BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Diri a. Pengertian Konsep Diri Konsep diri dikatakan sebagai pandangan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri seseorang erat hubunganya dengan gambaran dirinya, citra dirinya, penerimaan dan harga dirinya, penilaian dan karya dirinya. Brooks dalam Rahmat (2000) menjelaskan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan mengenai diri sendiri. Presepsi mengenai diri sendiri dapat bersifat psikis, sosial, dan fisik. Konsep diri dapat berkembang menjadi konsep diri positif dan negatif. Konsep diri menurut Daryanto dan Tasrial (2012) adalah bahwa ia makhluk hidup yang bergantung pada orang lain, setelah menjadi dewasa semakin sadar atas kemampuanya mengambil sikap sendiri. Kemudian dari pengalaman menunjukkan bahwa ia sudah mampu mengembangkan dirinya. Bila keadaan ini terjadi pada seseorang, maka dapat dikatakan bahwa orang itu telah memasuki alam dewasa. Jenjang kedewasaan telah terjadi perubahan kejiwaan, dari sikap yang tadinya tergantung pada orang lain menjadi sikap yang lebih mandiri. Kemandirian itulah proses belajar mengajar bagi orang dewasa lebih dititikberatkan pada upaya menggali pengalaman dan mengadakan aktivitas berdasarkan pengalaman. Brehm dan Kassin dalam Dayaksini dan Hudainah (2003) adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri sifat) yang dimilikinya, sedangkan Chaplin dalam kamus 2002, bahwa self concept diartikan sebagai evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenail diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Menurut Hurlock (1999) memberikan pengertian konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri-karakteristik fisik, psikologis, sosial, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya, meliputi gambaran mengenai diri dan kepribadian yang diinginkan, yang diperoleh dari pengalaman interaksi yang mencakup aspek fisik dan psikologis. 7

2 8 b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Siswa Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Interaksi yang dilakukan menimbulkan setiap individu akan menerima tanggapan dan tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk melihat dan memandang dirinya sendiri. Konsep diri berasal dan berakar dari pengalaman masa kanak-kanak dan berkembang terutama sebagai akibat hubungan kita dengan orang lain dan orang lain memperlakukan kita, kita menangkap pantulan tentang diri kita dan membentuk gagasan dalam diri kita seperti apakah kita ini sebagai pribadi. Orang yang paling berpengaruh dengan pembentukan konsep diri yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri individu yaitu significant other, misalnya orang tua, saudara kandung, anggota keluarga lainnya, guru, masyarakat sekitarnya, sahabat, teman sekelas, dan sebagainya. Dewey & Humber menamainya dengan affective others, yaitu orang lain yang dengannya individu mempunyai ikatan emosional (Sobur 2003). Hal ini didukung oleh pendapat Rytkonen (2007) yang menyatakan bahwa konsep diri siswa sangat dipengaruhi oleh persepsi dan tingkah laku orang tua mereka. c. Klasifikasi dan Penjabaran Konsep Diri Beberapa ahli membagi konsep diri menjadi beberapa bagian. Menurut Gunawan (2003), konsep diri terdiri atas 3 komponen, yaitu: 1). Diri Ideal (Self Ideal) Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas dan ciri kepribadian yang sangat dikagumi. Diri ideal merupakan gambaran dari sosok seseorang yang sangat diinginkan untuk menjadi seperti orang itu. Dalam konteks pendidikan, diri ideal merupakan hal yang ditetapkan orang tua bagi anak mereka untuk dicapai, misalnya mendapatkan nilai sempurna (100/A) dalam setiap ujian. 2). Citra Diri (Self Image) Citra diri adalah cara seseorang melihat dirinya sendiri dan berpikir mengenai dirinya sekarang/saat ini. Citra diri sering juga disebut sebagai cermin diri. Seseorang akan senantiasa melihat cermin diri ini untuk mengetahui bagaimana ia harus bertindak atau berlaku pada suatu keadaan tertentu. Ia akan selalu bertindak dan bersikap sesuai dengan gambar yang muncul pada cermin dirinya. 3). Harga Diri (Self Esteem)

3 9 Harga diri merupakan komponen yang bersifat emosional dan merupakan komponen yang paling penting dalam menentukan sikap dan kepribadian kita. Harga diri merupakan kunci untuk mencapai keberhasilan hidup. d. Indikator Konsep Diri Menurut Brooks (dalam Rahkmat, 2005) bahwa dalam menilai dirinya seseorang ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat, mampu memperbaiki serta sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Orang yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Orang yang merasa setara dengan orang orang lain selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain. Orang yang menerima pujian tanpa rasa malu dan tanpa menghilangkan rasa merendah diri, maka meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. Begitu pula orang yang peka terhadap perasaan orang lain akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat. Orang yang mampu mengungkapkan aspek-aspek kepribadian maka ia mampu mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. Berbeda individu yang memiliki konsep diri negatif ada 5 hal yaitu peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, cenderung bersikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain, bersikap psimis terhadap kompetisi. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagai hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan berusaha mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang salah.

4 10 Orang yang responsif terhadap pujian, walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun akan selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. Selanjutnya orang yang merasa tidak disenangi oleh orang lain maka ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi, contohnya membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan). Begitu pula orang yang bersikap pesimis, ia menjadi enggan untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. e. Dimensi Konsep Diri Konsep diri memiliki dua dimesi pokok menurut William H. Fitts (dalam Agustiani, 2006), yaitu pertama dimensi Internal yang terdiri dari diri identitas (identity self), diri Pelaku (behavioral self) dan diri penerima/penilai (judging self). Kedua dimensi eksternal yang meliputi diri fisik (psysical self), diri etik-moral (moral-ethical self), diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self), dan diri sosial (social self). Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Diri identitas (identity self) merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, siapakah saya? Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya Saya Ita, kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti Saya pintar tetapi saya terlalu gemuk dan sebagaianya. Selanjutnya diri pelaku (behavioral self) merupakan presepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh dirinya. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang kuat akan menunjukkan

5 11 adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Dimensi internal yang terakhir adalah diri penerima/penilai (judging self). Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, lebel-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah sematamata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan diriya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Keputusan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar dirinya dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Diri sebagai penilai erat kaitannya dengan harga diri (self esteem), karena sesungguhnya kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama pembentukan harga diri. Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 (dua) sumber utama, yaitu (1) dari diri sendiri dan (2) dari orang lain. Penghargaan diperoleh bila individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dari nilai-nilai tertentu, tujuan, nilai dan standar ini dapat berasal dari internal, eksternal maupun keduanya. Umumnya, nilai-nilai dan tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh orang lain. Penghargaan hanya akan didapat melalui pemenuhan tuntuan dan harapan orang lain. Namun, pada saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan tingkah laku aktualisasi diri, maka penghargaan juga dapat berasal dari diri individu itu sendiri. Oleh karena itu, walaupun harga diri (self esteem) merupakan hal yang mendasar untuk aktualisasi diri, aktualisasi diri juga penting untuk harga diri. Penjelasan mengenai ketiga bagian dari dimensi internal, memperlihatkan bahwa masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, namun saling melengkapi, berinteraksi dan membentuk suatu diri (self) serta konsep diri (self concept) secara utuh dan menyeluruh.

6 12 Dimensi yang kedua adalah dimensi Eksternal. Dimensi eksternal ini, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang. Diri fisik (psysical self) menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). Diri etik-moral (moral-ethical self) merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. Diri pribadi (personal self) merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. Diri keluarga (family self) menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. Dan yang terakhir adalah Diri Sosial (social self) bagian ini merupakan penilaian terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitar. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki sifat yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.

7 13 f. Konsep Diri dan Pembelajaran Matematika Menurut Gelman dalam Handayani (2004), pelajaran matematika merupakan pelajaran yang potensial memberikan pengalaman salah dan gagal cukup besar pada anak. Hal ini didukung oleh pendapat (Gunawan, 2007) yang menyatakan bahwa mata pelajaran yang mempengaruhi konsep diri siswa adalah bahasa dan matematika. Bahasa adalah sarana atau media untuk orang dapat memahami materi yang lain karena materi termasuk mata pelajaran disajikan dengan menggunakan bahasa. Anak yang kesulitan dalam memahami bahasa maka mereka juga mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajarann lainnya. Matematika adalah cara utama untuk memahami dan mengembangkan logika, yang merupakan cara memecahkan masalah sehari-hari. Masyarakat seringkali beranggapan bahwa anak yang tidak bisa matematika dianggap dan dicap sebagai anak yang bodoh. Julukan yang diberikan ini akan masuk dan meresap dalam diri anak tersebut dan akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak tersebut. Akibatnya, anak takut untuk bertanya, mengungkapkan pendapat, mencoba untuk kreatif dan inovatif, serta konsep diri yang terbentuk akan bersifat negatif. Jika konsep diri yang terbentuk bersifat negatif maka perilaku yang muncul akan cenderung negatif dan produktivitasnya akan menurun. Begitu juga dalam belajar matematika. Belajar matematika membutuhkan tiga macam kemampuan yaitu kemampuan prosedural, konseptual, dan pemanfaatan. Kemampuan prosedural melalui serangkaian urut-urutan tindakan. Kemampuan konseptual meliputi pemahaman terhadap prinsip-prinsip yang mendasari urut-urutan tindakan tersebut. Kemampuan pemanfaatan adalah mengetahui keadaan yang tepat untuk mengambil tindakan. Jadi, ketiga kemampuan tersebut meliputi pengetahuan bagaimana memecahkan masalah, mengapa dipecahkan dengan cara itu, dan kapan metode pemecahan masalah tersebut seharusnya digunakan. Kemampuan prosedural, konseptual, dan pemanfaatan bukan proses yang sederhana karena melibatkan kemampuan penggunaan simbol, abstraksi, hipotesis, dan analisis. Hal ini berdampak, seorang anak tidak dengan mudah untuk trampil dan menguasai matematika. Seorang anak harus banyak berlatih supaya dapat meningkatkan kemampuan berpikir abstrak. Dalam berlatih, seringkali anak mengalami kegagalan dan kesalahan maka ia akan semakin frustasi, menganggap dirinya tidak mampu, dan akan cenderung menghindari pelajaran matematika. Oleh karena itu, peran guru di sekolah menjadi signifikan untuk membantu siswa mengatasi persoalan ini. Pengalaman awal yang diberikan oleh guru yang membuat siswa menjadi tenang, tidak tertekan, termotivasi untuk

8 14 belajar, dan memecahkan masalah akan menjadi dasar yang baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Pengalaman tersebut bisa berupa penghargaan pada kemauan dan usaha anak, menghargai keunikan anak, memandang anak sebagai sosok individu yang positif dan mampu berkembang, serta pendampingan yang mendorong anak untuk mengalami kemajuan dan mampu memecahkan matematika dengan bantuan benda-benda kongkret. Penciptaan suasana yang sehat ini merupakan upaya pemberian penguatan positif bagi perkembangan konsep diri anak yang sehat (Handayani, 2004). Orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Tidak seperti konsep diri yang terlalu kaku atau terlalu longgar, konsep diri yang postif bersifat stabil dan bervariasi. Konsep ini berisi berbagai kotak kepribadian, sehingga orang dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri, informasi positif maupun negatif. Jadi, dengan konsep diri positif, seseorang dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bervariasi tentang dirinya sendiri. Menurut Handayani (2004), pembentukan sekaligus penguatan bagi konsep diri positif terhadap kemampuan diri terhadap pelajaran matematika bisa dilakukan dengan cara: 1). Memberikan suatu tantangan yaitu memberikan permasalahan yang cukup sulit tetapi pasti bisa dikerjakan oleh siswa 2). Mendorong anak untuk terus menerus mencoba memecahkan soal-soal matematika tanpa dihantui oleh perasaan cemas karena melakukan kesalahan 3). Menghargai dan mempercayai siswa serta menghindari tanggapantanggapan yang bersifat merusak harga diri serta menertawakan, mengolok-olok, mencela dan sebagainya 4). Memberikan kehangatan pada siswa berupa pengertian, pemahaman, sikap bersahabat, toleransi yang tinggi terhadap siswa, serta penerimaan. Kehangatan guru sangat berkaitan dengan prestasi, perbendaharaan kata dan aritmatika 5). Memberikan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif anak 6). Menghindari berbagai bentuk hukuman baik secara fisik maupun verbal. Menurut Purwaningsih (2008), pengembangan konsep diri yang positif ditempuh melalui: mendorong siswa membuat pilihan dan mengelola proses belajarnya sendiri, memelihara lingkungan belajar yang hangat dan interpersonal, mendorong siswa bekerja keras, menunjukkan kepada siswa adanya emosi dan perasaan, perasaan positif siswa dikembangkan dengan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, siswa diberi pengalaman yang mengembangkan

9 15 kebiasaan dan sikap positif, guru sensitif terhadap kebutuhan siswa dan guru sendiri mampu memberikan contoh sikap positif, sensitif terhadap perasaan orang lain, mempunyai toleransi, dapat dipercaya, dan tepat waktu. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penciptaan suasana positif lebih efektif dalam meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, penciptaan suasana yang positif dianggap sebagai penguat (reinforcement) bagi peningkatan motivasi belajar dan konsep diri sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar. Konsep diri dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Teori di atas, konsep diri dikategorikan dalam 2 macam, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Pengkategorian konsep diri dapat pula dibagi menjadi 3 macam. Menurut Burn (1993), konsep diri tinggi disebut juga konsep diri lebih positif, konsep diri sedang disebut juga konsep diri positif, dan konsep diri rendah disebut juga konsep diri negatif. 2. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Belajar Tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan guru dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian kurikulum digunakan alat ukur yang dikenal dengan istilah prestasi belajar. Menurut Louis, prestasi belajar adalah pernyataan khusus tentang apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa, sebagai hasil kegiatan belajar, biasanya berupa pengetahuan (knowlegde), keterampilan (skill), atau sikap (attitude) atau pencapaian kompetensi siswa. Menurut Abi Samra, prestasi belajar menunjuk pada kecakapan dan unjuk kerja siswa yang multi dimensi, terkait dengan perkembangan manusia: kognitif, emosi, sosial, dan fisik yang merefleksikan keutuhan siswa. Clarck memberi batasan tentang prestasi belajar sebagai hasil pengukuran tentang apa yang diketahui atau yang dapat dilakukan seseorang setelah belajar. Pengukuran yang dimaksud adalah sebagai alat yang dipakai untuk menyediakan balikan bagi siswa dan pihak lainnya, untuk menentukan posisi siswa dalam hubungannya dengan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, Slameto (2003) menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa adalah pernyataan tentang tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sekolah, setelah usai satu satuan program pengalaman pembelajaran, dalam satu periode waktu tertentu (semester atau tahun ajaran). Tujuan pembelajaran dapat berupa penguasaan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan

10 16 sikap akademik. Pencapaian tujuan pembelajaran sering diukur dengan skor tes/ulangan/ujian standar atau buatan guru, dan tugas-tugas lain, termasuk pekerjaan rumah (PR) untuk mata pelajaran tertentu. Skor tes, tugas, dan PR mencerminkan perilaku hasil pengalaman, berkaitan dengan konsep, topik, atau masalah tertentu dalam mata pelajaran yang diikuti. Pengalaman yang memungkinkan terbentuknya hasil belajar siswa tersebut dapat berupa pengetahuan siswa dan apa yang ingin diketahuinya, apa yang telah dipelajari, serta apa yang benarbenar dapat dilakukan, dari apa yang telah diketahuinya. Selain itu, dapat juga berupa kepercayaan diri dan motivasinya dalam mendemonstrasikan apa yang dapat dilakukannya. Pada akhirnya, ciri hasil belajar tersebut bersifat baru, menetap, positif, disadari, dan fungsional (Slameto, 2006). Menurut Winkel (1992), prestasi belajar adalah aktivitas psikis yang berlangsung dalam lingkungan untuk menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap yang akan diperoleh hasil yang baru atau penyempurnaan dari hasil yang diperoleh sebelumnya. Menurut Sadali dalam Purwaningsih (2008), prestasi belajar siswa berhubungan dengan kinerja akademik yang dalam Bahasa Ingris disebut Academic Performance berupa hasil belajar siswa. Prestasi belajar adalah hasil dari usaha, kemampuan dan sikap siswa dalam menyelesaikan kegiatan dalam bidang pendidikan. Menurut Arikunto dalam Purwaningsih (2008), prestasi belajar juga diartikan sebagai hasil yang mencerminkan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada setiap jenjang studi. Gambaran prestasi siswa dinyatakan dengan angka 0 sampai dengan 10. Menurut Suharjana (2005), prestasi belajar adalah bukti usaha yang dapat dicapai atau perubahan yang terjadi pada siswa dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai hasil proses belajar. Prestasi belajar merupakan hasil-hasil kemampuan nyata sebagai akibat keaktifannya dalam kegiatan belajar yang dinyatakan dengan simbol angka atau huruf. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan bukti dari hasil yang telah dicapai. Berdasarkan definisi-definisi prestasi belajar diatas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan pernyataan tentang tingkat keberhasilan siswa sebagai hasil kegiatan belajar, biasanya berupa pengetahuan (knowlegde), keterampilan (skill), atau sikap (attitude) atau pencapaian kompetensi siswa. Prestasi belajar dapat diwujudkan dengan angka atau huruf. b. Faktor- faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah pencapaian yang diperoleh siswa berupa kecakapan tentang bilangan

11 17 khususnya bidang aritmatika penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan campuran melalui proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu pada jangka waktu tertentu sebagai hasil dari pengalamannya yang secara akademik diwujudkan dalam bentuk penilaian angka oleh guru. Faktor-faktor prestasi belajar menurut Slameto (2010)adalah sebagai berikut): 1. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah yang terdiri dari kesehatan dan cacat tubuh dan faktor psikologis yang terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan, faktor kelelahan yang terdiri dari kelelahan jasmani dan rohani. 2. Faktor eksternal antara lain faktor keluarga, faktor sekolah yang terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran (media), waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, faktor masyarakat. c. Prestasi Belajar Matematika Menurut Johnson dan Myklebust (dalan Mulyono Abdurrahman, 2003) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003), mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Pengertian matematika menurut Bell (dalam H. Veithzal Rivai, 2000) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang lagika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya yang jumlahnya banyak. Sedangkan menurut Heckhausen (dalam H. Veithzal Rivai, 2000) mengungkapkan bahwa matematika dikenal sebagai himpunan dan subsistem yang masing-masing dapat memiliki struktur sendiri-sendiri. Matematika adalah suatu sistem yang dapat berdiri sendiri tetapi dapat pula menjadi subsistem untuk sistem atau suatu sistem lain Menurut Alfred (dalam H. Veithzal Rivai, 2000). Oleh karena itu, banyak materi pelajaran matematika yang memerlukan pengetahuan prasyarat untuk dapat mempelajarinya. Ditambahkan pula, matematika merupakan pelajaran yang banyak menggunakan simbol yang dilakukan sesuai aturan-aturan yang telah ditentukan, sehingga untuk mempelajari matematika perlu menguasai hal-hal di atas secara pasti atau eksak.

12 18 Pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa matematika adalah bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan setiap individu berpikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut lagi, matematika pada dasarnya merupakan pelajaran yang banyak memerlukan pemusatan pemikiran dan perhatian untuk mengingat dan mengenal kembali semua ide-ide atau konsep hubungan yang ada serta aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk menguasai materi yang sedang dipelajari. Sehingga berdasarkan uraian di atas tentang prestasi belajar dan pengertian matematika maka yang dimaksud prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa sebagai tanda atau simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil aktivitas belajar) matematika yang meliputi pemusatan pemikiran dan perhatian untuk mengingat dan mengenal kembali semua ide-ide atau konsep hubungan baik yang menyangkut materi bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta statistika dan peluang yang pada dasarnya menghasilkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes matematika yang diikutinya. B. Penelitian yang Relevan Pada penelitian yang dilakukan Belina Prasti (2011) mengenai hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar matematika kelas VIII SMP N 2 Tengaran menghasilkan koefisien korelasi r = 0,489 dan signifikan 0,000 p < 0,05. Itu menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dengan prestasi belajar matematika. Nunik Miyati (2010) yang melakukan penelitian pada siswa kelas V SDN di gugusan merbabu kecamatan ngablak kabupaten magelang tahun pelajaran 2009/2010 menyimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar siswa dengan hasil r = 0,4777 dan p = 0,000 (p < 0,05). Dengan arti semakin tinggi konsep diri yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajar siswa yang dapat diraih. Sebaliknya jika konsep diri siswa rendah maka prestasi belajar siswa pun juga semakin rendah. Menurut Suharmi (2005) berdasarkan analisis tentang hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi rho = 0,166 dengan signifikansi p = 0,193 > 0,050. Jadi tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar siswa. Begitu pula menurut Maria Pindi Munggul (2010) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD gugus kanirogo kecamatan tingkir. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa sudah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar,

13 19 seperti yang dilakukan Belina Prasti, Munik Miyati, Suharmi, Maria Pindi Munggul. Meskipun mereka melakukan penelitian dengan persoalan yang sama tetapi hasil penelitian yang diperoleh berbeda dan bertentangan. Hasil penelitian yang dilakukan Belina Prasti dan Nunik, diperoleh kesimpulan bahwa konsep diri mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan prestasi belajar matematika, sedangkan Suharmi dan Maria Pindi Munggul tidak ada korelasi antara konsep diri dengan prestasi belajar. C. Kerangka Berpikir Berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah dipaparkan sebelumnya tampak bahwa prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi konsep diri yang merupakan bagian terpenting bagi kepribadian seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku. Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi prestasi belajar matematika. Sementara faktor eksternal meliputi guru, teman, orang tua, fasilitas. D. Hipotesis Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dan berdasarkan kajian teori di atas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Salatiga.

14 20

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hasil Pembelajaran Matematika 2.1.1 Matematika Kata Matematika berasal dari bahasa Yunani (mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Pengertian Komunikasi Manusia tercipta sebagai mahkluk social yang tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui sebuah komunikasi

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Teori

Bab II Tinjauan Teori Bab II Tinjauan Teori 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep pusat (central construct) untuk dapat memahami manusia dan tingkah lakunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa terbentuk dan berkembang seiring dengan proses pembelajaran. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSEP DIRI DAN SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA DI SMP Deden Ibnu Aqil

PENGARUH KONSEP DIRI DAN SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA DI SMP Deden Ibnu Aqil UTILITY: Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Ekonomi Volume 1, No. 2, 2017: Page 95-104 ISSN 2549-1377 (Print) ISSN 2549-1385 (Online) Available online at http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/utility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk

Lebih terperinci

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak Sri Redjeki FIP IKIP Veteran Semarang Email : basiroh_1428@yahoo.co.id ABSTRAK Setiap manusia sebagai organisme memiliki dorongan untuk berkembang sampai mencapai

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI Disusun Oleh: Aprilia Fajriati H0814013 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak

BAB V PENUTUP. Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak Payudara Perempuan Dewasa Awal ini telah menjawab pertanyaan dari rumusan masalahnya. Dimana rumusan masalahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi semua orang terutama bagi para pelajar. Kegiatan belajar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik berupa kemajuan dan peningkatan. Pendidikan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erikson (Hurlock, 1980:208) berpendapat, identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa 26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Segala sesuatu untuk meraih kesuksesan memerlukan proses dan proses yang terjadi disebut proses belajar (Slameto 2010: 1). Menurut Mahmud (2010: 61), belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Andi Mappiare (2006: 293) kata self concept atau konsep diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Andi Mappiare (2006: 293) kata self concept atau konsep diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Menurut Andi Mappiare (2006: 293) kata self concept atau konsep diri secara umum didefinisikan sebagai keseluruhan pola persepsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sekolah merupakan salah satu badan pendidikan yang memiliki peran penting dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

MOHAMAD YASIN SMA Negeri 1 Kauman Kab. Tulungagung

MOHAMAD YASIN SMA Negeri 1 Kauman Kab. Tulungagung PENERAPAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJARDAN KETUNTASAN BELAJAR MATEMATIKA PADA KOMPETENSI DASAR TRIGONOMETRI SISWA KELAS XI IPA-1 SMA NEGERI 1 KAUMAN MOHAMAD YASIN SMA Negeri 1 Kauman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari akademik dan non akademik. Pendidikan. matematika merupakan salah satu pendidikan akademik.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari akademik dan non akademik. Pendidikan. matematika merupakan salah satu pendidikan akademik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan pada bidang kehidupan dan teknologi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Make a Match Model Make a Match adalah salah satu model dalam pembelajaran kooperatif atau salah satu bentuk model dalam Pembelajaran Aktif, Inovatif,

Lebih terperinci

KOMUNIKASI INTRAPERSONAL PERSEPSI INTERPERSONAL DAN KONSEP DIRI

KOMUNIKASI INTRAPERSONAL PERSEPSI INTERPERSONAL DAN KONSEP DIRI KOMUNIKASI INTRAPERSONAL PERSEPSI INTERPERSONAL DAN KONSEP DIRI Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. 1. Pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai Alternatif Kelulusan 1. Pengertian Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan. kuantitatif. Johnson (dalam Usman 2006: 14) menyatakan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan. kuantitatif. Johnson (dalam Usman 2006: 14) menyatakan bahwa 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kompetensi Guru 1. Pengertian Kompetensi Guru Sebagai pendidik seorang guru harus dibekali kompetensi. Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pendidikan anak usia 4-6 tahun sampai memasuki

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pendidikan anak usia 4-6 tahun sampai memasuki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Kanak-Kanak merupakah salah satu bentuk pendidikan yang menyediakan pendidikan anak usia 4-6 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Dalam Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi belajar

BAB II KAJIAN TEORITIS. menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi belajar 6 2.1 Peran Guru BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Pengertian Peran Guru Guru dalam fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing maka diperlukan adanya berbagai peran pada diri guru. Peran akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Diantaranya dilakukan oleh Oki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai manakala ditunjang oleh usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar Secara umum hasil adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Masalah Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah tidak dapat dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari- hari dan dalam hubungannya dengan diri sendiri dan dengan orang lain, setiap individu perlu memahami siapa dirinya dan bagaimana ia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

Lebih terperinci

Esa Gunarti Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Esa Gunarti Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNION: Jurnal Pendidikan Matematik, Vol 5 No 1, Maret 2017 HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS, KEMAMPUAN NUMERIK DAN SIKAP SISWA TERHADAP PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik

Lebih terperinci

Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung

Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung 1 Gilang Aditya Pratama, 2 Agus Sofyandi Kahfi 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diukur dengan test dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. diukur dengan test dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar merupakan tolak ukur yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi pelajaran dari proses belajarnya yang diukur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa siswa sebagian besar tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka

Lebih terperinci

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 KONSEP DIRI DAN KEMANDIRIAN REMAJA PengertianKonsepDiri Konsep diri adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif. kemampuan untuk mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif. kemampuan untuk mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk juga aspek pendidikan. Aspek ini memungkinkan kita

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gentra Agna Ligar Binangkit, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gentra Agna Ligar Binangkit, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari sisi perkembangan, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada masa remaja. Menurut Hurlock (Sobur, 2003:134) masa remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci