LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PPHT) SKALA LUAS PADI TAHUN 2017 DESA TIPAR KIDUL, KEC AJIBARANG, KAB BANYUMAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PPHT) SKALA LUAS PADI TAHUN 2017 DESA TIPAR KIDUL, KEC AJIBARANG, KAB BANYUMAS"

Transkripsi

1 APBN PANGAN 2017 LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PPHT) SKALA LUAS PADI TAHUN 2017 DESA TIPAR KIDUL, KEC AJIBARANG, KAB BANYUMAS DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH BALAI PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN; HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN LABORATORIUM PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BANYUMAS 2017

2 APBN PANGAN 2017 LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PPHT) SKALA LUAS PADI TAHUN 2017 KELOMPOK TANI SRI WALUYO DESA TIPAR KIDUL, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS Mengetahui, Pimpinan Laboratorium Pelaksana Kegiatan KHAMDANI, SP., SIP NIP ARIES PRATOMO, SP., MSc NIP

3 KATA PENGANTAR Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor yang menghambat usaha peningkatan produksi pertanian. Serangan OPT tidak saja menyebabkan kehilangan kuantitas hasil dan penurunan kualitasnya, tetapi juga dapat menghilangkan kepercayaan petani terhadap program peningkatan produksi pertanian. Perlindungan tanaman terhadap OPT bertujuan untuk mempertahankan produktivitas pada taraf tinggi dengan keadaan sumber daya alam pertanian yang tetap lestari dan tidak tercemar. Dalam rangka meningkatkan produktivitas padi terutama di sentra-sentra produksi padi di Provinsi Jawa Tengah, perlu adanya program tindaklanjut dari SLPHT yang dinilai belum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan produksi secara optimal di tingkat nasional. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan program yang mampu menerapkan dan mengembangkan PHT pada skala yang lebih luas berupa hamparan tanpa batas wilayah administratif melalui penerapan PHT Skala Luas. Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih signifikan sehingga memberikan kontribusi positif dalam program peningkatan produksi tanaman pangan di Indonesia. Kami menyadari bahwa dalam laporan akhir kegiatan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan pada periode mendatang. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Skala Luas Komoditas Padi Tahun 2017 di Wilayah Banyumas, kami ucapkan terima kasih. Banyumas, Oktober 2017 Pimpinan Laboratorium PHP Banyumas KHAMDANI, SP., SIP NIP

4 RINGKASAN Kegiatan Penerapan PHT Skala Luas Padi dilaksanakan dengan penanaman varietas Mekongga seluas 25 ha sebagai bentuk pengamanan produksi padi dengan memberdayakan petani alumni SLPHT ataupun belum, dari Kelompok Sri Waluyo mulai April September 2017 di Desa Tipar Kidul, Kec Ajibarang, Kab Banyumas. Kegiatan Penerapan PHT padi memiliki konsep: 1) penerapan pola tanam padi serempak dan antisipasi OPT padi secara dini sebelum tanam dan setelah tanam dengan pengamatan rutin, 2) pengembangan tanaman refugia di sekitar areal sawah, 3) penerapan tanam jajar legowo dan 4) pemberdayaan hasil alam yang bersifat spesifik lokasi seperti pengembangan pupuk kandang dari kotoran hewan sebagai pupuk dasar sebelum tanam padi dan 4) pengembangan musuh alami dan bahan nabati sebagai pengendali OPT padi secara dini. Jenis OPT padi yang perlu diantisipasi di Kec Ajibarang, khususnya di Desa Tipar Kidul adalah hama penggerek batang, wereng batang coklat dan penyakit blas dan kresek yang selama beberapa musim terakhir dianggap sangat merugikan petani, dengan rata-rata aplikasi pestisida kimia mencapai 4 kali per musim. Selama kegiatan, jenis OPT padi yang muncul adalah hama intensitas penggerek batang, hama putih/palsu, penyakit blas dan kresek serta populasi wereng coklat dan walang sangit yang dianggap tidak merugikan. Musuh alami yang terdeteksi selama kegiatan adalah predator berupa laba-laba, Micraspis (Coccinelide), Phaedorus dan Ophionea dengan rata-rata peningkatan yang sejalan meningkatnya intensitas/populasi OPT padi dengan persamaan regresi Y = 0,11 X + 1,52 (R 2 =58%). Hasil panen padi program PPHT varietas IR 64 mencapai 6,975 ton/ha dan menunjukkan peningkatan sebesar 10 % dari rata-rata produksi tahun sebelumnya yang mencapai kisaran 6,52 ton/ha yang disebabkan adanya serangan OPT utama padi, khususnya wereng batang coklat, penyakit blas dan kresek. Analisis regresi antara rerata intensitas/populasi hama dan penyakit padi yang terjadi selama kegiatan (X) dengan rerata produksi padi ubinan seluas 2,5 x 2,5 m 2 (Y) menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas serangan OPT dapat menurunkan produksi padi secara umum dengan persamaan Y = -0,41 X + 6,01 dengan nilai R 2 mencapai 55%, namun terlihat tidak menimbulkan kerugian yang berarti pada hasil panen padi PPHT skala luas. Penerapan PHT pada budidaya tanaman padi skala luas di Desa Banjarsari Kidul menunjukkan adanya peningkatan pendapatan petani sebesar 21,9% berdasarkan nilai B/C (keuntungan : biaya produksi) dari pola tanam sebelumnya dan peningkatan kualitas beras yang dibudidayakan tanpa aplikasi pestisida kimia sebagai pengendali OPT padi. Dengan adanya program pembinaan para petani padi melalui Penerapan PHT Skala Luas diharapkan terdapat peningkatan kemampuan dan pemahaman petani padi akan arti pentingnya budidaya tanaman sehat dengan produk yang aman dikonsumsi. Informasi yang diperoleh petani peserta selama kegiatan PPHT Skala Luas Padi diharapkan dapat diinformasikan kepada petani lain secara mandiri agar dapat merubah perilaku petani-petani lain dalam penerapan PHT secara berkelanjutan di waktu mendatang.

5 DAFTAR ISI Kata Pengantar Ringkasan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran i ii iii iv v vi I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 2 C. Keluaran 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 3 A. Dasar Pelaksanaan Penerapan PHT Skala Luas 3 B. Sasaran dan Strategi Penerapan PHT 4 C. Prinsip Penerapan PHT Skala Luas 6 D. Prospek Pengendalian Hayati dalam PPHT 9 III. METODOLOGI 10 A. Peserta 10 B. Tempat dan Waktu 10 C. Tahap Pelaksanaan PPHT 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 A. Koordinasi 14 B. Pemetaan Masalah dan Potensi Wilayah 14 C. Penelusuran Budidaya 17 D. Penyusunan Rencana Aksi 19 E. Evaluasi 21 F. Rencana Tindak Lanjut 26 G, Pembahasan 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN 30 A. Kesimpulan 30 B. Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN DAFTAR DOKUMENTASI KEGIATAN

6 DAFTAR TABEL Tabel 1 Data komulatif luas tambah serangan OPT utama padi tiap musim tanam selama periode Okmar 2011/2012 sampai dengan Asep Data intensitas dan populasi OPT teridentifikasi di lahan kegiatan PPHT komoditas padi... Hal 16 22

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 1. Sebaran unit contoh subhamparan Peta desa-desa di kecamatan lokasi kegiatan PPHT Fluktuasi komulatif luas tambah serangan OPT utama padi tiap musim tanam selama periode Okmar 2011/20012 sampai dengan Asep Luas tambah serangan OPT utama padi selama 4 (musim) musim terakhir (MH 2015/2016; MK 2016; MH 2016/2017 dan MK 2017 ) di kecamatan lokasi kegiatan PPHT Parasitoid telur wereng batang coklat Anagrus nilaparvatae Intensitas serangan hama penggerek batang padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 7. Populasi serangga hama wereng batang coklat padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 8.. Populasi serangga hama walang sangit padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 9. Intensitas serangan hama putih/palsu padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 10. Intensitas serangan penyakit blas padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 11. Intensitas serangan penyakit kresek padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 12. Populasi musuh alami predator berupa laba-laba pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 13. Populasi musuh alami predator berupa Coccinelide pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 14. Populasi musuh alami predator berupa Phaedorus pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT

8 Gambar 15. Populasi musuh alami predator berupa Ophionea pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 16. Rerata intensitas/populasi serangan OPT padi dan populasi musuh alami pada areal pertanaman padi lokasi kegiatan PPHT. 17. Analisis regresi linier antara tingkat serangan OPT padi (X) dan populasi musuh alami (Y) pada areal pertanaman padi lokasi kegiatan PPHT. Hal Grafik rata-rata produksi padi yang ditanam pada areal kegiatan PPHT Analisis regresi linier antara rerata serangan OPT (X) dan rerata produksi padi (Y) pada areal kegiatan PPHT (berdasarkan data petak ubinan - kg per 2,5 x 2,5 m 2 ) 29

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Hal 1 Daftar peserta PPHT Padi Skala Luas Jadwal pelaksanaan kegiatan PPHT Skala Luas Padi Analisis Usaha Tani kegiatan PPHT Skala Luas Padi

10 0 APBN PANGAN 2017 LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PPHT) SKALA LUAS PADI TAHUN 2017 DESA TIPAR KIDUL, KEC AJIBARANG KAB BANYUMAS DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH BALAI PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN; HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN LABORATORIUM PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BANYUMAS 2017

11 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pasal 20 mengamanatkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Pemerintah akan memberikan bantuan dalam kondisi kritis apabila masyarakat tani tidak mampu lagi mengatasi gangguan dan eksplorasi serangan OPT. Dengan demikian, kesuksesan upaya perlindungan tanaman sangat tergantung pada pengetahuan, pemahaman dan penerapan sistem PHT oleh petani. Sistem PHT mengedepankan pengelolaan agroekosistem dan teknologi pengendalian OPT yang berbasis sumber daya alam, pestisida nabati dan teknologi pengendalian spesifik lokasi. Penerapan dan pemayarakatan sistem PHT telah dikembangkan sejak awal tahun 1990 selalui Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang dibiayai Program Nasional PHT. SLPHT merupakan salah satu wadah pemberdayaan petani melalui metode partisipatoris, untuk melatih petani menyampaikan pendapat dan ide-idenya secara aktif sehingga petani mampu menyelesaikan permasalahan membuat keputusan yang terkait pengelolaan agroekosistemnya. Pelaksanaan SLPHT telah berkembang, yang semula hanya pada komoditas padi, saat ini telah meluas pada komoditas palawija dan komoditas lainnya. Berdasarkan hasil evaluasi, SLPHT terbukti mampu meningkatkan pengetahuan petani, menurunkan intensitas serangan OPT, menurunkan frekuensi aplikasi pestisida kimia, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan keuntungan petani dari pengukuran B/C rationya. Akan tetapi, selama ini pelaksanaan SLPHT dinilai belum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan produksi secara optimal di tingkat nasional. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan program yang mampu menerapkan dan mengembangkan PHT pada skala yang lebih luas berupa hamparan tanpa batas wilayah administratif melalui penerapan PHT Skala Luas. Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih signifikan sehingga memberikan kontribusi positif dalam program peningkatan produksi

12 2 tanaman pangan di Indonesia. Program nasional PHT Skala Luas pada budidaya tanaman padi diharapkan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sehingga tujuan utamanya dapat tercapai optimal (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2015). B. Tujuan 1. Memberdayakan petani alumni SLPHT sekaligus mentrasfer pengetahuan dan ketrampilan terkait PHT kepada petani yang belum dilatih dalam SLPHT. 2. Menumbuhkan prakarsa, motivasi dan kemampuan petani/kelompok tani dalam mengelola agroekosistem dan melaksanakan gerakan pengendalian OPT secara bersama-sama antar petani/kelompok petani dalam satu hamparan. 3. Mengimplementasikan prinsip PHT skala luas berupa hamparan dalam upaya pengamanan produksi untuk mendukung peningkatan produksi tanaman pangan. C. Keluaran 1. Terdapat peningkatan kemampuan petani alumni SLPHT dalam pengetahuan dan ketrampilan PHT kepada petani yang belum dilatih dalam SLPHT. 2. Terdapat peningkatan prakarsa, motivasi dan kemampuan petani/kelompok tani dalam mengelola agroekosistem dan melaksanakan gerakan pengendalian OPT secara bersama-sama antar petani/kelompok petani dalam satu hamparan. 3. Terdapat kemampuan petani dalam mengimplementasikan prinsip PHT skala luas berupa hamparan dalam upaya pengamanan produksi untuk mendukung peningkatan produksi tanaman pangan.

13 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pelaksanaan Penerapan PHT Skala Luas Dalam pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) berdasarkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) UU No. 12 Th Konsep ini menganut 5 (lima) yaitu: (1) Membudidayakan tanaman sehat, (2) memanfaatkan sebesar-besarnya musuh alami, (3) menggunakan varietas tahan, (4) menggunakan pengendalian fisik/mekanik dan (5) dan penggunaan pestisida bilamana perlu. Banyak ahli memberikan batasan tentang PHT secara beragam, tetapi pada dasarnya mengandung prinsip yang sama. Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan Kenmore (1989) dalam Smith (1978) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan. Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan. Tujuan dan Implementasi Pengendalian Hayati antara lain : (1) Meningkatnya hasil dan mutu produk serta pendapatan petani, (2) Berkurangnya penggunaan pestisida karena diterapkannya PHT, (3) Meningkatnya mutu dan bebas residu pestisida pada komoditi pertanian serta (4) Mempertahankan dan melindungi kelestarian lingkungan. Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab petani dengan bimbingan Pemerintah. Dalam upaya mendukung

14 4 penyelenggaraan PHT tersebut, pemerintah menyelenggarakan pelatihan Sekolah Lapang PHT (SL-PHT) bagi Petugas dan Petani. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman (2001), tujuan kegiatan pelatihan tersebut adalah agar petugas dan petani memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan 4 prinsip PHT yaitu: (a) budidaya tanaman sehat, (b) pelestarian musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem secara rutin, dan (d) petani menjadi ahli PHT dan manajer di lahan pertaniannya. Selepas mengikuti SL-PHT, diharapkan petani dapat menerapkan pengetahuan PHT di kebunnya sendiri. Dengan asumsi petani mampu melakukannya, maka tingkat kehilangan hasil dapat dicegah atau dikurangi kadarnya sehingga senjang produktivitas tanaman dapat diperkecil. Selain itu mutu produk yang dihasilkan petani menjadi relatif lebih baik, sehingga petani akan mendapat produksi yang lebih tinggi sehingga menerima pendapatan usahatani yang relatif lebih tinggi lagi. B. Sasaran dan Strategi Penerapan PHT Sasaran penerapan PHT adalah (1) populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap berada pada arah yang secara ekonomis tidak merugikan, (2) produktivitas pertanian mantap pada taraf tinggi, (3) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, dan (4) risiko kesehatan dan pencemaran lingkungan ditekan. Strategi yang diterapkan dalam melaksakan PHT adalah memadukan semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan hama melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi, melainkan pembatasan (containment). Program PHT mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama, atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu, adanya invidu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia. Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan harus diberantas, tidak sesuai dengan prinsip PHT.

15 5 Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan manusia, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Taktik penerapan PHT suatu cara penerapan pengendalian OPT agar memenuhi azas ekologi yaitu tidak berdampak negatif pada agroekosistem dan azas ekonomi yaitu menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Taktiktaktik tersebut yaitu : (1) Pemanfatan proses pengendali alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami; (2) Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan agar lingkungan tanaman kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangbiakan atau pertumbuhan OPT serta mendorong berfungsinya agens pengendali alami/hayati. Beberapa teknik bercocok tanam antara lain : penanaman varietas tahan, penanaman benih sehat, pergiliran tanaman dan pergiliran varietas, sanitasi, penetapan masa tanam, tanam serentak dan pengaturan saat tanam, penanaman tanaman perangkap/penolak; penanaman tumpang sari; pengelolaan tanah dan air; pemupukan berimbang sesuai rekomendasi; pengendalian fisik dan mekanis untuk menekan/mengurangi populasi OPT/kerusakan, mengganggu aktivitas fisiologis OPT yang normal, dan mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan OPT; penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi OPT pada aras keseimbangannya. Selektivitas pestisida berdasarkan pada sifat fisiologis, ekologis dan cara aplikasi. Keputusan tentang penggunaan pestisida dilakukan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang ekonomi/pengendalian. Pestisida yang digunakan harus yang efektif, terdaftar dan diizinkan.

16 6 C. Prinsip Penerapan PHT Skala Luas Ada 4 (empat) prinsip penerapan PHT, yaitu : (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, (3) pengamatan mingguan secara teratur, dan (4) petani berkemampuan melaksanakan dan ahli PHT. Budidaya tanaman sehat merupakan prinsip penting penerapan PHT dengan menggunakan paket teknologi produksi dan praktek agronomis, untuk mewujudkan tanaman sehat. Pelestarian musuh alami melalui pengelolaan dan pelestarian faktor biotik (pengendali alami) dan abiotik (iklim dan cuaca) agar mampu berperan secara maksimal dalam pengendalian populasi dan penekanan tingkat serangan OPT. Pemantauan ekosistem secara teratur yaitu pemantauan hasil interaksi faktor biotik dan abiotik dan menimbulkan serangan OPT. Kegiatan pemantauan merupakan kegiatan penting yang mendasari pengambilan keputusan pengendalian. Petani sebagai ahli PHT merupakan tujuan penerapan agar petani memiliki kemampuan dan kemauan untuk menetapkan tindakan pengendalian sesuai prinsip PHT dan berdasarkan hasil pengamatan. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani adalah latihan dan pemberdayaan petani. Pengembangan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat. Para ahli dan lembaga-lembaga internasional seperti FAO menyarankan langkah pengembangan PHT agak berbeda satu sama lain. Namun diantara saran-saran mereka banyak persamaan. Perbedaannya terutama terletak pada penekanan dan urutan-urutan langkah-langkah yang harus ditempuh. Langkah-langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah sebagai berikut : Langkah 1: Mengenal Status Hama Yang Dikelola Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat-sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada. Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama yang ada bisa dikategorikan atas hama utama, hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan mempelajari dan mengetahui

17 7 status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk masing-masing kategori hama. Langkah 2 : Mempelajari Komponen Saling Tindak Dalam Ekosistem Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali alami. Interaksi antar berbagai komponen biotis dan abiotis, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama dan lain-lain, merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat. Langkah 3 : Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan. Untuk menetapkan ambang ekonomi bukanlah pekerjaan yang gampang. Dibutuhkan banyak informasi, baik data biologi dan ekologi, serta ekonomi. Penetapan kerusakan hasil dalam hubungannya dengan populasi hama, merupakan bagian yang penting dalam pengembangan ambang ekonomi. Demikian juga analisis biaya dan manfaat pengendalian, sangat perlu diketahui. Langkah 4 : Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik. Metode pengambilan sampel secara benar perlu dikembangkan. Agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik, dan cara pengumpulan data mudah dikerjakan. Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya.

18 8 Langkah 5 : Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi. Langkah 6 : Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT antara lain : (1). memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut, (2). mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik, dan (3). penggunaan pestisida secara selektif. Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif terakhir. Pestisida digunakan, jika teknik pengendalian yang lain dianggap tidak mampu mengendalikan serangan hama. Langkah 7: Pemberdayaan Petani Dalam Pengenalan dan Menerapkan PHT Petani sebagai pelaksana utama pengendalian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang cara pendekatan PHT, termasuk bagaimana menerapkannya di lapangan. Pemahaman lama secara konvensional tentang pemberantasan hama, perlu diganti dengan pengertian pengendalian atau pengelolaan hama. Petani perlu diberikan kepercayaan dan kemampuan untuk dapat mengamati sendiri dan melaporkan keadaan hama pada pertanamannya. Langkah 8: Pengembangan Organisasi PHT Sistem PHT mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. Organisasi tersebut tersusun oleh komponen monitoring, pengambil keputusan, program tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi PHT merupakan suatu organisasi yang mampu menyelesaikan permasalahan hama secara mandiri, pada daerah atau unit kerja yang menjadi tanggungjawabnya.

19 9 D. Prospek Pengendalian Hayati dalam PPHT Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 6 tahun 1995 pasal 4 tentang Perlindungan tanaman disebutkan bahwa Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam atau lingkungan hidup. Untuk maksud tersebut yang paling cocok pertanian untuk masa depan adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Adapun definisi pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Pengendalian secara hayati merupakan cara pengendalian yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pemakaian pestisida. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas pengendalian hama dan penyakit tanaman secara hayati dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian OPT secara terpadu (Oka, 1995; Smith, 1978; Smith dan Apple, 1978; Untung, 1984 dan Untung, 1993). Selama tahun 2017, kegiatan PPHT Padi di Laboratorium PHP Banyumas dilaksanakan dengan pola budidaya padi yang menerapkan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, pola tanam serempak, penerapan jajar legowo 4:1 dan pengembangan agensia hayati dan bahan nabati sebagai pencegahan perkembangan OPT padi.

20 10 METODOLOGI Kegiatan PPHT Skala Luas pada komoditas pada dilaksanakan pada hamparan padi dominan varietas Mekongga seluas 25 ha yang merupakan salah satu bentuk pengamanan produksi dengan memberdayakan petani alumni SLPHT Kelompok Tani Sri Waluyo Desa Tipar Kidul, Kec Ajibarang, Kab Banyumas dengan melibatkan petani yang sudah/belum pernah dilatih SLPHT. A. Peserta Peserta penerapan PHT skala luas terdiri dari petani alumni dan non alumni SLPHT yang berasal dari 1 (satu) Kelompok Tani / Gapoktan yang menangani hamparan seluas 25 ha. Peserta alumni SLPHT minimal berjumlah 5 (lima) orang yang berperan sebagai petani pengamat pada hamparan kegiatan PPHT Skala Luas dan 25 (dua puluh lima) orang petani peserta baik yang sudah alumni SLPHT ataupun yang belum pernah mengikuti SLPHT, sehingga total peserta kegiatan PPHT Padi mencapai 30 orang. B. Tempat dan Waktu Kegiatan PPHT Padi Tahun 2017 dilaksanakan di Desa Tipar Kidul, Kec Ajibarang, Kab Banyumas mulai bulan April September 2017 dengan melibatkan Kelompok Tani Sri Waluyo sebanyak 25 orang. Rincian peserta dan jadwal pelaksanaan PPHT Padi secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran. C. Tahap Pelaksanaan PPHT Hamparan padi seluas 25 ha dibagi menjadi 5 (lima) sub hamparan secara proporsional dan dilaksanakan selama satu musim tanam, mulai pra tanam sampai panen. Kegiatan PPHT skala luas terdiri dari pertemuan persiapan, perencanaan, evaluasi hasil pengamatan, pasca tanam dan rencana tindak lanjut, dengan pengamatan rutin secara mingguan dilaksanakan oleh para petani pengamat selama 12 kali pengamatan. Operasional kegiatan PPHT Skala Luas dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :

21 11 1. Kegiatan Sebelum Tanam a. Pertemuan Persiapan Penerapan PHT Skala Luas Pertemuan persiapan dilaksanakan 1 (satu) kali di tingkat kecamatan yang bertujuan untuk untuk sosialisasi kegiatan, menyamakan persepsi sekaligus mengkoordinasi kegiatan kepada semua pemangku kepentingan. Pertemuan dihadiri oleh aparat pemerintah, tokoh masyarakat, petugas pendamping (POPT/PHP-PPL-mantri tani) serta para perwakilan petani pemilik hamparan kegiatan PPHT Skala Luas. b. Pertemuan Perencanaan Pertemuan perencanaan dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali yang dihadiri oleh petani pengamat, petugas pemandu dan perwakilan petani hamparan, membahas topik yang meliputi : i. Pemetaan masalah dan potensi wilayah ii. Penelusuran budidaya iii. Penyusunan rencana aksi Pertemuan perencanaan juga dibahas mengenai penggunaan sarana produksi seperti pupuk organik, agensia hayati dan bahan nabati pengendali OPT serta benih tanaman refugia yang berfungsi sebagai pemicu biodiversitas atau keanekaragaman hayati dalam agro ekosistem. Tanaman refugia seperti bunga matahari, kenikir dan wijen juga dapat berperan sebagai tempat singgah musuh alami berupa predator yang bermanfaat sebagai pengendali populasi serangga hama padi. 2. Kegiatan Setelah Tanam a. Pengamatan Mingguan Pengamatan sebanyak 12 kali secara mingguan selama satu musim tanam yang dilakukan oleh petani pengamat sebanyak lima orang di tiap-tiap subhamparan. Pengamatan dilakukan secara diagonal dengan menentukan 3 (tiga) unit pengambilan sampel tanaman masing-masing terdapat 10 tanaman tiap unit, seperti terlihat pada Gambar 1.a berikut.

22 12 Subhamparan Gambar 1. Sebaran unit contoh subhamparan. b. Pertemuan Evaluasi Hasil Pengamatan Pertemuan evaluasi hasil pengamatan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali pada fase pertumbuhan tanaman stadia (1) pesemaian, (2) vegetatif atau tanaman muda, (3) generatif awal, (4) pematangan bulir. Pertemuan evaluasi merupakan pertemuan yang membahas dan menganalisis hasil pengamatan subhamparan yang diawali dengan pemaparan hasil pengamatan. Hasil pembahasan dan analisis tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan beserta tindaklanjutnya oleh petani hamparan. Namun jika hasil analisis hasil pengamatan terjadi permasalahan yang bersifat insidentaldan berpotensi mengganggu pencapaian produksi, maka pertemuan evaluasi dapat disesuaikan waktunya. Beberapa permasalahan tersebut antara lain adanya populasi OPT di atas ambang pengendalian, adanya potensi peningkatan serangan OPT, prediksi ledakan OPT dan beberapa parameter lain yang dianggap dapat merugikan petani. Peserta pertemuan perwakilan petani tidak harus menjadi peserta tetap pada setiap evaluasi dan diutamakan para petani yang terkena dampak langsung akibat serangan OPT. c. Pasca Tanam Dan Rencana Tindak Lanjut (RTL). Pada akhir kegiatan, petani hamparan baik petani peserta maupun petani lainnya menyusun RTL berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan penerapan PHT. RTL merupakan kesepakatan bersama seluruh petani hamparan seperti penerapan budidaya tanaman sehat, strategi pengendalian OPT ramah lingkungan dan teknologi yang akan diterapkan pada musim tanam berikutnya.

23 13 3. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau kesesuaian pelaksanaan PPHT skala luas dengan pedoman teknis yang telah ditetapkan. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pembinaan teknis dan administratif kegiatan dilakukan oleh Laboratorium PHP, BPTPH, Dinas Pertanian Provinsi dan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Khusus untuk pembinaan yang terkait dengan penyediaan sarana pendukung PPHT skala luas, mengacu pada Pedoman Teknis Pengelolaan Bantuan Sosial (Bansos) Penerapan PHT Skala Luas. Laporan kegiatan PPHT Skala Luas Komoditas Padi disusun oleh petugas POPT-PHP pendamping dan disampaikan secara berjenjang sampai tingkat pusat (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan).

24 14 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi Koordinasi Penerapan PHT padi di Desa Tipar Kidul dilaksanakan secara bertahap selama beberapa pertemuan dengan tujuan utama untuk memberikan persamaan persepsi dan pemahaman antara petani dan petugas dalam penerapan sistem budidaya tanaman padi yang sejalan dengan konsep PHT, yaitu penerapan budidaya tanaman sehat, pemantauan OPT secara rutin, pemberdayaan musuh alami serta penerapan pola petani yang ahli PHT. Koordinasi penerapan PHT dihadiri instansi terkait di bidang pertanian berkelanjutan seperti Dinas Pertanian tingkat kabupaten, Balai Penyuluh Pertanian (BPP), Komando Rayon Militer (Koramil), aparat pemerintah tingkat kecamatan dan tingkat desa serta calon petani padi di lokasi penerapan PHT skala luas. Beberapa informasi yang perlu dibuat kesepakatan dalam penerapan PHT padi selain keempat konsep PHT antara lain : 1) penerapan pola tanam padi serempak, 2) pengembangan tanaman refugia di sekitar areal sawah, 3) penerapan tanam jajar legowo dan 4) pemberdayaan hasil alam yang bersifat spesifik lokasi seperti pengembangan pupuk kandang dari kotoran hewan sebagai pupuk dasar sebelum tanam padi yang ada di sekitar lokasi kegiatan. Pola tanam padi dengan jajar legowo dengan perbandingan 2 : 1; 3 : 1 dan 4 : 1 merupakan cara tanam padi yang cenderung baru diterapkan di Desa Banjarsari Kidul dengan tujuan utama adalah meningkatkan intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam sistem perakaran padi untuk lebih berperan dalam menekan perkembangan hama dan penyakit tanaman padi seperti penggerek batang, wereng batang coklat, hama tikus, hama putih/palsu dan penyakit blas, penyakit kresek serta penyakit tungro yang dikhawatirkan dapat menjadi OPT utama padi di Kecamatan Ajibarang, khususnya di Desa Tipar Kidul. B. Pemetaan Masalah dan Potensi Wilayah Kecamatan Ajibarang terletak di bagian barat Kabupaten Banyumas, sekitar 18 km dari pusat Kabupaten Banyumas, yaitu kota Purwokerto. Jumlah penduduk Kecamatan Ajibarang pada 2014 adalah jiwa terdiri dari Laki-laki dan Perempuan. Luas wilayah Kecamatan Ajibarang mencapai 66,50 km² yang terdiri dari 17 Desa. Luas hamparan padi berdasarkan data Badan Pusat

25 15 Statistik Tahun 2013 menunjukkan bahwa luasan hamparan panen padi mencapai ha dengan total produksi padi mencapai ton, sehingga diperoleh kisaran rata-rata produksi padi 5,14 ton per hektar. Serangan OPT utama padi yang selama ini terjadi di Kec Ajibarang cenderung didominasi oleh serangan hama wereng batang coklat, hama tikus, penyakit blas dan kresek seperti terlihat pada Tabel 1 berikut. Serangan OPT padi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti penerapan pola budidaya padi oleh petani (padi-padi-padi), penggunaan varietas padi serta penerapan cara pengendalian OPT yang tidak tepat dan dapat berdampak pada ledakan OPT primer atau OPT sekunder pada tanaman padi serta faktor lingkungan di sekitar areal lahan padi. Gambar 2.. Peta desa-desa di Kecamatan Ajibarang, Kab Purbalingga Selama 12 (dua belas) musim terakhir mulai Okmar 2011/2012 sampai dengan Asep 2017, di Kec Ajibarang terdapat komulatif luas tambah serangan OPT utama padi berupa penggerek batang, wereng batang cokat, hama tikus, penyakit blas dan penyakit kresek dengan tingkat fluktuatif komulatif luas tambah serangan tiap musim tanam seperti terlihat pada Gambar 3.

26 16 Tabel 1. Data komulatif luas tambah serangan OPT utama padi tiap musim tanam selama periode Okmar 2011/2012 sampai dengan Asep 2017 di Kecamatan Ajibarang, Purbalingga. Musim Tanan Pggerek Wereng batang coklat Tikus Blas Kresek Tungro ASEP OKMAR 16/ ASEP OKMAR 15/ ASEP OKMAR 14/ ASEP OKMAR 13/ ASEP , OKMAR 12/ ASEP OKMAR 11/ Pggerek batang Wereng coklat Tikus Blas Kresek Gambar 3. Fluktuasi komulatif luas tambah serangan OPT utama padi tiap musim tanam selama periode Okmar 2011/2012 sampai dengan Asep 2017 di Kecamatan Ajibarang, Purbalingga. Dari Tabel 1 dan Gambar 3 tersebut di atas, diketahui bahwa serangan wereng batang coklat menempati posisi tertinggi dengan kejadian serangan OPT padi di Kec Ajibarang terutama pada musim Asep 2017.

27 17 C. Penelusuran Budidaya Budidaya tanaman padi dengan konsep Penerapan PHT lebih mengutamakan beberapa metode budidaya padi yang ramah lingkungan untuk mencegah perkembangan OPT padi, khususnya di daerah kronis-endemis. Beberapa teknik budidaya padi yang diterapkan dalam pola PPHT meliputi : 1. Sistem Jajar Legowo Secara umum pola jajar legowo yang telah diterapkan pada sistem budidaya padi di wilayah Banyumas meliputi : a) Jajar Legowo 2:1 setiap dua baris diselingi satu baris yang kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan pada jarak tanam dalam baris yang memanjang dibuat lebih pendek menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya. b) Jajar Legowo 3:1 setiap tiga baris tanaman padi di selingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya c) Jajar Legowo 4:1 setiap empat baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya Manfaat yang diharapkan tercapai dari penerpan sistem Jajar Legowo adalah : a) Menambahnya jumlah tanaman padi b) Akan meningkatkan produksi tanaman padi secara signifikan c) Memperbaiki kualitas gabah karena akan semakin banyaknya tanaman pinggir d) Dapat mengurangi serangan penyakit pada tanaman padi e) Dapat mengurangi tingkat serangan hama tanaman padi f) Akan mempermudah dalam perawatan tanaman padi baik dalam proses pemupukan maupun pengendalian OPT. g) Dapat menghemat pupuk, karena yang dipupuk hanya di bagian dalam baris tanaman saja Namun demikian, beberapa kelemahan yang mungkin terjadi dalam penerapan pola tanam padi jajar legowo antara lain : a) Akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama pada saat melakukan proses penanaman padi. b) Membutuhkan benih yang lebih banyak karena semakin banyaknya jumlah tanaman padi.

28 18 c) Pola jajar legowo, akan lebih banyak ditemukan rumput yang dapat mengganggu produktivitas padi. 2. Tanam Refugia Tanaman yang berfungsi sebagai microhabitat serangga musuh alami dan mencegah masuknya serangga hama tanaman disebut Refugia. Tanaman yang berbunga seperti kenikir, jengger ayam, tapak dara, bunga matahari, bayam dan kembang kertas masuk golongan tanaman refugia. Bunga tanaman tersebut akan mengeluarkan nectar yang baunya menarik serangga musuh alami maupun serangga hama tanaman untuk datang. Penanaman refugia pada lahan sawah dan sayuran atau sekitarnya merupakan suatu usaha konservasi serangga musuh alami. Hal tersebut dimaksudkan supaya tercipta agroekosistem di lahan pertanian bisa terjaga. Apabila agroekosistem lahan pertanian stabil maka populasi hama akan seimbang dengan populasi serangga musuh alami. Penaman tanaman refugia pada tanaman padi diusahakan sesaat pembuatan galeng selesai sehingga pada saat tanaman refugia berbunga padi sudah mulai tumbuh sehingga dapat terhindar dari hama tanaman. Untuk tanaman sayuran sebelum pengolahan lahan selesai dapat dilakukan penanaman refugia sehinggga pada saat tanaman sayuran sudah besar tanaman refugia sudah mulai berbunga. Serangga-serangga musuh alami dan hama sangat tertarik dengan tanaman yang berbunga. Serangga yang sering melakukan kunjungan adalah kumbang, lalat, lebah, semut, thrips dan kupu-kupu. Pemanfaatan tanaman refugia sebagai microhabitat serangga hama dan musuh musuh alami dapat diterapkan di lahan persawahan maupun lahan sayuran untuk mengendalikan hama secara alamiah. Penanaman refugia akan mengurangi biaya usaha tani untuk pengendalian hama sehingga keuntungan petani dapat lebih meningkat dan lingkungan terjaga secara berimbang. Pola tanam jajar legowo selama ini sudah menjadi tradisi petani padi di Desa Tipar Kidul karena dapat menunjukkan peningkatan produksi padi secara langsung yang disebabkan kurang berkembangnya serangan OPT padi, khususnya wereng batang coklat yang cenderung menurun jika dibandingkan musim sebelumnya. Pola penanaman refugia sebelum tanam padi baru diterapkan saat pelaksanaan program Penerapan PHT padi dengan informasi utama yang perlu diketahui petani padi adalah tersedianya suplai pangan nektar untuk musuh alami serangga hama berupa parasitoid.

29 19 D. Penyusunan Rencana Aksi Rencana aksi untuk mencegah berkembangnya OPT utama dalam budidaya tanaman padi sangat diperlukan sejak dini agar antisipasi perkembangan OPT dapat diterapkan secara optimal. Salah satu faktor yang sangat penting diketahui para petani padi adalah adanya kejadian serangan OPT penting padi pada beberapa musim sebelumnya. Jenis OPT padi yang perlu diwaspadai selama ini adalah wereng batang coklat dan tikus dengan kejadian yang paling merugikan adalah serangan hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stall) khususnya di Kec Ajibarang. Serangan hama wereng batang coklat dominan terjadi pada musim Asep 2017 yang ditunjukkan luas tambah serangan OPT padi tertinggi jika dibandingkan dengan serangan OPT padi lain, seperti terlihat pada Gambar 4. Hama wereng batang coklat selama ini diketahui cenderung meningkat pada musim kemarau jika dibandingan dengan musim hujan dan dapat menimbulkan kejadian gagal panen atau puso (totally damage) jika tidak diterapkan pengendalian yang tepat untuk menekan perkembangan wereng coklat. Untuk itu perlu diterapkan pola PHT dalam mengantisipasi perkembangan wereng coklat, seperti Penerapan PHT Skala Luas yang ditunjukkan dengan adanya penurunan luas tambah serangan wereng batang coklat khususnya di Desa Tipar Kidul Pggerek batang Wereng coklat Tikus Blas Kresek ASEP 2017 OKMAR 16/17 ASEP 2016 OKMAR 15/16 Gambar 4. Luas tambah serangan OPT utama padi selama 4 (empat) musim terakhir (MH 2015/2016; MK 2016, MH 2016/2017 dan MK 2017) di Kec Ajibarang.

30 20 Gambar 5. Parasitoid telur wereng batang coklat Anagrus nilaparvatae (a = betina dan b = jantan) (Abdillah. 2015) Salah satu jenis musuh alami wereng batang coklat yang banyak terdapat di alam adalah parasitoid Anagrus nilaparvatae (Gambar 5.) Parasitoid tersebut sangat menyukai telur wereng batang coklat yang terdapat di dalam kulit batang tanaman padi, sehingga tingkat penetasan nimpha wereng batang coklat dapat menurun 38% (Atmadja dan Arifin, 1990). Populasi parasitoid Anagrus diperkirakan meningkat sejalan dengan adanya penanaman refugia di bedengan sawah pada lokasi PPHT padi seperti tanaman bunga matahari dan kenikir. Manfaat utama yang dilihat pada lokasi PPHT padi dan sekitarnya adalah berkurangnya pola aplikasi pestisida oleh petani selama pertanaman padi untuk mengendalikan OPT, khususnya wereng batang coklat. E. Evaluasi Selama pertanaman padi dengan menerapkan pola PHT di Desa Tipar Kidul seluas 25 ha diketahui adanya populasi serangga hama dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman yang tidak menimbulkan kerugian pada petani, meskipun terdapat kewaspadaan adanya serangan wereng batang coklat dan penggerek batang yang cukup potensial terjadi selama MT Asep 2017 di Kecamatan Ajibarang. Penerapan antisipasi dini pada lokasi kegiatan terhadap wereng batang coklat diterapkan dengan adanya pola pengamatan rutin tiap minggu oleh petani serta penerapan agensia hayati berupa jamur entomopatogenik Beauveria sp secara berkala tiap 2 (dua) minggu mulai umur tanaman 14 hst untuk mencegah berkembangnya populasi wereng batang coklat. Dampak yang diperoleh dari penerapan agensia hayati secara berkala pada lokasi PPHT adalah terlihat

31 21 rendahnya populasi dan intensitas serangan OPT padi dan adanya populasi musuh alami berupa predator, seperti terlihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Data intensitas dan populasi OPT teridentifikasi di lahan kegiatan PPHT komoditas padi Desa Tipar Kidul, Ajibarang, Banyumas. OPT padi Musuh alami Ke- Pgrk Wereng Walang Hama Laba- Coccibatang coklat sangit pth/pls Laba- nelide dorus nea Phae- Ophio- Blas Kresek (%) (pop) (pop) (%) (%) (%) (pop) (pop) (pop) (pop) ,28 0,82 2,42 1, , ,74 0,81 2,32 1, ,40 1, ,32 0,71 2,06 1, ,80 1, ,16 1,01 3,03 1,32 5 0,45-1,67 2, ,28 1,10 2,79 1,06 6 2,32 1,19 1,53 2, ,93 0,89 2,67 1,36 7 5,19 3,69 1,53 1,99-2,48 2,16 1,20 2,73 1,63 8 4,67 2,15 1,53 4,06 3,19 7,32 2,32 1,22 3,87 1,62 9 4,81 4,31 2,00 2,40 5,13 6,42 2,58 1,20 3,21 1, ,32 4,15 0,87 2,61 6,75 12,61 3,36 1,39 3,52 1, ,66 2,46 1,20 2,90 9,15 16,26 2,39 1,56 3,92 1, ,97 2,77 1,20 2,68 10,78 18,29 1,60 1,12 3,48 1,47 Rerata 2,87 1,73 1,34 2,04 5,83 10,56 1,93 1,09 3,00 1,37 Jika dibandingkan dengan luas serangan OPT padi se Kecamatan Ajibarang periode April September 2017 (Tabel 2), jenis OPT padi yang terdapat pada areal lahan PPHT hanya ditemukan hama penggerek batang dengan rata-rata intensitas serangan 3,38%, populasi wereng batang coklat 2,09 ekor, populasi walang sangit dengan rata-rata populasi 1,27 ekor, intensitas hama putih/palsu rata-rata 1,98%, penyakit blas 5,83 % dan penyakit kresek 10,56 % serta populasi musuh alami berupa predator laba-laba (1,93 ekor), Coccinelide (1,09 ekor), Phaedorus (3,0 ekor) dan Ophionea (1,37 ekor), seperti terlihat pada Tabel 2 menunjukkan cukup rendahnya populasi dan intensitas serangan OPT padi di lokasi kegiatan PPHT. Lebih lanjut fluktuasi intensitas serangan dan populasi masing-masing OPT padi yang cukup rendah pada lokasi kegiatan Penerapan PHT terlihat variatif dengan beberapa OPT yang teridentifikasi seperti terlihat Gambar 6-11 dan populasi musuh alami pada Gambar berikut.

32 22 14,00 4,00 3,69 12,00 3,50 10,00 8,00 3,00 2,50 2,85 2,92 2,41 2,45 6,00 4,00 R² = 0,5981 2,00 1,50 2,00 1, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 0,50 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 6. Intensitas serangan hama penggerek batang padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 9,00 2,50 2,37 8,00 7,00 6,00 2,00 1,73 1,59 1,60 5,00 1,50 1,35 4,00 3,00 R² = 0,2715 1,00 2,00 1,00 0, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 7. Populasi serangga hama wereng batang coklat padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 3,50 1,80 1,67 3,00 2,50 2,00 1,50 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 1,39 1,17 1,22 1,25 1,00 0,60 0,50 0, R² = 0,0049 Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 0,20 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 8. Populasi serangga hama walang sangit padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT.

33 23 7,00 2,50 2,35 6,00 5,00 2,00 2,12 1,84 2,04 1,86 4,00 1,50 3,00 2,00 1,00 1,00 - R² = 0, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 0,50 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 9. Intensitas serangan hama putih/palsu padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 18,00 4,00 16,00 3,50 3,48 3,42 14,00 12,00 10,00 3,00 2,50 2,61 2,75 2,32 8,00 2,00 6,00 R² = 0,6935 1,50 4,00 2, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 1,00 0,50 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 10. Intensitas serangan penyakit blas padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 25,00 7,00 6,49 20,00 6,00 5,50 5,43 15,00 R² = 0,8167 5,00 4,00 4,47 4,51 10,00 3,00 5,00 2, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 1,00 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 11. Intensitas serangan penyakit kresek padi selama periode pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT.

34 24 4,50 2,50 4,00 3,50 3,00 2,00 1,71 2,13 1,76 2,01 2,02 2,50 1,50 2,00 1,50 1,00 1,00 0,50 R² = 0,3822 0, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 12. Populasi musuh alami predator berupa laba-laba pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 2,50 1,40 1,27 2,00 1,50 1,20 1,00 0,80 1,04 1,08 0,96 1,08 1,00 0,60 0,50 R² = 0,4791 0, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 0,20 - Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 13. Populasi musuh alami predator berupa Coccinelide pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. 6,00 5,00 4,00 3,00 3,30 3,20 3,10 3,00 3,10 3,00 3,22 2,00 2,90 2,85 2,83 1,00 R² = 0,2005 2, Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 2,70 2,60 Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 14. Populasi musuh alami predator berupa Phaedorus pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT.

35 25 2,50 1,55 2,00 1,50 1,00 1,50 1,45 1,40 1,35 1,30 1,28 1,35 1,33 1,49 1,41 0,50 R² = 0,0152 1, Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 1,20 1,15 Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4 Sub 5 Gambar 15. Populasi musuh alami predator berupa Ophionea pada pertanaman padi di lokasi kegiatan PPHT. Salah satu faktor yang menjadi penyebab tidak terjadinya ledakan OPT padi adalah adanya populasi musuh alami berupa predator. Predator atau pemangsa serangga hama berupa laba-laba diketahui selalu terdapat pada lahan sawah dan menunjukkan peningkatan populasi sejalan dengan pertambahan umur tanam padi dan meningkatnya populasi/intensitas serangan OPT. Demikian pula dengan predator lain seperti micraspis (Coccinelidae); Phaedorus dan Ophionea, seperti terlihat pada Gambar di atas. Berdasarkan fluktuasi serangan OPT padi selama pertanaman kegiatan PPHT tahun 2017 di Desa Tipar Kidul, secara umum diketahui bahwa intensitas/populasi serangan OPT padi khususnya hama wereng batang coklat, penggerek batang, hama putih/palsu, penyakit blas dan kresek yang cenderung meningkat selama pertanaman, namun terlihat tidak menimbulkan kerugian yang cukup berarti pada petani berupa penurunan hasil produksi padi yang disebabkan adanya penerapan pola PHT dalam bertanam padi. Pola penerapan PHT seperti pengembangan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, penerapan pola tanam serempak, pola tanam jajar legowo, penanaman refugia, penerapan agensia hayati dan bahan nabati secara dini sebagai pengendali OPT padi serta kewaspadaan terhadap perkembangan OPT padi dengan metode pengamatan rutin oleh petani secara mandiri dapat dijadikan acuan dalam pemberdayaan petani padi untuk mencapai produksi padi optimal dan layak untuk dikonsumsi. F. Rencana Tindak Lanjut Rata-rata serangan OPT padi yang terjadi selama pertanaman padi sangat dipengaruhi beberapa faktor seperti tingkat ketahanan varietas padi, keberadaan

36 Populasi Musuh Alami 26 OPT padi di hamparan tanaman padi, pola budidaya tanaman padi oleh petani dan faktor iklim selama pertanaman padi serta adanya musuh alami yang sangat berperan aktif dalam pengendalian OPT secara alami pada lahan padi sawah. Peran musuh alami seperti predator dan parasitoid diketahui dapat memberikan dampak positif berupa terkendalinya perkembangan serangga hama padi hingga tidak mempengaruhi produktifitas padi yang dihasilkan selama budidaya padi oleh petani. Grafik 16 dan 17 berikut secara umum menunjukkan bahwa rerata populasi dan intensitas serangan OPT padi yang meningkat selama pertanaman padi, akan diikuti peningkatan populasi musuh alami berupa predator (laba-laba; Micraspis; Phaedorus dan Ophionea) dengan persamaan regresi Y = 0,11 X + 1,52 dengan nilai R 2 = 58%. 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 R² = 0,8787 3,50 3,00 2,50 2,00 4,00 1,50 3,00 2,00 1,00 1,00 0,50 R² = 0, Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Sub 1 Gambar 16. Serangan OPT Populasi musuh alami Rerata intensitas/populasi serangan OPT padi dan populasi musuh alami pada areal pertanaman padi lokasi kegiatan PPHT. 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - y = 0,1132x + 1,5238 R² = 0,5842-2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Serangan OPT Gambar 17. Analisis regresi linier antara tingkat serangan OPT padi (X) dan populasi musuh alami (Y) pada areal pertanaman padi lokasi kegiatan PPHT.

37 27 Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut (Gambar 17), rencana tindak lanjut penerapan PHT skala luas tanaman padi yang perlu dilaksanakan untuk musim berikutnya, antara lain (1) pemanfaatan pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebelum tanam padi untuk mengurangi penggunaan pupuk sintetik dalam budidaya tanaman padi; (2) pemberdayaan musuh alami serangga secara kontinyu seperti parasitoid Anagrus untuk mengendalikan hama wereng batang coklat dan Trichogramma untuk mengendalikan hama penggerek batang dengan pengembangan tanaman refugia seperti bunga matahari dan kenikir di sekeliling sawah sebagai penyedia nektar untuk parasitoid dan (3) pemberdayaan predator seperti laba-laba, Micraspis, Ophionea dan Phaedorus yang diketahui mampu mengendalikan perkembangan serangga hama padi secara alami di areal sawah serta (4) penggunaan benih varietas padi bersertifikat yang tahan terhadap organisme pengganggu tanaman dengan penerapan pola tanam jajar legowo yang tepat spesifik lokasi. G. Pembahasan Hasil panen padi yang diperoleh selama kegiatan PPHT 2017 di Desa Tipar Kidul menunjukkan bahwa penanaman varietas Mekongga menunjukkan hasil yang mencapai kisaran 7,75 ton/ha (dengan rata-rata panen dikurangi 10% luasan bedengan terdapat kisaran 6,975 ton/ha) seperti terlihat pada Gambar 18. Jika dibandingkan dengan rata-rata produksi padi tahun sebelumnya yang mencapai kisaran 6,52 ton/ha dengan rata-rata aplikasi pestisida kimia pada tahun sebelumnya mencapai 4 (empat) kali per musim di lokasi kegiatan dan rata-rata 4 (empat) kali di lokasi lain, maka peningkatan produksi padi dapat mencapai kisaran 10% setelah Penerapan PHT skala luas. Meskipun peningkatan produksi padi tidak terlalu besar, namun jumlah aplikasi pestisida selama kegiatan sangat berkurang jika dibandingkan dengan musim sebelumnya, sehingga persentase pendapatan petani menjadi meningkat. Selain itu, faktor utama penyebab peningkatan produksi padi jika dibandingkan tahun sebelumnya adalah adanya penurunan intensitas serangan OPT, khususnya penggerek batang padi, wereng batang coklat, penyakit blas dan penyakit kresek yang menjadi OPT utama padi di Desa Tipar Kidul. Lebih lanjut dinyatakan oleh IRRI (2000), bahwa pengaruh serangan hama dan penyakit tanaman padi terhadap produksi beras secara global mencapai 37%

38 Produksi padi per Ha 28 yang menunjukkan bahwa resiko kehilangan hasil panen padi pada daerah-daerah yang selalu terdapat serangan OPT mampu merugikan petani secara total khususnya untuk jenis serangan OPT yang bersifat mutlak seperti hama penggerek batang padi dan tikus. Pengaruh serangan OPT padi berdasarkan analisis regresi antara rerata intensitas/populasi hama dan penyakit padi yang terjadi selama kegiatan (X) dengan rerata produksi padi ubinan seluas 2,5 x 2,5 m 2 (Y) menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas serangan OPT dapat menurunkan produksi padi secara umum dengan persamaan Y = -0,41 X + 6,01 dengan nilai R 2 mencapai 55%, seperti terlihat pada Gambar 19. Namun kecenderungan penurunan produksi padi akibat serangan OPT tersebut dapat dikendalikan dengan penerapan pengendalian yang ramah lingkungan seperti pemanfaatan plant growth promoting rhizobacter (PGPR) dan Phaenibacillus polimyxa secara berkala untuk mencegah penyakit blas dan kresek kemudian pemanfaatan tanaman refugia seperti bunga kenikir (Cosmos caudatus) dan bunga pukul delapan (Turnera sp.) yang dapat mensuplai nektar untuk perkembangan serangga berguna seperti parasitoid Anagrus dan Trichogramma Mekongga Varietas Padi Mekongga Gambar 18. Grafik rata-rata produksi padi yang ditanam pada areal kegiatan PPHT. Wirastuti (2016) menyatakan bahwa bunga kenikir memiliki kemampuan menyediakan nektar sebagai nutrisi utama parasitoid serta senyawa alami lain seperti saponin, flavonoid dan polifenol yang bersifat repelent beberapa serangga dan juga senyawa antioksidan penghambat perkembangan mikroba. Lebih lanjut

39 Produksi padi 29 SALCRA (2012) juga menyatakan bahwa selain kenikir, jenis tanaman refugia lain yang dianggap cukup efektif dalam menjaga keberadaan parasitoid Anagrus dan Trichogramma adalah bunga pukul delapan. 5,05 5,00 4,95 4,90 4,85 4,80 4,75 y = -0,4056x + 6,0075 R² = 0,5522 4,70 2,60 2,70 2,80 2,90 3,00 3,10 3,20 Rerata serangan OPT Gambar 19. Analisis regresi linier antara rerata serangan OPT (X) dan rerata produksi padi (Y) pada areal kegiatan PPHT. Analisis usaha tani per hektar (Lampran 3) dari nilai rata-rata ubinan berdasarkan penerapan pola PHT dan musim sebelumnya yang masih konvensional menunjukkan adanya peningkatan nilai B/C (keuntungan : biaya produksi) mencapai 21,9 % yang mengindikasikan bahwa penerapan pola PHT skala luas dapat meningkatkan pendapatan petani padi yang disertai dengan peningkatan kualitas produk berupa bulir beras yang aman dikonsumsi dengan adanya penurunan volume aplikasi pestisida kimia sebagai pengendali OPT jika dibandingkan dengan musim sebelumnya.

40 30 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kegiatan Penerapan PHT Skala Luas Padi dilaksanakan dengan penanaman varietas Mekongga seluas 25 ha sebagai bentuk pengamanan produksi padi dengan memberdayakan petani alumni SLPHT ataupun belum, dari Kelompok Sri Waluyo mulai April September 2017 di Desa Tipar Kidul, Kec Ajibarang, Kab Banyumas. 2. Kegiatan Penerapan PHT padi memiliki konsep: 1) penerapan pola tanam padi serempak dan antisipasi OPT padi secara dini sebelum tanam dan setelah tanam dengan pengamatan rutin, 2) pengembangan tanaman refugia di sekitar areal sawah, 3) penerapan tanam jajar legowo dan 4) pemberdayaan hasil alam yang bersifat spesifik lokasi seperti pengembangan pupuk kandang dari kotoran hewan sebagai pupuk dasar sebelum tanam padi dan 4) pengembangan musuh alami dan bahan nabati sebagai pengendali OPT padi secara dini. 3. Jenis OPT padi yang perlu diantisipasi di Kec Ajibarang, khususnya di Desa Tipar Kidul adalah hama penggerek batang, wereng batang coklat dan penyakit blas dan kresek yang selama beberapa musim terakhir dianggap sangat merugikan petani, dengan rata-rata aplikasi pestisida kimia mencapai 4 kali per musim. 4. Selama kegiatan, jenis OPT padi yang muncul adalah hama intensitas penggerek batang, hama putih/palsu, penyakit blas dan kresek serta populasi wereng coklat dan walang sangit yang dianggap tidak merugikan. 5. Musuh alami yang terdeteksi selama kegiatan adalah predator berupa labalaba, Micraspis (Coccinelide), Phaedorus dan Ophionea dengan rata-rata peningkatan yang sejalan meningkatnya intensitas/populasi OPT padi dengan persamaan regresi Y = 0,11 X + 1,52 (R 2 =58%). 6. Hasil panen padi program PPHT varietas IR 64 mencapai 6,975 ton/ha dan menunjukkan peningkatan sebesar 10 % dari rata-rata produksi tahun sebelumnya yang mencapai kisaran 6,52 ton/ha yang disebabkan adanya serangan OPT utama padi, khususnya wereng batang coklat, penyakit blas dan kresek.

41 31 7. Analisis regresi antara rerata intensitas/populasi hama dan penyakit padi yang terjadi selama kegiatan (X) dengan rerata produksi padi ubinan seluas 2,5 x 2,5 m 2 (Y) menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas serangan OPT dapat menurunkan produksi padi secara umum dengan persamaan Y = -0,41 X + 6,01 dengan nilai R 2 mencapai 55%, namun terlihat tidak menimbulkan kerugian yang berarti pada hasil panen padi PPHT skala luas. 8. Penerapan PHT pada budidaya tanaman padi skala luas di Desa Banjarsari Kidul menunjukkan adanya peningkatan pendapatan petani sebesar 21,9% berdasarkan nilai B/C (keuntungan : biaya produksi) dari pola tanam sebelumnya dan peningkatan kualitas beras yang dibudidayakan tanpa aplikasi pestisida kimia sebagai pengendali OPT padi. Saran Dengan adanya program pembinaan para petani padi melalui Penerapan PHT Skala Luas diharapkan terdapat peningkatan kemampuan dan pemahaman petani padi akan arti pentingnya budidaya tanaman sehat dengan produk yang aman dikonsumsi. Informasi yang diperoleh petani peserta selama kegiatan PPHT Skala Luas Padi diharapkan dapat diinformasikan kepada petani lain secara mandiri agar dapat merubah perilaku petani-petani lain dalam penerapan PHT secara berkelanjutan di waktu mendatang.

42 32 DAFTAR PUSTAKA Atmadja WR dan Arifin K Parasitasi Anagrus sp., Gonatocerus spp. terhadap beberapa jenis serangga inang pada pertanaman padi. Di dalam: Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Bogor (Bogor, Februari 1990). pp Bogor: Balitan. Abdilah N.A Keanekaragaman dan Biologi Reproduksi Parasitoid Telur Wereng Coklat Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae). Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor (Tesis). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Pedoman Teknis: Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) Skala Luas. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. IRRI How To Manage Pest and Disease. Rice Knowledgebank of IRRI. (37%) Oka, Ida Nyoman Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. SALCRA Pest and Disease Control. Sarawak Land Consolidation and Rehabilitation Authority. Sarawak website: sustainable-plantation/pest-diseases-control.html Smith, R.F Distory and Complexity of Integrated Pest Management. In: Pest Control Strategis. S.H. Smith and D. Pimentel (Ed.). Acad. Press. New York. Smith, R.F and J.L. Apple Principles of Integrated Pest Control. IRRI Mimeograph. Untung, K Pengantar Analisis Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta. Untung, K Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Wirastuti. H.A Kemampuan Efektivitas Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus K) Dibandingkan Dengan Soffell Aroma Kulit Jeruk Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VII Nomor 2, April Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

43 33 Lampiran 1. Daftar peserta PPHT Padi Skala Luas 2017 Kelompok Tani : SRI WALUYO Ketua : SUWARNO Desa : TIPAR KIDUL Luasan : 25,10 Kecamatan : AJIBARANG Kabupaten : BANYUMAS No NAMA L/P Umur Pendidikan Luasan Status Garapan 1 Suwarno 42 SLTP 1,85 Sewa 2 Sarkam 47 SLTP 0,98 Sewa 3 Rustam PS 48 SLTA 0,72 Sewa 4 Dali Nurcholis 43 SLTP 1,79 Sewa 5 Jaswadi 62 SLTA 0,54 Milik 6 Aslim 47 SD 3,12 Sewa 7 Darmo 56 SD 1,02 Sewa 8 Sochil 52 SD 0,88 Milik 9 Nudiyanto 47 SLTP 0,43 Milik 10 Rochim 43 SLTA 1,28 Sewa 11 Dikin 50 SD 1,02 Sewa 12 Wahab 48 SLTP 0,84 Sewa 13 Turas 53 SLTP 0,26 Sewa 14 Kuswanto 51 SLTP 1,05 Sewa 15 Jarwoto 49 SLTP 0,26 Sewa 16 Sikin 51 SLTP 0,72 Milik 17 Pangat 50 SLTP 1,53 Milik 18 Dakir 48 SLTP 0,72 Milik 19 Sudiman 47 SD 0,54 Milik 20 Wiyatno 43 SLTA 1,10 Sewa 21 Dulkasan 54 SLTP 1,17 Sewa 22 Sutirah 46 SLTP 1,79 Sewa 23 Kusyati 48 SLTA 0,51 Milik 24 Catam 37 SLTA 0,61 Milik 25 Novi M. 29 SLTA 0,40 Milik Luasan : 25,10 POPT/PHP : PPL : Petani pendamping : 1. Petani pendamping : 2. Petani pendamping : 3. Petani pendamping : 4. Petani pendamping : 5. KUSRIYADI RIBUT Imam Solihin Dul Karmin Samsudin Qonaah Umiyati

44 34 Lampiran 2. Jadwal pelaksanaan kegiatan PPHT Skala Luas Padi 2017 Lokasi (Desa, Kec, Kab) Kel Tani Petugas Persiapan Perenc I JADWAL RENCANA PERTEMUAN (Tgl/Bulan) Tahun 2017 Perenc II Perenc III Eval I Eval II Eval III Eval IV PASCA TANAM Kalijaran Sida Mulya Munasir 18-Apr 04-Mei 08-Mei 12-Mei 22-Mei 19-Jun 24-Jul 04-Sep 05-Sep 13-Sep Karanganyar Waryo Purbalingga RTL/ PANEN Gentawangi Sari Mukti Nardi 26-Apr 02-Mei 05-Mei 10-Mei 16-Mei 13-Jun 18-Jul 29-Agu 30-Agu 06-Sep Jatilawang Aji Sasongko Banyumas Tepar Kidul Sri Waluyo Kusriyadi 20-Apr 02-Mei 05-Mei 12-Mei 17-Mei 14-Jun 19-Jul 30-Agu 31-Agu 07-Sep Ajibarang Ribut Banyumas Kalisabuk Tirta Wungu 2 Ratin 13-Apr 04-Mei 09-Mei 15-Mei 18-Mei 15-Jun 20-Jul 31-Agu 04-Sep 11-Sep Kesugihan H. Nurokhim, SP Cilacap Pasuruhan Sri Handayani Slamet Riyadi 25-Apr 03-Mei 08-Mei 12-Mei 15-Mei 12-Jun 17-Jul 28-Agu 29-Agu 05-Sep Binangun Joko Yuwono Cilacap Pengamatan rutin EVALUASI dilaksanakan oleh para petani pengamat, POPT/PHP dan PPL selama 12 kali mulai awal tanam padi sampai dengan panen.

45 35 Lampiran 3. Analisis Usaha Tani Kegiatan : Penerapan PHT Padi Skala Luas 2017 Lokasi : Desa Tipar Kidul, Ajibarang, Banyumas. ANALISIS USAHA TANI BUDIDAYA TANAMAN PADI No. Sarana prasarana SEBELUM PPHT SETELAH PPHT A. BAHAN 1 Benih padi 30 kg Rp Rp kg Rp Rp Pupuk kandang kg Rp Rp Pupuk Petroganik 500 kg Rp. 200 Rp kg Rp. 200 Rp Pupuk urea 100 kg Rp Rp kg Rp Rp Pupuk SP kg Rp Rp kg Rp Rp Pupuk Ponska 100 kg Rp Rp kg Rp Rp Benih tanaman refugia 25 kg Rp Rp Pestisida a. Insektisida 10 Lt Rp Rp b. Fungisida 10 Lt Rp Rp c. PGPR 15 Lt Rp Rp d. Bakteri Corine 15 Lt Rp Rp B. TENAGA KERJA 1 Pengolahan tanah 20 OH Rp Rp OH Rp Rp Cabut dan tanam benih padi 20 OH Rp Rp OH Rp Rp Penyiangan dan pemupukan ke-1 20 OH Rp Rp OH Rp Rp Penyiangan dan pemupukan ke-2 20 OH Rp Rp OH Rp Rp Penyiangan dan pemupukan ke-3 6 Aplikasi pestisida a. Insektisida 4 OH Rp Rp b. Fungisida 4 OH Rp Rp c. PGPR 4 OH Rp Rp d. Bakteri Corine 4 OH Rp Rp Panen dan pasca panen 10 OH Rp Rp OH Rp Rp Pengeringan gabah 10 OH Rp Rp OH Rp Rp Total biaya poduksi padi : C. ANALISIS USAHA TANI 1 Panen padi rerata GKP : Ton per Ha 6,52 6,98 2 Harga beras GKG : per Kg Penerimaan Keuntungan R/C Ratio (Penerimaan/Biaya) 6 B/C Ratio (Keuntungan/Biaya) 8 Peningkatan B/C Ratio (%) 4,03 4,69 3,03 3,69 21,92%

46 36 DOKUMENTASI KEGIATAN PPHT PADI 2017 PPHT PADI DESA TIPAR KIDUL KEC. AJIBARANG KAB. BANYUMAS

47 37 Koordinasi persiapan kegiatan PPHT Padi bersama aparat terkait Areal lahan kegiatan PPHT Padi Laporan Akhir Kegiatan Pangan APBN 2016 Lab PHP Banyumas : PPHT Padi Skala Luas Desa Banjarsari Kidul, Sokaraja, Banyumas

48 38 Pemetaan wilayah dan potensi masalah dengan tema: pengendalian OPT secara dini berupa gerakan pengendalian sarang hama tikus Pemeliharaan dan perbanyakan tanaman refugia secara mandiri Laporan Akhir Kegiatan Pangan APBN 2016 Lab PHP Banyumas : PPHT Padi Skala Luas Desa Banjarsari Kidul, Sokaraja, Banyumas

49 39 Pola tanam jajar logowo Pola tanam padi yang berdampingan dengan tanaman refugia Laporan Akhir Kegiatan Pangan APBN 2016 Lab PHP Banyumas : PPHT Padi Skala Luas Desa Banjarsari Kidul, Sokaraja, Banyumas

50 40 Praktek pembuatan PGPR oleh petani Pengamatan organisme pada areal padi secara rutin dengan pengendalian OPT sedini mungkin menggunakan bahan nabati Laporan Akhir Kegiatan Pangan APBN 2016 Lab PHP Banyumas : PPHT Padi Skala Luas Desa Banjarsari Kidul, Sokaraja, Banyumas

51 41 Praktek pembuatan bahan nabati dan agens hayati sebagai bagian peningkatan produksi dan ketahanan tanaman padi pada areal lahan PPHT padi Rencana Tindak Lanjut kegiatan PPHT Padi pada musim berikutnya. Laporan Akhir Kegiatan Pangan APBN 2016 Lab PHP Banyumas : PPHT Padi Skala Luas Desa Banjarsari Kidul, Sokaraja, Banyumas

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN KEDELAI TAHUN 2018

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN KEDELAI TAHUN 2018 PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN KEDELAI TAHUN 2018 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 i KATA

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM SEREALIA

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM SEREALIA i PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM SEREALIA DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 ii PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hama Terpadu Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti

Lebih terperinci

BALAI PROTEKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH

BALAI PROTEKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH PERAN UPTD PROTEKSI DALAM MENDUKUNG KEGIATAN UPSUS TP DAN PENINGKATAN KUALITAS DATA SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN TAHUN 2015 *) BALAI PROTEKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH *) Disampaikan pada : Pertemuan

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam budidaya tanaman perkebunan, perlindungan tanaman merupakan kegiatan yang penting, karena menjadi jaminan (assurance) bagi terkendalinya

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh: Edi Suwardiwijaya Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. Raya Kaliasin. Tromol

Lebih terperinci

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu an (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang Coklat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan 5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 KATA PENGANTAR Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN LATAR BELAKANG Kementerian Pertanian telah menetapkan Rencana Strategis tahun 2015 2019 melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 19/Permentan/HK.140/4/2015.

Lebih terperinci

EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH

EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH Amran Muis, Lintje Hutahaean, dan Syamsul Bakhri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pertanian yang berkelanjutan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI Teknik/cara pengendalian yang dapat digunakan dalam pengelolaan banyak ragamnya. Ada beberapa cara yang dipadukan dalam suatu koordinasi

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KEGIATAN SOSIALISASI DESA PHT DAN PELAKSANAAN SL PHT TAHUN. 2009/2010

LAPORAN AKHIR KEGIATAN SOSIALISASI DESA PHT DAN PELAKSANAAN SL PHT TAHUN. 2009/2010 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KEGIATAN SOSIALISASI DESA PHT DAN PELAKSANAAN SL PHT TAHUN. 2009/2010 BPP KECAMATAN CIJATI KABUPATEN CIANJUR Diserahkan kepada : DINAS PERTANIAN KABUPATEN CIANJUR Cijati,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. GAMBARAN UMUM SL PHT

I. GAMBARAN UMUM SL PHT HASIL MONITORING PUG PADA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2012 SL PHT PADA KELOMPOK TANI BUNGA MEKAR KABUPATEN BANDUNG BARAT DAN KELOMPOK TANI PASIR KELIKI KABUPATEN SUMEDANG I. GAMBARAN UMUM SL

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN.  [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Euis Dasipah Dosen Kopertis Wilayah IV Dpk Universitas Winaya Mukti Bandung Abstract Disadvantage because an attack of plant

Lebih terperinci

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha)

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha) 1 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI DI DESA METUK, KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI Paramesti Maris, Sapja Anantanyu, Suprapto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 Kementerian negara/lembaga : Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Perkebunan Program :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

KATA PENGANTAR. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan mempunyai tugas mengamankan produksi dari gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) sehingga produksi tercapai

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN 2018 PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) SEREALIA

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) SEREALIA PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) SEREALIA DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 Petunjuk Teknis Gerakan

Lebih terperinci

Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras

Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras Kasumbogo Untung dan Y. Andi Trisyono Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta 55281 Rangkuman Eksekutif Indonesia pertama kali

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia

Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Muda (BBPPTP Surabaya)

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PHT SKALA LUAS SEREALIA

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PHT SKALA LUAS SEREALIA PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PHT SKALA LUAS SEREALIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 UCAPAN TERIMA KASIH Petunjuk Teknis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan dan pembangunan nasional. Selain sebagai penyumbang devisa negara, sektor ini juga

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

IPTEKS BAGI MASYARAKAT KELOMPOK TANI PRODUKSI PESTISIDA NABATI KARANGMELOK, KECAMATAN TAMANAN, BONDOWOSO

IPTEKS BAGI MASYARAKAT KELOMPOK TANI PRODUKSI PESTISIDA NABATI KARANGMELOK, KECAMATAN TAMANAN, BONDOWOSO IPTEKS BAGI MASYARAKAT KELOMPOK TANI PRODUKSI PESTISIDA NABATI KARANGMELOK, KECAMATAN TAMANAN, BONDOWOSO Hariyono Rakhmad 1) dan Triono Bambang Irawan 2) 1)Jurusan Teknologi Informasi, 2) Jurusan Produksi

Lebih terperinci

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH Oleh : Drh. Saiful Helmy Pendahuluan Dalam rangka mendukung Upaya Khusus Pajale Babe yang digalakkan pemerintah Jokowi, berbagai usaha dilakukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT:

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT: Cultural Control Dr. Akhmad Rizali Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya Mengubah paradigma pengendalian OPT: Dari: mengendalikan setelah terjadi serangan OPT, Menjadi: merencanakan agroekosistem sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial TINJAUAN PUSTAKA Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Pada umumnya usahatani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN KARANTINA PERTANIAN Suatu lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mencegahmasukdan tersebarnyahama & penyakit pertanian (tumbuhan, hewan, ikan) dari

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan nasional. Dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB pada tahun 2002, sektor ini menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen

Lebih terperinci