BAB VI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BAGI PERTAMBANGAN TANPA IZIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BAGI PERTAMBANGAN TANPA IZIN"

Transkripsi

1 BAB VI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BAGI PERTAMBANGAN TANPA IZIN 6.1. Pertambangan Tanpa Izin Asal Muasal Pertambangan Tanpa Izin di PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Awal mula pembukaan proyek, terdapat banyak sekali Penambangan Tanpa Izin (PETI), yang jumlahnya mencapai ribuan. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebut tentu saja sangat merugikan PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Kerugian tersebut akibat ulah PETI yang menambang emas menembus batas kawasan PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Di samping itu PETI juga menimbulkan kerusakan lingkungan karena proses eksplorasi yang tidak memenuhi standar. Para Pelaku PETI tidak hanya berasal dari Kecamatan Nanggung, tapi sebagian besar berasal dari dalam Provinsi Jawa Barat sendiri (Cikotok, Sukabumi, Bogor, dan Rangkas Bitung). Untuk mengatasi PETI yang jumlahnya tak terkendali, PT Antam Tbk UBPE Pongkor mulai memperketat sistem pengamanannya. Namun usaha tersebut justru memicu terjadinya konflik antara PT Antam Tbk UBPE Pongkor dengan PETI. Pada tahun 1998 meletuslah konflik terbesar, dimana hal tersebut dipicu oleh tewasnya seorang gurandil yang tertembak oleh senapan milik seorang keamanan PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Kesalah pahaman tersebut berdampak pada pembakaran Kantor Administrasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor, yang menyebabkan PT Antam Tbk UBPE Pongkor terhenti produksinya selama kurang lebih 10 hari dan mengalami kerugian Milyaran Rupiah.

2 Sejalan dalam kegiatan bisnisnya, PT Antam Tbk UBPE Pongkor terus berupaya mengurangi PETI melalui program-program CSR-nya, salah satunya yaitu dengan merekrut para pekerja yang merupakan masyarakat sekitar pertambangan. Selain itu juga dilakukan SK Bupati Tahun 2001 yang berisi bahwa PETI dilarang serta mengeluarkan PETI dari wilayah operasi produksi tambang Pongkor, serta membentuk stabilitas keamanan tahun 2001 sampai dengan tahun Jumlah pelaku PETI di tambang emas Pongkor relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya, yakni berkisar antara orang. Kegiatan PETI berlokasi di wilayah permukaan di atas deposit milik PT Antam Tbk UBPE Pongkor yang berlokasi di bawah tanah di area Taman Nasional Gunung Halimun. Deposit emas yang berada di permukaan tidak boleh ditambang karena merupakan wilayah Taman Nasional Motif Pertambangan Tanpa Izin di PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Sebagian besar Pertambangan Tanpa Izin (PETI) berasal dari luar kecamatan Nanggung, sekitar 70 persen gurandil (sebutan untuk para pelaku PETI) adalah pendatang dari dalam Provinsi Jawa Barat sendiri (Cikotok, Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, dan Rangkasbitung) dan dari luar, seperti Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur. Hanya 30 persen yang berasal dari sekitar kawasan pertambangan itu, yaitu dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua. Hal yang menarik adalah bahwa ada sejumlah gurandil yang merupakan karyawan PT Aneka Tambang yang mengundurkan diri. Pemeran lain adalah aparat keamanan yang membuka akses dan memberi perlindungan bagi orang-orang yang bekerja sebagai gurandil.

3 Para gurandil datang dengan berbagai motif, ada yang sebagian mengaku bahwa alasan meraka menjadi PETI adalah untuk makan sehari-hari, dan ada juga yang memang untuk memperkaya diri mereka, karena mereka tahu saat itu harga emas sangat tinggi. Terlebih setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, dimana marak dengan masyarakat yang di PHK (Pemutusan Hak Kerja). Hal tersebut menyebabkan mereka mencari cara lain untuk mendapatkan uang, guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Bahkan dari beberapa gurandil yang tertangkap, ketika ditanya apakah mereka tidak khawatir dengan keselamatan mereka, mereka justru menjawab dengan mimik wajahnya yang terlihat pasrah terhadap keadaan : Mau bagaimana lagi, toh sama saja jadi gurandil saya mati, tidak menjadi gurandil juga saya akan mati karena kelaparan. Keadaan seperti tersebut sering dimanfaatkan oleh para pemodal besar yang ingin memperkaya diri mereka dengan menggunakan tenaga masyarakat miskin. Dalam kondisi keuangan yang sulit tentu saja sangat mudah orang terjerumus dalam melakukan tindakan-tindakan yang salah. Melihat kondisi ini, memang masalah kesejahteraan perlu diperhatikan lagi terlebih untuk rakyat kecil yang biasanya merupakan entitas yang selalu dirugikan. Agar hal ini tidak dimanfaatkan oleh para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dan tidak memikirkan rakyat kecil.

4 Dampak Pertambangan Tanpa Izin di PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Dampak dari adanya Pertambangan Tanpa Izin sangat banyak sekali. Bagi PT Antam Tbk UBPE Pongkor itu sendiri, keberadaan PETI dianggap sangat merugikan PT Antam Tbk UBPE Pongkor, karena lubang galian PETI terkadang menembus batas wilayah eksplorasi PT Antam Tbk. Hal ini tentunya menyebabkan PT Antam Tbk UBPE Pongkor mengalami kerugian hingga Milyaran rupiah. Selain itu PETI juga menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti longsor, pencemaran merkuri, dan pengotoran lingkungan. Misalnya yaitu kondisi Taman Nasional Gunung Halimun sebelum dilakukan pengamanan sangat rusak dan tidak indah lagi akibat sisa-sisa sampah yang ditinggalkan oleh para PETI (lihat Gambar 6). Hal ini merugikan perusahaan, karena ini menjadi beban perusahaan yang mendapatkan Kuasa Pertambangan (KP), dimana perusahaan harus bertanggung jawab terhadap rehabilitasi wilayah yang telah dirusak, tentu saja ini juga merugikan masyarakat asli (lokal) di sekitar wilayah pertambangan dan juga bagi PETI sendiri. Kondisi hutan dan wilayah tempat tinggal masyarakat diganggu keseimbangan ekosistemnya, yang pada akhirnya dapat mendatangkan bencana pada mereka sewaktu-waktu.

5 Gambar 6. Kondisi Taman Nasional Akibat Ulah PETI Masyarakat bisa mengalami gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan akibat gas Karbon (Co) tinggi, yang belum lama pernah terjadi akibat pengasapan yang dilakukan PETI. Selain itu sisa-sisa pengolahan emas yang mengandung Merkuri dan Sianida yang dibuang oleh PETI ke sungai, yang sering dipakai oleh masyarakat setempat untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, atau sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan air sungai untuk memasak. Walaupun dampak Merkuri dan Sianida tersebut belum dirasakan oleh masyarakat saat ini, tapi kemungkinan zat tersebut akan terkonsentrasi di dalam tubuh dan akan menimbulkan penyakit dikemudian hari. Kita ketahui bahwa di Jepang pernah terjadi tragedi besar, dimana bayi satu generasi mengalami cacat. Cacat tersebut bisa berupa bayi lahir dengan anggota badan tidak lengkap, kebutaan atau yang disebut penyakit minamata, dan sebagainya.

6 Sehingga dapat dikatakan bahwa dampak adanya PETI sangat merugikan sekali, baik bagi perusahaan, yakni PT Antam Tbk UBPE Pongkor, bagi lingkungan, bagi masyarakat, maupun bagi PETI itu sendiri. Bagi PETI itu sendiri bahaya yang ditimbulkan bagi para gurandil (sebutan untuk para pelaku PETI) antara lain keselamatan kerja mereka sendiri saat menambang, karena sewaktu-waktu tanah di atas tempat Ia menambang akan longsor sewaktu-waktu dan menimbun mereka. Tidak seperti perusahaan, yang menerapkan sistem pengeboran underground, PETI cenderung menambang dengan melakukan pengeboran dari atas gunung. Lubang galian PETI sangat kecil sekali, sehingga tidak memungkinkan PETI untuk bergerak leluasa, seperti ketika berada di alam bebas (lihat Gambar 7). Hal ini berbeda sekali dengan lubang yang dibuat PT Antam Tbk UBPE Pongkor, dimana lubang tersebut sangat luas dan tersedia berbagai fasilitas, seperti kantin dan musholla. Tentunya dari lubang PETI yang sangat sempit tersebut sistem sirkulasi udaranya lebih buruk, dan PETI bisa mengalami gangguan pernapasan. Dapat dikatakan yang terkena potensi dampak terbesar secara langsung adalah jiwa PETI itu sendiri, hidupnya yang sehari-hari bermain dengan air raksa saat pengelupasan bijih emas tentunya sudah banyak Merkuri dan Sianida yang terkonsentrasi ditubuhnya. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi terhadap PETI, karena ini berkenaan dengan keselamatan diri PETI sendiri.

7 Gambar 7. PETI dalam Lubang Galian Jumlah Pelaku Pertambangan Tanpa Izin Dulu dan Sekarang di PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Jumlah PETI atau gurandil mencapai puncaknya pada tahun Diperkirakan gurandil menjarah kawasan pertambangan emas PT Aneka Tambang di Pongkor (Susanto, 2007). Mereka menguasai hampir 200 Hektar areal pertambangan yang tersebar di beberapa daerah prospek: Blok Kubang Kicau, Cicurug, Gunung Butak, dan Pasirjawa. Saat ini jumlah PETI bisa dikatakan berkurang jika dibandingkan dahulu. Dahulu yang jumlahnya mencapai ribuan, kini hanya ratusan saja. Walaupun secara statistik tidak ada yang dapat menyebutkan secara jelas berapa jumlah PETI dulu dan sekarang, namun beberapa info yang saya dapatkan mengatakan bahwa PETI yang

8 tertinggal hanya lah seperempatnya saja. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Suharta, yakni salah seorang Staff Comdev PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Kalau dulu PETI bertindak sangat terang-terangan, kini lebih terselubung. Puncaknya adalah pada tahun 1998, terjadi bentrokan antara PETI dengan PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Bahkan dapat dikatakan pada tahun tersebut adalah tahun puncak kejayaan PETI, dimana PETI berhasil memukul mundur keamanan PT Antam Tbk UBPE Pongkor, bahkan sempat membakar Kantor PT Antam Tbk UBPE Pongkor dan membuat sebagian keamanan PT Antam Tbk UBPE Pongkor menangis karena kewalahan menghadapi PETI yang jumlahnya banyak dan bertindak sangat anarki. Seperti yang dialami oleh Bapak Maryono, seorang Staff Keamanan PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Beliau mengatakan sempat menangis karena beliau adalah salah satu orang yang diburu oleh PETI. Pengurangan PETI ini juga terus diupayakan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor, walaupun sangat sulit untuk membuat PETI benar-benar tidak ada lagi. Kini untuk menekan jumlah PETI, PT Antam Tbk UBPE Pongkor terus melakukan kombinasi tiga pendekatan, yaitu pendekatan, sosial, dan ekonomi dan keamanan Upaya PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor dalam Pengurangan Pertambangan Tanpa Izin Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, upaya perusahaan untuk menekan jumlah pelaku PETI adalah kombinasi pendekatan sosial, ekonomi dan keamanan. Programprogram pemberdayaan masyarakat serta upaya penertiban pelaku PETI secara terpadu dan konsisten terus dilakukan bersama dengan berbagai pihak yang terkait seperti aparat keamanan, tokoh masyarakat, maupun pemerintah daerah serta masyarakat sekitar.

9 Pendekatan Sosial Pendekatan sosial yang telah dilakukan PT Antam Tbk UBPE Pongkor untuk menekan jumlah PETI antara lain berupa sosialisasi akan bahaya merkuri, sosialisasi tentang keselamatan jiwa PETI, pelatihan SDM berkualitas, kegiatan bakti sosial, pembangunan berbagai infrastuktur dan sebagainya. Pendekatan sosial ini dinilai efektif, karena pengurangan jumlah PETI seperti saat ini, juga merupakan keberhasilan pendekatan ini. Dari wawancara yang saya lakukan kepada salah seorang masyarakat dari Desa Bantar Karet, yang dulunya pernah menjadi gurandil mengatakan bahwa dirinya berhenti menjadi penambang liar karena takut akan bahaya Merkuri. Mas Iwan adalah salah satu warga masyarakat Desa Bantar Karet yang dahulunya ikut menjadi penambang liar (PETI). Ia mengatakan saya berhenti menjadi PETI karena takut juga akan bahaya merkuri). Saat ini Ia justru bekerja di PT Antam Tbk UBPE Pongkor sebagai dealer (penagih uang) pada masyarakat mitra binaan PT Antam Tbk UBPE Pongkor yang mendapatkan pinjaman modal usaha dari PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Gambar di bawah merupakan pendekatan sosial yang dilakukan PT Antam Tbk UBPE Pongkor untuk mengurangi jumlah PETI.

10 Gambar 8. Sosialisasi pada PETI akan Bahaya Merkuri Gambar di atas merupakan gambar sosialisasi PETI akan dampak Merkuri dan Sianida yang dilakukan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Pada gambar terkesan memperlihatkan kesenjangan antara PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Dalam penyampaian sosialisasi tersebut, Penyuluh dari PT Antam Tbk UBPE Pongkor seolaholah memperlakukan para PETI bukan sebagai mitra yang sejajar. Cara penyampaian sosialisasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor perlu diperbaiki agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan Visi dan Misi yang diharapkan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor untuk mensejahterakan masyarakat di sekitar daerah operasi pertambangan, yang salah satunya adalah masyarakat PETI.

11 Pendekatan Ekonomi Pendekatan ekonomi yang dilakukan PT Antam Tbk UBPE Pongkor untuk menekan jumlah PETI yaitu antara lain dengan merekrut pekerja dari masyarakat Kecamatan Nanggung, yang merupakan masyarakat yang paling dekat dengan wilayah pertambangan, memberikan modal usaha bagi masyarakat yang memiliki keterampilan, memberikan pinjaman lunak bagi masyarakat yang ingin memperluas skala usahanya, dan sebagainya. Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang cukup baik dan dinilai efektif, karena ada juga warga masyarakat yang dahulunya adalah Tokoh PETI yang mempunyai pengaruh kuat, setelah diadakan pendekatan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor dengan memberikannya modal usaha, kini Ia menjadi wirausahawan yang sukses dan berhenti menjadi seorang gurandil. Pendekatan Keamanan Pendekatan Keamanan yang dilakukan PT Antam Tbk UBPE Pongkor juga dinilai efektif dalam mengurangi jumlah PETI. Sikap tegas aparat keamanan dalam menangani dan memproses PETI yang tertangkap cukup membuat PETI kini sedikit takut untuk melakukan aksinya secara terang-terangan Corporate Social Responsibility dan Pertambangan Tanpa Izin Hubungan Corporate Social Responsibility dan Pertambangan Tanpa Izin Hubungan Corporate Social Responsibility dengan Pertambangan Tanpa Izin (PETI), walaupun jika ditelusuri dimana para pelaku PETI sebagian besar merupakan orang luar Kecamatan Nanggung, namun tetap saja terdapat hubungan yang erat. Para pelaku PETI dari luar Kecamatan Nanggung yang kebanyakan adalah pemodal besar,

12 dimana mereka memanfaatkan masyarakat miskin Kecamatan Nanggung untuk jadi buruh mereka, yakni sebagai gurandil. Dengan adanya Corporate Social Responsibility atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar pertambangan, maka kini masyarakat lokal yang semula menjadi gurandil mulai berkurang, dan mencari penghasilan dengan cara lain. Dengan semakin sedikit masyarakat lokal yang menjadi gurandil, maka para pelaku PETI yang berasal dari luar Kecamatan Nanggung, semakin sedikit mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal, dan mereka tidak leluasa lagi untuk tinggal dan menetap di wilayah Kecamatan Nanggung. Oleh karena itu dapat dikatakan PETI semakin berkurang, sehingga antara Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) memang terdapat hubungan walaupun tidak terlalu terlihat Corporate Social Responsibility bagi Pertambangan Tanpa Izin Dampak dengan adanya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor terhadap pengurangan PETI yang diimplikasikan melalui ketiga pendekatan, yakni pendekatan sosial, pendekatan ekonomi sedikit banyak berpengaruh terhadap pengurangan PETI. Dari beberapa hasil wawancara dengan para mantan PETI yang ditemui, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga pendekatan yang terus digalakkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial (CSR) PT Antam Tbk UBPE Pongkor ternyata berhasil dalam mengurangi aksi PETI di Gunung Pongkor, dimana PETI yang dulunya jumlahnya mencapai ribuan kini hanya berjumlah ratusan saja.

13 Beberapa pernyataan para mantan PETI yang berhenti sebagai dampak digalakkannya melalui CSR PT Antam Tbk UBPE Pongkor melalui tiga pendekatannya, yaitu pendekatan sosial, pendekatan ekonomi, dan pendekatan keamanan akan disajikan pada tabel berikut. Tabel 5. Pernyataan Para Mantan PETI akan Dampak Ketiga Pendekatan yang Digalakan PT Antam Tbk UBPE Pongkor bagi Mereka Pendekatan Sosial Pendekatan Ekonomi Pendekatan Keamanan Pernyataan Para Mantan PETI Salah seorang mantan PETI yang kini bekerja sebagai Dealer di PT Antam Tbk UBPE Pongkor mengatakan Dulunya sebelum bekerja di PT Antam Tbk UBPE Pongkor, saya juga suka ke Gunung (menjadi gurandil), tapi setelah adanya sosialisasi tentang bahaya Merkuri, saya takut juga. Salah seorang mantan PETI yang kini menggalakkan Ternak Ikan Mas Mesjid yang merupakan bantuan PT Antam Tbk UBPE Pongkor mengatakan bahwa dulu dengan PT Antam Tbk UBPE Pongkor Ia tidak kenal, Ia mengatakan Tak Kenal Maka Tak Sayang sehingga dulunya karena dirasakan kesejahteraan masyarakat kurang, Saya ikut menjadi PETI, namun kini Saya berhenti menjadi PETI dan kini memanfaatkan program swa kelola yang diberikan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Salah seorang masyarakan desa Bantar Karet yang juga merupakan mantan mantan PETI mengatakan Sejak tragedi pada tahun 1998, kini keamanan PT Antam lebih diperketat, sehingga saya mulai takut untuk menambang, dan pada akhirnya saya berhenti dan kini menjadi salah satu pemanfaat program-program CSR PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Pernyataan-pernyataan di atas hanyalah beberapa pernyataan dari segelintir masyarakat PETI yang kini tidak lagi menjadi PETI setelah mendapatkan CSR dari PT Antam Tbk UBPE Pongkor, namun demikian masih banyak PETI yang belum tersentuh program-program CSR PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Masyarakat PETI yang justru belum tersentuh program CSR PT Antam Tbk UBPE Pongkor adalah PETI yang seharusnya memang perlu diberdayakan, yakni masyarakat PETI yang miskin yang

14 jumlahnya lebih banya dibandingkan masyarakat PETI yang merupakan para pemodal besar.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1. PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor 4.1.1. Profil PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor PT Antam Tbk adalah sebuah perusahaan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Perusahaan Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor terletak di desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT ANEKA TAMBANG TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN EMAS PONGKOR

BAB V IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT ANEKA TAMBANG TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN EMAS PONGKOR BAB V IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT ANEKA TAMBANG TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN EMAS PONGKOR 5.1. Bentuk Program Corporate Social Responsibility PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA

TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA (Studi Kasus: PT. ANEKA TAMBANG EMAS PONGKOR Tbk) Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA. Demikian untuk maklum.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA. Demikian untuk maklum. KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-01/E.4/Epl/02/2000 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) Eksemplar Perihal : Kebijakan dan program aksi penanggulangan masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana isi UU Republik Indonesia tahun 2009 menyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pertambangan adalah usaha mengolah sumber daya alam yang tidak

I. PENDAHULUAN. Usaha pertambangan adalah usaha mengolah sumber daya alam yang tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pertambangan adalah usaha mengolah sumber daya alam yang tidak terbaharui melalui kegiatan eksporasi, eksploitasi clan pengolahan serta pengangkutan bahan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

BAB V PE N U T U P A. Simpulan

BAB V PE N U T U P A. Simpulan BAB V PE N U T U P A. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan berikut ini: 1. Kebijakan pembangunan sarana air bersih menunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya Alam diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, pertama

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya Alam diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, pertama BB I PENDHULUN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lam diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok dimana sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa waktu dalam dasawarsa terakhir ini, konsep mengenai programprogram Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan semakin

Lebih terperinci

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan Masyarakat kawasan Gunung Halimun dahulunya memegang tradisi masyarakat Kasepuhan dengan pola kehidupan unik dan memiliki kearifan mengelola

Lebih terperinci

Bab III PROFIL PERUSAHAAN. Kabupaten Bogor, Kecamatan Nanggung di Desa Bantar karet. Lokasi ini dapat

Bab III PROFIL PERUSAHAAN. Kabupaten Bogor, Kecamatan Nanggung di Desa Bantar karet. Lokasi ini dapat Bab III PROFIL PERUSAHAAN 1.1. Gambaran Umum PT. ANTAM Tbk, unit bisnis pertambangan emas (UBPE) Pongkor merupakan salah satu tambang bawah tanah yang ada di indonesia yang berada di Kabupaten Bogor, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undangundang, peraturan pemerintah

Lebih terperinci

Lingkungan Permukiman

Lingkungan Permukiman 8 Lingkungan Permukiman Lingkungan permukiman adalah lingkungan buatan, bukan lingkungan alami. Lingkungan permukiman merupakan salah satu komponen pembentuk perkampungan / kota. Secara garis besar, lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Jenis kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini akan membahas tentang analisis peran PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat. Bab ini menguraikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

Agustus 2006, Vol. 2, No. 3

Agustus 2006, Vol. 2, No. 3 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Sasaran dalam Program Pengembangan Usaha Kelompok Kecil (Kasus Program Pengembangan Masyarakat PT Aneka Tambang, UPBE Pongkor di Desa Bantar Karet dan Desa Kalongliud,

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam yang dapat di perbaharui maupun yang tidak dapat di perbaharui. Potensi yang sangat

Lebih terperinci

Lembar Fakta Nasional. Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan pada Pemilukada Serentak 2017

Lembar Fakta Nasional. Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan pada Pemilukada Serentak 2017 Lembar Fakta Nasional Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan pada Pemilukada Serentak 2017 Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Serentak pada Februari 2017 tidak akan menyelesaikan persoalan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Responsibility (CSR) yang berpandangan kepada pemilik perusahaan yang terdiri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Responsibility (CSR) yang berpandangan kepada pemilik perusahaan yang terdiri 118 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Ada tiga penerapan dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berpandangan kepada pemilik perusahaan yang terdiri dari social obligation,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah terkait bagaimana dinamika konflik vertikal dan horizontal yang terjadi di Desa Kalirejo, serta resolusinya yang sudah dijalankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena volume

BAB 1 PENDAHULUAN. Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena volume BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambangan adalah industri ekstraktif yang mengambil mineral berharga dari batuan bijih kemudian diolah untuk menghasilkan produk konsentrat, suatu produk yang ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 Standar Kompetensi 2. Memahami sumberdaya alam Kompetensi Dasar 2.3.

Lebih terperinci

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI PROFIL DINAS KABUPATEN WONOGIRI Alamat : Jln. Diponegoro Km 3,5 Bulusari, Bulusulur, Wonogiri Telp : (0273) 321929 Fax : (0273) 323947 Email : dinaslhwonogiri@gmail.com Visi Visi Dinas Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) tidak lepas dari pengoperasian perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang selalu bersinggungan dengan kehidupan

Lebih terperinci

konsep penting yang dijadikan dasar untuk membangun hipotesis yang dijadikan kesimpulan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini desa penelitian

konsep penting yang dijadikan dasar untuk membangun hipotesis yang dijadikan kesimpulan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini desa penelitian RINGKASAN HERU PURWANDARI. Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA. Penelitian ini mempergunakan

Lebih terperinci

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012 [ F2.74 ] REKAYASA TEKNOLOGI PERTAMBANGAN UNTUK PENGELOLAAN TAMBANG EMAS RAKYAT DI PROVINSI GORONTALO DR. Ir. Abdul Haris Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012 LATAR BELAKANG Kegiatan pertambangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

Anggaran (Sebelum Perubahan) , , ,00 98, , ,

Anggaran (Sebelum Perubahan) , , ,00 98, , , Anggaran (Sebelum 21 Program Pengadaan, Peningkatan Sarana Dan 4.654.875.000,00 18.759.324.259,00 15.731.681.490,00 83,86 Prasarana Rumah Sakit 22 Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Rumah 39.808.727.000,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility PPMJ

Corporate Social Responsibility PPMJ Corporate Social Responsibility PPMJ Latar Belakang Rangkaian Tragedi Lingkungan dan Kemanusiaan : Minamata (Jepang), Bhopal (India), Chernobhyl (Uni soviet), Shell (Nigeria), Grasberg (Indonesia), Ok

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR

POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR (Studi Kasus : Desa Bantar Karet, Desa Cisarua, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor) SITI MARYATI SETIANINGSIH DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang dikelola dan dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Penetapan status sebuah kawasan menjadi

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.2 1. Perhatikan tabel berikut! Kota Jumlahpenduduk Luaswilayah (km 2 ) A 2500 50 B 3520 80 C 1250 120 D 4500 75 Berdasarkan tabel tersebut kota manakah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis. Kondisi ini menyebabkan iklim

Lebih terperinci

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Kajian sistem pengelolaan dan rehabilitasi IUPHHK restorasi ekosistem Kajian Sistem Pengelolaan dan Rehabilitasi IUPHHK Restorasi Ekosistem Strategi Rehabilitasi

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA Muhammad Djunaidi, Herry Djainal Pengaruh Aktivitas Penambangan Emas Terhadap Kondisi Airtanah dangkal di Dusun Beringin Kecamatan Malifut Provinsi Maluku Utara PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor merupakan salah satu tambang emas bawah tanah (underground) yang terdapat di Indonesia yang terletak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok telah lama dikenal oleh masyakarat Indonesia dan dunia dan jumlah perokok semakin terus bertambah dari waktu ke waktu. The Tobacco Atlas 2009 mencatat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

TABEL 4.1 KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

TABEL 4.1 KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TABEL 4. KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Visi Pengelolaan energi dan mineral yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan itu sendiri tapi lebih kesehatan masyarakat yang terpapar dengan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan itu sendiri tapi lebih kesehatan masyarakat yang terpapar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pencemaran lingkungan merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas dan menjadi masalah yang semakin memprihatinkan, bukan saja bagi kualitas lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan ekonomi merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat yang bisa meningkatkan kualitas hidup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup pelik dan sulit untuk dihindari. Jika tidak ada kesadaran dari berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 69 A. Bentuk dan Strategi BAB III. METODE PENELITIAN ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penggunaan studi kasus memiliki beberapa keuntungan, yaitu (Mulyana, 2012): pertama,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR Oleh : INDAH SUSILOWATI L2D 305 134 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11011 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT DWIMITRA ENGGANG KHATULISTIWA OLEH PT ANTAM (Persero) Tbk I. LATAR BELAKANG 1.1. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka penulis menyimpulkan bahwa pertambangan timah rakyat dapat menjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka penulis menyimpulkan bahwa pertambangan timah rakyat dapat menjadi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data-data yang penulis temukan selama penelitian skripsi yang mengenai pertambangan timah rakyat di Pulau Belitung tahun 1991-2005, maka penulis menyimpulkan

Lebih terperinci

POPOK KAIN MENGURANGI BEBAN BUMI

POPOK KAIN MENGURANGI BEBAN BUMI POPOK KAIN MENGURANGI BEBAN BUMI Oleh : Rhily Mahalia Zoro - 27109047 Kondisi Lingkungan Apakah kita pernah berpikir, bagaimana jika di masa depan, manusia harus membeli air karena air bersih sulit ditemukan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LINGKUNGAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN SOLOKAN JERUK KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN LINGKUNGAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN SOLOKAN JERUK KABUPATEN BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat menurut data dari Bank Dunia tahun 2012. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD Negeri 4 Sragen merupakan sekolah adiwiyata di kabupaten Sragen

BAB I PENDAHULUAN. SD Negeri 4 Sragen merupakan sekolah adiwiyata di kabupaten Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SD Negeri 4 Sragen merupakan sekolah adiwiyata di kabupaten Sragen yang memiliki peserta didik terbanyak di Jawa Tengah yakni 940 anak. Memiliki gedung dan fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan suatu negara menjadi tanggung jawab semua insan yang berada di dalam negara tersebut, tidak terkecuali perusahaan ataupun industri, untuk mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Citra perusahaan adalah sesuatu yang penting untuk dijaga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Citra perusahaan adalah sesuatu yang penting untuk dijaga dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra perusahaan adalah sesuatu yang penting untuk dijaga dan dikembangkan. Citra pada dasarnya merupakan salah satu harapan yang ingin dicapai perusahaan untuk

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada para shareholder,

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada para shareholder, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat serta persaingan yang begitu ketat. Saat perusahaan semakin berkembang, maka tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ir. D. Aditya Sumanagara, Direktur Utama PT. Antam Tbk, Laporan Keberlanjutan, 2005, hal 20.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ir. D. Aditya Sumanagara, Direktur Utama PT. Antam Tbk, Laporan Keberlanjutan, 2005, hal 20. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penambangan Emas merupakan kegiatan yang sangat rentan terjadinya resiko kecelakaan, terutama pada penambangan bawah tanah (Underground Mining). Salah satu tempat penambangan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9 Tahun 2006 TENTANG PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA SITU GEDE Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah serta masyarakat umum. Salah satu masalah yang sangat umum sekarang adalah meningkatnya

Lebih terperinci

LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda yaitu makhluk hidup dan makhluk tak hidup yang saling mempengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kepentingan yang saling berbenturan, yang mana

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kepentingan yang saling berbenturan, yang mana BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Konflik pertambangan sudah sering terjadi di Indonesia, hal ini terjadi dikarenakan adanya kepentingan yang saling berbenturan, yang mana kelompok masyarakat

Lebih terperinci

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011 Nomor : S. /PHM-1/211 Januari 212 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 211 Kepada Yth : 1. Menteri Kehutanan 2. Sekretaris Jenderal 3. Inspektur Jenderal 4.

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN CITRA PERUSAHAAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN CITRA PERUSAHAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN CITRA PERUSAHAAN (Sosialisasi dan Pembentukan Citra Melalui Penerapan Program Bina Lingkungan (BL) Sektor Pendidikan: Beasiswa Kebidanan Masyarakat Lokal Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telkom Witel Sumbar yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telkom Witel Sumbar yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telkom Witel Sumbar yang dikelola oleh unit Community Development Center (CDC) telah melaksanakan tanggung jawab sosial

Lebih terperinci

PERTANIAN PERIKANAN DAN PETERNAKAN KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN PERINDUSTRIAN, TRANSPORTASI, PERDAGANGAN, PARIWISATA, DAN INDUSTRI JASA

PERTANIAN PERIKANAN DAN PETERNAKAN KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN PERINDUSTRIAN, TRANSPORTASI, PERDAGANGAN, PARIWISATA, DAN INDUSTRI JASA PERTANIAN PERIKANAN DAN PETERNAKAN KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN PERINDUSTRIAN, TRANSPORTASI, PERDAGANGAN, PARIWISATA, DAN INDUSTRI JASA Hingga saat ini Mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris tentu menggantungkan masa depannya pada pertanian. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa daratan menyimpan banyak kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya alam adalah menjadi

Lebih terperinci

RINGKASAN. tambang emas yang dikelola oleh masyarakat kabupaten Aceh Jaya.

RINGKASAN. tambang emas yang dikelola oleh masyarakat kabupaten Aceh Jaya. Aminah RINGKASAN 1. Pendahuluan Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki kekayaan alam beraneka ragam. Salah satu kekayaan yang dimiliki kabupaten ini adalah pertambangan

Lebih terperinci

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing : ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A008036 Dosen Pembimbing : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, MT & Dra. Maryam Musawa, MSi

Lebih terperinci