 9 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0-10 MSP. 10 Pengaruh lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0-10 MSP.... Halaman

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Umbi sedap malam pada saat dikering-anginkan dan diasap. 14 Umbi sedap malam yang terserang kutu putih pada 6 MSP.. 3 Umbi sedap malam ukuran sedang dengan BAP konsentrasi 0, 100, 00 dan 300 ppm pada MSP

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Diskripsi tanaman sedap malam var. Dian Arum.. 45 Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping pada 1-10 MSP... 3 Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap persentase umbi tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas utama pada 1-10 MSP. 6 Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase umbi bertunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang tunas utama pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap jumlah tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap panjang tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap persentase umbi bertunas samping pada 1 10 MSP Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap panjang tunas utama pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping pada 1-10 MSP

17 15 Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap panjang tunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap persentase umbi bertunas samping pada 1-10 MSP Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap panjang tunas utama pada 1-10 MSP

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman hias bunga potong merupakan salah satu jenis komoditas agribisnis yang mempunyai masa depan yang cerah bagi perkembangan pertanian di masa mendatang. Salah satu tanaman hias bunga potong yang potensial dikembangkan oleh petani adalah tanaman bunga sedap malam (Polianthes tuberosa L). Bunga sedap malam banyak diminati oleh masyarakat, selain karena aromanya yang harum dan memberikan ketenangan, bunga sedap malam juga mempunyai struktur bunga yang menarik dan mempunyai kesegaran yang lebih lama. Permintaan bunga potong sedap malam di dalam negeri pada umumnya meningkat pada saat hari-hari besar, baik dari konsumen individu maupun permintaaan hotel dan pusat keramaian. Perkembangan pasar bunga sedap malam belum sebesar komoditas tanaman hias yang lain, akan tetapi sedap malam banyak ditanam di daerah sentra produksi bunga potong, antara lain di Brastagi, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandungan, Malang dan Pasuruan [BALITHI 004]. Tanaman sedap malam telah diusahakan oleh petani di 9 propinsi di Indonesia [KEMENTAN 009]. Jumlah petani dan pengusaha bunga sedap malam di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih banyak dari pada provinsi lainnya di Indonesia, dengan luas areal pertanaman masing-masing 144 ha, 105 ha dan 7 ha (Effendi & Sutater 1994). Produksi tanaman sedap malam di Indonesia mencapai 1.45% dengan luas panen sebesar 6.40% dari produksi dan luas panen seluruh tanaman hias nasional. Pada tahun 007 luas panen tanaman sedap malam sekitar 61.4 ha, dengan produksi tangkai. Pada tahun 008, luas panen sedikit meningkat menjadi sekitar 69.9 ha dengan produksi tangkai [KEMENTAN 009]. Tahun 009 terjadi peningkatan luas panen menjadi ha dengan produksi meningkat hampir 100 persen, yaitu menjadi tangkai. Peningkatan produksi ini karena terjadi peningkatan produktivitas, pada tahun 008 produktivitasnya adalah sebesar 6.30

19 tangkai/m, sedangkan pada tahun 009 meningkat menjadi 0.6 tangkai/m [KEMENTAN 010]. Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi. Umbi sedap malam dengan kualitas tinggi, dapat diperoleh dari tanaman yang telah berumur tahun (Nagar 1995). Sampai saat ini ketersediaan umbi sedap malam seluruhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sentra produksi umbi sedap malam adalah di Kabupaten Sukabumi, Cianjur (Jawa Barat) dan Kabupaten Pasuruan - Jawa Timur [Dirjen Hortikultura 008]. Umbi yang baru dipanen umumnya tidak langsung ditanam oleh petani, tetapi diberi perlakuan pengasapan di atas tungku masak sekitar 1-3 bulan, sebagaimana yang dilakukan pada subang gladiol yang menunjukkan bahwa subang gladiol yang disimpan pada tempat perapian lebih banyak bertunas dibandingkan dengan yang disimpan di gudang (Asgar & Sutater 1993). Tujuan pengasapan adalah untuk mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada permukaan umbi sedap malam. Umbi yang siap ditanam adalah umbi yang telah bertunas satu atau lebih (Prahardini & Yuniarti 00), dengan panjang tunas samping kira-kira 3-4 mm. Pengembangan teknologi untuk mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam masih diperlukan sebagai alternatif lain dari perlakuan pengasapan yang memerlukan waktu 1-3 bulan. Teknologi lain yang sudah diteliti adalah penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT). Perendaman umbi sedap malam dengan GA ppm selama 4 jam dapat meningkatkan jumlah tunas samping tetapi tidak meningkatkan persentase umbi bertunas dan panjang tunas utama (Santi et al. 004). Beberapa perlakuan yang digunakan untuk pematahan dormansi pada subang utuh gladiol adalah IBA (100 ppm), GA 3 (5 ppm) dan NAA (50 ppm) yang dapat mempercepat waktu bertunas lebih 50 hari dibandingkan dengan kontrol. Persentase subang utuh bertunas meningkat sekitar 53% dengan perlakuan IBA (100 ppm), GA 3 (5 ppm) dan sekitar % dari perlakuan NAA (Herlina et al. 1995). Sampai saat ini belum tersedia teknik untuk mempercepat dan menyerempakkan pertunasan umbi sedap malam yang dapat diaplikasikan di tingkat petani, sehingga penelitian ini dilakukan.

20 3 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam.. Mempelajari pengaruh perlakuan induksi pertunasan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam. Hipotesis 1. Umbi sedap malam dengan ukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak, lebih cepat dan lebih serempak.. Terdapat konsentrasi BAP dan GA 3 serta lama pengasapan yang dapat mempercepat pertunasan pada umbi sedap malam.

21 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sedap Malam Tanaman sedap malam (Poliantes tuberosa L.) adalah salah satu jenis flora introduksi dari Meksiko (Amerika) yang telah menyebar luas dan beradaptasi dengan baik di daerah beriklim tropis. Di Indonesia tanaman ini menunjukkan kemampuan beradaptasi di daerah dataran menengah sampai dataran tinggi. Kultivar yang sudah dikembangkan di Indonesia ada dua jenis yaitu bunga dengan kelopak tunggal atau semi ganda dan ganda. Kultivar sedap malam berbunga semi ganda yang telah dilepas sebagai varietas unggul nasional berasal dari Pasuruan dengan nama Roro Anteng. Pelepasan varietas ini diajukan oleh BPTP Jawa Timur bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Pasuruan. Bunga sedap malam ini lebih cocok ditanam di dataran rendah dengan ketinggian di bawah 50 m dpl. Sedap malam berbunga ganda asal Cianjur telah dilepas sebagai varietas unggul dengan nama Dian Arum. Pelepasan varietas ini diusulkan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Cianjur. Bunga sedap malam ini cocok ditanam di daerah dengan ketinggian di atas m dpl (Sihombing & Handayati 008). Sedap malam tergolong famili bakung-bakungan (Amarillidaceae). Jenis dalam famili ini cukup banyak diantaranya, bakung biru (Agapanthus aprikanus L.), bakung laut (Crinum astatikum), bunga September (Euriclus alba) dan bunga lili (Lilium longiforum). Struktur tanaman sedap malam terdiri atas akar, batang (discus), umbi (batang semu), daun dan tangkai bunga lengkap dengan kuntum bunganya. Sistem perakaran sedap malam menyebar ke segala arah dengan radius kedalaman cm, akarnya bersifat serabut yang keluar dari batang sebenarnya/discus (Rukmana 1995). Umbi sedap malam merupakan batang semu yang berubah bentuk dan berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Tiap rumpun tanaman sedap malam terdiri atas beberapa umbi atau satu umbi induk dan juga sekumpulan umbi anakan. Biasanya umbi induk berukuran lebih besar, lapisan umbinya (bulbus) tidak begitu jelas, warna dagingnya putih bersih. Umbi-umbi inilah yang digunakan sebagai bahan perbanyakan secara vegetatif (Rukmana 1995).

22 6 Daun tanaman sedap malam bentuknya pipih, panjang dan berwarna hijau mengkilap pada permukaan atas dan hijau muda pada permukaan bawah daun, pada pangkal daun terdapat bintik berwarna kemerah-merahan. Siklus hidup tanaman sedap malam termasuk tanaman semusim atau setahun tetapi dapat tumbuh lebih dari setahun (Rukmana 1995). Bunga sedap malam termasuk bunga yang cantik dan menarik, warnanya putih bersih, baunya harum, serta dapat membawa ketenangan (Rismunandar 1991). Varietas Roro Anteng mempunyai warna bunga putih dengan ujung kemerahan dengan diameter 3.3 cm, jumlah bunga/tangkai 53 kuntum, aromanya sangat harum dan setiap satu tangkai bunga dapat tetap segar selama 6-8 hari (Dirjen Hortikultura 007). Bunga sedap malam varietas Dian Arum kuntumnya berwarna putih dengan ujung bunga berwarna merah jambu. Setelah bunga mekar, warna merah jambu menjadi pudar. Susunan bunga terdiri atas sembilan helai mahkota bunga yang membentuk dua lapis lingkaran, lapisan luar berjumlah enam helai dan lapis kedua tiga helai. Ukuran mahkota lapisan luar lebih panjang dari pada mahkota lapisan dalam (Tisnawati 007). Diameter bunga saat mekar berkisar cm. Jumlah bunga pertangkai berkisar kuntum. Lama kesegaran bunga setelah dipotong, sekitar 4-6 hari. Produksi umbi/rumpun/tahun berkisar umbi. Ujung umbi bewarna putih sedangkan pangkalnya berwarna coklat. Diameter umbi berkisar 0.5 sampai 5.1 cm (Plasma Nutfah Indonesia 008). Sedap malam termasuk tanaman yang banyak mengandung air atau sukulen (herbaceaus). Selama siklus hidupnya mengalami beberapa fase pertumbuhan. Pada umur 3-5 minggu setelah tanam, daunnya mulai tumbuh, kemudian pada umur 16-0 minggu, pertumbuhan vegetative telah mencapai maksimal. Umur 4-6 minggu, sudah mengeluarkan tangkai bunga. Umbi anakan terbentuk setelah tanaman menghasilkan bunga (Rukmana 1995). Budidaya Tanaman Sedap Malam Budidaya tanaman sedap malam dapat dilakukan di lahan sawah, lahan kering atau tegalan dengan pengairan yang cukup. Tanaman sedap malam ditanam pada bedengan dengan lebar 100 cm, tinggi 0-30 cm, jarak antar bedengan cm. Penanaman umbi sedap malam umumnya dilakukan 3

23 7 bulan sebelum panen. Waktu panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar, khususnya untuk menghadapi hari-hari besar keagamaan maupun hari-hari besar nasional. Waktu yang baik untuk penanaman adalah pagi dan sore hari. Sebelum penanaman, lahan perlu diberi pupuk kandang secara merata sebanyak 0 30 ton. Umbi ditanam pada setiap lubang tanam 1 - umbi dengan posisi tegak dan tunas menghadap keatas, dengan kedalaman umbi 3-6 cm kemudian ditutup dengan lapisan tanah setebal 3.5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 0 x 0 cm atau 30 x 30 cm, sehingga kebutuhan satu hektar sekitar 3-4 ton umbi sedap malam. Pengairan pada fase awal pertumbuhan dilakukan dengan digenangi secara rutin kali seminggu atau tergantung pada kedaan tanah dan iklim. Pengairan diatur agar tanah tidak kekeringan atau terlalu basah. Pengairan dapat dilakukan dengan cara digenangi atau dengan disiram pada pagi hari atau sore hari. Penyulaman umbi sedap malam harus dilakukan sedini mungkin, ± umur 30 hari setelah tanam, agar benih tumbuh dengan seragam. Penyulaman dilakukan dengan menanam 1 umbi benih pada bekas lubang tanam. Pemupukan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara bertahap dan sekaligus. Jenis pupuk yang diberikan adalah campuran Urea 350 kg/ha dan TSP 350 kg/ha atau NPK 700 kg/ha. Pemberian pupuk secara bertahap dilakukan saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Pemupukan susulan berikutnya dilakukan setiap bulan. Aplikasi pupuk dilakukan dengan membenamkan ± 5-10 cm dari tanaman, kemudian ditutup dengan tanah dan disiram. Aplikasi pupuk dapat juga dilakukan dengan melarutkan pupuk Urea dan TSP masing-masing 5 kg dalam 00 liter air dan disiramkan di antara barisan tanaman sedap malam. Pemupukan sekaligus, dilakukan dengan menyebar pupuk secara merata pada larikan diantara barisan tanaman sedalam ± 10 cm, kemudian ditutup dengan tanah. (Dirjen Hortikultura 008). Saat berbunga tanaman sedap malam tergantung dari ukuran umbi yang ditanam. Umbi besar menghasilkan bunga lebih cepat dari umbi sedang dan umbi kecil (Tejasarwana 004). Petani memanen bunga yang berasal dari umbi besar saat tanaman berumur 4-5 bulan, pada umbi sedang saat tanaman berumur 6-8 bulan, sedangkan pada umbi kecil setelah tanaman berumur 9-10 bulan.

24 8 Cara pemanenan bunga sedap malam disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, yaitu sebagai bunga potong atau sebagai bunga tabur. Untuk bunga potong, pemanenan dilakukan jika tangkai bunga dan malai bunga sudah berkembang optimal. Tangkai bunga siap dipotong apabila - 3 bunga paling bawah sudah mekar. Pemotongan dilakukan dengan cara menarik tangkai bunga dari rumpun tanaman. Pemanenan dilakukan secara bertahap, setiap 4-5 hari. Sebagai bunga tabur, pemanenan dilakukan apabila kuntum bunga sudah mekar sempurna dan dilakukan pada pagi hari sekitar jam sampai pagi. Pemetikan kuntum bunga dilakukan 4-7 hari (Prahardini & Yuniarti 00). Perbanyakan Tanaman Sedap Malam Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi, karena secara alami tanaman ini sulit untuk menghasilkan biji. Umbi sedap malam diperoleh dari tanaman yang telah berumur 1 - tahun, sehat dan produktif berbunga. Ukuran umbi yang baik adalah yang berdiameter 3-4 cm. Umbi yang dipanen perlu dikering-anginkan selama 1-3 bulan sampai umbi bertunas, sebelum umbi siap ditanam (Dirjen Hortikultura 008). Tanaman sedap malam termasuk kelompok tanaman tahunan yang kualitas umbi benihnya dipengaruhi oleh ukuran umbi. Menurut Tejasarwana et al. (004) ukuran umbi sedap malam sangat menentukan kualitas bunga. Berdasarkan ukuran, umbi sedap malam dapat dikelompokkan menjadi 3 ukuran, yaitu: a) ukuran umbi kecil, yaitu umbi dengan 0.5 < Ø < 1.5 cm, b) ukuran umbi sedang, yaitu umbi dengan 1.5 < Ø >.5 cm, c) ukuran umbi besar, yaitu umbi dengan Ø >.5 cm. Umbi ukuran kecil menghasilkan tinggi tanaman (6.5 cm) lebih tinggi dari tanaman yang berasal dari umbi ukuran sedang maupun ukuran besar, masing-masing 5.6 cm dan 53.4 cm. Sebaliknya pada produksi bunga, semakin besar ukuran umbi semakin banyak bunga yang dihasilkan. Umbi berukuran besar menghasilkan 9.9 tangkai bunga/m /tahun, lebih banyak dari umbi ukuran sedang 7.31 tangkai bunga/m /tahun dan umbi ukuran kecil tangkai bunga/m /tahun. Umbi ukuran kecil menghasilkan produksi bunga lebih sedikit dibanding dengan produksi bunga yang dihasilkan oleh umbi yang berukuran sedang

25 9 maupun umbi yang berukuran besar. Sebaliknya umbi ukuran kecil menghasilkan kualitas bunga yang lebih baik dibandingkan pada umbi ukuran sedang maupun ukuran besar. Jumlah kuntum per malai yang dihasilkan oleh umbi sedap malam ukuran kecil lebih banyak (60.43) dibandingkan jumlah kuntum yang diperoleh umbi ukuran sedang (40.38) maupun yang diperoleh pada umbi ukuran besar (39.90). Diameter bunga mekar yang dihasilkan oleh tanaman dari umbi ukuran kecil, lebih lebar (4.89 cm), dibandingkan umbi ukuran sedang (4.53 cm) maupun oleh umbi ukuran besar (4.36 cm). Begitu juga dengan panjang malai dan diameter malai bunga yang dihasilkan umbi kecil ternyata lebih tinggi (4.0 dan 3. 4 cm) dibandingkan umbi ukuran sedang (36.43 dan.90 cm) maupun oleh umbi besar (33.44 dan.80 cm) (Tejasarwana 004). Penyimpanan dengan cara kering-angin berpengaruh terhadap produksi bunga sedap malam. Umbi yang disimpan dengan cara kering-angin satu sampai tiga bulan menghasilkan produksi bunga lebih tinggi (48-58 tangkai/petak dengan ukuran petak 1.5 x 3 m ) dibandingkan dengan 0 bulan (33.67 tangkai/petak). Penyimpanan dua dan tiga bulan dengan kering-angin juga meningkatkan diameter malai bunga (3.37 dan 3.18 cm) lebih panjang dibandingkan dengan penyimpanan satu bulan dan 0 bulan (.87 dan.74 cm). Pada umbi ukuran sedang dan besar (1.5 < Ø <.5 dan Ø >.5) memperoleh produksi bunga dan tangkai/petak lebih tinggi dibandingkan dengan produksi bunga dari umbi ukuran kecil (31.67 tangkai/petak) (Tejasarwana 004). Pada tanaman gladiol, sebelum ditanam kembali subang/umbi membutuhkan penyimpanan sekitar 3 sampai 5 bulan. Percobaan yang dilakukan untuk mempercepat pertunasan pada subang gladiol menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT), dengan penggunaan 300 ppm ethepon, 100 ppm IBA dan 5 ppm GA 3 pada 40 hari HSP, menghasilkan persentase subang utuh bertunas masingmasing 4.44,. dan 5.97% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 00 ppm Benomil, 50 ppm NAA maupun tanpa bahan kimia (Herlina et al. 1995). Selain penggunaan ZPT, untuk memacu pertunasan pada subang gladiol juga dilakukan dengan penggunaan karbit dan gas ethylene. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 10 g/l karbit, mampu meningkatkan persentase gladiol bertunas, sebesar 47.51% pada hari ke 15 (Herlina et al. 1993).

26 10 Zat Pengatur Tumbuh Hormon tanaman adalah suatu senyawa organik yang disintesis pada suatu bagian tanaman dan kemudian diangkut kebagian tanaman yang lain, dengan pemberian pada konsentrasi yang rendah akan berdampak terhadap fisiologis tanaman. Pengaruh terhadap bagian tanaman yang lain ditentukan oleh konsentrasi dan interaksi dengan hormon yang lain (Lakitan 1995). Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan sejenis hormon yang terdapat pada tumbuhan yang bertanggung jawab dalam mengendalikan keseluruhan proses metabolisme dan fisiologis yang terjadi pada tanaman (Karjadi & Buchory 007). Definisi lain tentang ZPT, adalah subtansi organik yang dalam jumlah sedikit, dapat merangsang, menghambat atau sebaliknya mengubah proses fisiologis. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diatur oleh suatu substansi yang dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit akan menyebabkan respon pada bagian organ yang lain (Gardner et al. 1991). ZPT yang umum digunakan dalam budidaya tanaman diantaranya adalah Auxin, GA 3 dan Sitokinin. Auxin adalah kelas pertama dari zat pengatur tumbuh yang ditemukan, yang berpengaruh positif terhadap pembesaran sel, pembentukan tunas dan inisiasi akar, mengendalikan pertumbuhan batang, akar dan buahbuahan, mempengaruhi pemanjangan sel dengan mengubah plastisitas dinding sel. Auxin dalam jumlah rendah menghambat pertumbuhan tunas (dominasi apikal), pertumbuhan akar adventif lateral, sedangkan dalam konsentrasi besar bersifat racun dan berfungsi sebagai herbisida. Herbisida auksin.4 - D dan,4,5 - T telah dikembangkan dan digunakan untuk mengendalikan gulma. NAA dan asam indol butirat (IBA), digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar untuk stek tanaman. Auksin yang umum ditemukan dalam tanaman adalah asam indoleacetic atau IAA (Gardner et al. 1991). Asam Giberelat (GA 3 ) berfungsi dalam pembelahan dan perpanjangan sel, pematahan dormansi dan mempercepat pembelahan sel, meningkatkan pertumbuhan meristem samping. Pada umumnya ZPT bertindak secara sinergis dan tidak sendiri-sendiri Gardner et al. (1991). Hasil penelitian Hardiyanto (1995), menunjukkan bahwa penggunaan GA 3 dan asam askorbat 50 ppm dengan lama perendaman 48 jam, meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan benih

27 11 markisa. Hasil penelitian Santi et al. (004) menunjukkan bahwa perendaman umbi sedap malam dengan GA 3 konsentrasi 100 ppm selama 4 jam sebelum tanam, menghasilkan 6.8 dan 8.61 tangkai/plot, lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perendaman menghasilkan 4.87 anakan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Wuryaningsih et al. (004) juga menunjukkan bahwa dengan pemberian 100 ppm GA 3, menghasilkan jumlah 9. subang. Sitokinin berfungsi menstimulasi sintesis protein, pematangan kloroplast, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel, mendorong perkecambahan, menunda penuaan, merangsang pembentukan tunas pada batang dan menghambat efek dominasi apikal oleh auksin (Carey 008). Selain itu menurut Gardner et al. (1991) sitokinin juga berfungsi dalam proses pembelahan dan meningkatkan jumlah sel pada organ tanaman, pembentukan tunas - tunas baru dan pematahan dormansi. Penggunaan sitokinin untuk mematahkan dormansi pada sedap malam belum banyak digunakan. Asil et al. (011) menggunakan Benzyladenin (BA) pada tanaman sedap malam umur 40 dan 54 HST. Hasilnya menunjukkan bahwa BA 100 ppm hanya mempercepat waktu pembungaan sekitar 3 hari dibandingkan tanpa BA.

28 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan November 010 sampai Februari 011. Bahan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan 1 menggunakan bahan penelitian umbi sedap malam var. Dian Arum (Lampiran 1), yang diperoleh dari petani di Kampung Sukalilah, Desa Rajamandala Kulon, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Umbi yang dipanen berasal dari tanaman yang telah berumur 6 bulan. Umbi yang digunakan adalah umbi ukuran kecil (0.5 < Ø < 1.5 cm), sedang (1.5 < Ø <.5 cm) dan besar (Ø >.5 cm). Bahan dan alat lainnya adalah sabut kelapa, arang sekam, kayu sisa gergaji (untuk bahan pembakaran pada perlakuan pengasapan), wadah plastik berlubang (sebagai wadah umbi), tempat pengasapan, jangka sorong (untuk mengukur panjang tunas). Percobaan menggunakan umbi sedap malam var. Dian Arum berukuran sedang, BAP (Benzilaminopurin), GA 3 (Asam Giberelat ) digunakan sebagai bahan perlakuan untuk perendaman benih sedap malam), KOH (sebagai pelarut dalam pembuatan larutan BAP dan GA 3 ), Aquadest (sebagai pengencer larutan), bak plastik (digunakan sebagai tempat untuk merendam umbi sedap malam), sabut kelapa, sekam, kayu sisa gergaji, tempat pengasapan, jangka sorong. Metode Penelitian Percobaan 1 Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah ukuran umbi, yang terdiri atas

29 14 umbi kecil (0.5 < Ø <1.5 cm), sedang (1.5 < Ø <.5 cm) dan besar (Ø >.5 cm). Faktor kedua adalah teknik induksi, yaitu dengan kering-angin dan pengasapan selama 6 hari. Setiap perlakuan diulang empat kali, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 0 umbi. Persiapan bahan penelitian: umbi segar dijemur selama satu minggu, dibersihkan dan dikelompokkan berdasarkan tiga ukuran. Umbi selanjutnya diberi perlakuan kering-angin (suhu ruang) dan pengasapan (diasap di atas tungku) selama 6 hari terus-menerus (Gambar 1). Umbi yang telah diberi perlakuan, kemudian disimpan pada suhu ruang selama 10 minggu. Pengamatan perkembangan tunas dilakukan setiap satu minggu sekali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, apabila menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata α= 0.05 menggunakan program SPSS 16. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah: Y ij = µ + D i + P j + (DP) ij + e ij Keterangan: Y ij = hasil pengamatan hasil percobaan µ = nilai tengah hasil pengamatan D i P j (DP) ij e ijk = pengaruh faktor ukuran benih ke-i = pengaruh faktor teknik induksi ke-j = pengaruh interaksi ukuran umbi ke i dan teknik induksi ke-j = pengaruh galat a b Gambar 1. Umbi sedap malam pada saat dikering-anginkan (a) dan diasap (b)

30 15 Percobaan Pengaruh teknik induksi dan taraf perlakuan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Umbi sedap malam yang digunakan berasal dari sumber yang sama dengan Percobaan 1. Pada penelitian ini digunakan umbi berukuran sedang, dengan tiga perlakuan induksi pertunasan, yaitu menggunakan BAP, GA 3 dan pengasapan yang masing - masing merupakan percobaan terpisah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor. Perlakuan BAP terdiri atas empat konsentrasi yaitu 0, 100, 00 dan 300 ppm. Perlakuan GA 3 terdiri atas lima konsentrasi yaitu 0, 50,100, 150 dan 00 ppm. Perlakuan lama pengasapan dilakukan dengan empat lama pengasapan yaitu 0,, 4 dan 6 hari. Masingmasing percobaan ini diulang empat kali, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 15 umbi. Aplikasi BAP dan GA 3 dilakukan dengan merendam bagian perakaran umbi dalam larutan BAP atau GA 3 selama 1 jam, kemudian dikeringanginkan 1 jam untuk kemudian direndam lagi selama 1 jam, dan dikeringanginkan kembali. Pengasapan dilakukan dengan meletakkan umbi di atas tungku yang menyala dan berasap terus menerus sesuai perlakuan. Setelah diberi perlakuan sesuai rencana, umbi kemudian dimasukkan dalam wadah terbuka dan disimpan pada suhu ruangan selama 10 minggu untuk diamati satu minggu sekali. Peubah yang diamati pada Percobaan 1 dan antara lain adalah: jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama. A Pengaruh konsentrasi BAP terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu tingkat konsentrasi BAP, yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 100, 00 dan 300 ppm. Percobaan ini diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan percobaan, masing - masing satuan percobaan menggunakan 15 umbi ukuran sedang. Dengan demikian kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak 40 umbi. Seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, apabila menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata α=0.05 menggunakan program SPSS 16.

31 16 Model rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yij = µ + άi + εj Keterangan: Yij = Hasil pengamatan dari hasil percobaan µ = Nilai tengah hasil pengamatan άi = Pengaruh perlakuan εj = Galat percobaan B Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu tingkat konsentrasi GA 3, yang terdiri atas lima taraf yaitu 0, 50, 100, 150 dan 00 ppm. Percobaan ini diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan menggunakan 15 umbi ukuran sedang. Dengan demikian kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak 300 umbi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Model linier yang digunakan sama dengan perlakuan BAP. C Pengaruh lama pengasapan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu lama pengasapan, yang terdiri atas empat taraf yaitu 0,, 4 dan 6 hari. Percobaan diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan percobaan. Masingmasing satuan percobaan menggunakan umbi ukuran sedang. Dengan demikian kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak 40 butir. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Model linier yang digunakan sama dengan perlakuan BAP.

32 17 Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan Percobaan 1 Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Persiapan lapang. Umbi sedap malam diperoleh dari tanaman yang telah berumur 6 bulan. Umbi dijemur selama satu minggu dan dibersihkan. Umbi dikelompokkan sesuai dengan ukuran umbi kecil, sedang dan besar, selanjutnya siap untuk dilakukan uji laboratorium. Perlakuan kering-angin. Umbi yang telah dipilah, berdasarkan ukuran umbi kecil (0.5 < Ø < 1.5 cm), sedang (1.5 < Ø <.5 cm) dan besar (Ø >.5 cm), diletakkan dalam wadah plastik berlubang, kemudian umbi disimpan pada kondisi ruang. Kondisi suhu ruang penyimpanan umbi berkisar antara C, dengan RH 80-90%. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 10 minggu. Perlakuan pengasapan. Umbi yang telah dipilah, berdasar ukuran umbi kecil, (0.5 < Ø < 1.5 cm), sedang (1.5 < Ø <.5 cm) dan besar (Ø >.5 cm), kemudian umbi diasap di tempat pengasapan selama 6 hari terus-menerus. Suhu pengasapan berkisar C. Setelah itu umbi disimpan pada suhu ruang selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah, antara lain: - Jumlah tunas samping (tunas/umbi), diamati dengan menghitung jumlah tunas yang muncul pada masing-masing perlakuan, diamati pada 0-10 MSP. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali. - Panjang tunas samping (mm), diamati dengan mengukur panjang tunas samping yang terpanjang dari permukaan umbi. Pengamatan dilakukan pada 0-10 MSP. - Panjang tunas utama (mm), diamati dengan cara mengukur panjang tunas utama sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan pada 0-10 MSP. - Persentase jumlah umbi bertunas samping diamati pada 0-10 MSP. Persentase jumlah umbi yang bertunas samping dihitung dengan rumus :

33 18 Umbi bertunas samping = Jumlah umbi yang bertunas x 100% Jumlah umbi/unit Percobaan Pengaruh teknik induksi dan taraf perlakuan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Pada percobaan kedua, umbi yang digunakan adalah umbi yang berukuran sedang, karena umbi yang berukuran besar, jumlahnya relatif terbatas. Perlakuan berbagai taraf pemberian BAP. Pada percobaan ini, dilakukan perendaman dengan BAP konsentrasi 0, 100, 00 dan 300 ppm. selama 4 jam. Teknik perendaman dilakukan secara bertahap; yaitu umbi direndam selama 1 jam, kemudian dikering-anginkan 1 jam dan direndam lagi selama 1 jam untuk selanjutnya dikering-anginkan di rak benih di laboratorium dengan suhu ruangan. Masing - masing perlakuan diulang empat kali. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Perlakuan berbagai taraf pemberian GA 3. Pada percobaan ini, dilakukan perendaman dengan GA 3 konsentrasi 0, 50, 100, 150 dan 00 ppm selama 4 jam. Teknik perendaman dilakukan secara bertahap, yaitu umbi direndam selama 1 jam, kemudian dikering-anginkan 1 jam dan direndam lagi selama 1 jam untuk selanjutnya dikering-anginkan di rak benih di laboratorium dengan suhu ruangan. Masing - masing perlakuan diulang empat kali. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Perlakuan berbagai taraf pengasapan. Pada percobaan ini, dilakukan pengasapan 0,, 4 dan 6 hari. Masing - masing perlakuan diulang empat kali, kemudian umbi disimpan dalam wadah terbuka pada suhu ruang di laboratorium. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Peubah yang diamati sama seperti pada percobaan 1.

34 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pada Percobaan 1, umbi yang diberi perlakuan pengasapan, sampai minggu ke 10 masih terlihat segar dan belum menunjukkan kering/keriput. Perlakuan pengasapan menunjukkan keserempakan bertunas yang meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, tetapi perlakuan kering-angin tidak menunjukkan peningkatan. Pada akhir pengamatan, umbi yang dikering-anginkan masih terlihat segar. Pada minggu ke enam, umbi yang diberi pengasapan mulai terlihat adanya serangan hama kutu putih. Hama ini terdapat diantara lapisan kulit umbi (Gambar ). Pengendalian hama kutu putih ini dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan mematikan dan membuang kutu-kutu yang menempel pada umbi. Menurut Asgar et al. (1994) penyimpanan subang gladiol pada gudang terang menghasilkan persentase serangan hama lebih rendah dibandingkan yang disimpan di ruang pengasapan. Subang gladiol yang disimpan di atas tungku perapian dengan tumpukkan setebal cm secara visual menunjukkan adanya kutu putih. Hama kutu putih ini dapat mengganggu kegiatan perbanyakan tanaman. Hama ini diperkirakan berasal dari lapang dan terbawa ke gudang penyimpanan. Menurut Sihombing et al. (007) populasi kutu putih yang rendah belum menyebabkan kerusakan yang berarti, tetapi jika populasi tinggi menyebabkan daun menggulung dan gugur. Hama ini menyukai tanaman sedap malam karena berbatang lunak dan menyerang daun, pangkal tanaman, juga pada umbi. Selain itu, perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap perkembangan kutu putih ini. Semakin tinggi suhu maka perkembangbiakan kutu putih semakin cepat dan meningkat. Pada Percobaan, umbi yang diberi perlakuan perendaman dengan air (0 ppm/kontrol), BAP, GA 3 dan pengasapan tidak menunjukkan tanda-tanda munculnya akar, tetapi lebih memacu munculnya tunas samping. Suhu ruang simpan pada pagi hari berkisar C, siang hari berkisar C dan sore hari berkisar C. Serangan kutu putih terjadi pada perlakuan pengasapan.

35 0 Penyebaran kutu putih dari satu umbi ke umbi yang lain, terjadi karena adanya semut merah. Gambar. Umbi yang terserang kutu putih pada 6 MSP Percobaan 1 Pengaruh Ukuran Umbi dan Teknik Induksi terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Sedap Malam Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara ukuran umbi dengan teknik induksi terhadap jumlah tunas samping tidak nyata, sedangkan terhadap panjang tunas samping interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada 5-10 MSP (Tabel 1, Lampiran - 5). Pengaruh interaksi kedua perlakuan terhadap persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama tidak konsisten, karena hanya nyata pada beberapa minggu tertentu saja. Pengaruh ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping lebih kuat dan konsisten ( - 10 MSP) dari pada teknik induksi (9 dan 10 MSP), demikian juga pengaruh ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas. Sebaliknya, peubah panjang tunas utama lebih dipengaruhi oleh teknik induksi (6-10 MSP) daripada ukuran umbi, walaupun interaksi kedua perlakuan memberi pengaruh yang nyata pada beberapa minggu tertentu saja dan tidak konsisten. Jumlah Tunas Samping Jumlah tunas samping sangat dipengaruhi oleh ukuran umbi, selama - 10 MSP (Tabel 1). Semakin besar ukuran umbi maka jumlah tunas samping yang dihasilkan semakin banyak. Perbedaan yang nyata antar ke tiga ukuran umbi terlihat pada 4 10 MSP (Tabel ).

36 1 Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama Minggu Teknik Ukuran Interaksi pengamatan induksi (T) umbi (P) (T*P) KK (%) Jumlah tunas samping 0 MSP MSP tn tn tn 17.4 MSP tn * tn MSP tn * tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP * ** tn MSP * ** tn 16.5 Panjang tunas samping 0 MSP MSP tn tn tn 14.7 MSP tn tn tn MSP tn * tn MSP tn tn tn MSP tn tn ** 7.4 6MSP tn * * MSP tn * * MSP tn * * MSP tn * * MSP tn ** * 8. Persentase umbi bertunas samping 0 MSP MSP tn ** tn 7. MSP tn ** * MSP tn ** * 4. 4 MSP tn ** tn MSP tn ** * 4. 6MSP tn ** * MSP tn ** tn MSP tn ** * MSP * ** tn MSP * ** tn 3.8

37 Tabel 1 Lanjutan. Minggu Teknik Ukuran Interaksi pengamatan induksi (T) umbi (P) (T*P) KK (%) Panjang tunas utama 0 MSP MSP tn tn tn 6.9 MSP tn tn tn MSP tn tn tn MSP tn tn ** MSP tn tn * 5. 6 MSP * tn * MSP * tn tn MSP * tn tn MSP * tn tn MSP ** tn * 6. Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata pada α= 0.05 *= Berpengaruh nyata pada α=0.05 **= berpengaruh sangat nyata pada α= 0.01 MSP= Minggu setelah perlakuan Umbi besar menghasilkan 5.0 tunas samping/umbi, lebih banyak dari jumlah tunas samping yang dihasilkan oleh umbi sedang maupun umbi kecil, masingmasing 3.3 dan.3 umbi/tunas pada 10 MSP. Umbi yang diberi perlakuan pengasapan menghasilkan jumlah tunas samping lebih banyak dibandingkan dengan umbi yang dikering- anginkan dengan jumlah tunas samping masingmasing 3.8 dan 3.0 tunas/umbi pada 9 MSP serta 4.0 dan 3.0 tunas/umbi pada 10 MSP (Tabel ). Semakin banyaknya jumlah tunas samping yang dihasilkan oleh umbi yang lebih besar diduga karena semakin besar persediaan karbohidrat yang disimpan, sehingga mencukupi untuk perkembangan tunas dan semakin Tabel Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi) pada 0 10 MSP Ukuran umbi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil ab 1.6 b 1.9 b.0 b.0 c.0 c.1 c. c.3 c Sedang b 1.9 b. b.7 a.9 b 3.0 b 3.0 b 3. b 3.3 b Besar 0..5 a.7 a 3. a 3.6 a 3.9 a 4.3 a 4.5 a 4.9 a 5.0 a Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kering-angin b 3.0 b Pengasapan a 4.0 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

38 3 banyak.tunas samping yang dihasilkan. Karbohidrat merupakan hasil fotosisntesis yang dirombak dan dirakit kembali menjadi berbagai jenis bahan organik (asam amino, protein enzim) serta sebagai bahan baku dalam proses respirasi yang menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH yang semuanya diperlukan untuk petumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al. 1991). Penelitian Sumiati & Sumarni (006) juga menunjukkan adanya pengaruh ukuran umbi bawang bombay terhadap jumlah umbi anakan yang dihasilkan. Umbi bawang bombay ukuran besar (> 40 gr) menghasilkan jumlah umbi anak 3.16 lebih banyak dibandingkan yang dihasilkan oleh umbi sedang (5-40 g) dan umbi kecil (< 5 g) masing-masing.33 umbi dan 1.73 umbi anak. Panjang Tunas Samping Interaksi antara teknik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas samping nyata pada minggu ke 5-10 MSP (Tabel 1). Perlakuan pengasapan pada umbi ukuran besar menghasilkan tunas samping (3.3 mm) lebih panjang dibandingkan dengan tunas samping dari umbi ukuran sedang maupun ukuran kecil masing - masing 11.0 dan 6.0 mm pada 10 MSP (Tabel 3). Data ini menunjukkan bahwa pada umbi besar perlakuan pengasapan menghasilkan tunas samping lebih panjang (3.3 mm) daripada dengan kering-angin (1.6 mm) pada 10 MSP. Pada umbi ukuran sedang, dengan perlakuan pengasapan dan keringangin menghasilkan panjang tunas samping yang tidak berbeda. Pada umbi kecil, perlakuan kering-angin lebih baik daripada pengasapan, masing-masing Tabel 3 Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi sedap malam terhadap panjang tunas samping (mm) pada 0-10 MSP Ukuran umbi Kecil Sedang Teknik induksi Minggu setelah perlakuan Kering-angin ab 6.8 ab 6.8 ab 7.3 b 7.9 bc 8.5 b Pengasapan c 3.0 c 3.5 c 4.6 c 6.5 c 6.0 c Kering-angin b 5. b 5.9 b 6.5 b 7.8 bc 8.4 b Pengasapan ab 5.6 ab 5.9 b 6.6 b 9. b 11.,0 b Kering-angin ab 6.7 ab 7.7 ab 9.3 b 10. b 1.6 b Besar Pengasapan a 7.8 a 10. a 14.4 a 18.3 a 3.3 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

39 4 menghasilkan tunas samping sepanjang 8.5 dan 6.0 mm pada 10 MSP (Tabel 3). Penelitian Asgar et al. (1994) menunjukkan bahwa subang gladiol yang diasap menghasilkan tunas lebih panjang dibandingkan dengan subang gladiol yang tidak diberi perlakukan pengasapan. Menurut Wattimena (1988) perlakuan pengasapan akan meningkatkan suhu, suhu yang tinggi berperan dalam meningkatkan etylen, yang memacu pertumbuhan tunas-tunas lateral. Kecepatan umbi bertunas menunjukkan bahwa umbi tersebut siap untuk ditanam, yang ditentukan berdasarkan panjang dari tunas samping. Kecepatan bertunas pada umbi besar dengan perlakuan kering-angin lebih cepat (3.7 mm pada 1 MSP), dibandingkan dengan perlakuan pengasapan yaitu 4.1 mm pada MSP. Pada umbi sedang, kecepatan umbi untuk siap ditanam pada perlakuan pengasapan dan kering- angin diperoleh pada waktu yang sama yaitu pada MSP, karena panjang tunas dari masing-masing umbi sudah mencapai 4.5 dan 4 mm. Umbi kecil dengan perlakuan kering-angin menghasilkan panjang tunas 4.3 mm pada MSP, sedangkan dengan perlakuan pengasapan, kecepatan umbi bertunas diperoleh pada 7 MSP (3.5 mm) (Tabel 3). Peningkatan panjang tunas samping pada umbi ukuran besar dan sedang yang diberi perlakuan pengasapan disebabkan karena pada umbi ukuran tersebut memiliki lapisan-lapisan meristem yang cukup tebal dan mengandung banyak air, sebaliknya pengasapan berakibat mengeringkan lapisan-lapisan pada umbi kecil. Sebagai akibatnya jaringan meristem yang membentuk tunas tidak mengandung cukup banyak air untuk pemanjangan tunas. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiati & Sumarni (006) bahwa umbi bibit bawang bombay yang berukuran besar, menghasilkan jumlah daun lebih banyak (4.13) daripada jumlah daun yang dihasilkan umbi ukuran sedang (15.50) maupun umbi ukuran kecil (13.13). Berdasarkan panjang tunasnya, sebagian besar umbi sudah menghasilkan tunas samping 4 mm pada MSP, kecuali pada umbi kecil yang diasap. Hal ini memberi indikasi bahwa umbi tersebut sudah siap ditanam untuk produksi bunga pada MSP.

40 5 Persentase Umbi Bertunas Samping Pengaruh ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas samping, terjadi pada 1-10 MSP (Tabel 1 dan 4), yang menunjukkan bahwa umbi ukuran besar menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi dan lebih baik dibanding umbi sedang maupun kecil masing - masing 85.6, 63.8 dan 46.9% pada 10 MSP. Perlakuan pengasapan menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi (70.8 dan 74.6%) dibandingkan dengan kering-angin (54.6 dan 56.3%) pada 9 dan 10 MSP. Dengan pengasapan keserempakan umbi bertunas 50% diperoleh pada 4 MSP (51.3%) lebih cepat dibandingkan dengan keringangin yang diperoleh pada 5 MSP (50.4%). Persentase bertunas menggambarkan banyaknya bahan pertanaman yang dapat digunakan untuk produksi bunga. Keserempakan bertunas 50% pada umbi sedap malam berukuran besar dan sedang tidak berjauhan, karena terjadi pada 3-5 MSP, sedangkan umbi kecil pada 10 MSP masih belum mencapai 50%. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar umbi sudah dapat ditanam pada MSP, maka pada periode yang sama data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa umbi besar yang siap tanam hanya 4%, umbi sedang 9.4% dan umbi kecil hanya 17.5%. Tabel 4 Pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi sedap malam terhadap persentase umbi bertunas samping (%) pada 0-10 MSP. Ukuran umbi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil b 17.5 b 8.1 b 35.0 b 36.9 b 36.9 b 38.1 b 39.4 b 43.8 c 46.9 c Sedang 0.5 a 9.4 a 43.1 a 48.8 a 57.5 a 57.5 a 58.8 a 60.0 a 61.9 b 63.8 b Besar a 41.9 a 50.0 a 63.8 a 68.8 a 71.9 a 73.1 a 77.5 a 8.5 a 85.6 a Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kering-angin b 56.3 b Pengasapan a 74.6 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) Penelitian Tejasarwana (004) menunjukkan bahwa tanaman sedap malam yang berasal dari umbi besar lebih cepat menghasilkan bunga, dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari umbi ukuran sedang maupun ukuran kecil. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (1995) yang menunjukkan bahwa ukuran subang gladiol mempengaruhi pertumbuhan

41 6 tunas, semakin besar ukuran subang maka persentase subang gladiol yang bertunas semakin besar. Interaksi antara perlakuan teknik induksi dan ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas samping, terjadi pada, 3, 5, 6 dan 8 MSP (Tabel 5). Perlakuan pengasapan pada umbi sedang menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kering-angin, sedangkan pada umbi besar dan umbi kecil dengan perlakuan kering-angin dan pengasapan menghasilkan persentase umbi bertunas samping yang tidak berbeda pada, 3, 5, 6 dan 8 MSP. Pada MSP perlakuan pengasapan pada umbi sedang diperoleh 56.3% lebih tinggi dibandingkan dengan kering angin (30%) begitu juga pada pada 8 MSP, dengan perlakuan pengasapan menghasilkan persentase (76.3%) lebih tinggi dari perlakuan kering-angin (43.7%). Umbi besar yang diasap dan dikering-anginkan pada MSP masing-masing menghasilkan persentase 45 dan 55%, sedangkan pada 8 MSP diperoleh 8.5 dan 7.5%. Pada MSP umbi ukuran kecil yang diasap, menghasilkan umbi bertunas 3.5% sedangkan perlakuan kering-angin (3.7%), sampai pada 8 MSP persentase umbi bertunas dengan kering angin dan pengasapan memperoleh 4.5 dan 36.3%. Tabel 5 Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi terhadap persentase (%) umbi bertunas samping pada, 3, 5, 6, 8 MSP. Ukuran umbi Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil Kering-angin 3.7 b 3.5 b 40.0 b 40.0 b 4.5 b Pengasapan 3.5 b 3.5 b 33.7 b 33.8 b 36.3 b Sedang Kering-angin 30.0 b 3.5 b 41.3 b 41.3 b 43.7 b Pengasapan 56.3 a 56.3 a 73.7 a 73.8 a 76.3 a Besar Kering-angin 55.0 a 61.3 a 70.0 a 71.3 a 7.5 a Pengasapan 45.0 a 48.7 a 67.5 a 7.5 a 8.5 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) Data Tabel 5 juga menunjukkan bahwa umbi besar dan umbi sedang yang diasap menghasilkan persentase umbi bertunas samping yang tidak berbeda nyata (45 dan 56.3%), tetapi lebih tinggi dari persentase yang diperoleh pada umbi kecil (3.5%) pada MSP. Begitu juga pada 8 MSP, data yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan pengasapan umbi besar dan umbi sedang menghasilkan persentase umbi bertunas yang tidak berbeda nyata (8.5 dan 76.3%) tetapi lebih tinggi dari

42 7 umbi kecil (36.3%). Perlakuan kering-angin pada umbi besar menghasilkan persentase umbi bertunas lebih tinggi (55%) dibandingkan persentase yang diperoleh umbi sedang (30%) dan umbi kecil (3.7%) pada MSP, begitu juga pada 8 MSP yang menunjukkan bahwa dengan perlakuan kering-angin pada umbi besar menghasilkan persentase umbi bertunas lebih tinggi (7.5%) dari umbi sedang (43.7%) maupun umbi kecil (4.5%). Panjang Tunas Utama Interaksi teknik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas utama terjadi pada 4, 5, 6, 10 MSP (Tabel 1 dan 6). Umbi ukuran sedang yang dikeringanginkan menghasilkan tunas utama lebih panjang dibandingkan yang diasap, masing-masing 31.0 dan 17.0 mm pada 10 MSP. Sebaliknya pada umbi ukuran besar dan ukuran kecil, pengasapan maupun kering-angin menghasilkan panjang tunas utama yang tidak berbeda nyata. Umbi ukuran sedang yang dikeringanginkan menghasilkan tunas utama (31.0 mm) lebih panjang dibandingkan Tabel 6 Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap panjang tunas utama (mm) pada 0-10 MSP Ukuran umbi Teknik induksi Minggu setelah perlakuan Kecil Sedang Kering-angin cd 15 b 16 b b Pengasapan bc 16 ab 16 b b Kering-angin a 19 a 0 a a Pengasapan d 1 b 1 c c Besar Kering angin bc 15 b 18 ab b Pengasapan ab 16 ab 16 b bc Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) dengan umbi besar maupun umbi kecil masing-masing sebesar 3 dan 5 mm. Pengasapan pada umbi ukuran kecil menghasilkan tunas utama sepanjang 1 mm lebih panjang dibandingkan tunas utama pada umbi ukuran sedang (17 mm) tetapi tidak berbeda dengan panjang tunas utama yang diperoleh umbi besar (0 mm) pada 10 MSP (Tabel 6). Terjadinya penurunan panjang tunas utama pada pengamatan tertentu disebabkan oleh terjadinya pergantian ujung tunas utama. Ujung tunas utama

43 8 akan mengering dan muncul tunas utama yang baru, pergantian tunas utama ini terjadi pada setiap minggu sampai pada ahir pengamatan. Menurut Setyati & Yahya (1988) kemampuan untuk terus tumbuh, terpusat pada titik tumbuh yang berada di daerah merismatik yaitu pada tunas pucuk, tunas samping, maupun pada bagian persikel akar, dimana pada bagian - bagian pucuk tersebut biasanya lebih responsif. Hasil penelitian Tejasarwana (000) menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman sedap malam dari umbi yang disimpan di gudang maupun yang diberi perlakuan pengasapan tidak berbeda nyata. Beberapa parameter tersebut diatas secara umum menunjukkan bahwa semakin besar ukuran umbi, maka jumlah tunas samping yang dihasilkan semakin banyak. Kondisi ini diikuti oleh peningkatan panjang tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah tunas samping yang dihasilkan, maka potensi untuk memperoleh tangkai bunga juga semakin banyak. Semakin besar ukuran umbi, maka tunas samping yang dihasilkan semakin panjang. Pada MSP, panjang tunas samping pada umbi besar rata-rata telah mencapai 4 mm, yang menunjukkan umbi sudah memenuhi syarat untuk ditanam. Begitu juga dengan persentase umbi bertunas samping, semakin besar ukuran umbi, maka umbi bertunas semakin cepat dan semakin serempak. Hal ini kemungkinan disebabkan semakin besar ukuran umbi, maka semakin banyak karbohidrat yang disimpan pada umbi tanaman sedap malam, maka jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan peresentase umbi bertunas samping yang dihasilkan juga semakin meningkat. Akan tetapi ukuran umbi tidak berpengaruh terhadap panjang tunas utama. Tunas utama tersebut tetap tumbuh, seiring dengan pertumbuhan tunas samping. Pengaruh pengasapan terhadap peningkatan panjang tunas samping pada umbi besar mulai terlihat pada 8 MSP, sedangkan perlakuan kering angin sampai menjelang akhir pengamatan panjang tunas samping tetap stabil dan tidak menunjukkan peningkatan. Untuk meningkatkan persentase keserempakan umbi bertunas samping, pada umbi ukuran besar maupun umbi ukuran kecil dapat dilakuan dengan pengasapan maupun kering angin. Pada umbi ukuran sedang, pengasapan lebih meningkatkan persentase umbi bertunas samping dari pada kering angin.

44 9 Percobaan Pengaruh Teknik Induksi dan Taraf Perlakuan terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Sedap Malam Hasil uji F menunjukkan bahwa konsentrasi BAP maupun GA 3 memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap beberapa peubah yang diamati (Tabel 7 dan Lampiran 6-17). Konsentrasi BAP memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas samping dan persentase umbi bertunas samping. Perlakuan konsentrasi GA 3 memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan panjang tunas utama, sedangkan lama pengasapan tidak memberikan pengaruh pada semua peubah yang diamati. Tabel 7 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP, GA 3 dan lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama Peubah Perlakuan [BAP] [GA 3 ] Pengasapan Jumlah tunas samping ** * tn Panjang tunas samping tn * tn Persentase umbi bertunas samping ** tn tn Panjang tunas utama tn * tn Keterangan: tn= berpengaruh tidak nyata pada α=0.05 *= berpengaruh nyata pada α=0.05 **=berpengaruh sangat nyata pada α=0.01 Pengaruh konsentrasi BAP (Benzylaminopurine) terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Perlakuan konsentrasi BAP menghasilkan jumlah tunas samping dan persentase umbi bertunas samping yang berbeda sangat nyata, tetapi menghasilkan panjang tunas samping dan panjang tunas utama yang tidak berbeda nyata (Tabel 7). Aplikasi beberapa konsentrasi BAP pada umbi sedap malam, menghasilkan jumlah tunas samping berbeda nyata sejak 1 MSP ( Tabel 8 dan Gambar 3). Pada 10 MSP, jumlah tunas samping yang dihasilkan BAP pada konsentrasi 0, 100, 00 dan 300 ppm berturut-turut adalah.4, 5., 6.6 dan 8.8 tunas/umbi. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diaplikasikan semakin banyak tunas samping yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan fungsi BAP yang berperan dalam proses pembelahan dan pembesaran sel, memacu pembentukan tunas-tunas baru dan memperbanyak sel jaringan penyimpanan (George & Sherrington 1984).

45 30 Tunas samping berpotensi untuk menghasilkan bunga, oleh karena itu semakin banyak tunas samping, diharapkan semakin banyak pula jumlah tangkai bunga yang dihasilkan. Pemberian BAP dengan konsentrasi 100, 00 dan 300 ppm berpotensi meningkatkan produksi bunga, masing-masing sebesar 116.7, 175 dan 66.7% dari kontrol. BAP dengan konsentrasi 300 ppm menghasilkan jumlah tunas samping paling banyak dibandingkan dengan konsentrasi 00, 100 dan 0 ppm. Panjang tunas samping tidak dipengaruhi oleh aplikasi BAP (Tabel 7). Pada 1 MSP, BAP konsentrasi 00 dan 300 ppm menghasilkan tunas samping sepanjang 3.3 dan 3.5 mm. Pada dan 3 MSP, BAP konsentrasi 300 ppm, menghasilkan tunas samping (3.8 dan 4 mm) lebih panjang dibanding kontrol (.1 dan.4 mm) tetapi tidak berbeda nyata dengan BAP konsentrasi 100 (.8 dan 3.5 mm) dan 00 ppm (3.3 dan 3. mm) (Tabel 8). Petani menanam umbi sedap malam apabila tunas samping sudah muncul dan terlihat berwarna putih, dengan panjang kira-kira 3-4 mm. BAP konsentrasi 100 ppm, pada 3 MSP menghasilkan tunas samping sepanjang 3.5 mm, sedangkan tanpa BAP (kontrol) panjang tunas samping yang setara diperoleh pada 5 MSP. Walaupun aplikasi beberapa konsentrasi BAP menghasilkan panjang tunas samping yang tidak berbeda nyata, tetapi BAP mempercepat perkembangan tunas samping seperti ditunjukkan panjang tunas samping yang mencapai > 3 mm pada 1 MSP bila diberi perlakuan 00 dan 300 ppm. Data ini memberi indikasi bahwa dengan perlakuan BAP umbi dapat ditanam lebih cepat. Perlakuan BAP konsentrasi 100 ppm menghasilkan panjang tunas samping lebih panjang dibandingkan dengan pemberian konsentrasi 300 ppm masingmasing 11.7 dan 7. mm pada 10 MSP. Hal ini kemungkinan disebabkan karbohidrat pada umbi tanaman sedap malam digunakan untuk memacu peningkatan jumlah tunas samping dan meningkatkan panjang tunas samping. Dengan pemberian 300 ppm, cadangan makanan lebih banyak dipacu untuk menghasilkan jumlah tunas samping, sehingga semakin banyak tunas samping yang dihasilkan. Sebagai akibatnya cadangan makanan untuk pemanjangan tunas samping menjadi berkurang, sehingga tunas samping yang dihasilkan menjadi lebih pendek dibandingkan pada pemberian konsentrasi 100 ppm.

46 31 Persentase umbi bertunas samping meningkat dan serempak dengan semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan (Tabel 8). Hal ini ditunjukkan oleh persentase umbi bertunas samping yang dihasilkan oleh BAP 300 ppm yang mencapai 100 % pada 1 MSP, semua umbi telah menghasilkan tunas samping yang tidak berbeda nyata dengan BAP konsentrasi 00 ppm, sedangkan BAP 100 ppm mencapai persentase umbi bertunas yang setara pada 5 MSP. Tanpa BAP (kontrol/0 ppm) persentase umbi bertunas samping sampai 10 MSP tidak dapat mencapai 100 %. a b c d Gambar 3. Umbi sedap malam ukuran sedang dengan BAP konsentrasi 0 ppm (a), 100 ppm (b), 00 ppm (c) dan 300 ppm (d) pada MSP Pada perlakuan kontrol, keserempakan bertunas 50% diperoleh pada 3 MSP, dan pada 10 MSP diperoleh 61.6%. Sementara penggunaan BAP konsentrasi 100, 00 dan 300 ppm menghasilkan persentase umbi bertunas > 50% pada 1 MSP. Data ini menunjukkan bahwa BAP dapat mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam. Panjang tunas utama, tidak dipengaruhi oleh pemberian BAP (Tabel 8). Perendaman air (kontrol, BAP 0 ppm) sudah meningkatkan panjang tunas utama. Pertumbuhan panjang tunas utama bersamaan dengan pertumbuhan tunas samping. Secara umum penggunaan BAP sangat efektif meningkatkan jumlah tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping. Tabel 8 menunjukkan bahwa BAP 300 ppm, menghasilkan jumlah tunas samping 6.8 tunas/umbi pada 1 MSP, lebih banyak dibanding dengan konsentrasi BAP yang lain. Konsentrasi BAP yang digunakan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah tunas samping maupun peresentase umbi bertunas samping. BAP 300 ppm, menghasilkan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM Donald Sihombing, Wahyu Handayati dan R.D. Indriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tempat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

Bunga lili termasuk bunga potong yang memiliki nilai

Bunga lili termasuk bunga potong yang memiliki nilai Buletin 16 Teknik Pertanian Vol. 16, No. 1, 2011: 16-20 Abdul Muhit: Teknik pengujian tingkat suhu dan lama penyimpanan umbi terhadap pembungaan lili TEKNIK PENGUJIAN TINGKAT SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Green House (GH) dan Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic Acid) terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tebu (Saccharum officinarum L.) G2 varietas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI OLEH : NORI ANDRIAN / 110301190 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH Budidaya bawang merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam (benih). Pemanfaatan umbi sebagai benih memiliki beberapa kelemahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, Gedung Meneng Bandar Lampung dari bulan Desember 2011 sampai bulan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI Diajukan Oleh : DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium 2. Terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap salinitas melalui pengujian metode yang terpilih. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L) TERHADAP KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN AIR KELAPA SKRIPSI OLEH :

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L) TERHADAP KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN AIR KELAPA SKRIPSI OLEH : RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L) TERHADAP KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN AIR KELAPA SKRIPSI OLEH : NOVA LINA S 110301119/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Pengembangan Potensi Sedap Malam dari Jawa Timur

Pengembangan Potensi Sedap Malam dari Jawa Timur Pengembangan Potensi Sedap Malam dari Jawa Timur Donald Sihombing, PER Prahardini, Wahyu Handayati, dan Tri Sudaryono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jln. Raya Karangploso Km 4 PO

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

3. METODE DAN PELAKSANAAN

3. METODE DAN PELAKSANAAN 3. METODE DAN PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UKSW Salaran, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Persiapan hingga

Lebih terperinci

PERCEPATAN PEMATAHAN DORMANSI SUBANG GLADIOL (Gladiolus hybridus) DENGAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EVI DWI SULISTYA NUGROHO

PERCEPATAN PEMATAHAN DORMANSI SUBANG GLADIOL (Gladiolus hybridus) DENGAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EVI DWI SULISTYA NUGROHO PERCEPATAN PEMATAHAN DORMANSI SUBANG GLADIOL (Gladiolus hybridus) DENGAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EVI DWI SULISTYA NUGROHO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L. Pengaruh Konsentrasi dan Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Mas Khoirud Darojat, Ruri Siti Resmisari, M.Si, Ach. Nasichuddin, M.A. Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3. Oleh :

PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3. Oleh : PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3 SKRIPSI Oleh : RUTH ERNAWATY SIMANUNGKALIT 060301034 BDP AGRONOMI PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Agustus Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Agustus Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2016 sampai dengan Agustus 2016. Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Tanah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan kebun Desa Pujon (1200 meter di atas permukaan laut) Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau Jl. H.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman,

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci