BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Penelitian. kronis (dalam jangka waktu lama). Klasifikasi tekanan darah tinggi biasanya terjadi saat

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian Hipertensi adalah kondisi medis yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Klasifikasi tekanan darah tinggi biasanya terjadi saat mencapai 140/90 mmhg (Dinkes, 2013). Salah satu tipe hipertensi tinggi adalah essential hypertension. Pada gangguan ini, munculnya hipertensi tinggi pada seseorang tidak disertai dengan adanya penyebab fisik yang pasti. Berbagai kondisi atau peristiwa yang menekan diyakini dapat menyebabkan meningkatnya hipertensi (walaupun hanya sementara). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, menunjukkan bahwa pola penyakit pada lansia yang terbanyak adalah hipertensi 57,6%, artritis 51,9% dan stroke 46,1% diikuti masalah kesehatan gigi dan mulut 19,2% (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari hasil riset kesehatan dasar pada tahun Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis atau riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor genetik, obesitas, kecemasan yang 1

2 2 menimbulkan stres, konsumsi garam berlebih, makanan berkolesterol, merokok, alkohol dan hormon (Kabo, 2010). Dari penjelasan terungkap bahwa salah satu penyebab lansia menderita hipertensi banyak disebabkan oleh kecemasan yang menimbulkan stress. Lansia yang menderita hipertensi membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial, dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2004). Kelompok rentan yang mempunyai kemungkinan terbesar untuk menjadi korban perubahan sosial adalah kelompok usia lanjut. Mereka yang memiliki konsep hidup tradisional, seperti harapan akan dihormati dan dirawat di masa tua, atau hubungan erat dengan anak yang telah dewasa. Pada kenyataannya harus hidup dalam sistem nilai yang berbeda dengan yang dianut misalnya kurang perasaan dihormati, karena anak tidak lagi tergantung secara ekonomi pada orang tua, serta kurangnya waktu bagi menantu perempuan untuk menjaga orang tua, karena bekerja. Keadaan ini dapat mempengaruhi psikologis dan kesejahteraan lanjut usia (Isfandari, 1999). Peneliti menemukan beberapa data mengenai lansia yang menderita hipertensi. Saat melakukan Praktek Kerja Psikologi Profesi di Puskesmas Depok 3, peneliti menemukan bahwa para pasien lansia hipertensi yang pernah memeriksakan dirinya ke Puskesmas Depok 3 pernah mengeluhkan rasa cemas yang dirasakan. Rata-rata usia pasien yang sering memeriksakan kondisi hipertensinya ke Puskesmas Depok 3 berkisar antara umur 50 tahun sampai dengan 80 tahun. Berdasarkan data kasus penyakit dari rekap tahunan ( ), penyakit hipertensi

3 3 merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di Puskesmas sehingga merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian cukup besar. Pasien lansia hipertensi juga mengalami gelisah, gugup, takut ketika akan menjalani pemeriksaan fisik oleh dokter (pengukuran tekanan darah). Selain itu, peneliti menemukan bahwa para lansia hipertensi yang tinggal di Hunian Tetap Pagerjurang, juga merasakan hal yang sama, yaitu merasakan sakit kepala, otot tegang, mudah gelisah, ada yang mengalami gangguan tidur, kaki sering lemas. Di samping itu, para lansia juga memiliki keluhan merasakan pikiran dan perasaan yang kurang nyaman. Saat peneliti bertemu dan mengikuti kegiatan posyandu lansia di Huntap Pagerjurang, para lansia melakukan pengukuran tekanan darah pada kader lansia dan ada beberapa lansia yang mengalami hipertensi. Ketika mengetahui hasil tekanan darahnya meningkat, para lansia ada yang menceritakan apa yang dirasakannya. Setelah itu, peneliti mengajak para lansia untuk screening kecemasan. Para lansia terlihat antusias mengikuti posyandu yang diadakan karena saat posyandu mereka berkumpul dan bertukar pengalaman terkait dengan penyakit hipertensi yang tengah dialami. Pasien menyatakan ketika hipertensi mulai meninggi, pasien sering merasa pusing, mata berkunang-kunang, kesemutan, pegal pada bagian leher dan sulit tidur. Pasien tidak memungkiri masih sering menghadapi persoalan hidup sehari-hari yang memicu terjadinya kecemasan. Pasien mengaku perasaan cemas tersebut semakin meningkat dengan adanya perasaan takut dan khawatir jika penyakit hipertensi yang dialami akan menimbulkan komplikasi terhadap kesehatannya. Peneliti juga mendapatkan data bahwa penderita hipertensi menilai dirinya tidak memiliki atau merendahkan kemampuannya dalam mengatasi hal buruk atau bahaya yang dikhawatirkan akan terjadi, sehingga terjadi kecemasan yang berimbas pada meningkatnya tekanan darah.

4 4 Para lansia merasakan gejala-gejala yang mengarah kepada kecemasan. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Gunarsa, 2008). Menurut Nevid, dkk (2005), kecemasan adalah sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Bener, Kamal, Al-Banna, Al-Muulla dan Elbagi (2006) juga menjelaskan lebih lanjut bahwa kecemasan pada penderita hipertensi ditandai oleh munculnya perasaan tegang, takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya, terus menerus khawatir, tidak dapat tenang atau rileks, merasa gelisah, panic secara tiba-tiba dan merasa mual. Gangguan kecemasan atau gejala kecemasan yang mengarah kepada gangguan kecemasan pada lansia memiliki dampak negatif bagi kehidupan mereka. Menurut Brens, Guralnik, Williamson, Frierd dan Pennix (Ayers, Sorrell, Throp & Wetherell, 2007), dampak yang dapat ditimbulkan akibat simtom atau gejala cemas pada lansia ialah keluhan mengenai kondisi fisik lansia, misalnya meningkatnya ketidakmampuan secara fisik dan kepuasan hidup lansia. Menurut Hartanti (1997), kecemasan akan membawa seseorang mengantisipasi situasi ketakutan yang tak berbahaya, membesar-besarkan bahaya atau risiko sehingga dapat menghambat kegiatan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Beck (1989) mengungkapkan bahwa kecemasan terjadi karena adanya penilaian kognitif yang tidak tepat terhadap sumber kekhawatiran atau stressor. Jika individu mampu memberikan penilaian kognitif secara tepat, maka kecemasan tidak terjadi.

5 5 Menurut Papalia, dkk (2008), upaya mengatasi kecemasan yang dialami lansia di antaranya adalah melalui kajian ulang kehidupan, olahraga, religiusitas dan dukungan sosial. Nashori (2007) menyatakan bahwa religiustitas membuat individu mengurangi afek-afek negatif seperti stress, cemas, gelisah, putus asa. Religiusitas diyakini mampu memberikan kekuatan bagi manusia dalam kehidupannya agar lebih tenang dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan. Penelitian yang dilakukan Wilianto dan Adiyanti (2012) mengenai pelatihan musik perilaku kognitif untuk menurunkan kecemasan pada penderita tekanan darah tinggi. Intervensi yang diberikan Wilianto & Adiyanti (2012) mampu menurunkan kecemasan pada penderita tekanan darah tinggi. Untuk memonitor tekanan darah secara lebih ketat, perlu mengetahui dengan jelas hubungan kecemasan, tekanan darah dan denyut jantung kemungkinan apabila rutinitas minum obat, melakukan diet dan olahraga. Selain itu perlu diperhatikan faktor homogenitas, seperti lamanya mengidap penyakit, tingkat pendidikan terakhir, dan rutinitas partisipan. Penelitian yang dilakukan Ayunsari, Fasikhah dan Karmiyati (2012) menunjukkan bahwa terapi relaksasi kesadaran indera dapat menurunkan kecemasan. Ayunsari, Fasikhah & Karmiyati (2012) menyarankan agar menggunakan teknik-teknik terapi kognitif seperti relaksasi via letting go, restrukturisasi kognitif, dan exposure untuk mengurangi pemikiran negatif yang terjadi pada penderita yang mengalami kecemasan. Irawati, Subandi, dan Kumolohadi (2011) melakukan penelitian mengenai pelatihan kognitif perilaku religius untuk menurunkan kecemasan. Intervensi yang diberikan memiliki pengaruh dalam menurunkan kecemasan. Intervensi akan maksimal jika diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.

6 6 Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya cukup memberikan pengaruh untuk menurunkan kecemasan, walaupun penurunan kecemasan memang tidak sangat signifikan. Penurunan kecemasan dapat mengurangi skor atau tingkat kecemasan subjek penelitian. Hal ini bisa dipengaruhi oleh intervensi yang telah diberikan oleh terapis sebelumnya tidak dipraktekkan oleh subjek penelitian ketika mengalami kecemasan. Apabila subjek penelitian melakukan setiap hari untuk menghadapi kecemasannya, maka dapat membantu mengurangi tingkat kecemasannya. Peneliti ingin melakukan penelitian dan sesuai dengan saran yang diberikan oleh Irawati, Subandi, dan Kumolohadi (2011) bahwa intervensi akan maksimal jika diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memberikan intervensi religius yang dapat dilakukan setiap hari, misalnya subjek melakukan ibadah sholat yang dapat memberikan ketenangan hati. Hal ini, subjek penelitian dapat melakukannya lima waktu dalam sehari sehingga intervensi religius yang diberikan bermanfaat jika dilakukan oleh subjek penelitian setiap hari. Menurut Leming (Wicaksono, 2003), religiusitas memiliki peran penting dalam menghalau kecemasan dan kecemasan yang terjadi sebagai akibat dari ketidakpastian dan ketidaktahuan yang dialami dalam hidup. Menurut Najati (1985), kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam menurunkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan. Selain itu, Maududi (Wicaksono, 2003) juga mengatakan bahwa salah satu peran religiusitas dapat menimbulkan ketenangan qalbu. Hal ini terdapat dalam surat Ar-Ra d ayat 28 yang berbunyi : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(qs. 13:28)

7 7 Imam Ibnu Rajab al-hambali berkata: Sungguh Allah telah mensyariatkan bagi hambahamba-nya berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyukan (anggota) badan (seorang hamba) yang bersumber dari kekhusyukan, ketundukan dan kerendahan diri dalam hatinya. Ibadah yang paling tampak padanya kekhusyukan adalah ibadah shalat. Allah Ta ala memuji hamba-hamba-nya yang khusyuk dalam shalat mereka dalam firman-nya:, Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya (QS al-mu minuun: 1-2) Selain itu, ada hadits yang membahas tentang shalat khusyuk. Orang yang sedang shalat lalu hendak dimangsa hewan yang beracun, maka dia boleh membunuhnya, tanpa kehilangan kekhusyukan shalatnya. Sesuai denganhadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.A istri Rasulullah SAW berkata bahwa Rasulullah SAW sedang shalat di rumah, datanglah Ali bin Abi Thalib. Ketika melihat Rasulullah SAW sedang shalat, maka Ali pun ikut shalat di sebelah beliau. Lalu datanglah kalajengking hingga berhenti di dekat Rasulullah SAW namun meninggalkannya dan menghadap ke Ali. Ketika Ali melihat kalajengking itu, Ali pun menginjaknya dengan sandalnya. Dan Rasulullah SAW memandang tidak mengapa pembunuhan itu terjadi dalam shalat (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani). Selain itu, menurut Ancok dan Suroso (2008), shalat dapat mengurangi bahkan menghilangkan kecemasan yang ada dalam diri seseorang. Ancok dan Suroso menjelaskan mengenai kepercayaan terhadap ritual dalam Islam bahwa ada empat aspek terapeutik di dalamnya, antara lain: aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-sugesti, aspek kebersamaan.

8 8 Aspek olah raga dalam shalat tampak pada aktivitas fisik seperti kontraksi otot, tekanan dan massage pada bagian otot tertentu yang dapat menimbulkan proses relaksasi, sehingga dapat mengurangi kecemasan. Aspek meditasi, yang dapat dicapai dengan shalat yang khusyuk. Asumsinya shalat khusyuk dapat menghadirkan hati untuk dapat bermunajat (berbincang-bincang) dengan Tuhan sehingga membutuhkan konsentrasi. Dalam aspek meditasi ini akan muncul rasa kekhusyukan yang dapat menghilangkan kecemasan karena merangsang sistem syaraf lain yang akan menutup terbawanya rangsangan sakit tersebut ke otak (Ancok & Suroso, 2008). Aspek auto-sugesti yang terletak pada sugesti dari do a-do a dan pujian-pujian dalam shalat. Pujian-pujian bertujuan untuk memohon sesuatu yang bermakna dan berdampak baik pada diri. Aspek inilah yang memberikan sugesti terhadap diri untuk berbuat baik. Selanjutnya, aspek kebersamaan didapatkan dalam shalat berjama ah dapat dikembangkan menjadi pelatihan kelompok. Asumsi yang dibangun adalah suasana kebersamaan membebaskan orang dari perasaan keterasingan yang menjadi penyebab gangguan jiwa (Ancok & Suroso, 2008). Syed (2003) berasumsi bahwa shalat memungkinkan munculnya respon relaksasi, sehingga memengaruhi kesehatan fisiologis dan psikologis dalam jangka waktu yang panjang. Shalat menyebabkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam pikiran, mengurangi kecemasan, dan memadamkan api kemarahan. Sharp (2010) melakukan penelitian yang menyatakan bahwa orang yang berhubungan dengan Tuhan melalui doa akan membantu mengatur emosi negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adi (2002) diketahui bahwa shalat memiliki kemampuan untuk mengurangi kecemasan. Shalat merupakan bagian dari praktek keagamaan yang digunakan sebagai sarana beribadah kepada Allah. Shalat memiliki peranan yang penting untuk kesehatan psikologis seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ashy (1999), shalat

9 9 lima waktu membantu mengurangi tekanan psikologis, memelihara keteraturan dan kedisiplinan dalam kehidupan seseorang. Uyun dan Rumiani (2012) mengatakan bahwa shalat dalam Islam merupakan doa dan gerakan-gerakannya merupakan gerakan yang harus dilakukan dengan khusyuk penuh dengan ketundukan hati, sehingga akan berefek menenangkan (relaksasi). Orang yang mampu melakukan shalat dengan khusyuk akan merasakan ketenangan jiwa. Dengan mendapatkan pelatihan shalat khusyuk, pasien lansia hipertensi akan mendapatkan manfaat yaitu melapangkan dada, membuat jiwa bahagia, menjauhkan penyakit dari tubuh, shalat membuat jiwa dan raga aktif, mendapatkan asupan gizi bagi ruh dan hati. Selain itu, shalat dengan khusyuk merupakan sarana paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Ahmad, 2008). Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian eksperimen. Peneliti ingin membantu mereka dalam menurunkan tingkat kecemasan pada pasien lansia hipertensi. Para pasien lansia diajarkan dan diberi pelatihan shalat khusyuk agar benarbenar dapat memberikan dampak bagi pasien yaitu ketenangan hati. B. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan shalat khusyuk untuk menurunkan kecemasan pada pasien lansia hipertensi. Selain itu, para pasien dapat melakukan shalatkhusyuk untuk mendapatkan ketenangan hati. 2. Manfaat Manfaat penelitian yang akan diperoleh dari pelatihan shalat khusyuk bagi lansia hipertensi adalah:

10 10 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap psikologi klinis yang berkaitan dengan kecemasan terutama mengenai lansia yang mengalami hipertensi. Penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan bagi psikologi islam yang berkaitan dengan latihan shalat khusyuk yang dapat mengatasi kecemasan. Selain itu juga diharapkan memberi sumbangan terhadap masalah-masalah sosial yang sering muncul dalam masyarakat. 2) Manfaat Praktis Bila penelitian terbukti, maka ada sejumlah manfaat praktis yang didapatkan yaitu : a) Pasien lansia hipertensi mendapatkan pelatihan shalat khusyuk b) Pasien lansia dapat mempraktikkan shalat sebagai ibadah dan relaksasi c) Dapat membangkitkan harapan lansia mengatasi masalah dengan efektif C. Keaslian Penelitian 1. Keaslian Topik Keaslian penelitian sejauh ini dalam jurnal maupun penelitian, penulis belum menemukan adanya penelitian yang secara spesifik meneliti tentang Pelatihan shalat khusyuk untuk menurunkan kecemasan pada lansia hipertensi. Metode penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen yang dilakukan dengan prates-pascates dan adanya follow-up. Subjek penelitian dibedakan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ditentukan dengan cara random. Lokasi penelitian dilakukan di lingkungan Huntap Pagerjurang Cangkringan. Hasil penelitian yaitu bahwa umur subjek tidak berhubungan dengan kecemasan, lingkungan lansia berhubungan dengan terjadi kecemasan pada lansia.

11 11 Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Dony (2012) tentang efektifitas pelatihan kognitif perilaku Islam dalam menurunkan kecemasan pada penderita hipertensi yang menunjukkan hasil bahwa pelatihan kognitif perilaku Islam efektif dalam menurunkan kecemasan pada penderita hipertensi. Rancangan penelitian dilakukan secara kuasi eksperimen dengan desain eksperimen prates dan pascates. Penentuan subjek dilakukan dengan cara non random dan teknik analisis yang digunakan adalah U Mann Whitney. Hasil penelitian ini adalah pelatihan kognitif perilaku Islam efektif mampu menurunkan kecemasan pada penderita hipertensi. Wilianto dan Adiyanti (2012) melakukan penelitian tentangpelatihan kognitif perilaku untuk mereduksi tingkat kecemasan pada pasien pasca stroke. Pengukurannya menggunakan BAI dan SUDs. Jumlah sampel berjumlah dua orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Hasilnya adalah pelatihan musik kognitif perilaku dapat menurunan kecemasan pada penderita tekanan darah tinggi. Susanti, dkk (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh pelatihan imajinasi terpimpin terhadap perubahan hipertensi pada pasien hipertensi di Kelurahan Karangsari Kabupaten Kendal. Desain penelitian ini menggunakan metode one grup prates dan pascates dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 29 orang. Teknik analisis penelitian ini menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil penelitian ini adalah terapi imajinasi terpimpin memberikan pengaruh terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi. Terapi imajinasi terpimpin perlu dijadikan sebagai salah satu tindakan keperawatan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Merdekawati, dkk (2013) melakukan penelitian mengenai psikoedukasi dan pelatihan murottal untuk menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi fraktur. Penelitian ini merupakan

12 12 penelitian kuasi ekperimen dengan nonequivalent kontrol group desaign. Subjek penelitian ini berjumlah 35 orang. Pengukuran penelitian ini menggunakan Hamilton Anxiety Rate Scale (HARS) dengan menggunakan uji statistik Repeated Anova. Hasil penelitian ini adalah terapi murattal dapat mengurangi kecemasan pasin preoperasi fraktur. Sari (2013) melakukan penelitian mengenai musik jawa untukmenurunkan tingkat kecemasan pada lansia dengan hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan subjek penelitian 16 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan eksperimen. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan kuesioner Analogue Anxiety Scale. Hasil penelitian ini adalah musik jawa dapat menjadi pertimbangan kegiatan dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan pada lansia hipertensi. Harini (2013) melakukan tentang pelatihan warna untuk mengurangi kecemasan. Pengukuran dalam penelitian ini Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Desain penelitian yang digunakan adalah prates dan pascates. Subjek penelitian berjumlah 10 orang yang dibagi dalam dua kelompok. Hasil penelitian ini adalah terapi warna dapat mengurangi kecemasan. Selain itu, Saseno, dkk (2013) juga melakukan penelitian mengenai kecemasan dengan menggunakan relaksasi efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan lanjut usia. Penelitian ini menggunakan desain group prates dan pascates dengan jumlah subjek sebanyak 33 orang. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala Hamilton Anxiety Rating Scale. Teknik analisis yang digunakan adalah Wilcoxon Spaired Test. Hasil penelitian ini adalah relaksasi efektif untuk terhadap penurunan tingkat kecemasan lanjut usia. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa penelitian tentang pelatihan shalat khusyuk untuk menurunkan kecemasan pada lansia hipertensi belum pernah dilakukan. Oleh karena itu keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

13 13 2. Keaslian Konstruk Teori Penelitian ini menggunakan teori dan aspek-aspek kecemasan yang dikemukan oleh Beck (Grant, 1990), sedangkan pelatihan shalat khusyuk merujuk dari Abu Sangkan (2008). 3. Keaslian Alat Ukur Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala kecemasan Beck Anxiety Inventory (BAI) yang merujuk dari teori Beck. Skala BAI memiliki 21 aitem. Item dalam BAI menggambarkan emosi, fisiologis dan kognitif kecemasan. 4. Keaslian Intervensi Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep pelatihan shalat khusyuk yang dikemukakan oleh Abu Sangkan (2008). 5. Keaslian Subjek Subjek yang akan digunakan pada penelitian ini adalah lansia hipertensi yang mengalami kecemasan di daerah Huntap Pagerjurang Cangkringan. Huntap Pagerjurang dipilih karena para lansia yang sering memeriksakan tekanan darah dan konsultasi tentang kesehatannya kepada kader lansia maupun petugas puskesmas keliling.