II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA Etiologi lesi mukosa akut lambung pada dekade ini berubah dari infeksi Helicobacter pylori kepada pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS/Aspirin). Obat ini mudah diperoleh tanpa resep atau dalam bentuk obat tradisional/herbal yang banyak dipakai dalam mengatasi masalah nyeri otot dan sendi. Perluasan indikasi pemakaian Aspirin di bidang Kardiologi, Neurologi, Hematologi dan Onkologi akan berakibat peningkatan efek samping pada lambung. Secara klinik pemantauan terjadinya efek samping adalah dalam bentuk kumpulan gejala yang disebut sindroma dispepsia. Jenis keluhan dispepsia yang terbanyak adalah perasaan tidak nyaman pada daerah epigastrium, kembung, mual dan dapat disertai muntah. Bila terjadi kelainan yang lebih berat bisa berakibat perdarahan lambung dalam bentuk muntah darah atau buang air besar berwarna hitam (Rodrigues dan Diaz 2004, Santos dan Medeiros etal 2007). Bila hal ini terjadi dan tidak dilakukan penatalaksanaan secara cepat bisa berakibat kematian. Prevalensi kelainan ini berkisar antara 50-70%, terdapat sama pada kedua jenis kelamin, dengan kecenderungan pada kelompok umur yang lebih tua. Pada penyakit tertentu pemakaian obat ini akan berlangsung lama atau seumur hidup, dengan risiko dapat terjadi lesi mukosa yang lebih berat(manan 2005, Ibrahim dan Mofleh etal. 2007). Upaya pencegahan primer maupun sekunder harus dilakukan agar progresifitas penyakit utama dapat dihambat, dan konsumsi Aspirin dapat berlangsung lama. Disamping itu Aspirin merupakan obat yang mempunyai efektifitas klinik baik dan murah harganya (Vane 2002, Flower 2003). Penentuan jenis terapi pencegahan yang akan diberikan, berhubungan dengan mekanisme terhadap perubahan yang terjadi pada mukosa lambung dengan pengamatan secara patologi anatomi dan histopatologi. Hal ini tidak dapat dilakukan pada manusia karena adanya keterbatasan dalam diagnosis secara patologi anatomi maupun histopatologi. Pemakaian hewan coba tikus putih akan dapat membuktikan secara jelas proses yang terjadi secara seluler maupun enzimatik oleh karena struktur lambung tikus putih sama dengan manusia (Festing 2006, NLAC 2010). Dengan pembuktian ini, hasil yang didapat akan dapat dipakai sebagai model pada

2 manusia dalam pencegahan primer maupun sekunder terhadap lesi mukosa lambung akut akibat Aspirin (Fiorucci dan Del Soldato 2003, Brzozowska dan Targosz etal. 2004) Sejarah perkembangan dan mekanisme kerja OAINS/Aspirin Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman pada tahun 1829, yaitu golongan salisilat berasal dari tanaman willow bark, pada saat ini dikenal dengan nama Aspirin. Pada tahun 1960 didapatkan OAINS kedua yaitu indometasin. Selanjutnya perkembangan dalam produksi OAINS sampai saat ini melebihi dari 30 jenis yang berasal dari golongan dengan sifat kimiawi berbeda (Tabel 1). Meskipun demikian efektifitas klinik dari obat-obat ini memberikan hasil yang hampir sama. Akan tetapi efek samping dapat terjadi pada saluran cerna dalam bentuk OAINS gastropati atau OAINS enteropati,. tergantung dari farmakodinamik dan farmakokinetik OAINS/Aspirin tersebut (Adebayo dan Bjarnason 2006, Wallace 2008). Pemakaian OAINS khususnya Aspirin pada saat ini didapatkan perluasan indikasi klinik. Pemakaian yang bermula pada bidang Rematologi, berkembang ke disiplin ilmu lain, yaitu Hematologi, Kardiologi, Neurologi dan Onkologi (Flower 2003). Secara biokimiawi didapatkan 13 jenis golongan OAINS/Aspirin termasuk OAINS yang bekerja spesifik dalam menghambat COX-2 (Brzozowski dan Konturek etal. 2001, Brzozowski dan Konturek etal. 2008). Banyaknya jenis OAINS dijual bebas tanpa resep dokter dan pemakaian obat-obat herbal, risiko terjadinya efek samping pada saluran cerna terutama lambung akan meningkat (Laine dan Curtis etal 2010). Pengembangan dalam efektifitas klinik dikemukakan oleh Vane pada tahun 1971, bahwa proses enzimatik untuk produksi prostaglandin (PG) dapat dihambat oleh Aspirin dan Indometasin. Protaglandin merupakan mediator inflamasi yang kuat dalam menimbulkan rasa nyeri, edema dan vasodilatasi (Hall dan Tripp etal 2006, Kotani dan Kobata etal 2006). OAINS/Aspirin juga berpengaruh terhadap mediator lain seperti lekotrin, pembentukan superoksida dan pelepasan enzim oleh lisosom. Hambatan terhadap isoenzim COX-1 dan COX-2 oleh OAINS/Aspirin berakibat hambatan produksi

3 prostaglandin. Kondisi ini akan menurunkan ketahanan mukosa lambung.(gudis dan Sakamoto 2005, Kaneko dan Matsui etal. 2007, Laine dan Takeuchi etal. 2008). Ketahanan mukosa lambung ditentukan oleh faktor defensif yang terdiri dari lapisan pre-epitel, epitel dan sub-epitel. Lapisan pre-epitel merupakan sawar terdepan dari mukosa lambung dalam mencegah pengaruh isi lumen terhadap lapisan epitel. Peranan mukus dan sekresi bikarbonat merupakan faktor utama dalam pencegahan primer maupun sekunder lesi mukosa akut oleh OAINS/Aspirin. Efek topikal OAINS/Aspirin terjadi akibat dari kerusakan lapisan mukus, sehingga akan terjadi gangguan permeabilitas dinding sel epitel dengan akibat obat akan masuk dan terperangkap di dalam sel. Selanjutnya terjadi pembengkakan disertai proses inflamasi dan akan terjadi kerusakan sel epitel tersebut (Lichtenberger dan Romero etal. 2007, Philipson dan Johanson etal. 2008). Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik dalam bentuk hambatan produksi prostaglandin melalui jalur COX-1 dan COX-2 (Tanaka dan Araki etal. 2002). Hambat OAINS/Aspirin COX-1 Kerusakan COX-2 epitel Aliran darah Sekresi mukus Gangguan Angiogenesis Penempelan mukosa karbonat agregasi lekosit trombosit Difusi balik asam Gangguan ketahanan mukosa Gangguan Aktifasi penyembuhan lekosit Lesi mukosa & perdarahan Gambar 1. Mekanisme kerja OAINS/Aspirin (Wallace 2008) Keterangan: OAINS: Obat Anti Inflamasi Non Steroid, COX : Cyclooxygenase

4 Mekanisme hambatan isoenzim cyclooxygenase tergantung dari golongan OAINS. Aspirin merupakan golongan OAINS yang kuat dalam menghambat kedua isoenzim tersebut, akibatnya lesi yang terjadi akan lebih berat. Peran faktor agresif seperti asam lambung, pepsin dan infeksi Helicobacter pylori akan memperberat lesi mukosa yang terjadi diakibatkan bertambahnya proses radang yang terjadi, meskipun masih kontroversi. Disamping itu terjadinya dismotilitas lambung akibat OAINS/Aspirin juga akan memperberat lesi mukosa yang terjadi (Venables 1986, Souza dan Troncon etal. 2003, Brzozowski dan Konturek etal. 2006,Forte dan Zhu 2010). Hambatan selektif terhadap isoenzim Cox-2, tidak menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah terjadinya lesi mukosa akut. Lesi mukosa akibat OAINS/Aspirin dapat terjadi pada usus halus atau kolon. Terjadinya lesi akibat efek sistemik dan sebagai faktor agresif yaitu bakteri dan asam empedu (Gretzer dan Maricic etal. 2001, Adebayo dan Bjarnason 2006). Tabel 1. Klasifikasi Obat Anti Inflamasi Non Steroid (Brzozowski 2001) Salisilat Asetilsalisilat (Aspirin) Salsalat Diflunisal Non asetilsalisilat Magnesium salisilat Kolin Magnesium trisalisilat Derivat asam propionat Kalsium fenoprofen Flurbiprofen Ibuprofen Ketoprofen Naproksen Naproksen sodium Fenamat Asam Mefenamat Sodium meclofenamat Naftilalkanon Nabumeton Penghambat Cox-2 selektif Celecoxib Rofecoxib Penghambat Cox-2 semi selektif Meloxicam Indol Indometasin Sulindal Tolmetin sodium Oksikam Oksikam Piroksikam Asam fenilasetat Sodium diklofenak Potasium diklofenak Sodium diklofenak Misoprostol Derivat pirazol Fenilbutazon Asam piranokarboksilat Etodolak Pirolo-pirol Ketorolak trometamin Asam piranokarboksilat Etodolak

5 2.2 Biologi tikus Tikus memiliki berbagai galur yang merupakan hasil pembiakan sesama jenis atau persilangan. Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar, Long-Evans dan Sprague-Dawley. Sprague-Dawley merupakan salah satu galur yang dikembangkan di Winconsin pada tahun 1925 oleh R.W. Dawley untuk pembibitan komersial. Galur Sprague-Dawley memiliki panjang leher yang sedang, sementara panjang tubuhnya bisa sama panjang atau lebih pendek dari ekor. Bobot badan tikus jantan pada umur 10 minggu dapat mencapai gram, sedangkan tikus betina hanya mencapai gram (NLAC 2010). Untuk penelitian di bidang kedokteran, terutama sifat farmakologi obat, galur ini merupakan model hewan coba yang baik. Sebab banyak penelitian yang sudah dilakukan memakai hewan coba Selain itu hewan coba ini mudah ditangani, dapat diperoleh dalam jumlah besar, dan memberikan hasil nilai ulangan yang dapat dipercaya (Aminah 2004, Festing 2006) Anatomi dan fisiologi lambung Anatomi dan fisiologi organ lambung tikus putih sama dengan manusia yaitu monogastrik dan lapisan mukosa glandular yang terdiri dari sel mukus, sel parietal, sel chief dan sel G ( Ghoshal dan Bal 1989, Bailey, Fox dan Anderson etal. 2002). A Gambar 2 : Regio lambung manusia (A) dan lambung tikus (B)(Ghoshal 1989) B

6 Secara makroskopik lambung tikus dibagi dalam regio Kardia dan regio Pylorus. Morfologi lambung tikus yang kecil sehingga bila di bandingkan dengan manusia, regio Kardia adalah regio Fundus/Korpus sedangkan regio Pilorus adalah regio Antrum/Pilorus. Secara histologi lambung dibagi dalam non kelenjar dan kelenjar. Batas dari non kelenjar dan kelenjar disebut limiting ridge, merupakan lipatan mukosa lambung yang tidak didapatkan pada manusia. Kedua regio pada lambung tikus tersebut merupakan regio glandular dengan struktur histologinya sama dengan manusia (Luciano dan Reale 1992, Travillian dan Rosse etal. 2003). Struktur histologi lambung manusia dan tikus digambarkan secara skematis sebagai berikut: Gambar 3 : Perbandingan Struktur lambung manusia (HS) dan tikus.(ms): M: Mukosa ; SM: Submukosa; GM:Glamdula Mukosa; NM:Non Glandula Mukosa, S: serosa (Luciano dan Reale 1992, Travillian dan Rosse etal )

7 Struktur anatomi dan histologi lambung tikus sama dengan manusia, maka perubahan yang terjadi akibat pengaruh Aspirin akan dapat dipakai sebagai model pada manusia (Travillian dan Rosse etal. 2003) M M MM SM MM SM TM TM A B Gambar 4. Histologi lambung tikus regio Fundus/Korpus (A) dan regio Antrum/Pilorus. M: Mukosa;MM: Muskularis Mukosa;SM :Sub Mukosa : TM T. Muskularis 2.4. Perubahan anatomi lambung pada gejala dispepsia Gejala klinik awal terjadinya komplikasi pada lambung adalah sindroma dispepsia. Gejala yang sering ditemukan adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada daerah epigastrium, yang dapat disertai gejala mual, kembung, muntah. Bila keadaan ini berlanjut dapat terjadi gejala perdarahan saluran cerna dalam bentuk melena dengan atau tanpa hematemesis. Dispepsia pada gastropati OAINS disebabkan oleh dismotilitas akibat proses inflamasi mukosa terutama pada regio Antrum/Pilorus dan bertambah berat bila terjadi hambatan terhadap produksi prostaglandin (Santos dan Medeiros etal. 2007). Regio Antrum/Pilorus merupakan predileksi terjadinya lesi mukosa disebabkan kondisi ketahanan mukosa pada regio ini lebih lemah dibandingkab regio Fundus/Korpus. Hal ini disebabkan

8 secara fisiologi regio Antrum/Pilorus merupakan tempat penampungan terakhir dari isi lambung sebelum masuk ke duodenum. Kondisi ini akan berakibat struktur mukus tidak sebaik pada regio Fundus/Korpus ditambah lagi kondisi mukosa pada umumnya sudah mengalami peradangan kronik (Brzozowski dan Konturek etal. 2006, Laine dan Curtis etal. 2010). Reaksi topikal Aspirin pada mukosa lambung dapat diikuti dengan proses adaptasi atau berlanjut dengan reaksi sistemik berakibat menurunnya motilitas lambung (Wallace dan Webb etal. 1995). Berat ringannya keluhan ditentukan oleh perubahan yang terjadi dari kontur lambung dalam bentuk dilatasi. Dilatasi lambung akibat gangguan motilitas akan berakibat kontak Aspirin dengan mukosa Antrum/Pilorus akan lebih lama, sehingga reaksi yang terjadi akan lebih berat. Sel radang yang merupakan salah satu faktor pertahanan tubuh akan meningkat pada lapisan mukosa dan akan menginfiltrasi lapisan tersebut terutama pada daerah muskularis mukosa. Infiltrasi sel radang ini juga akan diikuti oleh edema jaringan sekitarnya, sehingga motilitas lambung akan lebih terganggu. Kelainan ini akan berakibat perubahan gangguan pengosongan lambung. Selanjutnya bila proses ini berjalan terus akan terjadi dilatasi lambung(souza dan Troncon etal. 2003, Serhan dan Brain etal. 2007). Gejala klinik dalam perasaan tidak nyaman pada daerah epigastrium disebabkan terutama oleh penurunan motilitas lambung. Dua hal utama yang akan memperberat lesi mukosa adalah penurunan motilitas sebagai komponen faktor defensif dan reaksi topikal dan sistemik dari Aspirin (Hall dan Tripp etal. 2006, Laine dan Curtis etal. 2010) 2.5. Peran mukus sebagai faktor defensif pada gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ Aspirin Lesi mukosa lambung akut akibat OAINS/Aspirin, disebabkan gangguan ke seimbangan faktor agresif dan faktor defensif. Patomekanisme terjadinya lesi dimulai dengan efek topikal OAINS/Aspirin dengan sel epitel mukosa lambung. Lapisan pre-epitel merupakan lapisan mukus sebagai pertahanan pertama yang sangat menentukan dalam terjadinya lesi mukosa lambung akut(atuma dan Strugala etal. 2001, Allen dan Flemstrom 2005).

9 Prostaglandin, terutama PGE2 dan prostasiklin mempunyai efek sitoprotektor pada epitel gastrointestinal. Hambatan sintesa Prostaglandin oleh OAINS/Aspirin bersifat sistemik akan berpengaruh terhadap penurunan produksi mukus oleh sel mukus leher mukosa gaster. Mukus akan menghambat difusi balik asam ke dalam epitel, kerusakan lapisan mukus akan mempermudah terjadinya lesi mukosa (Gudis dan Sakamoto 2005, Laine dan Takeuchi 2008).. Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa adalah epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alpha (TGF-alpha). Kedua peptida ini pada lambung akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat produksi asam (Philipson dan Johanson 2008). Protein trefoil yang merupakan peptida disekresikan oleh sel mukus mukosa gaster dan intestin, akan menutupi bagian apical sel epitel. Peran protein ini pada integritas mukosa, penyembuhan lesi dan pembatasan proliferasi sel epitel. Fungsinya akan melindungi epitel dari pengaruh zat kimia toksik dan obat. Protein trefoil ini mempunyai efek restitusi pada perbaikan kerusakan epitel secara merata dan bergerak dari tepi luka untuk menutupi lesi yang ada (Madson dan Nielson etal. 2007). Zat lain yang berperan dalam integritas dan fungsi sawar mukosa adalah nitrik oksida (NO). Zat ini disintesa dari arginin melalui satu dari tiga jalur nitrik oksida sintase (NOS). Pada beberapa penelitian NO berperan mengurangi beratnya kerusakan mukosa atau pada hewan coba tikus akan mempercepat proses penyembuhan ulkus gaster pada pemberian donor NO. Peran NO terhadap mukus akan meningkatkan produksi mukus dan sekresi bikarbonat (Fiorucci dan Del Soldato 2003, Brzozowski dan Konturek etal. 2004, Souza dan Mota etal. 2008). Lesi mukosa lambung terjadi bila terdapat kegagalan perlindungan mukus terhadap epitel, sehingga akan terjadi efek topikal OAINS/Aspirin pada epitel, dan akan berakibat reaksi inflamasi disertai pelepasan mediator inflamasi yang merusak dinding epitel. Kondisi ini akan diperberat dengan pengaruh asam lambung yang akan mempermudah penetrasi OAINS/Aspirin kedalam epitel dan akan terperangkap didalamnya. Reaksi topikal ini akan terjadi dibeberapa tempat, terutama pada mukosa dengan gangguan lapisan mukus dalam bentuk ketebalan maupun kualitasnya. Regio Antrum/Pilorus merupakan lokasi yang sering

10 didapatkan lesi mukosa akibat OAINS/Aspirin(Derry dan Loke 2000, Hall dan Tripp etal. 2006, Ibrahim dan Mofleh etal. 2007). Regio ini merupakan penampungan isi lambung sebelum masuk ke duodenum. Kontak isi lambung dengan mukosa relatif lebih lama, sehingga akan terjadi perubahan secara histologik. Komposisi sel-sel pada regio ini tidak sebaik regio Fundus/Korpus, akibatnya pada daerah ini lebih sering didapatkan lesi mukosa akut akibat Aspirin Peran sel radang, sel parietal dan sel chief sebagai faktor agresif pada gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ Aspirin Obat Anti Inflamasi Non Steroid gastropati disebabkan oleh gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensiv. Peran faktor agresif seperti sel radang, asam lambung yang diproduksi oleh sel parietal dan pepsin sebagai hasil perubahan pepsinogen yang di produksi oleh sel chief akan dapat meningkatkan kerusakan mukosa lambung. Dasar dari kelainan yang terjadi secara seluler maupun molekuler. Hambatan terhadap aktifitas enzim siklooksigenase, dan berlanjut dengan hambatan prostaglandin akan mempengaruhi aktifitas ketiga sel tersebut terhadap terjadinya lesi mukosa( Kaneko dan Matsui etal. 2007, Serhan dan Brain etal. 2007, Schubert dan Mitchell 2011). Proses peradangan merupakan komponen penting terhadap pertahanan mukosa dalam menangkal pengaruh eksogen maupun endogen. Respons inflamasi yang tidak seimbang akan berakibat lesi mukosa dan gangguan dalam proses perbaikan (Martin dan Wallace 2006). Aktifasi sel radang khususnya netrofil merupakan salah satu faktor yang berakibat terjadinya efek samping OAINS/Aspirin. Proses adhesi pada dinding pembuluh darah berakibat gangguan mikrosirkulasi pada mukosa, Bila terjadi ekstravasasi netrofil akan menimbulkan kerusakan mukosa melalui pembentukan oksigen radikal, nitrogen reaktif dan protease. Reaksi sel netrofil ini terbanyak pada lapisan mukosa sampai dengan sub-mukosa. Kerusakan dinding epitel disebabkan oleh lipid peroksidase yang akan mempengaruhi lemak tak jenuh pada dinding sel epitel melalui proses stres oksidatif, dan akan berakibat gangguan permeabilitas dinding sel (Yoshikawa dan Naito 2000, Souza dan Troncon etal. 2003, Kaneko dan Matsui etal. 2007).

11 Reaksi inflamasi akan disertai pelepasan mediator baik oleh sel epitel maupun oleh sel yang berada pada lamina propria misalnya sel mast, limfosit, neuron fibroblasts. IL 1β merupakan mediator yang kuat dalam menghambat produksi asam lambung dan meningkatkan inos dan Pg, dalam mengurangi terjadinya lesi mukosa (Souza dan Mota 2008). Mukosa gaster mempunyai dua regio fungsional : regio oxyntic dan regio pyloric. Regio oxyntic dimulai dari sfingter esofagus bawah dan berakhir pada area antropilorik. Terdapat beberapa tipe sel pada regio ini, yaitu sel parietal dan sel chief yang memproduksi pepsinogen (Salena dan Hunt 2005). Sel parietal memproduksi asam lambung yang merupakan faktor agresif yang berperan langsung atau sebagai kontributor terhadap terjadinya lesi mukosa (Schubert dan Mitchel 2011). Regulasi sekresi asam lambung dipengaruhi oleh hormon gastrin yang berfungsi meningkatkan jumlah sel parietal dan menstimulasi ekspresi pompa asam H,K,ATPase. Gastrin juga akan dibutuhkan dalam pematangan secara fungsional dan memelihara sel parietal (Bowen 2002, Yao dan Forte 2003, Forte dan Zhu 2010). Pada hewan coba tikus, lesi mukosa akibat OAINS/Aspirin akan berakibat meningkatnya aliran balik asam ke dalam epitel, sehingga untuk menjaga konsentrasi asam dalam lumen sel parietal akan berproliferasi sejalan dengan peningkatan sekresi asam. Pengaruh OAINS/Aspirin terhadap sekresi asam lambung Aspirin dan Indometasin tidak berpengaruh sedangkan piroksikam mempunyai efek bifasik, pada konsentrasi rendah akan meningkatkan pengaruh histamin dalam sekresi asam melalui jalur tidak tergantung camp, sedangkan konsentrasi tinggi akan menurunkan pembentukan asam. Hambatan pembentukan asam oleh OAINS/Aspirin didapatkan pada diclofenac (Gretzer dan Maricic etal. 2001, Salvatella dan Rossi etal. 2004). Sel chief memproduksi pepsinogen, dengan pengaruh asam lambung dengan ph rendah akan berubah menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim protease yang penting pada mamalia dewasa. Bentuk aktif dari pepsinogen adalah pepsin pada ph 1,8 sampai 3,5. Secara aktif berubah menjadi pepsinogen pada ph 5, dan tidak aktif permanent pada ph 7 sampai 8. Sekresi pepsinogen sejalan dengan sekresi asam, pada peningkatan siklik AMP intraseluler seperti sekretin, VIP dan epinefrin. Pepsin merupakan enzim proteolitik, sehingga bila terbentuk

12 pepsin dalam jumlah yang banyak akan meningkatkan faktor agresor terhadap mukosa lambung. Infiltrasi sel radang pada mukosa lambung disertai penurunan ph cairan lambung akibat meningkatnya jumlah sel parietal, dan aktifasi pepsinogen menjadi pepsin yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel chief. Peningkatan faktor agresor merupakan kontributor dalam terjadinya lesi mukosa lambung(bowen 2002, Schubert dan Mitchell 2011) 2.7. Peran isoenzim Cyclooxygenase (COX-1 dan COX-2) pada Gastropati Obat Anti Inflamasi Non SteroidAspirin Isoenzim siklooksigenase satu dan dua (COX-1 dan COX-2) merupakan mediator efek samping sistemik dari OAINS/Aspirin. Hambatan terhadap kedua isoenzim ini akan berakibat menurunnya produksi prostaglandin(pg). Prostaglandin sebagai salah satu komponen utama dalam faktor defensif mempunyai peranan penting dalam terjadinya lesi mukosa lambung akibat OAINS/Aspirin ( Gudis dan Sakamoto 2005, Hall dan Tripp etal. 2006, Rouzer dan Lawrence 2009). Peran fisiologi Pg terdiri dari proteksi traktus gastrointestinalis, homeostasis renal (PgE2 dan PgI2), homeostasis vaskuler (PgI2 dan tromboksan TXA2), fungsi uterus (PgF2α), pengaturan siklus tidur (PgD2) dan suhu tubuh (PgE2). Lokasi COX-1 terdapat pada semua jaringan terutama pada saluran cerna, sedangkan COX-2 didapatkan pada ginjal, testis dan sel epitel trakhea, hanya sebagian kecil pada usus halus(serono 2006). Isoenzim COX-1 dan COX-2 mempunyai sifat yang berbeda, disebabkan dikode oleh gen yang berbeda. COX-1 terdapat pada jaringan yang normal, sedangkan COX-2 pada kondisi normal tidak dapat dideteksi dan meningkat dengan nyata pada proses inflamasi (Brzozowski dan Konturek etal. 2001, Carol dan Rouzer etal. 2009). Pemeliharaan terhadap integritas mukosa gaster adalah akibat keseimbangan kerja enzim COX-1 dan COX-2 (Peskar 2005). Anatomi regio lambung menentukan konsentrasi COX pada masing masing regio dan dihubungkan dengan mudahnya terjadi lesi pada daerah tersebut. Pengetahuan tentang distribusi dan ekspresi COX-1 dan COX-2 akan menentukan kelainan patologik dalam bentuk efek samping, dalam menetapkan

13 tingkat keamanan atau faktor risiko bagi obat2 baru sebelum dipakai didalam pengobatan (Iseki 1995, Haworth dan Oakley etal. 2005). Pemeriksaan imunohistokimia COX-1 terkuat pada sel mukus Fundus/Korpus lambung, sedangkan reaksi lemah didapatkan pada sel mukus Kardia, Antrum/Pilorus dan kelenjat Brunner pada duodenum. COX-2 terdapat pada sel mukus pada daerah FundusKorpus dan Antrum/Pilorus (Rouzer dan Lawrence 2009). Hasil ini menggambarkan bahwa konsentrasi keseimbangan kedua jenis COX, akan berhubungan dengan produksi prostaglandin sebagai faktor utama dalam ketahanan mukosa lambung. Ekspresi kedua COX didapatkan berbeda pada sel mukus tergantung pada lokasi di dalam lambung. COX-1 sebagai faktor konstitutif berfungsi dalam produksi mukus. Jumlah yang berbeda pada regio lambung, akan menggambarkan perbedaan dalam ketahanan mukosa. Ketahanan mukosa regio Fundus/Korpus lebih baik dibandingkan regio Antrum/Pilorus. Hal ini dihubungkan dengan anatomi dan histologi dalam bentuk produksi mukus dan bikarbonat, ekspresi COX-1 pada regio tersebut. Distribusi isoenzim ini dapat diketahui pada jaringan biopsi gaster dengan pemeriksaan imunohistokimia antibodi monoklonal COX-1 dan COX-2. Ekspresi COX-1 terlihat nyata pada epitel, sel mononuklear pada lamina propria dan kelenjar gaster, sedangkan ekspresi COX-2 terdapat pada epitel, kelenjar gaster dalam dan ekspresi fokal pada mononuklear pada lamina propria. Perbedaan ekspresi dari COX-1 dan COX-2 pada mukosa lambung sebagai dasar bahwa enzim COX-1 sebagai enzim utama yang terdapat pada sel epitel normal sedangkan COX-2 berperan dalam proses inflamasi. Proses inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh, dan akan berkembang menjadi faktor agresor bila proses yang terjadi tidak terkendali dengan pelepasan mediator inflamasi yang akan memperberat lesi mukosa lambung (Bhandari dan Bateman etal. 2005). Mukosa lambung yang mengalami iskemia dan reperfusi akan meningkatkan konsentrasi COX-2 dan bukan COX-1 mrna. Prostaglandin endogen yang dihasilkan melalui COX-2 berpengaruh penting dalam ketahanan mukosa selama terjadinya iskemia dan reperfusi dengan aktifasi reseptor oleh PgI2. Hambatan COX 2 akan meningkatkan proses iskemia dan reperfusi, berakibat terjadinya lesi mukosa menjadi 4 kali lebih besar. Efek ini akan berkurang bila diberi 16,16

14 dimetil PGE2(Kotani 2006). Pengaruh Aspirin terhadap COX-2 dengan proses asetilasi COX-2 dan menghasilkan asam 15(R)-hydroxy-eicosatetranoic yang di metabolisme lebih lanjut menjadi 15(R)-epi-LXA4 merupakan anti inflamasi yang kuat. Dua reaksi ini akan mengganggu ketahanan mukosa dan akan meningkatkan terjadinya lesi mukosa (Kotani dan Kobata etal. 2006, Lichtenberger dan Romero etal. 2007). Hambatan selektif terhadap COX-1 tidak akan meyebabkan kerusakan mukosa gaster pada hewan coba, meskipun hambatan pembentukan Prostaglandin mendekati maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa peran COX-1 untuk ketahanan mukosa bukan satu-satunya komponen, akan tetapi ada komponen lain yaitu nitrikoksida. Nitrikoksida yang dilepaskan dari endotel vaskuler, sel epitel traktus gastrointestinalis dan saraf sensorik, dapat mempengaruhi komponen pertahanan mukosa seperti prostaglandin (Gretzer dan Maricic etal. 2001, Tanaka dan Araki etal. 2002, Brozozowski dan Konturek etal. 2008) Hambatan selektif terhadap COX-2 akan menurunkan lipoxin sebagai mediator lipid, berfungsi mencegah terjadinya lesi mukosa lambung. Mekanisme lipoxin ini akan memodulasi proses inflamasi mukosa lambung (Brozozowski dan Konturek etal. 2008). Pada ulkus eksperimental terlihat ekspresi COX-2 bertambah, hambatan terhadap COX-2 berakibat lambatnya penyembuhan ulkus, karena berkurangnya proliferasi sel epitel, angiogenesis dan pematangan jaringan granulasi. Pemeriksan konsentrasi COX pada sel akan dapat diketahui berdasarkan intensitas warna yang terbentuk pada pemeriksaan imunohistokmia yang mana sel yang banyak mengandung COX-1 maupun COX-2 akan lebih nyata dengan gambaran intensitas warna lebih jelas. COX-1 terdapat pada lambung normal dan daerah ulkus, sedangkan COX-2 tidak terdapat pada lambung normal dan tampak jelas pada daerah ulkus (Bhandari dan Bateman etal. 2005). Penentuan ekspresi COX-1 maupun COX-2 bukan hanya sebagai gambaran terhadap produksi prostaglandin tapi juga akan dapat menggambarkan komponen lain yang berfungsi sebagai ketahanan mukosa dalam hal ini nitrikoksida dan lipoxin.

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) merupakan obat yang memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus lambung merupakan masalah pencernaan yang sering ditemukan di masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, lebih dari 3.400 manusia di dunia meninggal di jalan setiap hari dan lebih dari 10 juta manusia mengalami cedera dan disabilitas tiap tahunnya. Anak anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini. anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al.

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini. anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulkus gaster adalah ulserasi atau robeknya lapisan mukosa yang disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini masih menjadi masalah di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus didefinisikan sebagai defek pada mukosa saluran pencernaan yang mengenai lapisan mukosa hingga submukosa atau lebih. Ulkus mungkin terjadi pada seluruh saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat anti inflamasi nonosteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi diseluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, tukak lambung menjadi suatu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Tukak lambung merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI Oleh: KENDRI SRI YULIATI K 100 060 193 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa gaster

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa gaster BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaster 2.1.1 Pertahanan mukosa gaster Mukus gaster penting dalam pertahanan mukosa dan dalam mencegah ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel- sel radang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang kurang menentu, secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya, serta mempengaruhi kesehatan di

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS WISTAR YANG DIBERI ASPIRIN

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS WISTAR YANG DIBERI ASPIRIN EFEK PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS WISTAR YANG DIBERI ASPIRIN 1 Janet Walangitan 2 Lily Loho 2 Meilany Durry 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pada tulang adalah suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian asetosal mengakibatkan terjadinya hambatan pembentukan prostaglandin yang berfungsi sebagai pertahanan mukosa lambung. Hambatan tersebut dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit ulkus peptikum (ulkus peptik) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan terutama dalam kelompok usia di atas 45 tahun (Gartner dan Hiatt, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan tumbuhan obat (Sari, 2006). Dalam industri farmasi, misalnya obatobatan

I. PENDAHULUAN. menggunakan tumbuhan obat (Sari, 2006). Dalam industri farmasi, misalnya obatobatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam (back to nature) untuk pengobatan menjadi pilihan saat ini, masyarakat kembali memanfaatkan berbagai bahan alam dalam pengobatan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum. Ulkus peptikum didefinisikan sebagai suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas

Lebih terperinci

PR0GHlllltG. B00l( UPDATEIN GASTROENTERO-HEPATOLOGYPATIENT'S MANAGEMENT! FROMBENGHTO CLINICALPRACTICE

PR0GHlllltG. B00l( UPDATEIN GASTROENTERO-HEPATOLOGYPATIENT'S MANAGEMENT! FROMBENGHTO CLINICALPRACTICE (DUGeM) PR0GHlllltG B00l( UPDATEIN GASTROENTERO-HEPATOLOGYPATIENT'S MANAGEMENT! FROMBENGHTO CLINICALPRACTICE t &' r @q; {b - * e, * S* * 4i-f,"i,# wt Saann?fu 30 S@- Sore(,Dry, "h6e O6fro4& 2Oll Peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alergi makanan merupakan gejala yang mengenai banyak organ atau sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang sebagian besar diperantarai

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan bagian tubuh manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Saluran pencernaan yang bekerja dengan baik senantiasa dapat menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulkus peptik atau tukak peptik adalah defek mukosa gastrointestinal (GI) yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esofagus, lambung atau duodenum (Brashers,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 5/7/2012 HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 1 Analgetika NON STEROID ANTI-INFLAMATORY DRUGS (NSAIDs) Analgetik OPIOID Indikasi 2 5/7/2012 COX-1 COX-2 PGG2 & PGH2 PGE2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat atau golongan sosial ekonomi rendah sampai menengah ke atas.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENINGKATAN KADAR MUKUS LAMBUNG TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL GASTRITIS

ABSTRAK EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENINGKATAN KADAR MUKUS LAMBUNG TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL GASTRITIS ABSTRAK EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENINGKATAN KADAR MUKUS LAMBUNG TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL GASTRITIS Yunita Indah Dewi, 2012. Pembimbing I : dr. Lusiana Darsono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Lisawati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lambung Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui. IBD terdiri dari

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya : LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIK 1. DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yg ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan secara luas pada

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS Konsep Medik : 1. Pengertian Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Secara umum Gastritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2008 di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Veteriner,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau pertahanan yang akan melindungi rongga mulut dari trauma, penyakit, dan agen karsinogenik. Mukosa mulut

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak peptik merupakan penyakit akibat ketidakseimbangan fisiologis antara faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dengan faktor pelindung (pertahanan dan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci