UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK NINE-EIGHTEEN COMMERCIAL AREA G-02 LOBBY TOWER 1 APARTEMENT CASABLANCA PERIODE 4 AGUSTUS AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INAYATUL WAHYUNI, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK NINE-EIGHTEEN COMMERCIAL AREA G-02 LOBBY TOWER 1 APARTEMENT CASABLANCA PERIODE 4 AGUSTUS AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker INAYATUL WAHYUNI, S. Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

3

4 iv

5 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Nine-Eighteen. Laporan PKPA ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA ini, yaitu kepada: 1. Bapak Drs. Ahaditomo, M.S., Apt., selaku pembimbing I dan Apoteker Penanggung Jawab Apotek Nine-Eighteen, atas bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini. 2. Ibu Dra. Sabarijah WittoEng, S.KM., selaku pembimbing II dari Fakultas Farmasi atas bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan laporan PKPA ini. 3. Bapak Drs. Mahdi Jufri, M.Si. Ph. D, selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 4. Bapak Drs. Hayun, MS., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan dan perhatian. 5. Kakak Arnia Megasari, S.Farm, Apt. selaku Apoteker Pendamping Apotek Nine-Eighteen atas bimbingan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA di Apotek Nine-Eighteen. 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI atas ilmu yang telah diberikan selama ini dan seluruh staf tata usaha Fakultas Farmasi UI. 7. Orang tua, dan abang atas do a dan dukungan moril maupun materil kepada penulis. 8. Teman-teman Apoteker angkatan 79 atas semangat, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam praktek kerja hingga penyusunan laporan ini. v

6 vi 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan PKPA ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014

7

8 ABSTRAK Nama : Inayatul Wahyuni, S.Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Nine- Eighteen Commercial Area G-02 Lobby Tower 1 Apartment Casablanca Jakarta Periode 4 30 Agustus 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Nine-Eighteen bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai sistem pelayanan kefarmasian di apotek, memberikan pemahaman tentang fungsi, peran, dan tugas Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian di apotek, serta mempelajari sistem pengadaan dan pengelolaan obat di apotek. Kata Kunci : Apotek Nine-Eighteen, peran Apoteker, pelayanan kefarmasian, pengelolaan obat Tugas umum : x + 62 halaman; 5 gambar; 12 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 18 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Inayatul Wahyuni, S.Farm NPM : Program Study : Apothecary Profession Title : Report of Apothecary Profession Internship at Apotek Nine- Eighteen Commercial Area G-02 Lobby Tower 1 Apartment Casablanca Jakarta Periode 4 th - August 30 th 2014 Pharmacists Professional Practic (PKPA) at Apotek Nine-Eighteen aims to understand and describe pharmaceutical services system in the pharmacy, the functions, roles, and duties of pharmacist in providing pharmaceutical services in pharmacy, and to learn about procurement and management systems of medicines in the pharmacy. Keywords : Apotek Nine-Eighteen, Apotechary roles, pharmaceutical services, medicines procurement General Assigment : x + 62 pages; 5 pictures; 12 appendicities Bibliography of General Assigment : 18 ( ) ix

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Apotek Tempat dan Lokasi Apotek Bangunan Apotek Sumber Daya Manusia Perlengkapan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pengelolaan Apotek Tenaga Kerja Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Pengelolaan Keuangan x

11 xi 2.7. Pelayanan Apotek Pengkajian Resep Dispensing Pelayanan Informasi Obat (PIO) Konseling Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) Pemantauan Terapi Obat (PTO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Pelayanan Swamedikasi Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Ketentuan Perubahan dan Pencabutan Izin Apotek Penggolongan Obat Pengelolaan Narkotika Pemesanan Narkotika Penyimpanan Narkotika Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Pelaporan Narkotika Pemusnahan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Psikotropika Penerimaan Psikotropika Penyimpanan Psikotropika Pelayanan Psikotropika Pelaporan Psikotropika Pemusnahan Psikotropika Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) 35 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Apotek Nine-Eighteen (9-18) Sumber Daya Manusia Fasilitas dan Kegiatan Apotek Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan... 38

12 xii Penyimpanan Pencatatan Pelayanan Apotek Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan Swamedikasi Pelayanan Obat Wajib Apotek Pelayanan JURAI Pengelolaan Narkotika Pemesanan Penerimaan dan Penyimpanan Pelaporan Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Penerimaan dan Penyimpanan Pelaporan Kegiatan Administrasi dan Keuangan Kegiatan Administrasi Kegiatan Keuangan BAB 4. PEMBAHASAN Lokasi Desain Ruangan Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Kefarmasian Pengelolaan Administrasi dan Keuangan BAB 5. PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 55

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas Gambar 2.3. Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras Gambar 2.5. Penandaan Obat Narkotika... 29

14 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Ruang tunggu Pasien Lampiran 2. Display OTC Lampiran 3. Lemari Penyimpanan Obat Lampiran 4. Meja Kerja Apoteker Lampiran 5. Ruang Kerja Apoteker Lampiran 6. Ruang Peracikan Lampiran 7. Tempat Pencucian Lampiran 8. Surat Pesanan Obat Lampiran 9. Faktur Pembelian Obat dari PBF Lampiran 10. Faktur Pajak Lampiran 11. Struk Penjualan Lampiran 12. Kartu Stok... 62

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker, meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pada saat ini, orientasi pelayanan kefarmasian telah bergeser dari drug oriented menjadi patient oriented yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang dulunya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan keilmuannya di bidang farmasi. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar. Standar pelayanan kefarmasian di apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, apoteker harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik sehingga apoteker dapat memberikan penjelasan dan uraian tentang obat dengan baik agar mudah dipahami oleh pasien. Selain kemampuan berkomunikasi, seorang apoteker harus mampu mengelola 1

16 2 apotek agar bisa berkembang dan mendapatkan keuntungan tanpa harus menghilangkan fungsi sosial di masyarakat. Oleh karena itu, apoteker harus memiliki kemampuan dalam mengelola apotek. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, maka program profesi apoteker bekerja sama dengan Apotek Nine-Eighteen menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 4 minggu sejak tanggal 4 30 Agustus Dengan adanya latihan kerja praktek profesi apoteker Program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diharapkan para calon apoteker dapat mengerti dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di apotek, dan juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Nine-Eighteen bertujuan untuk : a. Memberikan pemahaman tentang fungsi, peran, dan tugas Apoteker di apotek. b. Mempelajari sistem pelayanan kefarmasian di apotek. c. Mempelajari sistem pengadaan dan pengelolaan obat di apotek.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di apotek, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian, dan Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan cara pelayanan yang baik (Good Pharmacy Practices). Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Landasan Hukum Apotek Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang apotek dan kegiatannya adalah : a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 3

18 4 d. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. e. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/ MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. f. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/MENKES/PER/VII/1997 tentang Psikotropika. j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi dan apotek adalah : a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. b. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. c. Sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. d. Sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan

19 5 Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/SK/X/1993, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah: a. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi Tempat dan Lokasi Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang bersih dan faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan Bangunan Apotek Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah diakses oleh masyarakat. Bangunan di apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.

20 6 Apotek paling sedikit harus memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan sehingga dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, papan nama apotek beserta keterangan nama Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat di apotek antara lain Apoteker Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA); Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek; Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (AA); personalia lain yang membantu kegiatan di apotek, antara lain juru resep yang membantu AA dalam menyiapkan obat-obat untuk diracik, pemegang kas/kasir dan petugas kebersihan. Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993e): a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, seorang apoteker sebelum menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Seorang

21 7 apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh STRA, seperti: a. Memiliki ijazah apoteker. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh STRA, selanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) dengan membuat surat permohonan STRA yang harus melampirkan (Presiden Republik Indonesia, 2009; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) : a. Fotokopi ijazah apoteker. b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker. c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku. d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa SIPA bagi Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping (APING) di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA bagi APA di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian, sedangkan SIPA bagi APING dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian tersebut dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker

22 8 mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar Perlengkapan Apotek Perlengkapan yang harus ada di apotek, yakni : a. Peralatan untuk membuat, mengolah dan meracik obat seperti timbangan, mortir dan stamfer, gelas ukur dan lain-lain. b. Tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk menyimpan obat, lemari pendingin, lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket obat. - Etiket dengan ukuran, jenis, dan jumlah sesuai kebutuhan. - Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat dengan jenis dan ukuran sesuai. d. Peralatan administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep dan kartu stok, blanko salinan resep, blanko faktur dan blanko nota pencatatan, buku pencatatan narkotika, buku pesanan obat narkotika, format laporan obat narkotika. e. Buku standar yang diwajibkan serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

23 Tata Cara Perizinan Apotek Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 7, tata cara permohonan izin apotek melalui tahap-tahap berikut: 1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1; 2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan perneriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; 3. Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3; 4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam. ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4; 5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5; 6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT.6; 7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum

24 10 dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. Untuk apotek yang Apoteker nya bukan merupakan Pemilik Sarana Apotek (PSA), maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pengelolaan apotek meliputi : a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan, baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat dan pengamatan serta pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya Tenaga Kerja Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang telah memenuhi persyaratan. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

25 11 Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Jika APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker pendamping. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek. Dalam pelaksanaan pengelolaan Apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh Asisten Apoteker dibawah pengawasan Apoteker. Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan oleh APA dengan ketentuan: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat serah terima, wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima. b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila di apotek tersebut terdapat Apoteker Pendamping, maka wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan Kepala Balai POM setempat. Namun, apabila tidak terdapat Apoteker Pendamping maka pelayanan kefarmasian tidak dapat dilakukan, sehingga untuk tetap dapat melakukan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat sebagai komitmen salah satu sarana kesehatan dapat dilakukan penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan perubahan Surat Izin Apotek (SIA).

26 12 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat juga dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik atau surat izin kerja. Apoteker harus memenuhi beberapa kriteria dalam menjalankan perannya di apotek : a. Persyaratan administrasi, yang meliputi ijazah (dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi), surat tanda registrasi apoteker (STRA), sertifikat kompetensi yang masih berlaku dan surat izin praktik apoteker (SIPA). b. Mengenakan atribut praktik yang terdiri dari baju praktik dan tanda pengenal. c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan atau continuing professional development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan. d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri. e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standard kompetensi dan kode etik yang berlaku Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi di daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas hewan pengerat, serangga. Apotek harus memiliki suplai listrik konstan, terutama untuk lemari pendingin. Suhu ruangan apotek harus diatur dan dikontrol untuk menjamin kestabilan obat. Untuk obat dengan kondisi

27 13 penyimpanan dibawah suhu ruangan harus disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu yang diatur sesuai kondisi penyimpanan dan dikontrol. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi: a. Ruang penerimaan Resep Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner). c. Ruang penyerahan obat Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep. d. Ruang konseling Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien. e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi

28 14 dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu. f. Ruang arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang yang tersusun dengan rapi, terlindung debu, kelembaban, dan cahaya berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka dalam membuat perencanaan

29 15 pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat Pengadaan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barangbarang yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan pemasok. b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

30 Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika, dan pelaporan lainnya Pengelolaan Keuangan Laporan Rugi-Laba Laporan rugi-laba adalah laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan rugi-laba berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian - persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak Neraca Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal.

31 Laporan Utang-Piutang Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam 1 tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas pihak lain kepada pihak apotek Pelayanan Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. Pengkajian resep; 2. Dispensing; 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 4. Konseling; 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis Kajian administratif meliputi: a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf c. tanggal penulisan Resep Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: a. bentuk dan kekuatan sediaan b. stabilitas c. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

32 Pertimbangan klinis meliputi: a. ketepatan indikasi dan dosis obat b. aturan, cara dan lama penggunaan obat c. duplikasi dan/atau polifarmasi d. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain) e. kontra indikasi f. interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut: 1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan resep: a. menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep b. mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. 2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan 3. Memberikan etiket 4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

33 19 Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: 1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan 2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan) 3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien 4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi 5. melakukan penelitian penggunaan obat 6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah 7. melakukan program jaminan mutu Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat : 1. Topik pertanyaan 2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan 3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon) 4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium) 5. Uraian pertanyaan 6. Jawaban pertanyaan 7. Referensi 8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

34 20 kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling: a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: - Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut? c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat

35 21 e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan b. Identifikasi kepatuhan pasien c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir Pemantauan Terapi Obat (PTO) Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien: a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis. c. Adanya multidiagnosis. d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit. f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.

36 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan MESO meliputi : a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional Pelayanan Swamedikasi Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasihat, dan petunjuk kepada masyarakat yang melakukan swamedikasi agar masyarakat dapat bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa obat diperoleh tanpa resep dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib Apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Dalam pelaksanaan swamedikasi, Apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Pemberian informasi mempertimbangkan: a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit. b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman, dan ekonomis. c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) dalam swamedikasi harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan

37 23 Tanpa Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orangtua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit prevalensi tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki risiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dan diserahkan oleh Apoteker di Apotek. Apoteker di Apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat wajib : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang disebutkan dalam Daftar Obat Wajib Apotek. Contoh: Ibuprofen tablet 400 mg maksimal diberikan sebanyak 10 tablet per pasien (demikian pula dengan ibuprofen tablet 800 mg), ketokonazol krim maksimal diberikan sebanyak 1 tube per pasien, atau ranitidin tablet 150 mg dengan batas jumlah penyerahan kepada pasien sebanyak 10 tablet. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat wajib apotek didasarkan surat keputusan menteri kesehatan yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topikal

38 24 b. Keputusan Menkes RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menkes No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak, diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen, isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid, noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea c. Keputusan Menkes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik Ketentuan Perubahan dan Pencabutan Izin Apotek Perubahan surat izin apotek (SIA) berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM No /SK/X/1990, dilakukan apabila: a. Terjadi penggantian nama apotek b. Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat apotek tanpa pemindahan lokasi apotek c. Surat Izin Apotek (SIA) hilang atau rusak d. Adanya penggantian apoteker pengelola apotek (APA) e. Adanya perubahan Pemilik Sarana Apotek (PSA) f. SIPA yang dimiliki APA dicabut dalam hal APA bukan sebagai PSA g. Terjadi pemindahan lokasi apotek h. APA meninggal dunia. Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin apotek apabila: a. Apoteker tidak memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek;

39 25 b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten dan/atau; c. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus; d. Terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tentang obat keras, kesehatan, narkotika, psikotropika serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku; e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut dan atau; f. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundangundangan di bidang obat, dan atau; g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkannya: a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2(dua) bulan. b. Pembekuan Izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat melakukan pemeriksaan. Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan/Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

40 26 a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi seluruh perbekalan farmasi di apotek. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas Penggolongan Obat Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai Tanda untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Departemen Kesehatan RI, 1997): 1. Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam. Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat-obat antiseptik, dan obat

41 27 tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter. Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu: a. P No 1 : Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Inza. b. P No 2 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine Obat Kumur Antiseptik. c. P No 3 : Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten. d. P No 4 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asma. e. P No 5 : Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril. f. P No 6 : Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria. Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

42 28 3. Obat Keras Obat keras adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya boleh diulang. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. 4. Psikotropika Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras. Psikotropika sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan: a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah ekstasi. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan Contohnya adalah amfetamin.

43 29 c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah fenobarbital. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah diazepam dan nitrazepam. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang mengakibatkan ketergantungan 5. Narkotika Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tujuan dari Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika

44 30 Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika): a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona, metadona. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina Pengelolaan Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat golongan narkotika merupakan obat yang memerlukan pengelolaan khusus di apotek karena peredaran dan penggunaan obat golongan narkotika tersebut di awasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.199/MenKes/SK/X/1996, pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma depot

45 31 sentral dengan alamat kantor dan alamat gudang penyimpanan di Jalan Rawa Gelam V Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta Timur sebagai importir tunggal di Indonesia untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan dengan penanggungjawab yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sentralisasi ini dimaksudkan untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan narkotika oleh pemerintah. Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi: Pemesanan Narkotika Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja. Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan Penyimpanan Narkotika Menurut Permenkes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu: 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.

46 32 Pada pasal 6, dinyatakan sebagai berikut: 1. Apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5, dan harus dikunci dengan baik. 2. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. 3. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab/asisten apoteker atau pegawai lain yang dikuasakan. 4. Lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa: 1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan. 2. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. 3. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu berdasarkan surat edaran Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 336/E/SE/1997 disebutkan : 1. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali. 2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep aslinya. 3. Salinan resep atau resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali Pelaporan Narkotika Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan penggunaan narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10

47 33 setiap bulannya. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat empat rangkap, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan 1 salinan untuk arsip apotek Pemusnahan Narkotika Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut : 1. APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan narkotika yang berisi jenis dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. 2. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten Apoteker, Petugas BPOM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 4. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi : a. Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan b. Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan c. Cara pemusnahan d. Petugas yang melakukan pemusnahan e. Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan : a. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. c. Arsip apotek.

48 Pengelolaan Psikotropika Selain pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika juga diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi: Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan dua rangkap, diperbolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat pesanan, boleh memesan ke berbagai PBF Penerimaan Psikotropika Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah Psikotropika yang dipesan Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika diletakkan di lemari yang terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari tersebut mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA Pelayanan Psikotropika Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat sendiri oleh Apotek yang obatnya belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan penggunaan psikotropika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Laporan psikotropika ditandatangani oleh APA, dibuat tiga

49 35 rangkap, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan 1 salinan untuk arsip apotek Pemusnahan Psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara narkotika. Prosedur pemusnahan psikotropika dilakukan sebagai berikut : 1. APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan psikotropika yang berisi jenis dan jumlah psikotropika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. 2. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 4. Bila pemusnahan psikotropika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi : a. Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan b. Nama, jenis dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan c. Cara pemusnahan d. Petugas yang melakukan pemusnahan e. Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) Penggunaan obat narkotika dan psikotropika harus dilaporkan setiap bulannya melalui SIPNAP. SIPNAP adalah sebuah program sistem pelaporan narkotika dan psikotropika. Software ini merupakan pengembangan dari software SIPNAP sebelumnya yang telah disusun dan digunakan sejak tahun Aplikasi Sistem Pelaporan Psikotropika dan Psikotropika (SIPNAP) dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh Unit Pelayanan, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas

50 36 Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia. Software SIPNAP dapat diakses melalui website Pelaporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulan. Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui SIPNAP paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya. Laporan penggunaan obat psikotropika di lakukan melalui online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan cara melakukan registrasi pada alamat web sipnap.binfar.depkes.go.id, kemudian apotek akan mendapatkan username dan password. Kemudian apoteker harus mengunduh draft form excel yang akan digunakan sebagai data pelaporan yang akan dimasukan ke SIPNAP. Pada SIPNAP pelaporan penggunaan morphin dan pethidin memiliki draft sendiri tidak menjadi satu dengan pelaporan penggunaan narkotika, sehingga apoteker juga harus mengunduh draft form excel penggunaan morphin dan pethidin. Isi draft form excel pelaporan penggunaan psikotropika dan narkotika meliputi nama narkotika atau psikotropika, kekuatan obat, satuan obat, stok awal, jumlah pemasukan PBF, jumlah pemasukan sarana, jumlah pengeluaran resep, jumlah pengeluaran sarana, jumlah pemusnahan, nomor dan tanggal BAP (berita acara pemusnahan), stok akhir, bulan dan tahun.

51 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1. Apotek Nine-Eighteen (9-18) Apotek Nine-Eighteen (9-18) mulai beroperasi pada bulan Februari Apotek ini dikelola oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bernama Drs. Ahaditomo, M.S., Apt., yang juga sekaligus sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA). Apotek ini telah mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA) pada tahun 2014 dengan No Registrasi SIA 0655.SIA /04/SUDINKES/01.14 atas nama Drs. Ahaditomo, M.S., Apt., dan memiliki Nomor SIPA /SIPA- 3173/2012/1018. Apotek Nine-Eighteen terletak di Jalan Casablanca Kavling 12, Kelurahan Karet, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta-Selatan kode pos Apotek ini berada di commercial area G-02 lobby tower 1 dalam apartement Casablanca. Nama Apotek Nine-Eighteen diambil dari waktu operasional apotek yaitu jam WIB. Kegiatan pelayanan kefarmasian dilakukan 6 hari dalam seminggu yaitu pada hari kerja yaitu Senin hingga Sabtu, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur apotek tidak beroperasi. Apotek Nine-Eighteen melayani resep dokter dan obat bebas atau over the counter (OTC). Apotek Nine-Eighteen memiliki keunikan dalam penjualan obat yaitu obat hanya ditebus dengan harga pabrik (HNA+PPn) kemudian Apoteker akan menagih biaya pelayanan farmasi yang besarnya disesuaikan dengan harga per lembar resep. Sehingga biaya tebus resep akan lebih rendah dari HET (Harga Eceran Tertinggi) yang tertera di kemasan obat Sumber Daya Manusia Apotek Nine-Eighteen hanya memiliki 2 orang karyawan yaitu seorang Apoteker Pengelola Apotek sekaligus sebagai Pemilik Sarana Apotek dan seorang Apoteker pendamping yang saling bekerja sama dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan juga melakukan pekerjaan manajemen dan administrasi apotek Fasilitas dan Kegiatan Apotek Apotek Nine-Eighteen memiliki ruang tunggu pasien dengan tempat duduk yang cukup nyaman, display obat OTC (Over the Counter) yang rapi, 37

52 38 lemari penyimpanan obat ethical dan narkotik, lemari pendingin, ruang peracikan, meja kerja Apoteker, tempat pencucian (wastafel) serta ruang Apoteker (lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7). Ruang untuk obat OTC dibuat lebih lebar dari ruang peracikan karena apotek berorientasi pada swamedikasi. Apotek juga memiliki komputer dan TV LCD yang berguna untuk menunjukan pilihan daftar harga bagi pasien dalam menentukan keputusan pemilihan obat. Selain itu apotek ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan dan bahan bacaan seperti majalah dan brosur. Selain itu apotek juga memiliki sarana parkir yang luas dan berada di area apartement Casablanca. Apotek Nine-Eighteen memberikan kegiatan pelayanan farmasi kepada pasien yang dilakukan oleh Apoteker. Kegiatan pelayanan ini dilakukan dalam seminggu selama 6 hari yaitu pada hari kerja yaitu Senin hingga Sabtu, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur apotek tidak beroperasi. Waktu operasional dimulai pada pukul WIB hingga pukul WIB. Apotek Nine-Eighteen melayani resep dokter dan obat bebas atau over the counter (OTC) Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Nine-Eighteen bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap perbekalan farmasi. Pengadaan barang dilakukan oleh Apoteker dengan metode konsumsi yaitu pengadaan dilakukan ketika perbekalan farmasi habis atau hampir habis. Prinsip pengadaan barang harus berasal dari distributor resmi, jenis dan jumlah barang yang dibeli berdasarkan peresepan dokter, kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving, epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita pasien dan konsumsi produk bermerek yang sedang trend dan digemari masyarakat serta kondisi yang menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang di Apotek Nine-Eighteen dilakukan dengan cara Cash On Delivery (COD), kredit dan konsinyasi. COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang. Pembayaran yang dilakukan secara kredit adalah pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo

53 39 sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek. Konsinyasi obat atau barang disertai faktur yang berisi jenis dan jumlah obat atau barang dan harga obat atau barang tersebut sebagai tanda bukti. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek atau sedang dalam masa promosi. Pembayaran dilakukan hanya terhadap barang konsinyasi yang telah laku terjual. Langkah-langkah pengadaan perbekalan farmasi di apotek, antara lain: a. Pemeriksaan dan pencatatan jumlah obat Setiap hari dilakukan pemeriksaan jumlah obat pada dokumen persediaan barang. Pemesanan dan pembelian barang dilakukan jika barang tersebut hampir habis, nama obat kemudian dicatat pada dokumen pemesanan obat. Selain itu, obat-obat yang belum tersedia dan obat yang banyak dipesan pasien untuk disediakan juga dicatat dalam dokumen pemesanan. b. Pemesanan obat Pemesanan sediaan farmasi khususnya obat, dilakukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) melalui telepon atau salesman yang datang ke Apotek. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kerjasama dengan PBF, yaitu ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan (reliability), bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila terjadi kerusakan (responsibility), memberikan jaminan terhadap barang pesanan (assurance), memiliki kepastian memperoleh barang yang dipesan (tangibles), kemampuan membina hubungan (emphaty), dan diskon yang diberikan serta lama waktu kredit. c. Penerimaan obat Penerimaan obat dilakukan oleh Apoteker pendamping disertai dengan faktur pembelian, faktur pajak serta surat pemesanan dari apotek (bila pemesanan dilakukan melalui telepon) (lampiran 8, 9, dan 10). Pengecekan barang meliputi jumlah barang, jenis, bentuk, waktu kadaluarsa, nomor bets, dan kondisi fisik barang. Jika barang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani oleh Apoteker pendamping disertai nama terang, tanggal penerimaan dan stempel apotek. Untuk pembelian secara tunai, faktur asli diserahkan kepada apotek. Namun untuk pembelian secara kredit, faktur asli yang telah ditandatangani dikembalikan pada pengirim barang dan salinan faktur disimpan oleh apotek

54 40 untuk keperluan dokumentasi. Apabila ada obat yang dikirim tidak sesuai dengan surat pemesanan atau obat sudah mendekati tanggal kadaluarsa, maka obat tersebut akan dikembalikan langsung. Obat dan barang yang datang dicatat dalam dokumen persediaan obat Penyimpanan Penyimpanan obat dalam display obat OTC dan rak penyimpanan obat ethical disusun berdasarkan golongan dan bentuk sediaan obat dengan memperhatikan penampilan warna kemasan obat sehingga akan menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Barang-barang yang baru datang akan diletakkan pada display atau rak-rak penyimpanan obat serta dilakukan pencatatan di kartu stok. Penyimpanan obat di Apotek Nine-Eighteen dilakukan berdasarkan: a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan golongan obat. b. Obat ethical disusun kelas terapi secara alfabetis yang diberi warna berbeda pada setiap kotak obat berdasarkan farmakologi obat. c. Obat bebas disusun berdasarkan farmakologi dan estetika warna. d. Narkotika disimpan dalam lemari khusus narkotika. e. Psikotropika disimpan terpisah dengan obat ethical yang lain. f. Obat dengan penyimpanan khusus seperti suppositoria dan ovula disimpan dalam lemari pendingin Pencatatan Apotek Nine-Eighteen menerapkan pencatatan di kartu stok obat yang meliputi tanggal, jumlah barang masuk, distributor obat, jumlah barang keluar, saldo, nomor bets, tanggal kadaluarsa dan paraf (lampiran 12). Pencatatan dilakukan setiap ada barang yang datang dan barang terjual maupun kadaluarsa. Kartu ini diletakkan di dalam setiap kotak obat yang berfungsi untuk mengetahui tanggal pemasukan dan pengeluaran, jumlah pemasukan dan pengeluaran barang, dan sisa barang yang tersedia serta untuk memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian data stock obat dengan kondisi ketersedian obat yang nyata ada di apotek. Penyimpanan kartu stok terletak di dalam kotak dari masing-masing obat ethical, sedangkan pada obat OTC, narkotika dan obat yang berada di dalam

55 41 lemari pendingin kartu stock diletakkan dalam kotak khusus dan disusun berdasarkan alfabetis dengan tujuan untuk mempermudah pencatatan Pelayanan Apotek Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan atau penjualan obat dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai, untuk meningkatkan pelayanan Apotek Nine-Eighteen selalu berusaha untuk memenuhi kelengkapan obat pasien. Apabila obat tidak lengkap, maka apotek akan memenuhi ketersediaan obat tersebut dengan bekerja sama dengan apotek lain dengan cara pembelian langsung. Proses pelayanan resep di apotek Nine-Eighteen sebagai berikut : a. Resep dari pasien diterima oleh Apoteker, kemudian dilakukan skrining resep, ketersediaan obat (dosis dan jumlah obat). Apabila ada pergantian obat, maka dilakukan atas persetujuan dokter. Harga dari resep dihitung dan diberitahukan kepada pasien untuk dimintai persetujuan. b. Apabila pasien setuju terhadap harga obat maka pasien dapat langsung membayar dan menunggu obat disiapkan. Bila pasien merasa harga obat terlalu mahal, maka Apoteker dapat menawarkan obat generik. c. Resep pasien kemudian dilakukan penyiapan dan peracikan, lalu dikemas dengan pengemasan obat dan diberi etiket sesuai aturan pakai obat. d. Sebelum diserahkan obat diperiksa dengan memeriksa kesesuaian resep, kemudian obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi yang diperlukan seperti aturan pakai obat, cara pemakaian dan informasi khusus mengenai obat tersebut. Selain itu Apoteker juga meminta data pasien seperti nama, tanggal lahir, alamat dan nomor telepon. Semua informasi data pasien, jumlah dan harga disimpan dalam dokumen pasien. e. Resep disimpan dan diurutkan sesuai dengan nomor resep, kemudian semua resep yang terkumpul dilakukan pencatatan ke dalam dokumen resep melalui sistem komputer Apotek Nine-Eighteen Pelayanan Swamedikasi Penjualan obat bebas dan bebas terbatas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah

56 42 obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, dan alat kesehatan tertentu. Setelah pembayaran obat telah lunas maka obat diserahkan kepada pasien dengan struk pembelian (lampiran 11). Pelayanan swamedikasi yang diberikan Apotek Nine-Eighteen telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya diberikan untuk kasus penyakit ringan tertentu seperti penyakit kulit, diare, demam, batuk, dan nyeri persendian dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat dengan lingkaran merah yang masuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA). Penyerahan OWA dilakukan oleh Apoteker dan harus disertai dengan penjelasan dan penguraian informasi tentang penggunaan, manfaat serta efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Apoteker akan merujuk pasien ke dokter apabila keadaan pasien sakit parah dan memang perlu untuk dirujuk ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, peran Apoteker terlihat dalam memilih obat yang efektif, aman dan ekonomis, serta ketepatan dosis obat yang diberikan sehingga obat yang diberikan aman Pelayanan JURAI Apotek Nine-Eighteen tidak melakukan pelayanan konseling, karena konsep apotek ini mengharuskan Apoteker untuk selalu memberikan penjelasan dan menguraikan atau disebut dengan istilah JURAI sehingga Apoteker harus memiliki kemampuan memberikan penjelasan dan menguraikan dengan jelas masalah pasien dengan pengobatannya. Pelayanan JURAI ini bertujuan untuk membina hubungan atau komunikasi yang baik antara Apoteker dengan pasien, membangun kepercayaan pasien kepada Apoteker, menunjukkan perhatian dan perawatan kepada pasien, memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi penyakit pasien, membantu pasien menggunakan obat sesuai tujuan terapi, menjelaskan cara yang memudahkan pasien menggunakan obat dengan benar, meminimalkan terjadinya efek samping obat, mengatasi ketidakpatuhan pasien, dan meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi masalah-masalah dalam pengobatan.

57 Pengelolaan Narkotika Pemesanan Pemesanan narkotika dilakukan dengan surat pesanan khusus narkotika yang ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor untuk obat-obat narkotika Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan dilakukan oleh APA atau Apoteker pendamping dan bukti penerimaan obat narkotika diterima dan ditandatangani oleh Apoteker. Penyimpanan narkotika disimpan pada lemari khusus dua pintu yang terkunci, terjamin keamanannya, dan dapat dipertanggungjawabkan serta dilengkapi dengan kartu stok. Narkotika untuk penggunaan sehari-hari dan untuk persediaan diletakkan pada tempat yang sama Pelaporan Apotek Nine-Eighteen membuat laporan pemasukkan dan pengeluaran narkotika berdasarkan data dokumen di apotek yang harus dikirimkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Blanko pelaporan narkotika ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, dibuat empat rangkap dan dilaporkan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, dengan tembusan kepada Kepala BPOM DKI Jakarta, serta satu lembar yang digunakan sebagai arsip Apotek Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan surat pesanan khusus psikotropika yang diserahkan ke PBF yang bersangkutan Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan psikotropika dilakukan oleh APA atau Apoteker pendamping dan bukti penerimaan, diterima dan ditandatangi oleh Apoteker. Penyimpanan psikotropika dilakukan secara terpisah dengan obat ethical lain dan disertai dengan kartu stok.

58 Pelaporan Penggunaan psikotropika dilaporkan sebulan sekali paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Blanko pelaporan psikotropika ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, dibuat tiga rangkap dan dilaporkan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM DKI Jakarta dan sebagai arsip di Apotek Kegiatan Administrasi dan Keuangan Kegiatan Administrasi Selain menjalankan fungsi pelayanan, apotek juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang dilakukan di apotek. Kegiatan administrasi yang dilakukan Apotek Nine-Eighteen meliputi: a. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Apotek Nine-Eighteen melakukan pembelian dengan cara kredit dan kontan, biasanya setiap PBF memberikan kebijaksanaan harga obat maupun diskon yang berbeda. Pencatatan pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur dan dibuat dalam sebuah laporan dalam dokumen pengajuan pembiayaan. Pencatatan dilakukan terhadap nomor faktur, harga, jatuh tempo pembayaran, dan diskon. Pencatatan tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya. b. Administrasi penjualan Administrasi penjualan di Apotek Nine-Eighteen meliputi pencatatan obatobat yang terjual (obat ethical dan obat OTC). Semua transaksi penjualan baik penjualan obat resep maupun non resep yang terjadi setiap harinya dicatat dalam dokumen penjualan dan untuk membantu kelancaran proses penjualan obat-obat ethical dan obat OTC maka dibuat dokumen master daftar harga yang memuat harga semua obat di apotek. Pada dokumen ini tercantum nama obat dengan nama pabrik, distributor, nomor bets, tanggal kadaluarsa, bentuk kemasan, jumlah barang, jumlah isi dan harga obat dengan penyusunan nama obat secara alfabetis agar memudahkan dalam mencarinya. c. Administrasi pembukuan

59 45 Sistem administrasi pembukuan di Apotek Nine-Eighteen sudah dilakukan dengan sistem komputer sehingga pencatatan tidak ditulis dalam buku. Kegiatan administrasi dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan dan pelaporan perbekalan farmasi. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker. Kelengkapan administrasi di Apotek Nine-Eighteen meliputi: - Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar perbekalan farmasi yang sudah mendekati persediaan minimum atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di Apotek, yaitu obat ethical dan obat Over The Counter (OTC). Buku defekta dapat memberi kemudahan mengecek barang sekaligus stok perbekalan farmasi secara pasti untuk menghindari terjadi kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin. - Surat Pesanan (SP) Surat pesanan diberikan kepada supplier PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh Apoteker. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek Kegiatan Keuangan Kegiatan keuangan meliputi aliran uang masuk dan uang keluar yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dan biaya operasional apotek lain. Setiap bulan, Apotek Nine-Eighteen melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir bulan. Administrasi kegiatan keuangan yang dilakukan meliputi : a. Dokumen laporan keuangan untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang kas apotek setiap bulan di Apotek Nine-Eighteen. b. Dokumen laporan laba rugi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek selama satu bulan di Apotek Nine-Eighteen. c. Dokumen neraca bulanan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun harta tetap di Apotek Nine-Eighteen.

60 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek adalah tempat apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi. Apoteker sebagai tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Pelayanan kefarmasian meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat. Apotek Nine-Eighteen (9-18) merupakan apotek baru yang dibuka sejak bulan Februari Nama Apotek Nine-Eighteen diambil dari waktu operasional apotek yaitu jam WIB. Perbedaan apotek Nine-Eighteen dengan apotek lainnya yaitu penetapan harga obat yang hanya didasarkan pada harga pabrik (HNA+PPn) dan penerapan konsep JURAI kepada pasien Lokasi Lokasi Apotek Nine-Eighteen terletak di Jalan Casablanca Kavling 12, Kelurahan Karet, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan kode pos Apotek ini berada di commercial area G-02 lobby tower 1 dalam apartement Casablanca. Apotek Nine-Eighteen ini dibuka untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang khusus ditunjukkan bagi penghuni apartement dan juga secara umum untuk masyarakat sekitar apartement. Lokasi apotek ini kurang strategis, karena apotek berada di dalam apartement sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat sekitar. Selain itu promosi apotek ini belum banyak dilakukan serta belum adanya papan nama apotek di luar gedung apartement dan menjadikan apotek baru ini masih sepi dan belum banyak dikunjungi pasien. 46

61 Desain Ruangan Berdasarkan desain eksterior Apotek Nine-Eighteen belum memenuhi standar karena belum memiliki papan nama yang dapat dilihat oleh masyarakat. Namun ketika pasien sudah masuk ke dalam apartement maka di luar apotek ini terdapat logo hijau Apotek Nine-Eighteen dengan angka Desain interior apotek ini terbagi atas tiga ruangan, ruang depan yaitu terdapat ruang tunggu pasien dengan tempat duduk yang cukup baik dan tersusun rapi dan terdapat bahan bacaan seperti majalah dan brosur sehingga pasien yang menunggu obat dapat merasa nyaman. Selain itu terdapat meja kerja Apoteker dengan adanya fasilitas komputer, telepon printer, mesin fax, pendingin ruangan, TV LCD yang berguna untuk menunjukan pilihan daftar harga bagi pasien dalam menentukan keputusan pemilihan obat, namun sistem ini belum berfungsi dengan baik. Fasilitas lain apotek ini juga memiliki sarana parkir yang luas dan berada di area apartement Casablanca dan dijaga oleh petugas keamanan. Pada bagian depan pintu masuk terdapat standing banner dan display obat OTC (Over the Counter) berada di dekat ruang tunggu pasien sehingga pasien dapat bebas melihat dan memilih obat OTC yang diperlukan. Display obat OTC disusun dengan rapi berdasarkan farmakologi obat, bentuk sediaan dan tampilan warna kemasan obat sehingga akan menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Sedangkan untuk obat ethical berada dibelakang meja kerja apoteker dan disusun berdasarkan kelas terapi secara alfabetis di dalam rak-rak penyimpanan obat yang disertai dengan kotak obat dengan label nama obat yang berwarna berbeda untuk setiap golongan farmakologi obat sehingga obat dapat terlihat rapi dan menarik. Obat narkotika disimpan dalam lemari narkotika dan obat yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria dan ovula disimpan dalam lemari pendingin yang suhunya terjaga. Lemari narkotik dan lemari pendingin berada di dalam ruang peracikan. Ruang bagian belakang adalah ruang peracikan obat yang rapi dan bersih disertai dengan adanya tempat pencucian (wastafel), lemari penyimpanan obat, lemari narkotika, dan lemari pendingin. Ruang peracikan ini juga tersedia mortar dan stamfer serta alat-alat gelas lain seperti gelas ukur, selain itu terdapat kapsul, pot obat, kertas perkamen dan timbangan analitik. Disamping ruang peracikan

62 48 terdapat ruang Apoteker untuk melakukan konseling dan pertemuan. Di dalam ruangan ini terdapat buku referensi sebagai pedoman yang digunakan untuk menjalankan praktek kefarmasian, seperti buku farmakoterapi, farmakologi, MIMS, ISO, undang-undang dan etika, dan lain-lain. Kedua ruangan ini dibatasi dinding dan pintu yang bertujuan untuk menjaga kerahasiaan pasien ketika melakukan konseling Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Nine-Eighteen dilakukan oleh Apoteker dengan metode konsumsi yaitu pengadaan sesuai pola konsumsi kebutuhan pasien dan konsumsi produk bermerek yang sedang menjadi trend dan digemari masyarakat. Selain itu pengadaan dilakukan dengan metode epidemiologi atau berdasarkan penyakit yang sedang banyak diderita pasien serta kondisi yang menguntungkan bagi apotek seperti mempertimbangkan mengenai promosi, harga murah, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang dari PBF. Pengadaan perbekalan farmasi dibayar dengan Cash On Delivery (COD) dan kredit. Sedangkan untuk barang konsinyasi pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang laku terjual. Pemeriksaan perbekalan farmasi dalam dokumen persediaan dilakukan setiap hari. Obat yang habis atau hampir habis dan obat yang banyak dipesan pasien akan dipesan dan dicatat pada dokumen pemesanan. Pemesanan perbekalan farmasi khususnya obat dilakukan kepada PBF melalui telepon atau salesman yang datang ke apotek. Setelah pemesanan dilakukan biasanya barang akan datang pada hari yang sama atau paling lambat 2 hari setelah pemesanan. Penerimaan barang dilakukan Apoteker disertai dengan faktur pembelian, faktur pajak, serta surat pemesanan apotek. Pengecekan barang meliputi jumlah barang, jenis, bentuk, waktu kadaluarsa, nomor bets, dan kondisi fisik barang. Jika barang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani Apoteker disertai nama terang, tanggal penerimaan dan stempel apotek. Untuk pembelian secara tunai, faktur asli diserahkan kepada apotek. Namun untuk pembelian secara kredit, faktur asli yang ditandatangani dikembalikan pada pengirim barang dan salinan faktur disimpan oleh apotek untuk keperluan dokumentasi. Apabila obat yang dikirim telah sesuai dengan surat pemesanan maka apotek akan

63 49 menerima faktur yang akan disimpan sebagai arsip apotek. Apabila ada obat yang dikirim tidak sesuai dengan surat pemesanan atau obat sudah mendekati tanggal kadaluarsa, maka obat tersebut dikembalikan langsung. Semua faktur tersebut disimpan dalam laporan dokumen persediaan obat dalam sistem komputer. Kemudian faktur dari PBF dimasukan ke suatu folder map dan disusun sesuai tanggal faktur sehingga pada saat jatuh tempo Apoteker tidak sulit mencari faktur pembelian sehingga dengan cepat mengetahui jumlah biaya yang harus dibayar. Penyimpanan obat OTC disusun dengan rapi berdasarkan farmakologi obat, bentuk sediaan dan tampilan warna kemasan obat sehingga akan menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Sedangkan untuk obat ethical berada dibelakang meja kerja apoteker sehingga memudahkan apoteker dalam menyiapkan obat pasien. Obat ethical disusun berdasarkan kelas terapi secara alfabetis di dalam rak-rak penyimpanan obat yang disertai dengan kotak obat dengan label nama obat dengan warna yang berbeda untuk setiap golongan farmakologi obat sehingga obat dapat terlihat rapi dan memudahkan apoteker dalam mencari obat, misalnya label warna merah pada kotak obat menunjukkan obat termasuk dalam kategori kardiovaskular dan warna biru untuk obat-obat antibiotik. Untuk obat narkotika disimpan dalam lemari khusus narkotika dan obat yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria dan ovula disimpan dalam lemari pendingin yang suhunya terjaga. Kartu stok obat terletak di dalam kotak dari masing-masing obat ethical, sedangkan obat OTC, narkotika dan obat yang berada di dalam lemari pendingin kartu stock diletakkan dalam kotak khusus dan disusun berdasarkan alfabetis dengan tujuan untuk mempermudah pencatatan. Kartu ini diletakkan di dalam setiap kotak obat yang berfungsi untuk mengetahui tanggal pemasukan dan pengeluaran, jumlah pemasukan dan pengeluaran barang, dan sisa barang yang tersedia serta untuk memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian data stock obat dengan kondisi ketersedian obat yang nyata di apotek Pelayanan Kefarmasian Apotek Nine-Eighteen memberikan pelayanan atau penjualan obat dengan resep maupun pembelian obat bebas tanpa resep dokter. Pembayaran obat dapat dilakukan secara tunai atau dengan sistem kredit. Salah satu pelayanan di apotek

64 50 ini adalah pelayanan swamedikasi. Swamedikasi sangat berkaitan erat dengan konsep no pharmacist no service atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) yang sedang giat digalakkan oleh pemerintah agar dapat dilaksanakan di setiap apotek. Konsep ini sangat sesuai dengan prinsip pemilik apotek yaitu pasien akan mendapatkan informasi obat yang harus diberikan oleh Apoteker dan asisten apoteker tidak berhak dalam memberikan obat kepada pasien. Sedangkan untuk pelayanan konseling belum ada, karena kebijakan apotek yang mengharuskan Apoteker untuk selalu memberikan penjelasan dan menguraikan atau disebut dengan istilah konsep JURAI. Format baru siklus pelayanan di Apotek Nine-Eighteen yaitu ketika pasien datang dengan permintaan obat, Apoteker akan melakukan penilaian terhadap obat, seperti penilaian farmasetik, interaksi obat dan ketersediaan obat di apotek. Kemudian Apoteker memasukan data ke dalam komputer. Data dapat berupa data pasien, seperti nama, jenis kelamin, umur, alamat, berat badan, riwayat penyakit dan alergi jika ada, serta data obat, seperti nama obat dan dosis. Untuk pasien yang sudah pernah menebus obat di Apotek Nine-Eighteen, pendataan cukup dilakukan dengan memasukan nama pasien saja, kemudian pada komputer akan muncul data pasien dan riwayat pembelian obatnya. Setelah data dimasukkan, resume tentang obat yang akan diberikan kepada pasien akan muncul. Selain itu, pasien dapat melihat daftar harga obat yaitu (HNA+PPn) melalui TV LCD yang telah terhubung dengan komputer. Kemudian Apoteker melakukan dispensing. Selain mendapatkan obat, pasien juga akan mendapatkan catatan farmasi mengenai ringkasan tentang obat yang diresepkan kemudian Apoteker akan menjelaskan dan menguraikan kepada pasien mengenai indikasi obat, aturan pakai, efek samping dan lain-lain. Namun konsep ini belum berjalan dengan baik karena terhalang oleh kendala sistem operasi komputer yang belum sempurna. Penerapan konsep JURAI mewajibkan Apoteker untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar dapat memberikan penjelasan dan menguraikan dengan jelas tentang pengobatan yang diterima oleh pasien dengan baik sehingga pasien dapat mengerti dan memahami tentang obat yang diterimanya. Dalam melakukan pelayanan, Apotek Nine-Eighteen tidak terlalu berorientasi pada keuntungan tetapi lebih pada kesembuhan pasien. Pilihan

65 51 penggunaan obat diserahkan kepada pasien dan tidak bersifat memaksa. Penjualan obat ditebus dengan harga pabrik (HNA+PPn). Keuntungan apotek diperoleh dari biaya jasa Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian dan informasi obat. Besar nilai tagihan jasa ini disesuaikan dengan harga per lembar resep dan kebijakan Apoteker terhadap pasien, namun secara umum perbandingan yang digunakan adalah 17% persen dari total biaya obat pasien. Dengan kebijakan ini maka biaya tebus resep akan lebih rendah dari HET (Harga Eceran Tertinggi) yang tertera pada kemasan Pengelolaan Administrasi dan Keuangan Transaksi keuangan dan perbekalan farmasi yang terjadi di semua fungsi kegiatan di Apotek Nine-Eighteen dibuat dalam dokumen menggunakan sistem komputer. Kegiatan administrasi yang dilakukan meliputi pencatatan pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur dan dibuat dalam sebuah laporan dalam dokumen pengajuan pembiayaan. Pencatatan dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga dapat dilakukan sesuai dengan tepat waktu. Semua transaksi penjualan baik penjualan obat resep maupun non-resep yang terjadi setiap harinya dicatat dalam dokumen penjualan dan untuk membantu kelancaran proses penjualan obat ethical dan obat OTC maka dibuat dokumen master daftar harga yang memuat harga semua obat di apotek. Pada dokumen ini tercantum nama obat dengan nama pabrik, distributor, nomor batch, tanggal expired, bentuk kemasan, jumlah barang, jumlah isi dan harga obat dengan penyusunan nama obat secara alfabetis agar memudahkan dalam mencarinya. Kegiatan keuangan meliputi aliran uang masuk dan uang keluar yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dan biaya operasional apotek lain. Setiap bulan, Apotek Nine-Eighteen melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir bulan.

66 BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Apotek Nine-Eighteen selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Apotek Nine-Eighteen merupakan apotek swasta baru dengan pelayanan kefarmasian yang baik dengan memberikan penjualan harga obat lebih rendah dari Harga Eceran Tertinggi (HET) pada kemasan obat. 2. Kegiatan kefarmasian di apotek mencakup aspek teknis kefarmasian yang meliputi pengelolaan, pengadaan, penyimpanan, peracikan, penyaluran, penyerahan perbekalan farmasi, pelayanan informasi obat dan konseling, serta aspek non teknis kefarmasian yang meliputi kegiatan administrasi dan pengaturan keuangan Apotek Nine-Eighteen sudah berjalan baik Saran 1. Perlu dilakukan promosi yang lebih banyak dengan cara penyebaran brosur, poster, membuat account media social, dan mengoptimalkan website Apotek Nine-Eighteen agar masyarakat mengetahui Apotek Nine- Eighteen. 2. Peningkatan sistem komputer yang saling terintegrasi harus segera diperbaiki dan disempurnakan agar pelayanan kefarmasian dapat berjalan dengan lebih baik. 52

67 DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/MENKES/PER/V/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993e). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI. (1996). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.199/MenKes/SK/X/1996. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri 53

68 54 Kesehatan RI No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/X/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Presiden Republik Indonesia. (1997a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1997b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

69 LAMPIRAN

70 56 Lampiran 1. Ruang Tunggu Pasien Lampiran 2. Display OTC

71 57 Lampiran 3. Lemari Penyimpanan Obat

72 58 Lampiran 4. Meja Kerja Apoteker Lampiran 5. Ruang Kerja Apoteker

73 59 Lampiran 6. Ruang Peracikan Lampiran 7. Tempat Pencucian

74 60 Lampiran 8. Surat Pesanan Obat Lampiran 9. Faktur Pembelian Obat dari PBF

75 61 Lampiran 10. Faktur Pajak Lampiran 11. Struk Penjualan

76 62 Lampiran 12. Kartu Stok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1162, 2014 KEMENKES. Kefarmasian. Apotek. Standar Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan Disampaikan dalam Pertemuan Tri Wulan I PC IAI Grobogan Tahun 2016 Purwodadi, 12 Maret 2016 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2017 KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 143 JALAN MARGONDA RAYA NOMOR 154 A DEPOK PERIODE 4-29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FAMELLA YULISTIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan sangat diperlukan bagi masyarakat untuk menjamin kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktikum Farmasi Komunitas 1. Definisi Praktikum Sebelum membahas Praktikum Farmasi Komunitas terlebih dahulu dibahas mengenai definisi praktikum. Berdasarkan terminologinya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DESY INDRIWINARNI, S.Farm. 1106046780

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 16 JANUARI - 25 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. SULTAN HASANUDDIN NO.42 KEBAYORAN BARU, BLOK M PERIODE 3 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI-2 JULI 2011 DAN 1 13 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan TUJUAN a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. Melindungi pasiean dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PURWINDA HERIN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan manusia tidak pernah terlepas dari kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan yang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV.6 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA PERIODE 8 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA PERIODE 1 APRIL 4 MEI 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI 10 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UTAMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. Cek Kelengkapan Ada Tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apotek merupakan bidang usaha yang sangat menjanjikan untuk digarap sebagai lahan bisnis saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan menjamurnya usaha apotek diberbagai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER Apotik :.. lama :.. No. Telp. :.. APA Lama :.. No. SIPA :.. APA Baru :.. No. STRA :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Puspita Septie Dianita 1*, Tiara Mega Kusuma 2, Ni Made Ayu Nila Septianingrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

PLANNING OF ACTION PELAYANAN KEFARMASIAN 2017

PLANNING OF ACTION PELAYANAN KEFARMASIAN 2017 PLANNING OF ACTION PELAYANAN KEFARMASIAN 2017 UPTD PUSKESMAS KELING KABUPATEN KEDIRI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan semakin mendapat perhatian luas diseluruh dunia, dimana

Lebih terperinci