BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Typhus Abdominalis Definisi Typhus Abdominalis Tipes atau Typhus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa atau Salmonella Paratyphi A, B dan C. Selain itu dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau Typhus Abdominalis karena berhubungan dengan usus didalam perut(zulkoni, 2011). Sejarah tifoid dimulai saat ilmuan Perancis bernama Piere Lois memperkenalkan istilah Typoid pada tahun Typhoid atau Typhus berasal dari bahasa Yunani yaitu Typhos yang berarti penderita demam dengan gangguan kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan penyakit ini melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan Salmonella Typhi dalam media kultur pada tahun Widal akhirnya menemui pemeriksaan tifoid yang masih digunakan sampai saat ini. Selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk melaporkan untuk pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol (Kunoli,2013) Sistem Pencernaan Sistem pencernaan terdiri atas saluran cerna yang dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menyediakan zat nutrisi

2 yang sudah dicerna secara berkesinambungan untuk di distribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur air, elektrolit, dan zat gizi. Gambar 2.1 Sistem Pencernaan 1. Mulut Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saliva atau liur yang dihasilkan oleh mulut bersifat alkali (basa) yang disekresikan oleh kelenjar parotis, submaksilaris, sublingualis dan kelenjar mukosa pipi. Saliva atau liur berfungsi : a. Sebagai pelumas (lubrikasi) pada waktu mengunyah dan menelan makanan. b. Mencerna karbohidrat dengan amilase saliva.

3 c. Mengandung lisozyme yang berperan sebagai anti bakteri. d. Sebagai palarut molekul yang dapat memacu reseptor rasa. e. Membantu proses bicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. f. Buffer karbohidrat di dalam saliva akan menetralkan asam dari makanan. 2. Gigi Gigi berfungsi melakukan proses pencernaan secara mekanik. Gigi akan memotong-motong makanan yang masuk ke dalam mulut, fungsi inidilakukan oleh gigi depan (incisivus), setelah dipotong makanan akan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), dengan tujuan makanan menjadi bagian bagian kecil yang lebih mudah dicerna. 3. Tenggorokan (faring) Adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan. Organ yang penting didalam faring adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring, dan mematikan bakteri atau mikrorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan pernafasan. 4. Kerongkongan (esofagus) Esofagus merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan gerakan peristaltik. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian : a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

4 b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus) c. Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus) 5. Lambung Lambung adalah kantong maskular yang letaknya antara esofagus dan usus halus. Fungsi lambung adalah menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Selain itu dilambung hanya terjadi absorbsi nutrien sedikit. 6. Usus halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari saluran pencernaan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada secum. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), usus penyerapan (ileum). Fungsi usus halus : a. Mensekresi cairan usus untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di usus halus. b. Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus koleduktus dan pankreatikus. c. Mencerna makanan. d. Mengabsorbsi air garam, dan vitamin. 7. Usus Besar Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampungan luas atau berdiameter besar dengan panjangnya lebih kurang 1,5 1,7 m dan penampang 5-6 cm. Fungsi usus besar :

5 a. Menyerap air dan elektrolit kemudian mensisakan massa yang disebut feses. b. Menyimpan feses sampai saat defekasi. 8. Rektum Bagian ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm yang dimulai dari pertengahan sakrum dan berakhir pada kanalis anus. 9. Anus Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak di dasar pelvis/dindingnya diperkuat oleh spinchter ani (Niman, 2013) Masa Inkubasi Menurut Zulkoni (2011), masa inkubasi dihitung mulai saat pertama kali kuman ini masuk kemudian tidur sebentar untuk kemudian menyerang tubuh, masa ini berlangsung 7 12 hari, walaupun pada umumnya adalah hari. Pada awal penyakit ini penderita mengalami keluhan berupa : 1. Anoreksia 2. Rasa malas 3. Sakit Kepala bagian belakang 4. Nyeri Otot 5. Lidah kotor 6. Gangguan Perut (mulas dan sakit)

6 Sedangkan menurut Kunoli (2013), masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi : masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata antara 8-14 hari Etiologi Menurut Zulkoni (2013),penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella Typhosa. Penyakit tipes (typhus Abdominalis) merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella Typhosa(food and water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tipes menandakan bahwa ia mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella Typhosa sebagai suatu spesies, termasuk dalam kingdom bakteria, phylum proteobacteria, classis gamma proteobacteria, ordo enterobacteriales, famili enterobacteriakceae, genus salmonella. Salmonella Typhosa adalah bakteri gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1(hyalin, protein membrane) Patofisiologi Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/ feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman / karier. Empat F (Finger, Files, Fomites, Fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,

7 buah, dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/ dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama negara- negara yang sedang berkembang. Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita atau carrier. Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikrorganisme dari tinja ke makanan (Kunoli, 2013) Gejala Klinis Gejala klinis demam tifoid yaitu dapat terjadi ulserasi plaques peyeri pada ileum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau perforasi (sekitar 1% dari kasus), hal ini sering terjadi pada penderita yang terlambat diobati. Dapat juga timbul demam tanpa disertai keringat, gangguan berfikir, pendengaran berkurang dan parotitis (Kunoli,2013). Secara rinci, gejala klinis dijelaskan oleh Zulkoni (2011), yaitu : 1. Minggu Pertama Setelah melewati masa inkubasi hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut lain seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 o c hingga 40 o c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk dengan nadi antara kali permenit, denyut lemah, pernafasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis, perut kembung, dan merasa tidak enak, serta diare dan sembelit silih berganti. Lidah pada penderita

8 putih kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor, tenggorokan terasa kering dan meradang. 2. Minggu kedua Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Gejala toksemia (ketika kuman sudah masuk aliran darah), semakin berat ditandai dengan gangguan pendengaran. Lidah tampak kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare menjadi lebih sering dan terkadang bewarna gelap akibat perdarahan. Pembesaran hati atau limpa. Perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi. 3. Minggu ketiga Suhu tubuh berangsur turundan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejalagejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa otot-otot yang bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai peritonitis lokal atau umum, maka hal

9 ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernafas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. 4. Minggu keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun sering dijumpai sisa gejala yang terjadi sebelumnya Pengobatan Menurut KEPMENKES No 364 tahun 2006 dipaparkan bahwa pengobatan penderita demam tifoid meliputi : 1. Perawatan Umum dan Nutrisi Penderita demam tifoid dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan, seperti: a. Tirah baring Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan perforasi. b. Nutrisi - Cairan : penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parental. Cairan parental diindifikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. - Diet : harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Rendah selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi.

10 c. Terapi Simptomatik terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita : - Roboransia - Antipiretik ( untuk kenyamanan penderita) - Antiemetik (jika penderita muntah hebat) d. Kontrol dan Monitor dalam perawatan - Suhu tubuh, serta tanda vital lain seperti nadi, nafas, tekanan darah). - Keseimbangan cairan : cairan masuk (minum dan infus) dan cairan tubuh yang keluar (urin, feses) harus seimbang. - Deteksi dini terhadap timbulnya komplikasi. - Adanya koinfeksi dan atau komorbid dengan penyakit lain. - Efek samping dan atau efek toksik obat. - Resistensi anti mikroba - Kemajuan pengobatan secara umum. 2. Antimikroba Antimikroba diberikan segera bila diagnosis klinis demam tifoid telah ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable maupun suspek. Sebelum antimikroba diberikan harus diambil spesimen darah atau sumsum tulang lebih dulu, untuk pemeriksaan biakan kuman salmonella, kecuali fasilitas biakan ini tidak ada dan tidak bisa dilaksanakan. Antimikroba yang dikenal sensitif dan efektif untuk demam tifoid adalah : - Kloramfenikol

11 - Seftriakson - Ampisilin & amoksilin - TMP SMX (kotrimoksasol) - Quinolone - Cefixime - Tiamfenikol 3. Pengobatan dan Perawatan Komplikasi Terapi komplikasi tifoid : a. Tifoid toksik Antimikroba yang dipilih adalah parentral dan dapat ganda seperti kombinasi ampisilin dan kloramfenikol. Pemberian kortikosteroid seperti deksametason dengan dosis 4x10mg intravena. Dosis untuk anak 1-3mg/kg BB/hr selama 3-5 hari. b. Syok septik - Penderita dirawat intensif - Kegagalan hemodinamik yang terjadi diatasi secara optimal - Obat-obatan vasokatif (seperti dopamin) dipertimbangkan bila syok mengarah irreversible. c. Perdarahan perforasi - Penderita dirawat intensif - Transfusi darah jika ada indikasi

12 - Bila perforasi : rawat bersama dengan dokter bedah, operasi, antibiotik spektrum luas, diet parenta dan monitor keseimbangan cairan. d. Komplikasi lain Komplikasi lain diobati sesuai dengan kondisi, obat- obatan dan prosedur perawatan defenitif untuk tifoid tetap diberikan. 4. Perawatan Mandiri di rumah Syarat penderita dapat dirawat dirumah : - Penderita dengan gejala klinis ringan - Penderita dengan kesadaran baik - Penderita dengan keluarganya cukup mengerti cara-cara merawat serta paham dengan tanda bahaya dari tifoid. - Rumah tangga penderita memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta yang memenuhi syarat kesehatan. Menurut Abata (2013), demam tifoid umumnya berlangsung selama hari dengan rentang 3-60 hari, tergantung jumlah kuman yang masuk ke dalam tubuh penderita. Semakin banyak kuman yang masuk maka gejalanya akan semakin cepat muncul. Pada suhu yang tinggi penderita bisa sampai mengigau dan apatis.

13 2.1.8 Pencegahan Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat tidak tertular oleh basil salmonella. Ada 3 pilar strategis yang menjadi program pencegahan menurut KEPMENKES No 364 tahun 2006, yakni : 1. Mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid 2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan 3. Perlindungan dini agar tidak tertular. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan adalah : 1. Langkah langkah strategis pencegahan carrier, relaps dan resistensi tifoid.bila ada kasus karier maka diterapi dengan quinolone selama 4 minggu (siprofloksasin 2x 750mg atau norfloksasin 2 x 400mg). 2. Perbaikan Sanitasi Lingkungan Perbaikan sanitasi lingkungan, meliputi : - Penyediaan air bersih untuk seluruh warga, untuk air minum masyarakat membiasakan dengan memasak sampai mendidih. - Jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. - Pengolahan limbah, kotoran, dan sampah harus benar sehingga tidak mencemari lingkungan. 3. Peningkatan Higiene Makanan dan Minuman - Pilih hati-hati makanan yang sudah diproses, demi keamanan. - Panaskan kembali secara benar makanan yang sudah dimasak - Hindari kontak antara makanan mentah dengan yang sudah masak. - Permukaan dapur dibersihkan dengan cermat.

14 - Lindungi makanan dari serangga, binatang mengerat dll. - Gunakan air bersih untuk dikonsumsi. 4. Peningkatan Higiene Perorangan Setiap tangan yang dipergunakan unruk memegang makanan, maka tangan harus bersih, cuci tangan pakai sabun. 5. Pencegahan dengan imunisasi Immunisasi, sampai saat ini vaksin tiroid baru diprioritaskan untuk traveler 6. Surveilens Pengumpulan yang sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus dari data kesehatan yang penting. Untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. 7. Definisi Kasus Dalam hal pengumpulan data, diperlukan petugas yang memiliki kemampuan memadai dalam hal menentukan seorang pasien menderita tifoid atau bukan. 8. Sistim Pencatatan dan Pelaporan 9. Penanggulangan KLB Bila ada dugaan KLB disuatu daerah, maka diperlukan serangkaian kegiatan yang berpola dengan baik untuk menanggulanginya. Pihak unit pelayanan kesehatan (rumah sakit / puskesmas) segera melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.

15 2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Kesembuhan PenderitaTyphus Abdominalis Umur Umur merupakan salah satu faktor yang penting pada proses terjadinya penyakit. Sebagian penyakit timbul hampir secara eksklusif pada suatu kelompok usia tertentu saja. Angka kesakitan dan kematian dalam hampir semua keadaan itu berkaitan dengan fungsi dari proses umur, perkembangan, imunitas dan keadaan fisiologi, perubahan kebiasaan makan dari tiap golongan umur, perubahan daya tahan tubuh dan penyakit tertentu yang menyerang umur tertentu (Friedman,1993 dan Kunoli, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati(2009) yang berjudul Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid Di Indonesia Tahun 2007 mengatakan bahwa kelompok umur 1-14 tahun merupakan usia yang berisiko terbesar terkena tifoid yaitu 1,449 kali daripada kelompok umur responden yang lain, makin tua kelompok umur makin rendah risiko yang terjadi. Penelitian lain dilakukan oleh Rinni (2014) yang berjudul Permodelan Laju Kesembuhan Pasien Rawat Inap Typhus Abdominalis (Demam Tifoid) Menggunakan Model Regresi Kegagalan Proporsional Dari Cox (Studi Kasus di RSUD Kota Semarang),menyatakan hasil bahwa pasien dengan usia kurang dari 15 tahun memiliki laju kesembuhan lebih cepat dibandingkan dengan pasien lebih dari sama dengan 15 tahun.

16 2.2.2 Jenis Kelamin Sebagian penyakit lebih sering dijumpai pada kaum pria dan sebagian lainnya pada wanita. Jika faktor pewarisan yang mempunyai kaitan seksual dapat disingkirkan, maka perbedaan seks dalam insidensi penyakit akan menimbulkan pemikiran awal tentang kemungkinan adanya faktor-faktor hormonal atau reproduktif yang menjadi faktor predisposisi (pencetus) atau pelindung (Friedman,1993). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati(2009) yang berjudul Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid Di Indonesia Tahun 2007 mengatakan bahwa kelompok laki-laki lebih dominan terkena tifoid (OR = 1,142) daripada kelompok perempuan. Ada perbedaan hasil penelitian antara Herawati (2009) dan penelitian yang dilakukan oleh Ja afar(2013)yang berjudul Epidemiological analysis of typhoid fever in Kelantan from a retrieved registry yang menyatakan hasil penelitiannya bahwa demam tifoid didominasi oleh lakilaki dalam kelompok usia 5-14 tahun dan perempuan dalam kelompok usia dan tahun. Laju kesembuhannya sendiri dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rinni (2014) yang berjudul Permodelan Laju Kesembuhan Pasien Rawat Inap Typhus Abdominalis (Demam Tifoid) Menggunakan Model Regresi Kegagalan Proporsional Dari Cox (Studi Kasus di RSUD Kota Semarang),menyatakan hasil bahwa pasien dengan jenis kelamin perempuan memiliki laju kesembuhan lebih cepat dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin laki-laki.

17 2.2.3 Titer Uji Widal Menurut KEPMENKES No. 364 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil salmonella didalam darah manusia (saat sakit, karier, atau pasca vaksinasi). Prinsip test adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi yakni aglutinin O dan H. Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada minggu ke-3 sampai ke-5. Aglutinin ini dapat bertahan sampai lama 6-12 bulan. Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu lama, sampai 2 tahun kemudian. Peneliti beranggapan bahwa nilai titer berpengaruh terhadap derajat klinis penderita Typhus Abdominalis sehingga sedikit banyaknya dapat memengaruhi laju kesembuhan penderita. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Syafrani (2013)yang berjudul Korelasi Titer Uji Widal Dengan Derajat Klinis Pada Pasien Demam Tifoid Di RSUD Panglima Sebaya Kabupaten Paser Periode Tahun 2012, menyatakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kadar titer uji widal memiliki hubungan dengan derajat klinis pasien yang dapat diketahui dari nilai P.value= 0,002 atau < 0,05 dan nilai korelasi r = 0,767. Interpretasi Reaksi widal :

18 Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Tidak sama masingmasing daerah tergantung endemisitas daerah masing-masing dan tergantung hasil penelitiannya. Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan kesepakatan atau perjanjian pada satu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid. Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan hasil yang keliru baik negatif palsu atau positif palsu. Hasil test negatif palsu seperti pada keadaan pembentukan anti bodi yang rendah yang dapat ditemukan pada keadaan- keadaan gizi jelek, konsumsi obatobat imunosuspresif, penyakit agammaglobulinemia, leukemia, karsinoma lanjut, dll. Hasil test positif palsu dapat dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeksi subklinis beberapa waktu yang lalu, aglutinasi silang, dll Komplikasi Adanya komplikasi yang menyertai penyakit Typhoid Fever dapat mempengaruhi kesembuhan seseorang, karena tubuh menjadi lebih ekstra dalam melawan penyakit. Kematian karena Typhoid umumnya disebabkan oleh

19 komplikasi typhoid antara lain radang paru paru, perdarahan usus, dan kebocoran usus. Tidak jarang jika operasi menjadi salah satu penatalaksanaan yang diambil oleh pihak tenaga medis jika komplikasi yang dialami pasien Typhus Abdominalis cukup parah seperti adanya perforasi usus. Penggunaan obat-obatan antibiotika sendiri bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit. Perlubangan usus (perforasi usus ) merupakan salah satu bentuk komplikasi serius akibat typhoid yang dapat menyebabkan kematian. Pada minggu kedua atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi menurut KEPMENKES No 364 tahun 2006,diantaranya: a. Tifoid Toksik (Tifoid Ensefalopati) Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa cairan otak biasanya dalam batas-batas normal. b. Syok Septik Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, penderita jatuh ke dalam fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat serta akral dingin. Berbahaya jika syok menjadi irreversible. 1. Perdarahan dan Perforasi Intestinal Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke dua demam atau setelah itu. Perdarahan dengan gejala berak berdarah (hematoskhezia)

20 atau dideteksi dengan tes perdarahan tersembunyi (occult blood test). Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut, tegang, dan nyeri tekan yang paling nyata di kuadran kanan bawah abdomen. Suhu tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir syok. Pada pemeriksaan perut didapatkan tanda-tanda ileus, bising usus melemah dan pekak hati menghilang, perforasi intestinal adalah komplikasi tifoid yang serius karena sering menimbulkan kematian. 2. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan gejala-gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri pada penekanan. Nyeri lepas khas untuk peritonitis. 3. Hepatitis Tifosa Demam tifoid yang disertai gejal-gejala ikterus, hepatomegali dan kelainan test fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah. Pada histopatologi hati didapatkan nodul tifoid dan hiperplasi sel-sel kuffer. 4. Pankreatitis Tifosa Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala-gejalanya adalah sama dengan gejala pankreatitis. Penderita nyeri perut hebat yang disertai mual dan muntah warna kehijauan, meteorismus dan bisisng usus menurun. Enzim amilase dan lipase meningkat.

21 5. Pneumonia Dapat disebabkan oleh basil salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejal-gejala klinis pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos toraks. 6. Komplikasi Lain Karena basil salmonella bersifat intra makrofag, dan dapat beredar keseluruh bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi yang bersifat lokal diantaranya : - Osteomielitis, artritis - Miokarditis, perikarditis, endokarditis - Pielonefritis, orkhitis - Serta peradangan- peradangan ditempat lain Kadar Trombosit Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses pembekuan darah untuk menghentikan perdarah aktif yang terjadi pada luka, Selain itu, trombosit juga mempunyai peran dalam melawan infeksi virus dan bakteri dengan memakan virus dan bakteri yang masuk dalam tubuh kemudian dengan bantuan sel-sel kekebalan tubuh lainnya menghancurkan virus dan bakteri di dalam trombosit tersebut. Nilai normal trombosit berkisar antara sel/µl darah.

22 Pada pemeriksaan trombosit penderita Typhus Abdominalis terdapat gambaran trombositopenia ringan (Penurunan Kadar trombosit dibawah nilai normal). Kejadian trombositopenia sehubungan dengan produksi yang menurun dan secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap proses kesembuhan penderita Typhus Abdominalis Kadar Leukosit Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll. Nilai normal leukosit berkisar sel/µl darah. Penurunan kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, gangguan dari sistem kekebalan tubuh. Pada pemeriksaan hitung leukosit total penderita Typhus Abdominalisterdapat gambaran leukopenia dengan jumlah lekosit antara /mm 3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Terjadi leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada. Diperkirakan kejadian leukopenia 25%. Namun sekarang hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan Anemia

23 Anemia disebabkan produksi haemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yang tak nyata (occult bleeding). Perlu diwaspadai bila pada penderita Typhus Abdominalis terjadi penurunan haemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4 yang biasanya disebabkan oleh perdarahan hebat dalam abdomen.hasil penelitian yang dilakukan oleh Okafor (2007) yang berjudul Haematological alterations due to typhoid fever in Enugu Urban- Nigeria.Dapat disimpulkan bahwa perbedaan rata-rata antara nilai hematologis diperoleh untuk pasien tifoid dibandingkan dengan pasien bukan tifoid, ditemukan bahwa demam tifoid menyebabkan leukopenia dan dalam kasus yang lebih berat dan kronis, dapat menimbulkan terjadinya anemia. Nilai normal Hb : Wanita Pria Anak Bayi baru lahir : gr/dl : gr/dl : gr/dl : gr/dl Tingkat Kesadaran Pada penderita Typhus Abdominalis, umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tiroid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai samnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psychosis (organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

24 Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious) : yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis : yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium : yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi) : yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma): yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose) : yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun. 2.3 Analisis Survival Pengertian Analisis Survival Menurut Yasril(2009),survival berasal dari kata to survive yang berarti ketahanan/ kelangsungan hidup. Sedangkan analisis survival disebut juga analisis kelangsungan hidup atau analisis kesintasan. Analisis survival adalah kumpulan dari prosedur statistik untuk menganalisis data dimana variabel outcome yang diteliti adalah waktu (time) sampai suatu kejadian (event) muncul. Time adalah

25 tahun, bulan, minggu, atau hari dimulai dari awal pengamatan kejadian sampai kejadian itu muncul. Kejadian(event) itu sendiri dapat berupa kematian, insiden penyakit, kakambuhan, kesembuhan, kembali bekerja atau kejadian lain sesuai dengan kepentingan peneliti. Dalam analisis survival, variabel waktu sebagai survival time, karena variabel ini menunjukkan waktu dari seseorang untuk survived dalam periode waktu tertentu. Pada analisis survival ada problem yang terjadi pada waktu pengamatan, bahwa kita tidak mengetahui time yang kita ukur secara pasti (sensor), hal ini terjadi karena : 1. Orang yang kita amati tidak mengalami event. 2. Orang yang kita amati hilang dalam pengamatan (lost to follow up). 3. Orang yang kita amati meninggal yang terjadi bukan karena event (withdrawn) Tujuan Analisis Survival Menurut Yasril (2009), analisis survival bertujuan untuk : 1. Mengestimasi/ memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi survivor atau hazard dari data survival, misalnya kanker, mati, post operasi dan lain-lain. 2. Membandingkan fungsi survivor dan fungsi hazard pada dua atau lebih kelompok. 3. Menilai hubungan variabel variabel explanatory dengan survival time/waktu ketahanan misalnya dengan menggunakan cox proportional hazard.

26 2.3.3 Metode Analisis Survival Metode analisis survival yang sering dipakai adalah : 1. Metode Tabel Kehidupan (life table)/ Aktuarial (cutler-ederer) 2. Metode Kaplan Meier (product limit) 3. Regresi Cox Ketiga metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu dibutuhkan setidaknya 2 metode pengujian. Dalam penelitian ini, metode analisis survival yang dipilih oleh peneliti adalah metode Kaplan Meier dan Regresi Cox. A. Metode Kaplan Meier (product limit) Metode Kaplan Meier disebut sebagai product limitmethod, pada cara ini tidak dibuat interval tertentu, dan efek dihitung tepat pada saat ia terjadi. Lama pengamatan disusun dari yang terpendek sampai yang terpanjang, dengan catatan subyek yang tersensor diikut sertakan. Metode Kaplan Meier ini berdasarkan pada dua konsep sederhana, yakni : 1. Pasien yang tersensor dihitung sebagai pasien at risk hanya sampai pada saat ia tersensor. 2. Peluang untuk hidup 2 bulan sama dengan peluang hidup pada 1 bulan 1 dikali dengan peluang hidup pada bulan II, dan seterusnya. B. Regresi cox Apabila terdapat variabel-variabel kovariat yang ingin dikontrol maka kita dapat menggunakan regresi cox. Regresi cox dapat digunakan untuk membuat model yang menggambarkan hubungan antara survival time sebagai variabel

27 dependen dengan satu set variabel independen. Variabel independen bisa kontinyu maupun kategorik.regresi cox menggunakan hazard function sebagai dasar untuk memperkirakan Relative Risk untuk gagal. Fungsi hazard h(t) adalah sebuah rate yang merupakan estimasi potensi untuk mati pada satu unit waktu pada suatu saat tertentu, dengan catatan bahwa kasus tersebut masih hidup ketika menginjak interval waktu tersebut. Tujuan dari penggunaan Regresi Cox adalah untuk : 1. Mengestimasi Hazard Ratio 2. Menguji Hipotesa 3. Melihat confident interval dari Hazard Ratio Model Regresi Cox : (b1x1+ b2x bixi) H(t.x) = ho(t).e Terminologi Penting 1. Sumbu y, sumbu x, dan garis survival Sumbu y pada kurva survival menunjukkan persentase survival, yaitu persentase subyek yang masih bertahan / bebas dari kejadian yang sedang diamati. Sumbu x pada kurva survival menunjukkan waktu. Garis berkelok-kelok adalah garis survival. 2. Survival rate untuk waktu-waktu tertentu Survival rate untuk waktu tertentu dapat diketahui dengan cara menarik garis vertikal pada waktu tertentu pada sumbu x sampai memotong garis survival.

28 3. Median Survival Median survival adalah waktu dimana 50% subyek mengalami event. Median survival bisa diketahui dengan menarik garis horizontal dari sumbu y pada titik 50% sampai memotong garis survival. 4. Asumsi Proporsional Hazard Proporsional Hazard (PH) artinya perbandingan kecepatan terjadinya suatu kejadian antar kelompok setiap saat adalah sama. Ciri suatu kurva survival yang memenuhi asumsi PH adalah garis survival antar kelompok tidak saling berpotongan. Asumsi PH dianalogkan dengan asumsi normalitas data pada analisis parametrik. Analisis yang dilakukan pada suatu fungsi survival yang memenuhi asumsi PH berbeda dengan analisis yang dilakukan pada fungsi survival yang tidak memenuhi asumsi PH. Survival yang memenuhi asumsi PH akan dianalisis dengan time independent analisys sementara survival yang tidak memenuhi asumsi PH akan dianalisis dengan analisis model interaksi dan analisis model stratifikasi. 5. Hazard Rasio Insident Rate adalah kecepatan terjadinya suatu peristiwa yang secara matematis merupakan perbandingan antara insiden dengan waktu (person Time). Nama lain dari insident rate adalah hazard. Apabila kita membandingkan dua hazard, maka yang diperoleh adalah hazard Ratio. Sedangkan bila kita membandingkan dua insiden maka yang akan kita peroleh Risiko Relatif (RR).

29 2.3.5 Langkah-Langkah Analisis Survival Analisis survival terdiri dari tiga langkah utama yaitu pengecekan asumsi proporsional hazard (PH), analisis bivariat dan multivariat. Berikut adalah rincian dari langkah-langkah tersebut : 1. Pengecekan asumsi PH Asumsi PH dapat diketahui dengan membuat kurva Kaplan Meier. Metode lain untuk menguji asumsi PH adalah dengan membuat kurva ln ln survival dan global test. Asumsi PH terpenuhi apabila : a. Garis survival pada kurva Kaplan Meier tidak saling berpotongan. b. Garis survival pada kurva ln ln survival tidak saling berpotongan. c. Nilai P dapat uji global test lebih besar dari 0,05. Mungkin terdapat beberapa variabel yang memenuhi asumsi PH dan beberapa variabel tidak memenuhi asumsi PH. 2. Bivariat dan penilaian Untuk variabel yang memenuhi asumsi PH, analisis bivariat dilakukan dengan analisis cox regression. Untuk variabel yang tidak memenuhi asumsi PH, analisis cox regression tidak bisa dilakukan. 3. Analisis Multivariat Variabel yang masuk analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25. Selain itu, variabel yang tidak memenuhi asumsi PH dan secara teoritis penting, harus dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Bila semua variabel memenuhi asumsi PH, maka analisis multivariat yang dipilih adalah analisis time independen cox

30 regression. Apabila terdapat variabel yang tidak memenuhi asumsi PH, maka dapat dilakukan analisis cox regression model interaksi atau cox regression model stratifikasi. 4. Interpretasi Hasil Setelah menyelesaikan analisis survival, kita melakukan interpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari analisis survival adalah sebagai berikut : a. Variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung dengan melihat nilai p dan interval kepercayaan dari HR pada masing-masing variabel.dikatakan berhubungan jika nilai p kurang dari 0,05 dan pada interval kepercayaan tidak ada angka 0. b. Urutan kekuatan dari variabel-variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung. Pada analisis survival, urutan kekuatan dilihat dari besarnya nilai HR. c. Model atau rumus untuk memprediksikan hazard function dan survival function. Untuk hazard function, rumusnya adalah : H(t) H(t) H 0 (t) = H 0 (t)e y = Hazard pada waktu tertentu = Baseline hazard pada waktu tertentu Y = b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x b n x n Untuk Survival function, rumusnya adalah : S(t) = S 0 (t) (e^y)

31 S(t) S 0 (t) = Survival pada waktu tertentu = Baseline survival pada waktu tertentu Y = b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x b n x n 5. Mengaplikasikan persamaan yang diperoleh untuk menghitung hazard dan probabilitas pasien. Langkah-langkah analisis survival dapat diringkaskan dengan alur pada Gambar 2.1.

32 Pengujian asumsi PH Semua variabel memenuhi asumsi PH Sebagian variabel tidak memenuhi asumsi PH Analisis bivariat : Analisis cox regression Analisis bivarat: Analisis cox regression untuk variabel yang memenuhi asumsi PH Analisis Multivariat : Variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p< 0,25 : analisis cox regression time independen Analisis multivariat : Variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25 dan variabel yang tidak memenuhi asumsi PH yang secara klinis penting Analisis regresi cox model interaksi Analisis regresi cox model stratifikasi Interpretasi : 1. Variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung 2. Urutan kekuatan hubungan 3. Hazard function dan survival function Pilih mana analisis yang lebih baik Aplikasi Gambar 2.2 Alur Analisis Survival

33 2.3.6 Time Independen Cox Regression Langkah langkah Time Independen Cox Regression adalah : 1. Pengecekan asumsi proporsional hazard (PH) Asumsi PH diketahui dengan membuat kurva kaplan meier. Asumsi PH terpenuhi jika garis survival tidak saling berpotongan. 2. Analisis Bivariat Untuk variabel yang memenuhi asumsi PH, analisis bivariat dilakukan dengan analisis cox. 3. Analisis Multivariat Variabel yang masuk analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0, Interpretasi Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari analisis survival adalah sebagai berikut : - Diketahuinya variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung dengan melihat nilai p dan interval kepercayaan dari HR pada masing- masing variabel. - Diketahuinya urutan kekuatan dari variabel-variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung berdasarkan nilai HR-nya. - Diketahuinya model atau rumus untuk memprediksikan hazard function dan survival function.

34 2.3.7 Cox Regression Model Interaksi Langkah-langkah analisis survival dengancox Regression model interaksi adalah : 1. Pengecekan asumsi proporsional hazard (PH) Asumsi PH diketahui dengan membuat kurva Kaplan Meier. Asumsi PH terpenuhi jika garis survival tidak saling berpotongan. 2. Analisis Bivariat Untuk variabel yang memenuhi asumsi PH, analisis bivariat dilakukan dengan analisis cox. 3. Analisis Multivariat Variabel yang masuk analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari analisis survival adalah sebagai berikut : - Diketahuinya variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung dengan melihat nilai p dan interval kepercayaan pada masing masing variabel. Analisis terdiri dari beberapa tahap. Pada tahap pertama dilakukan analisis hubungan antara variabel A dan C, interaksi variabel A dan B, dan interaksi variabel C dan B. Analisis berhenti pada tahap dimana semua variabel memiliki nilai p < 0,05. - Diketahuinya urutan kekuatan dari variabel variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung. Berdasarkan nilai HR-nya (lihat pada tahap terakhir).

35 - Diketahuinya model atau rumus untuk memprediksikan hazard function dan survival function Cox Regression Model Stratifikasi Langkah langkah analisis survival dengan Cox Regression Model Stratifikasi adalah : 1. Pengecekan asumsi proporsional hazard (PH) Asumsi PH diketahui dengan membuat kurva kaplan meier. Asumsi PH terpenuhi jika garis survival tidak saling berpotongan. 2. Analisis Bivariat Untuk variabel yang memenuhi asumsi PH, analisis bivariat dilakukan dengan analisis cox. 3. Analisis Multivariat menggunakan model stratifikasi Variabel yang masuk analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Pada analisis model stratifikasi, variabel yang tidak memenuhi asumsi PH (contoh : jenis kelamin) dijadikan sebagai variabel untuk menstratifikasi sampel. Dengan demikian, pada analisis model stratifikasi sampel akan dianalisis berdasarkan kelompok jenis kelamin laki-laki dan perempuan akan tetapi dianalisis dalam satu kesatuan analisis. Untuk melakukan analisis multivariat model stratifikasi.

36 4. Interpretasi Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari analisis survival adalah sebagai berikut : - Diketahuinya variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung dengan melihat nilai p dan interval kepercayaan dari HR pada masing masing variabel. - Diketahuinya urutan kekuatan dari variabel variabel yang berhubungan dengan variabel tergantung. Berdasarkan nilai HR-nya. - Diketahuinya model atau rumus untuk memprediksikan hazard function dan survival function Memilih Model Stratifikasi atau Model Interaksi Cara pemilihan model stratifikasi atau model interaksi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara klinis dan secara statistik. 1. Pemilihan Model Secara Klinis Secara klinis, pertimbangan utamanya adalah pada manfaat dan kepraktisan penggunaan model untuk kepentingan klinis. Apabila secara klinis lebih bermanfaat untuk menilai survival berdasarkan kelompok laki-laki dan perempuan, maka model stratifikasilah model yang tepat. Akan tetapi, bila secara klinis kita ingin melihat seberapa besar pengaruh jenis kelamin terhadap survival, maka model interaksilah model yang tepat.

37 2. Pemilihan Model Secara Statistik Pemilihan model secara statistik dilakukan dengan uji likelihood Ratio (LR). Uji LR dilakukan dengan cara menghitung selisih likelihood Ratio (LR) antara kedua model kemudian dilihat apakah selisihnya bermakna pada degree of freedom (df) yang sesuai. Secara matematis, uji LR adalah sebagai berikut : LR / df = LR / df LRf LRr P (k 1) P K Ho : Selisih LR untuk setiap degree of freedom : LR full model( LR pada model interaksi) : LR reduced model (LR pada model stratifikasi) : degree of freedom : Jumlah variabel interaksi pada full model : Jumlah strata pada reduced model : Reduced model tidak berbeda dengan full model (reduced model = dapat diterima). Ho ditolak bila nilai LR/df > 3,8. Ha : Reduced model berbeda dengan full model (reduced model = tidak dapat diterima) Untuk mengetahui berapa besar LR untuk masing- masing model, kita dapat melihatnya pada output SPSS dari prosedur yang telah dilakukan (pada omnibus Test of Model coefficients, pada nilai chisquare kolom change from previous block).

38 2.4 Kerangka Konsep UMUR JENIS KELAMIN TITER UJI WIDAL KOMPLIKASI KADAR TROMBOSIT LAJU KESEMBUHAN PENDERITA TYPHUS ABDOMINALIS KADAR LEUKOSIT ANEMIA TINGKAT KESADARAN Gambar 2.3 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : 1. Ada pengaruh umur terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh jenis kelamin terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.

39 3. Ada pengaruh titer uji widal terhadap laju kesembuhan penderita Thypus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh komplikasi terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh kadar trombosit terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh kadar leukosit terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh anemia terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh tingkat kesadaran terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun Ada pengaruh umur, jenis kelamin, titer, komplikasi, trombosit, leukosit, anemia dan tingkat kesadaran terhadap laju kesembuhan penderita Typhus Abdominalisyang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah. Kata pengantar Saat akan makan, pertama-tama yang kamu lakukan melihat makananmu. Setelah itu, kamu akan mencium aromanya kemudian mencicipinya. Setelah makanan berada di mulut, kamu akan mengunyah makanan

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Demam Thypoid 2.1.1 Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000). Tifus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halusdan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhosa atau salmonella paratyphy A,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI 1. Pengertian Sistem Pencernaan Manusia PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta

Lebih terperinci

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan.

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta kelenjarnya merupakan

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

Pola buang air besar pada anak

Pola buang air besar pada anak Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia ratarata akan mengalami diare 23 kali per tahun. Dengan diperkenalkannya

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap manusia. Sering kali manusia tidak mengindahkan kesehatan, walaupun hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest.

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest. 1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Enzim pepsin dihasilkan oleh bagian yang benromor... 1 2 3 4 Kunci Jawaban : B Enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan Bab 3 Sistem Pencernaan Sumber: Dok. Penerbit Gambar 3.1 Orang sedang makan Peta Konsep Pernahkah kamu berpikir dari manakah energi yang kamu peroleh untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti berolahraga

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien 27 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 4.1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimulai dengan mengambil data pasien demam tifoid berasal dari register status pasien. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa 13 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) A. ZAT MAKANAN Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu Bergerak / Zat Tenaga Lemak - Keju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

: Clostridium perfringens

: Clostridium perfringens Clostridium perfringens Oleh : Fransiska Kumala W 078114081 / B Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas. Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK. Seseorang dikategorikan hypertensi berdasarkan tekanan darahnya adalah:

PEMERIKSAAN FISIK. Seseorang dikategorikan hypertensi berdasarkan tekanan darahnya adalah: PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda vital adalah setiap perubahan yang berbeda dengan keadaan normal sehingga dianggap sebagai indikasi yang pentin g men genai keadaan kes ehatan seseorang (Potter&Perry, 1997)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir, biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor. Dilain pihak biaya yang tersedia untuk kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. infeksi systemic bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thyposa, ditandai oleh panas berkepanjangan (Sumarmo, 2002).

BAB II TINJAUAN TEORI. infeksi systemic bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thyposa, ditandai oleh panas berkepanjangan (Sumarmo, 2002). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Thypus abdominalis atau demam Thypoid adalah suatu penyakit infeksi systemic bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thyposa, ditandai oleh panas berkepanjangan

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Imunisasi Pentavalen Hari / Tanggal : Selasa/ 08 Desember 2014 Tempat : Posyandu Katelia Waktu Pelaksanaan : 08.00 sampai selesai Peserta / Sasaran : Ibu dan Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah pencernaan merupakan salah satu masalah yang paling sering dihadapi oleh orang tua pada anaknya yang masih kecil. Biasanya masalah-masalah tersebut timbul

Lebih terperinci