UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IRIANTHI PANUT S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker IRIANTHI PANUT S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3

4 KATA PENGANTAR Segala puji kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, serta menyusun laporan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA ini, khususnya kepada: 1. Ibu Dra. Niken Magdalena, Apt., M.Pharm. selaku pembimbing dari RSUP Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini. 2. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta penyusunan laporan ini. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Bapak Ahmad Subhan, S.Si., M.Si., Apt. Selaku Ketua Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan laporan. 6. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat serta membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker Fakultas Farmasi. 8. Keluarga terkasih, Papa, Mama, Mba Anti, Mba Irma, dan Opi, yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis dalam menjalani setiap langkah dalam perjalanan menuju kesuksesan. 9. Sahabat-sahabat terbaik, Yusdam, Ima, Septi, Agye, Oci, Kak Ika, Wiwi dan Ica yang selalu menemani, khususnya sebagai penyemangat dalam menjalani perkuliahan, dan iv

5 10. Rekan-rekan Apoteker UI angkatan LXXVI. Penulis menyadari dalam menyusun laporan PKPA ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan laporan PKPA ini mnejadi lebih baik lagi ke depannya. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan keberkahan, serta laporan PKPA ini dapat membawa manfaat bagi pembaca. Penulis 2013 v

6

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... i HALAMAN PENGESAHAN..... iii KATA PENGANTAR..... iv DAFTAR ISI..... vi DAFTAR LAMPIRAN..... vii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Definisi Rumah Sakit Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati Visi dan Misi RSUP Fatmawati Motto dan Falsafah RSUP Fatmawati Nilai dan Tujuan RSUP Fatmawati TINJAUAN KHUSUS Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Satuan Farmasi Fungsional Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati PEMBAHASAN Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Satuan Farmasi dan Fungsional Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran 11. Alur pelayanan resep di Depo ASKES Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes Cito Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Bedah Prima Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat Lampiran 21. Alur pengkajian resep vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal merencanakan, mangatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Daris, 2010). Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, rumah sakit juga dapat dipergunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Siregar, 2004). Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari adanya peran apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan, ketrampilan, dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki hak dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker menjadi hal penting guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). 1

10 2 Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian di bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta. RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang berupaya memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh disiplin ilmu. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut: a. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Satuan Farmasi Fungsional (SFF) c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam Tim Farmasi dan Terapi (TFT).

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain berdasarkan jenis pelayanan dan kepemilikan atau pengelolaannya Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. 1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. 3

12 4 Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri atas : a. Rumah Sakit Umum kelas A Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis. b. Rumah Sakit Umum kelas B Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain, dan 2 (dua) subspesialis dasar. c. Rumah Sakit Umum kelas C Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. d. Rumah Sakit Umum kelas D Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar. 2. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas : a. Rumah Sakit Khusus kelas A Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. b. Rumah Sakit Khusus kelas B Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

13 5 spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. c. Rumah Sakit Khusus kelas C Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal Berdasarkan pengelolaan Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. 1. Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat. 2. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. 2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Rumah Sakit Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno sebagai rumah sakit yang mengkhususkan penderita TBC Anak dan rehabilitasinya. Pada tanggal 15 April 1961, penyelenggaraan dan pembiayaan Rumah Sakit Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Fatmawati. Tahun 1984 RS Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan. Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai unit swadana pada tahun Tahun 1994 ditetapkan menjadi unit swadana tanpa syarat, dan tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997,

14 6 rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Selanjutnya, pada tahun 2000, Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001:2008 dan OHSAS 18001:2007. Pada tahun 2013, RSUP Fatmawati sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI (Joint Commission International). 2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati Tugas Pokok RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggaran upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian Fungsi RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan: 1. Pelayanan medis 2. Pelayanan penunjang medis dan non medis

15 7 3. Pelayanan dan asuhan keperawatan 4. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit 5. Pelayanan rujukan 6. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan 7. Penelitian dan pengembangan 8. Administrasi umum dan keuangan 2.6 Visi dan Misi RSUP Fatmawati Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan, paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja rumah sakit umum pusat fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan: 1. terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap. 2. paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas. 3. terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah-kaidah IPTEK terkini. 4. menjangkau seluruh lapisan masyarakat. 5. berorientasi kepada para pelanggan. Sedangkan misi dari RSUP Fatmawati adalah: 1. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis. 2. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. 3. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. 4. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. 5. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya manusia.

16 8 2.7 Motto dan Falsafah RSUP Fatmawati Motto RSUP Fatmawati adalah Percayakan Pada Kami. Sedangkan falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah: 1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan 3. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama 4. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan 5. kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan 2.8 Nilai dan Tujuan RSUP Fatmawati Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional, komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas. 1. Jujur Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas. 2. Professional Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap, dan peka budaya). 3. Komunikatif Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif. 4. Ikhlas Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. 5. Peduli Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Tujuan RSUP Fatmawati adalah: 1. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety) 2. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. 3. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.

17 9 4. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. 5. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit.

18 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Instalasi Farmasi IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturanperaturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi Bagan Organisasi Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Contoh struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi rumah sakit Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan 10

19 11 obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain: 1. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit 2. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri 3. Tim penanggulangan AIDS 4. Tim transplantasi 5. Tim PKMRS, dan lain-lain Analisa Kebutuhan Tenaga Jenis Ketenagaan 1. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, Sarjana Farmasi, dan Asisten Apoteker (AMF, SMF) 2. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi 3. Pembantu pelaksana Beban Kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: 1. Kapasitas tempat tidur dan BOR 2. Jumlah resep atau formulir per hari 3. Volume perbekalan farmasi 4. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian)

20 Jenis Pelayanan 1. Pelayaan IGD (Instalasi Gawat Darurat) 2. Pelayanan rawat inap intensif 3. Pelayanan rawat inap 4. Pelayanan rawat jalan 5. Penyimpanan dan pendistribusian 6. Produksi obat Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan Pemilihan Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

21 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan/droping/hibah Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

22 14 b. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotik Rumah Sakit. c. Pendistribusian Perbekalan Farmasi di Luar Jam Kerja Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: a. Apotik rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yag dilakukan antara lain: 1. Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap mauoun rawat jalan. 2. Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. 3. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak

23 15 diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. 4. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. 5. Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. 6. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. 7. Ronde/Visite Ronde/visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. 8. Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. 3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satusatunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan membawahi satu orang Wakil Kepala Instalasi serta 15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu: 1. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3) 2. Penyelia Depo Askes

24 16 3. Penyelia Depo IGD dan IRI 4. Penyelia Depo IBS 5. Penyelia Depo Teratai IRNA A 6. Penyelia Depo Teratai IRNA B 7. Penyelia Depo Griya Husada 8. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto 9. Penyelia Gudang Farmasi 10. Penyelia Produksi Farmasi 11. Penyelia Sistem Informasi 12. Penyelia Distribusi dan Penerimaan 13. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi 14. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan 15. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. Kepala Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah: a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian di RSUP Fatmawati. e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat. f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi kefarmasian.

25 17 Fungsi Instalasi Farmasi adalah: a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati dengan pihak-pihak tekait. b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati Visi Instalasi Farmasi Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah Terdepan, Paripurna, Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia Misi Instalasi Farmasi Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: 1. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. 2. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati. 3. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan efisien. 4. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medis Falsafah Instalasi Farmasi Pelayanan Farmasi merupakan kesatuan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dalam kelancaran penyediaan perbekalan farmasi dan pelayanannya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien, bermutu, tepat, aman,

26 18 cepat dan terjangkau serta selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Tujuan Instalasi Farmasi Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: 1. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang professional dan bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit. 2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. 3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. 4. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi. 5. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit, masyarakat, serta lingkungan. 6. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan pelatihan. 7. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi pelayanan. 8. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi Nilai-nilai Instalasi Farmasi Nilai-nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: 1. Profesional 2. Benar dan aman (safety) 3. Penuh tanggung jawab 4. Jujur 5. Ramah dan peduli (care)

27 Ruang Lingkup Kegiatan Gudang Farmasi Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati ialah sebagai berikut: 1. Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia, dengan menggunakan dasar-dasar perencanaan dan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan dalam perencanaan melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi, sumbangan/dropping/hibah. Gudang farmasi RSUP Fatmawati memiliki 4 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia sistem informasi farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan, dan penyelia perencanaan perbekalan farmasi. Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Pembuatan perencanaan kebutuhan bulanan menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi. Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan dan distribusi gudang farmasi. Data penerimaan pada sistem akan diolah, kemudian dikombinasi dengan analisa penjualan depo-depo untuk penentuan jumlah kebutuhan bulan berikutnya. Penyelia gudang dan penyelia depo melakukan cross check sehingga harus ada komunikasi di antara keduanya. Bila terdapat peningkatan kebutuhan, maka dibuat perencanaan tambahan. Proses penyusunan perencanaan dilakukan setiap bulan untuk kebutuhan regular (obat formularium). Selain itu, disusun juga perencanaan untuk kebutuhan 3 bulan (obat generik, obat dalam DPHO), dan kebutuhan 6 bulan (PKD). Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk dimintakan persetujuannya dan ditandatangani. Perencanaan kebutuhan kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke

28 20 Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaranuntuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur perencanaan dan perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Obat cito dapat diadakan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja, menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP Fatmawati sesuai dengan data perencanaan, diterima oleh Tim Penerima Barang. Serah terima perbekalan farmasi dilaksanakan dari Tim Penerima Barang ke petugas gudang farmasi dan dilakukan input data di Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), kemudian dilaksanakan proses penyimpanan di gudang farmasi. 2. Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan merupakan suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai dengan Surat Pesanan (SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP), baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah,

29 21 jangka waktu kadarluarsa yang mencukupi dan waktu kedatangan. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP, tender, konsinyasi atau sumbangan. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut (Lampiran 5): a. Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/rekanan/rumah sakit/apotik/donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik, dan selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medis untuk obat/alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat/alkes yang dibeli di apotik luar atau rumah sakit lain atau dari distributor karena pemesanan mendadak (cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medis. b. Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan: - faktur perbekalan farmasi; - kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP/SPK; - kondisi perbekalan farmasi; - jumlah perbekalan farmasi; - tanggal daluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan persetujuan user; - Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya, bila diperlukan atau perbekalan farmasi dicurigai. c. Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang. d. Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi. e. Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang, dan Kepala Instalasi Farmasi.

30 22 f. Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi. 3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan proses kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari kehilangan serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi ialah: a. Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan. b. Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan. c. Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi pencatatan persediaan perbekalan farmasi. d. Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi. Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi ialah: 1. Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Pengelompokannya yaitu: - Sediaan cairan infus dan nutrisi parenteral - Alat kesehatan - Gas medis - Sediaan/bahan yang mudah terbakar - Narkotika dan psikotropika - High alert medication - Emergency - Investigasi - Sampel penelitian - Recall atau rusak

31 23 b. Penempatan perbekalan farmasi - Penempatan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi, atau - FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu daluwarsa. Metode FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kedaluwarsa lebih lama. - Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal daluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak mencantumkan tanggal daluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FIFO. - Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker LASA. - Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah - Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas. - Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban. c. Suhu selama penyimpanan - Penyimpanan pada suhu kamar (25 o C) untuk obat-obat, cairan infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medis. - Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2-8 o C untuk obat-obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang

32 24 membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada kartu monitor suhu. - Sediaan vaksin membutuhkan pharmaceutical refrigerator khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati. d. Kelembaban Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65%- 98%. e. Cahaya matahari Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. f. Sirkulasi udara Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. g. Resiko kebakaran Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). h. Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya. i. Pengaturan tata ruang gudang dengan memperhatikan kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi. j. Pengawasan dan pemantauan tempat dan fasilitas penyimpanan untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada. 2. Pelaksanaan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat penyimpanan secara aman oleh petugas farmasi. 3. Pelaksanaan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS) oleh petugas farmasi. 4. Pembuatan laporan mutasi atau distribusi perbekalan farmasi oleh petugas farmasi.

33 25 Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika: 1. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT. Kimia Farma. 2. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/dokumentasi dengan ketentuan: a. Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. b. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. c. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. d. Dilengkapi dengan kartu stok. 3. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut: a. Menurut bentuk sediaan dan jenisnya. b. Menurut suhu dan kestabilan sediaan: - Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2-8 o C - Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu o C c. Menurut sifatnya mudah/tidak terbakar d. Menurut ketahanan terhadap cahaya/tidak 4. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out). 5. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf A dan seterusnya. 6. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil. 7. Pemantauan selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok narkotik dan psikotropik setiap hari.

34 26 Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert: 1. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Pusat dari distributor melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati. 2. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan. 3. Pemberian penanda khusus (stiker) obat high alert golongan elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Pusat dilakukan pada kardus terluar obat high alert. 4. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Pusat dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang sebagai penambahan jumlah. 5. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. 6. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara: a. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu antara 2-8 o C, maka disimpan dalam lemari pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali. b. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan, yaitu 25 o C, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda khusus. c. Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. 2. Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem dan permintaan dari ruangan secara manual atau menggunakan formulir. Setiap pagi petugas gudang mengecek sistem dan akan menilai secara keseluruhan pembagian stok ke depo-depo agar manajemen persediaan di gudang tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh

35 27 petugas gudang, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi. Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan penginputan ke sistem dan di-print out. Setelah itu, petugas gudang mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang akan terpotong bila telah diverifikasi. Alur distribusi perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran Pelaporan Perbekalan Farmasi Pelaporan perbekalan farmasi gudang farmasi, antara lain: a. Buku induk penerimaan barang b. Rekapitulasi penerimaan barang c. Rekapitulasi pengeluaran barang gudang farmasi d. Rekapitulasi pengeluaran harian gudang farmasi e. Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis f. Laporan stok opname setiap satu bulan g. Laporan persediaan floor stock setiap tiga bulan h. Laporan narkotika i. Laporan barang sumbangan 4. Prosedur Retur Perbekalan Farmasi Retur perbekalan farmasi merupakan proses pengembalian perbekalan farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kedaluwarsa, dan penarikan produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan farmasi ialah sebagai berikut: a. Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang farmasi, depo farmasi, instalasi rawat inap perbekalan farmasi floor stock. b. Pelaksanaan item pengecekan untuk mengetahui perbekalan farmasi yang rusak, kedaluwarsa, dan recall.

36 28 c. Pencatatan perbekalan farmasi yang diketahui rusak, mendekati tanggal daluwarsa atau recall. Pencatatan dilakukan dengan mencatat nama produk, nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal daluwarsa, jumlah sediaan. d. Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi yang rusak, kedaluwarsa, atau recall dari seluruh depo farmasi dan floor stock rawat inap ke gudang farmasi. e. Pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk yang: - Rusak dan tidak dapat digunakan - Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kedaluwarsa - Recall berdasarkan surat edaran dari pabrik pembuat produk, Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) berdasarkan hasil audit investigasi. f. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai g. Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat pesanan, dan berita acara serah terima. h. Pemusnahan perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal daluwarsa dan tidak dapat diretur ke distributor, yang akan dimusnahkan secara bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang. i. Pembuatan laporan hasil oleh wakil kepala perbekalan farmasi untuk disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi. j. Penyampaian laporan ke Direksi Tata Usaha Farmasi Kegiatan administrasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilaksanakan di Tata Usaha Farmasi. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Tata cara persuratan yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mencakup pencatatan surat masuk dan surat

37 29 keluar. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan: a. Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan barang floorstock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat/alkes depo farmasi ke gudang untuk pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi. b. Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi oleh Wakil Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan laporan pemakaian obat narkotika dan laporan pemakaian obat psikotropika. c. Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo-depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan pemantauan penulisan resep obat generik. d. Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi. e. Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah R/ depo farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo-depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi. f. Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.

38 30 2. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan a. Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, laporan kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan. b. Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Wakil Kepala Instalasi Farmasi. Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Kepala Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Kesehatan. Pemisahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas: 1. Arsip surat masuk/surat keluar/sk Direktur RSUP Fatmawati/SK Kemenkes. 2. Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 3. Arsip laporan-laporan. 4. Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. 5. Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 6. Arsip catatan lembur pegawai instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 7. Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. 8. Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.

39 31 Pemusnahan dilakukan setiap awal tahun untuk laporan-laporan dan resepresep yang berumur lebih dari 3 tahun serta surat masuk dan surat keluar yang berumur 5 tahun Produksi Farmasi Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian produksi non steril dan bagian produksi steril. Produksi steril berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 1 penyelia, yaitu Penyelia Produksi Farmasi, dan 2 asisten apoteker di produksi farmasi RSUP Fatmawati. 1. Bagian Produksi Non Steril Kegiatan yang dilakukan di bagian produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Bahan baku yang digunakan di bagian produksi non steril diperoleh dari gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Bagian produksi non steril mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di bagian produksi non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan peruntukkannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh bagian produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kedaluwarsa. 2. Bagian Produksi Steril Kegiatan yang dilakukan di bagian produksi steril adalah IV admixture dan penanganan obat sitostatika. Kegiatan IV admixture yang dilakukan di bagian produksi steril adalah mempersiapkan injeksi tuberkulin untuk Tes Mantoux dan mencampurkan/mengencerkan KCl padat ke dalam cairan normal salin (NaCl 0,9%). Penanganan obat sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk

40 32 pengobatan kanker. Alur masuk ke ruang produksi aseptik sitotoksik dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas, serta alur penanganan limbah sitostatika dapat dilihat pada Lampiran Depo Instalasi Rawat Jalan Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat poliklinik bedah, poliklinik bedah plastik, poliklinik gigi dan mulut, dan poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik pegawai, poliklinik edukasi, poliklinik saraf, dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik paru, poliklinik PPKT, poliklinik anak, poliklinik anestesi, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, dan poliklinik jiwa. Depo farmasi terdapat di setiap lantai Gedung Instalasi Rawat Jalan. Masing-masing lantai depo farmasi terdapat 1 penyelia. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 4 Asisten Apoteker, dan 2 bagian administrasi. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 2 Apoteker dan 4 Asisten Apoteker. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 3 Asisten Apoteker. Setiap pagi masing-masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, jalinan kasih, dan pasien HIV. Pasien ASKES dan jaminan pemerintah yang berkunjung ke poliklinik lantai 1 dapat mengambil obat ke depo ASKES.Pegawai RSUP Fatmawati mengambil obat di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1. Pegawai mendapatkan fasilitas dari rumah sakit untuk obat generik. Untuk obat non generik pegawai mendapatkan diskon sebesar 30% untuk obat non generik yang masuk formularium, dan diskon sebesar 10% untuk obat non generik di luar formularium. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien ASKES dan semua jenis jaminan, sedangkan untuk pasien tunai dapat mengambil obat di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien ASKES dan semua jenis jaminan, serta pasien tunai.

41 33 Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription adalah agar: 1. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat pada pasien rawat jalan. 2. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam penggunaan obat. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription (Lampiran 10): 1. Penerimaan resep dari dokter/perawat ruangan oleh petugas farmasi. 2. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. 3. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining peresepan. 4. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan/asuransi: pasien ASKES, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien tidak mampu DKI dan Gakin DKI. 5. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat. 6. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. 7. Pelaksanaan permohonan ijin prinsip: a. Resep pasien ASKES dengan verifikasi oleh penjamin ASKES, atau b. Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau c. Resep pasien Jamkesda DKI dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesda DKI, atau

42 34 d. Verifikasi ijin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban RSUP Fatmawati. 8. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: a. Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral/sublingual/dll). b. Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal. 9. Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadarluarsa. 10. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 5 benar oleh petugas yang berbeda (pengawas/penyelia), yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, dan benar rute pemberian. 11. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: a. Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) b. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) c. Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati d. Selesai mengikuti masa orientasi Penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga kefarmasian dengan verifikasi dan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. 12. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat tidak terlayani oleh depo farmasi. 13. Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. 14. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

43 Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien Depo ASKES Depo ASKES adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta ASKES, pasien peserta Inhealth dan pasien tidak mampu [pasien peserta Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah), dan KJS (Kartu Jakarta Sehat)]. Sumber daya manusia yang terdapat di depo ASKES terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 1 orang apoteker dari PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 5 orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 4 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock). Obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Obat-obat non DPHO juga diletakkan terpisah di rak tersendiri. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan di Depo Farmasi ASKES adalah: 1. Pasien peserta ASKES a. Resep Asli b. SJP Merah dan Kuning c. Surat rujukan asli dari Puskesmas d. Kartu berobat dari RSUP Fatmawati e. Bila prosedur khusus: dengan melampirkan formulir tindakan khusus rangkap 2 2. Pasien peserta Jamkesmas a. Resep asli dan 1 lembar fotokopi resep b. SJP asli dan 1 lembar fotokopi SJP c. Surat rujukan asli dari Puskesmas d. Kartu berobat di RSUP Fatmawati

44 36 e. Fotokopi kartu Jamkesmas 2 lembar 3. Pasien peserta Jamkesda a. Resep asli dan 1 lembar fotokopi resep b. SJP asli dan 2 lembar fotokopi SJP c. Fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah d. Fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda e. Surat rujukan asli dari Puskesmas f. Kartu berobat di RSUP Faatmawati g. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar h. Fotokopi KTP, Akte (bila anak di bawah umur) Dalam melayani pasien, Depo ASKES mengacu pada pedoman-pedoman yang disesuaikan dengan status pasien. Beberapa pedoman yang dapat digunakan antara lain: 1. Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) merupakan acuan obat bagi pasien peserta ASKES. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan kepada pasien ASKES yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan. 2. Daftar Obat Inhealth Daftar Obat Inhealth merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien peserta Inhealth. 3. Formularium Jamkesnas Formularium Jamkesmas merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien peserta Jamkesmas. 4. Formularium Rumah Sakit Formularium Rumah Sakit merupakan acuan yang dapat digunakan bagi peserta KJS ditambah dengan formularium obat tersendiri. Alur pelayanan pasien di depo ASKES dimulai dari masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo ASKES akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya

45 37 dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat (Lampiran 11). Laporan-laporan yang dibuat oleh depo ASKES, yaitu: 1. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. 2. Laporan penulisan obat generik dan non generik. 3. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO dan non DPHO. 4. Laporan analisa penjualan. 5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. 6. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah R/ Depo Farmasi Rawat Inap (Teratai) Depo farmasi rawat inap (depo teratai) berada tepat ditengah lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas 550 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut : 1. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya pada kondisi preeklampsia berat) dan kanker. 2. Lantai kedua yaitu ruangan kebidanan untuk kondisi pasien yang lebih ringan, contohnya ibu yang sudah melahirkan dan bayi dan high care unit bayi yang bermasalah (perina). 3. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak-anak (<18 tahun) dan high care unit di bagian selatan. 4. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di bagian utara. 5. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care unit di bagian selatan 6. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit di bagian selatan.

46 38 Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 14 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang induk. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunananya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. terdapat 2 refrigerator untuk penyimpanan obat-obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat-obat narkotik dan psikotropik disimpan didalam lemari dengan double lock dan setiap obat-obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku penggunaan. Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam, diantaranya adalah, sistem distribusi dosis unit. Sistem ini merupakan sistem pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam jangka waktu 24 jam. Sistem ini dipakai di lantai tiga untuk obat-obat injeksi, lantai empat, lima dan enam. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 12. Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock, dan sistem resep individual berupa resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo-depo lainnya, di antaranya adalah: 1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. 2. Laporan pemakaian obat obat narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.

47 39 3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. 4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. 5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medis selama 24 jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara maksimal mengatasi kewatdaruratan medis. IGD memiliki pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Rawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan: 1. Ruang resusitasi (ruang merah) Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan pasien-pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdarutan dan butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap harinya dan dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati. 2. Ruang P2 (Ruang kuning) Ruang ini bagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini terdapat paket namun tidak desediakan lemari emergency. 3. Ruang Triase Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini. Depo IGD dan IRI memiliki 19 karyawan yang terdiri dari satu orang apoteker, 4 orang bagian administrasi dan juru resep, dan 14 orang asisten

48 40 apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intermediate Ward (IW). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD. Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke gudang induk farmasi setiap hari secara online. Obat-obatan ditempatkan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat-obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat-obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah sediaan injeksi. Laporan-laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah: 1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. 2. Laporan pemakaian obat obat narkotika yang dibuat setiap bulan. 3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. 4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. 5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. 6. Laporan jumlah R/ dan lembar R/ setiap bulan Depo Instalasi Bedah Sentral Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar. Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket Obat dan Alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik,

49 41 sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat dan alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK Cito, maka penata mengambil Paket Obat dan Alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang, maka penata dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket Obat dan Alkes OK Cito yang telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo. Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo. Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo dan petugas depo akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke bagian perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 13. SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 3 orang yang merupakan Asisten Apoteker, termasuk 1 orang penyelia. Daftar Paket Obat dan Alkes OK Cito, Paket Elektif, dan Paket Bedah Prima dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic

50 42 puncture) 27G x 3 1 2, bupivacain HCl 5 mg/ml, ondansetron 4 mg/2 ml, klonidin HCl 150 µg/ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10 mg/ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg/2ml, dan ketolorac 3%. 3.3 Satuan Farmasi Fungsional Satuan Farmasi Fungsional (SFF) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dipimpin oleh seorang Kepala dengan sebutan Kepala Satuan Farmasi Fungsional dan membawahi 2 (dua) orang koordinator: 1. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian 2. Koordinator Bidang Pelayanan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) merupakan wadah non struktural bagi tenaga fungsional profesi apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) mempunyai struktur organisasi sebagaimana tertera dalam Lampiran 3. Kepala Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Farmasi Fungsional Tugas Pokok Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah: a. Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati. b. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan apoteker. c. Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi. d. Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga fungsional profesi apoteker di bidang teknis profesinya. Fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah: a. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis profesi apoteker kepada seluruh anggota SFF. b. Mengembangkan pelayanan teknis profesi apoteker berdasarkan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

51 Visi dan Misi Satuan Farmasi Fungsional Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah Tersedianya Tenaga Fungsional Profesi Apoteker yang terampil, professional dan berdedikasi tinggi di RSUP Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian kepada pasien. Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah: 1. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati 2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati 3. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati 4. Melaksanakan pembinaan apoteker di RSUP Fatmawati Tujuan Satuan Farmasi Fungsional Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah: 1. Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien 2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien 3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit 4. Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi klinik 5. Meningkatkan kemampuan Apoteker lainnya melalui pendidikan berkelanjutan 6. Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat Nilai-nilai Satuan Farmasi Fungsional Nilai-nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah: 1. Profesional 2. Kerjasama 3. Tanggung Jawab 4. Peduli

52 Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) antara lain: a. Pengkajian resep b. Pengkajian penggunaan obat c. Ronde/visite d. Pelayanan Informasi Obat e. Konseling f. Edukasi farmasi g. Pendidikan PKPA h. Pemantauan penanganan sitostatika i. Pemantauan efek samping obat j. Pemantauan interaksi obat Pengkajian Resep Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep/Obat telah di review Farmasi pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep ialah sebagai berikut (Lampiran 21): 1. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan: a. Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati b. Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP Fatmawati 2. Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan: a. Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak:

53 45 i. Nama dokter ii. Tanggal penulisan resep iii. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep iv. Nomor rekam medik pasien v. Nama pasien vi. Umur pasien vii. Jenis kelamin pasien viii. Berat badan pasien ix. Nama obat x. Dosis obat xi. Jumlah yang diminta dalam resep obat xii. Aturan pemakaian obat b. Persyaratan farmasetis dengan menilai: i. Instruksi pengerjaan dispensing resep ii. Kompatibilitas/ketercampuran farmasetis iii. Ketersediaan obat dalam stok/inventori iv. Cara penyimpanan obat c. Persyaratan klinis dengan menilai: i. Indikasi obat ii. Riwayat alergi obat iii. Duplikasi pengobatan iv. Interaksi obat dengan obat v. Interaksi obat dengan makanan vi. Kontraindikasi obat vii. Masalah lain terkait obat 3. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep a. Untuk konfirmasi bila ditemukan i. Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep ii. Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep iii.ketidaklengkapan pada aspek klinis resep iv. Resep tidak terbaca

54 46 v. Obat tidak tersedia vi. Temuan masalah resep lainnya b. Klarifikasi dan problem solving i. Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep ii. Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan dengan komunikasi melalui telepon 4. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep. 5. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan: a. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep telah di review Farmasi pada resep pasien. b. Penandaan cap stempel HETIP yaitu: i. Harga (billing) ii. Etiket iii. Timbang iv. Isi v. Penyerahan dan pemeriksaan c. Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user (pemilik/penulis resep) Pengkajian Penggunaan Obat Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah: 1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.

55 47 2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain. 3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik. 4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain: 1. Indikator peresepan 2. Indikator pelayanan 3. Indikator fasilitas Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment) terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem (DRP) dengan menilai: 1. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa 2. Riwayat alergi obat 3. Duplikasi pengobatan 4. Efek zat aditif 5. Interaksi obat dengan obat 6. Interaksi obat dengan penyakit 7. Kemungkinan efek samping obat 8. Penggunaan obat tidak sesuai dengan indikasi 9. Lama pengobatan 10. Pasien over weight 11. Kontraindikasi obat 12. Masalah lain terkait obat Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati

56 48 2. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) 3. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep/Obat telah di review Farmasi pada Rekam Medik (RM) pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien Visite Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien (pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien, dimana memstikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya. Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk: a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komperhensif; b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan pemantauan terapi;

57 49 d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya; Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi medis, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagi berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; c. Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat; d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin; f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang mendapatkan terapi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite pasien maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).

58 50 Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi masalah, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi rekomendasi dan melakukan pemenatauan efektivitas serta keamanan terkait penggunaan obat. Sedangkan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pasien dan/atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yangdisampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantaun implementasi rekomendasi, dan melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat. Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah pendokumentasian. Pendokumentasian merupakan hal yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Tujuannya adalah menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan perbaikam mutu kegaiatan, dan bahan pendidikan dan penelitian kegiatan Pemantauan Efek Samping Obat Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbisitas sehingga meningkatkan penderitaan, meningkatkan perawatan/perpanjangan masa perawatan, dan dapat menyebabkan kematian. MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, antara lain bagi badan pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademisi. Beberapa tujuan diadakannya MESO, yaitu:

59 51 a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan e. Membuat peraturan yang sesuai f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan, dan g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang diapakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a. Laporan insidentil jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah. b. Laporan sukarela Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat c. Laporan intensif di RS Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dll). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim. d. Laporan wajib Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas/praktek sehari-hari. e. Laporan lewat catatan medis Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima Pelayanan Informasi Obat Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11917/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan

60 52 oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: tempat tidur : 20 m tempat tidur : 40 m tempat tidur : 70 m 2 Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah: - Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. - Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. - Membuat buletin, leaflet, label obat. - Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. - Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. - Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. - Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian Pemantauan Interaksi Obat Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati adalah tata cara melakukan pemantauan terjadinya dan upaya pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat

61 53 dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat yang sedang terjadi atau interaksi obat yang akan terjadi hingga pemberian rekomendasi penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level signifikan dari interaksi yang sedang/akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah: - Penggantian dengan obat yang lebih aman. - Pengaturan jadwal penggunaan. - Penurunan dosis obat. - Pemberian antidot/pramedikasi sebelum penggunaan obat. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat pada Lampiran Konsultasi Obat Konsultasi obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan mamahamkan pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat (PIO). Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria: 1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker. 2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker 3) Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap

62 54 Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker diruang perawatan pasien. Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya: 1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan apoteker 2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker 3) Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti: a. Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat(poli farmasi) b. Pasien dengan pengobatan kronis c. Pasien dengan riwayat alergi d. Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi e. Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV/AIDS, pengobatan Tuberkulosis. Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut: 1) Perkenalan 2) Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya 3) Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin terjadi, cara penyampaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung. 4) Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan 5) Penutup Edukasi Farmasi Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat. Program ini dilakukan dengan tujuan tercapainya peningkatan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien atau keluarga pasien, serta terwujudnya kepatuhan pasien terkait dengan penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker

63 55 untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia Administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan materi edukasi oleh penyelia Administrasi dan SDM Instalasi Farmasi dalam bentuk power point/makalah/lainnya dalam softcopy atau hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker sesuai jadwal kepada pasien, keluarga pasien, atau masyarakat sesuai tema yang ditentukan dengan metode: 1) Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60 menit). 2) Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan. 3.4 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT adalah: 1. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (Alkes) habis pakai yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati 2. Tersusunnya standar standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati 3. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati 4. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP Fatmawati 5. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati

64 56 Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi TFT terdiri dari: 1. Ketua : Dokter 2. Sekretaris : Apoteker 3. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat Tugas pokok dari TFT adalah: 1. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai 2. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala 3. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian Penyakit Infeksi 4. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi Farmasi 5. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan perbekalan kesehatan lainnya Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Formularium Alat Kesehatan Habis Pakai RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item alat kesehatan habis pakai yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas penggunaan dan berisi nama golongan alkes, nama kelompok penggunaan, nama produk, ukuran produk, dan nama produsen.

65 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk menunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, maka dibentuk suatu badan organisasi yang disebut IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Selama melakukan praktek kerja di RSUP Fatmawati, khususnya di IFRS RSUP Fatmawati, banyak hal yang dapat diamati, dipelajari, dan dianalisis terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa subbagian, antara lain: 1. Gudang Farmasi Hasil pengamatan di gudang farmasi menemukan bahwa perbekalan farmasi telah disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi disusun dengan metode FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out). Obat kategori LASA diselingi dengan 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker LASA. Narkotika dan psikotropika ditempatkan pada lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. Obat high alert disimpan di lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Perbekalan farmasi dalam kemasan besar ditempatkan di atas pallet. Perbekalan farmasi tidak layak pakai (rusak, kedaluwarsa, recall) telah disimpan terapisah, namun tidak diberi label Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai. Suhu dan kelembaban penyimpanan dipantau di setiap ruang penyimpanan perbekalan farmasi. Suhu penyimpanan dipertahankan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional, namun kelembaban tidak sesuai dengan Standar Prosedur Operasional. Obat yang memerlukan suhu dingin telah disimpan dalam 57

66 58 pharmaceutical refrigerator. Penyimpanan perbekalan farmasi berada dalam ruangan yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Bahan berbahaya mudah terbakar/mudah meledak telah disimpan pada ruang khusus, namun ruang tersebut bukanlah gudang tahan api. Saat ini, gudang tahan api masih berada satu gedung dengan gedung farmasi dan belum difungsikan sesuai dengan tujuannya. Gudang tersebut masih digunakan untuk menyimpan stok obat yang berlebih, yaitu cairan infus. Pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi telah dilakukan, baik ke dalam kartu persediaan, maupunke dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). Stok yang terdapat secara fisik telah sesuai dengan catatan stok yang terdapat di kartu persediaan dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. 2. Tata Usaha Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan secara rutin maupun tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna. Adanya kegiatan administrasi dalam pelayanan kefarmasian bertujuan untuk: a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi. b. Tersedianya informasi yang akurat. c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan. d. Tersedianya data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan. e. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi terkelola secara efisien dan efektif. Sistem rekapitulasi data pasien masih dilakukan secara manual. Hal ini dikarenakan belum tersedianya sistem yang memadai untuk dilakukan perekapan secara komputerisasi.

67 59 3. Produksi Produksi adalah kegiatan untuk membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi, baik steril maupun non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit dengan kriteria obat yang diproduksi sebagai berikut: a. Sediaan farmasi dengan formula khusus. b. Sediaan farmasi dengan harga murah. c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran. e. Sediaan farmasi untuk penelitian. f. Sediaan nutrisi parenteral. g. Rekonstruksi sediaan obat kanker. RSUP Fatmawati memiliki bagian produksi untuk sediaan farmasi non steril dan steril pada instalasi farmasinya. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh pasien/tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual di pasaran. Bagian produksi non steril memiliki master formula yang berisi formula untuk 74 item. Dari 74 item yang ada tidak semua item tersebut diproduksi karena jumlah permintaan terhadap beberapa item sudah jarang/tidak ada lagi sehingga jumlah item yang masih diproduksi hanya 42 item. Master formula yang terdapat di ruang produksi non steril mengalami beberapa kali revisi, namun master formula terdahulu masih disimpan bersama master formula yang baru. Hal ini dapat menyebabkan kekeliruan apabila petugas menggunakan master formula yang terdahulu untuk dijadikan acuan dalam melakukan produksi. Bagian produksi steril hanya melakukan kegiatan IV admixture dan penanganan obat sitostatika. Sebelumnya pernah dilakukan penyiapan nutrisi

68 60 parenteral, namun karena sudah tidak ada permintaan, maka pelayanan penyiapan nutrisi parenteral tidak diadakan lagi. Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke bagian produksi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu daluwarsa selama 24. Preparasi obat sitostatika dilakukan dengan cara teknik aseptik oleh tenaga kefarmasian yang telah dilatih dan melalui pelatihan internal di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien. Beberapa pengamatan yang diperoleh dari kegiatan orientasi bagian produksi farmasi adalah pengemasan obat kadang-kadang dibagi tidak berdasarkan takaran menggunakan alat ukur (berdasarkan kasat mata), QC (Quality Control) uji keseragaman bobot pada kapsul tidak dilakukan, produk dari bagian produksi non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu, tidak adanya pass box untuk memasukkan/mengeluarkan obat sitostatika, tidak adanya particle counter, dan sudah lama tidak dilakukan usaha pemantauan mikrobiologis di ruang produksi steril. Pengemasan obat berupa pembagian sediaan cair bervolume besar menjadi beberapa sediaan cair bervolume kecil terkadang tidak dilakukan dengan alat ukur. Hal ini mengakibatkan volume produk sediaan cair yang dikemas kembali tidak terdistribusi merata. Pengontrolan kualitas untuk menjamin keseragaman bobot pada kapsul hasil produksi pun tidak dilakukan sehingga tidak dapat dijamin tepatnya isi tiap kasul yang dikemas. Keterbatasan SDM di bagian produksi non steril menyebabkan produk non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu. Petugas depo farmasi yang membutuhkan produk dari bagian produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke bagian produksi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat. Sistem distribusi produk seperti ini dapat mendukung timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.

69 61 Dalam penanganan obat sitostatika di bagian produksi steril, obat dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi tidak melalui pass box (obat dimasukkan hanya melalui lemari 2 pintu biasa). Penggunaan lemari biasa pada saat memasukkan obat ke dalam ruang rekonstitusi menyebabkan seringkali terjadi suatu keadaan dimana kedua pintu lemari dibuka bersamaan karena tidak ada sistem interlock guard. Dengan dibukanya kedua pintu lemari, terjadi hubungan langsung antara ruang penyiapan obat dengan ruang rekonstitusi sehingga memungkinkan terjadinya gangguan aliran udara dan kontaminasi partikel pada ruang rekonstitusi. Dengan tidak adanya particle counter pada bagian produksi steril, pemantauan dan pengontrolan jumlah partikel di tiap kelas ruangan menjadi semakin sulit untuk dilakukan. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan papar atau pengambilan sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan. 4. Depo Instalasi Rawat Jalan Jumlah Apoteker dan Asisten Apoteker di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 adalah 5 orang, cukup untuk melayani resep obat dengan jumlah sekitar 150 per hari. Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Akan tetapi, depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 masih sering melakukan permintaan obat ke depodepo lain karena stok obat kosong. Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 yang tidak disusun sesuai abjad mengakibatkan proses pengisian obat menjadi lama. Penyimpanan obat-obat LASA di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga tidak diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. Kondisi blender obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 yang kurang baik mengakibatkan masih terdapat serpihan kasar pada serbuk obat yang dihasilkan. Blender juga tidak dibersihkan sebelum digunakan untuk keperluan peracikan obat berikutnya sehingga berpotensi menimbulkan interaksi obat dengan obat yang sesungguhnya tidak diresepkan untuk pasien tertentu. Tempat pengisian kapsul di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 kondisinya kurang baik. Kapsul

70 62 sering jatuh pada saat pengisian obat sehingga dosis, sanitasi, dan efisiensi kerja berkurang. Selain pelayanan resep, depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga melayani konseling bagi pasien HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk diberikan pelayanan konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan regimen obat yang baru, dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang dibutuhkan untuk konseling per pasien adalah menit. 5. Depo ASKES Pasien ASKES merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati. Selain dilayani di depo ASKES, pasien ASKES juga dilayani di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 dan 3. Selain melayani pasien ASKES, depo ASKES juga melayani pasien tidak mampu (pasien Jamkesmas, Jamkesda dan KJS). Terdapat beberapa pedoman yang digunakan dalam melayani pasien-pasien tersebut, antara lain DPHO ASKES, Daftar Obat Inhealth, Formularium Jamkesmas, Formularium Rumah Sakit, dan lain-lain. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien beserta batasan jumlah maksimal yang dapat diberikan. Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkasberkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obatobat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien). Resep kemudian diinput untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan obat. Masingmasing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda dan akan diberikan stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut bertujuan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan. Sebelum pembuatan etiket, petugas bagian etiket terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada tanggal tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada

71 63 bagian ini, petugas juga akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di depo ASKES sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan, disediakan mortar dan alu. Di Depo Askes tidak tersedia blender untuk membuat obat racikan yang mungkin disebabkan oleh jumlah resep racikan yang tidak terlalu banyak sehingga masih dapat dikerjakan hanya dengan mortar dan alu. Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, permintaan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan permintaan tanda tangan pasien.informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat yang diberikandisebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani Depo Askes sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang dilayani depo ASKES dapat mencapai resep/hari dengan obat yang sering diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular. Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga kefarmasian yang terdapat di depo ASKES. Beban kerja yang tinggi juga seringkali menyebabkan pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama, misalnya seorang petugas dapat melakukan penyiapan obat dan penyerahan obat dalam hari yang sama. Depo ASKES juga melayani pelayanan obat sitostatik, namun pelayanan yang diberikan hanya terbatas pada pelayanan administratif, yaitu hanya mengurus berkas.obat sitostatik dititipkan di ruang produksi steril di Gedung Instalasi Farmasi. Selain gudang farmasi dan ruang produksi steril,tidak ada tempat yang diizinkan melakukan penyimpanan obat-obat kemoterapi. Ketika kemoterapi akan dilakukan, obat akan direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi.

72 64 Selain melayani obat DPHO, depo ASKES juga melayani obat non-dpho tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non-dpho, pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Untuk pasien peserta ASKES yang mendapatkan obat-obat DPHO, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES untuk diklaim ke ASKES. Klaim ASKES dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di depo ASKES disediakan komputer yang digunakan untuk klaim ASKES. Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesmas dan Jamkesda menggunakan sistem INA CBG s yaitu pembayaran berdasarkan paket-paket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sebaliknya, bila tagihan pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan demikian terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket. Penyimpanan barang di depo ASKES dilakukan berdasarkan stabilitas, bentuk sediaan, dan alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh depo ASKES antara lain laporan analisa penjualan, obat generik dan non generik, obat DPHO dan non-dpho, narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban kerja pegawai di depo ASKES. 6. Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai) Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai) merupakan depo yang menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki jumlah sumber daya manusia sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan tenaga teknis kefarmasian sebanyak 14 orang. Kegiatankegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat, dan dokumentasi.

73 65 Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Setiap hari, Depo Teratai akan membuat perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang terhubung dengan sistem di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, maka pihak gudang farmasi akan mengonfirmasi pihak Depo Teratai melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas Depo Teratai. Setelah dilakukan verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh pihak Depo Teratai telah menjadi stok di Depo Teratai di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka dapat memungkinkan stok obat di Depo Teratai (real stock) sama dengan di sistem. Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik, stabilitas, bentuk sediaan dan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga mempercepat pelayanan obat. Obat-obat mahal dan mudah pecah disimpan didalam lemari kaca dan terkunci dengan tujuan mencegah kehilangan atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya yang bertujuan untuk menjaga kestabilan sediaan tersebut. Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual (individual prescription), floor stock serta dosis unit. Pada sistem resep individual, resep obatakan dikirim ke depo Teratai oleh perawat. Obat disiapkan sesuai dengan resep dan didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan untuk penyediaan resep puyer pasien anak-anak, sediaan cair, infus, obat yang dipakai dalam keadaan tertentu (seperti obat diare), dan obat untuk dibawa pulang. Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Biaya penggunaan obat-obat/alat kesehatan ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri dari obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan pada penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency.

74 66 Depo Teratai memiliki beberapa lemari emergency yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) yang ada di setiap lantai gedung teratai. Tiap lemari emergency berisi obat dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi. Obat dan alat kesehatan yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan dari depo. Setiap penggunaan obat dan alat kesehatan dari lemari emergency akan dicatat oleh perawat. Setiap hari, petugas Depo Teratai akan datang untuk mengecek persediaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency. Bila ada pengurangan jumlah obat/alat kesehatan, petugas Depo Teratai akan mencatat nama pasien yang menggunakan beserta dengan jenis dan jumlah obat/alat kesehatan yang digunakan di lembar insidentil pasien untuk dimasukkam ke dalam tagihan obat dan alat kesehatan pasien. Selanjutnya, petugas Depo Teratai akan mengisi kembali lemari emergency sesuai dengan standar jumlah obat/alat kesehatan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitusistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam. Penyediaan obat dosis unit dilakukan dengan cara mengemas obat-obat pasienke dalam kemasan dosis unit tunggal yang cukup untuk suatu waktu tertentu.untuk penyediaan obat dosis unit, satu petugas Depo Teratai bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada salah satu bagian lantai (utara atau selatan) gedung teratai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan obat dosis unit dilakukan di pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat kedalam kemasan dosis unit, pengecekkan kembali, hingga peletakkan kemasan dosis unit di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya,di sore hari, petugas Depo Teratai yang betanggung jawab akan mengantarkan obat dengan menggunakan troley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekkan kembali. Depo Teratai juga menyediakan paket-paket kebidanan untuk digunakan di gedung teratai lantai satu (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan untuk mempercepat pelayanan obat dan alat kesehatanbagi pasien emergency kebidanan. Sebanyak delapan jenis paket berisi obat dan alat kesehatan tersedia di Depo Teratai, yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket

75 67 Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket Preeklamsi Berat (PEB) dan Paket Partus Normal. Di antara ketiga sistem distribusi yang digunakan, sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan. Beberapa keuntungan dari sistem ini diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan oleh petugas depo. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan kesalahan waktu pemberian obat. Sekalipun demikian, sistem distribusi dosis unit juga memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlu teknik kerja yang cepat dan tepat oleh karena obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien, serta dibutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak. Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Teratai juga melakukan pencatatan dan pelaporan. Laporan yangdisusun di Depo Teratai adalah laporan analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika, laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep dan jumlah R/, serta laporan medication error. 7. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat akan dipilih atau dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang membutuhkan penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien. Pasien yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning. Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang belum mendapat kamar di gedung rawat inap. Depo IGD melakukan pengadaan yang juga berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan generik dan non generik, stabilitas, bentuk sediaan, dan alfabetis. Pendistribusian obat untuk

76 68 pasien rawat inap dilakukan dengan sistem dosis unit, sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep individual. Di ruang resusitasi terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari. Sebaliknya, di ruang rawat inap intensif seperti ruang ICU, NICU, dan PICU, lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Petugas Depo IGD akan memeriksa jumlah penggunaan dan nama pasien yang menggunakan obat dari lemari emergency pada lembar insidentil pasien. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency dengan yang ada di lembar insidentil, petugas depo akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat agar perawat segera mencari pasien yang menggunakan obat tersebut. Paket obat dan alat kesehatan yang diterima pasien IGD bergantung pada dimana pasien ditempatkan. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket berisi alat kesehatan yang diambil oleh perawat di Depo IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke Depo IGD dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien. 8. Depo Instalasi Bedah Sentral (Depo IBS) Depo IBS berada di gedung IBS lantai 2. Di gedung ini, lemari emergency hanya terdapat di kamar operasi Cito karena operasi bersifat segera. Selain itu, paket alat kesehatan juga sudah disiapkan di kamar operasi Cito untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan yang diperlukan selama operasi dilakukan di kamar operasi Cito. Berbeda dengan kamar operasi Cito, paket obat dan alat kesehatan untuk pasien kamar operasi elektif tidak disiapkan di kamar operasi tersebut. Penata anestesi dan penata bedah akan melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke Depo IBS. Paket anestesi dan paket bedah dibedakan dengan tujuan untuk mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan penata bedah akan

77 69 digabungkan. Obat di Depo IBS disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun alfabetis sehingga menyulitkan pengambilan obat saat diperlukan. Fasilitas lemari penyimpanan yang sempit mengakibatkan kesulitan dalam penyusunan obat secara alfabetis. Obat yang memerlukan suhu dingin telah disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor suhu. 4.2 Satuan Farmasi Fungsional Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati mencakup pengkajian resep, pengkajian penggunaan obat, ronde/visite, pemantauan efek samping obat, pelayanan informasi obat, pemantauan interaksi obat, konsultasi obat, dan edukasi farmasi. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelayanan farmasi klinik dijelaskan berikut ini. 1. Pengkajian Resep Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam terapi obat pasien. Tujuan akhir dari kegiatan pengkajian resep adalah untuk mencapai rasionalisasi penggunaan obat pasien. Kegiatan pengkajian resep mencakup seleksi persyaratan administratif, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap dari segi administrasi. Misalnya pada resep untuk pasien anak, umur pasien sering kali tidak tertera pada lembar resep padahal info tersebut sangat diperlukan terutama untuk menghitung dosis penggunaan obat pada pasien anak. Pada beberapa resep bahkan hanya tertulis nama pasien dan permintaan obat. Penanda kegiatan pengkajian resep berupa stempel keterangan Resep telah di review Farmasi juga tidak terlihat pada banyak resep. Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh banyaknya resep yang harus dilayani petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain itu, kegiatan pengkajian resep secara keseluruhan membutuhkan waktu yang

78 70 cukup lama sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan. 2. Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya, kegiatan ini dilakukan untuk menilai ada/tidaknya masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat pada terapi obat pasien. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat inap dengan melihat catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dicatat ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada/tidaknya masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Kegiatan pengkajian resep belum sepenuhnya dilakukan oleh petugas farmasi RSUP Fatmawati oleh karena masalah waktu. Banyaknya resep obat yang harus dilayani seringkali membuat petugas farmasi tidak sempat melakukan kegiatan pengkajian penggunaan obat. 3. Visite Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memperoleh informasi terkini dan komprehensif, menjadi fasilitas pembelajaran, serta mendiskusikan langsung masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan mengimplemantasikan rekomendasi yang dibuat. Sekalipun demikian, tipe visite ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu jadwal visite harus disesuaikan dengan jadwal tiap peserta visite dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasi selama visite menjadi kurang lengkap. Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan pada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki risiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors). Beberapa tempat dilakukanya

79 71 visite oleh apoteker di RSUP Fatmawati adalah Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan pasien High Care Unit (HCU) IRNA Teratai dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Visite pasien Intensive Care Unit(ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu oleh karena kondisi pasien yang dirawat di ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memiliki riwayat pengobatan yang lebih kompleks dibandingkan pasien rawat inap lainnya. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dengan prevalensi yang lebih tinggi sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan keoptimalan terapi obat yang diterima oleh pasien. Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi, apoteker akan berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite secara tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker di antaranya adalah pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen), obat alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness. Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian yang baik, maka tersedia data yang menunjukkan terlaksananya kegiatan visite dan bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan.

80 72 4. Pemantauan Efek Samping Obat (MESO) Program pemantauan efek samping obat (MESO) adalah program untuk menganalisis kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta keluarganya. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pemantauan penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat akan dikaji oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien serta dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh kepala satuan kerja terkait. Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi (Lampiran 17): a. Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya efek samping obat b. Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga kesehatan, keluarga pasien atau pettugas lainnya c. Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat dalam formulir pelaporan d. Pelaksanaan kegiatan komunikasi/interview oleh tim kerja (tim pemantauan efek samping obat) yang terdiri dari dokter penanggung jawab pasien (DPJP), perawat ruangan, apoteker ruangan. e. Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim pemantauan efek samping obat terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber f. Pelaksanaan kegiatan diskusi sevara komperhensif sebagai media problem solving oleh tim pemantauan efek samping obat atas hasil analisa yang telah dilakukan g. Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim pemantauan efek samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek

81 73 samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang. h. Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim pemantauan efek samping obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, memberikan antidot/premedikasi sebelum penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden (internal). i. Pelaksanaan implementasi rencana tindakan pengatasan efek samping obat j. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan k. Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim pemantauan efek samping obat jika diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan l. Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir laporan MESO Nasional. Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi dilakukan segera oleh tim pemantauan efek samping obat kepada kepala satuan kerja tempat temuan kejadian efek samping obat. Selanjutnya, dibuat laporan yang ditujukan kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori kejadian tidak diharapkan (KTD) dan Sentinel. 5. Pelayanan Informasi Obat RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta

82 74 pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier. Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: a. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. b. Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. c. Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. d. Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. e. Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. f. Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat dapat dilihat pada Lampiran 19. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian/pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit.

83 75 6. Pemantauan Interaksi Obat Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurur SPO yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan dengan rutin oleh karena kesibukkan apoteker pelaksana di pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan. 7. Konsultasi Obat Konsultasi obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati diawali dengan tahap perkenalan diri kepada pasien. Selanjutnya, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker akan berusaha menggali informasi terkait penggunaan obat dari pasien sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan jawaban untuk masalah yang dialami pasien. Apabila informasi telah cukup, apoteker mulai menjelaskan/memberikan solusiatas obat-obat yang diterima pasien. Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan sebelumnya untuk memastikan info yang telah diberikan telah dipahami dengan tepat oleh pasien. Jika pasien masih kurang memahami penjelasan yang diberikan, maka apoteker akan mengulang kembali penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulang kembali penjelasan dari apoteker. Setelah pasien memahami dengan tepat apayang dijelaskan apoteker, maka apoteker akan menanyakan kembali apakah ada masalah lain yang dialami pasien. Apabila pasien sudah tidak memiliki pertanyaan, maka sesi konsultasi obat dinyatakan selesai. Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker RSUP Fatmawati terkadang kurang menggali informasi pasien seperti adakah obat/vitamin/obat tradisional yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien.apoteker juga tidak menanyakan

84 76 apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker terkadang hanya memberikan informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien sehingga informasi lain yang penting seperti cara kerja obat, efek samping penting yang mungkin terjadi, dan interaksi obat yang mungkin terjadi. 8. Edukasi Farmasi Program edukasi farmasi di RSUP Fatmawati dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu untuk mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu, misalnya tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai masalah apa pun mengenai obat, seperti cara pakai, penyimpanan, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan edukasi farmasi diperlukan fasilitas penunjang seperti LCD, layar, laptop, mikrofon, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner digunakan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi berikutnya. Hasil pengamatan kegiatan edukasi farmasi menemukan bahwa slide yang ditampilkan pada saat kegiatan edukasi kurang menarik bagi peserta karena menggunakan cukup banyak tulisan. Banyak peserta program edukasi yang juga tidak mengisi questioner oleh karena tidak membawa alat tulis. Kegiatan edukasi yang pada saat itu dilaksanakan di Depo Askes membuat perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan penjelasan presentator dengan mendengarkan panggilan petugas depo yang akan memberikan obat. Hal ini mengakibatkan kurang tersampaikannya informasi yang diberikan presentator kepada peserta kegiatan edukasi obat.

85 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi pedoman penggunaan obat di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat edisi formularium yang digunakan. Evaluasi atau review untuk penyempurnaan formularium dilakukan tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi setiap setahun oleh karena masalah biaya untuk mencetak formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Oleh karena itu, revisi formularium obat dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati setiap 3 tahun sekali. Adanya kesinambungan proses revisi menunjukkan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Selain formularium obat, RSUP Fatmawati juga menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun formularium ini masih belum diterbitkan.

86 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati yaitu memberikan pelayanan yang bermutu, meliputi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu. Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, pengkajian penggunaan obat, ronde/visite, pemantauan efek samping obat, pelayanan informasi obat, pemantauan interaksi obat, konsultasi obat, dan edukasi farmasi. b. Peran dan tanggung jawab Satuan Farmasi Fungional (SFF) adalah menjamin berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara lain melakukan visite pasien, pemantauan/review penggunaan obat, pemantauan efek samping obat, pemberian edukasi, dan edukasi bagi staf farmasi. c. Peran dan tanggung jawab Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Diantaranya adalah dengan menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit, melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penggunaan obat dan alkes, serta melaksanakan edukasi bagi staf farmasi dan profesi lain tentang perbekalan farmasi. 5.2 Saran Tata Usaha Farmasi a. Sistem rekapitulasi data pasien masih secara manual, hal ini dapat menyebabkan kesalahan pendataan. Sebaiknya pendataan status pasien dibuat secara online dengan sub bagian IFRS. 78

87 Produksi Non Steril a. Penambahan SDM dapat dipertimbangkan terkait produksi non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi yang berakibat timbulnya kesalahan pencatatan stok produk b. Master formula yang ada di ruang produksi non steril sebaiknya hanya yang terbaru, dokumen master formula yang sudah lama sebaiknya disimpan agar tidak terjadi kekeliruan ketika akan digunakan. c. Sebaiknya pengemasan obat dibagi berdasarkan takaran menggunakan alat ukur, tidak berdasarkan kasat mata Produksi Steril a. Obat yang dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi sebaiknya melalui pass box. b. Pemantauan jumlah partikel perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah partikel di tiap kelas ruangan. c. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan papar atau pengambilan sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan Depo Instalasi Rawat Jalan a. Penyimpanan obat di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 disusun sesuai dengan abjad dan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya sesuai dengan SPO yang telah dibuat. b. Blender seharusnya dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya interaksi obat. c. Fasilitas untuk tempat pengisian kapsul di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 sebaiknya ditambah. d. Melakukan perencanaan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan stok obat.

88 Depo Farmasi ASKES a. Depo ASKES melayani pasien dalam jumlah yang cukup banyak, sedangkan tidak sesuai dengan SDM yang tersedia. Walau jam pelayanan telah selesai namun petugas masih disibukkan dengan jumlah resep yang cukup banyak. Penambahan SDM dapat menjadi bahan pertimbangan. b. Penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat Depo Farmasi Rawat Inap (Depo Teratai ) a. Stok obat antara sistem dan fisik harus sesuai, pengecekan terhadap stok harus lebih sering dilakukan Depo Farmasi IGD a. Sebaiknya petugas tersebut memberikan semacam pemberitahuan yang diletakkan di meja yang berisi petugas sedang menyiapkan obat Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral a. Obat disusun sesuai abjad Pengkajian Resep a. Setelah pengkajian resep, resep diberi stempel keterangan Resep telah di review Farmasi Pengkajian Penggunaan Obat a. Setelah pengkajian penggunaan obat, rekam medik pasien diberi stempel keterangan Resep/Obat telah di review Farmasi Pelayanan Informasi Obat a. Penambahan literatur yang terbaru. b. Peran aktif apoteker dalam membuat dan menyebarkan buletin/leaflet obat.

89 Pemantauan Interaksi Obat a. Penyediaan software interaksi obat untuk memudahkan proses analisis interaksi obat yang berpotensi terjadi. b. Kegiatan dilakukan secara rutin dan bersifat prospektif Konsultasi Obat a. Saat melakukan konsultasi obat, sebaiknya apoteker tidak hanya memberikan informasi yang ditanyakan pasien, melainkan memberikan informasi lain terkait obat yang digunakan pasien Edukasi Farmasi a. Kegiatan edukasi sebaiknya dibawakan atau dipresentasikan dengan tampilan slide yang lebih baik dan komunikatif. b. Untuk memotivasi peserta agar berkenan mengisi questioner, sebaiknya diberikan hadiah kecil seperti pulpen, produk vitamin, dan lain-lain. c. Dilaksanakan dalam kondisi yang lebih kondusif sehingga tidak menimbulkan perhatian peserta edukasi terbagi

90 82 DAFTAR ACUAN Daris, Azwar. (2010). Suplemen Himpunan Peraturan Perundang-undangan kefarmasian. Jakarta: ISFI. Menteri Kesehatan RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta. RSUP Fatmawati. (2009). Sejarah Singkat. 10 Februari RSUP Fatmawati. (2009). Pelayanan Rawat Darurat. 10 Februari RSUP Fatmawati.(2012). Keputusan Direktur Utama No.HK.03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.

91 LAMPIRAN

92 Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati 83

93 84 Lampiran 2. Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Direktur Utama Direktur Medik dan Keperawatan Kepala Instalasi Farmasi Satuan Farmasi Fungsional Wakil Kepala Instalasi Farmasi Penyelia Depo IRJ (Lt. 1, 2, dan 3) Penyelia Depo ASKES dan Pegawai Penyelia Depo IGD dan IRI Penyelia Depo IBS Penyelia Depo Teratai IRNA A Penyelia Depo Teratai IRNA B Penyelia Depo Griya Husada Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto Penyelia Gudang Farmasi Penyelia Produksi Farmasi Penyelia Sistem Informasi Farmasi Penyelia Distribusi dan Penerimaan Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi Penyelia Pencatatan dan Pelaporan Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi

94 85 Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati Direktur Utama Direktur Medik dan Keperawatan Kepala Satuan Farmasi Fungsional Instalasi Farmasi Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian Koordinator Bidang Pelayanan Apoteker

95 Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi 86

96 87 Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi Penerimaan oleh Tim Penerima Barang Medik Serah terima Tim Penerima Barang Medik dan Petugas Gudang Farmasi. Cek: faktur; SP/SPK; kondisi; jumlah; tanggal daluwarsa (minimal 2 tahun); Certificate of analysis (bahan baku obat), Certificate of origin (alkes), MSDS (bahan berbahaya) bila diperlukan atau dicurigai. Penyesuaian Bukti Penyerahan Barang dengan faktur oleh Penyelia Gudang Bukti Penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang, dan Kepala Instalasi Farmasi Penyimpanan perbekalan farmasi

97 Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi Permintaan (sistem/manual) Petugas gudang cek sistem Serah terima petugas gudang dan petugas depo. Cek: Volume Expired date Tanda tangan Verifikasi Cek pengeluaran Print out Input ke sistem Stok gudang terpotong 88

98 89 Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik PusatPintu masukpintu RuanganMembuka sepatu dan memakai sandalmembuka sepatu dan memakai sandalmembuka sepatu dan Ruang 0Ruang 0 Mencuci tangan dan kaki ruanganruan g IRuang I - Melepas sandal - Memakai baju Steril - Mematikan lampu UV ruang II farmasiruan - Mematikan lampu UV ruang III A/III B - Memasukkan obat ke dalam passbox - Mencuci tangan N Ruang III A Sitostatika Ruang III B Memakai baju sitostatika Ruang IV

99 90 Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika 1. Pasien datang membawa obat 2. Pasien rawat jalan sendiri Pasien membawa obat ke PPKT: Pemberian formulir permintaan obat sitostatika dan jadwal kemoterapi Obat dititipkan di ruang produksi steril Pasien membawa resep obat ke Depo Askes Petugas Depo Askes ke ruang produksi steril: obat disiapkan & resep dikembalikan Depo Askes: Konfirmasi pasien bahwa obat telah disiapkan dan pemberian formulir penitipan obat sitostatika ke pasien PPKT: Pemberian formulir permintaan obat sitostatika dan jadwal kemoterapi Ruang produksi steril: Obat dititipkan di ruang produksi steril

100 91 (lanjutan) 3. Pasien rawat inap Pasien dirawat inap; resep diterima di Depo Teratai Depo Teratai: Pembuatan formulir permintaan obat sitostatika Petugas Depo Teratai ke gudang farmasi: Permintaan obat sitostatika Ruang produksi steril: Obat dititipkan di ruang produksi steril

101 92 Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas 1. Limbah Padat Limbah padat Non infeksius Infeksius Sitostatika Plastik hitam Plastik kuning Plastik ungu Tempat pembuangan sementara Incinerator Tempat pembuangan akhir Debu 2. Limbah Cair 3. Limbah Gas Limbah cair Limbah gas Saluran pembuangan air Disaring dengan HEPA Filter 2 lapis Air kran (Dibiarkan mengalir beberapa saat) Udara bebas

102 Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Penerimaan resep dari dokter/perawat ruangan oleh petugas farmasi Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining peresepan Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan/asuransi Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat Penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga kefarmasian dengan verifikasi dan klarifikasi 7 benar Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 5 benar Pembuatan etiket obat Pelaksanaan permohonan ijin prinsip untuk pasien jaminan Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat tidak terlayani oleh depo farmasi Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien 93

103 94 Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo ASKES Penerimaan Resep Pemeriksaan kelengkapan berkas Pasien mendapatkan nomor Input data ke komputer Penulisan etiket Penyiapan Obat Penyerahan + informasi singkat

104 95 Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Dokter < Pukul Resep - - Map (Formulir Instruksi Obat) -Instruksi Kereta Obat) Farmasi Depo ± Pukul Obat - - Kereta Obat - Map Obat Lemari emergency RuanganTPNTP Sore Malam Pagi Siang Perawat - Obat Obat di luar jam Obat kerja di luar Formuli jam kerja Pemberian Formulir Obat pemberian obat Insidetil insidentil Pasien

105 Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral OK Cito Pasien masuk ke OK Cito Penata mengambil Paket Obat dan Alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo. Bila kurang, maka penata dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Petugas Depo IBS menyiapkan kembali Paket Obat dan Alkes dan OK Cito, serta melengkapi lemari emergensi. Depo IBS melakukan perincian biaya pasien dan mengirimkan ke depo di mana pasien dirawat Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket Obat dan Alkes OK Cito yang telah terpakai oleh pasien 96

106 (lanjutan) OK Elektif Sehari sebelum operasi, Depo IBS menerima jadwal operasi dan permintaan anestesi umum atau spinal Petugas depo menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut Pada hari operasi, penata bedah mencatat permintaan di buku pada hari operasi dan paket bedah disiapkan oleh petugas depo Pada hari operasi, penata bedah dan penata anestesi meminta paket masingmasing ke Depo IBS Perincian selanjutnya dikirimkan ke depo di mana pasien dirawat. Setelah operasi, paket dikembalikan ke depo dan petugas depo merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke bagian perincian Petugas depo mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. 97

107 98 Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes OK Cito No. Nama Barang Jumlah INJEKSI 1. Aqua pro injection 25 ml 2 2. Epinefrin 1 mg/ml 1 3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2 ALKES 1. Blood administration set JMS 1 2. Disp. Syringe 3 cc 3 3. Disp. Syringe 5 cc 3 4. Disp. Syringe 10 cc 3 5. Electrode 3 6. Infus set JMS 1 7. Mata pisau no Mata pisau no Mata pisau no Mata pisau no Kapas alkohol/wippy 3

108 99 Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif No. Nama Barang Jumlah INJEKSI 1. Aqua pro injection 25 ml 1 2. Epinefrin 1 mg/ml 1 3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2 4. Diazepam 1 ALKES 1. Blood administration set JMS 1 2. Disp. Syringe 3 cc 3 3. Disp. Syringe 5 cc 3 4. Disp. Syringe 10 cc 3 5. Electrode 3 6. Infus set JMS 1 7. Kapas alkohol/wippy 2 8. Vasofix Safety no Vasofix Safety no Veca C 1 INFUS 1. Ringer Lactate 500 ml 2

109 100 Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Paket Bedah Prima No. Nama Barang Jumlah INJEKSI 1. Aqua pro injection 25 ml 1 2. Epinefrin 1 mg/ml 1 3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2 4. Diazepam 1 ALKES 1. Disp. Syringe 3 cc 3 2. Disp. Syringe 5 cc 3 3. Disp. Syringe 10 cc 3 4. Electrode 3 5. Infus set JMS 1 6. Kapas alkohol/wippy 2 7. Vasofix Safety no.20 1 INFUS 1. Ringer Lactate 500 ml 2

110 101 Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat MULAI Dokter/apoteker/perawat/pasien/keluarga pasien Identifikasi dan melaporkan kejasian ESO Tim pemantauan ESO (Dokter/apoteker/perawat) 1. Menerima laporan ESO 2. Assasement kejadian ESO pada pasien dengan obat pasien Dokter DPJP Pencatatan dan pendokumentasian ESO dalam Rekam Medik Tidak OK? Ya Tim pemantauan ESO (Dokter/apoteker/perawat) 1. Penyusunan saran/rekomendasi secara tertulis dalam formulir rekomendasi farmasi klinik untuk penaganan ESO 2. Penyampaian rekomendasi kepada tenaga kesehatan Tim pemantauan ESO (Dokter/apoteker/perawat) Penyampaian laporan kejadian ESO pasien Tidak Dokter DPJP 1. Menerima saran/rekomendasi 2. Memberikan respon umpan balik atas saran dan rekomendasi OK? Selesai Ya Ka. Satker Klarifikasi (Tinjauan Menajemen) Menerima laporan ESO dan penyususnantindak lanjut dalam 48 jam Klarifikasi KKMP (Tinjauan Menajemen) Menerima laporan ESO berdasarkan Grading bentuk KTD dan SENTINEL

111 102 Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat User (pasien/lainnya) Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis Tidak Ok Apoteker 1. Menerima pertanyaan 2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya Apoteker 1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat. 2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur. 3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat. 4. Penyampaian jawaban kepada user. Ok User 1. Menerima jawaban pertanyaan 2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan. Tidak Ok Ok Selesai

112 103 Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat

113 104 Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat Apoteker 1. Entry data pasien dalam software interaksi obat. 2. Entry data pengobatan pasien dalam software interaksi obat. 3. Penilaian informasi data interaksi obat dari software (penilaian level signifikansi) Signifikan Tidak Signifikan Apoteker 1. Penyusunan rekomendasi dalam formulir rekomendasi farmasi klinik untuk penanganan interaksi obat. Penyampaian rekomendasi pada tenaga kesehatan.ruang produksi steril: Dokter/SMF Instruksi perbaikan terapi Tidak Ok Ok Apoteker/Asisten Apoteker Perubahan instruksi terapi Selesai

114 105 Lampiran 21. Alur pengkajian resep Mulai Dokter DPJP/Representatif DPJP 1. Menulis resep untuk pasien 2. Melengkapi persyaratan resep Petugas Farmasi (Apoteker/Penyelia) 1. Menerima resep dokter 2. Screening resep dokter Belum Lengka Ya Petugas Farmasi (AA) Pelayanan resep obat pasien yang telah lengkap/benar Selesai

115 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS INTERAKSI OBAT PASIEN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP FATMAWATI PERIODE DESEMBER JANUARI 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IRIANTHI PANUT, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

116 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI...ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR LAMPIRAN...v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Level Signifikansi Interaksi Intervensi Sebagai Tindakan Pencegahan Interaksi Obat... 8 BAB 3. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian Sampel Penelitian... 9 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

117 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Diagram persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember Januari Sepuluh besar kasus interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Diagram jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Lima besar interaksi obat level signifikansi 1 yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Lima besar interaksi obat level signifikansi 2 yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Lima besar interaksi obat level signifikansi 3 yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Lima besar interaksi obat level signifikansi 4 yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Lima besar interaksi obat level signifikansi 5 yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari iii

118 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Jumlah dan persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember Januari Tabel 4.2. Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Tabel 4.3. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Tabel 4.4. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahan absorpsi obat Tabel 4.5. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahan metabolisme obat Tabel 4.6. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahan ekskresi obat Tabel 4.7. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yang menghasilkan peningkatan toksisitas Tabel 4.8. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yang menghasilkan penurunan efektivitas obat Tabel 4.9. Rekapitulasi jumlah dan persentase mekanisme interaksi obat pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Tabel Level signifikansi interaksi obat yang berpotensi terjadi Tabel Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat Tabel Rekapitulasi jumlah dan persentase intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari iv

119 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 4.1 Data Interaksi Obat v

120 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan upaya kesehatan bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan terpadu. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan. dan tempat untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang (Charles, 2004). Salah satu contoh sarana kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang- Undang Republik Indonesia No 44, 2009). Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1333/Menkes/SK/XII/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depertemen Kesehatan, 2006). Profesi farmasi merupakan salah satu peran yang mendukung pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang tidak hanya memberikan saran profesional pada saat peresepan saja, namun mencakup kegiatan sebelum peresepan, saat peresepan dan setelah peresepan. Kegiatan profesi farmasi selama peresepan contohnya saat memberikan saran profesional kepada dokter atau tenaga kesehatan lain terkait dengan terapi pada saat peresepan dilakukan. Sedangkan kegiatan profesi farmasi setelah selesai peresepan yaitu setiap kegiatan yang berfokus kepada pengoreksian dan penyempurnaan resep, seperti monitoring problem terkait obat (Drug Related Problem). Salah satu klasifikasi problem terkait obat (Drug Related Problem) yaitu interaksi obat (drug interaction). 1

121 2 Interaksi obat didefinisikan sebagai suatu keadaaan bilamana efek suatu obat berubah dengan adanya pengaruh dari obat lain, obat herbal, makanan, minuman, atau oleh suatu substansi kimia (Baxter, 2010). Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interaction) yang lazimnya menyebabkan terjadinya efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkat nya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menyebabkan hasil terapi yang tidak maksimal. Meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam rangka pengobatan pasien dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar. Pasien Intensive Care Unit (ICU) merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam-macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi obat yang dapat mempengaruhi outcame pasien. Dengan mengetahui bagaimana mekanisme interaksi obat, maka dapat diperkirakan kemungkinan efek yang terjadi serta memungkinkan antisipasi dan penanggulangan guna meningkatkan kualitas hidup pasien Tujuan Untuk menganalisa interaksi obat yang terjadi pada pasien di Intensive Care Unit (ICU) RSUP Fatmawati periode Desember Januari

122 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat didefinisikan sebagai suatu keadaaan bilamana efek suatu obat berubah dengan adanya pengaruh dari obat lain, obat herbal, makanan, minuman, atau oleh suatu substansi kimia. Interaksi dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Beberapa obat berinteraksi dengan beberapa cara yang unik. Terdapat beberapa mekanisme interaksi yang pasti dan umum diantaranya adalah interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas), interaksi secara farmakokinetik, dan interaksi secara farmakodinamik (Baxter, 2010). 2.2 Mekanisme Interaksi Obat Interaksi Secara Farmasetik (inkompatibilitas) Interaksi farmasetik atau yang disebut juga inkompatibilitas farmasetik merupakan interaksi yang terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak bercampur (inkompatibel). Interaksi ini bersifat langsung dan dapat terjadi secara fisik atau kimiawi, misalnya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible) yang selanjutnya berakibat inaktivasi obat. Contohnya pada fenitoin yang mengendap dalam larutan dekstrosa 5% (Baxter, 2010) Interaksi Secara Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat) sehingga menyebabkan kadar plasma obat yang dipengaruhi meningkat atau menurun. Akibatnya adalah terjadinya peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak berlaku untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda (Syarif, et al, 2007). 3

123 Interaksi dalam Absorpsi di Saluran Cerna Mekanisme interaksi yang terjadi terkait mekanisme absorpsi di saluran cerna terjadi melalui berbagai cara diantaranya adalah: a. Interaksi secara langsung Yaitu interaksi yang terjadi secara fisik/kimiawi antara obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorpsi sehingga dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini dapat dihindarkan dengan adanya jeda waktu pemberian obat. b. Perubahan ph cairan saluran cerna Kondisi cairan saluran cerna yang bersifat alkalis mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa. c. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas saluran cerna) Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan absorpsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi. Hal ini berarti bahwa kecepatan pengosongan lambung hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas. Waktu transit dalam usus biasanya tidak mempengaruhi absorpsi obat, kecuali untuk obat yang sukar larut dalam cairan saluran cerna (misalnya digoksin dan kortikosteroid), obat yang diabsorpsi secara aktif hanya di satu segmen usus halus (misalnya Fe dan riboflavin di usus halus bagian atas). d. Kompetisi untuk transporter membran di saluran cerna Mekanisme kompetisi untuk transporter membran di saluran cerna misalnya pada grape fruit, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran cerna, akan menurunkan bioavailibilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya fexofenadin) jika diberikan bersamaan. e. Perubahan flora usus Adanya perubahan flora usus misalnya akibat penggunaan antibiotika spektrum lebar (misalnya tetrasiklin, kloramfenikol) akan mensupresi flora normal usus dan mengakibatkan peningkatan efektivitas antikoagulan oral (antagonis vitamin K) yang diberikan bersama, menurunkan efektifitas kontrasepsi oral, dll.

124 5 f. Efek toksik pada saluran cerna Terapi dengan asam mefenamat, neomisin dan kolkisin menimbulkan sindrom malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu (Syarif, et al, 2007) Interaksi dalam Distribusi Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi ini akan bermakna secara klinik jika: (1) obat indeks sempit memilki ikatan protein sebesar 85%, volume distribusi yang kecil (Vd) obat 0,15 l/kg sehingga pergeseran sedikit saja akan meningkatkan kadar obat bebas secara bermakna; ini berlaku untuk obat bersifat asam, karena kebanyakan obat bersifat basa nilai Vd nya sangat luas; (2) mempunyai batas keamanan sempit, sehingga peningkatan kadar bebas obat tersebut dapat mencapai kadar toksik; (3) efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut di atas terjadi, misalnya pada pendarahan pada antikoagulan oral, hipoglikemia pada antidiabetik oral; (4) eliminasinya mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin dan salisilat (Syarif, et al, 2007 dan Baxter, 2010) Interaksi dalam Metabolisme Mekanisme interaksi yang terjadi dapat berupa hambatan metabolisme obat, induksi metabolisme obat, dan perubahan aliran darah hepar. Hambatan metabolisme terutama menyangkut obat-obat yang merupakan substrat enzim metabolisme sitokrom P450 (CYP) dalam mikrosom hati. Terdapat 6 isoenzim CYP yang penting untuk metabolisme obat (CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C, CYP1A1/2, dan CYP2E1. Tiap isoenzim tersebut memiliki susbtrat dan penghambatnya masing-masing. Pemberian bersama salah satu substrat dengan salah satu penghambat dari enzim yang sama akan meningkatkan efek atau toksisitasnya. Jika substrat isoenzim CYP merupakan obat dengan indeks terapi sempit, maka hambatan metabolismenya akan menimbulkan efek toksik sehingga dosis substrat harus diturunkan jika hendak diberikan bersama penghambatnya atau bahkan tidak boleh diberikan bersama peghambatnya (kontraindikasi) jika akumulasi obat susbtrat berakibat membahayakan.

125 6 Induksi metabolisme obat tergantung dari jenis enzim yang diinduksinya, suatu zat penginduksi dapat mempercepat metabolisme obat beberapa beberapa obat tetapi tidak mempengaruhi metabolisme obat-obat lain. Akan tetapi, ada beberapa zat penginduksi yang dapat menginduksi hampir semua isoenzim CYP, misalnya rifampisin, fenobarbital, fenitoin dan karbamazepim. Jika metabolit hanya sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologi, maka zat penginduksi mengurangi efek obat, sehingga dosis obat perlu ditingkatkan. Sebaliknya, jika metabolit lebih aktif atau merupakan zat yang toksik, maka zat penginduksi meningkatkan efek atau toksisitas obat. Perubahan aliran darah ke hepar berhubungan dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh hepar dengan kapasitas tinggi (mempunyai rasio ekstraksi hepar = E H yang tinggi), klirens hepar sangat dipengaruhi oleh perubahan Q H (Syarif, et al, 2007) Interaksi dalam Ekskresi Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi hepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan ph urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin yang menurunkan ekskresi empedu digoksin. Sirkulasi enterohepatik dapat diganggu dengan mengikat obat yang dibebaskan atau dengan mensupresi flora usus yang menghidrolisis konjugat obat, sehingga obat tidak direabsorpsi. Contoh: kolestiramin akan mengikat warfarin atau digoksin sehingga reabsorpsi terhambat dan klirens meningkat. Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transporter yang sama. Sedangkan perubahan ph urin akan menghasilkan perubahan klirens ginjal (melalui perubahan jumlah reabsorpsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara klinik jika fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari 30%), dan obat berupa basa lemah dengan pka 6,0 12,0 atau asam lemah dengan pka 3,0 7,5 (Syarif, et al, 2007).

126 Interaksi secara Farmakodinamik Merupakan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisilogik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis atau antagonis, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. Interaksi farmakodinamik umumnya dapt diekstrapolasikan (tidak diberlakukan) ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi ini dapat diprediksi sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat. Mekanisme interaksi dapat berupa interaksi pada reseptor, interaksi fisiologik, perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit, gangguan mekanisme ambilan amin di ujung saraf adrenergik, dan interaksi dengan penghambat monoamin oksidase (penghambat MAO) (Baxter, 2010). 2.3 Level Signifikansi Interaksi Level signifikansi adalah derajat dimana obat yang berinteraksi akan mengubah kondisi pasien. Level signifikansi dikelompokkan berdasarkan keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Pembagian level signifikansi adalah sebagai berikut: a. Level signifikansi 1: Tingkat keparahan mayor, tingkat dokumentasi diduga (suspected) atau lebih. b. Level signifikansi 2: Tingkat keparahan sedang, tingkat dokumentasi diduga (suspected) atau lebih. c. Level signifikansi 3: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi diduga (suspected) atau lebih. d. Level signifikansi 4: Tingkat keparahan mayor/sedang, tingkat dokumentasi mungkin (possible). e. Level signifikansi 5: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi mungkin (possible); tingkat keparahan mayor/sedang/minor, tingkat dokumentasi diragukan (unlikely) (Baxter, 2010).

127 8 2.4 Intervensi Sebagai Tindakan Pencegahan Interaksi Obat Intervensi didefinisikan sebagai setiap aksi yang dilaksanakan oleh seorang profesi kesehatan yang menghasilkan perubahan dalam menajemen maupun terapi pasien. Intervensi yang dapat dilakukan oleh profesi farmasi terkait pencegahan interaksi obat diantaranya adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan, RI, 2006): a. Intervensi memonitor kondisi klinik pasien yang dapat dilakukan dengan pemantauan parameter hasil laboratorium b. Intervensi pengaturan jadwal pemberian, yang dapat dilakukan dengan memberikan jeda waktu pemberian untuk obat-obat yang berinteraksi c. Intervensi pengaturan dosis obat yang dapat dilakukan dengan menurunkan maupun meningkatkan dosis, dan d. Intervensi menghindari penggunaan bersamaan kedua obat yang dapat dilakukan dengan cara mengganti obat yang berinteraksi dengan obat alternatif lain.

128 9 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Februari - bertempat di RSUP Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. 29 Maret 2013 yang 3.2 Metode Pengkajian Pengkajian observasional yang dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari instruksi harian pasien ICU RSUP Fatmawati. Metode pengkajian yang digunakan dengan melakukan studi literatur (studi pustaka). Pustaka yang digunakan bersumber dari buku terbitan dan jurnaljurnal yang dipublikasikan di internet yang berkaitan dengan interaksi obat. 3.3 Sampel Pengkajian Semua pasien ICU RSUP Fatmawati yang dirawat pada periode Desember 2012 Januari

129 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari hasil pemantauan interaksi obat di ruang ICU RSUP Fatmawati diperoleh 74% dari 111 pasien berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember Januari Tabel 4.1. Jumlah dan persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember Januari Pasien ICU RSUP Fatmawati Jumlah Pasien Persentase Pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat 82 74% Pasien yang tidak berpotensi mengalami interaksi obat 29 26% Jumlah % 26% pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat 74% pasien yang tidak berpotensi mengalami interaksi obat Gambar 4.1. Diagram persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember Januari Tabel 4.2. Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level Jumlah Kasus Persentase (%) Allopurinol - Kaptopril Farmakodinamik 5 2 0,59 Amikasin - Furosemid Farmakodinamik 4 2 0,59 Ampisillin - Gentamisin Farmakodinamik 5 1 0,29 Aminofillin - Flukonazol Farmakokinetik 4 2 0,59 10

130 Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level Jumlah Kasus 11 Persentase (%) Aminofillin - Levofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29 Aminofillin - Norepinefrin Farmakodinamik 4 1 0,29 Antasida Kaptopril Farmakkinetik 2 1 0,29 Antasida Vitamin C Farmakokinetik 1 1 0,29 Asam folat Fenitoin Farmakodinamik 2 1 0,29 Aspirin Heparin Farmakodinamik 1 1 0,29 Aspirin Kaptopril Farmakodinamik 2 2 0,59 Aspirin - Klopidogrel Farmakodinamik 1 4 1,18 Asiklovir Sefoperazon Farmakodinamik 1 1 0,29 Bisoprolol Epinefrin Farmakodinamik 2 1 0,29 Bisoprolol Dopamin Farmakodinamik 2 1 0,29 Bisoprolol Fentanyl Farmakodinamik 2 8 2,35 Bisoprolol Ketorolac Farmakodinamik 2 1 0,29 Bisoprolol Midazolam Farmakokinetik 2 3 0,88 Bisoprolol Parasetamol Farmakokinetik 2 1 0,29 Deksametason Fenitoin Farmakokinetik 2 3 0,88 Deksametason Furosemid Farmakodinamik 3 1 0,29 Deksametason Ketorolac Farmakodinamik 2 1 0,29 Deksametason Metronidazol Farmakokinetik 5 3 0,88 Deksametason Metilprednisolon Farmakodinamik 5 1 0,29 Deksametason Norepinefrin Farmakodinamik 2 2 0,59 Deksametason Omeprazol Farmakodinamik 3 2 0,59 Deksametason - Midazolam Farmakokinetik 5 4 1,18 Deksametason Levofloxacin Farmakodinamik 2 1 0,29 Digoksin Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29 Digoksin Dobutamin Farmakodinamik 5 1 0,29 Digoksin - Norepinefrin Farmakodinamik 5 1 0,29 Dobutamin Furosemid Farmakodinamik 3 1 0,29 Dobutamin Fenitoin Farmakokinetik 3 2 0,59 Dobutamin Ranitidin Farmakokinetik 5 5 1,47 Domperidon Salbutamol Farmakodinamik 4 1 0,29 Epinefrin Furosemid Farmakodinamik 3 2 0,59 Epinefrin Heparin Farmakodinamik 2 2 0,59 Fenitoin Furosemid Farmakokinetik 4 1 0,29 Fenitoin Ibuprofen Farmakokinetik 4 1 0,29

131 12 Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level Jumlah Kasus Persentase (%) Fenitoin Isoniazid Farmakokinetik 2 1 0,29 Fenitoin Ketorolac Farmakokinetik 5 2 0,59 Fenitoin Metronidazol Farmakokinetik 4 1 0,29 Fenitoin - Midazolam Farmakokinetik 2 3 0,88 Fenitoin Kloramfenikol Farmakokinetik 2 1 0,29 Fenitoin Omeprazol Farmakokinetik 3 3 0,88 Fenitoin Parasetamol Farmakokinetik 2 3 0,88 Fenitoin - Ranitidin Farmakokinetik 3 7 2,05 Fenitoin Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29 Fenitoin Norepinefrin Farmakokinetik 4 1 0,29 Fentanyl - Fenitoin Farmakokinetik 2 8 2,35 Fentanyl Fluconazol Farmakokinetik ,41 Fentanyl - Midazolam Farmakodinamik ,24 Fentanyl Nifedipin Farmakodinamik 4 4 1,18 Fentanyl Ranitidin Farmakokinetik ,70 Flukonazol Isoniazid Farmakokinetik 3 1 0,29 Flukonazol - Metilprednisolon Farmakokinetik 5 1 0,29 Flukonazol Midazolam Farmakokinetik 5 3 0,88 Flukonazol Ranitidin Farmakokinetik 3 3 0,88 Flukonazol Sucralfat Farmakokinetik 3 3 0,88 Flukonazol Rifampisin Farmakokinetik 2 1 0,29 Furosemid - Kaptopril Farmakodinamik 1 3 0,88 Furosemid Seftriaksone Farmakokinetik 5 5 1,47 Furosemid Norepinefrin Farmakodinamik 3 5 1,47 Gentamisin Seftriakson Farmakodinamik 2 2 0,59 Gentamisin Ketorolac Farmakokinetik 4 3 0,88 Heparin ISDN Farmakodinamik 5 1 0,29 Heparin Norepinefrin Farmakodinamik 5 2 0,59 Heparin Seftriakson Farmakodinamik 4 2 0,59 Insulin Kaptopril Farmakodinamik 4 1 0,29 Isoniazid Rifampisin Farmakokinetik 1 3 0,88 Kalsium Atorvastatin Midazolam Farmakokinetik 5 1 0,29 Kalsium karbonat Midazolam Farmakokinetik 4 1 0,29 Kalsium karbonat Norepinefrin Farmakokinetik 5 1 0,29 Kalsium karbonat Ofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29

132 13 Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level Jumlah Kasus Persentase (%) Ketorolac Ranitidin Farmakokinetik ,94 Ketorolac Metilprednisolon Farmakodinamik 5 1 0,29 Ketorolac Midazolam Farmakokinetik 5 2 0,59 Ketorolac Vankomisin Farmakokinetik 1 1 0,29 Klonidin Norepinefrin Farmakodinamik 5 1 0,29 Kloramfenikol Ranitidin Farmakodinamik 2 2 0,59 Klopidogrel - Simvastatin Farmakokinetik 4 2 0,59 Levofloksasin Midazolam Farmakokinetik 4 2 0,59 Magnesium Sulfat Nifedipin Farmakodinamik ,47 Metronidazol Ranitidin Farmakokinetik 5 1 0,29 Metilprednisolon Midazolam Farmakokinetik 5 1 0,29 Metilprednisolon Norepinefrin Farmakodinamik 4 1 0,29 Metronidazol Warfarin Farmakokinetik 2 1 0,29 Midazolam Omeprazol Farmakokinetik 5 7 2,05 Midazolam Ofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29 Midazolam Parasetamol Farmakokinetik 5 9 2,65 Midazolam Propofol Farmakokinetik 4 5 1,47 Midazolam Ranitidin Farmakokinetik ,24 Midazolam Simvastatin Farmakokinetik 5 1 0,29 Nifedipin Ranitidin Farmakokinetik 5 3 0,88 Norepinefrin Ranitidin Farmakokinetik 5 4 1,18 Ondansetron - Rifampisin Farmakokinetik 3 2 0,59 Ondansetron - Tramadol Farmakodinamik 2 5 1,47 Ofloksasin Teofilin Farmakokinetik 5 1 0,29 Ofloksasin Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29 Parasetamol Ranitidin Farmakokinetik 3 6 1,76 Ranitidin THP Farmakokinetik 5 2 0,59 Ranitidin Seftriaksone Farmakokinetik ,71 Ranitidin Siprofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29 Ranitidin - Sukralfat Farmakokinetik 5 3 0,88 Rifampisin Pirazinamid Farmakodinamik 4 3 0,88 Sucralfat Warfarin Farmakokinetik 4 1 0,29 Triheksipenidil Propofol Farmakodinamik 5 2 0,59 Jumlah

133 14 Fentanyl - Ranitidin Magnesium Sulfat - Nifedipin Ranitidin - Seftriaksone Fentanyl - Fluconazol Fentanyl - Midazolam Midazolam - Ranitidin Ketorolac - Ranitidin Midazolam - Parasetamol Bisoprolol - Fentanyl Fentanyl - Fenitoin Jumlah kasus Gambar 4.2. Sepuluh besar kasus interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Tabel 4.3. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari Mekanisme Interaksi Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Jumlah Interaksi Obat Persentase 41% 59% 100% 59% 41% Interaksi Farmakodinamik Interaksi Farmakokinetik Gambar 4.3. Diagram persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember Januari 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EMMA RACHMANISA S, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA

Lebih terperinci

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi :

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi : PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK-JAKARTA SELATAN PERIODE 5 SEPTEMBER - 28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II 2.1 Rumah Sakit TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1.1 Definisi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT SOP No. Dokumen No. Revisi : Tanggal Terbit : 51.VIII/SOP/PNG/V/2016 : 3 Mei 2016 Halaman : 1/ 6 UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN 1. Pengertian 2. Tujuan 3. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017 SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI MENIMBANG : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Permata Bunda, maka diperlukan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Alur pengelolaan sediaan farmasi meliputi empat fungsi dasar, yaitu seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

25/3/2016. Citraningsih Yuniarti RSUD KOTA YOGYAKARTA 2016

25/3/2016. Citraningsih Yuniarti RSUD KOTA YOGYAKARTA 2016 Citraningsih Yuniarti RSUD KOTA YOGYAKARTA 2016 Kegiatan logistik sangat penting dalam menunjang kegiatan pengadaan barang / jasa di RS sehingga mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan Lampiran 1. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan DIREKTUR KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL WAKIL DIREKTUR BIDANG ADMINISTRASI UMUM WAKIL DIREKTUR BIDANG PELAYANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN WAKIL DIREKTUR

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. CadasariKab. PandeglangBanten SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS CADASARI Nomor : TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG Instalasi Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang merupakan Bagian Pelayanan Instalasi

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

Lebih terperinci

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI Aspek legal penggunaan TIK untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan Yustina Sri Hartini - PP IAI Disampaikan dalam Annual Scientific Meeting Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, 23 Maret 2017

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 WAWANCARA Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN HASIL WAWANCARA Sistem perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA JALAN KESEHATAN NO. 1 YOGYAKARTA 03 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2015 PERIODE XLV

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA JALAN KESEHATAN NO. 1 YOGYAKARTA 03 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2015 PERIODE XLV LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA JALAN KESEHATAN NO. 1 YOGYAKARTA 03 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2015 PERIODE XLV PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012 ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN Disusun oleh: Sri Mayani Harahap, S. Farm NIM : 093202063 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals. Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt.

Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals. Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt. Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt. PERMENKES Nomor 58 Tahun 2014 Standard Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Standard pengelolaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan DIREKTU R KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL WAKIL DIREKTUR BIDANG ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN WAKIL DIREKTUR BIDANG PELAYANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS Kelompok 2 : Aryes Patricia Nova reza Adawiyah Ida Royani Pengertian Obat : suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi sakit, mengobati dan mencegah penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA Disusun Oleh: Zeplin Karo-karo, S. Farm 0732020110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Lembar

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Dengan meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT BETHESDA JL.JENDRAL SUDIRMAN NO. 70 YOGYAKARTA (1 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2015) PERIODE XLV OLEH: FELISITAS APRILIA JAMAN, S.Farm 2448715115 MARIA INVIOLA

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yag kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN Mustika Meladiah 1 ; Harianto 2 ; Rachmawati 3 Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PELAYANAN FARMASI SATU PINTU DI RUMAH SAKIT

PENERAPAN PELAYANAN FARMASI SATU PINTU DI RUMAH SAKIT PENERAPAN PELAYANAN FARMASI SATU PINTU DI RUMAH SAKIT Tugas utama IFRS : pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO JL. KESEHATAN NO 1 SEKIP SINDUADI YOGYAKARTA 03 APRIL 30 MEI 2017

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO JL. KESEHATAN NO 1 SEKIP SINDUADI YOGYAKARTA 03 APRIL 30 MEI 2017 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO JL. KESEHATAN NO 1 SEKIP SINDUADI YOGYAKARTA 03 APRIL 30 MEI 2017 PERIODE XLVIII PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, persaingan terjadi di berbagai sektor, termasuk sektor jasa. Salah satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus menggunakan

Lebih terperinci

PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA 1. SEJARAH RSUD TARAKAN JAKARTA Pada mulanya tahun 1953, rsud tarakan hanya berbentuk balai pengobatan. Kemudian pada tahun 1956, beralih menjadi puskesmas

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan DIREKTUR KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL WAKIL DIREKTUR BIDANG ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN WAKIL DIREKTUR BIDANG PELAYANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan obat menurut Siregar dan Amalia (2003) merupakan salah satu manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, Menimbang : a. bahwa penyediaan obat merupakan langkah awal pengelolaan di Puskesmas

Lebih terperinci

Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan DIREKTUR KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL WAKIL DIREKTUR BIDANG ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN WAKIL DIREKTUR BIDANG PELAYANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A.

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A. ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A. KARTINI JEPARA TAHUN 2006 TESIS Program Studi Magister Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Rumah Sakit. Tingkat III. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes,

Lebih terperinci