UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA WIDIYANTIANA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker MAYA WIDIYANTIANA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama/ NPM : Maya Widiyantiana, S.Farm./ Program Studi : Profesi Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, Periode 2 September 25 Oktober 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker - Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt. ( ) Pembimbing II: Dr. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. ( ) iii

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Maya Widiyantiana, S.Farm NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 11 Januari 2014 iv

5 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan Periode 2 September 25 Oktober Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Pada penyelesain penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Dr. Retnosari Andrajati, M.S, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. 5. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing I atas waktu, bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. v

6 6. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah putus. 9. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan UBAYA. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin. Penulis 2014 vi

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Maya Widiyantiana, S.Farm NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Jenis karya : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 02 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 11Januari 2014 Yang menyatakan (Maya Widiyantiana, S.Farm.) vii

8 ABSTRAK Nama : Maya Widiyantiana, S.Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan Periode 2 September 25 Oktober 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu rumah sakit, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di rumah sakit terutama dalam hal pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di rumah sakit. Tugas khusus yang diberikan berjudul Daftar Label Sediaan Oral di RSUP Fatmawati. Tugas khusus ini bertujuan untuk memperoleh data jumlah jenis sediaan oral yang terdapat di RSUP Fatmawati berdasarkan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun Kata kunci : RSUP Fatmawati, label sediaan oral Tugas umum : xii + 99 halaman; 16 lampiran Tugas khusus : iii halaman; 2 tabel Daftar Acuan Tugas Umum : 12 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Maya Widiyantiana, S.Farm NPM : Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at Fatmawati Hospital Cilandak South Jakarta Period September 2 - October Pharmacists Professional Practice implemented in Fatmawati Hospital Cilandak South Jakarta. PKPA activity is intended that students can see the direct profession pharmacists activity that takes place in a hospital, gain knowledge and insight into everything related aspects in the hospital, especially in the case of pharmaceutical management and clinical pharmacy services in Fatmawati and can have a profound understanding on the role and duties of pharmacists in hospitals. A special task that given called the list of labels in the oral dosage in Fatmawati Hospital. This particular task aimed to obtain data on number of types of oral dosage contained in Fatmawati Hospital based formulary Fatmawati Edition VI in Keywords : Fatmawati Hospital, labels in the oral dosage General Assignment : xii + 99 pages; 16 appendices Specific Assignment : iii pages, 2 tables Bibliography of General Assignment: 12 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 4 ( ) ix

10 DAFTAR ISI COVER... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix x xii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM Definisi Rumah Sakit Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan Pengelolaan Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati Tugas Pokok RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati Visi dan Misi Motto dan Falsafah Nilai Tujuan BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Instalasi Farmasi Bagan Organisasi Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan FRS Analisa Kebutuhan Tenaga Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alkes Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Visi Instalasi Farmasi Misi Instalasi Farmasi Tujuan Instalasi Farmasi Nilai nilai Instalasi Farmasi x

11 3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati BAB 4. PEMBAHASAN BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati Lampiran 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Lampiran 3 Alur Pengkajian Resep Lampiran 4 Alur Pemantauan Efek Samping Obat Lampiran 5 Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat Lampiran 6 Alur Penyimpanan Resep dan Arsip Lampiran 7 Alur Pemusnahan Resep dan Arsip Lampiran 8 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi Lampiran 9 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima Lampiran 10 Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik Lampiran 11 Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap 94 Lampiran 12 Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription Lampiran 13 Alur Pelayanan Resep di Depo Askes Lampiran 14 Alur Distribusi Obat secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Lampiran 15 Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral Lampiran 16 Alur Program Pelayanan Informasi Obat xii

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Upaya kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan promotif, kuratif dan rehabilitatif diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam UU. No 44 tahun 2009 tertulis, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Dalam keberlangsungannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, suatu rumah sakit membutuhkan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang bermutu, 1 Universitas Indonesia

14 2 bermanfaat, aman dan terjangkau. Adanya bagian kefarmasian merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Yang dimaksud dengan "instalasi farmasi" dalam penjelasan UU. No. 44 Tahun 2009 adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit. Dalam PP 51 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, maka setiap calon Apoteker harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian di bidang kefarmasian sehingga calon apoteker setidaknya mempunyai bekal untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional. Sesuai dengan Pasal 5 butir c dan d, fungsi rumah sakit adalah melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta karena RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang dapat memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh disiplin ilmu. Universitas Indonesia

15 3 1.2 Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah sebagai berikut : a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT). b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan rumah sakit. c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker. Universitas Indonesia

16 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009) Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. 4 Universitas Indonesia

17 Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari: a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas : a. Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. Universitas Indonesia

18 6 b. Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. c. Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal Berdasarkan pengelolaan Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat Rumah Sakit Publik Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. 2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno. Universitas Indonesia

19 7 Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984 RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan. Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS : 2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI (Joint Commission International). Universitas Indonesia

20 8 2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati Tugas Pokok RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian Fungsi RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan: a. Pelayanan medis b. Pelayanan penunjang medis dan non medis c. Pelayanan dan asuhan keperawatan d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit e. Pelayanan rujukan f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan g. Penelitian dan pengembangan h. Administrasi umum dan keuangan 2.6 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan, paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan: a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap; b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas; c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini; d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan e. Berorientasi kepada para pelanggan. Universitas Indonesia

21 9 Misi dari RSUP Fatmawati adalah: a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya manusia Motto dan Falsafah Motto RSUP Fatmawati adalah Percayakan Pada Kami sedangkan falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah: a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan Nilai Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional, komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas Jujur Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas Profesional Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap, dan peka budaya) Komunikatif Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif. Universitas Indonesia

22 Ikhlas Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan Peduli Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan Tujuan Tujuan RSUP Fatmawati adalah: a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety) b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian. d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit. Universitas Indonesia

23 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2003) Bagan organisasi Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, kewenangan, dan fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medik fungsional 11 Universitas Indonesia

24 12 yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit Apoteker juga berperan dalam tim/ panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain: a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri c. Tim penanggulangan AIDS d. Tim transplantasi e. Tim PKMRS, dan lain - lain Analisa kebutuhan tenaga Jenis ketenagaan a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF) b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer atau teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi c. Pembantu pelaksana Beban kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: a. Kapasitas tempat tidur dan BOR b. Jumlah resep atau formulir per hari Universitas Indonesia

25 13 c. Volume perbekalan farmasi d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian rawat inap) Jenis pelayanan a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) b. Pelayanan rawat inap intensif c. Pelayanan rawat inap d. Pelayanan rawat jalan e. Penyimpanan dan pendistribusian f. Produksi obat Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan Pemilihan Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan pada transaksi pembelian Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode Universitas Indonesia

26 14 kombinasi konsumsi dan morbiditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan atau droping atau hibah Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi (penitipan barang dari pemilik kepada suatu pihak untuk dijualkan) atau sumbangan Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi. Universitas Indonesia

27 15 b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotek rumah sakit. c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: 1) Apotek rumah sakit/ satelit farmasi yang dibuka 24 jam 2) Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: Pengkajian resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi Pemantauan dan pelaporan efek samping obat Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan Universitas Indonesia

28 16 yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap Pemantauan kadar obat dalam darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit Ronde atau visite Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya Pengkajian penggunaan obat Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. 3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satusatunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi 15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu: a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3) b. Penyelia Depo Askes Universitas Indonesia

29 17 c. Penyelia Depo IGD dan IRI d. Penyelia Depo IBS e. Penyelia Depo Teratai - IRNA A f. Penyelia Depo Teratai - IRNA B g. Penyelia Depo Griya Husada h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto i. Penyelia Gudang Farmasi j. Penyelia Produksi Farmasi k. Penyelia Sistem Informasi l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah: a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian di RSUP Fatmawati. e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat. f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi kefarmasian. Universitas Indonesia

30 18 Fungsi instalasi farmasi adalah: a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati dengan pihak - pihak terkait. b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati Visi Instalasi Farmasi Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah Terdepan, Paripurna, Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia Misi Instalasi Farmasi Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan efisien. d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medik. Universitas Indonesia

31 Tujuan Instalasi Farmasi Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: a. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit. b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi. e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit, masyarakat, serta lingkungan. f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan pelatihan. g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi pelayanan. h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi Nilai - nilai Instalasi Farmasi Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: a. Profesional b. Benar dan aman (safety) c. Penuh tanggung jawab d. Jujur e. Ramah dan peduli (care) Kegiatan Farmasi Klinik Pengkajian Resep Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan skrining resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan Universitas Indonesia

32 20 administratif, farmasetis dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep atau Obat telah di review Farmasi pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Prosedur: a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan: 1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati 2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP Fatmawati b. Pelaksanaan skrining resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan: 1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak: a) Nama dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep d) Nomor rekam medik pasien e) Nama pasien f) Umur pasien g) Jenis kelamin pasien h) Berat badan pasien i) Nama obat j) Jumlah yang diminta dalam resep obat k) Aturan pemakaian obat 2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: a) Bentuk sediaan b) Kekuatan sediaan c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis d) Stabilitas sediaan Universitas Indonesia

33 21 e) Cara penyimpanan obat 3) Persyaratan Klinis dengan menilai: a) Indikasi obat b) Riwayat alergi obat c) Duplikasi pengobatan d) Interaksi obat dengan obat e) Interaksi obat dengan makanan f) Kontra indikasi obat g) Biaya obat c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep 1) Untuk konfirmasi bila ditemukan a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep d) Resep tidak terbaca e) Obat tidak tersedia f) Temuan masalah resep lainnya 2) Klarifikasi dan problem solving a) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep b) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan dengan komunikasi melalui telepon d. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep. e. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di skrining oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan: 1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep telah di review Farmasi pada resep pasien. 2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: a) Harga (billing) Universitas Indonesia

34 22 b) Etiket c) Timbang d) Isi e) Penyerahan dan pemeriksaan 3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user (pemilik resep) Pengkajian penggunaan obat Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah: a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik. d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain: a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment) terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional Universitas Indonesia

35 23 (SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu: a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa b. Ketepatan pemilihan obat c. Dosis terlalu tinggi d. Dosis terlalu rendah e. Efek samping obat f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji laboratorium. g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat, pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan. h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan penanda berupa stempel keterangan Resep atau Obat telah di review Farmasi pada Rekam Medik (RM) pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep pada Lampiran Visite Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien (pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam Universitas Indonesia

36 24 lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya. Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk: a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif b. Memberikan informasi mengenai farmakologi farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi medik, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; Universitas Indonesia

37 25 c. Pasien yang menerima 5 macam obat; d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin; f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit akan berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien atau keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien dengan terapi obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi). Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasein setelah itu apoteker mengidentifikasi masalah lalu memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat. Untuk kegiatan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pasien dan atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan penggunaan obat. Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan dokumentasi yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan serta sebagai materi pendidikan dan penelitian kegiatan. a. Monitoring efek samping obat Universitas Indonesia

38 26 Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat, pada dosis lazim untuk manusia, yang merugikan atau tidak diharapkan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor resiko. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, lama perawatan serta kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 4. MESO berguna bagi badan pengawas obat, perusahaan obat dan juga akademisi. Tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah : 1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang 2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan. 3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat 4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan 5) Membuat peraturan yang sesuai 6) Memberi peringatan pada masyarakat umum bila dibutuhkan 7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : 1) Laporan insidentil Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah. 2) Laporan sukarela Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat 3) Laporan intensif di RS Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim. 4) Laporan wajib Universitas Indonesia

39 27 Adalah peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas atau praktek sehari-hari. 5) Laporan lewat catatan medik Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima. b. Pelayanan informasi obat Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: 1) Rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur : 20 m 2 2) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur : 40 m 2 3) Rumah sakit dengan kapasitas 1300 tempat tidur : 70 m 2 Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan atau sumber referensi yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip dan kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah : 1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. 2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. 3) Membuat buletin, leaflet serta label obat. 4) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. Universitas Indonesia

40 28 5) Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. 6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. 7) Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian. c. Monitoring interaksi obat Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati meliputi tata cara melakukan pemantauan serta pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat hingga pemberian rekomendasi penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level signifikan dari interaksi yang sedang atau akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah : 1) Penggantian dengan obat yang lebih aman. 2) Pengaturan jadwal penggunaan. 3) Penurunan dosis obat. 4) Pemberian antidot/ pramedikasi sebelum penggunaan obat. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat pada Lampiran Konseling obat Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat Universitas Indonesia

41 29 jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat (PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker. c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker. c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti: 1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi). 2) Pasien dengan pengobatan kronis. 3) Pasien dengan riwayat alergi. 4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi. 5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis. Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut: a. Perkenalan. b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya. c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin Universitas Indonesia

42 30 terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung. d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan. e. Penutup Edukasi farmasi Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang benar mengenai obat, terwujudnya kepatuhan terkait dengan penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi dalam bentuk power point atau makalah atau lainnya dalam softcopy atau hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker ditentukan dengan metode: 1. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60 menit). 2. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi Tata Usaha Farmasi Kegiatan yang dilakukan di Tata Usaha Farmasi adalah seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 2 Universitas Indonesia

43 31 penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pegawai. Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut: a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan 1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat atau alkes depo farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi. 2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan laporan masing-masing penggunaannya. 3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan pemantauan penulisan resep obat generik. 4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi. Universitas Indonesia

44 32 5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi. 6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi. b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan. 1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan. 2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi Farmasi. Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas: a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur penyimpanan arsip. b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi Universitas Indonesia

45 33 c) Arsip laporan laporan d) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. Alur penyimpanan resep dapat dilihat pada lampiran 6. e) Arsip catatan kehadiran pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. f) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. g) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. h) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. Untuk pemusnahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan pada awal tahun untuk arsip laporan dan resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta arsip surat masuk dan keluar yang berumur lebih dari 5 tahun. Alur pemusnahan resep dan arsip dapat dilihat pada lampiran Gudang Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain: a. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode konsumsi, data yang digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat Universitas Indonesia

46 34 dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1 bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia. Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat), DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi b. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Universitas Indonesia

47 35 Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Obat-obat cito dapat diadakan dengan cara pembelian langsung, syarat pembelian langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya dilakukan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah, yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan pemakaian obat yang disusun setiap bulannya. c. Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia), tender, konsinyasi atau sumbangan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut: 1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik, selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik. 2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan: Universitas Indonesia

48 36 a) Faktur perbekalan farmasi; b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan Surat Pesanan atau SPK; c) Kondisi perbekalan farmasi; d) Jumlah perbekalan farmasi; e) Tanggal kadaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin atau reagensia) dapat kurang dari 2 tahun dengan persetujuan user; f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk alat kesehatan sedangkan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang. 4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi. 5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi. 6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi. d. Penyimpanan Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUP Fatmawati adalah: 1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut: a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. P enyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi RSUP Fatmawati dibedakan menjadi empat ruang besar yakni : Universitas Indonesia

49 37 i. Ruang penyimpanan alat kesehatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya. ii. Ruang penyimpanan cairan atau elektrolit (infus). Cairan disimpan di ruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet. iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis. iv. Ruang penyimpanan gas medik. Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak di belakang gedung teratai. Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medik dan ukurannya. b) Penyusunan perbekalan farmasi i. Penyusunan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi atau FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa lebih lama. ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FIFO. iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama atau pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak atau tempat obat diberikan stiker LASA. iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak Universitas Indonesia

50 38 ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas. vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet plastik atau kayu untuk menghindari kelembaban. c) Suhu selama penyimpanan i. Penyimpanan pada suhu kamar (25 o C) untuk obat - obat, cairan infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medik. ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2-8 o C untuk obat obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada kartu monitor suhu. iii. Sediaan vaksin membutuhkan pharmaceutical refrigerator khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati. d) Kelembaban Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % - 98 %. e) Cahaya matahari Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. f) Sirkulasi udara Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. g) Resiko kebakaran Universitas Indonesia

51 39 Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya. i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi. j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada. k) Obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT. Kimia Farma. Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika: i. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/ dokumentasi dengan ketentuan: i). Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. ii). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. iii). Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. iv). Dilengkapi dengan kartu stok. ii. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut: i). Menurut bentuk sediaan dan jenisnya. ii). Menurut suhu dan kestabilan sediaan: Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2-8 o C Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu o C iii). Menurut sifatnya mudah terbakar iv). Menurut ketahanan terhadap cahaya iii. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out). Universitas Indonesia

52 40 iv. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf A dan seterusnya. v. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil. vi. Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok narkotika dan psikotropika setiap hari. l) Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert: i. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati. ii. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama, jumlah, tanggal kadaluwarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan. iii. Pemberian penanda khusus (sticker) obat high alert golongan elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan pada kardus terluar obat high alert. iv. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang farmasi sebagai penambahan jumlah. v. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. vi. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara: i). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu antara 2 8 O C, maka disimpan pada lemari pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali. ii). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan, yaitu 25 O C, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda khusus. Universitas Indonesia

53 41 iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. e. Pendistribusian Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock). Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan pembagian stok ke depo depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluwarsa perbekalan farmasi. Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo farmasi bila telah diverifikasi. Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai jadwal pengambilan barang masing-masing ruang satuan medik. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas ruangan. f. Pelaporan Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain: 1) Rekapitulasi penerimaan barang 2) Rekapitulasi pengeluaran barang 3) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis 4) Laporan stok opname Universitas Indonesia

54 42 5) Laporan persediaan floor stock 6) Laporan narkotik (setiap bulan) dan psikotropik (setiap tahun) 7) Laporan barang sumbangan Produksi a. Produksi Non Steril Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi obat suntik dan obat kanker. Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa. b. Produksi steril Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril, preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar Prosedur Operasional) Aseptic dispensing preparation. Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan produksi steril yaitu seluruh pencampuran atau rekonstitusi obat Universitas Indonesia

55 43 kemoterapi dilakukan dengan menggunakan SPO handling cytotoxic. Kegiatan pencampuran obat kemoterapi ini hanya dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati di ruang steril/semi steril dengan menggunakan BSC. BSC atau Biological Safety Cabinet merupakan sebuah alat kerja untuk pencampuran obat kemoterapi yang mempunyai sistem sirkulasi udara melalui HEPA filter sedemikian rupa sehingga dapat melindungi petugas, lingkungan serta menjaga terhindarnya produk steril dari paparan kontaminan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah melakukan pelatihan internal. APD (Alat Pelindung Diri) wajib digunakan dengan tujuan tercapainya perlindungan petugas dari paparan obat dan bahan berbahaya saat kegiatan pelarutan obat dilakukan, terjaganya mutu dan sterilitas produksi injeksi. Untuk menjaga mutu sterilitas alat BSC dan LAF (Laminar Air Flow) maka perlu dilakukan desinfeksi BSC dan LAF agar menghilangkan kontaminan infeksius organik. Prosedur ini rutin dilakukan baik sebelum dan sesudah BSC dan LAF digunakan. Desinfeksi ini menggunakan alkohol 95%. Sedangkan dekontaminasi BSC dan LAF dilakukan rutin setiap 2 minggu sekali. Tujuan dekontaminasi ini adalah untuk membersihkan BSC atau LAF tempat dilakukannya pelarutan atau peracikan obat injeksi guna menghilangkan segala bentuk kontaminasi pada BSC atau LAF baik organik (mikroba) maupun organik (partikel sisa obat) pada BSC atau LAF. Petugas produksi steril diharuskan memeriksakan kondisi fisiologisnya secara klinik di Instalasi Patologi klinik dan Poli pegawai untuk menilai tingkat kesehatan fisik dan mental petugas secara keseluruhan. Ini dilakukan agar kondisi kesehatan operator terkontrol dan terjamin dalam keadaan normal tanpa adanya kelainan akibat paparan obat kanker maupun pengaruh stress lainnya. Serta agar tercapainya peningkatan motivasi operator/ petugas rekonstitusi bekerja secara hati - hati dan disiplin. Untuk alur masuk ke ruang produksi aseptic dispensing dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan lampiran 11. Pembuangan limbah kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai seperti vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran Universitas Indonesia

56 44 obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan (ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator Depo Rawat Jalan Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat poliklinik bedah, poliklinik OK minor, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik ortopedi, poliklinik pegawai, poliklinik medik umum dan poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik edukasi, poliklinik diabetes melitus, poliklinik gizi dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik paru, poliklinik Pusat Pelayanan Kanker Terpadu (PPKT), poliklinik anestesi anak, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata dan poliklinik THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual dapat dilihat dalam lampiran 12. Depo farmasi terdapat di setiap lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 2 Tenaga Teknis Kefarmasian, dan 1 Juru Racik. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 Juru Racik dan 1 bagian Administrasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1 Apoteker dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian. Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien TBC. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan serta pasien KJS yaitu: resep asli, SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy Universitas Indonesia

57 45 bukti pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription adalah agar: a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat pada pasien rawat jalan. b. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam penggunaan obat. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran 12 : a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi. b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining resep. d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS. e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat. f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip: 1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau 2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau 3) Verifikasi izin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia

58 46 h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: 1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual / dan lain - lain). 2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal. Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadaluwarsa. i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi. j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. k. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien. Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: 1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) 2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) 3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati 4) Selesai mengikuti masa orientasi l. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut. m. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien Depo Askes Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta Askes. Sumber daya manusia yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6 orang asisten apoteker, 2 orang Universitas Indonesia

59 47 juru resep, dan 3 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock) (RSUP Fatmawati, 2012b). Obat - obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah (PT. Askes, 2004) : a. Resep Asli b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan c. Fotokopi kartu Askes d. Surat Jaminan Pasien (SJP) yang didapat dari gedung Askes Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman pedoman yang disesuaikan dengan status pasien. Pedoman yang digunakan di depo askes adalah Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009). Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu Universitas Indonesia

60 48 resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13. Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. b. Laporan penulisan obat generik dan non generik. c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes. d. Laporan analisa penjualan. e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan. f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep. Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah resep per hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009) Depo Rawat Inap (Teratai A dan B) Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat di tengah lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas 516 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut : a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya pada kondisi pre eklampsia berat), high care unit di selatan Teratai, ruang Thalasemia dan ruang kemoterapi. b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di selatan Teratai. c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak anak (< 18 tahun) dan yang belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai. Universitas Indonesia

61 49 d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara Teratai. e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care unit di selatan Teratai. f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit di selatan Teratai. Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku penggunaan. Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam, diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit dose dispensing). Dalam sistem UDD petugas menyiapkan sejumlah obat dengan dosis sekali pakai dan disiapkan untuk keperluan pasien selama 24 jam per hari selama pasien menjalani rawat inap. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 14. Universitas Indonesia

62 50 Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock dan sistem resep individual berupa resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini diterapkan di lantai dua dan lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih mendapatkan puyer. Depo Rawat Inap terdapat beberapa paket untuk penanganan pasien. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo - depo farmasi lain, di antaranya adalah: a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan: a. Ruang resusitasi (ruang merah) Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan Universitas Indonesia

63 51 dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati. b. Ruang P2 (Ruang kuning) Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency. c. Ruang Triase Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini. d. Ruang Intermediate Ward Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang rawat inap atau ruang lainnya. Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD. Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain : a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU c. Paket Infus Dewasa d. Paket Resusitasi Anak e. Paket Resusitasi Dewasa Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Universitas Indonesia

64 52 Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian obat obat narkotika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan pemakaian obat obat psikotropika yang dibuat setiap bulan. d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. f. Laporan barang rusak dan kadalwuarsa yang dibuat setiap 3 bulan. g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan Depo Instalasi Bedah Sentral Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar. Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik, sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat anestesi dan alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi. Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif Universitas Indonesia

65 53 telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi tempat pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 15. Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan 2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic puncture) 27G x 3, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2 ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari Universitas Indonesia

66 54 propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan ketolorac 3% Pelayanan Informasi Obat (PIO) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: a. 200 tempat tidur : 20 m 2 b tempat tidur : 40 m 2 c tempat tidur : 70 m 2 Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah: a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, label obat. d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. Universitas Indonesia

67 55 f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian. b. Alur program pelayanan informasi obat dapat dilihat pada Lampiran Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT adalah : a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati. b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati. c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati. d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP Fatmawati. e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi TFT terdiri dari: a. Ketua : Dokter b. Sekretaris : Apoteker c. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat Tugas pokok dari TFT adalah: a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai. b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala. Universitas Indonesia

68 56 c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian Penyakit Infeksi. d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi Farmasi. e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan perbekalan kesehatan lainnya. Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun Pembuatan revisi formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Universitas Indonesia

69 BAB 4 PEMBAHASAN Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya. Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali. Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun Dengan adanya kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi klinik. 57 Universitas Indonesia

70 58 a. Pengkajian Resep Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap, terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan Resep telah di review Farmasi. Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan. b. Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan pengobatan pasien. Universitas Indonesia

71 59 c. Visite Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors). Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya kurang lengkap. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima oleh pasien. Universitas Indonesia

72 60 Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat, misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain - lain. Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan. d. Monitoring Efek Samping Obat Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam. Universitas Indonesia

73 61 Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi : 1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya efek samping obat. 2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya. 3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat dalam formulir pelaporan. 4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan, apoteker ruangan. 5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber. 6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah dilakukan. 7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang. 8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden (internal). 9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping obat. 10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan. 11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan. Universitas Indonesia

74 62 12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir laporan MESO Nasional. Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi segera ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel. e. Pelayanan Informasi Obat RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier. Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: 1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. 2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. 3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. 4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. 5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. 6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Universitas Indonesia

75 63 Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit. f. Monitoring Interaksi Obat Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan. g. Konsultasi Obat Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien. Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau memecahkan masalah pasien, apoteker menggunakan alat tulis untuk memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam Universitas Indonesia

76 64 hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien. Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker, apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat dibantu penanganannya oleh apoteker. Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat dengan makanan. h. Edukasi Farmasi Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus, layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program Universitas Indonesia

77 65 edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang akan memberikan obat. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain: 1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah: a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b) Tersedianya informasi yang akurat c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan. Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan mempermudah audit. Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya. 2) Gudang Farmasi Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan, Universitas Indonesia

78 66 untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap perencanaan merupakan tahap yang krusial, perencanaan harus dibuat sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria. Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan farmasi dilakukan di gudang famasi secara terpisah sesuai dengan pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara lain O 2 kecil (1 m 3 ) dan O 2 besar (6 m 3 ), N 2 O 25 kg dan CO 2 25 kg disimpan berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat Universitas Indonesia

79 67 dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih. Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). 3) Produksi Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul Natrium Bikarbonat. Pada mulanya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini. Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang dilaksanakan sesuai dengan CPOB. Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan persediaan gudang. Petugas depo farmasi yang membutuhkan produk dari produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya Universitas Indonesia

80 68 kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat. Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk. Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker, diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien. Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis, melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker. Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien. Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya merekonstitusi 12 hingga 15 resep. Beberapa temuan yang diperoleh dari kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan alat particle counter dikarenakan keterbatasan waktu serta SDM untuk melakukannya. Universitas Indonesia

81 69 4) Depo Instalasi Rawat Jalan Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang Selatan, serta pasien TBC. Obatobatan HIV dan TBC merupakan obat-obatan program pemerintah yang pengeluarannya dipantau oleh tim HIV dan tim TBC untuk kemudian dilaporkan setiap bulannya ke Departemen Kesehatan RI. Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1, 2 dan 3 masih ada beberapa obat yang belum ditempel label LASA serta pada penyusunannya tidak diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya, hal ini disebabkan karena keterbatasan luas ruangan dan kendala kesulitan untuk mencari obat karena penyusunan obat secara alfabetis akan terganggu oleh banyaknya obat-obatan yang termasuk LASA. Pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2 dan 3 juga ditemukan beberapa obat keras yang terpajang di etalase depan umumnya berupa sediaan sirup dan topikal, seharusnya obat keras ini disimpan di dalam depo. Selain itu, pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2, dan 3 persyaratan lemari narkotika telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu terdiri dari dua pintu dengan kunci terpisah, namun dalam hal ini penyimpanan narkotika dan psikotropika berada di dalam satu lemari narkotika, hal ini dikarenakan jumlah sediaan narkotika yang sedikit sehingga pada pelaksanaannya di dalam salah satu lemari terdapat pintu lagi di dalamnya dengan kunci terpisah dari dua kunci pintu yang ada di depan. Pembayaran di IRJ lantai 1 berdasarkan harga obat dengan persyaratan hanya berupa resep asli, sedangkan pembayaran pada IRJ lantai 2 dan 3 berdasarkan jaminan INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Besarnya jaminan INA- CBGs per hari yaitu sebesar Rp Rp ,- untuk keseluruhan pelayanan kesehatan dengan pembatasan farmasi sebesar Rp ,-. Jika jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp ,- maka pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta Universitas Indonesia

82 70 persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. 5) Depo Askes Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati. Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3 gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok, dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang dapat diberikan. Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkasberkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obatobat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan. Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Universitas Indonesia

83 71 Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan. Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang dilayani Depo Askes lebih kurang resep per hari. Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes. Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama, misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan penyiapan obat. Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga Universitas Indonesia

84 72 melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda menggunakan sistem INA CBG s yaitu pembayaran berdasarkan paketpaket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket. Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik, narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes. 6) Depo Teratai A dan B Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan obat, distribusi hingga dokumentasi. Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar dan Universitas Indonesia

85 73 penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu, sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien harus sesuai untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah kesalahan atau kekeliruan agar dapat terpenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan setiap rumah sakit bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Di antara sistem distribusi yang digunakan di depo farmasi rawat inap, sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung pasien, sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan obat- obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan terjadinya kesalahan obat, juga membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat. Namun, sistem ini juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah sistem ini mengharuskan obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien sehingga perlu teknik kerja yang cepat dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak. Namun pada kenyataannya, peran apoteker belum optimal, karena proses mulai dari penerimaan resep hingga penyerahan obat ke ruang pasien lebih banyak dilakukan oleh asisten apoteker sehingga evaluasi kerasionalan penggunaan obat pasien masih belum dapat dilakukan secara maksimal. Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari Universitas Indonesia

86 74 emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama, alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi farmasi. Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi, permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir permintaan barang. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya SDM untuk memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa untuk diinput ke sistem. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. Obatobat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga Universitas Indonesia

87 75 disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan tersebut. Depo Farmasi Teratai memiliki beberapa unit lemari emergency yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai dengan standar baku. Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang disimpan di ruang perawat, yang bertanggung jawab terhadap kit emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang ditulis oleh petugas depo farmasi. Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan tindakan penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum (HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal. Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep individual, floor stock dan dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah sistem order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien melalui perawat ke Universitas Indonesia

88 76 ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke depo farmasi, kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2 kebidanan. Selanjutnya, sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat, seperti kapas, alkohol, masker. Apoteker bertanggung jawab dan bekerja sama dengan bidang keperawatan untuk menyediakan obat dan meningkatkan pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo farmasi bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian utara dan selatan Teratai di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan dosis unit oleh petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat ke dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga peletakkan di dalam trolley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, sore hari pukul petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat dengan menggunakan trolley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang sesuai dengan yang diresepkan dan tidak ada duplikasi obat. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika, laporan penulisan resep obat generik dan non generik, laporan medication error dan stok opname setiap 3 bulan. Universitas Indonesia

89 77 7) Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat dipilih atau dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning. Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan dengan sistem unit dose, sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency dengan yang terdapat pada lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat. Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan pasien masuk IGD, kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi IGD dan dibuat rincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien. 8) Depo Instalasi Bedah Sentral Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat segera dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan antara penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah pendistribusian Universitas Indonesia

90 78 keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di Depo Instalasi Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun sesuai abjad. Menurut ketentuan yang berlaku, obat seharusnya disusun sesuai abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat tidak disusun sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat yang memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor suhu. 9) PIO RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call dengan nomor Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Pertanyaan terbanyak adalah mengenai dosis obat. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier, paling banyak menggunakan DIH (Drug Information Handbook). Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: a) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. b) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. c) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. d) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. Universitas Indonesia

91 79 e) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. f) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Berdasarkan hasil perhitungan pada bulan September 2013, sebanyak 69,23 % pertanyaan dapat dijawab dalam waktu < 1 jam. Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), tidak ada jaringan internet untuk mengupdate informasi maupun literatur, apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit. Universitas Indonesia

92 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi Apoteker di RSUP Fatmawati adalah: a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus, dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu. b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan edukasi bagi staf farmasi. c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh sebelumnya. 5.2 Saran Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut : a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka IFRS Farmasi Klinik. b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik, maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan pada fasilitas pelayanan lain. 80 Universitas Indonesia

93 81 c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data yang dilaporkan tersebut. d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi, untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi hanya untuk kegiatan produksi saja. e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat dilakukan rekonstitusi. f. Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling). g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat, simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah. h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia depo IBS. i. Hasil dari tugas yang diberikan kepada para peserta PKPA di RSUP Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan kefarmasian Universitas Indonesia

94 DAFTAR ACUAN Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo Okta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat Negara RI. PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. RSUP Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK /II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati. RSUP Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK /II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati. RSUP Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK /II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati. 82 Universitas Indonesia

95 83 RSUP Fatmawati. (2013) Diunduh dari Pada : 28 Oktober 2013 Pukul WIB. Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta : EGC Universitas Indonesia

96 LAMPIRAN

97 Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati 84 Universitas Indonesia

98 85 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Universitas Indonesia

99 86 Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep Universitas Indonesia

100 87 Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat Universitas Indonesia

101 88 Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat Universitas Indonesia

102 89 Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK, Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian) Resep Arsip Universitas Indonesia

103 90 Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip Universitas Indonesia

104 Lampiran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi 91 Universitas Indonesia

105 92 8 Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima Universitas Indonesia

106 93 Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik Universitas Indonesia

107 94 Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap Rawat Jalan Rawat Inap Universitas Indonesia

108 Lampiran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription 95 Universitas Indonesia

109 96 Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes Universitas Indonesia

110 97 Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Universitas Indonesia

111 98 Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah OK Cito Sentral OK Elektif Universitas Indonesia

112 99 Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat User (pasien/lainnya) Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis Apoteker 1. Menerima pertanyaan 2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya Tidak Ya Apoteker 1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat. 2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur. 3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat. 4. Penyampaian jawaban kepada user. User 1. Menerima jawaban pertanyaan 2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan Tidak Ya Selesai Universitas Indonesia

113 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 DAFTAR LABEL SEDIAAN ORAL DI RSUP FATMAWATI MAYA WIDIYANTIANA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

114 UNIVERSITAS INDONESIA DAFTAR LABEL SEDIAAN ORAL DI RSUP FATMAWATI TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker MAYA WIDIYANTIANA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

115 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... i ii iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bentuk Sediaan Oral Tablet Kapsul dan Kaplet Sirup dan Suspensi Petunjuk Pemakaian Obat Oral Informasi Dalam Penyerahan Obat Peran Apoteker Dalam Penyerahan Obat... 9 BAB 3 METODE PENGKAJIAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan Metode Pengumpulan Data BAB 4 HASIL BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii Universitas Indonesia

116 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Minum obat dengan segelas air... 4 Gambar 2.2 Minum obat saat makan Gambar 2.3 Minum obat sebelum makan Gambar 2.4 Minum obat setelah makan Gambar 2.5 Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah... 5 Gambar 2.6 Minum obat sampai habis iii Universitas Indonesia

117 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi obat dan pengobatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses terapi rasional. Pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan pasien yang menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang tepat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan (BPOM RI, 2008). Proses penyerahan obat seringkali diabaikan dan dianggap kurang penting. Hal ini sangat merugikan karena proses penyerahan obat yang tidak tepat dan tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak buruk bagi sistem pemberian pelayanan kesehatan. Semua proses yang telah dilakukan hingga penentuan obat untuk pasien akan menjadi tidak berguna bila proses penyerahan obat tidak dapat menjamin ketepatan pemberian obat yang benar kepada pasien yang benar dalam dosis dan jumlah yang efektif, dengan instruksi yang jelas dan penyimpanan obat dalam kemasan yang menjamin kestabilan obat (BPOM RI, 2008). Pemakaian obat oral adalah cara yang paling lazim karena praktis, mudah dan aman. Minum obat yang terbaik adalah minum dengan segelas air. Cara pemakaian obat yang tepat yaitu obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan obat, pada saat yang tepat, dan dalam jangka waktu terapi sesuai anjuran (Depkes RI, 2006). Proses penyerahan obat kepada pasien disertai dengan informasi tambahan mengenai peringatan atau hal-hal yang sebaiknya diperhatikan saat menggunakan obat misalnya melalui pelabelan tertentu yang memberikan informasi obat. Informasi tambahan pada label yang diberikan bertujuan untuk melengkapi instruksi yang diberikan oleh dokter, misalnya Kocok dahulu, Obat ini dikunyah dahulu sebelum ditelan, Obat ini harus diminum sampai habis dan lain-lain (BPOM RI, 2008). Peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam upaya meningkatkan penggunaan obat yang rasional, salah satunya dengan memberikan informasi tambahan pada label dengan tepat dan jelas guna meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien dalam proses terapi. Hal ini dapat dilakukan 1 Universitas Indonesia

118 2 dengan membuat daftar label obat sebagai panduan memberi label pada kemasan obat di lingkungan RSUP Fatmawati. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan tugas khusus ini adalah untuk: Memperoleh data jumlah jenis sediaan oral yang terdapat di RSUP Fatmawati berdasarkan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun Universitas Indonesia

119 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentuk Sediaan Oral Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (FI IV, 1995). Jenis-jenis tablet, antara lain (Ansel, 2005): a. Tablet kompresi Tablet kompresi yaitu tablet yang dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu antara lain pengisi, pengikat, penghancur, pelincir dan bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa. b. Tablet salut gula Tablet salut gula yaitu tablet kompresi yang diberi lapisan gula baik berwarna maupun tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. c. Tablet salut selaput Tablet salut selaput yaitu tablet disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet. d. Tablet salut enterik Tablet salut enterik yaitu tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur di lambung tapi di usus. e. Tablet sublingual atau bukal Tablet sublingual yaitu tablet yang disisipkan di pipi atau di bawah lidah biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncanakan larut dalam kantung pipi atau di bawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral. f. Tablet kunyah Tablet kunyah yaitu tablet yang segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan melarut dalam mulut. g. Tablet effervescent 3 Universitas Indonesia

120 4 Tablet effervescent yaitu tablet kompresi yang mengandung bahan yang mampu melepaskan gas dan berbuih ketika bercampur dengan air. Tablet ini harus dilarutkan dalam air baru diminum Kapsul dan Kaplet Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI, 1995). Kaplet (kapsul tablet) adalah bentuk tablet yang dibungkus dengan lapisan gula dan biasanya diberi zat warna yang menarik Sirup dan Suspensi Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa (C 12 H 22 O 11 ), tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (FI III, 1979). Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai emulgator (Joenoes, 1990) Petunjuk Pemakaian Obat Oral Pemakaian obat oral adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Minum obat yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air (Departemen Kesehatan RI, 2006). Gambar 2.1 Minum obat dengan segelas air (Departemen Kesehatan RI, 2006) Universitas Indonesia

121 5 Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (saat makan atau saat perut kosong) Gambar 2.2 Minum obat saat makan (Departemen Kesehatan RI, 2006) Gambar 2.3 Minum obat sebelum makan (Departemen Kesehatan RI, 2006) Gambar 2.4 Minum obat setelah makan (Departemen Kesehatan RI, 2006) Gambar 2.5 Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah (Departemen Kesehatan RI, 2006) Universitas Indonesia

122 6 Gambar 2.6 Minum obat sampai habis (Departemen Kesehatan RI, 2006) a. Sediaan obat bentuk cair, gunakan sendok obat atau alat lain sesuai ukuran ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga. b. Penderita yang sulit menelan sediaan obat, anjurkan kepada dokter untuk meminta pilihan bentuk sediaan lain. Petunjuk pemakaian obat oral untuk bayi/ anak balita : a. Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya. b. Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa tidak enak/ pahit. 2.2 Informasi Dalam Penyerahan Obat Proses penyerahan obat kepada pasien, ada 8 langkah penting yang sebaiknya dilakukan untuk menjamin terlaksananya penyerahan obat yang benar kepada pasien dari petugas penyerah obat. Setiap langkah membawa tanggung jawab dan atau pertimbangan yang penting untuk dilakukan. Hal ini diasumsikan bahwa pemberi resep telah melakukan diagnosis yang benar serta memilih obat yang benar dan regimen yang tepat, serta pasien mempunyai akses terhadap apotek (BPOM RI, 2008). Langkah tersebut adalah sebagai berikut (BPOM RI, 2008) : 1. Petugas penyerah obat menerima resep yang benar dari pasien atau pemberi resep (secara tertulis atau lisan ) dan melakukan pengkajian resep terhadap antara lain : a) Originalitas (keaslian) resep Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SANTI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EMMA RACHMANISA S, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu unsur kesejahteraan dan hak asasi manusia adalah kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi karena termasuk kebutuhan pokok manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Dengan meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN Mustika Meladiah 1 ; Harianto 2 ; Rachmawati 3 Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.36 tahun 2009 yaitu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan manusia tidak pernah terlepas dari kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan yang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Bandung

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Bandung LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Disusun Oleh: Rian Budi Prasetya, S.Farm. NIM 113202050 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG SURAT KEPUTUSAN No.../.../.../.../2015 TENTANG PEDOMAN PENGORGANISASIAN DAN PELAYANAN KOMITE KEPERAWATAN DIREKTUR RUMAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yag kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk menjadi landasan dan informasi untuk proyek ini, banyak didapat dari media-media cetak baik itu majalah dan koran koran nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT (PKPA) BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT BETHESDA JL.JENDRAL SUDIRMAN NO. 70 YOGYAKARTA (1 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2015) PERIODE XLV OLEH: FELISITAS APRILIA JAMAN, S.Farm 2448715115 MARIA INVIOLA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN. dengan Type Madya.Kapasitas Rawat Inap 270 Bed. Sakit Martha Friska Brayan adalah sebagai berikut :

BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN. dengan Type Madya.Kapasitas Rawat Inap 270 Bed. Sakit Martha Friska Brayan adalah sebagai berikut : BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN A. Sejarah Ringkas Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 beralamat di jalan Komodor Laut Yos Sudarso No. 91 Medan, Sumatera Utara.Dengan status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012 ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat penting bagi setiap orang. Tanpa adanya kesehatan yang baik, setiap orang akan mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran tenaga kefarmasian telah mengalami perubahan yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap norma praktik

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang fungsi utamanya memberikan pelayanan, perawatan, dan pengobatan kepada seluruh pasien, baik rawat inap, rawat jalan,

Lebih terperinci

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO Krista R. Burhanuddin 1), Heedy tjitrosantoso 1), Paulina V. Y. Yamlean 1) 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci